Anda di halaman 1dari 12

KARAKTERISTIK BROWNIS KUKUS COKELAT BERBAHAN DASAR PATI

GARUT DENGAN SUBTITUSI PARSIAL TEPUNG JEWAWUT

CHARACTERISTIC OF STEAMED-CHOCOLATE BROWNIES MADE FROM


ARROWROOT STARCH WITH PEARL MILLET FLOUR PARTIAL REPLACEMENT

Dimas Rahadian Aji Muhammad, Tabita Gita Sasti, Siswanti, R. Baskara Katri Anandito
Prodi Ilmu Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36A Kentigan
Surakarta 57126
email: dimasrahadian@staff.uns.ac.id

Diserahkan [1 Desember 2019]; Diterima [30 Januari 2020]; Dipublikasi [16 Februari 2020]

ABSTRACT
The study aimed to investigate the sensory, physical and nutritional characteristics of steamed-chocolate
brownies made from arrowroot starch with partial subtitution replacement of pearl millet (25%, 50%, 75%). The
result of sensory analysis showed that the steamed-chocolate brownies formulated with arrowroot starch and
pearl millet flour at the ratio of 50:50 had the highest level of consumer acceptance, and thus selected as the
sample product for the further analysis. The sample contained water (28,2%), ash (1,8%), protein (8,7%) fat
(21,6%) carbohydrate (77,1%) and dietary fiber (3,1%). The product can contribute to 10% of the total daily
requirement of dietary fiber particularly for children (i.e., 5-6 years old) and thus can be considered as a fiber
source-food for those particular age range.
Keywords: steamed-brownies, arrowroot starch, pearl millet flour, subtitution
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik sensoris, fisik, dan kimia serta angka
kecukupan brownies kukus cokelat berbahan dasar pati garut dengan subtitusi tepung jewawut (25%, 50%,
75%). Produk yang mempumyai nilai tertinggi dalam uji kesukaan konsumen adalah brownis kukus cokelat yang
dibuat dari pati garut dan tepung jewawut dengan perbandingan 50:50. Oleh karena itu, sampel ini selanjutnya
dipilih untuk digunakan dalam penelitian tahap selanjutnya. Sampel brownis kukus cokelat terpilih mempunyai
kadar air 28,2%, kadar abu 1,8%, kadar protein 8,7%, kadar lemak 21,6%, kadar karbohidrat 77,1%, dan serat
pangan 3,1%. Brownis kukus cokelat dengan subtitusi 50% tepung jewawut memberikan kontribusi sebesar 10%
dari total kebutuhan sehari serat pangan golongan anak usia 5-6 tahun, sehingga dapat dipertimbangkan sebagai
makanan sumber serat bagi kelompok konsumen anak-anak pada rentang usia tersebut.
Kata Kunci : brownis kukus, pati garut, tepung jewawut, subtitusi

PENDAHULUAN Maphosa & Jideani, 2016; Brownlee et al.,


2017). Menurut Fuller et al. (2016) serat
Pola makan masyarakat yang tidak pangan dibagi menjadi dua golongan besar,
teratur dengan asupan gizi yang kurang yaitu serat pangan larut air (soluble dietary
seimbang serta gaya hidup yang tidak sehat fiber) dan serat pangan tidak larut air
memicu timbulnya berbagai macam kasus (insoluble dietary fiber). Serat pangan larut
penyakit degeneratif seperti obesitas, air dapat larut di dalam air dan juga dalam
diabetes, jantung coroner dan hipertensi (de saluran pencernaan sehingga dapat memberi
Ridder et al., 2017). Hal ini mendorong para rasa kenyang yang lebih lama,
peneliti di bidang pangan untuk memperlambat penyerapan glukosa ke darah,
mengembangkan dan mendesain produk dan menurunkan kolesterol. Serat pangan
pangan yang bermanfaat bagi kesehatan tidak larut air adalah serat yang tidak dapat
(Muhammad dan Dewettinck, 2017). Salah larut di dalam air maupun di saluran
satu komponen bahan pangan yang dapat pencernaan dengan fungsi utama
berperan bagi kesehatan adalah serat pangan, mempercepat waktu laju aliran makanan
yaitu komponen bioaktif yang memiliki dalam usus, meningkatkan volume feses, dan
fungsi fisiologis seperti seperti anti kolesterol mencegah kanker kolon.
serta dapat bermanfaat untuk menjaga gula Produk bakery merupakan agen
darah agar tetap normal (Dai et al., 2017; pembawa serat pangan yang potensial.

