Anda di halaman 1dari 6

Potensi, Permasalahan dan Solusi Perbaikan

Ekosistem Mangrove di Pulau Bali dan Pulau Nusa Tenggara


Oleh :
Andhika Veryanto Kurniaji (26040117140108)
Pebriyan Samuel Sinaga (26040117140115)
Novia Salsabila (26040117140104)
Pola Risda A. Silitonga (26040117130119)

ABSTRAK
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di air payau,dan dipengaruhi oleh
pasang-surut air laut. Hutan mangrove berfungsi untuk menahan gelombang laut ataupun tsunami, mencegah
terjadinya intrusi air laut dan erosi, juga menjadi habitat aneka jenis ikan, kepiting, dan biota laut lain. Total luas
hutan mangrove di Indonesia adalah 25 persen dari keseluruhan hutan mangrove dunia yang tersebar di 90 ribu
kilometer garis pantai. Berdasarkan data BPHM wilayah I Bali (2011) kondisi hutan mangrove di NTT cukup
memprihatinkan, sebagian besar mengalami kerusakan dengan tingkatan yang berbeda, yaitu : sebanyak 8.285,10 ha
atau 20,40% (kategori rusak berat), 19.552,44 ha atau 48,14% (kategori rusak ringan) dan 12.776,57 ha atau 31,46%
(kategori baik). Kemudian untuk memulihkan keadaan tersebut dengan cara mereboisasi hutan mangrove, pendataan
ulang, penegakan hukum, sosialisasi kepada masyarakat, memperketat perizinan usaha dalam hutan mangrove, dan
memperbaiki ekosistem lingkungan mangrove. Sementara itu menurut Noor, YR (2006), melaporkan bahwa di
Indonesia terdapat setidaknya 202 jenis mangrove yang meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44
jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku.

1. PENDAHULUAN
Beberapa ahli mendefinisikan istilah “mangrove” secara berbeda-beda, namun pada
dasarnya merujuk pada hal yang sama. Menurut Soerianegara dalam Noor et al. (2006)
mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur
aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri
atas jenis-jenis pohon Aicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera,
Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa.
Hutan mangrove mempunyai fungsi-fungsi penting dan fungsi ganda, antara lain
sebgai berikut :

1. Fungsi fisik, yakni sebagai pencegahan proses intrusi (pembebasan air laut) dan proses
abrasi (erosi air laut).
2. Fungsi biologis, yakni sebagai tempat pembenihan ikan, udang, kerang dan tempat
bersarang burung-burung serta berbagai jenis biota. Penghasil bahan pelapukan sebagai
sumber makanan penting bagi kehidupan sekitar lingkungannya.
3. Fungsi kimia, yakni sebagai tempat proses dekomposisi bahan organik dan proses-proses
kimia lainya yang berkaitan dengan tanah mangrove.
4. Ekonomi, yakni sebagai sumber bahan bakar dan bangunan, lahan pertanian dan
perikanan, obat-obatan , dan usaha-usaha pembibitan.

Secara garis besar manfaat hutan mangrove dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu;
1. Manfaat ekonomis yang terdiri atas:

 Hasil berupa kayu (kayu kontruksi, kayu bakar, arang, serpihan kayu untuk bubur
kayu, tiang/pancang).
 Hasil bukan kayu. Hasil hutan ikutan (non kayu) dan lahan (Ecotourisme dan lahan
budidaya)

