Anda di halaman 1dari 10

POTENSI APA YANG DAPAT DIMANFAATKAN DARI LAUT

INDONESIA

NAMA : FATMAWATI

NIM : H041211002

KELAS : BIOLOGI A

DOSEN PENGAMPU : RUSTAN MUSTARI, S.H., M.H.

PEMBAHASAN

1) Potensi Yang Dapat Dimanfaatkan Dari Laut Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, mempunyai

panjang garis pantai 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km2 . Wilayah

lautnya yang merupakan perairan teritorial dan perairan nusantara, meliputi

hampir 2/3 luas teritorialnya. Disamping itu berdasarkan UNCLOS 1982,

Indonesia memperoleh hak kewenangan memanfaatkan Zona Ekonomi

Eksklusif (ZEE) seluas 2,7 km2 yang menyangkut eksplorasi, eksploitasi dan

pengelolaan sumberdaya hayati dan non hayati, penelitian, dan yuridiksi

mendirikan instalasi ataupun pulau buatan (Darsono, 1999).

Perairan laut Indonesia yang berada diantara dan disekitar kepulauan

Indonesia merupakan satu kesatuan wilayah nasional Indonesia, disebut

sebagai Laut Nusantara merupakan aset nasional yang berperan sebagai sumber

kekayaan alam, sumber energi, sumber bahan makanan, media lintas laut antar

pulau, kawasan perdagangan, dan wilayah pertahanan keamanan Negara

Indonesia (Darsono, 1999).


Pemanfaatan sumber daya laut bertujuan untuk mencukupi kebutuhan

dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Pertambahan penduduk yang pesat

dan dirasakan makin sempitnya daratan, memaksa kita untuk berangsur-angsur

mengalihkan kegiatan ekonomi ke laut. Guna memenuhi kebutuhan hidup akan

pangan, mineral maupun bahan mentah, kita mencari sumbersumber baru di

laut. Peluang pengembangan sumber daya ini belum sepenuhnya didaya

gunakan, terutama karena kendala kurangnya pengetahuan, baik yang dasar

maupun terapannya. Dalam kaitan ini, nelayan, sumber daya manusia yang

langsung bergelut dalam eksploitasi perikanan laut perlu mendapat perhatian

yang proposional. Kenyataan bahwa umumnya masyarakat nelayan

berpendidikan rendah, menempatkan mereka dalam himpitan kemiskinan.

Dengan peningkatan pemanfaatan sumber daya hayati laut, diharapkan

kehidupan nelayan ikut terangkat pula, melalui terbukanya bidang usaha dan

lapangan kerja. Bila kita tidak mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya

tersebut, maka dapat diperkirakan bahwa Indonesia hanya akan selalu menjadi

ladang pasar dunia, dan bukan menjadi produsen dunia (Darsono, 1999).

1) Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan ekosistem pendukung kehidupan yang

penting di wilayah pesisir dan lautan. Secara ekologis, hutan mangrove

berfungsi sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan

asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi, amukan angin taufan dan

tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut dan lain sebagainya. Secara

ekonomis, hutan mangrove menghasilkan kayu, daundaunan sebagai bahan

baku obat dan lain sebagainya. Tidak kurang dari 70 macam kegunaan pohon
mangrove bagi kepentingan manusia telah diidentifikasikan, meliputi "produk

langsung" seperti bahan bakar kayu, bahan bangunan, alat penangkap ikan,

pupuk pertanian, bahan baku kertas, makanan, obat-obatan, minuman, tekstil,

dan "produk tidak langsung" seperti tempat rekreasi, dan bahan makanan.

Kegunaan tersebut secara tradisional telah dimanfaatkan oleh masyarakat

pesisir di Indonesia. Potensi lain dari hutan mangrove yang belum

dikembangkan secara optimal adalah sebagai kawasan wisata alam (ecoturism).

Kegiatan wisata alam semacam ini telah berkembang lama di Malaysia dan

Australia (Darsono, 1999).

