Avaliable online at
www.ilmupangan.fp.uns.ac.id
Received 1 Desember 2013; Accepted 15 Desember 2013; Published Online 1 Januari 2014
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui penambahan maksimal tepung kacang merah sehingga dapat dihasilkan biskuit yang paling
disukai. Mengevaluasi sifat sensoris, fisikokimia dan energi yang dihasilkan dari biskuit formula terbaik serta dibandingkan dengan
SNI biskuit tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung jagung dan tepung kacang merah secara
signifikan mempengaruhi sifat sensoris, fisikokimia, dan energi dari biskuit yang dihasilkan. Ditinjau dari sifat sensoris, biskuit
terbaik dan paling disukai adalah biskuit dengan bahan baku tepung jagung 60 gr dan tepung kacang merah 20 gr. Rasio
pengembangan biskuit tepung jagung terbaik 5,00%. Tingkat kekerasan biskuit tepung jagung terbaik 19,80 N. Rentang warna
biskuit jagung adalah warna merah kekuningan. Sifat kimia biskuit tepung jagung terbaik yaitu kadar air 2,30%, kadar abu 2,75%,
kadar lemak 16,49%, kadar protein 12,22%, kadar karbohidrat 66,28% dan FFA 0,89%. Kadar air, kadar protein dan FFA biskuit
tepung jagung terbaik memenuhi syarat mutu biskuit tahun 2011 (SNI 2973:2011). Energi yang diberikan biskuit tepung jagung
sebesar 460,71 kkal/100 gr.
Kata kunci: : jagung, kacang merah, biskuit, sifat sensoris, sifat fisik, sifat kimia, tinggi energi protein
ABSTRACT
The aim of this research were to determine the ratio of corn flour and kidney bean flour which produced the most preferred biscuit’s
and evaluate the sensory properties, physicochemical and energy produced from the best formula biscuits and compared with SNI in
2011. The results showed that the use of corn flour and kidney bean flour significantly affected the sensory properties,
physicochemical, and the energy of biscuits. In terms of sensory properties, the most preferred biscuits was biscuit with 60 gr corn
flour and 20 gr kidney beans flour. Development ratio of the best corn flour was 5,00%. Fmax of the best corn flour biscuits was
19,80 N. Color of the best corn flour biscuits was a yellowish color. The chemical properties of the best corn flour biscuit were
moisture content was 2,30%, ash content was 2,75%, fat content was 16,49%, protein content was 12,22%, carbohydrate content
was 66,28% and FFA was 0,89%. The best corn flour biscuit’s moisture content, protein content and FFA qualified the biscuit’s
standar in 2011 (SNI 2973:2011). Energy that provided by corn flour biscuits was 460,71 kcal/100 gr.
Keywords: corn, kidney beans, biscuits, sensory properties, physical properties, chemical properties, high protein energy
15
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
dua kali. Penggilingan pertama bertujuan untuk dengan cara kering (AOAC, 2006), kadar lemak
memisahkan bagian endosperma jagung dengan dengan metode soxhlet (AOAC, 2006), kadar
lembaga, kulit dan tip cap. Penggilingan kedua protein dengan metode kjeldahl (AOAC, 2006),
dilakukan untuk memperhalus ukuran jagung kadar karbohidrat dengan metode by difference
menjadi tepung. Selanjutnya, tepung hasil (Andarwulan dkk, 2011), kadar lemak bebas
penggilingan kedua diayak dengan ukuran 80 mesh (sebagai asam oleat) dengan metode titrasi (SNI
agar tepung yang dihasilkan lebih homogen. 2973:2011) dan energi total dengan perhitungan
secara tak langsung (Suhardjo dan Kusharto,
Pembuatan Tepung Kacang Merah 1992). Pengujian sifat kimia bahan baku dan
Proses Pembuatan tepung kacang merah produk menggunakan metode yang sama.
