Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum Kimia Analisi II

Pengujian Zat Aditif Makanan

Disusun oleh:

Kelompok 12

1. Sabrina Intan Salsabila (1831079)


2. Aprilia Kurnia Putri (1831080)

PROGRAM STUDI DII ANALISIS KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2019

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan nikmat dan hidayah kepada kita sehingga kami dapat menyusun
Laporan Praktikum Kimia Analisis II ini dengan baik.

Laporan ini dapat kami susun dengan baaik dengan bantuan dari berbagai
pihak yang terkait dan berkontribusi secara maksimal. Oleh karena itu, kami
sampaikan terima kasih atas waktu, tenaga, dan pikiran yang telah diberikan.

Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa laporan ini masih
jauh dari sempurna sehingga kami selaku penyusun laporan ini sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun oleh pembaca.

Akhir kata, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat untuk kelompok
kami khususnya dan pembaca.

Yogyakarta, 24 Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman judul

Halaman pengesahan

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan teori

BAB III METODOLOGI

3.1 Alat

3.2 Bahan

3.3 Prosedur kerja

BAB IV HASIL DAN KESIMPULAN

4.1

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Teknologi pengolahan pangan di Indonesia sekarang berkembang cukup


pesat, diiringi dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin
meningkat. Bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan
sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk
memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor dan memperpanjang daya
simpan. Berkembangnya produk pangan awet saat ini, hanya mungkin terjadi
karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis makanan
yang praktis dan awet. Kesalahan teknologi dan penggunaan bahan tambahan yang
diterapkan, baik sengaja maupun tidak disengaja dapat menyebabkan gangguan
pada kesehatan dan keamanan konsumen (Anggrahini, 2012).

Secara umum bahan tambahan/aditif ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
(1) aditif sengaja yaitu aditif yang secara sengaja ditambahkan untuk meningkatkan
konsistensi, citarasa, mengendalikan keasaman/kebasaan, dan memantapkan
bentuk dan rupa; (2) aditif tidak sengaja yaitu aditif yang memang telah ada dalam
makanan (walaupun sedikit) sebagai akibat dari proses pengolahan. Begitu juga
halnya, bahan pengawet yang ada dalam makanan adalah untuk membuat makanan
tampak lebih berkualitas, tahan lama, menarik, serta rasa dan teksturnya lebih
sempurna. Penggunaan bahan pengawet dapat menjadikan bahan makanan bebas
dari kehidupan mikroba baik yang bersifat patogen maupun non patogen yang dapat
menyebabkan kerusakan bahan makanan seperti pembusukan. Apabila pemakaian
bahan pengawet tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan
suatu permasalahan terutama bagi konsumen. Bahan pengawet yang diijinkan
hanya bahan yang bersifat menghambat, bukan mematikan organisme-organisme
pencemar. Oleh karena itu, sangat penting diperhatikan bahwa penanganan dan
pengolahan bahan pangan dilakukan secara higinies (Buckle, et. al., 1985).
Kecap merupakan salah satu produk yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat baik ditambahkan dengan makanan maupun tidak. Kecap dijadikan
oleh masyarakat Indonesia sebagai menu harian, sehingga dari tahun ke tahun
kebutuhannya semakin meningkat. Asam benzoat sering digunakan sebagai bahan
pengawet pada produk kecap agar waktu simpan produk lebih lama. Asam benzoat
disebut juga senyawa antimikroba karena tujuan penggunaan zat pengawet ini
dalam produk kecap adalah untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri
terutama untuk makanan yang telah dibuka dari kemasannya. Jumlah maksimum
benzoat yang boleh digunakan pada kecap manis adalah 600 mg per kg sesuai
dengan spesifikasi persyaratan mutu kecap manis (SNI 01-2543-1999). Jumlah
maksimum yang sama yaitu 600 mg/kg yang dihitung sebagai asam benzoat, juga
disebutkan dalam Peraturan Kepala BPOM RI No. 36 tahun 2013 tentang batas
maksimum penggunaan bahan tambahan pengawet.(BPOM, 2013)

Pembatasan penggunaan asam benzoat bertujuan agar tidak terjadi


keracunan. Konsumsi asam benzoat yang berlebihan dalam suatu bahan makanan
tidak dianjurkan karena jumlah zat pengawet yang masuk ke dalam tubuh akan
bertambah dengan semakin banyak dan seringnya mengkonsumsi. Hal tersebut
akan diperparah jika dibarengi dengan konsumsi makanan awetan lain yang
mengandung asam benzoat. Asam benzoat lebih banyak digunakan dalam bentuk
garamnya karena kelarutannya lebih baik daripada bentuk asamnya. Bentuk garam
dari asam benzoat yang banyak digunakan adalah natrium benzoat. Benzoat dan
turunannya dapat menghancurkan sel-sel mikroba terutama kapang. Natrium
benzoat bekerja efektif pada pH 2,5-4 sehingga banyak digunakan pada makanan
atau minuman yang bersifat asam (Winarno, 1990).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Zat Aditif Makanan