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XII, No. 2, Agustus 2019 87


Produk bakery fungsional yang memiliki bertujuan untuk mengetahui pengaruh tepung
nilai energi dan indeks glikemik rendah jewawut terhadap karakteristik fisik (warna
sebagai alternatif pangan fungsional telah dan tekstur), kimia (kadar air, abu, lemak,
mulai banyak dikembangkan (Arslan et al., protein, karbohidrat dan serat pangan), serta
2019). Brownis cokelat merupakan salah satu angka kecukupan gizi brownis kukus cokelat
produk turunan bakery jenis cake yang telah yang berbahan dasar tepung garut.
populer dan banyak beredar di pasaran
Indonesia. Brownis kukus cokelat yang
beredar di pasaran bahkan tidak hanya METODE PENELITIAN
terbuat dari tepung terigu, tetapi juga jenis
tepung lainnya, seperti pati garut (Maranta Bahan
arundinaceae L.). Di Kota Solo, saat ini telah
Bahan yang digunakan dalam penelitian
diproduksi secara komersial produk brownies ini adalah pati garut yang diperoleh dari
kukus 100% pati garut sebagai salah satu Toko Roti Ganeps (Surakarta). Tepung
pengembangan produk brownis oleh Toko jewawut diperoleh dari Gunung Kidul,
Roti Ganeps, Surakarta. Dalam produk Yogyakarta. Gula pasir Gulaku (PT. Sugar
tersebut, diperkirakan mempunyai serat Group Companies, Lampung), telur ayam
pangan yang masih rendah. Menurut Slamet dari pasar tradisional di Kota Solo,
et al. (2019), kadar serat pangan pati garut pengemulsi SP Ryoto Ester (Mitsubishi
sebesar 2,16%. Menurut regulasi BPOM Chemical Corporation, Jepang), coklat masak
(2011) suatu produk dapat diklaim sebagai Colatta (PT. Gandum Mas Kencana,
sumber serat pangan jika komposisi serat Tangerang), kakao bubuk Van Houten (PT.
pangan tidak kurang dari 3 gram/100 gram Ceres, Bandung), margarin Blue Band (KKR
produk. & Co., Cikarang), serta vanili bubuk Koepoe-
Jewawut (Pennisetum glaucum) koepoe (PT. Anggana Catur Prima, Jakarta)
merupakan salah satu serealia di Indonesia juga digunakan sebagai bahan untuk
yang dikenal juga dengan nama pearl millet pembuatan brownis kukus cokelat.
yang memiliki potensi sebagai serat pangan.
Tepung jewawut mempunyai kadar protein Alat
12,1%, kadar lemak 1,68%, karbohidrat Peralatan yang digunakan dalam
81,52% dan serat pangan 7,8% (Dias-Martins pembuatan borwnis kukus cokelat antara lain
et al, 2018). Subtitusi parsial tepung jewawut mixer, loyang, kompor dan alat pengukus.
ke dalam formulasi brownis kukus cokelat Selain itu diperlukan peralatan analisa,
diperkirakan dapat meningkatkan kadar serat seperti Chromameter Minolta CR-400 untuk
produk brownis kukus. Namun, diduga analisa warna, Llyod Universal Testing
subtitusi tepung jewawut akan berdampak Machine untuk analisa tekstur, tanur
pada karakteristik brownis kukus seperti pada pengabuan unutk analisa kadar abu,
warna, tekstur dan nilai gizi, serta sperangkat alat analisa kadar protein dengan
diperkirakan berpengaruh terhadap kesukaan metode kjedhal, serta sokhlet untuk analisa
konsumen. Berdasarkan latar belakang lemak dan serat pangan.
tersebut, perlu dilakukan studi terhadap
pengaruh subtitusi parsial tepung jewawut Tahapan Penelitian
terhadap karakteristik brownis kukus cokelat Sampel brownis kukus cokelat yang
berbahan dasar pati garut. Tujuan dari dibuat dengan berbagai variasi formula
penelitian ini adalah mengetahui penerimaan (Tabel 1). Dalam pembuatan brownis kukus
panelis terhadap karakteristik sensoris cokelat, adonan dibagi menjadi tiga, yaitu:
brownis kukus cokelat pada parameter (1) telur, gula, dan SP; (2) pati garut, tepung
warna, aroma, rasa, tekstur dan overall yang jewawut, coklat bubuk; (3) margarin dan
diformulasikan dari tepung garut dan tepung coklat masak.
jewawut. Selain itu, penelitian ini juga

88 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XII, No. 2, Agustus 2019


Tabel 1 Variasi formulasi brownis kukus
Perbandingan pati garut dan tepung jewawut
Bahan
100:0 75:25 50:50 25:75
Telur ayam (gr) 240 240 240 240
Gula pasir (gr) 200 200 200 200
Pati Garut (gr) 200 150 100 50
Tepung Jewawut (gr) - 50 100 150
Coklat Bubuk (gr) 40 40 40 40
Coklat Batang (gr) 75 75 75 75
Margarin (gr) 80 80 80 80
SP (gr) 4 4 4 4
Vanila bubuk (gr) 10 10 10 10
Tabel 2. Analisa karakteristik fisik dan kimia brownis kukus
Analisa Metode
Fisik
Tekstur (kekerasan) Llyod (Bourne, 1982)
Warna Hunter (Muhammad et al., 2018)
Kimia
Kadar air Thermogravimetri (AOAC, 2016)
Kadar abu Thermovolumetri (AOAC, 2016)
Kadar lemak Ekstraksi Soxhlet (AOAC, 2016)
Kadar protein Mikro-Kjeldhal (AOAC, 2016)
Kadar karbohidrat By difference (Winarno, 2002)
Serat pangan Enzimatis (AOAC, 2016)

