Anda di halaman 1dari 25

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan sumber daya perikanan yang cukup besar,
tetapi pemanfaatannya belum optimal. Produksi perikanan Indonesia berasal dari
kegiatan perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Produksi perikanan tangkap
pada tahun 2002 tercatat sebesar 4.378.495 ton, sedangkan produksi perikanan
budidaya adalah 1.076.750 ton. Sementara ini, hasil produksi tersebut selain
diekspor juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri
pengolahan di dalam negeri. Ikan sampai saat ini masih dipercaya sebagai sumber
protein hewani yang utama bagi manusia. Ikan bukan hanya dipakai sebagai
bahan pangan, tetapi juga dapat digunakan untuk menghasilkan produk kesehatan,
pakan, kosmetik, dan sebagainya. Hal ini memungkinkan karena bagian-bagian
organ dari ikan memiliki struktur histologi dan komposisi kimia yang bervariasi.
Ukuran, komposisi kimia dan nilai gizi tergantung pada spesies, umur, jenis
kelamin, kondisi fisiologis dan kondisi lingkungan tempat hidupnya
(Irianto dan Giyatmi., 2014).
Komoditas perikanan termasuk ke dalam jenis bahan pangan yang mudah
rusak (highly perishable). Oleh karena itu, penanganannya harus dilakukan
dengan baik dan sesuai dengan karakteristiknya. Penanganan hasil perairan secara
umum harus menerapkan prinsip clean (bersih), careful (hati-hati), cold (dingin),
dan quick (cepat). Berbagai cara pengolahan ikan yang telah banyak dilakukan
antara lain penggaraman, pengeringan, perebusan dan fermentasi, yang semuanya
bertujuan tuntuk mengawetkan atau memperpanjang masa simpan ikan tersebut
(Munandar et al., 2016).
Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses
memanfaatkan penguraian senyawa dari bahann-bahan kompleks. Protein
kompleksa tersebut terdapat dalam tubuh ikan yang diubah menjadi senyawa-
senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasap dari tubuh ikan atau
mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol atau diatur.
Secara umum, fermentasi hasil perikanan dikenal tiga macam proses pengolahan
yang menghasilkan produk akhir yang berbeda yaitu bentuk ikan utuh (prda),
pasta atau saus (terasi) dan cairan (kecap ikan). Pengolahan ikan secara fermentasi
2

memiliki beberapa keunggulan, diantaranya bahan yang digunakan dapat berasal


dari berbagai jenis ikan yang tidak memiliki nilai ekonomis tinggi
(Syandri et al., 2012).
Kecap ikan merupakan salah satu produk perikanan dari proses fermentasi.
Fermentasi kecap dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara spontan dan
dengan penambahan starter. Pengolahan kecap ikan yang banyak dilakukan adalah
menggunakan teknik penggaraman sebagai kontrol. Tekni k ini merupakan teknik
paling tradisional yaitu dengan memanfaatkan bakteri-bakteri yang secara alamiah
terdapat pada tubuh ikan, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 4-
12 bulan. Kelemahan pembuatan kecap ikan secara tradisional ini dapat diatasi
dengan adanya penambahan bahan alami yang banyak terdapat di Sulawesi Utara
yaitu buah nanas (Ananas comosus) dan pengaturan suhu. Terdapat interaksi nyata
antara perlakuan penambahan ekstrak buah nanas dan waktu inkubasi terhadap
kadar total nitrogen terlarut, total padatan terlarut, dan volume cairan serta
viskositas kecap ikan (Siahaan et al., 2017).
Kecap ikan merupakan salah satu produk bahan makanan hasil olahan
melalui proses fermentasi yang dibuat dari ikan maupun limbah ikan, mempunyai
rasa dan bau yang khas serta daya simpannya yang lama. Kecap ikan adalah
produk hasil hidrolisa ikan (baik fermentasi dengan garam, enzimatis maupun
kimiawi) yang berbentuk cair dan berwarna coklat jernih. Secara tradisional
pengolahan ikan yang dilakukan nelayan antara lain adalah pengasapan,
pemindangan dan fermentasi. Salah satu bentuk upaya pengolahan ikan secara
fermentasi adalah diolah menjadi kecap ikan (Kristinawati et al., 2014).
Pembuatan kecap ikan dengan bantuan enzim telah dilakukan sebelumnya,
di antaranya dengan bahan baku ikan petek dengan penambahan nanas sebagai
sumber enzim bromelin. Terdapat interaksi nyata antara perlakuan penambahan
ekstrak buah nanas dan waktu inkubasi terhadap kadar total nitrogen terlarut, total
padatan terlarut, dan volume cairan serta viskositas kecap ikan. Dengan
penambahan enzim bromelin dengan konsentrasi 9% dapat berfungsi sebagai
katalisator yang membantu mempercepat proses hidrolisis pada fermentasi kecap
ikan (Siahaan et al., 2017).
Dewasa ini perkembangan sektor pengolahan hasil perikanan cukup pesat,
3

