Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Makanan hasil fermentasi sudah dikenal sejak lama dan terdapat di berbagai Negara
dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah berdasarkan resep turun
temurun. Pengolahan pangan secara fermentasi memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan pengolahan pangan secara fermentasi yaitu proses pengolahannya sederhana,
mudah dan tidak mahal, produk yang dihasilkan mengandung nilai gizi yang lebih tinggi.
Pangan yang difermentasi memberikan satu atau lebih manfaat bagi kesehatan tubuh,
diantaranya yaitu bakteri asam laktat (BAL).
Sementara itu, produk fermentasi juga memiliki kekurangan, diantaranya mutu yang
rendah dan tidak stabil. Rendahnya mutu produk fermentasi terjadi karena proses fermentasi
dan berlangsung secara spontan sehingga mutu produk akhir yang dihasilkan tidak seragam
dan kurang baik akibat adanya bakteri pembusuk dan bakteri patogen yang tumbuh cepat
mendahului bakteri asam laktat.
1.2 Rumusan Masaalah
Rumusan masalah dari makalahTeknik Fermentasi materi Bekasam adalah sebagai
berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi munculnya fermentasi?
2. Apa penjelasan dari fermentasi bekasam?
3. Bagaimana proses pembuatan bekasam?
4. Apa saja mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan bekasam?
1.3 Tujuan Masalah
Tujuan dari makalah Teknik Fermentasi materi Bekasam adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya fermentasi.
2. Untuk mengetahui produk fermentasi bekasam.
3. Untuk mengetahui proses fermentasi pembuatan bekasam.
4. Untuk mengetahui mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan fermentasi
bekasam.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Latar belakang Fermentasi

Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi
diantaranya mengandung mineral, vitamin dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh
untuk pertumbuhan dan pengganti sel-sel tubuh yang telah rusak. Selain air, protein
merupakan bagian utama dari susunan (komposisi) tubuh ikan. Beberap kegunaaan protein
dalam tubuh ikan bagi manusia adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.

Mempercepat pertumbuhan badan (baik tinggi maupun berat);


Meningkatkam daya tahan tubuh;
Mencerdaskan otak atau mempertajam pikiran;
Meningkatkan generasi atau keturunan yang baik.

Ikan merupakan sumber protein yang sangat potensial dan sangat diperlukan oleh
manusia, selain itu protein adalah komponen terbesar setelah air yang terdapat pada daging
ikan. Tingginya kandungan protein dan kadar air pada tubuh ikan merupakan media yang
baik bagi pertumbuhan mikrobia, oleh karena itu ikan adalah komoditi yang mudah rusak
atau cepat mengalami kemunduran mutu. Hal inilah yang menyebabkan ikan disebut sebagai
perishable food atau bahan makanan yang cepat membusuk (Hadiwiyoto, 1993).
Kadar protein yang dimiliki ikan sangat tinggi yaitu sekitar 20%. Disamping itu protein
yang terkandung dalam ikan mempunyai mutu yang baik, sebab sedikit mengandung
kolesterol dan sedikit lemak. Namun dibalik itu, ikan memiliki kelemahan yaitu cepat
membusuk (perishable food). Ikan relatif lebih cepat mengalami pembusukan daripada
daging unggas dan mamaia karena pada saat ditangkap ikan selalu berontak sehingga banyak
kehilangan glikogen dan glokusa. Glikogen dan glukosa pada hewan yang mati dapat
mengalami glikolisis menjadi asam piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat.
Apabila ikan terlalu banyak berontak pada saat ditangkap maka akan banyak kehilangan
glikogen dan glokusa sehingga kandungan asam laktat ikan menjadi rendah. Dengan
demikian nilai phnya relatif mendekati normal. Nilai ph yang mendekati normal ini sangat
cocok untuk pertumbuhan bakteri, sehingga ikan segar harus segera diolah dengan baik agar
layak dikonsumsi.
Pengolahan ikan ini dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan
ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan maupun hasil budibaya.
Pengolahan ikan memiliki tujuan untuk menghambat pembusukan. Untuk memperpanjang
daya simpan ikan salah satunya dapat dilakukan melalui pengawetan, yaitu dengan cara
penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian dan pendinginan ikan baik
2

secara tradisional maupun secara modern. Selain itu terdapat suatu cara yang telah lama
digunakan untuk pengawetan ikan yaitu dengan cara fermentasi.
Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai kandungan gizi yang tinggi,
terutama sebagai sumber protein dalarn kebutuhan sehari-hari. Ikan mempunyai sifat yang
mudah rusak atau mernbusuk sehingga menyebabkan jangkauan pemasarannya terbatas.
Permasalahan tersebut memerlukan suatu penanganan atau pengolahan pasca panen yang
mernadai sehingga hasil penangkapan ikan sampai ke htangan konsumen dalam keadaan
yang segar dan jika dilakukan pengolahan ikan maka produk tersebut dapat diterima
konsurnen (Hadiwiyoto, 1993).
Proses pengolahan yang dapat meningkatkan daya awet ikan misalnya dengan
pengasapan, pendinginan dan pembekuan, penggaraman dan pengeringan, serta dengan
fermentas. Irawadi (1979), dalam Astawan, Herrnansyah, Sukarno & Suliantari (1999),
menyatakan fermentasi merupakan salah satu cara pengolahan ikan yang cukup penting,
karena dengan cara ini akan diperoleh produk-produk yang digemari oleh sebagian
masyarakat terutama karena bau dan rasanya yang khas. Proses f'ermentasi ikan bergaram,
yang berperan sebagai faktor pengawet bukan hanya garam tetapi juga asam-asam dan
senyawa lain yang dihasilkan oleh mikrobia,
Metode pengolahan ikan salah satunya adalah dengan cara fermentasi tradisional,
berbagai jenis produk fermentasi ikan dapat ditemukan di wilayah Indonesia. Produk
fermentasi mampu memberikan karakteristik unik tertentu. Dalam pengolahan fermentasi,
ada transformasi zat organik menjadi senyawa sederhana baik yang terjadi karena aksi
mikroorganisme atau oleh aksi enzim dari ikan itu sendiri. Pada saat yang sama, bau ikan dari
bahan awal berubah, begitu juga dengan rasa dan aroma dari makanan tertentu. Enzim
merupakan faktor utama yang berperan dalam mengubah tekstur dan memproduksi beberapa
rasa sedangkan mikroorganisme membantu dalam pengembangan aroma dan rasa.
Konsumsi

produk

fermentasi

ikan

di

Indonesia,

terutama

bertujuan

untuk

memperkenalkan rasa tertentu yang mendorong nafsu makan. Banyak produk fermentasi ikan
yang tersedia di Indonesia dan dapat memberikan rasa yang berbeda sehingga dapat
memenuhi berbagai selera konsumen. Sayangnya, sebagian besar produk fermentasi hanya
tersedia secara lokal. Dengan demikian, produk fermentasi pada satu provinsi akan sangat
sulit ditemukan di provinsi lain.
3

