Anda di halaman 1dari 4

Laporan Teknologi Hasil Perikanan Tradisional

Posted: 28th February 2012 by achmadfathony in Uncategorized Sumber : http://blog.ub.ac.id/achmadfathony/2012/02/28/laporan-teknologi-hasil-perikanan-tradisional/

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hasil perikanan Indonesia, baik dalam bentuk segar maupun olahan, semakin diminati pasar dalam maupun luar negeri. Peningkatan permintaan ini memang sangat kita harapkan mengingat tingginya potensi hasil perikanan Indonesia. Yang menjadi masalah, produk ini dalam bentuk segar dapat mengalami kemunduran mutu. Oleh karena itu perlu upaya mempertahankan mutu dengan cara penanganan yang tepat agar ikan tetap sempurna atau dalam wujud plahan. Bahkan dengan cara mengawetkan dan mengolahnya, secara ekonomis nilai tambah roduk juga meningkat (Moeljanto, 1982). Ikan merupakan salah satu smber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena dalam kandungan porteinnya tinggi mengandung asam amino esensial, nilai biologisnya tinggi dan harganya murah dibandingkan dengan sumber protein lainnya.Memiliki kelemahan karena cepat membusuknya.Melihat dari keadaan diatas perlu dilakukan penanganan, pengolahan, dan pengawetan hasil perikanan yang bertujuan selain mencegah kerusakan ikan yaitu juga dapat memperpanjang daya simpan juga untuk menganekaragamkan produk olahan hasil perikanan (Adawyah, 2007). Menurut Poernomo (2002), Ikan sebagai bahan makanan adalah salah satu sumber protein yang utama. Ikan juga dapat digunakan untuk bahan obat obatan, pakan ternak dan kebutukan struktur dan komposisi kimia pada berbagai bagian tubuh ikan. Data selama 20 tahun terakhir menunjuka bahwa di Indonesia produksi ikan yang diolah hanya 23 24% dan sisanya dijual sebagai iakn segar atau ikan basah. Cara pengolahan tradisional seperti penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, dan fermentasi lebih dominan dari pada cara pengolahan modern seperti pembekuan dan pengalengan (Heruwati, 2002). Menurut Respiati et al., (2008), produk olahan hasil perikanan begitu masak dipasaran untuk memenuhi kebutuhan protein bagi masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kehidupan modern yang serba sibuk dan banyak menyita waktu.Contoh produk olahan yang siap saji adalah fish nugget.Nugget ikan adalah salah satu produk olahan yang dibuat dari daging giling dengan penambahan bumbu bumbu dan dicetak kemudian dilumuri dengan pelapis yang dilanjutkan dengan penggorengan. Ikan pindang merupakan salah satu hasil olahan yang cukup popular di Indonesia, dalam urutan hasil olahan tradisional menduduki tempat kedua setelah ikan asin.Dilihat dari sudut program peningkatan konsumsi protein masyarakat, Ikan pindang mempunyai prospek yang lebih baik daripada iakn asin.Hat ini mengingat bahwa ikan pindang mempunyai cita rasa yang lebih lezat dan tidak begitu asin jika dibbandingkan ikian asin sehingga dapat dimakan dalam jumlah yang lebih banyak (Anisah dan Susilowati, 2007). Salah satu usaha diversifikasi produk perikanan yang dapat di kembangkan dan berpeluan menambah nilai tambah (added value) adalah bakso ikan.Ikan yang sering digunakan dalam pembuatan bakso ikan adalah iakn kurisi (Nemipterus nematophorus).Ikan ini merupakan hasil tangkapan samping dari ikan ikan demersal ekonomis.Ikan kurisi mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sekitar 16,35% dan kandungan lemak yang rendah yaitu sekitar 2,2% (Zahiruddin, 2008).

Menurut Satyajaya et al., (2009), pengasapan ikan merupakan salah satu cara pengolahan ikan yang berfungsi untuk mengawetkan serta memberi aroma dan cita rasa yang khas berasal dari senyawa kimia hasil pembakaran bahan bakar alami.