dilakukan secara kering. Pertama tepung kacang
merah direndam selama 48 jam untuk menurunkan HASIL DAN PEMBAHASAN
senyawa zat anti gizi. Setelah direndam, kacang
dicuci dan ditiriskan kemudian di keringkan
A. Karakteristik Kimia Bahan Baku
dengan menggunakan cabinet drier dengan suhu
Pengujian sifat kimia bahan baku
60oC hingga kadar air mencapai 10-12%. Setelah
dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi
kering, kacang merah dikupas kulitnya lalu
disangrai. Setelah disangrai kemudian ditepungkan tepung jagung dan tepung kacang merah
dan diayak dengan saringan 80 mesh. sebagai bahan baku utama dalam pembuatan
biskuit. Sifat kimia tepung jagung dan tepung
Pembuatan Biskuit kacang merah yang diuji meliputi kadar air,
Pertama yang dilakukan dalam kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan
pembuatan biskuit adalah penimbangan bahan- kadar karbohidrat. Komposisi kimia tepung
bahan lalu pencampuran gula halus, margarine, jagung dapat dilihat pada Tabel 1.1.
susu skim dan kuning telur selama 10 menit
hingga homogen. Setelah itu pencampuran Tabel 1.1. Kandungan Kimia Tepung Jagung,
dengan tepung sesuai formulasi dan ditambahkan Tepung Kacang Merah, dan
garam, baking powder, dan vanili hingga Tepung Terigu
tercampur rata dan kalis. Setelah adonan
Komposisi T. Jagung T. Kacang T.
homogen dilakukan pencetakan setelah itu Merah Terigu
dipanggang menggunakan oven dengan suhu Air (%) 8,19±1,10 7,12±0,23 7,80*
160-170oC selama 10-12 menit. Abu (%) 1,56±0,13 2,52±0,03 0,64**
Lemak (%) 3,73±0,16 1,41±0,62 2**
Analisis Produk Protein (%) 9,71±0,07 23,99±0,05 8,00**
Analisis yang dilakukan pada tepung Karbohidrat (%) 77,01±1,04 64,18±0,74 82,35*
jagung, tepung dan kacang merah terdiri dari Keterangan: Anggrini (2009)*
Bogasari, 2013**
analisa kimia meliputi kadar air, kadar abu, kadar
protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat.
Analisa yang dilakukan pada biskuit garut terdiri Tepung jagung memiliki kandungan
dari analisa sensoris meliputi uji kesukaan lemak yang tinggi dibandingkan tepung
dengan metode skoring (aroma, warna, rasa, kacang merah dan tepung terigu yaitu sebesar
kerenyahan, dan mouthfeel) dan metode 3,73%. Tepung kacang merah memiliki
rangking (overall) (Setyaningsih dkk, 2010) dan kandungan protein yang lebih tinggi daripada
fisikokimia. Sifat fisik meliputi rasio tepung jagung dan tepung terigu yaitu sebesar
pengembangan (Sulistianing, 1995), tekstur
23,99%. Tepung terigu memiliki kandungan
dengan alat Lyod Universal Testing Machine
(Indriyani, 2007) dan warna dengan metode karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan
hunter La*b* (Pangastuti, 2012). Untuk sifat tepung jagung dan tepung kacang merah yaitu
kimia meliputi kadar air dengan metode sebesar 82,35%.
thermogravimetri (AOAC, 2006), kadar abu
17
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
B. Sifat Sensoris Biskuit Tepung Jagung dengan Biskuit F1 disukai panelis dengan skor 3,98.
Berbagai Variasi Formula Sedangakan biskuit F2 dan F3 disukai oleh
panelis dengan skor 3,46 dan 3,28. Semakin
Tabel 1.2 Skor Tingkat Kesukaan Kesukaan banyak penambahan tepung kacang merah
Biskuit Tepung Jagung dengan menunjukkan skor aroma yang semakin rendah.
Berbagai Variasi Formula Hal ini karena kacang merah memiliki beany
Formula Parameter flavor, yang merupakan faktor intrinsik yang
Biskuit War Aro Ra Kere Mouth Over disebabkan oleh kerusakan oksidatif asam
(T. na1 ma1 sa1 nya feel1 all2
Jagung & 1 lemak tak jenuh karena aktivitas enzim
han
T. K. lipoksigenase (Smith dan Circle, 1972).
merah) Sedangkan jagung memiliki aroma yang telah
F1 3,84b 3,98b 3,76b 3,72a 3,40a 0,35b dikenal konsumen. Menurut Zhou et al., (1999),
(60:20) aroma jagung dan hasil olahan jagung
F2 3,64b 3,46a 3,34a 3,44a 3,30a 0,13a
dihasilkan dari senyawa – senyawa volatil
(50:30)
F3 3,30a 3,28a 3,28a 3,38a 3,14a 0,22a utama yaitu: dimetilsulfida, 1-hidroksi
(40:40) propanon, 2-hidroksi-3-butanon dan 2,3-
Keterangan: Dalam satu kolom angka yang diikuti huruf yang butanadiol.
