Abstrak.
Tepung kulit pisang kepok merupakan olahan dari limbah kulit pisang diolah lanjutan menjadi
tepung, kulit pisang kepok banyak mengandung karbohidrat, didalam karbohidrat mengandung zat
pati sehingga tepung tersebut dapat diolah menjadi berbagai varian makanan. Pembuatan tepung
kulit pisang kepok menggunakan metode gravimetri. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mengetahui pengaruh waktu pengeringan terhadap kadar air dan kadar serat kasar tepung kulit
pisang. Metode rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 sampel dan 3
kali pengulangan. Hasil penelitian menunjukan untuk sampel A dengan waktu pengeringan selama 7
jam suhu 60ºC sebesar 2,9369%, sampel B dengan waktu pengeringan selama 8 jam suhu 60ºC
sebesar 2,7420%, dan sampel C dengan waktu pengeringan selama 9 jam suhu 60ºC sebesar
1,3896%. Sedangkan hasil uji kadar serat kasar pada tepung kulit pisang kepok yaitu sampel A
dengan waktu pengeringan selama 7 jam suhu 60ºC sebesar 28,1236%, sampel B dengan waktu
pengeringan selama 8 jam suhu 60ºC sebesar 30,3858%, dan sampel C dengan waktu pengeringan
selama 9 jam suhu 60ºC sebesar 31,5575%. Hasil uji ANOVA atau uji F menunjukkan setiap
perlakuan percobaan lama waktu pengeringan bakal tepung kulit pisang kepok berpengaruh sangat
nyata terhadap kadar air dan kadar serat kasar tepung kulit pisang kepok.
Kata kunci : Kadar air, kadar serat kasar, kulit pisang kepok, tepung kulit pisang kepok
1
https://dx.doi.org/10.58184/jfsa.v1i1.14
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
Abstract : Kepok banana peel flour is processed from banana peel waste which is further processed
into flour, kepok banana peel contains lots of carbohydrates, in carbohydrates it contains starch so
that the flour can be processed into various food variants. Making kepok banana peel flour using the
gravimetric method. The purpose of this study was to determine the effect of drying time on the
water content and crude fiber content of banana peel flour. The research design method used a
completely randomized design with 3 samples and 3 repetitions. The results showed that sample A
with a drying time of 7 hours at 60°C was 2.9369%, sample B with a drying time of 8 hours at 60°C
was 2.7420%, and sample C with a drying time of 9 hours at 60°C was 1. 3896%. While the test
results for crude fiber content in kepok banana peel flour were sample A with a drying time of 7
hours at 60ºC of 28.1236%, sample B with a drying time of 8 hours at 60ºC of 30.3858%, and
sample C with a drying time for 9 hours at 60ºC of 31.5575%. The results of the ANOVA test or F
test showed that for each experimental treatment, the length of drying time for the kepok banana
peel flour had a very significant effect on the water content and crude fiber content of kepok banana
peel flour.
Keywords: Moisture content, crude fiber content, kepok banana peel, kepok banana peel flour
1. PENDAHULUAN
Pisang merupakan tanaman holtikultura yang mudah dijumpai dan buah yang banyak
dikonsumsi masyarakat karena buah ini banyak mengandung sumber gizi antioksidan yang
memiliki banyak manfaat yaitu sebagai penangkal radikal bebas. Pisang (Musa, sp)adalah salah
salah satu tanaman yang mudah untuk dibudidayakan karena tanaman ini termasuk komoditas
yang dapat dibudidayakan diseluruh daerah tropis, termasuk Indonesia. Pisang kepok saat ini
mulai diolah menjadi berbagai jenis produk inovasi karena perkembangan zaman dan
meningkatnya kebutuhan konsumsi masyarakat. Produk dari olahan kulit pisang yaitu dodol
pisang, keripik pisang, naga sari, bolu pisang dan lain-lain. Sedangkan bagian kulit pada pisang
kepok hanya dijadikan limbah masyarakat (Emage et al, 2007). Kulit pisang kepok merupakan
limbah dari buah pisang yang hanya dibuang begitu saja dan sampai saat ini jarang ditemui
adanya olahan lanjutan oleh masyarakat sehingga pemanfaatan limbah ini hanya dijadikan
2
https://dx.doi.org/10.58184/jfsa.v1i1.14
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
makanan ternak seperti babi, kambing, sapi, dan kerbau. Kulit pisang belum dimanfaatkan
secara nyata oleh masyarakat, padahal limbah ini mengandung karbohidrat (zat pati) sehingga
dengan mudah diolah menjadi tepung, kemudian tepung tersebut dapat diolah kembali menjadi
berbagai varian makanan seperti cookies dan brownies. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak
akan memiliki nilai jual yang tinggi apabila diolah menjadi tepung sebagai bahan baku makanan
(Susanti, 2006). Kulit pisang juga memiliki kandungan non-nutrisi yaitu polifenol dan flavonoid
yang berfungsi sebagai sumber antioksidan, antimikroba, dan antikarsinogenetik. Kulit pisang
memiliki kandungan serat kasar yang tinggi sehingga kulit pisang tersebut dapat dimanfaatkan
untuk membuat olahan makanan yang kaya akan serat. Kulit pisang yang digunakan dalam
proses 2 pembuatan tepung kulit pisang ialah kulit pisang dengan jumlah 40% dari jumlah
keseluruhan berat buah (Lee et al, 2010). Tepung kulit pisang kepok merupakan suatu olahan
dari kulit pisang yang menjadi limbah masyarakat dan diolah lanjutan menjadi tepung, kulit
pisang kepok tersebut banyak mengandung karbohidrat, didalam karbohidrat mengandung zat
pati sehingga kulit pisang kepok dapat diolah menjadi tepung, tepung tersebut dapat diolah
menjadi berbagai varian makanan seperti brownies, cookies, MP asi, ice cream, mie dan aneka
kue lainnya. (Suhardjito, 2006). Kabupaten Sambas memiliki luasan pisang yang cukup banyak,
berdasarkan Badan Pusat Statistik dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan di Kabupaten
Sambas pada tahun 2018, jumlah tanaman pisang mencapai 82,674.83 kuintal dari 19
kecamatan (BPS, 2018). Pada tahun 2019 jumlah tanaman pisang mencapai 66,653.64 kuintal
dari 19 kecamatan (BPS, 2019). Sedangkan pada tahun 2020 luas tanaman pisang mencapai
515,297 pohon, luas panen mencapai 230,218 pohon dari 19 kecamatan yang ada di Kabupaten
Sambas (BPS, 2020). Pemanfaatan pisang masih sangat rendah, bagian daging pada pisang
hanya dijadikan olahan biasa seperti keripik pisang, dodol pisang dan lainnya. Sedangkan
bagian kulit pada pisang dibuang begitu saja tanpa ada olahan lanjutan sehingga hanya akan
menjadi limbah masyarakat. Di Kabupaten Sambas jumlah limbah pisang yang cukup banyak
maka diperlukan pengolahan kulit pisang agar menjadi produk yang lebih bermanfaat sehingga
nilai guna pisang akan bertambah yaitu dengan pembuatan tepung kulit pisang. Tepung kulit
pisang di daerah Kabupaten Sambas sangat jarang dijumpai sehingga dengan adanya penelitian
ini pemikiran masyarakat akan lebih luas mengenai pengolahan limbah kulit pisang untuk
menambah nilai guna limbah tersebut. Mengingat kandungan kadar air dan serat yang terdapat
didalam kulit pisang tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar air dan
kadar serat pada kulit pisang kepok. Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam suatu
bahan yang dinyatakan dalam satuan persen atau perbedaan antara berat bahan sebelum dan
sesudah dilakukan pemanasan. Kadar air dapat mempengaruhi karakteristik suatu 3 bahan
pangan. Kadar air yang relatif kecil memiliki daya simpan yang lebih lama dan menghambat
kerusakan bahan pangan dari mikroorganisme. Pengurangan air dalam bahan pangan bertujuan
untuk mengawetkan bahan pangan (Winarno, 2002). Kualitas pada tepung kulit pisang kepok
berhubungan dengan kadar air. Semakin rendah kadar air pada tepung maka semakin renyah
pula cookies dari teping kulit pisang tersebut. Kerenyahan pada olahan pangan merupakan salah
satu kriteria yang disukai konsumen. Tekstur tepung dipengaruhi oleh perubahan sifat fisik dan
kimia selama pengeringan (Sulistyowati, 2001). Tepung kulit pisang kepok perlu dilakukan
penelitian karena untuk menjaga kualitas dari tepung dan olahan lanjutan itu sendiri dan untuk
mengetahui kadar air yang paling sedikit dari tepung yang dihasilkan. Serat kasar sangat
penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks untuk
3
https://dx.doi.org/10.58184/jfsa.v1i1.14
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
menentukan nilai gizi makanan tersebut. Bahan makanan yang mengandung banyak serat kasar
lebih tinggi kecernaannya dibanding bahan makanan yang lebih banyak mengandung bahan
ekstrak tanpa nitrogen (Arif, 2006). Serat dalam suatu bahan makanan pasti memiliki
kandungan yang berbeda salah satunya tepung pada kulit pisang kepok. Hal tersebut perlu
dianalisis agar diketahui tepung pada kulit pisang kepok memiliki kandungan serat yang baik.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas memotivasi penulis melakukan penelitian uji kadar
air dan kadar serat kasar pada tepung kulit pisang kepok dengan 3 perlakuan pengeringan
menggunakan oven dengan selang waktu 7 jam, 8 jam, dan 9 jam dengan suhu 60ºC dan 3
ulangan pengujian.