terutama dalam bentuk diversifikasi hasil perikanan, seperti bakso ikan, nugget,
sosis, dan kecap ikan. Salah satu produk hasil perikanan yang memiliki potensi
untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi tinggi adalah kecap ikan.
Nilai produksi kecap mencapai 2 milyar rupiah per tahun. Faktor-faktor yang
mendukung keberhasilan pembuatan kecap ikan adalah pemilihan bahan baku dan
starter yang sesuai. Bahan baku yang digunakan adalah ikan segar, sedangkan
untuk jenis ikan bisa digunakan semua jenis ikan. Pemanfaatan ikan bernilai
ekonomi rendah bisa diaplikasikan di dalam pembuatan kecap ikan untuk
menambah nilai ekonomi ikan tersebut. Selain itu, kecap ikan dengan bahan baku
ikan yang kandungan proteinnya tinggi akan menghasilkan kecap ikan berkualitas
(Dewi et al., 2015).
Aktifitas bakteri asam laktat merupakan salah satu faktor penting dalam
proses fermentasi. Bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa bakteriosin
yang menunjukkan aktifitas bakterisidal terhadap bakteri patogen (Purwaningsih
et al. 2012; Kusmarwati et al. 2014). Tujuan penelitian ini adalah menentukan
mutu mikrobiologis dari produk diversifikasi kecap ikan tongkol dengan
penambahan sari buah nanas agar memenuhi standar mutu mikrobiologi menurut
Standar Nasional Indonesia (Siahaan et al., 2017).
Buah nanas mengandung enzim bromelin yang merupakan bagian dari
enzim proteolitik yang mampu memecah senyawa protein komplek menjadi
senyawa lebih sederhana. Sekitar setengah dari protein dalam nanas mengandung
protease bromeli. Diantara berbagai jenis buah, nanas merupakan sumber protease
dengan konsentrasi tinggi dalam buah yang masak. Pengunaan enzim bromelin
untuk menghidrolisis protein akan menghasilkan kecap yang mempunyai
komposisi lebih lengkap dibandingkan hasil hidrolisis kimia, sebab di samping-
samping asam amino akan dihasulkan komponen pembentuk citrasa dan aroma
seperti alkohol, eter, asam-asam organik serta peptida-peptida tertentu
(Yuanisa, 2017).
Buah nanas mengandung enzim bromelin yang merupakan bagian dari
enzim proteolitik yang mampu memecah senyawa protein komplek menjadi
senyawa lebih sederhana. Aktifitas bakteri asam laktat merupakan salah satu
faktor penting dalam proses fermentasi. Bakteri asam laktat dapat menghasilkan
4

senyawa bakteriosin yang menunjukkan aktifitas bakterisidal terhadap bakteri


patogen (Siahaan et al., 2017).
Menurut data statistik perikanan tangkap Indonesia tahun 2010, kecap ikan
merupakan proses pengolahan ikan yang paling sedikit dilakukan oleh para
pengolah hasil perikanan dibandingkan fermentasi yang lain, karena selama tahun
2010 produksi kecap ikan hanya sebesar 266 ton. Pembuatan kecap ikan secara
spontan memiliki beberapa kelebihan, yaitu proses pengolahan yang tidak mahal,
menghasilkan bahan buangan dalam jumlah kecil, teknik pembuatannya
sederhana, daya simpan panjang, mempunyai cita rasa dan aroma yang khas.
prosentase garam dalam campuran pembuatan kecap ikan adalah 20-30%
kemudian disimpan pada suhu tropis selama 6-12 bulan (Widyaastuti et al., 2014).

Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum Dasar Teknologi Hasil Perikanan ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui teknik/cara tradisional pengolahan kecap ikan.
2. Untuk mengetahui enzim apa saja yang digunakan untuk mempercepat proses
fermentasi kecap ikan
3. Untuk mengetahui standar produk kecap ikan yang layak dikonsumsi.

Manfaat Praktikum
Melalui kegiatan praktikum Dasar Teknologi Hasil Perikanan ini
diharapkan para praktikan dapat menerapkan teknik/cara pembuatan fermentasi
kecap ikan menggunakan bantuan enzim bromelin.
5

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Ikan nila berasal dari afrika bagian timur. Ikan nila memiliki bentuk tubuh
yang pipih ke arah vertikal (compress). Posisi mulutnya terletak diujung hidung
(terminal) dan dapat disembulkan. Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu
berjari-jari keras, sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk
meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang dapat dilihat dari ikan nila adalah warna
tubuhnya hitam dan agak keputihan.Bagian tutup insang berwarna putih,
sedangkan pada nila lokal putih agak kehitaman bahkan kuning. Sisik ikan nila
berukuran besar, kasar dan tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi
bagian depan (Perdana, 2008).
Ikan nila merupakan ikan konsumsi yang umum hidup di perairan tawar,
terkadang ikan nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak asin (payau).
Ikan nila dikenal sebagai ikan yang bersifat euryhaline (dapat hidup pada kisaran
salinitas yang lebar). Ikan nila mendiami berbagai habitat air tawar, termasuk
saluran air yang dangkal, kolam, sungai dan danau. Ikan nila dapat menjadi
masalah sebagai spesies invasif pada habitat perairan hangat, tetapi sebaliknya
pada daerah beriklim sedang karena ketidakmampuan ikan nila untuk bertahan
hidup di perairan dingin, yang umumnya bersuhu di bawah 21 ° C. Ikan Nila
(oreochormis niloticus) adalah termasuk campuran ikan pemakan campuran
(omnivora) (Diniyah, 2012).
Ikan nila (Oreochromis niloticus) di Indonesia merupakan salah satu jenis
ikan komoditas yangmemberikan peran besar dalam produksi perikanan.
Peningkatan budidaya ikan nila tidak terlepas dari keunggulan komparatif biologis
sebagai ikan omnivorayang memiliki toleransi yang luas terhadap lingkungan dan
aspek ekonomispraktis yang dimiliki seperti cara budidaya yang mudah, rasa
daging yangdigemari, dan harga relatif terjangkau .Ikan ini telah dibudidayakan di
sebagian besar wilayah provinsi diIndonesia (Noor,2012).
Ikan nila jantan dan betina memiliki perbedaan dimana ikan nila jantan
memiliki ukuran sisik yang lebih besar dari pada ikan nila betina, alat kelamin
ikan nila jantan berupa tonjolan yang agak runcing yang berfungsi sebagai muara
6

saluran urin dan saluran sperma yang terletak didepan anus, jika diurut perut ikan
nila jantan akan mengeluarkan cairan bening, sedangkan ikan nila betina
mempunyai lubang genital terpisah dengan lubang saluran urin yang terletak
didepan anus (Murtidjo, 2001).
Bentuk hidung dan rahang belakang ikan nila jantan melebar dan berwarna
biru muda. Pada ikan betina, bentuk hidung dan rahang belakangnya agak lancip
dan berwarna kuning terang. Sirip punggung dan sirip ekor ikan nila jantan berupa
garis putus-putus. Sementara itu, pada ikan nila betina, garisnya berlanjut
(tidak terputus) dan melingkar (Khairuman dan Amri, 2013).