sama menyatakan tidak beda nyata pada α =
0,05
1) Rasa
Skor: 1= sangat tidak suka; 2= tidak suka;
Berdasarkan Tabel 1.2 biskuit F1 berbeda
3= netral; 4= suka; 5= sangat suka
2)
Skor: semakin tinggi skor maka semakin
nyata dengan formula F2 dan F3. Biskuit F1
disukai
disukai panelis dengan skor 3,76. Sedangkan
biskuit F2 dan F3 disukai oleh panelis dengan
Warna skor 3,34 dan 3,28. Dari hasil tersebut dapat
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat disimpulkan bahwa semakin banyak
bahwa biskuit F3 berbeda nyata terhadap biskuit penambahan tepung kacang merah maka
F1 dan F2. Biskuit F1 dan F2 disukai oleh penerimaan panelis terhadap rasa dari produk
panelis dengan skor 3,84 dan 3,64. Sedangakan semakin rendah. Hal ini diduga karena adanya
biskuit F3 disukai panelis dengan skor 3,30. rasa pahit yang ditimbulkan seiring dengan
Dari hasil tersebut terlihat bahwa semakin penambahan tepung kacang merah. Menurut
banyak penambahan tepung kacang merah akan Imandira (2012), rasa pahit ditimbulkan oleh
menghasilkan skor yang semakin rendah. Hal hidrolisis asam-asam amino (lisin dan leusin)
tersebut dikarenakan semakin banyak yang terjadi pada reaksi Maillard saat proses
penambahan kacang merah maka warna biskuit pembuatan biskuit. Hasil ini juga sesuai dengan
akan semakin coklat/gelap karena terjadi reaksi penelitian Wong et al., (2006) yang menyatakan
pencoklatan non enzimatik yaitu reaksi Maillard bahwa asam amino lisin dan leusin akan
(Winarno, 2002). Reaksi Maillard terjadi karena memberikan sensasi bitter taste (rasa pahit)
reaksi antara gula reduksi dan gugus amina dari apabila dipanaskan diatas suhu 1000C. Yaumi
protein atau asam amino (Fennema 1985). Gula (2010), menambahkan bahwa pada atribut rasa
reduksi yang berasal dari jagung akan bereaksi tingkat penambahan tepung kacang merah
dengan asam amino yang berasal dari tepung sebesar 20% pada donat masih disukai oleh
kacang merah. Menurut Imandira (2012), panelis.
semakin banyak penambahan sumber protein
yang berupa tepung ikan lele pada pembuatan Kerenyahan
biskuit akan menyebabkan produk menjadi Tabel 1.2 menunjukkan bahwa variasi
coklat. formula pada pembuatan biskuit tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada
Aroma atribut kerenyahan. Biskuit F1, F2, dan F3
Dari Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa biskuit disukai panelis dengan nilai berturut – turut
F1 berbeda nyata dengan biskuit F2 dan F3. yaitu 3,72; 3,44; dan 3,38. Biskuit yang
dihasilkan memiliki tekstur yang padat dan
18
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
renyah. Salah satu faktor yang mempengaruhi sebelum pemanggangan. Menurut Sulistianing
tekstur biskuit adalah tingkat kehalusan dari (1995), analisa diperlukan untuk mengetahui
bahan baku tepung yang digunakan. persentase output produk yang dihasilkan. Hasil
Pengayakan tepung jagung dan tepung kacang analisa rasio pengembangan dapat dilihat pada
merah dilakukan dengan ayakan 80 mesh. Tabel 1.3.