Margarin dan coklat batang dicairkan diminta untuk memberikan penilaiannya


dengan cara pengukusan. Telur, gula, dan SP terhadap sampel yang disajikan satu per satu
diaduk rata dengan mixer sampai mengental. tanpa membandingkan antar sampel dengan
Kemudian ditambahkan campuran tepung mengisi kuisioner berdasarkan tingkat
dan coklat bubuk lalu diaduk hingga merata. kesukaan sesuai dengan skala penilaian yang
Pada proses selanjutnya, margarin dan coklat telah ditentukan (1=sangat tidak suka;
batang yang telah dicairkan dimasukkan ke 2=tidak suka; 3=netral; 4=suka; 5= sangat
dalam adonan dan diaduk hingga merata. suka).
Vanili bubuk kemudian ditambahkan ke Dalam pengujian fisik, analisa tingat
dalam adonan sebagai penambah citarasa. kekerasan dilakukan dengan Lloyd Universal
Adonan yang sudah jadi dituangkan ke dalam Testing Machine. Sampel brownies
loyang kemudian dikukus selama 50 menit diletakkan di atas plate. Alat diatur dengan
dengan api kecil. Brownis kukus selanjutnya kondisi dengan pre-load 0,02 N, pre-load
dianalisa secara organoleptic serta fisik dan speed 50 mm/min dan test speed 10 mm/min.
kimia seperti yang terlihat pada Tabel 2. Data yang diperoleh berupa kurva hubungan
Analisa organoleptik yang dilakukan antara Stress (N) dan Crush (%) serta Fmax
merupakan uji hedonic untuk mengetahui (N). Nilai Fmax (N) digunakan untuk
tingkat kesukaan panelis terhadap sampel menyatakan tingkat kekerasan brownis.
produk brownis kukus. Uji hedonik Analisa warna dilakukan dengan
dilakukan oleh 30 orang panelis tidak Chromamater Konica Minolta CR-4000. Dari
terlatih. Kepada panelis disajikan sampel analisa, didapatkan nilai L*, a* dan b* yang
dengan tiga komposisi pati garut dan tepung selanjutnya dapat digunakan untuk
jewawut yang berbeda (F1=75% pati garut : menghitung nilai °Hue dengan rumus yang
25% tepung jewawut; F2=50% pati garut : ditunjukan pada Eq. 1.
50% tepung jewawut; F3=25% pati garut :
75% tepung jewawut). Kemudian panelis °Hue = tan-1 (b*/a*) Eq. 1

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XII, No. 2, Agustus 2019 89


Untuk menguji kadar air brownis direfluks selama 5-6 jam. Kemudian, labu
kukus cokelat, sampel sebanyak 2-5 g lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dan
dimasukan ke dalam cawan almunium yang pelarut dipanaskan pada oven dengan suhu
telah diketahui bobotnya. Kemudian 105oC setelah itu didinginkan dalam
dikeringkan di dalam oven bersuhu 100- desikatot dan ditimbang. Kadar lemak
105oC sampai bobot konstan. Setelah itu sampel dihitung dengan rumus yang
didinginkan di dalam desikator dan ditunjukan pada Eq. 4.
ditimbang. Kadar air sampel dihitung dengan
rumus yang ditunjukan pada Eq. 2. ( )
( )
Eq. 4
( ) ( )

Eq. 2
Sebanyak 0,1-0,5 g sampel dimasukkan
ke dalam labu Kjeldahl 30 ml dan
Untuk pengujian kadar abu brownis ditambahkan 1,9 g K2SO4 40 mg HgO, 2 ml
kukus cokelat, sampel sebanyak 3-5 g H2SO4 dan beberapa butir batu didih.
dimasukan ke dalam cawan porselin yang Kemudian, didihkan selama 60-90 menit
telah diketahui bobotnya, kemudian diabukan sampai cairan jernih. Setelah itu didinginkan,
ke dalam furnace pada suhu 600°C selama ditambahkan sedikit H2O lewat dinding, dan
kurang lebih 4 jam atau sampai diperoleh didestilasi sampai diperoleh 15 ml destilat
abu berwarna putih. Setelah itu cawan berwarna hijau. Destilasi dilakukan dengan
didinginkan dalam desikator sampai suhu erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml H3BO3 2 tetes
ruang dan di timbang. Kadar abu sampel indikator (campuran 2 bagian metal merah
dihitung dengan rumus yang ditunjukan pada 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen
Eq. 3. blue 0,2 % dalam alkohol), dan ditambahkan
8 – 10 ml NaOH-Na2S2O3. Hasil destilasi
( ) diencerkan sampai 50 ml dan dititrasi dengan
( )
Eq. 3 HCl 0,02N. Kadar protein dihitung dengan
( )
faktor konversi 6.25 dengan rumus yang
Untuk analisa kadar lemak brownis ditunjukkan pada Eq. 5.
kukus cokelat, sebanyak 2-5 g sampel yang Kadar karbohidrat ditentukan dengan
ditepungkan dibungkus dengan kertas saring, metode by difference yaitu dengan
dimasukan ke dalam soxhlet, lalu mengurangkan sampel dengn kadar air, kadar
ditambahkan heksan secukupnya dan abu, kadar protein dan kadar lemak (Eq. 6).