2. Manfaat ekologi, yang terdiri atas berbagai fungsi perlindungan lingkungan ekosistem
daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna.
Data BPHM wilayah I Bali (2011) kondisi hutan mangrove di NTT cukup
memprihatinkan, sebagian besar mengalami kerusakan dengan tingkatan yang berbeda,
yaitu : sebanyak 8.285,10 ha atau 20,40% (kategori rusak berat), 19.552,44 ha atau
48,14% (kategori rusak ringan) dan 12.776,57 ha atau 31,46% (kategori baik). Data ini
menunjukan bahwa tekanan terhadap hutan mangrove sangat tinggi karena hanya
sepertiga dari total luas hutan mangrove yang masih dalam kondisi baik, selebihnya
telah mengalami kerusakan sebagai dampak dari berbagai bentuk pemanfaatan.
Beberapa bentuk pemanfaatan yang turut mendorong terjadinya kerusakan antara
lain, konversi lahan menjadi area budidaya tambak dan penebangan pohon untuk
keperluan bahan bangunan maupun kayu bakar. Konversi mangrove menjadi area
budidaya tambak pada umumnya hanya mempertimbangkan aspek ekonomi tanpa
memperhatikan aspek ekologi sehingga menyebabkan kerusakan hutan mangrove yang
sangat serius. Saat ini, sebagian besar dari tambak-tambak tersebut tidak aktif lagi
karena berbagai kendala seperti terbatasnya modal dan tingkat produktivitas yang
semakin menurun, seperti yang dapat dijumpai di desa Golo Sepang kecamatan Boleng -
Manggarai Barat. Pada sisi lain kegiatan penanaman atau rehabilitasi mangrove dalam
beberapa tahun terakhir masih terbatas, sehingga untuk memulihkan kondisi hutan
mangrove diperlukan perencanaan yang baik serta adanya kerjasama dan koordinasi
yang baik antara semua pihak sehingga fungsi dan manfaat dari hutan mangrove dapat
dinikmati secara berkelanjutan.
Untuk konservasi hutan mangrove dan sempadan pantai, Pemerintah R I telah
menerbitkan Keppres No. 32 tahun 1990. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu
sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi pantai, sedangkan kawasan hutan mangrove adalah kawasan pesisir laut yang
merupakan habitat hutan mangrove yang berfungsi memberikan perlindungan kepada
kehidupan pantai dan lautan. Sempadan pantai berupa jalur hijau adalah selebar 100 m
dari pasang tertinggi kea rah daratan.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan
mangrove antara lain:
1. Penanaman kembali mangrove Penanaman mangrove sebaiknya melibatkan
masyarakat. Modelnya dapat masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan
pemeliharaan serta pemanfaatan hutan mangrove berbasis konservasi. Model ini
memberikan keuntungan kepada masyarakat antara lain terbukanya peluang kerja
sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat.
2. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi, dll. Wilayah
pantai dapat diatur menjadi kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai
wisata pantai (ekoturisme) berupa wisata alam atau bentuk lainnya.
3. Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan
mangrove secara bertanggungjawab.
4. Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi.
5. Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang konservasi.
6. Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir.
7. Program komunikasi konservasi hutan mangrove.
8. Penegakan hukum.
9. Perbaikkan ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat.
Artinya dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat penting
dilibatkan yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Selain itu juga mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal (kearifan lokal)
tentang ekosistem dan pelestariannya perlu ditumbuh-kembangkan kembali sejauh
dapat mendukung program ini.
2. HASIL PENELITIAN

