Disusun Oleh :
Nama : Novatul Hikmah
NPM : E1G021005
Prodi : Teknologi Industri Pertanian
Kelompok : 3 (Tiga)
Hari/Tanggal : Senin/17 Oktober 2022
Shift : Senin, 10:00 WIB
Dosen : 1. Ulfah Anis, S.TP, M.Sc
2. Ir. Hasannudin, M.Sc
Co-Ass : Citra P.N Sitompul (E1G020010)
Acara : PEMBUATAN TAPE UBI KAYU
Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz)) merupakan salah satu komoditi pangan yang
banyak ditanam di daerah tropis dan mudah dibudidayakan pada lahan tandus. Umbi ubi
kayu cukup kaya akan pati sebagai sumber karbohidrat yang murah dan memiliki
kepadatan energi yang tinggi sekitar 610 kJ/100g umbi segar. Kelebihan ubi kayu
dibandingkan tanaman lainnya adalah dapat tumbuh di tanah yang tingkat kesuburannya
rendah, tahan terhadap hama dan kekeringan. Umbi ubi kayu memiliki kandungan energi
yang cukup tinggi dengan serat kasar yang relatif rendah,namun umbi ubi kayu sebagai
bahan pangan juga mempunyai kelemahan yaitu rendahnya kadar protein, mineral,
vitamin, serta adanya zat antinutrisi yaitu asam sianida (Dirayati, 2017).
Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah
bahan baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein
sel tunggal, antibiotika dan biopolimer. Fermentasi merupakan proses yang relatif murah
yang pada hakekatnya telah lama dilakukan oleh nenek moyang kita secara tradisional
dengan produk-produknya yang sudah biasa dimakan orang sampai sekarang, seperti
tempe, oncom, tapai, dan lain-lain (Nurhayani, 2019).
Salah satu pengolahan singkong yang paling umum dan sederhana ialah dijadikan
tapai. Pengolahan singkong menjadi tapai melalui proses fermentasi dapat meningkatkan
nilai gizi yang ada di dalamnya. Selain peningkatan nilai gizi, tekstur tapai singkong juga
lebih lembut dan lebih mudah dicerna, sehingga penyerapan nutrisi bisa lebih maksimal.
Tapai diperoleh dari proses fermentasi singkong dengan memanfaatkan mikroorganisme
fermentative yang terdapat pada ragi (Nurjannah, 2020).
Tapai merupakan hasil dari proses fermentasi dari bahan-bahan yang mengandung
karbohidrat seperti beras ketan dan ubi kayu. Dalam proses fermentasi yang melibatkan
aktifitas mikroorganisme ini terjadi proses pengubahan karbohidrat menjadi etanol,
sehingga bahan makanan hasil fermentasi menjadi lebih enak rasanya (Sutanto, 2016).
Pada proses pembuatan tapai, masyarakat biasanya menggunakan daun pisang sebagai
pembungkusnya. Dengan semakin sulitnya mendapatkan daun terutama di daerah
perkotaan maka masyarakat beralih ke pembungkus atau wadah alternatif yang lebih
mudah diperoleh untuk proses pembuatan tapai seperti plastik, gelas dan wadah yang lain.
Namun demikian belum diketahui apakah wadah fermentasi dalam pembuatan tapai ini
berpengaruh terhadap kandungan etanol dalam tapai yang dihasilkan (Sutanto, 2016).
Keunggulan tape adalah meningkatkan vitamin B1 (tiamin) hingga tiga kali lipat yang
mengandung berbagai jenis bakteri menguntungkan yang dapat dengan aman untuk
dikonsumsi tubuh manusia, sehingga dapat mengurangi bakteri berbahaya yang ada di
dalam tubuh. Di dalam tubuh, tapi juga memiliki kemampuan mengikat dan mengeluarkan
aflatoksin dari dalam tubuh. Tape merupakan makanan fermentasi yang dapat memberikan
efek positif dan menyehatkan bagi tubuh terutama pada sistem pencernaan. Tape pada
proses nya adalah fermentasinya mampu menghasilkan vitamin B12, sehingga jika
mengkonsumsi tape dapat mencegah terjadinya anemia (Asnawi et al., 2013).