Produk fermentasi pada hasil perikanan dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu
berdasarkan bahan baku nya, tipe fermentasi, dan kondisi produk akhirnya. Bahan bakunya
bisa berasal dari perairan tawar dan laut, contoh produk fermentasi yang bahan bakunya
berasal dari perairan tawar adalah bekasam sedangkan produk fermentasi yang berasal dari
perairan laut adalah jambal roti, peda, ikan tukai, cincaluk, picungan, naniura, terasi dan
bekasang. Berdasarkan tipe fermentasi produk fermentasi dibedakan jadi 2, yaitu produk
fermentasi yang melibatkan ikan dan garam (peda, jambal roti, ikan tukai, bekasang, terasi,
and kecap ikan) dan produk fermentasi yang melibatkan ikan, karbohidrat dan garam
(bekasam, cincaluk, naniura, and picungan). Lalu berdasarkan kondisi produk akhirnya
produk fermentasi dibedakan menjadi 4 yaitu ikan kering seperti peda, jambal roti, dan ikan
tukai, ikan lembab seperti bekasam, naniura dan picungan, tumbukan ikan atau udang seperti
terasi dan yang terakhir adalah berbentuk cairan atau semi cair seperti kecap ikan, bekasang,
and cincaluk.
2.2 Fermentasi Produk Bekasam
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa
oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi,
terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam
lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.
Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi
adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga
dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang
umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan
minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang
keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk
fermentasi.
Fermentasi bekasam ikan dapat dilakukan secara tradisional dan pada umumnya
berlangsung secara spontan (tanpa inokulum). Oleh karena itu mikrobia dapat tumbuh sesuai
dengan perubahan lingkungannya. Hal ini menyebabkan kualitas produk fermentasi menjadi
kurang baik dan sering terkontaminasi oleh mikrobia patogen dan perusak, sehingga masa
simpan produk tersebut menjadi lebih pendek dan dapat berbahaya untuk dikonsumsi.

Kelemah-kelemahan inilah yang perlu diperbaiki sehingga dapat dibuat produk bekasam
dengan kualitas yang baik.
Berdasarkan prosesnya, fermentasi ikan dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu fermentasi
menggunakan kadar garam tinggi, asam organik, asam mineral dan fermentasi dengan
menggunakan bakteri asam laktat (Rahayu et al., 1992). Penggunaan bakteri asam laktat
dalam proses fermentasi merupakan cara yang relatif mudah, murah dan aman. Bakteri
tersebut dapat dirangsang pertumbuhannya dengan penambahan sumber karbohidrat dan
garam dalam jumlah yang optimum pada kondisi anaerobik. Contoh produk fermentasi hasil
perikanan yang sengaja ditambahkan garam dan sumber karbohidrat dalam proses
pembuatannya adalah bekasam (Candra, 2006).
Fermentasi terbagi menjadi dua, yaitu fermentasi spontan dan tidak spontan
(membutuhkan starter). Fermentasi spontan adalah fermentasi yang biasa dilakukan
menggunakan media penyeleksi, seperti garam, asam organik, asam mineral, nasi atau pati.
Media penyeleksi tersebut akan menyeleksi bakteri patogen dan menjadi media yang baik
bagi tumbuh kembang bakteri selektif yang membantu jalannya fermentasi. Fermentasi tidak
spontan adalah fermentasi yang dilakukan dengan penambahan kultur organisme bersama
media penyeleksi sehingga proses fermentasi dapat berlangsung lebih cepat (Rahayu et al.,
1992 dalam rejeki 2011).
Fermentasi bekasam merupakan fermentasi yang terjadi secara spontan, hanya
mengandalkan garam sebagai penyeleksi mikroorganisme (Rahayu, 2000). Mikroorganisme
yang tumbuh dengan keberadaan garam pada bekasam adalah bakteri asam laktat yang
termasuk pada golongan mikroorganisme amilotik. Menurut Pambayun dan Kurnia (1995),
amilum yang merupakan karbohidrat utama akan menjadi substrat awal bagi bakteri asam
laktat, kemudian dihidrolisis menjadi karbohidrat sederhana. Menurut Djafar (1997), bakteri
asam laktat mampu menghidrolisis berbagai monosakarida dan disakarida. Oleh sebab itu
digunakan sumber karbohidrat berupa tepung ketan, tepung meizena, tepung terigu, tepung
tapioka dan tepung beras (Kalista et al., 2012).
Bekasam adalah produk fermentasi ikan olahan dari ikan air tawar yang dapat ditemukan
di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Bekasam disajikan dengan cara mencampur
dengan cabai dan gula. Dalam pengolahan bekasam, selain penambahan garam, sumber
karbohidrat juga dimasukkan untuk merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat dengan
5

cara pembusukan menjadi senyawa sederhana. Sumber karbohidrat yang digunakan adalah
nasi, nasi bakar dan beras ketan (Wikandari et al, 2000).
Salah satu modifikasi pembuatan bekasam adalah dengan menggunakan metode dan suhu
fermentasi yang berbeda. Maksud dari metode ini adalah penggarama ian selama 24 jam
sebelum dicampur dengan sumber karbohidratnya (pra fermentasi) yang bertujuan untuk
mengurangi mikrobia kontaminan. Sedangkan suhu fermentasi yag dapat digunakan adalah
suhu rendah yang selain dari suhu ruang sehingga, yang diharapkan ada;lah bekasam dengan
karakteristik baik kimiawi, mikrobiologi, dan organoleptik yang berbeda (Widowati et al.,
2011).
Proses pembuatan bekasam sampai saat ini masih dilakukan secara tradisional dengan
menerapkan fermentasi spontan, yaitu bakteri yang berperan, pertumbuhannya dirangsang
dengan penambahan garam dan sumber karbohidrat dalam kondisi anaerobik. Proses seperti
ini dapat mengakibatkan jumlah dan jenis mikroba yang berperan aktif dalam bekasam
beraneka ragam, sehingga menyebabkan hasil yang diperoleh tidak seragam dan mutunya
tidak menentu (Winarno dan Fardiaz 1984 dalam Candra, 2006).
Pengolahan bekasam dilakukan dengan menambahkan sumber karbohidrat dalam kondisi
anaerobik. Karbohidrat didekomposisi melalui proses fermentasi menjadi gula-gula
sederhana kemudian dikonversi menjadi alkohol dan asam yang berperan sebagai pengawet
dan memberikan rasa dan bau spesifik pada bekasam (Irianto 2008). Selama proses
fermentasi, protein ikan akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida, kemudian
asam-asam amino akan terurai lebih 6 lanjut menjadi komponen-komponen lain yang
berperan dalam membentuk citarasa produk (Adawyah 2007). Kualitas produk-produk ikan
fermentasi dijaga untuk waktu yang relatif lama karena adanya penghambatan pertumbuhan
bakteri lain oleh hidrogen peroksida dan antibiotik yang dihasilkan oleh Lactobacilli (Irianto
2008 dalam Rejeki, 2011).Menurut Taufik (2007), bekasam dibuat dengan beberapa tahapan
yaitu penyiangan, pencucian ikan, pencampuran nasi dan garam ke dalam rongga perut ikan,
pemasukan ke dalam wadah tertutup dan difermentasi selama 7 (tujuh) hari. Selama proses
fermentasi kondisi harus tetap terkontrol dan tidak terdapat udara (Irawan, 1997). Bekasam
memiliki komposisi gizi yang cukup baik dan dikonsumsi sebagai pelengkap lauk pauk.
Bekasam belum cukup komersial dipasaran sebagai produk fermentasi, dibandingkan dengan
produk fermentasi lainnya, seperti kecap ikan dan peda.