Imandira (2012), menyatakan bahwa
keseragaman tingkat kehalusan tepung ubi jalar Tabel 1.3. Rasio Pengembangan Biskuit Terigu
dan tepung ikan lele menyebabkan tekstur (A) dan Biskuit Jagung dan Kacang
biskuit yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Merah Terbaik (60:20) (B)
Biskuit Rasio
Mouthfeel Pengembangan (%)
Menurut Kealy (2006), mouthfeel T. Terigu (kontrol) (A) 11,88a±0,35
merupakan suatu sensasi yang dirasakan T. Jagung 60 gr & T.
konsumen pada saat mengunyah atau menelan Kacang Merah 20 gr (B) 5,00b±0,12
suatu makanan. Tabel 1.2 menunjukkan bahwa Keterangan: notasi yang berbeda pada kolom yang sama
variasi formula pada pembuatan biskuit tidak menyatakan beda nyata pada α 5%
memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap tingkat kesukaan yang dimilikinya. Hal Berdasarkan Tabel 1.3 dapat dilihat rasio
ini terbukti dengan nilai ketiga formula biskuit pengembangan untuk biskuit A sebesar 11,88%
diikuti oleh notasi yang sama dan memiliki dan biskuit B sebesar 5,00%. Dari hasil tersebut
rentang nilai yang tidak jauh berbeda, yaitu terlihat bahwa terdapat perbedaan rasio
pada perbandingan formula 60:20 sebesar 3,40; pengembangan yang tinggi antara biskuit A dan
perbandingan formula 50:30 sebesar 3,30; dan biskuit B. Dalam proses pembuatan produk
perbandingan formula 40:40 sebesar 3,14. olahan biskuit yang berperan penting dalam
Menurut Matz dan Matz (1978), lemak pengembangan adonan adalah senyawa gluten
memberikan sumbangan terhadap citarasa yang terkandung dalam tepung terigu. Menurut
biskuit yang khas dan membuat biskuit melunak Suarni dan Firmansyah (2005), tepung jagung
saat di mulut. sebenarnya memiliki gluten tetapi
kandungannya tidak lebih dari 1% sehingga
Overall tidak terlalu signifikan dalam proses
Berdasarkan Tabel 1.2 menggunakan uji pengembangan produk.
ranking, respon kesukaan panelis terhadap Menurut Antara (2013), senyawa gluten
sampel biskuit berbahan dasar tepung jagung tersusun atas dua fraksi, yaitu glutenin dan
dan tepung kacang merah menunjukkan hasil gliadin yang masing-masing akan menentukan
bahwa biskuit F1 yang memiliki komposisi 60% elastisitas serta plastisitas adonan. Sifat elastis
tepung jagung dan 20% tepung kacang merah dan plastis pada adonan roti tersebut
merupakan formula yang berbeda dengan diakibatkan terbentuknya “kerangka” seperti
formula pada bisikuit F2 dan F3. Dengan jaring-jaring dari senyawa glutenin dan gliadin.
demikian biskuit F1 paling disukai oleh panelis Selanjutnya kerangka seperti jaring-jaring inilah
dengan rerata skor sebesar 0,35. Biskuit F2 yang berperan sebagai perangkap udara
sebesar -0,13 dan biskuit F3 sebesar -0,22. sehingga adonan roti menjadi mengembang.
Dilihat dari hasil uji skoring sebelumnya dengan Widianarko dkk (2000), menambahkan bahwa
beberapa parameter seperti warna, rasa, aroma, udara yang terperangkap dalam kerangka jaring-
kerenyahan dan mouthfeel menunjukkan bahwa jaring gluten sebenarnya merupakan gas CO2.
biskuit F1 paling disukai oleh panelis. Gas tersebut dapat dihasilkan oleh baking
soda/soda kue yang biasa digunakan sebagai
C. Sifat Fisik Biskuit Tepung Jagung Terbaik leavening agent. Dalam mekanismenya, soda
Rasio Pengembangan kue yang memiliki sifat basa akan bereaksi
Rasio pengembangan merupakan dengan asam yang berasal dari mentega
perbandingan antara diameter biskuit hasil sehingga terjadi proses asam basa yang akan
pemanggangan dengan diameter adonan biskuit menghasilkan gas CO2.
19
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
pigmen karotenoid yang memiliki gugus sudah terikat tidak mudah menguap karena sifat
hidroksil (Winarno, 2002). gluten yang elastis sehingga mampu menahan
air. Semakin rendah kandungan gluten dalam
Tabel 1.6 Nilai 0Hue dan Daerah Kisaran adonan menyebabkan pelepasan molekul air
Warna Kromatis saat pemanggangan menjadi semakin mudah
0
Hue Daerah Kisaran Warna Kromatis (Widjanarko, 2008).