Pengolahan Kecap Ikan


Kecap ikan merupakan salah satu produk perikanan tradisional yang
diolah dengan cara fermentasi dan telah dikenal sajak lama. Kecap ikan sangat
digemari oleh masyarakat, karena selain rasanya yang gurih juga pembuatannya
yang mudah dan murah. Waktu pembuatannya suatu segi negative usaha
pembuatan kecap ikan. Secara Tradisional, kecap ikan dibuat sengan cara
fermentasi menggunakan garam sebagai senyawa pengontol mikroba. Proses
fermentasi memerlukan kadar garam 20% - 30% dan memerlukan waktu
fermentasi antara 6 sampai 12 bulan. Waktu proses yang lama memrlukan suatu
kelemahan, karena itu perlu dicari jalan keluar untuk mempercepat proses
tersebut. Salah satu proses yang digunakan adalah menggunakan enzim untuk
mempercepat proses fermentasi. Fermentasi ikan yang membutuhkan waktu yang
lama bisa dipercepat dengan menggunakan enzim seperti bromelin, papain, dan
beberapa enzim lainnya (simanjorang el al ., 2012).
Pemanfaatan produk fermentasi sebagai makanan tradisional telah lama
dilakukan seperti halnya di negara barat untuk menghasilkan produk-produk
fermentasi yang kaya akan rasa. Di negara Asia dikenal berbagai macam makanan
dan minuman tradisional yang pembuatannya dilakukan dengan cara fermentasi
spontan untuk menghasilkan makanan yang kaya rasa seperti tempe, brem,
oncom, dan minuman beralkohol seperti arak. Salah satu bahan penyedap hasil
fermentasi yang sering digunakan sebagai bahan pemberi rasa, berwarna coklat
gelap dan berbau tajam adalah kecap. Kecap digunakan sebagai flavor enhancer
(pembangkit rasa) dalam makanan seperti: ayam goreng, ikan bakar, sate, soto,
7

gado-gado, sayur dan berbagai makanan lainnya. Di Indonesia dikenal dua jenis
kecap yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap asin mempunyai rasa asin,
sedangkan kecap manis mempunyai rasa manis dan lebih banyak dikonsumsi
dibandingkan kecap asin. Dilihat dari cara pembuatan serta bahan baku yang
digunakan kecap asin mirip dengan kecap Jepang. Biro Pusat Statistik (BPS) tidak
membedakan produksi kecap manis dan kecap asin, sehingga data mengenai
perbedaan produksi kedua jenis kecap ini tidak diketahui (Kurniawan, 2018)
Secara umum proses pengolahan kecap ikan adalah dengan
menggaramkan ikan yang telah dihaluskan, kemudian disimpan dalam wadah
tertutup rapat. kecap ikan merupakan salah satu produk pangan yang memiliki
ciri-ciri fisik berupa cairan bewarna kekuningan sampai coklat jernih, mempunyai
rasa yang relatif asin dan aroma yang khas. Selain itu fermentasi dapat membantu
dalam mengawetkan makanan dan juga memberikan sifat-sifat tertentu yang dapat
menjadi daya tarik bagi konsumen serta dapat meningkatkan nilai ekonomi.
Produk fermentasi biasanya mengandung nilai gizi yang lebih tinggi dari faktor
jenis fermentasi (Sari et al., 2018).
Beberapa upaya telah dilakukan untuk mendapatkan kualitas kecap ikan
yang baik dan bermutu tinggi diantaranya memperbaiki proses pembuatannya
seperti memperhatikan kesegaran ikan sebagai bahan baku, kadar garam, dan
memperpendek waktu fermentasi dengan menggunakan starter yang sesuai. Salah
satu starter yang dapat dimanfaatkan pada pembuatan kecap ikan adalah enzim
proteolitik. Pemanfaatan enzim proteolitik murni pada proses pembuatan kecap
ikan memiliki kelemahan karena harga enzim yang cukup mahal, sehingga
pemanfaatan sumbersumber enzim yang berasal dari alam bisa menjadi alternatif
pengganti enzim konvensional. Salah satu enzim yang bisa dimanfaatkan adalah
enzim papain yang berasal dari getah buah pepaya dan enzim bromelin dari buah
nanas (Prastar et al ., 2015).

Metode Hidrolisasi Enzimatis

Hidrolisis adalah reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang
menghasilkan satu zat baru atau lebih dan juga dekomposisi suatu larutan dengan
menggunakan air. Proses ini melibatkan pengionan molekul air ataupun peruraian
senyawa yang lain. Hidrolisis diterapkan pada reaksi kimia yang berupa organic
8