4
https://dx.doi.org/10.58184/jfsa.v1i1.14
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
2. METODE PENELITIAN
Penelitian uji kadar air dan kadar serat kasar pada tepung kulit pisang kepok dilaksanakan di
Laboratorium Analisis Mutu Jurusan Agribisnis Politeknik Negeri Sambas. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Mei
Kerangka Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara yang di gunakan untuk memperoleh kebenaran untuk
mendapatkan data tergantung dari realitas yang sedang di kaji. Penelitian ini menggunakan
metode kuantitatif. Metode kuantitatif merupakan suatu penelitian ilmiah yang sistematis atau
suatu usaha untuk menguraikan dan merumuskan sesuatu dalam hubungan yang 22 logis terhadap
bagian-bagian dan fenomena serta sebab akibat hubunganhubungannya. Penelitian dilakukan
dengan 2 tahapan yaitu tahap pertama persiapan bahan untuk proses pembuatan tepung kulit
pisang kepok. Proses pembuatan tepung kulit pisang kepok dilakukan dengan beberapa tahapan
antara lain: proses pengumpulan bahan baku, penyortiran, pemotongan,pencucian kulit pisang,
penirisan, penyusunan kedalam loyang, pengeringan menggunakan oven. Tahapan kedua adalah
tahap analisis yaitu menguji kadar air dan kadar serat pada tepung kulit pisang kepok. Analisis
kadar air dan kadar serat dilakukan dengan metode gravimetri yaitu metode pengeringan dengan
menggunakan oven.
5
https://dx.doi.org/10.58184/jfsa.v1i1.14
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Kadar Air dan Kadar Serat Tepung Kulit Pisang Kepok
Tabel 2. Rata-rata Uji Kadar Air dan Kadar Serat Tepung Kulit Pisang Kepok
Sampel Kadar Air (% bb) Kadar Serat (% bb)
A 2,9369 28,1236
B 2,7420 30,3858
C 1,3896 31,5575
Sumber: Data Primer, 2021
6
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari
Data2023
Hasil Analisis Varian (ANOVA) Uji Kadar Air
Kesimpulan : Dari data tersebut menunjukan bahwa F Hitung lebih besar dari F Tabal pada taraf 5% dan
taraf 1%, sehingga disimpulkan bahwa perlakuan percobaan lamanya waktu pengeringan menggunakan
pengovenan dalam pembuatan tepung kulit pisang berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air tepung kulit
pisang kepok.
Dapat disimpulkan bahwa nilai KK uji kadar air pada tepung kulit pisang kepok ialah 2,8785%. Uji lanjutan
yang sebaiknya digunakan ialah uji BNJ(Beda Nyata Jujur) karena syarat uji BNJ ialah maksimal 5% nilai
KK.
