Anda di halaman 1dari 6

Ikan patin adalah salah satu hasil budidaya ikan air tawar.

Ikan patin banyak ditemukan di


Jawa Barat, Sumatra Selatan, Jambi, Riau, Bengkulu, Lampung, dan Kalimantan. Produksi ikan
patin di provinsi Kalimantan tengah berdasarkan data statistik 2013 yaitu 23,411 ton atau 5,17%
(Waty dkk., 2019). Ikan patin banyak dibudidayakan dikarenakan banyak faktor. Faktor yang
pertama adalah ukuran tubuhnya cukup besar. Ikan patin memiliki panjang dapat mencapai 120
cm. Sehingga daging ikan yang dihasilkan memiliki ukuran yang cukup besar. Kemudian daging
ikan fatin yang dihasilkan memiliki citra rasa yang enak dan gurih. Lalu daging ikan patin juga
memiliki nutirsi yang tinggi. Nutrisi yang dimiliki dalam daging ikan patin diantaranya protein
sebesar 68,6%, lemak 5,8%, abu 3,5%, dan air 59,3%. Selain itu, ikan patin dinilai lebih aman
untuk kesehatan karena memiliki kadar kolesterol lebih rendah dibanding dengan daging hewan
ternak seperti daging unggas (Kordi, 2010). Banyaknya jumlah ikan patin yang didapat di
Kalimantan Tengah membuat masyarakat melakukan pengolahan hasil perikanan. Pengolahan
hasil perikanan memiliki tujuan untuk mempertahankan kesegaran, mengawetkan, dan membuat
produk yang mempunyai sifat fisikawi dan kimiawi yang berbeda dengan aslinya. Namun sifat
yang berbeda tersebut tetap disukai oleh masyarakat. Kemudian tujuan lainnya yaitu memperkaya
olahan hasil perikanan dengan memanfaatkan bahan yang tidak dapat dipasarkan dalam bentuk
segar, sehingga dapat meningkatkan nilai gizi dan organoleptik produk perikanan. Pengolahan
hasil perikanan dengan cara tradisional lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan pengolahan
secara moderen. Hal ini dikarenakan hasil pengolahan dengan cara tradisional lebih mudah
dilakukan dan murah harganya. Salah satu hasil pengolahan secara tradisional yang sangat disukai
masyarakat Kalimantan Tengah adalah wadi (Restu, 2019).
Wadi adalah salah satu jenis pengolahan hasil panen secara tradisional yang dilakukan oleh
masyarakat Kalimantan Tengah dengan proses fermentasi. Hasil panen yang diolah bisa dari ikan
dan daging hewan lainnya. Prisnsip kerja dari wadi adalah dengan cara mengatur kadar air atau
aktivitas air menggunakan proses fermentasi. Cara kerja dari teknik ini adalah dengan cara ikan
atau daging hewan difermentasikan menggunakan garam dan samu. Kemudian campuran dari
bahan – bahan tersebut disimpan dalam waktu 7 – 10 hari. Lalu wadi yang dihasilkan dapat diolah
menjadi hidangan lauk pauk. Wadi memiliki rasa dan aroma yang khas. Rasa dari wadi umumnya
didominasi oleh rasa asin. Walapun begitu, masih terdapat rasa yang lain yaitu rasa masam. Rasa
asin pada wadi disebabkan karena adanya penambahan garam. Garam yang ditambahkan dengan
konsentrasi tertentu akan menghasilkan rasa asin yang tertentu juga. Lalu rasa masam berasal dari
pertumbuhan bakteri asam laktat. Bakteri Asam Laktat (BAL) akan menghasilkan asam laktat