18o - 54o Merah (M) Menurut Standar Nasional Indonesia
o o
54 - 90 Merah Kekuningan (MK) (SNI) 01-2973-1992, kadar air maksimal biskuit
90o - 126o Kuning (K) adalah 5% (wb). Sedangkan kadar air biskuit A
126o - 162o Hijau Kekuningan (HK) sebesar 3,42% (wb) dan biskuit B sebesar
162o - 198o Hijau (H) 2,25% (wb). Dengan hasil ini maka kadar air
198o - 234o Hijau Kebiruan (HB) biskuit A dan biskuit B lebih rendah
234o - 270o Biru (B) dibandingkan batas maksimal yang ditetapkan
270o - 306o Ungu Kebiruan (UB) pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 2973-
306o - 342o Ungu (U) 2011.
342o - 18o Ungu Kemerahan (UM)
Sumber: Hutchings (1999) dalam Gustiar (2009) Kadar abu
Berdasarkan Tabel 1.7 dapat dilihat
persentase kadar abu untuk biskuit A sebesar
D. Sifat Kimia Biskuit Tepung Jagung Terbaik 2,40% (db) lebih rendah dibandingkan biskuit B
sebesar 2,75% (db). Kadar abu biskuit juga
Tabel 1.7 Komposisi Kimia Biskuit Terigu (A) dipengaruhi oleh bahan baku adonan biskuit,
serta Biskuit Jagung dan Kacang seperti tepung, baking powder, dan margarin.
Merah Terbaik (60:20) (B) Tabel 1.1 menunjukkan bahwa kadar abu bahan
Parameter SNI Biskuit A Biskuit B baku dari tepung jagung sebesar 1,56%, tepung
Kadar air % wb Maks. 5** 3,42a±0,27 2,25b±0,14 kacang merah sebesar 2,52%, dan tepung terigu
% db - 3,54a±0,29 2,3b±0,15
sebesar 0,64%. Besarnya kadar abu pada tepung
Kadar abu % wb Maks 1,6* 2,34a±0,08 2,65a±0,18 jagung dan tepung kacang merah tersebut, akan
a
% db - 2,40 ±0,08 2,75b±0,18 menghasilkan biskuit B yang memiliki kadar
* a
Kadar lemak % wb Min 9,5 15,39 ±0,99 16,07a±0,61
% db - a
15,93 ±1,00 16,49a±0,77
abu lebih tinggi dibandingkan biskuit A.
Kadar protein % wb Min 5 ** a
10,34 ±0,19 11,94b±0,54 Kadar abu biskuit A (% wb) dan biskuit B
a
% db - 10,71 ±0,21 12,22b±0,53 (% wb) lebih tinggi dibandingkan batas
a
Kadar % wb - 68,49 ±0,96 67,07a±1,15 maksimal yang ditetapkan pada Standar
a
karbohidrat % db - 67,40 ±0,97 66,28a±1,15 Nasional Indonesia (SNI) 01-2973-1992 yaitu
** a
FFA % Maks. 1 0,65 ±0,002 0,89b±0,01
Energi kkal/ Min 400 * a
453,89 ±6,0 460,71a±3,2
1,6% (wb). Menurut Suarni (2009), jagung
100 gr memiliki beberapa mineral seperti K, Na, P, Ca,
Keterangan:Notasi yang berbeda dalam satu baris dan Fe. Sedangkan kacang merah memiliki
menyatakan beda nyata pada α5%. beberapa komponen mineral seperti Ca, P dan,
* Badan Standarisasi Nasional 1992. Fe. Kadar Karbohidrat
**Badan Standarisasi Nasional 2011
Kadar lemak
Kadar air
Berdasarkan Tabel 1.7 dapat dilihat
Berdasarkan Tabel 1.7 dapat dilihat
persentase kadar lemak untuk biskuit A sebesar
persentase kadar air untuk biskuit A sebesar
15,93% (db) lebih rendah dibandingkan biskuit
3,54% (db) dan biskuit B sebesar 2,30% (db).
B sebesar 16,49% (db). Tingginya kadar lemak
Pada Tabel 1.7 diketahui kadar air biskuit B
biskuit B dibandingkan biskuit A disebabkan
lebih rendah daripada biskuit A Hasil uji
dari kadar lemak pada bahan baku. Tabel 1.1
statistik juga menunjukkan bahwa kadar air
menunjukkan bahwa tepung jagung memiliki
antara biskuit A dan biskuit B berbeda nyata.
kadar lemak yang lebih tinggi (3,73%)
Hal ini dikarenakan adanya kandungan gluten
dibandingkan tepung terigu (2%). Sehingga
pada biskuit A yang menyebabkan air yang
semakin banyak tepung jagung yang digunakan
21
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
akan meningkatkan kadar lemak dalam wb) dan biskuit B (% wb) sudah memenuhi
biskuit B. syarat mutu tersebut.
