Oleh :
QHANNA AUSTY APRILIA
NIM : 1606015083
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
H. Irman Irawan, S.Pi., M.Sc., Ph.D Dr. Bagus Fajar Pamungkas, S.Pi.,
NIP. 197608142009121001 M.Si
Tanggal : NIP. 198001042003121004
Tanggal :
Mengetahui,
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
C. Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan nilai tambah dari
bahan pangan yaitu kepala udang yang belum termanfaatkan secara optimal,
sehingga menjadi bahan pangan yang lebih bermutu ekonomis. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai formulasi terbaik
dalam pembuatan petis kepala udang putih dengan penambahan tepung tapioka
dan tepung terigu.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Udang adalah salah satu hasil perikanan yang mengandung gizi yang
tinggi bagi tubuh. Udang putih (L. vannamei) merupakan salah satu jenis udang
yang memiliki pertumbuhan cepat dan nafsu makan tinggi, namun ukuran yang
dicapai pada saat dewasa lebih kecil di bandingkan udang windu (Penaeus
monodon) (Effendi, 2016). Menurut Haliman et al., (2006) klasifikasi udang putih
(L. vannamei) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Metazoea
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapodas
Subordo : Dendrobrachiata
Familia : Litopenaeus
Spesies : Litopanaeus vannamei
Secara morfologi, udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kepala yang
menyatu dengan dada (cephalothorax) dan bagian badan (abdomen) yang
terdapat ekor di belakangnya. Udang memiliki tubuh yang beruas-ruas dan
seluruh bagian tubuhnya tertutup kulit yang tebal dan keras. Bagian kepala
beratnya kurang lebih 36-49% dari total keseluruhan berat badan, daging 24-
41% dan kulit 17-23% (Purwaningsih, 2000). Habitat udang berbeda-beda
tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari tingkatan dalam daur hidupnya.
Pada umumnya, bersifat bentis dan hidup pada permukaan dasar laut. Adapun
habitat yang disukai oleh udang adalah dasar laut (soft) yang biasanya campuran
lumpur berpasir (Ghufran, 2010).
B. Limbah udang
C. Petis
Petis adalah olahan yang biasanya terbuat dari pindang, kupang, atau
udang yang dipanasi dari cair hingga menjadi kental seperti saus yang lebih
padat. Petis merupakan produk olahan atau awetan yang termasuk dalam
kelompok saus yang menyerupai bubur kental, liat dan elastis, berwarna hitam
atau cokelat tergantung pada jenis bahan yang digunakan serta merupakan
produk pangan yang mempunyai tekstur setengah padat berwarna coklat
kehitaman dan memiliki rasa manis (Isnaeni et al., 2014). Petis juga merupakan
bahan pangan perangsang yang memberikan rasa aroma tambahan yang khas
pada makanan (Cahyarani, 2006). Kandungan gizi petis dapat dilihat pada Tabel
2.3.
Menurut Rahmawati (2013) ada dua jenis petis yaitu petis udang dan petis
ikan. Petis udang ini dibuat dari hasil air rebusan udang, bukan dari udang utuh.
Air rebusan yang terkumpul dimasak dalam waktu yang lama hingga mulai pekat
baru kemudian ditambahkan gula merah, garam dan beberapa bumbu lain sesuai
selera. Petis ikan terbuat dari air rabusan ikan yang dimasak hingga pekat,
biasanya air yang digunakan adalah air dari pembuatan pindang ikan, karena
kandungan garam yang tinggi pada proses pemindangan maka petis ikan
rasanya lebih asin dibandingkan dengan petis udang (Prianto, 2008). Syarat
mutu petis udang menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Rasa pada petis berasal dari dua komponen utama yaitu dari peptida dan
asam amino yang terdapat pada ekstrak ikan atau udang serta dari komponen
bumbu yang digunakan. Petis yang beredar dipasar memiliki mutu beragam
tergantung pada bahan baku yang digunakan, biasanya proses pembuatan petis
diberi tambahan bahan pengisi berupa pati-patian seperti tepung terigu, tepung
tapioka, tepung beras maupun air tajin. Penambahan bahan pengisi
dimaksudkan untuk memberi nilai tambah dari segi kuantitas dan nilai jualnya
selain itu penambahan pati juga dapat mempercepat proses pengentalan pada
petis (Isnaeni et al., 2014)
1. Kadar protein
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting karena paling erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Nama protein berasal dari
bahasa Yunani proteus yang berarti “yang pertama” atau “yang terpenting”.