Secara umum Indonesia termasuk salah satu diantara beberapa negara dengan
keragaman jenis mangrove yang sangat tinggi, bahkan Saenger, dkk (1983) mengatakan
bahwa Indonesia merupakan negara dengan keragaman jenis tertinggi di dunia, karena
tercatat dari 60 jenis mangrove sejati di dunia, 43 jenis diantaranya bisa ditemukan di
Indonesia. Sementara itu menurut Noor, YR (2006), melaporkan bahwa di Indonesia
terdapat setidaknya 202 jenis mangrove yang meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19
jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Terdapat perbedaan
keragaman jenis antara satu pulau dengan pulau yang lainnya, dari 202 jenis mangrove
yang telah diketahui (mangrove sejati dan asosiasi) 166 jenis ditemukan di pulau Jawa,
157 jenis di pulau Sumatera, 150 jenis di pulau Kalimantan, 142 jenis di Irian Jaya, 135
jenis di pulau Sulawesi, 133 jenis di Maluku dan 120 jenis terdapat di Bali Nusa
Tenggara. Namun demikian aktivitas pembangunan pada kawasan pesisir dapat
menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove, sehingga keragaman jenis pada tiap pulau
kemungkinan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini.
Keragaman jenis mangrove di wilayah Bali Nusa Tenggara juga sangat
berpotensi terjadinya penurunan karena tekanan terhadap hutan mangrove terus terjadi.
Pada wilayah NTT, belum ada data pasti tentang keragaman jenis dan berapa jumlah
jenis mangrove yang dapat ditemui. Namun demikian dari beberapa penelitian yang
dilakukan, diketahui bahwa NTT juga memiliki keragaman jenis yang cukup tinggi.
Seno, A (2012) mengatakan bahwa keragaman jenis mangrove di kawasan Tamana
Nasional (TN) Komodo mencapai 24 jenis yang terdiri dari 22 jenis mangrove sejati dan
2 jenis mangrove asosiasi. Hidayatullah, M. dkk (2012) melaporkan bahwa di desa Golo
Sepang kecamatan Boleng – Manggarai Barat ditemukan sebanyak 10 jenis mangrove (9
jenis mangrove sejati dan 1 jenis mangrove asosiasi). Sementara itu Talib, M. F (2008)
mengatakan bahwa di desa Tanah Merah dan Oebelo kecamatan Kupang Tengah
memiliki 11 jenis mangrove yang kesemuanya merupakan mangrove sejati.
Perbedaan jumlah dan jenis mangrove antara lokasi dapat terjadi karena hal
tersebut sangat tergantung pada kondisi lingkungan seperti kadar salinitas, ketebalan
endapan lumpur, kondisi pasang surut, lama waktu genangan maupun faktor-faktor
lainya. Jafar, dkk (2007) mengatakan bahwa pada wilayah Teluk Kupang – Kota
Kupang memiliki 6 jenis mangrove yang kesemuanya merupakan mangrove sejati.
Hidayatullah, M. dkk (2013) menyebutkan bahwa di kawasan Cagar Alam Maubesi –
Kabupaten Belu ditemukan sebanyak 23 jenis mangrove yang terdiri dari 16 jenis
mangrove sejati dan 7 jenis mangrove asosiasi.
Dari beberapa hasil penelitian diatas diketahui bahwa jenis Rhizophora
mucronata, R. apiculata dan Brugueira gymnorrhiza dapat dijumpai hampir pada semua
lokasi, sedangkan beberapa jenis yang lain seperti Rhizophora stylosa, R. lamarckii dan
Osbornia octodanta hanya ditemukan di kawasan TN Komodo atau jenis Sesuvium
postucalartum dan Scaevola taccada yang hanya ditemukan pada kawasan Cagar Alam
Maubesi.
Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan pada 5 lokasi yaitu di Wilayah TN
Komodo, di desa Golo Sepang kecamatan Boleng – Manggarai Barat, di desa Tanah
Merah dan Oebelo kecamatan Kupang Tengah – Kabupaten Kupang, di perairan Teluk
Kupang – Kota Kupang dan di kawasan Cagar Alam Maubesi, diketahui bahwa NTT
memiliki keragaman jenis mangrove yang cukup tinggi yaitu sebanyak 31 jenis
mangrove sejati dan 8 jenis mangrove asosiasi. Jenis-jenis yang ditemukan pada 5 lokasi
tersebut terlihat pada tabel 1.
No Famili Jenis Sumber Ket
1. Rhizophoraceae Ceriops tagal 1, 2 dan 5 Mangrove
(Perr) Sejati*
2 Rhizophoraceae Ceriops 1 dan 3 Mangrove Sejati
decandra (Griff.)
DH
3. Rhizophoraceae Rhizophora 1, 2, 4 dan 5 Mangrove Sejati
apiculata (Bi)
4. Rhizophoraceae Rhizophora 1, 2, 3 dan 5 Mangrove Sejati
mucronata Lmk
5 Rhizophoraceae Rhizophora 1 Mangrove Sejati
stylosa Griff.
6 Rhizophoraceae Rhizophora 1 Mangrove Sejati
lamarckii
7 Rhizophoraceae Bruguiera 2 dan 5 Mangrove Sejati
parviflora Roxb
8 Rhizophoraceae Bruguiera 1 dan 2 Mangrove Sejati
cylindrica (L.)
BI.
9 Rhizophoraceae Bruguiera 1, 2, 3 dan 5 Mangrove Sejati
gymnorrhiza (L)
Lamk
10 Rhizophoraceae Bruguiera 5 Mangrove Sejati
sexangula Lour
11 Pteridaceae Acrosthicum 5 Mangrove Sejati
aureum Linn
12 Acanthaceae Acanthus 2 dan 3 Mangrove Sejati
ilicifolius L
13 Acanthaceae Acanthus 2 Mangrove Sejati
ebracteatus Vahl
14 Myrsinaceae Aegiceras 1dan 2 Mangrove Sejati
floridum R. & S.
15 Myrsinaceae Aegiceras 1, 2 dan 3 Mangrove Sejati
coniculatum (L.)
Blanco
16 Myrtaceae Osbornia 1 Mangrove Sejati
octodonta F.v.M.
17 Lythraceae Phempis acidula 1, 2 dan 5 Mangrove Sejati
18 Meliaceae Xylocarpus 1, 2 dan 5 Mangrove Sejati
granatum, Koen
19 Meliaceae Xylocarpus 1 Mangrove Sejati
moluccensis
(Lamk)
20 Meliaceae Xylocarpus 1 Mangrove Sejati
rumphii (Kostel.)
Mabb
21 Euphorbiaceae Excoecaria 1, 2 dan 4 Mangrove Sejati
agallocha L
22 Plumbaginaceae Aegialitis 4 Mangrove Sejati
annulata R. Br
23 Rubiaceae Scyphiphora 1 dan 2 Mangrove Sejati
hydrophyllacea
Gaertn
24 Avicenniaceae Avicennia alba 2 dan 3 Mangrove Sejati
Bl.
25 Avicenniaceae Avicennia 1, 3 dan 4 Mangrove Sejati
marina (Forsk.)
Vierh.
26 Avicenniaceae Avicennia 1 Mangrove Sejati
officinalis L
27 Sonneratiaceae Sonneratia alba 1, 2, 3 dan 4 Mangrove Sejati
J.R Smith
28 Sonneratiaceae Sonneratia 3 Mangrove Sejati
caseolaris (L)
Engl.
29 Arecaceae Nypa fruticans 3 Mangrove Sejati
Wurmb.
30 Sterculiaceae Heritiera 1 Mangrove Sejati
littoralis
Dryland, ex
W.Ait
31 Combretaceae Lumnitzera 1, 3 dan 4 Mangrove Sejati
rasemosa Willd.
Var
32 Combretaceae Terminalia 2 Mangrove
catappa L Ikutan**
33 Malvaceae Hibiscus 1 dan 2 Mangrove Ikutan
tiliaceus L
34 Malvaceae Thespesia 1 Mangrove Ikutan
populnea (L.)
Soland
35 Molluginaceae Sesuvium 2 Mangrove Ikutan
postucalartum
(L.) L.
36 Goodeniaceae Scaevola taccada 2 Mangrove Ikutan
(Gaertn.) Roxb.
37 Leguminosae Derris trifoliata 5 Mangrove Ikutan
Lour
38 Pandanaceae Pandanus 2 Mangrove Ikutan
odoratissima.
39 Apocynaceae Carbera 2 Mangrove Ikutan
manghas L