Terasi merupakan produk fermentasi ikan berbentuk pasta padat. Bahan baku dari terasi adalah berupa ikan kecil, udan g rebon, dan udang kecil, teri, dan bahan/limbah ikan yang di campur dengan menggunakan garam dan kadang kadang dengan bahan lainnya misalnya tepung tapioca atau tepung beras sebagai penggisi (Astawan, 1997). 1.2 Maksud dan Tujuan

Madsud dilaksanakan praktikum Teknologi Hasil Perikanan Tradisional adalah agar praktikan memehami cara pembuatan aneka olahan dari ikan (diversivikasi produk) seperti bakso ikan, terasi, ikan asap, ikan pindang, dan nugget ikan serta mampu mengenali uji organoletik dan cara perhitungannya. Tujuan dari praktikum Teknologi Hasil Perikanan Tradisionaladalah agar praktikan mampu membuat beberapa produk tradisional seperti bakso ikan, terasi, ikan asap, ikan pindang, dan nugget ikan dengan prosedur yang benar serta dapat menganalisa uji organoleptiknya. 1.3 Waktu dan Tempat

Praktikum Teknologi Hasil Perikanan Tradisional dilaksanakan pada hari senin dan selasa, tanggal 09 10 Mei 2011 yang dimulai pukul 13.00 WIB 20.00 WIB dan bertempat di laboratorium biokimia, nutrisi dan pengolahan hasil perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 2.1.1 Terasi Ikan Bahan Utama Pembuatan Terasi

Menurut SNI 01- 6486.1 2000, klasifikasi udang galah diantaranya sebagai berikut: Phyllum : Arthropoda

Subphyllum : Mandibulata Kelas Subkelas Ordo Famili Subfamil Genus Species : Crustacea : Malacostraca : Decapoda : Palamonidae Gambar 1. Udang Rebon (Google image, 2011) : Palamoniae : Macrobrachium : Macrobrachium rosenbergii

Menurut Katimin (2008), Rebon merupakan sejenis udang kecil yang juga merupakan bahan pembuatan terasi. Rebon muncul pada awal musim hujan, disekitar muara sungai mengerumuni benda-benda yang terapung. Rebon memiliki kandungan gizi sebagai berikut, protein 58,4%; lemak 3,6%; karbohidrat 3,2%; dan air 21,6%. Menurut Astawan (1993), terasi merupakan produk fermentrasi iakn berbentuk pasta padat. Bahan baku yang digunakan berupa ikan kecil, udang rebon, udang kecil, teri, dan limbah ikan yang dicampur dengan garam dan kadang kadang dicampur menggunakan bahan lain seperti tepung tapioca atau tepung beras sebagai bahan pengisi. Menurut Adawyah (2006), Salah satu produk olahan dari hasil perikanan sebagai usaha pemanfaatan ikan atau udang yang berkualitas rendah adalah terasi. Terasi adalah produk perikanan yang berbentuk pasta padat. Bahan baku yang biasa digunakan untuk terasi yang berkualitas baik yaitu iakan atau uadang yang mempunyai kualitas baik pula, sedangkan terasi yang bermutu rendah biasanya dibuat dari limbah ikan , sisa iakn sortiran dengan bahan tambahan biasanya tepung tapiokan dan tepung beras dan berbagai jenis ikan kecil (teri) atau udang kecil (rebon). Umumnya terasi digunakan untuk campuran membuat sambal, adakalanya juga digunakan pula untuk campuran pada masakan lain.

Rebon adalah jenis udang kecil yang juga merupakan bakan baku dari pembuatan terasi uadang rebon. Muncul diawal musim hujan disekitar muara sungai, yang mengerumuni benda benda yang terapung. Rebon juga di kenal luas pemanfaatannya, selain digunakan unterasi udang rebon juga digunakan untuk pembuat pakan ikan (pellet) yang terlebih dahulu diolah menjadi tepung rebon dengan kandungan gizi sebagai berikut; protein 59,4% ; Lemak 3,6%; karbohidrat 3,2%; dan air 21,6% (Katimin, 2011).

Menurut Moeljanto (1992), cara pengolahan terasi (fish paste) di Indonesia agak berbeda dengan yang dilakukan di Vietnam, Kamboja, dan Fillipina. Dari segi nilai gizinya kadar protein terasi lebih tinggi di bandingkan kecap ikan. Bahan utama pembuatan terasi yaitu udang rebon, udang kecil,teri atau ikan kecil kecil lainnya.