sebagai produk fermentasi utama yang berasal dari karbohidrat dibantu dengan enzim amilase
(Rizky dkk., 2017). Aroma yang dihasilkan adalah aroma khas ikan fermentasi. Hal ini terjadi
dikarenakan pelepasan beberapa senyawa akibat proses fermentasi. Senyawa – senyawa tersebut
yang membentuk aroma ini. Senyawa ini berasal dari degradasi protein dan lemak selama proses
fermentasi (Restu, 2019).
Kemudian wadi berwarna putih - kecoklatan dan bertekstur kenyal. Warna coklat berasal dari
penyangraian beras yaitu terjadi reaksi Maillard yang menyebabkan warna beras menjadi coklat
(Waty dkk., 2019). Reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi antara karbohidrat, khususnya gula
pereduksi dengan gugus amina primer. Reaksi Maillard terdiri atas tiga tahap. Tahap awal adalah
pembentukan glikosilamin. Tahap kedua adalah senyawa glikosilamin mengalami dehidrasi
menjadi turunan furan, redukton, dan senyawa karbonil yang lainnya. Tahap akhir adalah
pengubahan dari furan dan karbonil menjadi senyawa citarasa dan warna (Hustiany, 2016). Tekstur
kenyal berasal dari daging ikan patin. Daging ikan patin memiliki kadar air normal adalah
82,22%/100gr daging ikan, sehingga daging ikan cukup lunak (Waty dkk., 2019).
Wadi termasuk ke dalam produk ikan yang berbentuk ikan utuh semi basah. Produk semi
basah adalah produk yang memiliki kelambapan yang berkisar antara 10 - 40% dan aw produk
berkisar antara 0,5-0,9 serta kadar air produk berkisar antara 50 – 65% (Qotimah dkk., 2020). Wadi
dimasukan ke dalam kategori pengolahan ikan semi basah karena wadi memiliki kadar air yaitu
61,32%. Bentuk wadi menyerupai dengan bahan baku yang digunakan atau tidak berubah selama
proses pembuatan. Produk ini juga menghasilkan beberapa senyawa seperti etilalkohol, asam
laktat, asetat dan propionat. Senyawa – senyawa tersebut berguna untuk pengawetan dan pemberi
rasa serta aroma pada produk. Masyarakat Kalimantan Tengah terutama Suku Dayak membuat
wadi sebagai persediaan lauk pauk saat musim sulit mendapat ikan dan sebagai bekal berladang,
berburu, serta bekal saat mengumpulkan hasil hutan. Wadi memiliki cara pengolahan yang sama
dengan bekasam di sebagian Jawa. Perbedaan antara wadi dan bekasam adalah wadi menggunkan
beras yang disangrai, sedangkan bekasam menggunakan nasi atau ketan (Choirunnisa dkk., 2017).
Seperti yang dijelaskan, wadi adalah suatu olahan hasil panen ikan yang dilakukan secara
fermentasi. Bahan – bahan yang digunakan adalah sebagai beriku.
1. Ikan
Ikan yang digunakan adalah hasil panen dari budidaya maupun hasil tangkapan. Jenis ikan yang
digunakan umumnya berasal dari jenis ikan air tawar. Hal ini dikarenakan keberadaan
masyarakat terutama Suku Dayak yang jauh dari bibir pantai. Sehingga ikan yang digunakan
banyak berasal dari jenis ikan airt tawar seperti ikan patin, mujair, sepat, betok dan lain – lain
(Choirunnisa dkk., 2017).
2. Garam
Garam adalah salah satu jenis senyawa atau zat yang terkenal sebagai bahan pengawet yang