Penambahan margarin dan kuning telur
dalam jumlah yang sama menyebabkan kadar Kadar karbohidrat
lemak dalam biskuit A dan biskuit B tidak Berdasarkan Tabel 1.7 dapat dilihat
berbeda nyata. Menurut Mulyantini (2010), persentase kadar karbohidrat untuk biskuit A
kuning telur mengandung sekitar 32-36% sebesar 67,40% (db) dan biskuit B sebesar
lemak. Menurut Standar Nasional Indonesia 66,28% (db). Kadar karbohdirat biskuit juga
(SNI) 01-2973-1992, kadar lemak biskuit tidak lepas dari kadar karbohidrat bahan baku.
minimal 9,5% (wb). Dengan hasil ini maka Pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa kadar
kadar lemak biskuit A (% wb) dan biskuit B (% karbohidrat tepung terigu sebesar 82,35%,
wb) lebih tinggi dibandingkan batas minimal tepung kacang merah sebesar 64,18%, dan
yang ditetapkan pada Standar Nasional tepung jagung sebesar 77,01%. Penambahan
Indonesia (SNI) 01-2973-1992. kacang merah ternyata juga memberikan
sumbangan yang cukup pada kadar karbohidrat.
Kadar protein Hal ini terbukti bahwa kadar karbohidrat antara
Berdasarkan Tabel 1.7 dapat dilihat kadar biskuit A dan biskuit B tidak berbeda nyata.
protein biskuit A sebesar 10,71% (db) lebih Peningkatan kadar abu, lemak dan protein
rendah dibandingkan biskuit B sebesar 12,22% akan mempengaruhi perhitungan kadar
(db). Kadar protein biskuit A dan biskuit B lebih karbohidrat secara by difference. Kadar
tinggi dibandingkan batas minimal yang karbohidrat yang dihitung secara by difference
ditetapkan pada Standar Nasional Indonesia dipengaruhi oleh komponen gizi lain, semakin
(SNI) 2973-2011 yaitu 5%. Kandungan protein rendah komponen gizi lain maka kadar
dalam biskuit sangat dipengaruhi oleh bahan karbohidrat akan semakin tinggi (Sugito dan Ari
baku yang digunakan. Dari Tabel 1.1 terlihat Hayati, 2006).
bahwa tepung kacang merah memiliki
kandungan protein yang tinggi yaitu sebesar Kadar asam lemak bebas (asam oleat)
23,998% dan tepung jagung memiliki Berdasarkan Tabel 1.7 dapat dilihat
kandungan protein yang rendah yaitu sebesar persentase kadar asam lemak bebas (asam oleat)
9,71%. Sedangkan protein pada tepung terigu untuk biskuit A sebesar 0,65% dan biskuit B
sebesar 8%. sebesar 0,89%. nilai kadar asam lemak bebas
Penambahan tepung kacang merah pada biskuit menunjukkan beda nyata antara biskuit
biskuit B ternyata mampu meningkatkan kadar A dan biskuit B. Asam lemak bebas dihitung
protein pada biskuit A dan memberikan sebagai asam lemak oleat karena sumber lemak
perbedaan kadar protein yang signifikan. Prinsip terbesar yang digunakan pada pembuatan
penggabungan antara kacang-kacangan dan biskuit yaitu margarin sebesar 40gram/100 gram
serealia akan dapat memperbaiki mutu protein bahan.
sehingga tujuan peningkatan mutu protein dapat Asam lemak yang paling dominan pada
tercapai (Muchtadi, 1989). Menurut Johnson margarin adalah asam oleat. Margarin
(1991), protein terbanyak dalam tepung jagung merupakan produk olahan dari minyak sawit,
adalah zein dan glutelin. Zein kaya akan asam dimana kandungan asam lemak utama yaitu
amino glutamat dan prolin. Menurut Astawan asam palmitat pada fraksi stearinnya dan asam
(2009), protein pada kacang merah adalah oleat pada fraksi olein (Andarwulan dkk, 2011).
faseolin, faselin, dan konfaseolin. Asam amino Asam lemak yang terbentuk pada biskuit A dan
yang banyak terdapat pada kacang merah adalah biskuit B terjadi karena adanya air yang terdapat
lisin dan leusin. Sedangkan protein pada tepung pada kuning telur dan terjadinya pemanasan
terigu adalah gluten. Menurut syarat mutu dalam proses pemanggangan. Saat proses
Standar Nasional Indonesia (SNI) 2973-2011, pemanggangan terjadi proses hidrolisis yang
kadar protein biskuit minimal sebesar 5% (wb). disebabkan oleh air dan dikatalis oleh panas.