atau anorganik dimana air mempengaruhi dekomposisi ganda dengan campuran


yang lain, hydrogen akan membentuk satu komponen dan hidroksil ke komponen
yang lain (Retno dan Wasir, 2011).
Kecap ikan adalah kecap yang dibuat dari bahan baku daging ikan melalui
proses hidrolisis enzimatis, yakni pemisahan protein dengan mengandalkan
aktivitas enzim-enzim. Kecap ikan berwarna kekuning-kuningan hingga coklat
muda jernih dan memiliki rasa agak asin. Kualitas kecap ikan telah ditetapkan
melalui Standart Industri Indonesia (SII), yaitu berdasarkan jumlah protein yang
terkandung didalamnya (Simanjorang et al., 2012).
Nanas (Ananas comosus (L) Merr) merupakan salah satu jenis buah tropis
Indonesia, mempunyai sifat mudah rusak dan busuk sehingga tidak tahan lama
disimpan. Zat yang terdapat pada nanas yaitu karbohidrat, protein, kanji, lemak,
asam nikotin, kalsium, fosfor, besi, asam organik, enzim nanas dan sebagainya.
Daging buah berwarna kuning pucat dengan bau yang harum, rasanya manis dan
mengandung banyak jus (Prasetyo et al., 2012).
Bromelin termasuk dalam golongan protease yang dihasilkan dari ekstraksi
buah nanas yang dapat mendegradasi kolagen daging, sehingga dapat
mengempukan daging. Nanas merupakan buah yang dapat diperoleh di seluruh
Indonesia dan dapat dipanen sepanjang tahun. Enzim bromelin mudah di dapat
karena buah nanas dapat berbuah sepanjang tahun dan tersebar di seluruh
Indonesia (Utami et al., 2011). Kecepatan reaksi enzimatik pada umumnya
tergantung pada konsentrasi substrat, semakin tinggi konsentrasi substrat, reaksi
enzimatis semakin cepat sampai pada suatu saat menjadi konstan. Pada saat itu
kecepatan reaksi mencapai maksimum. Hal ini juga dipengaruhi oleh pH, suhu,
jenis enzim, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim dan adanya aktifitor dan
inhibitor. Penggunaan enzim untuk menghidrolisis protein akan menghasilkan
kecap yang mempunyai komposisi lebih lengkap dibandingkan hasil hidrolisis
secara kimia, sebab disamping asam-asam amino akan dihasilkan komponen
pembentuk citarasa dan aroma seperti alkohol, eter, asam-asam organik serta
peptida- peptida tertentu (Iskandar dan Desi, 2009).
Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang termasuk dalam
filum Firmicute. Bakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah
9

Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Lactosphaera,


Leuconostoc, Melissococcus, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus,
Tetragenococcus, Vagococcus dan Weissella. Kelompok bakteri ini termasuk
bakteri Gram positif, tidak berspora, tidak berpigmen mesofil, serta berbentuk
kokus dan batang. Bakteri ini dapat hidup pada temperatur antara5 – 50 ºC dan
bersifat katalase negatif (Kusuma, 2009).
Bakteri asam laktat didefinisikan sebagai kelompok bakteri yang dalam
metabolisme karbohidrat menghasilkan asam laktat sebagai produk utama
disamping produk-produk lainnya. Bakteri ini banyak terdapat pada bahan
makanan, baik mentah maupun olahan. Pada umumnya, bakteri asam laktat
ditemukan dalam bahan makanan fermentasi. Biakan bakteri asam laktat yang
berasal dari pangan merupakan agen biopreservatif yang unik, penggunaannya
dari waktu ke waktu terbukti aman dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan.
Diketahui bahwa fermentasi asam laktat pada ikan dapat menghambat
pertumbuhan mikroba-mikrobayang umum terdapat pada produk fermentasi
ikan (Indriati et al., 2006).
Bakteri asam laktat secara umum dapat tumbuh pada pH 4 - 4,5; akan
tetapi galur-galur tertentu toleran dan dapat tumbuh pada pH 9 atau rendah seperti
3,2. Bakteri asam laktat merupakan mikroorganisme yang dominan dalam
beberapa produk fermentasi ikan. Penurunan pH seiring dengan peningkatan
jumlah total bakteri asam laktat dan penurunan kadar garam. Kecenderungan yang
sama juga terjadi pada fermentasi kecap ikan dimana penurunan pH seiring
dengan peningkatan jumlah bakteri asam laktat. Penurunan pH diduga karena
adanya sejumlah besar asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat dalam
metabolismenya sehingga pH media menjadi asam dan tidak sesuai untuk
mikroorganisme lainnya (Desniar et al., 2009).

Proses Fermentasi
Fermentasi pada produk perikanan merupakan teknologi yang sudah tua
dan secara tradisional digunakan untuk mengatasi sifat ikan yang mudah
membusuk. Pengolahan dengan fermentasi memiliki beberapa keunggulan
diantaranya proses pengolahannya sederhana, mudah dan tidak mahal, bahan baku
yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis ikan diantaranya dapat
10

menggunakan hasil tangkapan yang bernilai ekonomis rendah atau ikan rucah.
Selain itu juga dapat memanfaatkan limbah seperti jeroan ikan tuna atau cakalang
yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan bakasang (Nara et al, 2013).
Kecap ikan merupakan salah satu produk fermentasi dengan bahan baku
ikan. Kecap ikan adalah cairan coklat bening hasil hidrolisis dari ikan yang diberi
garam dan biasanya digunakan sebagai penguat rasa atau pengganti garam pada
berbagai jenis makanan. Proses pembuatannya adalah mencampurkan garam
dengan ikan dengan perbandingan 1:2 atau 1:3. Pembuatan kecap ikan secara
fermentasi bergaram membutuhkan waktu yang lama (4 -12 bulan) dan selama 6-
12 bulan atau lebih yang difermentasikan pada suhu ruang (30 - 40ºC). Cara yang
dilakukan untuk mengatasi pembuatan kecap ikan yang membutuhkan proses
fermentasi lama yaitu dengan penambahan enzim, menggunakan papain, bromelin
dan ficin, viscera dan koji dan bakteri asam laktat. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa penambahan enzim dari luar (misalnya papain atau bromelin)
dapat menyingkat waktu fermentasi (Briani et al, 2014)
Fermentasi kecap dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara spontan
dan dengan penambahan starter. Pengolahan kecap ikan yang banyak dilakukan
adalah menggunakan teknik penggaraman sebagai kontrol. Teknik ini merupakan
teknik paling tradisional yaitu dengan memanfaatkan bakteri-bakteri yang secara
alamiah terdapat pada tubuh ikan, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama
yaitu 4-12 bulan. Kelemahan pembuatan kecap ikan secara tradisional ini dapat
diatasi dengan adanya penambahan bahan alami yang banyak terdapat di Sulawesi
Utara yaitu buah nanas (Ananas comosus) dan pengaturan suhu
(Siahaan et al, 2017).
Secara tradisional kecap ikan dibuat dengan cara fermentasi dengan
penggaraman. Kristal garam akan menarik air dalam tubuh ikan dan membentuk
larutan garam. Karena terdapat perbedaan tekanan osmotik di dalam dan diluar
tubuh ikan, maka cairan tubuh ikan dan larutan garam akan keluar masuk secara
bergantian melalui kulit dan jaringan-jaringan lain yang berfungsi sebagia selaput
semipermeabel. Semakin banyak larutan garam terbentuk (dalam batas tertentu),
maka protein myofibril akan terurai (Widyastuti et al, 2014).
Fermentasi kecap ikan dengan penambahan sari buah nanas mengalami
proses hidrolisis dari hari ke 3, sedangkan fermentasi yang hanya menggunakan
11