Seorang ahli kimia Belanda yang bernama Mulder, mengisolasi susunan tubuh
yang mengandung nitrogen dan menamakannya protein, terdiri dari satuan
dasarnya yaitu asam amino (biasa disebut juga unit pembangun protein)
(Suhardjo, 1992).
Proses pencernaan protein akan dipecah menjadi satuan dasar kimia.
Protein terbentuk dari unsur-unsur organik yang hampir sama dengan
karbohidrat dan lemak yaitu terdiri dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan
oksigen (O), akan tetapi ditambah dengan unsur lain yaitu nitrogen (N). Molekul
protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang
mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Molekul protein tersusun
dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino, dalam molekul protein, asam-
asam amino ini saling berhubungan dengan suatu ikatan yang disebut ikatan
peptida (CONH). Satu 4 molekul protein dapat terdiri dari 12 sampai 18 macam
asam amino dan dapat mencapai jumlah ratusan asam amino (Budianto, 2009).
Protein juga merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein
berperan penting dalam pembentukan biomolekul daripada sebagai sumber
energi, namun demikian apabila organisme kekurangan energi, maka protein
dapat dijadikan sebagai sumber energi. Kandungan energi protein rata-rata 4
kkal/gram atau setara dengan kandungan energi karbohidrat (Sudarmadji, 1989).
Fungsi protein adalah sebagai penyusun biomolekul sperti nukleoprotein
(terkandung dalam inti sel, tepatnya kromosom), enzim, hormon, antibodi dan
kontraksi otot. Pembentuk sel-sel baru, pengganti sel-sel pada jaringan yang
rusak serta sebagai sumber energi (Sumantri, 2013).
2. Kadar abu
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral
yang terdapat pada suatu bahan pangan (Astuti, 2012). Abu adalah zat
anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan
komposisinya tergantung pada macam bahan. Kadar abu berhubungan dengan
mineral. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat berupa dua macam
garam yaitu garam organik dan anorganik. Garam organik misalnya garam-
garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara
lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, khlorida, sulfat dan nitrat
(Sudarmadji,1984).
Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan
komponen yang tidak mudah menguap (komponen anorganik atau garam
mineral) yang tetap tinggal pada pembakaran dan pemijaran senyawa organik
(Nurilmala, 2006). Semakin rendah kadar abu suatu bahan, maka semakin tinggi
kemurniannya. Tinggi rendahnya kadar abu suatu bahan antara lain disebabkan
oleh kandungan mineral yang berbeda pada sumber bahan baku dan juga dapat
dipengaruhi oleh proses demineralisasi pada saat pembuatan (Sudarmaji, 1989).
Menurut Irawati (2008) penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai
tujuan yaitu sebagai berikut:
1) Menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan
2) Mengetahui jenis bahan yang digunakan
3) Menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis
4) Sebagai parameter nilai bahan pada makanan
3. Kadar air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering
(dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar
100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100
persen (Syarif et al., 2012). Kadar air memegang peranan penting, kecuali
temperatur, maka aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses
pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya
merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara
ketiganya yang di mana memerlukan air bebas dalam proses tersebut
(Tabrani,1997).
Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan
basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gr bahan disebut kadar air
berat basah. Berat bahan kering adalah berat bahan setelah mengalami
pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan). Pada
proses pengeringan air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya
diuapkan (Andarwulan et al., 2011).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut
menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang
tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang
biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
Air ada yang berbentuk bebas, ada pula yang terikat baik di dalam matriks
bahan maupun di dalam jaringannya. Air yang berbentuk bebas sangat mudah
menguap karena biasanya terdapat pada permukaan bahan pangan. Kadar air
perlu diukur agar dapat menentukan umur simpan suatu bahan pangan, dengan
demikian, produsen dapat langsung mengetahui umur simpan produk tanpa
harus menunggu sampai produk tetsebut busuk. Beberapa cara untuk
menetapkan kadar air suatu bahan makanan misalnya dengan metode
pemanasan langsung dan dengan metode destilasi (Azeotroph). Metode destilasi
menggunakan pelarut yang tidak bercampur dalam air dan mempunyai titik didih
sedikit diatas titik didih air, sehingga ketika dilakukan destilasi, air akan terkumpul
dan jatuh dalam tabung Aufhauser. Hal ini dapat terjadi karena berat jenis air
lebih besar dari pada berat jenis pelarut. Ketika semua air telah terdestilasi,
volume air dapat dibaca pada skala tabung Aufhauser. Penetapan kadar air
bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara tergantung dari sifat
bahannya. Pada umumnya, penentuan kadar air dilakukan dengan
mengeringkan sejumlah sampel dalam oven pada suhu 105-110° C selama 3
jam atau hingga didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah
pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.
4. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon,
hidrogen dan oksigen. Karbohidrat adalah salah satu jenis zat gizi yang fungsi
utamanya sebagai penghasil energi di dalam tubuh. Tiap 1 gram karbohidrat
yang dikonsumsi akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal dan energi hasil
proses oksidasi (pembakaran) karbohidrat ini kemudian akan digunakan oleh
tubuh untuk menjalankan berbagai fungsi-fungsinya seperti bernafas, kontraksi
jantung dan otot serta juga untuk menjalankan berbagai aktivitas fisik seperti
berolahraga atau bekerja (Irawan, 2007).
5. Viskositas
Viskositas fluida (zat cair) adalah gesekan yang ditimbulkan oleh fluida
yang bergerak, atau benda padat yang bergerak didalam fluida. Besarnya
gesekan ini biasanya juga disebut sebagai derajat kekentalan zat cair. Semakin
besar viskositas zat cair, maka semakin susah benda padat bergerak di dalam
zat cair tersebut. Viskositas dalam zat cair, yang berperan adalah gaya tarik
menarik molekul antar partikelnya (Martoharsono, 2006).
Viskositas menentukan kemudahan suatu molekul bergerak karena adanya
gesekan antar lapisan material. Semakin besar viskositas, maka aliran akan
semakin lambat. Besarnya viskositas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
temperatur, gaya tarik antar molekul dan ukuran serta jumlah molekul terlarut.
Viskositas dapat dinyatakan sebagai tahanan aliran fluida yang merupakan
gesekan antar molekul- molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu jenis cairan
yang mudah mengalir, dapat dikatakan memiliki viskositas yang rendah, dan
sebaliknya bahan-bahan yang sulit mengalir dikatakan memiliki viskositas yang
tinggi (Sarojo, 2009).
6. Warna
Warna merupakan atribut fisik yang dinilai terlebih dahulu dalam penentuan
mutu makanan dan terkadang bisa dijadikan ukuran untuk menentukan cita rasa,
tekstur, nilai gizi dan sifat mikrobiologis (Nurhadi et al., 2010). Warna
mempengaruhi penerimaan suatu bahan pangan, karena umumnya penerimaan
bahan yang pertama kali dilihat adalah warna. Warna yang menarik akan
meningkatkan penerimaan produk. Warna dapat mengalami perubahan saat
pemasakan. Hal ini dapat disebabkan oleh hilangnya sebagian pigmen akibat
pelepasan cairan sel pada saat pemasakan atau pengolahan, maka intensitas
warna semakin menurun (Elviera, 1988).