Tapai mempunyai rasa sedikit manis dengan sedikit rasa alkohol dan aroma semerbak
yang khas. Tekstur lunak dan berair serta mengasilkan cairan yang merupakan efek dari
efek fermentasi. Rasa manis pada tapai dipengaruhi oleh kadar gula dari tapai itu sendiri.
Tetapi kadang – kadang pada sejenis tapai tertentu timbil rasa asam agak menyengat. Hal
ini biasanya disebabkan oleh perlakuan selama proses pembuatan yang kurang teliti,
misalnya penambahan ragi yang terlampau banyak, penutupan yang kurang sempurna
selama proses fermentasi berlangsung, ataupun karena proses fermentasi yang terlalu lama
(Suwaryono dan Yusti Ismaeni, 2017).
Perbedaan waktu fermentasi dapat menghasilkan perbedaan pertumbuhan
mikroorganisme. Semakin lama waktu fermentasi maka mikroorganisme yang tumbuh
semakin banyak sampai nutrisi dimedia tersebut habis. Proses pemecahan karbohidrat
dipengarhui aktivitas mikroorganisme. Dari hasil fermentasi yang dilakukan, didapatkan
pertumbuhan dan tinggi mikroorganisme yang tertinggi adalah waktu fermentasi 9 hari.
Hal ini dikarenakan adanya aktivitas mikroorganisme yang optimal, sedangkan pada
fermentasi hari ke 0 mikroorganisme belum tumbuh dan fermentasi hari ke 3 didapatkan
pertumbuhan dan tinggi mikroorganisme rendah (Hidayati, 2013).
BAB III
METODELOGI
4.2 Pembahasan
Menurut nurjannah (2020), Salah satu pengolahan singkong yang paling umum dan
sederhana ialah dijadikan tapai. Pengolahan singkong menjadi tapai melalui proses fermentasi
dapat meningkatkan nilai gizi yang ada di dalamnya. Selain peningkatan nilai gizi, tekstur
tapai singkong juga lebih lembut dan lebih mudah dicerna, sehingga penyerapan nutrisi bisa
lebih maksimal. Tapai diperoleh dari proses fermentasi singkong dengan memanfaatkan
mikroorganisme fermentative yang terdapat pada ragi.
Pembuatan tape termasuk dalam bioteknologi konvensional (tradisional) karena masih
menggunakan cara-cara yang terbatas. Pada proses pembuatan tape, jamur ragi akan memakan
glukosa yang ada di dalam singkong sebagai makanan untuk pertumbuhannya, sehingga
singkong akan menjadi lunak, jamur tersebut akan mengubah glukosa menjadi alkohol. Dalam
pembuatan tape, ragi (Saccharomyces cereviceae) mengeluarkan enzim yangdapat memecah
karbohidrat pada singkong menjadi gula yang lebih sederhana. Oleh karena itu, tape terasa
manis apabila sudah matang walaupun tanpa diberi gula sebelumnya.
Pada praktikum kali ini, menggunakan singkong sebagai bahan dasar dan nantinya
sebagai substrat bagi khamir Saccharomyces cerevisiae dalam proses fermentasi. Ragi disini
berfungsi dalam mempercepat fermentasi tape singkong karena pada ragi terkandung khamir
Saccharomyces cerevisiae. Kemudian wadah digunakan untuk memberikan suasana yang
cocok untuk mikrobia fermentator berperan aktif dalam proses fermentasi karbohidrat
menjadi etanol. Seperti menurut Sudarmadji et al (1989), pada umumnya pembuatan tapai
setelah ditaburi ragi, akan ditutup dengan rapat agar tidak ada udara yang masuk kedalam
wadah penyimpanan. Ini disebabkan karena pada pembutan tapai singkong memanfaatkan
bakteri anaerob, yaitu bakteri yang tidak memerlukan udara dalam proses fermentasinya pada
tahap awal akan terjadi proses aerob, jika terbuka akan mudah terkontaminasi. Pada hari
kedua terjadi proses anaerob pembentukan citarasa alkohol oleh khamir sehingga butuh
tertutup. Berikutnya jika ada udara maka alkohol akan dioksidasi menjadi asam asetat
sehingga menjadi asam.