Menurut Wijaya (2011), zat aditif makanan adalah semua bahan yang
ditambahkan ke dalam makanan selama proses pengolahan, penyimpanan atau
pengepakan makanan.Berdasarkan fungsinya zat aditif dikelompokkan menjadi zat
pewarna, zat pemanis, zat penyedapdan zat pengawet. Bahan yang tergolong ke
dalam zat aditif makanan harus dapat:
1.Memperbaiki kualitas atau gizi makanan
2.Membuat makanan tampak lebih menarik
3.Meningkatkan cita rasa makanan
4.Membuat makanan menjadi lebih tahan lamaatau tidak cepat basi dan
busuk.
Menurut Herliani (2010). Bahan pengawet adalah zat kimia yang di
gunakan untuk mengawetkan makanan melalui mekanisme penghambatan mikroba
berdasarkan kerja penghambatnya. Menurut peraturan menteri kesehatan Republik
Indonesia, bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah
fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang di sebabkan
jasad renik.Penggunaan zat pengawetmerupakan zat aditif yang berfungsi untuk
memperpanjang umur simpan makanan atau minuman tanpa menurunkan 14
kualitas makanan dan tidak bersifat menggangu kesehatan. Syarat-syarat bahan
pengawet makanan adalah sebagai berikut:
a)Aman dalam dosis yang di tentukan
b)Mempunyai sifat sebagai anti mikroba
c)Ekonomis dan menguntungkan
d)Mudah dilakukan pengujian secara kimia
e)Tidak bersifat toksik
f)Mudah di larutkan
Berdasarkan peraturan menteri kesehatan RI 19 juni 1979 Nomor:
235/Men.Kes/Per/IV/1979. Zat pengawet makanan terdiri atas 2 yaitu zat pengawet
alami dan zat pengawet sintetik.
1.Bahan pengawet alami
Bahan pengawet alami berasal dari alam, contohnnyagaram untuk
mengawetkan ikan dan sayuran yang sudah dimasak, gula untuk mengawetkan
buahbuahan, dan cuka untuk mengawetkan beberapa jenis sayuran yang sudah
dimasak seperti acar.
2.Bahan pengawet buatan (sintetik)
Bahan pengawet sintetik membuat makanan dapat bertahan lebih lama.
Umumnya makanan dan minuman di toko-toko menggunakan bahan pengawet ini.
Beberapa bahan pengawet sintetik diantaranya adalah:
1)Sulfur dioksida, untuk mengawetkan buah-buahan kering.
2)Asam benzoat dan natrium benzoat, untuk mengawetkan minuman ringan, saus
tomat, jus buah dan berbagai jenis buah segar lainnya.
3)Sodium nitrit, untuk mengawetkan daging.