( )
( ) Eq. 5

( )
–( ) Eq. 6

Untuk menghitung kadar serat pangan, protease dalam 1 ml buffer fosfat). Tutup
sampel (0.3-0.5 mm mesh) sebanyak 1 gram, dengan aluminium foil dan inkubasikan
dimasukkan dalam beaker 400 ml lalu selama 30 menit. Dinginkan dan tambah 10
ditambahkan 50 ml buffer posfat, pH 6,0. ml 0,325M larutan HCl. Atur pH hingga 4,0.
Tambahkan 0.1 ml Termamyl, tutup dengan Tambahkan 0,3 mL amyloglukosidase, tutup
aluminium foil dan masukkan ke dalam dengan alumunium foil dan inkubasikan pada
water bath mendidih selama 15 menit, 60°C selama 30 menit dengan agitasi
digoyangkan setiap 5 menit. Selanjutnya, kontinyu. Tambahkan 280 ml 95% ETOH,
dinginkan sampel pada suhu kamar dan atur panasi 60°C dan presipitasikan pada suhu
pH menjadi 7,5 0,2 dengan penambahan 10 kamar 60 menit. Saring dengan krus yg telah
ml larutan 0,275 N NaOH. Tambahkan 5 gr diberi celite 0,1 mg yang diratakan dengan
protease dan 0,1 ml larutan enzim (50 mg ETOH 78 %. Cuci residu dalam krus dengan

90 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XII, No. 2, Agustus 2019


20 ml ETOH 78% (3x), 10 ml ETOH 95% Tabel 3 menunjukkan bahwa variasi
(2x) dan 10 ml aseton (1x). Keringkan residu formulasi tidak berpengaruh nyata (α=0,05)
dalam oven vakum 70°C semalam atau oven terhadap kesukaan panelis terhadap
105°C sampai berat konstan. Kadar serat parameter warna brownis kukus cokelat,
pangan dihitung dengan Eq. 7 dengan a dengan nilai berkisar pada 3,50-3,90 (netral
adalah berat sampel konstan, b= berat abu, hingga suka). Hal ini disebabkan ketiga
w= berat awal sampel. sampel variasi formulasi brownies kukus
menghasilkan warna yang hampir sama yaitu
Serat pangan (%) = (a-b)/w x 100% coklat kehitaman yang dihasilkan dari bahan
Eq. 7 cokelat batang dan coklat bubuk yang
digunakan. Faktor subtitusi pati garut
Rancangan penelitian menggunakan menggunakan tepung jewawut tidak merubah
pola rancangan acak lengkap (RAL) dengan warna secara signifikan (Gambar 1),
satu variabel independen yaitu varasi sehingga tidak berdampak pada penilaian
subtitusi tepung jewawut. Data selanjutnya konsumen terhadap produk tersebut.
dianalisis secara statistik menggunakan Fenomena yang sama terjadi pada parameter
metode one way Analysis of Variance aroma.Variasi formulasi tidak memberikan
(ANOVA), jika terdapat perbedaan maka pengaruh nyata (α=0,05) terhadap parameter
dilanjutkan dengan uji beda nyata aroma brownis kukus cokelat. Penilaian yang
menggunakan Duncan’s Multiple Range Test diberikan panelis terhadap tiga sampel
(DMRT) pada taraf signifikansi α= 5%. berkisar 3,47-3,63 yang berarti penilaian
Karakteristik fisik dan gizi formulasi terpilih panelis terhadap parameter aroma brownies
dibandingkan dengan kontrol (100% pati antara netral hingga suka. Menurut Fathullah
garut) menggunakan analisis metode (2013) aroma brownis adalah harum khas
independent T-test pada taraf signifikansi α= cokelat. Sifat bahan baku tepung jewawut
5% . yang dikenal memiliki bau agak apek
ternyata tidak mempengaruhi kesukaan
HASIL DAN PEMBAHASAN panelis terhadap aroma yang dihasilkan
brownis kukus cokelat. Penambahan vanila
Tingkat kesukaan panelis terhadap bubuk dalam formulasi mungkin dapat
brownis kukus cokelat berbahan pati berkontribusi untuk mengurangi bau apek
garut dengan subtitusi parsial tepung dari tepung jewawut.
jewawut
Tabel 3 Tingkat penerimaan panelis terhadap brownis kukus cokelat berbahan
dasar pati garut dan tepung jewawut
Pati Garut :
Tepung Jewawut Warna Aroma Rasa Tekstur Overall
75 : 25 3,50a 3,63a 3,27a 2,83a 3,27a
50 : 50 3,90a 3,57a 3,90b 3,60b 3,93b
25 : 75 3,67a 3,47a 3,43ab 3,07a 3,43b
*) Notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada α = 0,05