garam belum mengalami proses hidrolisis. Kecap ikan dengan penambahan sari
buah nanas 15% lebih cepat terhidrolisis dibandingkan dengan penambahan sari
buah nanas 9%. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya perbedaan penambahan
konsentrasi buah nanas yang dapat mempercepat proses hidrolisis. Buah nanas
mengandung enzim bromelin yang dapat menghidrolisis protein sehingga dapat
melunakkan daging (Siahaan et al, 2017).

Mutu Kecap Ikan


Kecap ikan merupakan salah satu produk bahan makanan hasil olahan
melalui proses fermentasi yang dibuat dari ikan maupun limbah ikan mempunyai
rasa dan bau yang khas serta daya simpannya. Secara tradisional, kecap ikan
diproduksi dengan pencampuran antara garam dengan dua atau tiga bagian ikan
dan di fermentasi pada suhu lingkungan (±30oC) selama 6-12 bulan atau bahkan
lebih. Kecap ikan merupakan proses pengolahan ikan yang paling sedikit
dilakukan oleh para pengolah hasil perikanan dibandingkan fermentasi yang lain,
karena selama tahun 2010 produksi kecap ikan hanya sebesar 266 ton
(Widyastuti et al, 2014)
Kualitas kecap ikan yang baik dan bermutu tinggi diantaranya
memperbaiki proses pembuatannya seperti memperhatikan kesegaran ikan sebagai
bahan baku, kadar garam, dan memperpendek waktu fermentasi dengan
menggunakan starter yang sesuai. Pemanfaatan enzim proteolitik murni pada
proses pembuatan kecap ikan memiliki kelemahan karena harga enzim yang
cukup mahal, sehingga pemanfaatan sumbersumber enzim yang berasal dari alam
bisa menjadi alternatif pengganti enzim konvensional (Prastari et al., 2015).
Pengolahan kecap ikan dengan konsentrasi garam 20% dan 25% memiliki
nilai pH lebih rendah dibandingkan dengan konsentrai garam 15%. Rendahnya
nilai pH diduga karena kandungan senyawa yang bersifat basa juga mengalami
penurunan. Semakin tinggi konsentrasi garam senyawa-senyawa yang bersifat
asam semakin tinggi sehingga pH pada produk kecap tidak dapat naik. Penurunan
nilai pH disebabkan terjadinya ikatan ionik antara ion H+ dari air dengan ion Cl-
dari garam yang menghasilkan senyawa HCl (Widyastuti et al, 2014)
SNI Kecap Ikan No. 01-4271-1996
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
12

1. Keadaan:
1.1 Penampakan - Jernih
1.2 Bau - Khas
1.3 Rasa - Khas
1.4 Warna - Normal
2. pH - 5-6
3. Amino Nitrogen % b/b Min.5
4. NaCl % b/b 19-25
5. Bahan tambahan makanan
5.1 Pengawet makanan Sesuai dengan SNI 01-0222-1995
5.2 Pewarna makanan
6. Cemaran Logam:
6.1 Timbal (Pb) Mg/kg Maks 2,0
6.2 Tembaga (Cu) Mg/kg Maks. 20,0
6.3 Seng (Zn) Mg/kg Maks. 100,0
6.4 Raksa (Hg) Mg/kg Maks. 0,5
7. Cemaran Arsen Mg/kg Maks. 1,0
8. Cemaran Mikroba
8.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 104
8.2 Coliform APM/g <3
8.3 Salmonella / 25 ml - Negatif
8.4 Staphylococcus aureus / ml - Negatif
8.5 Kapang - Negatif
Tabel 1. Syarat Mutu Kecap Ikan

Mutu Kecap Ikan


Pengukuran kualitas kecap ikan meliputi beberapa parameter menurut
Standart Negara Indonesia (SNI) No.01-4271-1996 diantaranya yaitu kadar
protein, kadar garam dan pH. Kadar protein dalam kecap ikan merupakan suatu
parameter yang penting, karena kualitas kecap dinyatakan baik apabila memiliki
kandungan protein yang tinggi atau sesuai standart yang ditetapkan. Selain
kadarprotein, kadar garam dan pH juga termasuk parameter yang dilakukan untuk
13