Tabel 1. Keragaman Jenis Mangrove di NTT

Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan mangrove sejalan dengan pernyataan


Abdullah et al. (2014) bahwa persepsi positif dan kesadaran masyarakat lokal akan
pentingnya mangrove berkontribusi positif terhadap kegiatan rehabilitasi dan konservasi.
Pelibatan masyarakat lokal secara aktif harus dimulai dari tahap perencanaan hingga tahap
pelaporan, dan proses ini didokumentasikan untuk mempermudah untuk pelacakan dan
replikasi di tempat lain (Nguyen et al., 2016). Perencanaan pembangunan yang strategis
yang mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung mangrove merupakan strategi
yang keempat. Kemampuan mangrove untuk melakukan regenerasi berbeda-beda antar
lokasi sebagaimana setiap hutan mangrove mempunyai karakteristik yang berbeda (Ferreira
et al., 2015). Umur vegetasi mangrove, kekayaan jenis, dan keragaman struktur akan
memengaruhi ketersediaan jasa lingkungan ekosistem mangrove (Van Oudenhoven et al.,
2015). Van Oudenhoven et al. (2015) berargumen bahwa rehabilitasi dan perlindungan
mangrove jangka panjang dapat meningkatkan ketersediaan jasa lingkungan dari ekosistem
mangrove.

3. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian sebelum – sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa keberadaan
dari hutan mangrove sangatlah penting, tidak hanya bagi lingkungan melainkan juga bagi
masyarakat sekitar pesisir. Dari tinjauan berbagai masalah dan solusi bahkan penelitian yang
telah berbagai pihak lakukan dapat disimpulkan pula faktor penentu hasil baik dan buruknya
hutan mangrove adalah sumber daya manusia yang ada, sehingga masyarakat sekitar sangat
berpengaruh terhadap hutan mangrove tersebut. Dalam penyampaian ditekankan untuk
mengatur ulang pemikiran masyarakat akan pentingnya hutan mangrove bagi lingkungan
bahkan dunia.

4. DAFTAR PUSTAKA

Hidayatullah, M.Keragaman Jenis Mangrove di Nusa Tenggara Timur. Kupang. Tidak


Dipublikasikan
Lugina, M. et al. Strategi keberlanjutan Pengelolaan Hutan Mangrove di Tahura Ngurah Rai Bali.
Bali. Tidak Dipublikasikan
Noor, Y. R, Khazali, M dan Suryadiputra, I. N. N, 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di
Indonesia. Wetlands International.
BPHM Wilayah I Bali, 2011. Statistik Pembangunan. Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah
I, Denpasar – Bali.

Anda mungkin juga menyukai