A B C

.
Gambar 1 Kenampakan brownis kukus cokelat berbahan pati garut dengan subtitusi tepung
jewawut pada berbagai rasio (A=75:25; B=50:50; C=25:75)

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XII, No. 2, Agustus 2019 91


Pada parameter tekstur, tingkat kesukaan panelis dapat diketahui bahwa
kesukaan panelis terhadap brownis kukus brownis kukus cokelat dengan formulasi 50%
cokelat dengan formulasi 50% pati garut dan pati garut dan 50% tepung memiliki nilai
50% tepung jewawut berbeda nyata (α=0,05) kesukaan paling tinggi yaitu sebesar 3,90.
dengan sampel tingkat kesukaan panelis pada Rasa brownis kukus cokelat juga dipengaruhi
brownies kukus dengan formulasi 75% pati oleh jumlah penggunaan gula, coklat masak
garut dan 25% tepung jewawut serta 25% dan coklat bubuk yang menjadikan brownies
pati garut dan 75% tepung jewawut. Brownis memiliki rasa manis legit khas coklat. Rasa
cokelatkukus dengan formulasi 50% pati brownies merupakan kombinasi mutlak
garut dan 50% tepung jewawut paling antara dua unsur rasa manis dan coklat
disukai panelis dengan rata-rata nilai (Fathullah, 2013). Ketiga variasi formulasi
kesukaan sebesar 3,60. Tepung jewawut brownies kukus menghasilkan rasa dominan
memiliki tekstur yang agak kasar karena manis khas coklat.
kandungan seratnya. Semakin banyak Secara keseluruhan (overall) nilai rata-
perbandingan subtitusi tepung jewawut maka rata kesukaan panelis pada brownies kukus
tingkat keremahan semakin tinggi sehingga pati garut dan tepung jewawut berkisar antara
menghasilkan tekstur brownies kukus yang 3,27-3,93 yaitu pada kategori antara netral
rapuh. Sedangkan subtitusi pati garut hingga suka. Selain pada parameter
menghasilkan tekstur brownies kukus yang kesukaan, parameter warna, aroma, tekstur
lebih padat dan sedikit keras. Kandungan dan rasa produk brownies kukus dengan
gluten yang tidak dimiliki pati garut menjadi formulasi 50% pati garut dan 50% tepung
salah satu faktor yang menyebabkan tekstur jewawut memiliki tingkat penerimaan panelis
brownies lebih padat dan sedikit keras. tertinggi. Maka pada penelitian ini brownis
Penggunaan tepung tanpa gluten kukus cokelat dengan formulasi 50% pati
menyebabkan kekerasan meningkat sebagai garut dan 50% tepung jewawut merupakan
akibat pengembangan yang kurang baik atau formulasi terpilih berdasarkan penerimaan
penurunan volume roti. Pada penelitian ini panelis. Penelitian sebelumnya dalam Damat
brownies kukus yang paling disukai panelis dan Pangestuti (2006) juga menunjukkan
adalah dengan formulasi 50% pati garut dan bahwa perlakuan subtitusi tepung terigu
50% tepung jewawut, yaitu formulasi yang dengan pati garut sebesar 50% merupakan
menghasilkan tekstur yang tidak terlalu padat hasil yang terbaik dalam pembuatan roti
dan tidak terlalu rapuh. Maka dapat diketahui cake.
bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap Hasil yang diperoleh di dalam penelitian
tekstur brownies kukus pati garut dan tepung ini mengkonfirmasi bahwa reformulasi
jewawut dipengaruhi oleh tingkat kepadatan brownis dapat merubah tingkat penerimaan
dan kerapuhan. Panelis cenderung menyukai panelis terhadap produk tersebut. Uruakpa
tekstur brownies kukus yang tidak terlalu dan Fleischer (2016) menyatakan bahwa
padat tetapi tidak terlalu rapuh. penggunaan kacang hitam (black bean)
Pada parameter rasa, penilaian yang sebanyak 20-90% dapat menurunkan secara
diberikan panelis terhadap tiga sampel signifikan tingkat penerimaan panelis
berkisar 3,27-3,90 yang berarti antara netral terhadap produk brownis. Selaras dengan
hingga suka. Tingkat kesukaan panelis hasil penelitian tersebut, Yeom et al (2016)
terhadap sampel brownis kukus cokelat menjelaskan bahwa pencampuran bekatul
dengan formulasi 50% pati garut dan 50% dapat meningkatkan kadar serat pangan
tepung jewawut berbeda nyata (α=0,05) brownis, namun berdampak pada penurunan
dengan sampel brownies kukus 75% pati tingkat penerimaan panelis. Menariknya,
garut dan 25% tepung jewawut. Sedangkan Selvakumaran et al., (2019) yang melakukan
pada brownis kukus cokelat yang terbuat dari subtitusi brownis tepung terigu dengan
25% pati garut dan 75% tepung jewawut, menggunakan tepung ubi jalar menemukan
mempunyai tingkat kesukaan panelis yang bahwa ubi jalar justru dapat meningkatkan
tidak berbeda nyata (α=0,05) terhadap kedua tingkat penerimaan panelis terhadap produk
sampel lainnya. Berdasarkan evaluasi nilai brownis. Namun penelitian lebih lanjut oleh