Fermentasi bekasam merupakan fermentasi yang terjadi secara spontan, hanya


mengandalkan garam sebagai penyeleksi mikroorganisme (Rahayu, 2000). Mikroorganisme
yang tumbuh dengan keberadaan garam pada bekasam adalah bakteri asam laktat yang
termasuk pada golongan mikroorganisme amilotik. Menurut Pambayun dan Kurnia (1995),
amilum yang merupakan karbohidrat utama akan menjadi substrat awal bagi bakteri asam
laktat, kemudian dihidrolisis menjadi karbohidrat sederhana. Menurut Djafar (1997), bakteri
asam laktat mampu menghidrolisis berbagai monosakarida dan disakarida. Oleh sebab itu
digunakan sumber karbohidrat berupa tepung ketan, tepung meizena, tepung terigu, tepung
tapioka dan tepung beras.
Dalam pembuatan bekasam umumnya menggunakan ikan teri dan ikan tawes (Setiadi,
2001). Ikan yang digunakan pada penelitian Setiadi ini adalah ikan lele dumbo. Ikan lele
dumbo merupakan salah satu ikan air tawar yang memiliki ketersediaan cukup melimpah bagi
masyarakat dan belum digunakan dalam pembuatan bekasam. Ikan lele dumbo banyak
terdapat didaerah perairan umum, sawah, tambak juga kolam. Produksi ikan lele di Sumatera
Selatan pada tahun 2004 sebesar 51,000 ton meningkat menjadi 69,000 ton pada tahun 2005.
Kemudian pada tahun 2006, jumlah produksi ikan lele dumbo kembali mengalami
peningkatan menjadi 77,000 ton (DKP, 2008). Kombinasi antara sumber karbohidrat yang
berbeda dengan penggunaan ikan lele dumbo diharapkan dapat menghasilkan bekasam yang
baik dan meningkatkan nilai jual di masyarakat.
2.3 Proses Pembuatan Bekasam
Pengolahan bekasam dari ikan mas (Cyprinus carpio Linn) yang digambarkan oleh
Murtini (1992), pertama, kepala ikan dipenggal, dibuang sisiknya dan dibuang isi perutnya.
Lalu ikan kemudian dipotong menjadi bentuk kupu-kupu dan dicuci. Ikan yang sudah dicuci
lalu direndam dalam larutan air garam 16% selama 48 jam untuk mencegah penambahan
bobot. Ikan kemudian dikeringkan lalu dimasak nasi dan ketan, dengan berat hingga 50% dan
25% dari berat ikan yang digunakan. Akhirnya campuran ikan dan beras disegel di dalam
stoples plastik dan dibiarkan agar terjadi fermentasi selama seminggu atau lebih.
Dalam rangka meningkatkan kualitas bekasam (Murtini, et al 1997), menambahkan cairan
kubis dan acar daun Cina sebagai sumber bakteri asam laktat yang ada pada bekasam gurami.
Pada evaluasi sensori di indikasikan bahwa bekasam terbaik diproduksi dengan penambahan
acar daun Cina. Produk yang hamper serupa dengan bekasam dapat ditemukan di daerah Riau
7

dan Sumatera Utara namun pada proses pembuatan naniura ikan direndam dengan jus lemon
atau asam asetat 25% selama 3 jam. Setelah itu kemudian ditambahkan nasi liwet dan
dikemas agar tejadi reaksi fermentasi.
Afrianto dan Liviawaty (1989) menerangkan cara pembuatan bekasam yaitu sebagai
berikut:
1. Mula-mula ikan dikelompokkan berdasarkan jenis, ukuran, dan tingkat kesegarannya agar
diperoleh bekasam yang seragam dan bermutu baik.
2. Ikan disiangi, untuk ikan-ikan kecil cukup dicuci hingga bersih dari kemungkinan adanya
lendir maupun kotoran yang melekat.
3. Garam ditaburkan secara merata ke seluruh permukaan tubuh ikan. Selanjutnya ikan
disimpan ke dalam belanga selama 2 hari.
4. Ikan kemudian dibongkar dan ditaburkan nasi secara merata. Lalu dimasukkan kembali ke
dalam belanga selama 7-10 hari, sampai timbul bau dan cita rasa asam yang khas.
5. Ikan selanjutnya dipindahkan ke dalam wadah yang bersih dan dibiarkan selama 3 bulan
(proses pematangan).
6. Setelah dagingnya kenyal dan cita rasa asamnya merata, ikan sudah dapat dikonsumsi.
Fermentasi bekasam merupakan jenis fermentasi yang menggunakan kadar garam tinggi
yang melibatkan BAL (Anjarsari, 2010). Bahan-bahan yang digunakan dalam fermentasi
bekasam yaitu sebagai berikut.
1. Ikan
Ikan pada umumnya lebih banyak dikenal daripada hasil perikanan lainnya, karena
yang paling banyak ditangkap dan dikonsumsi (Hadiwiyoto, 1993) serta mengandung
protein yang tinggi (Adawyah, 2011). Menurut Hadiwiyoto (1993), hasil perikanan dapat
dibagi menjadi dua golongan yaitu hasil perikanan laut dan dan hasil perikanan darat
yang diperoleh dari sungai, kolam, danau, rawa, sawah atau semua hasil perikanan yang
hidupnya di air tawar. Ikan merupakan hasil perikanan yang mudah rusak. Menurut
Adawyah (2011), ikan memiliki kandungan air yang tinggi (80%), ph tubuh yang
mendekati netral, dan daging ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis
8