digunakan untuk mengawetkan bahan – bahan hasil panen. Hal ini dikarenakan garam dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, garam juga berguna untuk memberikan
citra rasa pada produk yaitu rasa asin (Restu, 2014).
3. Samu
Samu adalah sebuah bahan yang terbuat dari nasi. Proses untuk mendapatkan samu adalah
dengan cara beras disangrai atau digoreng tanpa minyak. Kemudian beras yang sudah disangrai
akan ditumpuk atau dihaluskan mengasilkan bubuk beras. Bubuk beras yang dihasilkan
dinamakan dengan samu. Samu perlu ditambahkan karena memiliki fungsi sebagai sumber
energi bagi mikroorganisme (Restu, 2014).
Menurut Restu (2014), cara pembuatan wadi adalah sebagai berikut:
1. Ikan patin dibersihkan dari kotoran yang menempel pada kulit ikan dan dipotong – potong untuk
mengambil daging ikannya. Untuk ukuran pemotongan tidak ada.
2. Setelah itu, daging ikan patin dicampur dengan garam hingga merata dengan perbandingan 10
: 1.
3. Kemudian ikan patin disimpan dalam toples selama 24 jam.
4. Lalu toples dibuka dan dibuang air lelehan.
5. Setelah itu, daging ikan dicuci satu kali dan ditiriskan selama 15 menit.
6. Selanjutnya, daging ikan ditambahkan samu 2,5%
7. Terakhir, daging ikan disimpan dalam topels dalam keadaan rapat selama 7 hari.
Berdasarkan cara pembuatan tersebut, wadi secara umum dibuat dengan tiga tahap, yaitu
penggaraman, penambahan karbohidrat dan fermentasi. Penjelasan dari ketiga tahap adalah
sebagai berikut.
1. Penggraman
Pada tahap ini, ikan patin akan ditambahkan garam. Penambahan garam biasanya berkisar
antara 15 – 20% dari berat ikan segar. Konsentrasi garam optimal yang dapat ditambahkan yaitu
7,5%. Proses ini berguna untuk mencegah pembusukan ikan dan menseleksi mikroba yang
dapat tumbuh. Penggaraman juga dapat menurunkan pH pada ikan patin Hal ini terjadi
dikarenakan adanya peran garam yaitu ion Na+ dan Cl- akan berikatan dengan air bebas pada
sampel yang menyebabkan suasana lingkungan menjadi asam. Lingkungan asam disebabkan
karena terbentuknya senyawa HCl (Waty dkk., 2019).
2. Penambahan karbohidrat
Pada tahap ini, ikan patin yang sudah diberi garam akan ditambahkan dengan karbohidrat.
Karbohidrat dapat berguna untuk merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini
dikarenakan karbohidrat merupakan sumber energi bagi mikroorganisme. Sumber karbohidrat
yang digunakan umumnya adalah nasi, beras sangria dan ketan (Choirunnisa dkk., 2017).
3. Fermentasi
Fermentasi dilakukan secara anaerobik yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa – senyawa
kompleks seperti karbohidrat akan dirombak atau dipecah oleh mikroorganisme menghasilan
senyawa lain yang berguna untuk pengawetan. Fermentasi yang berlangsung ini disebut sebagai
fermentasi spontan. Fermentasi spontan adalah proses fermentasi yang terjadi secara langsung
tanpa penambahan starter karena lingkungan alami mendukung pertumbuhan mikroorganisme
fermentor. Biasanya dalam fermentasi spontan cukup dengan menambahakan garam saja
(Rizky dkk., 2017).