7. Tekstur
Tekstur adalah salah satu sifat bahan atau produk yang dapat dilihat dan
dirasakan melalui sentuhan kulit (Szczesniak, 2007). Beberapa sifat tekstur
dapat juga diperkirakan dengan menggunakan mata seperti kehalusan atau
kekerasan dari permukaan bahan atau kekentalan cairan. Tekstur makanan
dapat ditentukan melalui tes mekanik atau dengan analisis penginderaan
(organoleptik) yang menggunakan manusia sebagai tester terhadap produk
pangan yang akan diuji. Selain itu, dapat juga digunakan metode TPA (Tekstur
Profile Analyzer) berbasis tekanan pada sampel menggunakan alat texture
analyzer. Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan yang
terdiri dari tiga elemen yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan), geometrik
(berpasir, beremah) dan mouthfeel (berminyak, berair) (Setyaningsih et al.,
2010). Macam-macam penginderaan tekstur tersebut antara lain meliputi
kebasahan, kering, keras, halus, kasar dan berminyak (Soekarto, 2002).
8. Kenampakan
Salah satu pengujian sensori terhadap produk makanan adalah
pengamatan dengan indera penglihat. Suatu produk harus baik dalam
penampilan karena akan sangat mempengaruhi penilaian konsumen. Penilaian
konsumen terhadap suatu produk biasanya berdasarkan adat, budaya, dan
estetika. Indera penglihat manusia mampu melihat dan membedakan
karakteristik seperti warna, bentuk, ukuran, kejernihan, kekentalan (untuk bahan
yang cair) dan noda (Hayati et al., 2012). Kenampakan suatu produk dapat
menentukan kualitas dan tingkat kematangan. Cacat genetis-fisiologis yang
mempengaruhi bentuk dan warna akan langsung dapat dilihat oleh indera
penglihat sehingga dapat menurunkan nilai jual. Selain itu, kenampakan juga
dapat melihat tekstur yang halus dan kasar akibat adanya pantulan cahaya
(Meilgard et al., 2006).
E. Tepung terigu
Tepung terigu merupakan tepung yang diperoleh dari biji gandum (Triticum
vulgare) yang telah melalui proses penggilingan (Matz, 1972). Kelebihan tepung
terigu dibanding dengan pati lainnya adalah kemampuannya dalam membentuk
gluten di suatu adonan sehingga menjadi elastis atau tidak mudah hancur pada
proses pencetakan dan pemasakan.
Mutu terigu yang paling baik adalah terigu yang mempunyai kandungan air
14%; kadar protein 8-12%; kadar abu 0,25-1,60%; dan gluten basah 24-36%.
Protein yang ada di dalam tepung terigu yang tidak larut dalam air akan
menyerap air dan ketika diaduk atau diulen akan membentuk gluten yang akan
menahan gas CO2 hasil reaksi ragi dengan pati di dalam tepung.
Tabel 2.1 Komposisi kimia tepung terigu (per 100 gram bahan)
Kandungan Jumlah
Kalori (kal) 365
Protein (g) 8,9
Lemak (g) 1,3
Karbohidrat (g) 77,3
Air (g) 12,0
P (mg) 106
Kalsium (mg) 16
Fe (mg) 1,2
Bdd 100
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I (1996)
F. Tepung tapioka
Tepung tapioka adalah suatu jenis bahan pangan yang terbuat dari ubi
kayu. Bahan pangan tersebut merupakan pati yang diekstrak dengan air dari
umbi singkong yang telah melalui proses penyaringan, cairan hasil saringan
kemudian diendapkan. Bagian yang mengendap tersebut selanjutnya dikeringkan
dan digiling hingga diperoleh butiran-butiran pati halus berwarna putih yang
disebut tapioka (Luthana, 2004). Tepung tapioka menjadi salah satu bahan
penunjang dalam pembuatan petis kepala udang. Kandungan tepung tapioka per
100g ditampilkan pada Tabel 4.
1. Bahan
Bahan yang digunakan untuk pembuatan petis yaitu kepala udang putih
yang diperoleh dari rumah makan Torani Juanda, Samarinda dan bahan
tambahan yang digunakan antara lain tepung tapioka, tepung terigu, gula pasir,
garam, lada, bawang putih, margarin, jahe, dan gula aren. Bahan yang
digunakan untuk pengujian yaitu asam sulfat (H2SO4), natrium hidroksida
(NaOH), asam klorida (HCI 0,002 N), dan Aquades.
2. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi toples kaca, batang
pengaduk, sendok, baskom plastik, pengaduk, thermometer, panci, kompor,
oven (Memmert UN 55 53L), desikator, timbangan analitik (Ohaus), cawan
porselen, beaker glass, neraca analitik (merk adventurer AR2140, USA),
alumunium foil, baskom, pinset, pisau, nampan, tisu, wadah, sampel uji hedonik,
kertas label, lembar penilaian uji hedonik, alat tulis dan kamera untuk
dokumentasi.
C. Prosedur penelitian
3. Pembuatan petis
Proses pembuatan petis mengacu pada prosedur yang digunakan oleh
Maulidya et all., (2021) termodifikasi. Air perebusan yang telah disaring (700mL)
kemudian dimasak dengan suhu 60oC hingga mendidih, lalu ditambahkan gula
pasir 35gram, gula merah 35gram, garam 14gram, merica 7gram, dan bawang
putih 7gram. Kemudian dibagi menjadi 5 perlakuan (140mL) dan ditambahkan
bahan pengisi untuk masing-masing perlakuan, bahan pengisi yang digunakan
adalah tepung terigu 21gram:tepung tapioka 7gram (15%:5%), tepung terigu
14gram:tepung tapioka 14gram (10%:10%), tepung terigu 7gram:tepung tapioka
21gram (5%:15%), tepung tapioka 28gram (20%) dan tepung terigu 28gram
(20%), setelah itu dilanjutkan dengan pemasakan ± 10 menit hingga kental.
Keterangan:
Q01 = 15% tepung terigu : 5% tepung tapioca
Q02 = 10% tepung terigu : 10% tepung tapioka
Q03 = 5% tepung terigu : 15% tepung tapioka
Q04 = 20% tepung tapioka
Q05 = 20% tepung terigu
D. Prosedur analisis
Parameter yang diamati pada petis kepala udang meliputi kadar air, kadar
abu, kadar lemak, kadar protein, karbohidrat, viskositas dan uji hedonik.
B−C
Kadar air (%) = x 100%
B− A
Keterangan :
A = berat cawan kosong dinyatakan dalam gram
B = berat cawan + contoh awal, dinyatakan dalam gram
C = berat cawan + contoh kering, dinyatakan dalam gram
B−A
Kadar air (%) = x 100%
berat contoh( g)
Keterangan :
A = berat cawan porselin, dinyatakan dalam g
B = berat cawan dengan abu, dinyatakan dalam g
¿
N (%) = ml HCL−ml blanko ¿ x normalitas x 14,007
berat sampel (mg) x 100%
6. Viskositas
Viskositas adalah suatu kekentalan yang terdapat pada larutan. Viskositas
juga bisa disebut daya aliran molekul suatu larutan. Ketika mengentalkan cairan
sistem koloid dalam larutan bisa meningkat sehingga terjadinya absorbsi dan
pengembangan koloid (Hermanto, 2014). Alat yang digunakan untuk uji
viskositas adalah Rheosys viscometer. Sampel diletakan di atas platei untuk
selanjutnya diuji viskositas sediaan gel. Data viskositas dibaca pada rpm 200
dengan interval time 10 detik.
7. Uji hedonik
Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan sebuah pengujian dalam analisa
sensori yang digunakan untuk mengetahui besarnya perbedaan kualitas di
antara beberapa produk sejenis dengan memberikan penilaian atau skor
terhadap sifat tertentu dari suatu produk dan untuk mengetahui tingkat kesukaan
dari suatu produk. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik misalnya sangat
suka, suka, agak suka, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka, dan lain-
lain (Stone dan Joel, 2004).
Pengujian dilakukan menggunakan uji hedonik (tingkat kesukaan).
Pengujian hedonik pada penelitian ini menggunakan 30 panelis semi terlatih
dengan skala kesukaan yaitu 9 (amat sangat suka), 8 (sangat suka), 7 (suka), 6
(agak suka), 5 (netral), 4 (agak tidak suka), 3 (tidak suka), 2 (sangat tidak suka)
dan 1 (amat sangat tidak suka) dengan score sheet pada Lampiran 1. Parameter
uji hedonik meliputi rasa, aroma, tekstur, warna dan keseluruhan.