sehingga menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pengawetan dan atau pengolahan. Salah satu bentuk
pengawetan dan pengolahan yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan
ikan yaitu dengan mengolahnya menjadi bekasam.
Menurut Adawyah (2011), ikan yang dapat digunakan sebagai bahan baku bekasam
merupakan jenis ikan air tawar. Salah satu jenis ikan air tawar yang dapat diolah menjadi
bekasam adalah Ikan Wader. Ikan Wader biasanya hidup di parit-parit yang dangkal
hingga danau dan sungai yang mempunyai air jernih. Ikan Wader merupakan merupakan
kelompok ikan kecil yang biasanya hidup di permukaan dan lebih menyukai daerah yang
berarus tenang (Duya, 2008).
2. Garam
Garam (Nacl) adalah salah satu bahan pengawet yang banyak digunakan untuk
mengawetkan hasil perikanan (Hadiwiyoto, 1993). Garam bermanfaat untuk membatasi
pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan memberikan cita rasa pada
bekasam yang dihasilkan (Adawyah, 2011). Mekanisme pengawetan oleh garam
berlangsung melalui penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh
ikan akibat perbedaan konsentrasi. Cairan yang ke luar tersebut akan melarutkan kristal
garam dan partikel garam akan masuk ke dalam tubuh ikan. Partikel garam tersebut akan
menyerap cairan tubuh ikan dan cairan sel bakteri sehingga akan mengganggu proses
metabolisme bakteri. Hal tersebut dapat menyebabkan bakteri mengalami kekeringan dan
bahkan mengalami kematian (Adawyah, 2011).
Proses fermentasi sebaiknya menggunakan garam yang bermutu baik (garam dengan
kandungan nacl >90%). Secara umum garam terdiri atas 39,39% Na dan 60,69% Cl,
bentuk kristal seperti kubus dan berwarna putih (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Garam
yang baik adalah yang mengandung sedikit elemen Mg (Magnesium) dan Ca (kalsium).
Elemen tersebut dapat memperlambat penetrasi garam ke dalam tubuh ikan sehingga
terjadi proses pembusukan dan menyebabkan masalah dalam penyimpanan (Adawyah,
2011). Penggunaan garam demikian sangat menguntungkan, sebab penetrasinya ke
dalam tubuh ikan dapat berlangsung dengan cepat dan merata. Jumlah garam yang
digunakan cukup sekitar 20% agar bekasam yang dihasilkan tidak terlalu asin. Semakin
tinggi konsentrasi garam, semakin tinggi daya awetnya tetapi ikan menjadi terlalu asin
sehingga kurang disukai.
9

3. Sumber Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon, hidrogen dan
oksigen (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007). Secara umum terdapat tiga macam karbohidrat
berdasarkan jumlah monosakarida yang ada di dalam molekul karbohidrat, yaitu
monosakarida,

oligosakarida,

dan

polisakarida.

Karbohidrat

yang

tergolong

monosakarida diantaranya yaitu glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Karbohidrat yang


termasuk oligosakarida diantaranya yaitu sukrosa, laktosa, dan rafinosa. Karbohidrat dari
golongan oligosakarida termasuk karbohidrat sederhana yang lebih mudah dicerna,
contohnya yaitu sukrosa pada gula aren.
Sementara itu, karbohidrat yang tergolong polisakarida seperti pati, glikogen, dan
selulosa merupakan karbohidrat kompleks yang sukar terurai (Rochmi, 2013). Sumber
karbohidrat untuk fermentasi terbatas dalam tubuh ikan sehingga diperlukan tambahan
karbohidrat dari luar (Murtini dkk., 1997). Karbohidrat dalam tubuh ikan kebanyakan
berbentuk polisakarida yaitu glikogen (Hadiwiyoto, 1993). Nasi dan gula aren
merupakan sumber karbohidrat yang digunakan pada proses fermentasi joruk. Godam
(2012) melakukan penelitian terhadap 100 gram nasi, dengan jumlah yang dapat
dimakan yaitu 100%. Komposisi nilai gizi nasi dapat dilihat pada Tabel 1:
Kandungan Gizi

Nilai

Satuan

Energi

178

Kkal

Protein

2,1

Karbohidrat

40,6

Lemak

0,1

Kalsium

Mg

Fosfor

22

Mg

Zatbesi

Mg

Vitamin B1

0,02

Mg

10

Tabel 1..Komposisi nikai gizi nasi (100 g)


Sumber karbohidrat selain nasi yang dapat digunakan ialah gula aren. Gula aren
adalah produk hasil pemekatan nira aren dengan pemasakan (Baharuddin dkk., 2007).
Sukrosa pada gula aren merupakan karbohidarat jenis disakarida, gula tersebut adalah
gabungan dua gula yang sederhana yaitu glukosa dan fruktosa. Proses pemecahan sukrosa
menjadi fruktosa dan glukosa oleh enzim invertase disebut dengan sakarifikasi (Goutara
dan Wijandi, 1980).
Selanjutnya, gula kompleks yang telah diubah menjadi gula sederhana berupa
monosakarida diubah oleh bakteri asam laktat menjadi asam-asam organik. Gula aren
merupakan pemanis yang bahan dasarnya alami yaitu aren. Menurut Lempang (2012), gula
aren merupakan salah satu olahan makanan yang bersumber dari hasil pengolahan air nira
dari tandan bunga jantan pohon aren. Pengolahan nira hingga menjadi gula aren melalui
proses perebusan hingga nira berubah menjadi cairan kental dan berwarna pekat. Gula aren
mengandung beberapa unsur makro dan mikro nutrien yang diperkirakan kandungan
keduanya dalam gula aren lebih tinggi dibandingkan gula putih. Menurut Baharuddin dkk.
(2007), gula aren juga mempunyai kelebihan yaitu memiliki aroma yang lebih harum.
Komposisi nilai gizi gula aren dapat dilihat pada tabel 2. komposisi nilai gizi gula aren
(100 g) (Andry, 2006).

