Anda di halaman 1dari 5

Kebijakan dan Strategi Pengolahan Pasca Panen Tradisional Hasil Pertanian, Kehutanan,

dan Perikanan

A. Kebijakan dan stretegi pengolahan pasca panen tradisional hasil pertanian antara Desa
Kasakamu, Kecamatan Kusambi, Kabupaten Muna Barat dan Kabupaten Lampung Selatan
Jagung adalah salah satu produk hasil pertanian yang banyak dijumpai di Indonesia.
Setiap daerah memiliki proses penanganan pascapanen yang berbeda – beda. Salah satu daerah
penghasil jagung adalah Kabupaten Lampung Selatan. Penanganan pascapanen dimulai setelah
jagung dipanen. Proses pertama yang dilakukan adalah pengeringan. Proses ini dilakukan dengan
2 keadaan yaitu saat sebelum pemipilan dan setelah pemipilan. Proses pengeringan dilakukan
dengan cara dijemur di bawah sinar matahari. Proses pemipilan dilakukan dengan menggunakan
alat, seperti sepeda, ban atau mesin khusus. Proses penyimpanan jagung dilakukan dengan 2 cara
yaitu penyimpanan jagung tongkol berklobot di para-para dan penyimpanan jagung pipilan
menggunakan karung maksimal 2 bulan (Darwis, 2018).
Daerah lain yang memproduksi jagung adalah di Desa Kasakamu, Kecamatan Kusambi,
Kabupaten Muna Barat. Proses penanganan pascapanen jagung pada daerah ini masih memegang
kebudayan nenek moyang dan kearifan lokal. Proses ini dimulai dengan menentukan hari yang
baik untuk memanen jagung oleh parika. Parika adalah salah seorang warga desa yang dituakan
dan membaca mantra di hampir semua tahapan bertani. Proses penentuan hari yang baik untuk
panen dinamakan dengan detongka. Setelah hari baik untuk memanen ditentukan, para petani akan
memanen jagung pada saat itu juga. Setelah itu, petani akan memotong tangkai buah jagung
sebagai tahap awal penanganan pascapanen. Proses ini dinamakan dengan depinde. Kemudian
jagung yang sudah bersih akan disimpan di tempat yang tidak lembab seperti di bawah atap rumah
atau di tempat – tempat tinggi. Tujuan dari penyimpanan ini adalah untuk menghindari serangan
binatang dan jagung. Sebelum menyimpan jagung, jagung harus diberi mantra oleh parika. Proses
ini dinamakan dengan desoria. Sebagian hasil panen pertama diserahkan kepada seorang Tonaas
untuk memulai atau memimpin ritual mauru sebagai ucapan terima kasih kepada Tuhan dan bentuk
penghormatan terhadap tonaas dan nenek moyang. Tonaas adalah salah seorang warga desa yang
dituakan dan dapat berkomunikasi dengan alam gaib (Damrin dkk., 2018).
Perbedaan yang paling menonjol antara kedua kebijakan penangganan pascapanen ini
penanganan pascapanen di Desa Kasakamu masih sangat terikat dengan tradisi dan kebudayaan
nenek moyang. Sedangkan yang di Kabupaten Lampung Selatan sudah dicampur dengan teknologi
modern. Perbedaan yang kedua adalah tempat penyimpanan jagung. Di Kabupaten Lampung
Selatan, jagung disimpan di dalam para – para atau karung. Sedangkan di Desa Kasakamu, jagung
disimpan di bawah atap atau di tempat – tempat yang tinggi. Perbedaan – perbedaan ini disebabkan
karena karakteristik wilayah Kabupaten Muna Barat masih sangat menjaga kebudayaan dan tradisi
yang diwariskan dari nenek moyang.