mengetahui kualitas kecap ikan. Parameter kadar garam dilakukan untuk


mengetahui jumlah garam yang terkandung dalam produk kecap ikan setelah
proses fermentasi, sedangkan nilai pH berhubungan dengan kondisi atau
kerentanan produk terhadap serangan mikroba, sehingga dapat diperkirakan masa
simpannya (Yuanisa, 2017).
Kualitas kecap ikan ditetapkan melalui Standar Industri Indonesia (SII),
yaitu berdasarkan jumlah protein yang terkandung didalamnya. Komposisi asam
amino kecap ikan yang dihasilkan dengan hidrolisis enzim papain, secara kualitas
mempunyai mutu yang lebih baik dibandingkan dengan kecap ikan yang ada di
pasar, namun diperlukan adanya penambahan komponen tertentu untuk
menghasilkan kecap yang disukai. Secara umum, proses hidrolisis dengan enzim
papain dan enzim bromelin lebih menguntungkan dibandingkan proses hidrolisis
dengan menggunakan enzim nutrease, karena menghasilkan kecap ikan dengan
mutu yang baik (Simanjorang et al., 2012).
Pengolahan kecap ikan dengan konsentrasi garam 20% dan 25% memiliki nilai
pH lebih rendah dibandingkan dengan konsentrai garam 15%. Rendahnya nilai pH
diduga karena kandungan senyawa senyawa yang bersifat basa juga mengalami
penurunan. Menurut Ginting (2002), semakin tinggi konsentrasi garam senyawa-
senyawa yang bersifat asam semakin tinggi sehingga pH pada produk kecap tidak
dapat naik. Menurut Timoryana (2007), penurunan nilai pH disebabkan terjadinya
ikatan ionik antara ion H+ dari air dengan ion Cl- dari garam yang menghasilkan
senyawa HCl. Seperti yang diketahui bahwa senyawa HCl ini memiliki kondisi
asam (Widyastuti et al., 2014)

METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilakukan pada hari Kamis 4 Oktober 2018 pukul 11.00-
12.00 WIB dan praktikum ini dilakukan di laboratorium lingkungan perairan.
14

Program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas


Sumatera Utara.

Alat dan Bahan


Bahan yang dibutuhkan adalah ikan nila segar sebanyak 100 g, sari nanas
yang mengandung enzim bromelin dengan konsentrasi 10% (b/b) sebagai
penghidrolisis dan garam NaCl dengan konsentrasi 5% (b/b) sebagai pengawet.
Sedangkan alat yang digunakan adalah scoresheet ikan segar (untuk uji
organoleptik bahan baku), pisau, talenan, baskom, blender, panci dan kain
saringan tahu, kompor, saringan santan, toples kaca, kertas lakmus.

Prosedur Praktikum
1. Sebelum masuk proses pengolahan kecap ikan, lakukan pengujian organoleptik
terhadap bahan baku yang akan digunakan.
2. Uji organoleptik bahan baku dengan menggunakan scoresheet sesuai SNI Ikan
Segar
3. Ikan nila disiangi dan dicuci hingga bersih.
4. Ikan nila dikukus selama 15 menit. Setelah daging ikan nila matang kemudian
dihaluskan.
5. Kemudian kupas dan bersihkan buah nanas muda ditempat yang terpisah. Lalu
potong buah nanas menjadi bagian-bagian kecil dan giling menggunakan
blender.
6. Saring jus buah nanas yang diperoleh dari hasil penggilingan untuk
mendapatkan sari buah nanas.
7. Campurkan daging ikan nila yang telah dihaluskan sebanyak 100 g dengan sari
buah nanas dengan konsentrasi 10% atau sebanyak 10 gram dari berat daging
ikan nila yang digunakan serta tambahkan garam NaCl dengan konsentrasi 5%
atau sebanyak 5 gram dari berat daging ikan nila yang digunakan. Kemudian
simpan bahan-bahan yang telah dicampurkan selama 3 hari dalam kondisi
tertutup rapat.
8. Selanjutnya saring bahan tersebut menggunakan kain saringan tahu untuk
memisahkan ampas dengan filtratnya.
9. Filtrat yang diperoleh kemudian dipanaskan pada suhu 70ºC - 80 ºC selama 5
menit.
15

10. Filtrat hasil proses pemanasan adalah kecap ikan yang siap dikonsumsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Adapun hasil dari pengamatan yang diperoleh adalah sebagai berikut:


16

Pembahasan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan kecap ikan ini adalah daging
ikan nila. Alasan mengapa ikan nila karena banyak masyarakat yang menyukai
produk kecap ikan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan Simanjorang dkk (2012) yang
menyatakan bahwa kecap ikan adalah kecap yang dibuat dari bahan baku daging
ikan melalui proses hidrolisis enzimatis, yakni pemisahan protein dengan
mengandalkan aktivitas enzim-enzim. Kecap ikan berwarna kekuning-kuningan
hingga coklat muda jernih dan memiliki rasa agak asin. Kualitas kecap ikan telah
ditetapkan melalui Standart Industri Indonesia (SII), yaitu berdasarkan jumlah
protein yang terkandung didalamnya.
Pada pembuatan Kecap ini, digunakan sari buah nanas yang mengandung
enzim bromelin agar dapat mempercepat proses hidrolisis dengan kata lain agar
dapat menyingkat waktu pengolahan, karna tanpa bantuan enzim, prose fermentasi
biasa memakan waktu sampai berbulan-bulan. Hal ini sesuai dengan Utami dkk
(2011) yang berpendapat bahwa bromelin termasuk dalam golongan protease yang
dihasilkan dari ekstraksi buah nanas yang dapat mendegradasi kolagen daging,
sehingga dapat mengempukan daging. Nanas merupakan buah yang dapat
diperoleh di seluruh Indonesia dan dapat dipanen sepanjang tahun. Enzim
bromelin mudah di dapat karena buah nanas dapat berbuah sepanjang tahun dan
tersebar di seluruh Indonesia
Dari hasil pengamatan, pada produk yang belum di saring filtratnya
terdapat semacam sopra jamur yang tumbuh di permukaanya dan warnanya coklat
pekat serta filtratnya tak jernih lagi. Hal ini bertentangan dengan pendapat
Simanjorang dkk (2012) yang menyatakan bahwa kecap ikan adalah kecap yang
dibuat dari bahan baku daging ikan melalui proses hidrolisis enzimatis, yakni
pemisahan protein dengan mengandalkan aktivitas enzim-enzim. Kecap ikan
berwarna kekuning-kuningan hingga coklat muda jernih dan memiliki rasa agak
asin. Kualitas kecap ikan telah ditetapkan melalui Standart Industri Indonesia
(SII), yaitu berdasarkan jumlah protein yang terkandung didalamnya. Perbedaan
ini mungkin karena tenggat waktu yang sudah terlalu lama untuk disanring
terbukti karna pada hari ketiga pengamatan belum terdapat spora jamur di
17