Kandungan Gizi

Nilai

Satuan

Energi

368

Kkal

Karbohidrat

95

Kalsium

75

Mg

Fosfor

35

Mg

Zatbesi

Mg

tabel 2. komposisi nilai gizi gula aren (100 g)


Proses fermentasi bekasam ikan mujair diawali dengan penggaraman yang bertujuan untuk
menurunkan jumlah bakteri perusak maupun bakteri patogen. Selain itu bakteri yang bersifat
11

halofil atau tahan terhadap kondisi garam dan acidofil atau tahan terdapat kondisi asam,
diharapkan masih dapat tumbuh karena akan berperan dalam proses fermentasi selanjutnya.
Di dalam fermentasi tersebut ditambahkan sumber karbohidrat yaitu nasi yang bertujuan
sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan mikrobia yang diharapkan, sehingga dapat
menunjang dalam proses fementasi. Konsentrasi garam yang digunakan adalah sebanyak 10
%, hal ini dilakukan karena pada proses pembuatan bekasam ingin diketahui pengaruh bakteri
asam laktat dan bukan pengaruh garam. Konsentrasi garam sebesar 10% dapat menekan dan
membunuh bakteri pembusuk pada ikan. Telah diketahui bahwa garam merupakan pengawet
yang sangat baik. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka produk yang dihasilkan
akan semakin baik, tetapi akan mengurangi rasa produk yang dihasilkan, selain itu produk
akan memiliki rasa yang sangat asin, akibatnya akan mengurangi tingkat kesukaan para
konsumen.
Adapun cara kerja yang akan dilakukan dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan,
yaitu sebagai berikut (Taufik, 2007 dan Aryanto, 2008). Diawali dengan penyiapan bahan
penyampur. Masing-masing sumber karbohidrat (tepung ketan, tepung meizena, tepung
terigu, tepung tapioka dan tepung beras) 40% dari berat ikan dipersiapkan ke dalam wadah,
lalu ditambahkan air dengan perbandingan 1:5 diaduk sampai homogen. Adonan dipanaskan
sampai terjadi gelatinisasi sempurna yang ditandai dengan adonan yang kalis. Adonan
berwarna putih jernih dari adonan awal. Adonan didinginkan pada suhu kamar dan tepung
siap digunakan dalam pembuatan bekasam.
Selanjutnya adalah cara pembuatan bekasam. Ikan lele segar disiangi (buang isi perut, sirip
dan insang), kemudian dicuci dengan air mengalir, ditimbang dan dicatat dengan berat 500
g. Masing-masing sumber karbohidrat (tepung ketan, tepung meizena, tepung terigu, tepung
tapioka dan tepung beras) sesuai perlakuan dan garam 10% dari berat ikan dicampur hingga
homogen dan dibalurkan pada seluruh permukaan tubuh ikan dan juga kedalam rongga perut
ikan, agar fermentasi terjadi pada seluruh bagian tubuh ikan.Kemudian dimasukkan dalam
wadah yang tertutup rapat dan di fermentasi selama 7 hari.
Bekasam yang dihasilkan kemudian dianalisis kadar air, kadar abu (AOAC, 1995), kadar
N-amino, kadar asam total (Sudarmadji et al., 1997), nilai ph (Apriyantono et al, 1989), total
bakteri (SNI 01-2332-3-2006).
Proses fermentasi pada pekasam ikan agak berbeda, yaitu dilakukan bersamaan dengan
proses fermentasi nasi (karbohidrat). Dalam hal ini nasi sengaja ditambahkan ke dalam
12

toples untuk digunakan sebagai sumber energi oleh mikroorganisme yang berperan dalam
proses fermentasi daging ikan. Dari hasil fermentasi karbohidrat segera terbentuk beberapa
senyawa alkohol, seperti etil akohol, asam laktat, asam asetat, dan asam propionat yang dapat
berfungsi sebagai pengawet terhadap daging ikan. Dengan adanya senyawa tersebut ikan
pekasam dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama tanpa bnayak perubahan kualitas.
Karena selama proses pembuatan pekasam terjadi pula fermentasi karbohidrat, pekasam yang
dihasilkan serupa dengan ikan peda yang mempunyai aroma dan rasa alkohol.
Bekasam yang dihasilkan mempunyai karakteristik daging ikan seperti ikan segar dengan
daging ikan yang semakin kenyal, rasa asam asin khas bekasam dengan aroma
tertentu.Bekasam hampir serupa dengan beberapa produk fermentasi ikan yang dijumpai di
beberapa negara lainnya seperti, burong isda, burong bangus (Philipina), pla-ra, pla-chom,
som-fak (Thailand), heshiko, nakazuke (Jepang).
2.4 Mikroorganisme pada Pembuatan Bekasam
Upaya yang dilakukan untuk meningkatan mutu produk yaitu dengan meningkatkan
jumlah bakteri yang diharapkan untuk berperan dalam proses fermentasi, yang dapat
dilakukan dengan penambahan kultur atau starter. Dalam hal ini bakteri yang berperan dalam
proses fermentasi adalah kelompok bakteri asam laktat.
Dengan adanya penambahan kultur bakteri asam laktat diharapkan kualitas produk dalam
segi keawetan meningkat dan dapat dikurangi tingkat cemaran bakteri baik bakteri perusak
maupun bakteri patogen. Selama proses fermentasi, bakteri asam laktat menghasilkan asam
laktat sebagai produk utama, dan asam yang dihasilkan dapat menurunkan ph sehingga
menghambat perkembanganb akteri yang hidup pada suasana netral maupun alkalis. Selain
itu bakteri asam laktat juga mampu menghasilkan senyawa-senyawa lain yang tergolong
sebagai senyawa antimikrobia seperti hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin, sehingga
makanan hasil fermentasi oleh bakteri asam laktat mempunyai masa simpan lebih lama atau
lebih awet.
Bakteri asam laktat adalah mikroba dominan yang ditemukan dalam fermentasi ikan.
Bakteri asam laktat mempunyai peran penting dalam fermentasi makanan yang menyebabkan
perubahan aroma dan tekstur bersamaan dengan pengaruh pengawetan dengan hasil
peningkatan daya awet pada produk akhir. Keawetan ini disebabkan karena bakteri asam
laktat berkontribusi dalam menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen.
13

Hambatan ini karena bakteri asam laktat dapat memproduksi beberapa metabolit seperti asam
organik (asam laktat dan asetat), hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin (Desniar et al.,
2012).
Bakteri asam laktat penghasil antimikroba dapat digunakan sebagai kultur pencegah
untuk keamanan makanan secara mikrobiologi dan juga memainkan peran penting dalam
pengawetan makanan fermentasi. Akan tetapi informasi tentang aplikasi bakteri asam laktat
asal produk fermentasi ikan, khususnya produk bekasam ini masih terbatas, karena belum
banyak yang diketahui tentang senyawa-senyawa aktimikroba yang dihasilkan oleh bakteri
asam laktat tersebut (Desniar et al., 2012).
Berdasarkan hasil metabolismenya golongan bakteri ini dibagi menjadi dua kelompok
besar yaitu homofermentatif seperti Lactobacillus plantarum, L. Bulgaris, Streptococcus
faecalis, Pediococcus acidilactici dan heterofermentatif seperti bakteri Lactobacillus brevis,
L. Fermentum, dan Leuconostoc mesentroides. Kelompok homofermentatif terutama hanya
menghasilkan asam laktat, sedangkan kelompok heterofermentatif selain hanya menghasilkan
asam laktat juga menghasilakn CO2, etanol, dan asam asetat.
Perbedaan kedua kelompok bakteri ini didasarkan juga pada kemampuan bakteri asam
laktat dalam menghasilkan enzim fruktosa difosfat aldolase. Bakteri asam laktat
homofermentatif mampu menghasilkan enzim yang biasa disebut dengan fruktosa difosfat
aldolase, sedangkan bakteri asam laktat heterofermentatif tidak mampu menghasilkan enzim
fruktosa difosfat aldolase Tetapi bakteri asam laktat heterofermentatif mampu menghasilkan
glukosa 6-fosfat dehidrogenase dan 6-fosfoglukonat dehidrogenase sehingga mempunyai
jalur pembentukan asam laktat yang berbeda (Lwalata, 2001).
Fermentasi asam laktat terbagi menjadi dua jenis, yaitu homofermentatif (sebagian besar
hasil akhir merupakan asam laktat) dan heterofermentatif (hasil akhir berupa asam laktat,
asam asetat, etanol dan CO2). Secara garis besar, keduanya memiliki kesamaan dalam
mekanisme pembentukan asam laktat, yaitu piruvat akan diubah menjadi laktat (atau asam
laktat) dan diikuti dengan proses transfer elektron dari NADH menjadi NAD+. Pola
fermentasi ini dapat dibedakan dengan mengetahui keberadaan enzim-enzim yang berperan di
dalam jalur metabolisme glikolisis.
Pada heterofermentatif, tidak ada aldolase dan heksosa isomerase tetapi menggunakan
enzim fosfoketolase dan menghasilkan CO2. Metabolisme heterofermentatif dengan
14