B. Kebijakan dan stretegi pengolahan pasca panen tradisional hasil kehutanan antara Desa
Tunggul Boyok, Kecamatan Bonti, Kabupaten Sanggau dan Desa Cilengkrang, Kecamatan
Cilengkrang, Kabupaten Bandung.
Indonesia terkenal akan hasil hutannya yang melimpah. Salah satu produk hasil hutan non
kayu adalah madu. Madu hampir dapat dijumpai di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu daerah
penghasil madu adalah Desa Tunggul Boyok, Kecamatan Bonti, Kabupaten Sanggau. Untuk dapat
memanen madu masyarakat Desa Tunggul Boyok melalukan upacara / adat istiadat seblum dan
sesudah panen. Upacara dimulai dengan menggosok – gosokkan jeruk nipis ke seluruh anggota
badan dan membacakan mantra untuk meminta izin Dayang Sebunai untuk dapat memanen madu.
Dayang Sebunai adalah seorang manusia yang dipercayai warga sekitar sebagai penjelmaan pohon
tampang. Setelah itu dilakukan pemanenan madu oleh pemanen madu. Proses diawali dengan
pemanen madu membuat kelompok sehabis matahari terbenam. Kemudian dialakukan pembagian
tugas ke 3 kelompok kecil. Kelompok kecil tadi terdiri dari kelompok pembuat tebaok (suluh untuk
mengusir lebah), kelompok pembuat jatak (tangga untuk naik ke pohon tampang), dan kelompok
yang menyiapkan makanan. Setelah itu kelompok pemanen madu makan bersama sebelum
memanen madu. Lalu obor atau suluh dinyalakan sambil menyanyikan lagu – lagu dan memanen
madu. Lagu – lagu yang dinyanyikan memiliki makna yaitu mohon permisi atau tabe kepada lebah
madu agar tidak menyengat pemanen madu. Namun lebah madu yang diusir harus ada yang
menyengat mereka. Jika tidak maka pertanda pemanenan madu selnjutnya buruk atau kurang baik.
Kemudian setelah mendapatkan madu dilakukan penyimpanan sementara dibawah pohon
tampang. Penyimpanan sementara ini dilakukan untuk memudahkan dalam proses pengangkutan.
Setelah itu dilakukan proses penapisan, pengemasan (packing), labeling dan terakhir pemasaran
(Mikael dkk., 2015).
Daerah lain di wilayah Indonesia yang memproduksi madu adalah Desa Cilengkrang,
Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. Proses penanganan pascapanen madu yang
dilalkukan oleh warga Desa Cilengkrang dimulai dengan membersihkan lebah yang menempel
pada frame. Kemudian dibuka tutup sel sarang menggunakan pisau. Lalu dimasukkan sisiran
dalam ekstraktor. Kemudian madu disaring atau difilter dari kotoran yang mungkin terdapat dalam
madu. Lalu madu yang sudah bersih dikemas dengan cara dimasukkan kedalam wadah atau botol.
Setelah itu, madu yang sudah dikemas akan dipasarkan atau dijual kepada distributor atau
masyarakat secara langsung (Hapsari dkk., 2018).
Perbedaan pengolahan pascapnen antara dua wilayah tersebut adalah budaya kearifan
lokal. Masyarakat Desa Tunngul Boyok masih memegang erat tradisi dan kebuadayan yang sudah
ada sejak zaman nenek moyang mereka. Hal ini dapat dilihat dari awal panen sampai pascapanen,
masyarakat Desa Tunggul Boyok masih melakukan pembacaan mantra dan sebagainya.
Sedangkan untuk masyarakat Desa Cilengkrang mulai meninggalkan tradisi dan budaya dengan
menggantinya dengan alat – alat dan metode – metode yang lebih modern. Perbedaan ini bisa
disebabkan oleh banyak hal, contohnya letak geografis. Desa Tunggul Boyok terletak pada
Kabupaten Sangau yang jauh dari kota – kota besar. Sehingga pengaruh modernisasi belum terasa.
Sedangkan Desa Cilengkrang berada di Kabupaten Bandung yang lumayan dekat dengan Kota
Bandung. Hal ini membuat budaya modernisasi sudah terasa pada desa tersebut.