2. Definisi Pengawet Natrium benzoat

Natrium benzoat merupakan garam natrium dari asam benzoat yang sering
digunakan pada bahan makanan. Di dalam bahan pangan, natrium benzoat akan
terurai menjadi bentuk aktifnya yaitu asam benzoat. Natrium benzoat efektif
digunakan pada pH 2,5 sampai 4,0. Daya awetnya akan menurun dengan
meningkatnya pH, karena keefektifan dan 16 mekanisme anti mikroba berada
dalam bentuk molekul yang tidak terdisosiasi Penggunaan pengawet ini
diperbolehkan digunakan dalam jumlah tertentu. Pada produk makanan senyawa
benzoat hanya boleh digunakan dengan kisaran konsentrasi 400-1000 mg/kg bahan.
Sifat Natrium benzoat (𝐶6 𝐻5 COONa) memiliki karakteristik stabil, tanpa bau,
berbentuk kristal putih, stabil di udara, kelarutannya mudah larut di air, agak sukar
larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%. Simpan dalam wadah
tertutup baik. Benzoat yang umum digunakan adalah benzoat dalam bentuk
garamnya karena lebih mudah larut dibanding asamnya. Dalam bahan pangan,
garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif yaitu bentuk asam benzoat yang tidak
terdisosiasi.Bentuk ini mempunyai efek racun pada pemakaian berlebih terhadap
konsumen,sehingga pemberian bahan pengawet ini tidak melebihi 0,1% dalam
bahan makanan. Batas benzoat yang diijinkan dalam makanan di Indonesia,
berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan No.1168/
Menkes/Per/X/1999 batas maksimal penggunaan natrium benzoat adalah 0,1% atau
1 gram asam benzoat setiap 1 kg bahan makanan. (Wijaya, 2011)
Menurut Buckle (1985). Karakteristik makanan yang mengandung
pengawet natrium benzoat yaitu:
1.Memberikan kesan aroma fenol yaitu aroma obat cair.
2.Ada zat pewarna.
3.Berasa payau atau asin.
4.Pada pemanasan yang tinggi akan meleleh dan mudah terbakar.
5.Menghasilkan zat asam.
Selain itu menurut Cahyadi (2009), jenis makanan yang menggunakan
kandungan natrium benzoat yaitu :
1.Bahan makanan benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan
dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saos tomat, saos sambal, selai,
jeli, manisan, kecap dan lain-lain.
2.Digunakan untuk produksi minuman ringan (softdrink) biasanya lebih banyak
memberikan suatu cita rasa asam yang dapat menyegarkan saat dikonsumsi,
bersifat menghilangkan rasa haus, dan mempunyai efek untuk menyembuhkan.
3.Digunakan oleh produk-produk pangan yang awet lebih dari setahun meskipun
disimpan pada suhu kamar.Misalnya kecap, sambal, saos, selai dan jem dalam
botol. Jenis produk ini setelah dibuka biasanya tidak segera habis.
4.Digunakan pada produk makanan yang mengandung bahan penstabil yaitu bahan
untuk mengentalkan atau merekatkan suatu makanan yang dicampurdengan air
misalnya sirup,saos tomat dan saos sambal.
5.Digunakan pada produk-produk pangan mengandung antioksidan seperti vitamin
C dan vitamin E, karena dapat mencegah lemak dan minyak di dalam sediaan
makanan menjadi masam dan mencegah terjadinya bau yang tidak sedap atau
tengik. Antioksidan ini juga digunakan untuk membuat warna isi buah-buahan
yang siap dipotong menjadi tahan lama. Tanpa agen antioksidan, warna isi buah
seperti buah apel dengan mudah berubah menjadi hitam dan pucat bila terkena
udara.
3. Prinsip titrasi alkalimetri
Alkalimetri merupakan suatu teknik analisis untuk mengetahui kadar
keasaman suatu zat dengan menggunakan larutan standar basa. Basa yang
digunakan biasanya adalah natrium hidroksida (NaOH). Sebelum digunakan,
larutan NaOH harus distandarisasi dahulu dengan asam oksalat. Hidroksida-
hidroksida dari natrium, kalium, dan barium umumnya digunakan sebagai larutan
standar alkalis (basa). Ketiganya merupakan basa kuat dan sangat mudah larut
dalam air. Natrium hidroksida paling sering digunakan karena murah dan
kemurniannya tinggi. Oleh karena sifatnya higroskopis, maka diperlukan ketelitian
pada penimbangan. Pada saat penimbangan digunakan botol timbang untuk
mengurangi kesalahan. Standarisasi larutan NaOH dapat dilakukan dengan larutan
asam oksalat dengan reaksinya sebagai berikut:
NaO𝐻(𝑎𝑞) + 𝐻2 𝐶2 𝑂4(𝑎𝑞) → N𝑎2 𝐶2 𝑂4(𝑎𝑞) + 2𝐻2 𝑂(𝑙)
Penggunaan indikatorpada metode titrasi alkalimetri ini bertujuan untuk
mengamati titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi merupakan titik pada saat mulai
terjadi perubahan warna. Selain itu, terdapat juga titik ekuivalen, yaitu titik dalam
suatu titrasi dimana jumlah ekuivalen titrasi sama dengan jumlah ekuivalen analit.
Titik akhir titrasi tidak selalu sama dengan titik ekuivalen, tetapi biasanya titik akhir