menggunakan heksosa (golongan karbohidrat yang terdiri dari 6 atom karbon) akan melalui
jalur heksosa monofosfat atau pentosa fosfat.Sedangkan homofermentatif melibatkan
aldolase dan heksosa aldolase namun tidak memiliki fosfoketolase serta hanya sedikit atau
bahkan sama sekali tidak menghasilkan CO2. Jalur metabolisme dari yang digunakan pada
homofermentatif adalah lintasan Embden-Meyerhof-Parnas. Beberapa contoh genus bakteri
yang merupakan bakteri homofermentatif adalah Streptococcus, Enterococcus, Lactococcus,
Pediococcus, dan Lactobacillus; sedangkan contoh bakteri heterofermentatif adalah
Leuconostoc dan Lactobacillus.
Karakteristik umum bakteri asam laktat yaitu tergolong bakteri gram positif, berbentuk
batang atau bulat, katalase negatif dan oksidase atau positif. Bakteri asam laktat tidak
membentuk spora, pada umumnya tidak motil tetapi ada beberapa yang motil. Bakteri ini
bersifat mikroaerofilik hingga anaerob, membentuk asam dan dapat tumbuh pada kisaran
suhu 15 0C-45 0C. Sifat-sifat khusus bakteri asam laktat adalah mampu tumbuh pada
lingkuangan yang memiliki kadar gula, alkohol dan garam yang tinggi, tumbuh pada ph 3,88,0 serta mampu memfermentasi monosakarida dan disakarida (Kuswanto dan Sudarmadji,
1988).
Sebagian besar bakteri asam laktat dapat tumbuh sama baiknya di lingkungan yang
memiliki dan tidak memiliki O2 (tidak sensitif terhadap O2), sehingga termasuk anaerob
aerotoleran. Bakteri yang tergolong dalam bakteri asam laktat memiliki beberapa
karakteristik tertentu yang meliputi: tidak memiliki porfirin dan sitokrom, katalase negatif,
tidak melakukan fosforilasi transpor elektron, dan hanya mendapatkan energi dari fosforilasi
substrat. Hampir semua bakteri asam laktat hanya memperoleh energi dari metabolisme gula
sehingga habitat pertumbuhannya hanya terbatas pada lingkungan yang menyediakan cukup
gula atau bisa disebut dengan lingkungan yang kaya nutrisi. Kemampuan mereka untuk
mengasilkan senyawa (biosintesis) juga terbatas dan kebutuhan nutrisi kompleks bakteri asam
laktat meliputi asam amino, vitamin, purin, dan pirimidin.
Berdasarkan studi genetika, beberapa sifat bakteri asam laktat yang berhubungan dengan
fermentasi cenderung disandikan oleh gen-gen diplasmid (DNA ekstrakromosomal). Sifatsifat yang dimaksud meliputi produksi proteinase, metabolisme karbohidrat, transpor sitrat,
produksi eksopolisakarida, produksi bakteriosin, dan resistensi terhadap bakteriofag. DNA
plasmid dapat ditransfer antarbakteri dengan beberapa mekanisme, seperti konjugasi yang
umum terjadi pada Lactococcus sehingga sifat-sifat tersebut dapat menyebar.
15

Menurut Kuswanto dan Sudarmadji (1989), golongan bakteri asam laktat yang berperan
dalam

proses

fermentasi

yaitu

Genus

Streptococcus,

Pediococcus,

Leuconostoc,

Lactobacillus, Carnobacterium, dan Bifidobacterium. Genus Streptococcus dibedakan atas


empat golongan yaitu galangan pyogenic yang bersifat pathogen, golongan viridians,
golongan lactic, dan golongan enterococcus yang bersifat tahan terhadap panas dan
proteolitik asam.
A. Genus Pediococcus memiliki sel yang berbentuk bulat terpisah-pisah atau
berpasangan. Golongan bakteri ini bersifat garam positif, katalase negatif dan
mikroaerofilik dan tergolong kelompok bakteri homofermentatif.
B. Genus Leuconostoc bersifat heterofermentatif, dapat menghasilkan komponen diasetil
yang berguna untuk pembentukan cita rasa makanan. Golongan bakteri ini memiliki
daya toleran pada kadar garan tertentu dan kadar gula tinggi (55-60%), dapat
mennghasilkan gas CO2 dan membentuk lendir.
C. Genus Lactobacillus memiliki bentuk batang panjang dan membentuk rantai, dapat
bersifat homofermentatif dan heterofermentatif. Berdasarkan daya toleransi terhadap
suhu, golongan bakteri ini dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu golongan yang
tumbuh pada suhu 37-45,5 0C dan yang tumbuh pada 28-32,5 0C. Umumnya bakteri
ini tidak mampu mensintesis vitamin dan tahan terhadap panas.
D. Genus Lactococcus tergolong bakteri garam positif, bersifat fakultatif anaerob, tidak
motil, tanpa kapsul, kemampuan katalase dan oksidase negatif, tumbuh optimum pada
suhu 30 0C dan pada kondisi 0,5% nacl. Bakteri ini memanfaatkan senyawa kimia
dengan menguraikannya secara fermentasi. Salah satunya adalah memfermentasi
karbohidarat dengan sebagian besar produk yang dihasilkan asam laktat tetapi tidak
berbentuk gas.
E. Genus Carnobacterium termasuk bakteri gram positif, metal red positif, dapat atau
tidak dapat bergerak. Bakteri ini tidak mengahsilkan spora, produksi kimia bersifat
heterofermentatif, memproduksi sebagian besar asam laktat dan glukosa. Sifat
fisiologi dan biokimia bakteri ini adalah katalase negatif, oksidase positif. Bakteri ini
tumbuh optimum pada suhu 30 0C dan tumbuh baik pada kondisi nacl 1-7%.
F. Genus Bifidobacterium tergolong bakteri gram positif, sel tersusun tunggal, bentuk
berpasangan dalam bentuk V, kadang berbentuk rantai, tidak motil, tidak berspora,
fakultatif anaerob. Sebagian kecil spesies ini dapat tumbuh di udara dengan CO2
10%, tumbuh pada kisaran ph 4,5-8,5, kemoorganotrof, aktif memfermentasi
karbohidrat dengan memproduksi sebagian besar asam asetat dan asam laktat dengan

