Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

TANAMAN KARBOHIDRAT NON BIJI DAN PEMANIS


(AGH 344)

PRODUK TURUNAN SAGU

Yoga Adi Putra


A24190086 / P1

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2022
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sagu merupakan tanaman sumber karbohidrat yang sangat menjanjikan,
namun pemanfaatannya masih cenderung minim. Beberapa daerah di Indonesia
terkhusus daerah timur banyak yang teleh memanfaatkan sagu dalam kehidupan
sehari-harinya, baik berupa bahan pangan , obat-obatan tradisional, maupun
kerajinan tangan lainnya. Sagu yang dapat diolah tentunya harus melalui proses
pemanenan dan pengolahan dalam pascapanennya. Tanaman sagu yang dapat
dipanen harus memenuhi kriteria dapat dipanen, di antaranya tanaman sagu yang
siap panen biasanya memiliki pelepah daun yang memendek di bagian atasnya.
Proses pemanenan juga terdiri dari banyak metode. Penentuan tanaman yang siap
panen, penebangan, pemotongan batang, pemerasan, sampai pengemasan
merupakan beberapa tahapan pemanenan sampai ke pascapanen yang perlu
diperhatikan.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana
teknis pelaksanaan proses pemanenan dan pasca panen sagu.
METODE
Metode yang dipakai dalam pelaksanaan praktikum in yaitu dengan
literatur, deskriptif, serta analisis. Praktikan memanfaatkan literatur seperti buku,
jurnal, video, maupun bahan perkuliahan untuk melaksanakan pembelajaran
tentang taksasi hasil tebu dan evaluasi taksasi tebu. Studi literatur yang dilakukan
praktikan bertujuan mencari informasi terkait proses panen dan pasca panen sagu.
Data dan informasi yang didapatkan dilaporkan dalam bentuk word.
PEMBAHASAN
Jurnal 1 Asmuruf et al. 2018
Budidaya dan Pemanfaatan Sagu (Metroxylon Sp.) oleh Sub-Etnis Ayamaru
di Kampung Sembaro Distrik Ayamaru Selatan.
Tanaman sagu yang tumbuh di daerah tersebut cenderung tumbuh dengan
sendirinya, atau tanpa campur tangan manusia untu menanamnya. Hal ini
disebabkan pada daerah tersebut, minat masyarakat untuk membudidayakan sagu
sangat minim. Penyebab lainnya ialah karena proses pemanenan yang memakan
waktu yang lama serta proses yang melelahkan. Pusia ideal sagu untuk ditebang
ialah berumur 13 – 15 thun, namun masyarakat Kampung Sembaro memanen
sagu sata umur 7 – 12 tahun. Hal ini dilakukan saat persediaan makanan pokok
telah habis ataupun kebutuhan lainnya harus dipenuhi. Sebelum memanen,
biasnaya masyarakat kampung tersebut mengamati beberapa hal, diantaranya pada
tanaman terdapat pelepah daun yang memendek, daun menguning, dan
berbunga/berbuah.
Berikut langkah pemanenan yang dilakukan :
1. Pembersihan areal pohon sagu siap panen
Areal sekitar tanaman sagu yang akan dipanen sebelumnya akan
dibersihkan terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan
proses pemanenan. Peralatan yang biasa digunakan untuk proses
pembersihan ini berupa parang, arit dan lainnya.
2. Pembersihan air untuk pemerasan empulur
Kegiatan pemerasan sari sagu biasanya menggunakan saran berupa
sungai atau aliran air lain di sekitar perkebunan sagu tersebut, oleh karena
itu pembersihan aliran air harus dilakukan untuk mendapatkan hasil sagu
yang bersih.

3. Penebangan
Masyarakat biasanya dalam menentukan arah rebah pohon dengan
teknik turun menurun, yakni dengan membuat takik rebah atau takik balas.
Peralatan yang digunakan untuk proses penebangan ialah berupa kapak,
dan nantinya sagu yang akan didaatkan selanjutnya dikumpulkan.

4. Pembuatan tempat pemerasan empulur dan tempat penampung aci sagu


Pelepah dan daun pohon sagu dari tanaman yang ditebang tadi
dimanfaatkan dalam proses ini. Pelepah nantinya dijadikan sebagai tempat
penampungan dan pemerasan sagu, yakni dengan alat berupa parang,
paku, serta palu.
5. Pembelahan batang dan pengupasan kulit
Bagian yang dibelah ialah pada bagian pangkal tanaman sagu,
dilakukan karena empulur pada bagian batang sagu tersebut merupakan
bagian yang cukup keras dan berukuran lebih besar daripada yang lainnya.
Proses pembelahan dilakukan dengan menggunakan alat berupa kapak,
parang, dan kayu. Kayu yang digunakan cenderung memiliki karakteristik
yang keras, seperti matoa dan merbau dengan ukuran panjang 125 cm dan
diameter 10 cm.