titrasi bisa mendekati dengan titik ekuivalen. Pada titrasi alkalimetri ini yang
digunakan adalah indikator PP. (Rasmiwetti, 2006)
4. Penentuan Kadar Benzoat
Penetapan natrium benzoat dilakukan dengan cara titrasi alkalimetri atau
juga dikenal sebagai analisis volumetri, dimana zat yang akan dianalisis dibiarkan
bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret
dalam bentuk larutan, misalnya pada sampel yang terlebih dahulu sudah diekstrak
dengan bahan-bahan kimia yang setelahnya dititrasi dengan NaOH yang sesudah
dibakukan dengan asam oksalat. Titrasi adalah pengukuran volume suatu larutan
dari suatu reaktan yang dibutukan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah
tertentu reaktan lainnya. Seringkali titrasi digunakan untuk mengukur volume
larutan yang ditambahkan pada suatu larutan yang telah di ketahui volumenya.
Biasanya konsentrasi dari salah satu larutan, dikenal sebagai larutan standar, telah
diketahui dengan tepat. Penentuan kadar natrium benzoat dapat dilakukan uji
kuantitaif , yaitu untuk mengetahui berapa kadar pengawet benzoat yang
terkandung dalam sampel kecap setelah pengujian dengan di titrasi pereaksi NaOH.
Pada titrasi ini indikator yang digunakan adalah indikator fenolftalein sampai
terjadi perubahan warna dari tidak berwarna sampai menjadi warna merah muda.
Fungsi penambahan indikator fenoftalein untuk mengetahui terjadinya suatu titik
ekuivalen dalam proses penitrasian dengan terjadinya perubahan warna pada
larutan. Indikator fenolftalein dengan range pH 8,0 -9,6 merupakan indikator yang
baik untuk larutan basa dimana indikator ini akan merubah warna larutan dari
bening menjadi merah muda akibat dari perubahan pH larutan pada saat penitrasian.
Prinsip pada saat penitrasian reaksinya menggunakan reaksi asam-basa. Salah satu
contoh indikator asam-basa yang terkenal adalah indikator phenolphtalein (PP)
yang biasanya digunakan dalam titrasi.
sampel diekstraksi dengan pelarut CHC𝑙3 . Benzoat larut dalam pelarut
tersebut. Teknik ekstraksi yang dilakukan adalah teknik ekstraksi bertahap yaitu
metode ekstraksi yang paling sederhana. Ekstraksi ini dilakukan dengan
menggunakan corong pemisah denganpelarut sedikit demi sedikit. Proses ini
dilakukan berkali-kali karena lebih efektif proses pemisahannya. Suatu sifat dasar
agar larutan dapat diekstrak dari fase cair ke fase organik adalah larutan tersebut
harus tidak bermuatan. Penetralan muatantersebut dapat mereduksi gaya
elektrostatik antara larutan benzoat dengan CHC𝑙3 , yaitu dengan sendirinya akan
mengurangi kelarutan benzoat dalam fase cair, benzoat akan larut dalam CHC𝑙3
karena kelarutannya lebih besar. Sampel yang akan diekstrak sebelumnya
dilarutkan ke dalam larutan NaCl jenuh. Ekstrak yang diambil yaitu lapisan bagian
atas karena massa jenis CHC𝑙3 lebih kecil dari massa jenis larutan sampel atau asam
benzoat. Lapisantersebut berwarna bening dan ada juga berwarna kuning muda,
umumnya berwarna bening. Lapisan ini dipekatkan menggunakan rotary
evaporator, kemudian dikeringkan dengan wather bath agar pelarut yang tersisa
menguap atau hilang selama beberapa menit. Kemudian dilarutkan kembalike
dalam air sebanyak 25 mL, lalu dikeringkan kembali dengan penangas air.Dan
terakhir ekstrak kering tersebut dilarutkan ke dalam air panas. Setelah itu
dilanjutkan dengan uji kualitatif dan kuantitatif. Kadar benzoat ini ditentukan secara
kuantitatif dengan titrasi asam-basa yaitu alkalimetri. (Khopkar,2003)
BAB III
METODOLOGI
A. Alat
1. Neraca analitik
DAFTAR PUSTAKA

Anggrahini, Sri. 2012. Keamanan Pangan Kaitannya dengan Penggunaan Bahan


Tambahan dan Kontaminan. Diakses di
:http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload /732_pp0906016.pdf pada
tanggal 24 Desember 2017.
BPOM, RI., 2013. Peraturan Kepala BPOM RI No. 36 tahun 2013, tentang Batas
Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet.
Jakarta
Buckle, K. A., Edward R. A., Fleet G. H., Souness R., and Wotton M. 1985. Ilmu
Pangan. Jakarta : UI-Press.
Cahyadi, Wisnu. 2009. Analisis Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta :
BumiAksara.
Herliani. 2010. Pengawet Makanan Alami dan Sintetis. Bandung : Alfabeta.

Khopkar, S.M., 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.

Rasmiwetti, Rozalinda. 2006. Kimia AnalitikII. Pekanbaru : Pusat Pengembangan


PendidikanUniversitas Riau.

Winarno, F.G. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.

Wijaya, D. 2011. Waspada Zat Adiktif dalam Makanan. Yogyakarta : Penerbit


Buku Biru.

Anda mungkin juga menyukai