C. Kebijakan dan stretegi pengolahan pasca panen tradisional hasil perikanan antara Desa Singa,
Kecamatan Herlang, Kabupaten Bulukamba dan Kabupaten Demak
Ikan adalah salah satu komoditas yang banyak dijumpai di Indonesia. Proses penanganan
pascapanen ikan beragam dan berbeda – beda antar daerah. Salah satu daerah yang melakukan
penanganan pascapanen adalah di Desa Singa, Kecamatan Herlang, Kabupaten Bulukamba. Pada
daerah ini, proses penanganannya adalah dengan diasapakan. Langkah pertama adalah dengan
membeli ikan. Kemudian ikan tersebut dicuci dengan air laut dan diangkut ke mobil. Proses
pencucian dengan air laut dimaksudkan agar kesegaran ikan dapat terjaga dan terbebas dari
kotoran. Setelah sampai, ikan kemudian dipotong – potong menjadi beberapa bagian. Kemudian
ikan dibelah menjadi dua dan direndam dalam air. Lalu ikan yang akan diasapi akan disayat
menjadi beberapa bagian. Ukuran potong yang dibolehkan yaitu 1 – 2 cm. lalu ikan yang sudah
disayat akan dicuci dengan air di dalam baskom dan ditiriskan. Kemudian ikan akan ditusuk
menggunakan lidi. Proses selanjutnya adalah pengasapan ikan. Alat yang digunakan untuk
pengasapan adalah para – para yang terbuat dari bambu dan dipasang di atas semen. Untuk bahan
bakar pengasapan digunakan sabut kelapa. Setelah semua peralatan dan bahan siap, ikan diletakan
di atas para – para. Lalu ikan akan diasapi beberapa menit tergantung jenis ikan. Kemudian ikan
yang sudah diasapi akan dijual atau dikonsumsi sendiri (Utami dkk., 2019).
Proses penanganan pascapanen juga dilakukan di daerah Kabupaten Demak. Proses
penaganan pascapanen yang dilakukan adalah dengan cara mengawetkan menggunkan es balok.
Ikan bandeng yang sudah siap dipanen akan dipanen dengan menggunakan jaring bandeng. Setelah
itu, ikan bandeng akan dimasukkan ke dalam blung. Penanganan selanjutnya akan disesuaikan
dengan waktu pemanenan. Jika waktu panen dilakukan pada waktu siang atau sore hari maka ikan
bandeng akan diawetkan dengan menggunakan es balok. Kemudian ikan bandeng tersebut aka
dijual pada malam hari atau dini hari. Jika waktu pemanenan pada waktu malam atau dini hari
maka ikan bandeng akan langsung bisa dijual. Proses penjualan ikan bandeng bisa bermacam –
macam yaitu dengan menjualnya langsung ke pasar atau memanggil bakul ikan (Romadon dan
Subekti, 2011).
Perbedaan penanganan pascapanen terletak pada metode yang digunakan untuk
mengawaetkan ikan. Di Desa Singa, ikan diawetkan dengan cara diasapi di atas para – para. Bahan
bakar yang digunakan adalah sabut kelapa. Sabut kelapa dipilih sebagai bahan bakar karena mudah
untuk ditemukan dan murah. Sedangkan di Kabupaten Demak, proses pengawetan ikan
menggunakan es balok. Ikan yang sudah dipanen akan dimasukkan ke dalam blung. Blung adalah
tempat untuk menyimpan sementara sebelum dijual. Ikan yang sudah di dalam blung akan
diberikan es balok agar awet sampai nanti dijual ke pasar atau konsumen. Pada Kabupaten Demak
proses pengawetan dilakukan menggunakan es balok dikarenkan pada daerah tersebut es balok
dapat ditemui dengan mudah dan murah.
Daftar Pustaka

Damrin, Ma’ruf, A., & Manan, A. (2018). Identifikasi Kearifan dan Inovasi Lokal Petani Jagung
di Desa Kasakamu, Kecamatan Kusambi, Kabupaten Muna Barat. Ecogreen, 4(2), 111
– 118.
Darwis, V. (2018). Potensi Kehilangan Hasil Panen dan Pasca Panen Jagung di Kabupaten
Lampung Selatan. Journal of Food System and Agribusiness, 2(1), 55-67.
Hapsari, H., Djuwendah, E., & Supriyadi, Y. (2018). Optimalisasi Manajemen Usahalebah Madu
Untuk Meningkatkan Pendapatan Keluarga (Kasus pada Kelompok Tani Sunda Mukti,
Desa Cilengkrang, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung). Dharmakarya:
Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat, 7(1), 46 - 50.
Mikael, Hardiansyah, G., & Iskandar. (2015). Kearifan Lokal Masyarakat Desa Tunggul Boyok
Dalam Pengelolaan Madu Alam di Kecamatan Bonti Kabupaten Sanggau. JURNAL
HUTAN LESTARI, 3(1), 80 – 87.
Romadon, A., & Subekti, E. (2011). Teknik Budidaya Ikan Bandeng di Kabupaten Demak.
MEDIAGRO, 7(2), 19 - 24.
Utami, S. P., Metusalach, & Amir, N. (2019). Proses Pengasapan dan Kualitas Ikan Cakalang
(Katsuwonus Pelamis) dan Tuna Sirip Kuning (Thunnus Albacares) Asap Di Desa
Singa Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba. Jurnal IPTEKS PSP, 6(11), 128-
153.

Anda mungkin juga menyukai