permuakaan produk dan warnanya pada saat hari ketiga masih kekuning-
kuningan.
Hasil dari pengamatan selama 3 hari yaitu terdapat bau nasi basi dari
fermentasi kecap ikan dikarenakan adanya terdapat bakteri asam laktat dan adanya
pertumbuhan jamur diapermukaan ikan yang umumnya terdapat pada setiap bahan
pangan hasil dari fermentasi selain itu, hasil dari proses hidrolisis enzimatis juga
dapat memberikan aroma dan cita rasa khas pada makanan hasil fermentasi.
Namun bau nasi basi ini terjadi karena waktu pengamatan ynag sudah menyalahi
prosedur dimana yang seharusnya ialah 3 hari. Sehingga hal ini tidak sesuai
dengan pernyataan Iskandar dan Desi (2009) yang menyatakan bahwa kecepatan
reaksi enzimatik pada umumnya tergantung pada konsentrasi substrat, semakin
tinggi konsentrasi substrat, reaksi enzimatis semakin cepat sampai pada suatu saat
menjadi konstan. Pada saat itu kecepatan reaksi mencapai maksimum. Hal ini juga
dipengaruhi oleh pH, suhu, jenis enzim, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim
dan adanya aktifitor dan inhibitor. Penggunaan enzim untuk menghidrolisis
protein akan menghasilkan kecap yang mempunyai komposisi lebih lengkap
dibandingkan hasil hidrolisis secara kimia, sebab disamping asam-asam amino
akan dihasilkan komponen pembentuk citarasa dan aroma seperti alkohol, eter,
asam-asam organik serta peptida- peptida tertentu (Iskandar dan Desi, 2009).
18

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Kecap ikan merupakan salah satu produk pangan yang memiliki ciri-ciri fisik
berupa cairan bewarna kekuningan sampai coklat jernih, mempunyai rasa yang
relatif asin dan aroma yang khas. Selain itu fermentasi dapat membantu dalam
mengawetkan makanan dan juga memberikan sifat-sifat tertentu yang dapat
menjadi daya tarik bagi konsumen serta dapat meningkatkan nilai ekonomi.
2. Proses fermentasi yang relatif lama dapat dipercepat dengan menambahkan
enzim bromelin yang berasal dari sari buah nanas (Ananas commosus)
walaupun akhir dari produk fermentasi cenderung kurang baik dibandingkan
dengan pembuatan kecap ikan secara spontan.
3. Pada praktikum percobaan kami ini produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan
yang diharapkan melalui prosedur karna durasi hidrolisis yang terlalu lama
sehingga membuat permukaan produk ikan yang difermentasi menjadi
berjamur dan menimbulkan bau nasi basi serta warna produknya jadi berwarna
coklat tua dan tak jernih lagi.

Saran
Saran untuk praktikum ini diharapkan praktikan dapat lebih memahami
materi yang akan disampaikan sebelum memulai praktikum agar pelaksanaanya
dapat berjalan dengan lancar dan diharapkan praktikum juga selalu mengikuti
prosedur-prosedur praktikum dengan baik agar kedepannya praktikan bisa
meminimalisir kesalahan sehingga prduk yang diharapkan dapat tercapai. Semoga
apa yang telah dipelajari dalam praktikum dasar teknologi hasil perairan ini bisa
diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.

DAFTAR PUSTAKA
19

Briani, Darmanto dan Rianingsih. 2014. Pengaruh Konsentrasi Enzim Papain dan
Lama Fermentasi Terhadap Kualitas Kecap Ikan Rucah. Jurnal Pengolahan
dan Bioteknologi Hasil Perikanan. Vol. 3(3).

Desniar. Dkk. 2009. Pengaruh Konsentrsi Garam Pada Peda Ikan Kembung
(Rastreliger sp) dengan Fermentasi Spontan.

Diniyah, A. 2012. Inventarisasi Jenis Ikan Air Tawar Di Bendungan Sampean


Baru Kecamatan Tapen Bondowoso Sebagai Media Pembelajaran
Biologi Di Sma.Universitas Jember. [SKRIPSI].
Indriati, N. Dkk. 2006. Potensi Anti Bakteri Asam Laktat dari Peda, Jambal, Roti,
dan bekasam. Jurnal Perikanan. Vol. 3(2). ISSN: 0853-6384.

Irianto, H. E. dan Giyatmi, S. 2014. Prinsip Dasar Teknologi Pengolahan Hasil


Perairan.
Iskandar, T. dan Desi, A. W. 2009. Pengaruh Enzim Bromelin dan Wktu Inkubasi
Pada Proses Hidrolisis Ikan Lemuru Menjadi Kecap. Buana Sains, Vol.
9(2).

Khairuman, H dan K. Amri. 2013.Budidaya Ikan Nila. ISBN: 979-006-496-X.


Jakarta.
Kusuma, S. A. F. 2009. Bakteri Asam Laktat. [Karya Ilmiah]. Universitas
Padjajaran.