Hutan mangrove ini dapat menempati bantaran sungai-sungai besar

hingga 100 km masuk ke pedalaman seperti dijumpai di sepanjang Sungai

Mahakam dan Sungai Musi. Luas hutan mangrove di Indonesia mengalami

penyusutan terus menerus, dalam satu dekade luas hutan mangrove tercatat

turun dari 5.209.543 ha (1982) menjadi 2.496.185 ha pada tahun 1993.

Penyebaran hutan mangrove di pesisir Indonesia meliputi daerah pantai landai

terutama dekat muara sungai. Ekosistem hutan mangrove di Indonesia

mempunyai keanekaragaman hayati tertinggi di dunia dengan jumlah total

spesies 89, terdiri dari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29

spesies epifit, dan 2 spesies parasitik. Keanekaragaman hayati hutan mangrove

yang tinggi merupakan aset yang sangat berharga baik dilihat dari fungsi

ekologi maupun fungsi ekonomi (Darsono, 1999).

2) Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang

tinggi, demikian pula keanekaragaman hayatinya. Terumbu karang berfungsi


ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik pantai,

tempat pemijahan, tempat asuhan dan mencari pakan bagi berbagai biota.

Terumbu karang juga mempunyai produk yang bernilai ekonomis penting

seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan berbagai

jenis keong dan kerang Darsono, 1999).

Di beberapa tempat di Indonesia, karang batu (hard coral)

dipergunakan untuk berbagai kepentingan seperti konstruksi jalan dan

bangunan, bahan baku industri, dan perhiasan. Dalam industri pembuatan

kapur, karang batu sering ditambang sangat intensif seperti terjadi di pantai-

pantai Bali hingga mengancam kelestarian pantai Darsono, 1999).

Dari segi estetika, terumbu karang yang masih utuh menampilkan

pemandangan yang sangat indah, berbeda dengan ekosistem lainnya. Taman-

taman laut yang terdapat di pulau atau pantai yang mempunyai terumbu karang

menjadi terkenal seperti Taman Laut Bunaken di Sulawesi Utara. Keindahan

yang dimiliki oleh terumbu karang merupakan salah satu potensi atraksi wisata

bahari yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sementara itu potensi lestari

sumberdaya ikan karang di perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 76.000

/ton/ tahun. belum termasuk potensi ikan hias sebesar 1,5 milyar ekor, dengan

luas total terumbu karang lebih kurang 50.000 km2 (Darsono, 1999).

Ekosistem terumbu karang di Indonesia tersebar di seluruh wilayah

pesisir dan lautan di seluruh Nusantara. Terumbu karang di Indonesia beragam

tipenya, dimana semua tipe terumbu karang yang mencakup terumbu karang

tepi (fringing reefs), terumbu karang penghalang (barrier reefs), terumbu

karang cincin (atoll) dan terumbu tambalan (patch reefs) terdapat di perairan
laut Indonesia. Terumbu karang tepi terdapat di sepanjang pantai dan mencapai

kedalaman sekitar 40 meter. Terumbu karang penghalang berada jauh dari

pantai (mencapai puluhan atau ratusan kilometer) dipisahkan oleh laguna yang

dalam sekitar 40 - 75 meter, di Indonesia diantaranya tersebar di Selat Makasar

dan sepanjang tepian Paparan Sunda, sedang terumbu karang cincin tersebar di

Kepulauan Seribu dan Taka Bone Rate (Darsono, 1999).

3) Padang Lamun

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Spermatophyta) yang

sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup di bawah permukaan air laut

(FORTES, 1990). Lamun hidup di perairan dangkal agak berpasir, sering juga

dijumpai di ekosistem terumbu karang. Lamun membentuk padang yang luas

dan lebat di dasar laut yang masih terjangkau oleh cahaya matahari dengan

tingkat energi cahaya yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun tumbuh

tegak, berdaun tipis yang bentuknya mirip pita dan berakar jalar. Tunas-tunas

tumbuh dari rhizoma, yaitu bagian rumput yang tumbuh menjalar di bawah

permukaan dasar laut. Lamun berbuah dan menghasilkan biji. Pertumbuhan

padang lamun memerlukan sirkulasi air yang baik. Air yang mengalir inilah

yang menghantarkan zat-zat nutrien dan oksigen serta mengangkut hasil

metabolisme lamun, seperti karbon dioksida (CO2) keluar daerah padang

lamun (Darsono, 1999).