Tabel 4.5. Hasil Uji BNJ Kadar Air Pada Tepung Kulit Pisang Kepok
5% 1%
A 2,9369 3,1715 3,2922 A A
B 2,7420 2,9766 3,0973 B B
7
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari
C 2023 1,3896 1,6242 1,7449 C C
Sumber: Data Primer,2021
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengolahan Tepung Kulit Pisang Kepok Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Agroindustri Pangan Jurusan Agribisnis, Program studi Agroindustri Pangan Politeknik Negeri Sambas pada
bulan Maret 2021. Proses pertama pembuatan tepung kulit pisang kepok ialah pengumpulan kulit pisang
yang menjadi limbah dan kurang dimanfaatkan masyarakat, pengambilan limbah didapatkan dari warung
gorengan yang berada di seputaran Jawai dan Sambas. Pisang yang dipilih untuk sampel penelitian ini 38
yaitu pisang dengan tingkat gradasi 70-75% atau kira-kira berumur 80 hari setelah berbunga dengan warna
kulit kuning dengan bercak sedikit hitam . Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut pembentukan pati telah
mencapai maksimum dan sebagian besar tanin telah terurai menjadi senyawa eter aromatik dan fenol,
sehingga rasa yang dihasilkan dihasilkan seimbang. Jika pisang yang digunakan terlalu matang, maka
rendemen tepung yang dihasilkan sedikit dan selama pengeringan akan terbentuk cairan. Hal ini karena pati
telah terhidrolisis menjadi gula-gula sederhana sehingga kandungan patinya menurun. (Crowther, 1979).
Jumlah kulit pisang yang di dapat sekitar 10 kg kulit pisang namum setelah di keringkan menjadi 850 gram.
Proses pertama pembuatan tepung kulit pisang yaitu penyortiran kulit pisang dengan tingkat kematangan 70-
75%, tujuan dari penyortiran kulit pisang ialah agar tepung yang dihasilkan lebih baik, karena tepung dengan
tingkat kematangan yang lebih rendah maka kandungan tanin masih tinggi. Tingkat kematangan 70 % - 75 %
dengan ciri-ciri yaitu kulit berwarna kuning dengan bercak sedikit hitam. Proses selanjutnya ialah memotong
halus kulit pisang menggunakan pisau agar mempermudah pada saat proses pengeringan, dan timbang kulit
pisang tersebut menggunakan timbangan lalu cuci bersih dengan air mengalir. Tujuan dari proses pencucian
ialah agar kulit pisang yang akan di produksi bersih sehingga aman untuk dikonsumsi lanjutan.
9
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
tepung kulit pisang kedalam plastik bening untuk proses pengujian kadar air dan
kadar serat kasar pada tepung kulit pisang kepok.
1
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
dalam bahan merupakan suatu cara untuk memperpanjang umur simpan suatu
bahan sehingga mencapai kadar air tertentu, karena semakin tinggi kadar air
suatu bahan, maka bahan tersebut akan cepat mengalami kerusakan. Pengujian
kadar air ini sangat penting agar bahan dapat dilakukan penanganan yang tepat
(Saputra et al., 2015). Pengujian kadar air pada tepung kulit pisang kepok
dilakukan untuk mengetahui kadar air pada tepung kulit pisang kepok karena
kadar air berhubungan dengan tekstur olahan lanjutan tersebut seperti cookies
atau olahan lain yang dapat menentukan kerenyahan dan daya simpan olahan
tersebut. Semakin rendah kadar air tepung maka semakin berkualitas tepung yang
akan dijadikan olahan lanjutan tersebut. Tekstur tepung merupakan salah satu
kriteria yang disukai konsumen, tekstur yang baik dapat menentukan kualitas
olahan pangan. Oleh karena itu penentuan kadar air ini sangat penting untuk
menjaga kualitas olahan pangan dari tepung kulit pisang kepok.
Uji kadar air pada penelitian ini menggunakan metode gravimentri
dengan alat pengering berupa oven. Prinsip analisis kadar air dengan metode
gravimetri atau pengeringan/pemanasan adalah proses penguapan air yang ada
didalam bahan pangan dengan menggunakan energi panas kemudian ditimbang.
Metode pengeringan dengan oven didasarkan atas prinsip perhitungan selisih
bobot dalam bahan (sampel) sebelum dan sesudah pengeringan. Selisih bobot
tersebut merupakan air yang teruapkan dan dihitung sebagai kadar air bahan.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil sampel didalam wadah
dengan menggunakan spatula lalu timbang menggunakan neraca analitik
sebanyak 2 gram. Bahan atau sampel yang telah halus juga bertujuan agar
didapatkan sampel yang homogen dan hasil kadar air yang didapatkan nantinya
lebih akurat. Pada uji kadar air masing-masing sampel diberi kode dan dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali. Menurut Hanafiah (2016), tujuan dari ulangan
pengujian adalah agar data yang dihasilkan lebih akurat terhadap hasil percobaan.