92 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XII, No. 2, Agustus 2019


Ligarnasari et al (2018) menemukan bahwa antar kedua sampel. Dari hasil perhitungan
penambahan minyak jintan hitam pada didapatkan nilai ∆E sebesar 0,74. Hal ini
brownis berbahan ubi jalar menurunkan menunjukkan tingkat perbedaan warna kedua
secara drastic tingkat kesukaan konsumen. sampel tersebut sangat kecil untuk dapat
Pada penelitian lainnya, English et al (2019) dideteksi oleh indera mata. Hal ini
menyebutkan bahwa brownies yang dibuat merupakan salah satu alasan kenapa tingkat
dengan bahan dasar kacang buncis kesukaan panelis terhadap brownis kukus
(Phaseolus vulgaris) dengan berbagai variasi cokelat pada parameter warna tidak berbeda
perlakuan mempunyai tingkat penerimaan nyata.
panelis yang tinggi dengan rerata 7 dari nilai Selain secara sensoris, parameter tekstur
maksimal 9. brownis kukus cokelat juga diukur secara
objektif untuk mengetahui perbedaan tingkat
Karakteristik fisik brownis kukus cokelat
kekerasan kedua sampel. Pengukuran tekstur
formula terpilih
dilakukan secara objektif untuk mengukur
Pengujian warna dan tekstur dilakukan
gaya yang diperlukan untuk menekan atau
untuk mengetahui pengaruh dari subtitusi
memberi beban produk sehingga produk
parsial tepung jewawut terhadap pati garut
mengalami deformasi. Hasil pengujian
pada produk brownis kukus cokelat (Tabel
menunjukkan terdapat perbedaan nyata
4). Subtitusi tepung jewawut terhadap pati
(α=0,05) terhadap tekstur pada brownis
garut tidak menghasilkan perbedaan nyata
(α=0,05) pada parameter L* (Lightness), a* kukus cokelat kontrol (100% pati garut
kontrol) dengan brownis kukus cokelat yang
dan b*. Demikian pula pada nilai °Hue yang
diformulasikan dari 50% pati garut dan 50%
diperoleh dari persamaan °Hue = arc tan
tepung jewawut di mana brownis kukus
(b*/a*). Nilai L merupakan derajat kecerahan
cokelat kontrol memiliki tekstur yang lebih
bahan, nilai a* menyatakan cahaya pantul
keras. Hal ini sesuai dengan hasil uji sensoris
yang menghasilkan warna kromatik
terhadap parameter tekstur, dimana brownies
campuran merah-hijau, sedangkan nilai b* kukus yang diformulasikan dengan subtitusi
menyatakan warna kromatik campuran biru-
parsial tepung jewawut sebanyak 50%
kuning (Muhammad et al., 2018). Nilai °Hue merupakan formulasi yang seimbang dengan
mencerminakan daerah kisaran warna menghasilkan tekstur yang tidak terlalu padat
kromatisitas yang berbeda. Nilai °Hue pada tetapi tidak terlalu rapuh. Sifat tepung
brownis kukus cokelat adalah pada kisaran jewawut yang sedikit kasar karena
39,7 hingga 40,3 sehingga menunjukkan kandungan seratnya membuat tekstur produk
bahwa produk tersebut berada pada daerah memiliki tingkat keremahan yang tinggi
kisaran warna merah. Warna brownies kukus sehingga jika komposisi yang ditambahkan
cenderung coklat kehitaman. Nilai L*, a*, b* terlalu banyak akan dihasilkan tekstur produk
selanjutnya dapat digunakan untuk yang rapuh.
menghitung derajat perbedaan warna (∆E)
untuk mengetahui tingkat perbedaan warna
Tabel 4 Karakteristik warna dan tekstur brownis kukus cokelat berbahan dasar pati garut
dengan subtitusi parsial tepung jewawut
Parameter Kontrol Pati garut : tepung jewawut
(100% pati garut) = 50:50
Warna
L* 31,4a±0,5 31,5a ±0,7
a* 6,8a ±0,2 7,3a ±0,5
a
b* 5,7 ±0,3 6,2a ±0,6
°
Hue 39,7a ±0,9 40,3a ±1,2

Tekstur
Fmax (N) 0,92a±0,10 0,8b±0,1
*) Notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada α = 0,05