Panen

Pembersihan

Pengolahan ikan patin dengan wadi


• Ikan patin banyak diproduksi di Kalimantan Tengah
Ikan patin adalah salah satu hasil budidaya ikan air tawar. Ikan patin banyak ditemukan
Kalimantan. Produksi ikan patin di provinsi Kalimantan tengah berdasarkan data statistik 2013
yaitu dua puluh ribu empat ratus sebelas ton atau 5,17%. Ikan patin banyak dibudidayakan
dikarenakan banyak faktor. Faktor yang pertama adalah ukuran tubuhnya cukup besar. Sehingga
daging ikan yang dihasilkan memiliki ukuran yang cukup besar. Kemudian daging ikan patin
yang dihasilkan memiliki citra rasa yang enak dan gurih. Lalu daging ikan patin juga memiliki
nutirsi yang tinggi. Nutrisi yang dimiliki dalam daging ikan patin diantaranya protein sebesar
68,6%, lemak 5,8%, abu 3,5%, dan air 59,3%. Selain itu, ikan patin dinilai lebih aman untuk
kesehatan karena memiliki kadar kolesterol lebih rendah dibanding dengan daging hewan ternak
seperti daging unggas. Banyaknya jumlah ikan patin yang didapat di Kalimantan Tengah
membuat masyarakat melakukan pengolahan hasil perikanan.
Pengolahan ikan patin dengan wadi
• Ikan patin banyak diproduksi di Kalimantan Tengah
Ikan patin adalah salah satu ikan yang banyak menghuni sungai dan danau di Kalimantan
Tengah. Produksi ikan patin di provinsi Kalimantan tengah berdasarkan data statistik 2013 yaitu
dua puluh ribu empat ratus sebelas ton atau 5,17%. Ikan patin banyak ditangkap karena memiliki
ukuran tubuh yang cukup besar, memiliki citra rasa yang enak dan gurih serta nutrisi yang
dikandung tinggi. Sebelum melakukan penangkapan ikan, masyarakat suku Dayak biasa
membacakan mantra pakai intan yang berguna unutk menolak bala dan mendapatkan hasil yang
optimal. Lokasi tangkap ikan biasanya dibagi bersarkan keturunan dan selambau nelayan yang
tercepat. Alat tangkap yang digunakan seperti selambau, lukah, buwu, pisi, lontong/ palundu,
dan sauk. Terdapat juga larangan seperti dilarang menangkap ikan lebih dari 4 jam per hari dan
dilarang menggunakan alat tangkap racun dan listrik
• Kebiasan Suku Dayak yang suka berladang, berburu, serta mengumpulkan hasil hutan
Masyarakat Kalimantan Tengah terutama Suku Dayak membuat wadi sebagai persediaan lauk
pauk saat musim sulit mendapat ikan dan sebagai bekal berladang, berburu, serta bekal saat
mengumpulkan hasil hutan. Hal ini dikarenakan wadi dapat bertahan lama dan mudah diolah
lebih lanjut
• Lebih mudah dan murah
Pengolahan hasil perikanan dengan cara tradisional lebih banyak dilakukan dibandingkan
dengan pengolahan secara moderen. Hal ini dikarenakan hasil pengolahan dengan cara
tradisional lebih mudah dilakukan dan murah harganya. Salah satu hasil pengolahan secara
tradisional yang sangat disukai masyarakat Kalimantan Tengah adalah wadi (Restu, 2019).

Bahan – bahan yang digunakan adalah sebagai berikut


Ikan
Ikan yang digunakan biasanya adalah hasil tangkapan. Jenis ikan yang digunakan umumnya
berasal dari jenis ikan air tawar. Hal ini dikarenakan keberadaan masyarakat terutama Suku
Dayak yang jauh dari bibir pantai. Sehingga ikan yang digunakan banyak berasal dari jenis ikan
airt tawar seperti ikan patin, mujair, sepat, betok dan lain – lain (Choirunnisa dkk., 2017).
Garam
Garam adalah salah satu jenis senyawa atau zat yang terkenal sebagai bahan pengawet yang
digunakan untuk mengawetkan bahan – bahan hasil panen. Hal ini dikarenakan garam dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, garam juga berguna untuk memberikan
citra rasa pada produk yaitu rasa asin (Restu, 2014).
Samu
Samu adalah sebuah bahan yang terbuat dari beras. Proses untuk mendapatkan samu adalah
dengan cara beras disangrai atau digoreng tanpa minyak. Kemudian beras yang sudah disangrai
akan ditumpuk atau dihaluskan mengasilkan bubuk beras. Bubuk beras yang dihasilkan
dinamakan dengan samu. Samu perlu ditambahkan karena memiliki fungsi sebagai sumber
energi bagi mikroorganisme (Restu, 2014).
Cara pembuatan wadi adalah sebagai berikut:
1.Ikan patin hasil tangkapan dibersihkan dari kotoran yang menempel pada kulit ikan dan dipotong
– potong untuk mengambil daging ikannya.
2.Setelah itu, daging ikan patin dicampur dengan garam hingga merata dengan perbandingan 10 :
1.
3.Kemudian ikan patin disimpan dalam toples selama 24 jam.
4.Lalu toples dibuka dan dibuang air lelehan.
5.Setelah itu, daging ikan dicuci satu kali dan ditiriskan selama 15 menit.
6.Selanjutnya, daging ikan ditambahkan samu 2,5%
7.Terakhir, daging ikan disimpan dalam topels dalam keadaan rapat selama 7 hari.