Proses pertama uji kadar air pada tepung kulit pisang kepok yaitu
penyiapan alat dan bahan, alat yang digunakan yaitu oven pengering, botol
timbang, spatula, desikator, neraca analitik, dan penjepit. Pertama yaitu
1
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
25.000
20.000
15.000 1,3896
10.000
5.000
0
A B C
A = Pengeringan 7 jam suhu 600
C B = Pengeringan 8 jam suhu
600 C C = Pengeringan 9 jam
Berdasarkan diagram pada gambar 4.4, Hasil rata-rata uji kadar air pada
tepung kulit pisang kepok dengan sampel A yang dihasilkan ialah sebesar
2,9369 %. Kadar air pada tepung kulit pisang kepok dengan sampel B
dihasilkan nilai rata-rata sebesar 2,7420% Sedangkan hasil rata-rata uji kadar
air tepung kulit pisang kepok pada sampel C yang dihasikan sebesar 1,3896 %.
Berdasarkan hasil rata-rata pengujian kadar air pada tepung kulit pisang kepok,
yang menghasilkan kadar air tertinggi ialah terdapat pada sampel A yaitu
1
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
2,9369%. Untuk hasil terendah terdapat pada sampel C yaitu 1,3896%. Pada uji
kadar air antara sampel A dan B mengalami penurunan sebesar 0,1949%.
Sedangkan antara sampel B dan C mengalami penurunan yaitu sebesar
1,3524%. Perbedaan hasil rata-rata uji kadar air disebabkan karena proses
pengolahan, adanya perbedaan kandungan bahan, dan pengaruh lingkungan
selama proses pengujian serta lamanya waktu pengeringan.
Menurut SNI-13841-1995 kadar air tepung pisang yang dipersyaratkan
adalah maksimal 5% untuk jenis A(Tepung yang diperoleh dari penepungan
pisang yang sudah matang melalui proses pengeringan dengan menggunakan
mesin pengering). Berdasarkan hasil rerata uji kadar air tepung kulit pisang
kepok dengan sampel A dengan lama pengovenan 7 jam, B dengan lama
pengovenan 8 jam, dan C dengan lama pengovenan 9 jam dan suhu yang
digunakan sama yaitu 60ºC, menunjukkan kandungan kadar air yang sangat
baik. Rata-rata tertinggi kadar air terdapat pada sampel A yaitu sebesar
2,9369%. % dan terendah terdapat pada sampel C yaitu sebesar 1,3896%. Hasil
tersebut menunjukkan kadar air tepung kulit pisang kepok dengan
menggunakan lama waktu pengovenan telah memenuhi syarat mutu kadar air
tepung kulit pisang yang telah ditetapkan oleh Standar Nasional
Indonesia(SNI)- 13841-1995.
Faktor yang mempengaruhi kadar air tepung kulit pisang selama proses
pengeringan, diantaranya ialah faktor suhu dan lama waktu pengeringan serta
kandungan air kulit pisang sebelum diolah. Selain faktor pengovenan yang
meliputi lama waktu pengeringan dan suhu pengeringan, penurunan kadar air
tepung kulit pisang kepok juga sangat dipengaruhi oleh proses pengukusan
(Djunaedi, 2015).
Saat proses pengukusan bahan yang terjadi didalam oven pengering,
kandungan air yang terdapat pada bahan pangan akan diuapkan sehingga
banyak pori-pori yang terbentuk dalam bahan pangan sebagai akibat ruang yang
ditinggalkan air pada awalnya(Lukmanual, 2014).