Dengan demikian, kadar protein biskuit A (% Kandungan asam lemak bebas berbanding lurus
dengan kandungan lemak pada biskuit. Semakin
22
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Matz, S. A. dan Matz, T. D. 1978. Cookie and
Hortikultura. 2012. Produksi Padi dan Crackers Technology 2nd Edition. AVI
Kedelai (Angka Tetap 2011 dan Angka Publishing. Co. Inc., Westport.
Ramalan 2012) No. 43/07/Th.XV, 2
Juli 2012. Muchtadi, T dan Sugiyono. 1989. Ilmu
Pengetahuan Bahan Pangan. IPB-
Badan Standarisasi Nasional. 2011. Biskuit. SNI Press. Bogor
2973:2011. Jakarta
Mulyantini, N. G. A. 2010. Ilmu Manajemen
Badan Standarisasi Nasional. 1992. Mutu dan Cara Ternak Unggas. Gadjah Mada
Uji Biskuit. SNI 01-2973-1992. Jakarta University Press. Yogyakarta
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Setyaningsih, Dwi., Anton A., Maya Puspita S.
Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2010. Analisa Sensoris untuk Industri
Penerbit Bhatara. Jakarta Pangan Agro. IPB Press. Bogor.
Fennema, O.R. 1985. Food Chemistry. Marcel Smith, A. K., dan Circle, S. J. 1972. Soybean
Dekker. New York Chemistry and Technology.
Connecticut The AVI Publishing Co.
Food and Drug Administration. 2009. Guidance for
Industry: A Food Labeling Guide. Paint Suarni, 2009. Produk Makanan Ringan (Flakes)
Branch Parkway. College Park Berbasis Jagung Dan Kacang Hijau
Sebagai Sumber Protein Untuk
Gustiar, Harist. 2009. Sifat Fisiko-Kimia Dan Perbaikan Gizi Anak Usia Tumbuh.
Indeks Glikemik Produk Cookies Prosiding Seminar Nasional Serealia.
Berbahan Baku Pati Garut (Maranta ISBN :978-979-8940-27-9
Arundinacea L.) Termodifikasi. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Suarni dan I.U. Firmansyah. 2005. Beras Jagung :
Pertanian Bogor. Bogor Prosesing dan Kandungan Nutrisi
Sebagai Bahan Pangan Pokok.
Hardinsyah., Riyadi, Hadi., Napitupulu, Victor. Prosiding Seminar dan Lokakarya
2012. Kecukupan Energi, Protein, Nasional Jagung. Puslit Tanaman
Lemak, dan Karbohidrat. Departemen Pangan. hal. 393-398.
Gizi Masyarakat FEMA IPB
Sugito dan Ari Hayati. 2006. Penambahan Daging
Imandira, P.A.N. 2012. Pengaruh Substitusi Ikan Gabus dan Aplikasi Pembekuan
Tepung Daging Ikan Lele Dumbo pada Pembuatan Pempek Gluten.
(Clarias gariepinus) dan Tepung Ubi Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia
Jalar Ungu (Ipomea batatas L.) Vol. 8 no. 2Sultan, W. J. 1983. Modern
Terhadap kandungan Zat Gizi dan Pastry Chef. Vol 1 The AVI Publishing
Penerimaan Biskuit Balita Tinggi Co. Inc. Westport, Connecticut
Protein dan β-karoten. Thesis Jurusan
Ilmu Gizi. Fakultas Kedokteran. Sulistianing, Rina. 1995. Pembuatan dan Optimasi
Universitas Diponegoro. Semarang Pembuatan Roti Tawar dan Roti Manis
Skala Kecil. Skripsi Fakultas Teknologi
24
ISSN: 2302-0733 Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No 1 Januari 2014
25