6. Penokokan
Setelah proses pembelahan dan pengupasan batang dilakukan,
proses ekstraksi sagu dilaksanakan dengan teknik penokokan dengan alat
berupa penokok. Proses ini dilakukan secara manual dengan bahan
penokok terbuat dari bahankayu berbentuk “L” dengan bagian cangkulnya
masuk ke dalam. Penokokan dilakukan dengan cara posisi duduk di atas
belahan sagu secara berulang kali sehingga empulurnya terpotong
atuhancur. Di bagian kanan dan kiri batang akan disediakan plastik sebagai
penampung sagu yang halus untuk memisahkan dari serat kasar batang.

7. Pemerasan
Pemerasan dilakukan dengan mencampurkan sagu hasil penokokan
tadi dengan air, kemudian diremas – remas serta ditapis untuk
memisahkan hasil aci sagu. Kegiatan pemerasan dilakukan dengan
mengambil empulur sebanyak 4 – 6 kali genggaman tangan lalu
dimasukkan ke dalam tempat pemerasan. Hasil pemerasan pertama
merupakan campuran air dengan sagu, sehingga perlu dilakukan
didiamkan selama selama 30 menit hingga 2 jam agar aci dapat
mengendap pada bagian bawah wadah pemerasan.
8. Pengemasan (Packing)
Pengemasan dilakukan dengan pemindahan hasil endapan sagu tadi
ke dalam karung beras berukuran 15 kg. Dahulunya masyarakat
menggunakan bambu sebagai wadah, namun proses pembuatan wadah
pengemasan berbahan bambu menghabiskan waktu yang lama sehingga
masyarakat mulai menggunakan karung beras sebagai wadah pengemasan
sagu.

9. Tenaga dan waktu


Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk proses pemanenan
sampai pengemasan tergantung dari seberapa besar batang sagu yang akan
dipanen dan seberapa lama waktu yang diinginkan masyarakat. Berikut
merupakan rancangan tenaga kerja yang dibutuhkan selama proses
pemanenan sampai akhir :
Berdasarkan tabel tersebut dapat disampaikan bahwa tenaga kerja yang
dibutuhkan berjumlah 9 – 17 orang, dengan kebutuhan setiap pekerjaan
sebanyak 1 – 4 orang.

Jurnal 2 Miskiyah et al. 2006


Studi Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) pada
Proses Pengolahan Mi Sagu.

Beberapa langkah di atas perlu memrhatikan banyak hal dalam


pelaksanaannya, salah satunya yakni kebersihan. Pemanfaatan sumber air yang
digunakan harus bersih dan terbebas dari mikroba da zat kimia berbahaya lainnya.
Tidak hanya itu, peralatan yang digunakan jga perlu diperhatikan kebersihannya,
guna untuk mencegah terkontaminasinya sagu hasil panen tersebut dengan unsur
lainnya yang berbahaya bagi kesehatan. Proses pascapanen yang meliputi CCP,
yaitu perendaman dan penirisan, sedangkan CP yakni pembentukan biang,
suspensi pati sagu, pengadukan, pencetakan, dan pemasakan.
KESIMPULAN
Proses pemanenan sampai pacsa panen tanaman sagu snagat panjang, mulai
dari pengamatan tanaman yang siap panen, penebangan, pemerasan, pengendaoan,
sampai ke pengemasan. Setiap tahap memiliki kriterianya masing-masing, baik itu
langkah perlakuan, tenaga kerja, maupun alat yang digunakan setiap kegiatan ada
yang berbeda. Kegiatan pemanenan sampai ke pasca panen memkaan waktu yang
relatif tidak sebentar, bahkan memakan waktu berhari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
Asmuruf F, Wanma JF, Rumatora A. 2018. Budidaya dan pemanfaatan sagu
(Metroxylon Sp.) oleh sub-etnis ayamaru di Kampung Sembaro distrik
Ayamaru Selatan. Jurnal Kehutanan Papuasia. 4(2): 114–127.
Miskiyah, Widaningrum, Herawati H. 2006. Studi penerapan HACCP (Hazard
Analysis Critical Control Point) pada Proses Pengolahan Mi Sagu. Jurnal
Standarisasi. 8(1): 27-34.

Anda mungkin juga menyukai