1
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
Berdasarkan hasil Analisis Data Analisis Varian (ANOVA) Uji Kadar Air
pada tabel di atas hasil F hitung yang didapatkan sebesar 51,4638 serta F tabel
5% yang digunakan 5.14 dan F tabel 1% menggunakan 10,92. Hal ini
menunjukkan bahwa F Hitung lebih besar dari F Tabel pada taraf 5% dan 1%,
sehingga disimpulkan bahwa kadar air berbeda nyata pada tepung kulit pisang
kepok yang dihasilkan. Hasil F Hitung lebih besar dari F Tabel pada taraf 5%
dan 1% juga menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak dan hipotesis satu
diterima sehingga hasil penelitian tersebut perlu dilakukan uji lanjutan. Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengeringan yang digunakan dalam
penelitian ini berpengaruh atau terdapat perbedaan terhadap kadar air dari
tepung kulit pisang yang dihasilkan. Perbedaan yang terjadi disebabkan karena
adanya perbedaan kandungan air pada setiap tepung.
4.1.2 Analisis Kadar Serat Kasar pada Tepung Kulit Pisang Kepok
Kandungan kadar serat kasar suatu makanan sangat penting dalam
penilaian kualitas bahan makanan karena angka itu merupakan indeks dalam
menentukan nilai gizi makanan tersebut. Selain itu, kandungan serat kasar dapat
digunakan untuk menilai suatu proses pengolahan makanan. Dengan demikian
presentasi serat dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan atau efisiensi
suatu proses. Serat ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan
sistem pencernaan manusia. Uji kadar serat pada penelitian ini menggunakan
metode gravimentri. Proses uji kadar serat kasar pada tepung kulit pisang kepok
pertama yang harus dilakukan yaitu meyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan, lalu menimbang sampel sebanyak 2 gram dan siapkan kertas saring.
Kertas saring pada pengujian ini berfungsi untuk membungkus sampel yang telah
ditimbang untuk proses ekstrkasi soxchlet. Pembungkusan sampel bertujuan agar
sampel tidak ikut ke dalam labu alas bulat ketika ekstraksi. Sampel dilakukan
ekstraksi soxhlet juga bertujuan untuk membebaskan sampel dari lemak.
Proses selanjutnya yaitu ekstraksi dengan menggunakan larutan N-
Hexsan dan alat soxhlet, lalu memasukan larutan N-Hexsan kedalam gelas kimia
sebanyak 150 ml dan masukan larutan tersebut kedalam labu alas bulat. Larutan
1
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
N-Hexsan merupakan pelarut non-polar yang hanya dapat larut dalam pelarut
organik atau senyawa-senyawa bersifat non-polar dengan titik didih yaitu 69 °C.
Larutan N-Hexsan digunakan bertujuan untuk membebaskan sampel dari lemak.
Pada proses ekstraksi, sampel dibungkus dengan kertas saring pembungkus lalu
dimasukkan ke dalam alat soxhlet.
Tahapan selanjutnya adalah merangkai soxhlet untuk proses ekstraksi,
proses ekstraksi bertujuan untuk membebaskan lemak yang terkandung didalam
sampel. Ektraksi sampel menggunakan alat soxhlet selama 5 jam agar sampel
bebas dari lemak, sampel yang telah di ekstraksi menggunakan soxhlet
dikeringkan menggunakan oven selama 15 menit. Proses selanjutnya yaitu
memasukan sampel kedalam Erlenmeyer dan menambahkan asam sulfat
sebanyak 50 ml untuk proses pendidihan menggunakan Hotplate. Sampel yang
telah dimasukan kedalam Erlenmeyer dan diberi asam sulfat ditutup
menggunakan alumunium foil, lalu didihkan selama 30 menit menggunakan
Hotplate dengan suhu 160-170°c. Setelah itu menambahkan 50 ml NaOH 0,1
kedalam Erlenmeyer, lalu didihkan kembali sampel selama 30 menit dan
menyaring larutan dalam keadaan panas dengan menggunakan corong yang
sudah di alasi kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahu bobotnya.
Proses selanjutnya ialah memasukan 25 ml alkohol dan asam sulfat panas
sebanyak 25 ml untuk mencuci kertas saring. Penambahan larutan alcohol dan
asam sulfat berfungsi untuk melarutkan atau menguraikan sisa-sisa bahan
organik dan juga berfungsi sebagai pembersih. Lakukan ulangan yang sama
sampai serat yang tersisa didalam gelas kimia bersih.
Tahapan terakhir ialah memasukan kertas saring tersebut kedalam oven
pada suhu 105ºC selama 1 jam. Tujuan pengovenan menggunakan suhu 105ºC
selama 1 jam yaitu untuk mempercepat penguapan air serta menghindari
terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air atau reaksi yang lain
karena pemanasan. Setelah dioven kertas saring beserta isinya didinginkan dalam
desikator dan ditimbang menggunakan neraca analitik, lalu dinginkan kedalam
desikator selama 5-10 menit dan timbang sampel untuk mengetahui hasil akhir.