2.1.2 Bahan Tambahan Pembuatan Terasi Menurut Hartono (1978), untuk terasi nomor dua (2) umumnya dicampuri dengan bahan lain seperti tepung tapioca, dedak, pisang dan sebagainya. Dengan maksud member konsistensi (kepadatan) yang lebih baik dan atau dapat menambah beratnya. Ditambahkan oleh Moeljanto (1992), untuk bumbu bumbu terasi meliputi tepung tapioca dan garam. Terasi kualitas baik tidak perlu dicampuri bahan bahan lain seperti tepung. Terasi merupakan produk fermentrasi ikan berbentuk pasta padat. Bahan baku yang digunakan berupa ikan kecil, udang rebon, udang kecil, teri, dan limbah ikan yang dicampur dengan garam dan kadang kadang dicampur menggunakan bahan lain seperti tepung tapioca atau tepung beras sebagai bahan pengisi. Adanyaa penambahan tapioca menyebabkan terjadinya fermentasi laktat dalam proses pembuatan terasi (Astawan, 1997). 2.1.3 Proses Pembuatan Terasi Menurut Moejianto (1992), proses pembuatan terasi antara lain : Rebon atau teri di cuci dulu atau langsung di jemur, penjemuran dengan cara menggerakkannya sambil membuang kotaran-kotoran yang masih ada, di lakukan sampai setengah kering yaitu 1-2 hari. Setelah kering, teri atau rebon di tumbuk sampai halus, untuk kualitas rendah dapat di tambahkan tepung dan garam selama di tumbuk jumlah garam yang di tambahkan sedikit saja (3%-5%) agar terasa cukup asin dan memberikan rasa enak khas terasi, kadang-kadang malah di tambahkan pula bahan pewarna. Hasil tumbukan di buat gumpalan, lalu di bungkus dengan tikar atau daun-daun kering, esoknya gumpalangumpalan itu di jemur sambil di hancurkan supaya cepat kering kalau terlalu kering dapat di tambahkan air waktu penjemuran 3-4 hari. Setelah itu dibuat gumpalan-gumpalan lagi dan dibungkus dengan daun-daun kering, kemudian disimpan selama 1-4 minggu supaya terjadi proses fermentasi yang sempurna, setelah tercium bau terasi yang khas berarti proses pembuatan terasi telah selesai. Menurut Hartono (1978), proses pembuatan terasi antara lain : Pencucian Udang rebon segar di cuci hingga bersih Ditiriskan sebentar agar atus

Penjemuran I Setelah atus di jemur agak kering

Penumbukan I Setelah itu ditumbuk dengan alu sampai setengah halus

Pemadatan/Penggumpalan Selanjutnya dibuat gumpalan padat Terus dibungkus dengan daun kering/tikar dan disimpan selama 12 jam.

Penjemuran II Daging rebon yang setengah halus dipecah gumpalannya dan di jemur dalam bentuk potongan-potongan kecil untuk mempercepat pengeringan. Penjemuran tidak boleh terlalu kering

Penumbukkan II Setelah penjemuran gumpalan kecil rebon kering di tumbuk lagi hingga halus. Bila gumpalan terlalu kering dapat di tambahkan air sedikit.

Fermentasi/Pemeraman Setelah halus hancuran rebon tadi di padatkan dan selanjutnya dibungkus lagi dengan daun atau tikar. Selanjutnya disimpan/diperam selama satu minggu hingga menjadi terasi.

2.1.4 Kualitas Terasi Menurut Hartono (1978), mutu terasi dapat dibedakan menjadi dua (2) yaitu : Terasi yang nomor satu atau bermutu tidak boleh dicampur dengan bahan lain. Terasi nomor dua umumnya dicampur dengan bahan lain seperti : tepung tapioka, dedak, pisang, dan sebagainya dengan maksud memberi konsentrasi (kepadatan) yang lebih baik dan atau menambah beratnya. Kandungan padatan (protein, garam, Ca dan sebagainya) terasi udang sekitar, protein 27%-30%, kadar air 50%90% dan garam 15%-20%, sedangkan terasi yang di buat dari ikan, kandungan protein 20%-45%, kadar air 35%-50%, garam 10%-25% dan komponen lemak dalam jumlah yang kecil sedangkan kandungan vitamin B12 cukup tinggi (Adawyah, 2006). 2.1.5 Standar Kualitas Terasi Bahan baku yang biasa digunakan untuk terasi berkualitas baik adalah udang rebon, sedangkan terasi bermutu rendah biasanya dibuat dari limbah ikan, sisa sortiran dengan bahan tambahan biasanya tepung tapioka atau tepung beras dan berbagai jenis ikan kecil atau udang kecin (rebon) (Adawyah, 2007).

Anda mungkin juga menyukai