Proses pembuatan tapai singkong perlu diperhatikan untuk dapat menghasilkan tapai
yang sesuai dan diinginkan juga dapat dikonsumsi. Proses pembuatan tapai singkong dimulai
dari pemilihan singkong yang baik, dikuliti dan dicuci bersih serta ditiriskan. Selanjutnya
dikukus sampai matang dan didinginkan ditaburi ragi secukupnya, di bungkus rapat dalam
wadah dan disimpan selama 3 hari di suhu kamar.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa tapai yang
telah disimpan selama 3 hari akan mengalami perubahan rasa dan aroma. Jika di analisis, hal
ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hidayati (2013) yang mengatakan bahwa
“fermentasi hari ke 3 didapatkan pertumbuhan mikroorganisme rendah”. Hasil pengamatan
menyatakan bahwa tapai memiliki aroma berbau alcohol dengan rasa yang sedikit manis. Ini
juga sesuai dengan pendapat Rukmana (2001) yang mengatakan bahwa “Pada proses
pembuatan tapai, khamir dan kapang merupakan mikroba yang dapat mengubah karbohidrat
yang terkandung dalam bahan, menjadi gula. Peranan ragi dalam pembuatan tape ini adalah
mengubah gula menjadi alkohol. Rasa manis pada tape dipengaruhi oleh kadar gula yang ada
dalam tape tersebut”.
Pada percobaan pengamatan kali ini kami mendapatkan hasil setelah fermentasi dapat
dilihat singkong yang sudah diolah berubah menjadi berwarna putih, menghasilkan aroma
khas tape atau sedikit berbau alkohol, rasa sedikit asam dan dengan tekstur lunak. Rasa yang
dihasilkan oleh tape sedikit menyengat karena kebanyakan ragi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Proses pembuatan tape diawali dengan menyortasi ubi kayu yang bermutu baik,
membersihkan ubi kayu, memotong-motong ubi kayu, mengukus ubi kayu sehingga
matang, mendinginkan ubi kayu, menghaluskan ragi dengan mortal, menaburkan ragi
secara merata, memasukkan ubi kedalam kantong plastik, kemudian ikat dengan
menggunakan tali raffia dan dibuat lubang. Ubi yang diperam selama 3 hari tiga malam,
setelah di fermentasi tapai ubi kayu siap di konsumsi. Pada proses pembuatan tape
hendaknya kebersihan alat harus di perhatikan jika tidak maka, tape akan gagal ataupun
asam.
2. Faktor yang mempengaruhi pembuatan tapai ubi kayu yaitu jenis bahan, jenis ragi, lama
fermentasi, dan kondisi anaerob.
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum yang dilakukan praktikan harus membaca banyak sumber
terkait dengan materi yang di praktikumkan agar bisa menjadi referensi dan menambah
wawasan bagi praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Asnawi, Muhammad. (2013). Karakteristik Tape Ubi Kayu (Manihot utilissima) Melalui
Proses Pematangan Dengan Penggunaan Pengontrol Suhu. Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis. 1(2) : 56-66.
Dirayati., Gani, A., Erlidawati. (2017). Pengaruh Jenis Singkong dan Ragi Terhadap Kadar
Etanol Tape Singkong. Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA Vol. 1 No.1
Hidayati, Darimiyya. (2013). Pola Pertumbuhan Ragi pada Fermentasi Kulit Singkong.
AGROINTEK, Vol. 7 No. 1.
Nurhayani. Dkk. (2019). Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui
Proses Fermentasi.Jurnal ilmiah peternakan, Vol. 6. No. 1.
Nurjannah. Nurhikmah. (2020). Pengaruh Konsentrasi Ragi Dan Lama Fermentasi Terhadap
Mutu Tapai Singkong (Manihot Esculenta Crantz). Jurnal Borneo Saintek, 3 (2): 73-
78.
Sutanto, Teja Dwi. Dkk. 2016 Jurnal Gradien. Studi Kandungan Etanol Dalam Tapai Hasil
Fermentasi Beras Ketan Hitam Dan Putih. Vol. 2 No.1.
Suwaryono, Oyon dan Yusti Ismaeni., (2017). Fermentasi Bahan Makanan Tradisional.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.