1
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
1
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
31,0000
30,3858
30,0000
29,0000
Kasar
28,1236
28,0000
27,0000
26,0000
A B C
Gambar 4.5. Diagram Hasil Uji Kadar Serat Tepung Kulit Pisang Kepok
Berdasarkan diagram pada gambar 4.5, Hasil rata-rata uji kadar serat
kasar pada tepung kulit pisang kepok dengan sampel A yang dihasilkan ialah
sebesar 28,1236 %. Kadar serat kasar pada tepung kulit pisang kepok dengan
sampel B dihasilkan nilai rata-rata sebesar 30,3858% Sedangkan hasil rata-rata
uji kadar serat kasar tepung kulit pisang kepok pada sampel C yang dihasikan
sebesar 31,5575 %. Berdasarkan hasil rata-rata pengujian kadar serat pada
tepung kulit pisang kepok, yang menghasilkan kadar serat tertinggi ialah
terdapat pada sampel C yaitu 31,5575 %. Untuk hasil terendah terdapat pada
sampel A yaitu 28,1236 %. Pada uji kadar serat antara sampel A dan B
mengalami penaikan sebesar 2,2622%. Sedangkan antara sampel B dan C
mengalami penaikan yaitu sebesar 1,1717 %. Perbedaan hasil rata-rata uji kadar
serat disebabkan karena proses pengolahan, adanya perbedaan kandungan
1
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
bahan, dan pengaruh lingkungan selama proses pengujian serta lamanya waktu
pengeringan.
Berdasarkan hasil rerata uji kadar serat tepung kulit pisang kepok dengan
sampel A dengan lama pengovenan 7 jam, B dengan lama pengovenan 8 jam,
dan C dengan lama pengovenan 9 jam dan suhu yang digunakan sama yaitu
60ºC, menunjukkan kandungan kadar serat yang tinggi. Rata-rata tertinggi
kadar air terdapat pada sampel B yaitu sebesar 30,3858% dan terendah terdapat
pada sampel A yaitu sebesar 28,1236 %.
Faktor yang mempengaruhi kadar serat tepung kulit pisang selama proses
pengeringan, diantaranya ialah faktor suhu dan lama waktu pengeringan kulit
pisang sebelum diolah.
Berdasarkan data hasil rerata uji kadar serat kasar pada tepung kulit
pisang kepok dengan A(7 jam), sampel B(8 jam), dan sampel C(9 jam)
pengeringan menggunakan pengovenan dengan suhu 60ºC menunjukkan kadar
serat yang terdapat pada tepung kulit pisang kepok sangat tinggi. Menurut
koswara (2008), kadar serat tinggi disebabkan karena tingginya serat bahan
pangan pada kulit pisang yang digunakan dan tepung yang dihasilkan.
Penyebab lainnya karena saat proses uji kadar serat pada bahan yang digunakan
tidak terombak secara maksimal sehingga sisa-sisa kandungan zat lain masih
ada.
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar,
sedangkan serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat
dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Oleh karena itu, kadar serat kasar
nilainya lebih rendah dibanding serat pangan karena asam kuat dan asam basa
mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menghidrolisis komponen
pangan dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan (Muchtadi, 2001). Hal
itulah itu yang menyebabkan tingginya kadar serat pada tepung kulit pisang
kepok yang dihasilkan.
1
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
2
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian uji kadar air dan kadar serat kasar terhadap
sampel tepung kulit pisang kepok dapat disimpulkan bahwa:
1. Perlakuan lama waktu pengeringan menggunakan oven pada tepung kulit
pisang kepok memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air dan kadar serat
tepung kulit pisang kepok yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena pengaruh
suhu pada saat pengovenan dan lama waktu pengeringan pada tepung kulit
pisang kepok, semakin lama waktu pengovenan maka kadar air pada sampel
semakin berkurang. Sedangkan untuk uji kadar serat memberikan pengaruh
nyata yang disebabkan karena adanya perbedaan dari setiap kandungan tepung
kulit pisang kepok yang digunakan sehingga lama waktu pengeringan juga
berpengaruh terhadap kadar serat kasar tersebut.