16

perbandingan 3:2, tidak memproduksi CO2, katalase negatif dan oksidase positif.
Bakteri ini tumbuh optimumpada suhu 37-41 0C.
Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang mempunyai kemampuan untuk
membentuk asam laktat sebagai hasil utama dari metabolisme karbohidrat. Asam laktat yang
dihasilkan dengan cara tersebut akan menurunkan nilai ph dari lingkungan pertumbuhannya,
menimbulkan rasa asam serta menghambat pertumbuhan dari beberapa jenis mikroorganisme
lainnya (Buckle, 1987). Bakteri asam laktat mampu mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi
asam laktat. Bakteri asam laktat juga menghasilkan senyawa tertentu yang dapat
meningkatkan nilai organoleptik makanan dan minuman, termasuk rasa dan bau yang
mengundang selera serta memperbaiki penampilan (Suriawiria, 2003).
Pemanfaatan bakteri asam laktat oleh manusia telah dilakukan sejak lama, yaitu untuk
proses fermentasi makanan. Bakteri asam laktat banyak digunakan untuk pengawetan dan
memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Bakteri
asam laktat mampu memproduksi asam laktat sebagai produk akhir perombakan karbohidrat,
hidrogen peroksida, dan bakteriosin. Dengan terbentuknya zat antibakteri dan asam maka
pertumbuhan bakteri pathogen seperti Salmonella dan E. Coli akan dihambat sehingga dia
tidak akan tumbuh (Afrianto, dkk., 2006).
Bakteri asam laktat mempunyai peranan esensial yang hampir dalam semua proses
fermentasi makanan dan minuman. Peran utamanya adalah untuk pengasaman bahan mentah
dengan memproduksi sebagian besar asam laktat, sebagian kecil asam asetat, etanol, dan CO2
(Nur, 2005).
Berdasarkan hasil metabolismenya golongan bakteri ini dibagi menjadi dua kelompok
besar yaitu homofermentatif seperti Lactobacillus plantarum, L. Buulgaris, Streptococcus
faecalis, Pediococcus acidilactici dan heterofermentatif seperti bakteri Lactobacillus brevis,
L. Fermentum, dan Leuconostoc mesentroides. Kelompok homofermentatif terutama hanya
menghasilkan asam laktat, sedangkan kelompok heterofermentatif selain hanya menghasilkan
asam laktat juga menghasilakn CO2, etanol, dan asam asetat (Suharni, 1999).
Efektivitas bakteri asam Laktat dalam menghambat bakteri pembusuk dipengaruhi oleh
kepadatan bakteri asam laktat, strain bakteri asam laktat, dan komposisi media. Selain itu,
produki substansi penghambat dari bakteri asam laktat dipengaruhi oleh media pertumbuhan,
ph, dan temperatur lingkungan (Fardiaz, 1992).
17

Pada dasarnya pembuatan bekasam adalah salah satu upaya pengawetan ikan yang
memanfaatkan bakteri asam laktat. Penelitian tentang bakteri asam laktat pada produk
fermentasi berkembang dengan ditemukannya beberapa manfaat bakteri asam laktat dalam
bahan pangan antara lain penghasil bakteriosin dan manfaat lainnya dalam memberikan efek
Bakteri asam proteolitik bekasam 121 fisiologis tertentu yang membawa manfaat bagi
kesehatan antara lain sebagai antikolesterol, mencegah kanker, dan antihipertensi. Aktivitas
antihipertensi produk fermentasi berkaitan dengan adanya aktivitas proteolitik baik oleh
enzim indogenus, ataupun aktivitas enzim proteolitik bakteri asam laktat. Beberapa jenis
bakteri asam laktat diketahui mempunyai aktivitas proteolitik. Bakteri asam laktat L.
plantarum, L. brevis, Pediococcus dan L. ssp. Yang diisolasi dari pla-ra diketahui mempunyai
aktivitas proteolitik (Vichasilp et al. 2008). Pediococcus acidilactici ATCC 8042 juga
menunjukkan aktivitas proteolitik ekstraseluler (Adriana et al. 2008).
Walaupun sifat antihipertensi lebih banyak diteliti pada produk susu fermentasi, tetapi
beberapa penelitian menunjukkan bahwa produk fermentasi laktat pada ikan juga
menunjukkan efek antihipertensi.
BAL juga dapat ditemukan pada pekasam Ale-ale yang merupakan makanan fermentasi
khas ketapang, Kalimantan Barat. Studi formulasi pekasam ale-ale skala laboratorium telah
dilakukan oleh Nopianti (2012). Salah satu mikroba yang dihitung jumlahnya dalam
penelitian tersebut adalah BAL, tapi belum dikarakterisasi. Karakteristik BAL dapat
menunjukkan potensinya sebagai penghasil senyawa antimikroba yang berhubungan dengan
perannya dalam pengawetan makanan fermentasi dan sebagai agen probiotik (Purwandhani,
2007). BAL dapat menghasilkan asam-asam organik (Nur, 2005) yang berpengaruh terhadap
cita rasa produk fermentasi. Adanya aktivitas enzim yang dimiliki oleh BAL juga dapat
mempengaruhi perubahan tekstur produk fermentasi (Wouters et al., 2002).

18

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah teknik fermentasi materi bekasam adalah sebagai berikut :

Munculnya olahan fermentasi merupakan bagian dari diversifikasi produk perikanan,


karena selama ini diversifikasi produk perikanan hanya pengasapan, pengasinan.
Dengan cara ini akan diperoleh produk-produk yang digemari oleh sebagian
masyarakat terutama karena bau dan rasanya yang khas. Proses f'ermentasi ikan
bergaram juga akana menambaha daya awet produk, karena bukan hanya garam yang
embunuh bakteri tetapi juga asam-asam dan senyawa lain yang dihasilkan oleh

mikrobia.
Metode fermentasi yang diterapkan pada bekasam selama ini masih tradisional,
fermentasi yang terjadi secara spontan. Hanya mengandalkan garam sebagai
penyeleksi mikroorganisme. Mikroorganisme yang tumbuh dengan keberadaan garam
pada bekasam adalah bakteri asam laktat yang termasuk pada golongan
mikroorganisme amilotik. Proses seperti ini dapat mengakibatkan jumlah dan jenis
mikroba yang berperan aktif dalam bekasam beraneka ragam, sehingga menyebabkan

hasil yang diperoleh tidak seragam dan mutunya tidak menentu.