Secara umum semua tipe dasar laut dapat ditumbuhi lamun, namun

padang lamun yang luas hanya dijumpai pada dasar laut lumpur pasiran dan

tebal. Padang lamun sering terdapat di perairan laut antara hutan rawa
mangrove dan terumbu karang. Di wilayah perairan Indonesia terdapat

sedikitnya 7 marga dan 13 jenis lamun, antara lain jenis Enhalus acaroides dari

suku Hydrocharitaceae. Penyebaran ekosistem padang lamun di Indonesia

(Den HARTOG, 1970) mencakup perairan Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan,

Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Di dunia, secara geografis

lamun ini tampaknya memang terpusat di dua wilayah yaitu di Indo Pasifik

Barat dan Karibia (Darsono, 1999).

Keberadaan padang lamun dapat menstabilkan dasar laut. Padang

lamun berfungsi sebagai perangkap sedimen dan distabilkan. Padang lamun

merupakan daerah penggembalaan (grazing ground) bagi hewanhewan laut

seperti "duyung" (mamalia), penyu laut, bulu babi dan beberapa jenis ikan.

Padang lamun juga merupakan daerah asuhan (nursery ground) bagi larva-larva

berbagai jenis ikan. Tumbuhan lamun dapat digunakan sebagai bahan makanan

dan pupuk. Misalnya samo-samo oleh penduduk Kepulauan Seribu

dimanfaatkan bijinya sebagai bahan makanan (Darsono, 1999).

4) Rumput laut

(benthic algae) Potensi rumput laut (alga) di perairan Indonesia dapat

diamati dari potensi lahan budidaya rumput laut yang tersebar di 26 propinsi di

Indonesia. Potensi rumput laut di Indonesia mencakup areal seluas 26.700 ha

dengan potensi produksi sebesar 462.400 ton/ tahun (DAHURI et al, 19964.

Budidaya rumput laut sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat di daerah

pantai seperti Bali, PP. Seribu, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,

Sulawesi Utara dan Maluku. Perkembangan budidaya tersebut mengalami

pasang surut akibat masalah pemasaran yang turun naik tidak menentu. Namun
sekarang pemasarannya tidak masalah justru karena krisis ekonomi membawa

angin segar bagi produk pertanian untuk ekspor dengan naiknya nilai dolar.

Secara tradisional rumput laut dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir

terutama sebagai bahan pangan, seperti untuk lalapan, sayur, acar, manisan,

kue, selain juga dimanfaatkan sebagai obat (NONTJI, 1987). Pemanfaatan

untuk industri dan sebagai komoditas ekspor berkembang pesat pada beberapa

dasawarsa terakhir ini. Pemanfaatan rumput laut untuk industri terutama oleh

kandungan senyawa kimia didalamnya, khususnya karagenan, agar, dan algin.

Karagenan merupakan bahan kimia yang dapat diperoleh dari berbagai jenis

alga merah seperti Gelidium, Gracilaria dan Hypnea, sedan" algin adalah bahan

yang terkandung dalam alga coklat seperti Sargassum (Darsono, 1999).

Dengan melihat besarnya potensi pemanfaatan alga, terutama untuk

ekspor, maka saat ini usaha budidayanya mulai semarak dilakukan masyarakat

pesisir. Usaha budidaya rumput laut ini berkembang di Kepulauan Seribu

(Jakarta), Bali, Pulau Samaringa (Sulawesi Tengah), Pulau Telang (Riau), dan

Teluk Lampung. Jenis rumput laut yang dibudidayakan yaitu Kappaphychus

alvarezii, yang sebelumnya dikenal sebagai Echeuma alvarezii (Darsono,

1999).