Uji organoleptik wadi ikan patin


Rasa . rasa asin dan masam
Rasa asin pada wadi disebabkan karena adanya penambahan garam. Garam yang ditambahkan
dengan konsentrasi tertentu akan menghasilkan rasa asin yang tertentu juga. Lalu rasa masam
berasal dari pertumbuhan bakteri asam laktat. Bakteri Asam Laktat (BAL) akan menghasilkan
asam laktat sebagai produk fermentasi utama yang berasal dari karbohidrat dibantu dengan enzim
amilase
Warna. Warna putih kecokltan
Warna coklat berasal dari penyangraian beras yaitu terjadi reaksi Maillard yang menyebabkan
warna beras menjadi coklat (Waty dkk., 2019). Reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi antara
karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer.
Tektstur . terkstur kenyal
Tekstur kenyal berasal dari daging ikan patin. Daging ikan patin memiliki kadar air normal adalah
82,22%/100gr daging ikan, sehingga daging ikan cukup lunak
Aroma . aroma khas ikan fermentasi
Aroma yang dihasilkan adalah aroma khas ikan fermentasi. Hal ini terjadi dikarenakan pelepasan
beberapa senyawa akibat proses fermentasi. Senyawa – senyawa tersebut yang membentuk aroma
ini. Senyawa ini berasal dari degradasi protein dan lemak selama proses fermentasi
Choirunnisa, H. N., Sari, R. Y., Hastuti, U. S., & Witjoro, A. (2017). Identifikasi dan Uji
Kemampuan Hidrolisis pada Bakteri Amilolitik dan Proteolitik yang Diisolasi dari Wadi,
Makanan Khas Kalimantan Tengah. Bionature, 18(2), 99-109.
Hustiany, R. (2016). REAKSI MAILLARD : Pembentuk Citarasa dan Warna pada Produk Pangan.
Banjarbaru: Lambung Mangkurat University Press.
Kordi, M. (2010). Budidaya Ikan Patin Di Kolam Terpal. Yogyakarta: Lily Publisher.
Qotimah, K., Dewi, E. N., & Purnamayati, L. (2020). Karakteristik Mutu Edible Film Karagenan
dengan Penambahan Minyak Atsiri Bawang Putih (Allium sativum) Pada Produk Pasta Ikan.
Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 23(1), 1 - 9.
Restu. (2014). Pengaruh Penambahan Gula Aren (Arenga pinnata Wurmb Merrill) Terhadap Cita-
Rasa Wadi Ikan Patin (Pangasius sp.). Jurnal Ilmu Hewani Tropika, 3(1), 12 - 16.
Restu. (2019). Mutu Organoleptik Wadi Ikan Patin (Pangasius sp) Selama Penyimpanan di Dalam
Air. Jurnal Ilmu Hewani Tropika, 8(2), 98 - 103.
Rizky, M. Y., Fitri, R. D., Hastuti, U. S., & Prabaningtyas, S. (2017). Identifikasi Uji Kemampuan
Hidrolisis Lemak Dan Penentuan Indeks Zona Bening Asam Laktat Pada Bakteri Dalam
Wadi Makanan Traditional Kalimantan Tengah. Jurnal Bionature, 18(2), 87-98.
Waty, K., Purwijantiningsih, E., & Pranata, S. (2019). Kualitas Fermentasi Spontan Wadi Ikan
Patin (Pangasius Sp.) dengan Variasi Konsentrasi Garam. Biota, 4(1), 24-32.

Anda mungkin juga menyukai