2. Pengaruh perlakuan waktu saat proses pengeringan kulit pisang kepok
menggunakan oven dengan waktu 7 jam(A), 8 jam(B), dan 9 jam(C) dengan
suhu 600C memberikan perbedaan kadar air pada tepung kulit pisang kepok.
Hasil uji kadar air tepung kulit pisang kepok pada sampel A sebesar 2,9369 %,
untuk sampel B sebesar 2,7420 % dan untuk sampel C sebesar 1,3896 %.
Sedangkan hasil uji kadar serat tepung kulit pisang kepok pada sampel A
sebesar 28,1236%, sampel B sebesar 30,3858, dan sampel C sebesar 31,5575%.
Kadar air pada tepung kulit pisang kepok sudah memenuhi syarat mutu SNI.
B. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu:
1. Sebaiknya dilakukan uji daya simpan untuk mengetahui berapa lama
tepung tersebut mampu bertahan.
2. Sebaiknya dilakukan pengujian terhadap produk dari tepung kulit pisang
kepok untuk mengetahui kualitas dari produk tersebut.
2
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
6. DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Astuti.
BPS [Badan Pusat Statistik]. 2017. Statistik tanaman buah-buahan dan sayuran
tahunan.Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Crowther, P. C. 1979.The Processing of Banana Product for Food Use. Tropical Product
Institute Publication. London. 8-10 p.
Djunaedi, E 2006. Pemanfaatan limbah kulit pisang sebagai pangan alternatif dalam
pembuatan cookies. Bogor: Universitas Pakuan.
Emaga, T.H. Andrianaivo, R.H. Wathelet, B. Tchango, J.T. and Paquot, M. (2007). Effects
of the stage of Maturation and Varieties on the Chemical Composition of Banana and
Plantain peels, Food Chemistry, 103, 590- 600.
Johari, dan Rahmawati. 2006. Kimia SMA untuk Kelas XII. Jakarta: Esis.
Joseph, G. 2002. Manfaat Serat Makanan Bagi Kesehatan Kita. IPB Bogor, Bogor.
Muchtadi, D. 2001. Sayuran Sebagai Sumber Serat Pangan Untuk Mencegah Timbulnya
Penyakit Degeneratif. Teknologi dan Industri Pangan 12:1-2.
52
2
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023 53
Nailil, A, A., Dwi, U, S dan Husna, N. 2016. Analisis Data Kualitatif dan Kuantitatif.
Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Walisongo. Semarang.
Okorie, D. O., Eleazu, C. O., dan Nwosu, P. 2015. Nutrient and Heavy Metal Composition
of Plantain (Musa Paradisiace) and Banana (Musa paradisiace) Peels. Journal of
Nutrition & Food Sciences. 5 (370) : 1-3.
Prabawati, S., Suyanti, dan Dondy A. Setyabudi. 2008. Teknologi Pascapanen dan
Teknik Pengolahan Buah Pisang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Saputra, A., Syafitri, A., dan Broto W. 2015. Perancangan Simulator Pengovenan Pakan
Ternakmenggunakan Sensor Suhu Dan Kelembaban Berbasis Microkontroler Atmega
128. Jurnal Simposium Nasional RAPI XIV, ISSN: 1412-9612.
Sudarmadji, S., Bambang, H., dan Suhardi. 2010. Analisa Bahan makanan dan
Pertanian. Liberty Yogyakarta, Yogyakarta.
Susanti., Lina. 2006. Perbedaan Penggunaaan Jenis Kulit Pisang Terhadap Kualtias
Nata Dengan Membandingkan Kulit Pisang Raja Nangka, Ambon Kuning Dan
Kepok Putih Sebagai Bahan Baku. Tugas Akhir. Semarang: UNNES.
Supriyadi., Ahmad., dan Satuhu, S. 2008. Pisang, Budidaya, Pengolahan dan Prospek
Pasar. Jakarta: Penebar Swadaya.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Yuyun.2011. Aneka resep dan kiat usaha, pisang krispy dan kentang bumbu. Jakarta:
Gramedia.
2
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
2
Journal of Food Security and Agroindustry (JFSA)
Vol. 1 No. 1 Februari 2023
2
5
https://dx.doi.org/10.58184/jfsa.v1i1.14