5) Sumberdaya Perikanan Laut

Sumberdaya perikanan laut di Indonesia disusun dalam kelompok-

kelompok: Pelagis Besar, Pelagis Kecil, Demersal, Udang/ Krustasea lainnya,

Ikan Karang, Ikan Hias, Rumput Laut, Moluska Teripang/ Ubur-ubur, Benih

Alami, Reptilia dan Mamalia laut. Nama-nama jenis ikan yang termasuk di

dalam masing-masing kelompok disusun dalam Tabel 1. Sementara itu sebagai


dasar perhitungan potensi sumberdaya ikan di Indonesia, telah disepakati

bahwa perairan laut Indonesia dibagi dalam sembilan wilayah pengelolaan

perikanan meliputi Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Samudera

Hindia, Selat Makasar dan Laut Flores, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik,

Teluk Tomini dan Laut Maluku, Laut Arafura. Secara nasional potensi lestari

sumberdaya perikanan laut yang meliputi sumberdaya perikanan pelagis besar,

pelagis kecil, demersal, udang, ikan karang, dan cumi-cumi adalah sebesar 6,2

juta ton/ tahun (Darsono, 1999).

Dalam laporan tersebut (ANONIM, 1998) tersirat bahwa pada tahun

1997, total produksi perikanan laut sejumlah 3,8 juta ton diantaranya kelompok

ikan 84%, krustasea 6%, moluska 3%, rumput laut 3%, dan binatang air

lainnya 4%. Tingkat pengusahaan (pemanfaatan sumberdaya ikan) tersebut

dibandingkan dengan potensi sumberdaya ikan yang besarnya 6,2 juta ton,

adalah 62% nya. Dengan demikian peluang pengembangan sektor perikanan

masih terbuka. Peluang pengembangan untuk perikanan tangkap untuk

beberapa jenis komoditas ikan ekonomis penting disajikan pada Tabel 2. Selain

potensi perikanan tangkap di laut, potensi perikanan lainnya yang belum

dimanfaatkan secara optimal adalah budidaya perikanan baik budidaya pantai

maupun budidaya laut. Potensi budidaya pantai (tambak) sekitar 830.200 ha

yang tersebar diseluruh wilayah perairan Indonesia dan yang baru

dimanfaatkan untuk budidaya ikan bandeng, kakap, udang windu dan jenis-

jenis lainnya hanya sekitar 356.308 ha (Darsono, 1999).

Dengan demikian peluang pengembangan usaha budidaya masih

terbuka luas. Usaha budidaya mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan
datang dalam memajukan taraf hidup para nelayan disekitar pesisir laut.

Beberapa komoditas perikanan saat ini sudah mulai dikembangkan untuk di

budidayakan dan mempunyai prospek baik yaitu berbagai jenis ikan kerapu,

kakap putih, kakap merah, bandeng, lola, batu laga, kerang mutiara, dan

teripang (Darsono, 1999).

KESIMPULAN

Pemanfaatan sumber daya laut bertujuan untuk mencukupi kebutuhan dan

meningkatkan kesejahteraan manusia. Pertambahan penduduk yang pesat dan

dirasakan makin sempitnya daratan, memaksa kita untuk berangsur-angsur

mengalihkan kegiatan ekonomi ke laut. Guna memenuhi kebutuhan hidup akan

pangan, mineral maupun bahan mentah, kita mencari sumbersumber baru di laut.

Peluang pengembangan sumber daya ini belum sepenuhnya didaya gunakan,

terutama karena kendala kurangnya pengetahuan, baik yang dasar maupun

terapannya. Dalam kaitan ini, nelayan, sumber daya manusia yang langsung

bergelut dalam eksploitasi perikanan laut perlu mendapat perhatian yang

proposional.
DAFTAR PUSTAKA

Darsono, P., 1999, Pemanfaatan Sumber Daya Laut Dan Implikasinya Bagi
Masyarakat Nelayan, Jurnal Oseana, 24(4): 1-5.

Anda mungkin juga menyukai