Mahardika.T.H. 2014. Teknik Motilisasi Ikan Nila Menggunakan Ekstrak Umbi


Rumput Teki. Dapartemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan
Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Munandar, A. Dkk. 2016. Karakteristik, Penanganan, dan Kandungan Mineral
Keong Laut Neverita didyma. Jurnal Teknologi Hasil Perairan. Vol. 5(2).
ISSN:2302-6936.
Murtidjo, A. B. 2001. Beberapa Metode Pembenihan Ikan Air Tawar. ISBN: 979-
21-0018-0. Yogyakarta.
Nara, S. Dkk. 2013. Ina Sua Sebagai Produk Fermentasi Ikan Asin dari Maluku
Tengah. Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan. Vol. 1(2). ISSN: 2337-
4403

Ningrum. 2012. Keragaan Pertumbuhan Ikan Nila Best (Oreochromis niloticus)


Hasil Seleksi F3, F4 dan Nila Lokal. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta. [Skripsi].
Noor.Endah.P.H. 2012. Keragaman Pertumbuhan Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) BST Hasil Seleksi F3, F4 Dan Nila Lokal.
Jurusan Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Sebelas Maret Surakarta. [SKRIPSI].
20

Perdana, H. 2008. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas Dan
Nila Pada Keramba Jaring Apung (Kja) Sistem Jaring Kolor Di Kja
Waduk Cikoncang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten.
Institut Pertanian Bogor. [SKRIPSI].
Prasetyo, M. N. Dkk. 2012. Pembuatan Kecap dari Ikan Gabus Secara Hidrolisis
Enzimatis Menggunakan Sari Nanas. Jurnal Tekbnologi Kimia dan Industri.
Vol. 1(1).

Retno, D. T. Dan Wasir, N. 2011. Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang.


Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. ISSN: 1693-4393.

Siahaan, I. C. M. Dkk. 2017. Mutu Mikrobiologis Kecap Ikan Tongkol (Euthynus


affinis) Dengan Penambahan Sari Buah Nanas (Ananas commosus). JPHPI.
Vol. 20(3).
Simanjorang, Kurniawati dan Hasan. 2012. Pengaruh Penggunaan Enzim Papain
dengan Konsentrasi yang Berbeda Terhadap Karakteristik Kimia Kecap
Tutut. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. 3(4).

Syandri, H. Dkk. 2012. Pengembangan Perikanan Dengan Memanfaatkan


Sumberdaya Alam dan Potensi Lokal. Proseding Seminar perikanan Padang,
28 April 2012. Universitas Bung Hatta Respository.
Utami, D. P. Dkk. 2011. Manfaat Bromelin dari Sari Buah Nanas dan Waktu
Pemasakan untuk Meningkatkan Kualitas Daging Itik Afkir. Jurnal Sains
Peternakan. Vol. 9(2). ISSN: 1693-8828.

Widyaastuti, Riyadi dan Ibrahim. 2014. Mutu Kecap Ikan yang Terbuat dari Isi
Perut Ikan Manyung (Arius thallasinus) dengan Konsentrasi Garam yang
Berbeda. Jurnal Saintek Perikanan. Vol. 9(2).

Yuanisa, N. A. 2017. Pengaruh Konsentrasi (Ananas commosus) dan Lama


Fermentasi Terhadap Kualitas Kecap Ikan Lemuru (Sardinella longiceps).
[Skripsi]. UIN Maulana Malik Ibrahim Respository.
Kristinawati, Ibrahim dan Rianingsih. 2014. Penambahan Enzim yang Berbeda
Pada Pengolahan Kecap Ikan dari Isi Rongga Perut Ikan Manyung (Arius
thalassinus) Terhadap Mutu Produk. Jurnal Saintek Perikanan. Vol. 9(2).

Dewi, Karnila dan Loekman. 2015. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Crude


Enzim Bromelin Berbeda Terhadap Kualitas Kecap Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus). Universitas Riau.

KATA PENGANTAR
21

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat mnyelesaikan Laporan Laboratorium
Dasar Teknologi Hasil Perairan yang berjudul “Pengelolaan Kecap Ikan Dengan
Metode Hidrolisa Enzimatis”. Laporan ini adalah salah satu syarat untuk
mengikuti praktikal Dasar Teknologi Hasil Perairan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen penanggung
jawab Laboratorium Dasar Teknologi Hasil Perairan yaitu Ibu Dr. Ery Yusni
M.Sc, Ibu Astrid Fauzia Dewinta, S. St. Pi., M.Si dan Bapak Rizky Febriansyah
Siregar, S.Pi., M.Si sebagai dosen mata kuliah Laboratorium Dasar Teknologi
Hasil Perairan. Penyusun juga berterima kasih kepada Asisten Laboratorium
Dasar Teknologi Hasil Perairan yang telah membantu dalam penyelesaian laporan
ini .
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
membangun guna kesempurnaan laporan ini. Akhir kata penulis mengucapkan
terima kasih dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Oktober 2018

Penyusun

DAFTAR ISI
i
Halaman
22

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang................................................................................ 1
Tujuan Praktikum............................................................................ 4
Manfaat Praktikum.......................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan nila (Oreochromis niloticus)................................................... 5
Pengelolaan Kecap Ikan.................................................................. 6
Proses Fermentasi........................................................................... 7
Bakteri Asam Laktat....................................................................... 8
Metode Hidrolisasi Enzimatis......................................................... 9
Mutu Kecap Ikan............................................................................. 11
.....................................................................................................................

METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat........................................................................... 14
Alat dan Bahan................................................................................ 14
Prosedur Penelitian......................................................................... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil................................................................................................ 16
Pembahasan..................................................................................... 16

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan..................................................................................... 19
Saran .............................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM


ii IKAN DENGAN METODE
PENGOLAHAN KECAP
HIDROLISA ENZIMATIS
23

Oleh :
Kelompok IV/B
Dinda Chairunnisa 170302018
Nelfa Finanda Zai 170302022
David Kurniawan 170302024
Elsa Debora Hutapea 170302032
Rizqan Fakhrozi 170302042
Rivaldo Sitorus 170302050

LABORATORIUM DASAR TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum : Pengolahan Kecap Ikan dengan Metode Hidrolisa


Enzimatis
Tanggal Praktikum : 04 Oktober 2018
24

Nama/NIM : Dinda Chairunnisa 170302018


Nelfa Finanda Zai 170302022
David Kurniawan 170302024
Elsa Debora Hutapea 170302032
Rizqan Fakhrozi 170302042
Rivaldo Sitorus 170302050
Kelompok/Grup : IV/B
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Diperiksa oleh,
Asisten Korektor

Ayu Amanda Khairani


NIM. 160302015
25

Anda mungkin juga menyukai