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XII, No. 2, Agustus 2019 93


Warna dan tekstur brownis sangat erat dengan umur simpan. Selain itu, kadar
dipengaruhi oleh formulasi produk. air juga dapat mempengaruhi kenampakan,
Penurunan nilai L*, a* dan b* brownis yang tekstur serta cita rasa pada bahan pangan
diakibatkan dari subtitusi tepung terigu tersebut. Sampai saat ini, standar mutu
dengan tepung ubi jalar telah dilaporkan oleh borwnies yang diatur dalam Standar Nasional
Selvakumaran et al. (2019). Subtitusi tersebut Indonesia (SNI) belum ada, sehingga kadar
juga dilaporkan dapat menyebabkan produk air roti yang diatur dalam SNI 01-3840-1995
brownis semakin keras (semakin tinggi seringkali digunakan sebagai pembanding.
proporsi ubi jalar, semakin keras brownis Menurut SNI 01-3840-1995 kadar air roti
yang dihasilkan). Dalam penelitian maksimal adalah sebesar 40%. Dengan
Ligarnasari et al. (2018), penambahan 0.25% demikian, kadar air kedua brownies kukus
minyak jintan hitam dapat secara signifikan yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan
menurunkan tingkat kekerasan brownies dari standar mutu. Selain pada kadar air, subtitusi
9.9 N menjadi 7.0 N. Menariknya, menurut tepung jewawut terhadap pati garut tidak
Richardson et al. (2018), sifat fisik brownis menghasilkan perbedaan nyata (α=0,05) pada
(kekerasan dan warna) tidak hanya kadar kadar abu. Nilai kadar abu produk
dipengaruhi oleh formula brownis, namun pangan mencerminkan besarnya kandungan
juga dipengaruhi oleh ukuran partikel gula mineral bahan di dalam produk tersebut.
yang digunakan untuk membuat brownis. Menurut Sudarmadji (2003) mineral yang
Semakin kecil ukuran gula yang digunakan, terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan
brownis yang dihasilkan cenderung lebih dua macam garam yaitu garam organik (asam
lunak dan lebih terang. malat, oksalat, asetat dan pektat) dan garam
anorganik (fosfat, karbonat, klorida, sulfat
Karakteristik kimia dan gizi brownis
dan nitrat).
kukus cokelat formula terpilih
Subtitusi tepung jewawut terhadap pati
Tabel 5 menunjukkan karakteristik
garut menghasilkan perbedaan nyata
kimia brownis kukus cokelat berbahan dasar
(α=0,05) pada kadar lemak, protein,
pati garut dengan subtitusi parsial tepung
karbohidrat dan serat pangan. Perbedaan
jewawut. Subtitusi tepung jewawut terhadap
tersebut disebabkan oleh perbedaan
pati garut tidak menghasilkan perbedaan
komposisi pati garut dan tepung jewawut.
nyata (α=0,05) pada parameter kadar air.
Menurut Slamet et al. (2019), pati garut
Kadar air brownis kukus cokelat berkisar
mempunyai kadar protein 0,45%, kadar
pada 36% hingga 40%. Bahan yang dikukus
lemak 0,35%, karbohidrat 81,8% dan serat
dalam waktu yang lebih lama akan memberi
pangan 2,16%. Sedangkan tepung jewawut
kesempatan kepada bahan tersebut untuk
mempunyai kadar protein 11,8%, kadar
menyerap uap air lebih besar sehingga
lemak 6,4%, karbohidrat 72,2% dan serat
mengakibatkan peningkatan kadar air bahan.
pangan 7,8% (Dias-Martins, 2018).
Kadar air menjadi karakteristik suatu bahan
pangan yang sangat penting karena kaitannya
Tabel 5 Karakteristik kimia brownis kukus cokelat berbahan dasar pati garut dengan subtitusi
parsial tepung jewawut
Pati Garut : Tepung Jeawawut
Komponen Gizi
100 : 0 50 : 50
Air (% db) 36,00 a 39,40 a
a
Abu (% db) 1,75 1,79 a
Lemak (% db) 20,35a 21,60b
a
Protein (% db) 8,69 10,01 b
Karbohidrat (% db) 77,13a 76,99b
a
Serat Pangan (% db) 2,32 3,07b
*) Notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada α = 0,05