Bakteri yang terkandung dalam bekasama dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
homofermentatif seperti Lactobacillus plantarum, L. Bulgaris, Streptococcus faecalis,
Pediococcus acidilactici dan heterofermentatif seperti bakteri Lactobacillus brevis, L.
Fermentum, dan Leuconostoc mesentroides. Kelompok homofermentatif terutama
hanya menghasilkan asam laktat, sedangkan kelompok heterofermentatif selain hanya
menghasilkan asam laktat juga menghasilakn CO2, etanol, dan asam asetat.

3.2 Saran
Makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, diperlukan adanya revisi dan kajian
lebih dalam tentang bekasam. Referensi juga perlu ditambahkan, karena dalam makalah ini

19

masih sedikit literatur yang di gunakan. Sehingga, makalah bisa lebih kompleks untuk
bahasan bekasam.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E., dan E. Liviawaty .1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius,
Yogyakarta.
Afrianto, E., E. Liviawaty., dan I. Rostini. 2006. Pemanfaatan Limbah Sayuran untuk
Memproduksi Biomasa Lactobacillus plantarum sebagai Bahan Edible Coating dalam
Meningkatkan Masa Simpan Ikan Segar dan Olahan,.Laporan Akhir: Unpad.
Astawan, M., Hermansyah, Sukarno & Suliantari. 1999. Pengaruh Konsentrasi Garam,
Karbohidrat dan Lama Penyimpanan terhadap Mutu Bekasam Kering dari lkan Mas
(Cyprinus carpio L). Kumpulan Jurnal Seminar Teknologi Pangan. Perhimpunan Ahli
Teknologi Pangan Indonesia, Jakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wooton.1987. Ilmu Pangan. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Candra, Joddy Iryadi. 2006. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Produk
Bekasam Ikan Bandeng (Chanos chanos). IPB : Bogor.
Desniar, Rusmana Iman ., Suwanto A., dan Rachmania N.M.2012. Senyawa Antimikroba
yang Dihasilkan oleh Bakteri Asam Laktat Asal Bekasam. Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hadiwiyoto. S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Lyberty: Yogyakarta.
Irawan, A. 1997. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan Cara Mengolah dan Mengawetkan
Secara Tradisional dan Modern. CV Aneka. Solo.
Kalista, Ayu, Gus Supriadi, dan Siti Hanggita Rachmawati J. 2012. Bekasam Ikan Lele
Dumbo (Clarias Gariepinus) Dengan Penggunaan Sumber Karbohidrat Yang
Berbeda. Universitas Sriwijaya: Palembang.

20

Kuswanto, K.R., dan Slamet Sudarmadji. 1988. Proses-Proses Mikrobiologi Pangan. PAU
Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 160 hlm.
Kuswanto, K.R., dan Slamet Sudarmadji. 1989. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi
Universitas Gadjah Mada.
Lawalata, H.J. 2001. Fermentasi Bekasang oleh Bakteri Asam Laktat dengan Jeroan Ikan
Tongkol (Euthynnus affinis) Sebagai Substrat. Thesis Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.
Murtini, J.T, Yuliana, E., Nujanah and Nasran, S. 1997. Effects of Addition of Lactic Acid
Bacteria Starter in the Processing of Spotted Gouramy (Trichogaster trichoptew)
Bekasam on its Quality and Shelflife. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia I11 (2): 7182 (In Indonesian).
Nopianti.2012. Pengaruh Penambahan serbuk Bawang Putih (Allium sativum) terhadap
Karakteristik Pekasam Ale-ale Khas Kalimantan Barat (Skripsi).
Nur, H.S.2005. Pembentukan Asam Organik oleh Isolat Bakteri Asam Laktat Pada Media
Ekstrak Daging Buah Durian (Durio zibethinus). J. Bioscientiae, vol: 2Taufik, M.
2007. Karakteristik kimiawi, mikrobiologis dan organoleptik bekasam dengan variasi
konsentrasi penggaraman dan suhu fermentasi. Skripsi. Universitas Sriwijaya. 70 hlm.
Indralaya.
Pambayun, R.Y., Kurnia. 1995. Bekasam : makanan fermentasi tradisional Indonesia nilai
gizi dan kajian manfaatnya. Kumpulan Jurnal Widya Karya Nasional Khasiat Makanan
Tradisional. Vol. 13:417-421.
Purwandhani, S.N dan Endang, S.R., 2007, Isolasi dan Seleksi Lactobacillus yang Berpotensi
sebagai Agen Probiotik, Agritech, Vol.23 No. 2, 67-74.
Rahayu, W.P., Budiarto Suliantari dan Fardiaz. 1992. Teknologi Fermentasi Produk
Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rejeki, Yulianti Sri. 2011. Pengaruh Kondisi Kultivasi terhadap Produksi Antibakteri dari
Bakteri Asam Lktat asal Bekasam Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus). IPB:
Bogor.
Setiadi, A.N. 2001. Mempelajari kegunaan cairan pikel ketimun sebagai sumber bakteri asam
laktat pada pembuatan bekasam ikan tawes (Puntius javanicus). Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. 80 hlm. Bogor.
21

Suharni, T.T., A. Endang Sutarningsih Soetarto., Sri Yuni Nastiti, 1999. Mikrobiologi. UGM:
Yogyakarta.
Suriawiria, H. U. 2003. Bakteri Asam Laktat Penghambat Kolesterol. Artikel dalam www.
Kompas. Com/inspirasi (05 November 2007). Diakses pada hari Kamis, tanggal 21
Oktober 2015 pukul 15.00 WIB.
Widowati, Tri Wardani, Muhammad Taufik, dan Agus Wijaya.. 2011. Pengaruh Fermentasi
Garam Terhadap Karakteristik Kimiawi dan Mikrobiologis Bekasam Ikan Patin.
Universitas Sriwijaya: Palembang
Wikandari, dkk. 2000. Potensi Bekasam Bandeng (Chanos chanos) sebagai Sumber
Angiotensin I Converting Enzyme Inhibitor. Fakultas MIPA, Universitas Negeri
Surabaya: Surabaya.
Wouters, J.T.M., Ayad, E.H.E., Hugenholtz,J. and Smit, G., 2002, Microbes from Raw Milk
for Fermented Dairy Products, International Dairy Journal, 12. 19-109

22

Anda mungkin juga menyukai