94 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XII, No. 2, Agustus 2019


Subtitusi parsial tepung jewawut pada Namun brownis kukus cokelat sampai saat
pati garut untuk pembuatan brownis kukus ini masih termasuk makanan selingan yang
cokelat dapat meningkatkan kadar protein, memberikan kontribusi sebesar 10% dari
kadar lemak dan serat pangan. Peningkatan total kebutuhan energi per hari. Angka label
serat pangan tersebut membuka peluang gizi untuk energi bagi golongan umum
untuk membuat produk brownis kukus adalah 2000 kkal. Setiap 100 gram brownies
cokelat yang lebih sehat. Serat pangan atau kukus pati garut dan tepung jewawut dari
dietary fiber merupakan bagian dari formula terbaik mengandung 365 kkal.
tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan Sehingga untuk memperoleh 200 kkal
tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat dibutuhkan 54 gram brownies kukus pati
resistan terhadap proses pencernaan dan garut dan tepung jewawut. Komposisi
penyerapan di usus halus manusia serta kandungan zat gizi brownis kukus cokelat
mengalami fermentasi sebagian atau pati garut dan tepung jewawut per takaran
keseluruhan di usus besar. Serat pangan saji dapat dilihat pada Tabel 6.
umumnya termasuk kelompok karbohidrat Tabel 6 Kandungan gizi brownies kukus
yang tidak dapat dicerna dan diserap oleh terbaik per takaran saji (54 gram)
sistem pencernaan manusia normal. Manfaat
Kandungan Gizi Jumlah Anjuran
serat pangan bagi kesehatan yaitu mencegah
asupan asupan
terjadinya sembelit, memperlancar buang air
Protein (gr) 3,85 5-7,5
besar, mengurangi resiko penyakit jantung
Lemak (gr) 8,37 5,56
dan menurunkan kolesterol dalam darah
Karbohidrat (gr) 26,62 27,5
(Fuller et al., 2016).
Serat Pangan (gr) 1,18 25
Perubahan karaktersitik kimia brownis
Energi (kkal) 200
akibat dari reformulasi produk juga telah
Dalam Widyakarya Nasional Pangan
dipublikasikan pada penelitian-penelitian
dan Gizi XI Tahun 2018, asupan protein
terdahulu. Uruakpa dan Fleischer (2016)
yang dianjurkan yaitu 10-15% dari total
menyebutkan bahwa penggunaan kacang
kalori. Sehingga didapatkan asupan protein
hitam dapat meningkatkan kadar protein,
5-7,5 gram per satu takaran saji. Dalam satu
vitamin A, zat besi, kalsium dan serat
takaran saji brownies kukus mengandung
pangan, dan pada saat yang sama
protein sebanyak 3,85 gram, sehingga
menurunkan kadar lemak serta total kalori
kandungan protein dalam produk brownies
dari brownies. Ligarnasari et al. (2018)
kukus ini belum dapat mendekati anjuran
menyatakan bahwa penambahan minyak
asupan protein. Kebutuhan protein juga akan
jintan hitam dapat secara signifikan
didapatkan dari makanan selingan lainnya.
menaikkan kadar lemak (asam palmitat, asam
Asupan lemak yang dianjurkan yaitu tidak
oleat dan asam laurat), kadar protein, kadar
melebihi 25% dari total kalori. Maka
abu dan total fenol serta menigkatkan
didapatkan asupan lemak tidak melebihi 5,56
aktifitas brownis berbahan dasar ubi jalar.
gram per takaran saji. Sedangkan dalam satu
Pada penelitian Yeom et al (2016),
takaran saji brownies kukus mengandung
penambahan bekatul dapat meningkatkan
lemak sebanyak 8,37 gram, sehingga dapat
kadar serat pangan brownis, namun hal ini
diketahui bahwa kadar lemak produk
dapat berdampak pada penurunan tingkat
brownies kukus melebihi anjuran asupan
penerimaan panelis
lemak yang dianjurkan. Tingginya kadar
Angka kecukupan gizi dan serat pangan lemak dapat disebabkan oleh bahan-bahan
brownis kukus cokelat formula terpilih yang ditambahkan dalam pembuatan
Energi brownis cekelat kukus diperoleh brownies sebagai sumber lemak.
dengan mengkonversikan karbohidrat, lemak Pengurangan komposisi bahan-bahan sumber
dan protein, dimana dihasilkan 9 kkal per lemak seperti margarin, coklat masak dan
gram untuk lemak serta 4 kkal per gram coklat bubuk dalam komposisi brownies
untuk karbohidrat dan protein. Hasil dapat menurunkan kadar lemak produk
perhitungan kalori brownies kukus cokelat sehingga dapat sesuai dengan asupan yang
diperoleh 365 kkal per 100 gram takaran saji. dianjurkan. Asupan karbohidrat yang

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XII, No. 2, Agustus 2019 95


dianjurkan yaitu 50-65% dari total kalori. 6 gram/100 gram produk. Berdasarkan hasil
Sehingga didapatkan asupan karbohidrat analisis serat pangan yang telah dilakukan
yang dianjurkan sebanyak 25-32,5 gram per dapat diketahui bahwa dengan kandungan
satu takaran saji. Dalam satu takaran saji serat pangan brownis kukus cokelat terpilih
brownies kukus mengandung karbohidrat (50% pati garut : 50% tepung jewawut) yaitu
sebanyak 26,62 gram, maka kandungan 2,18% (wb) dimana belum dapat memenuhi
karbohidrat dalam produk brownies kukus persyaratan pangan sumber serat maupun
ini dapat dikatakan telah sesuai anjuran tinggi serat.
asupan karbohidrat. American Academy of Pediatrics juga
Selain protein, lemak dan karbohidrat, menyarankan kebutuhan TDF sehari untuk
serat pangan merupakan komponen dalam anak adalah jumlah umur (tahun) ditambah
bahan pangan yang data ini mendapatkan dengan 5 gram. Pada Tabel 4.9 dapat dilihat
perhatian, karena telah terbukti mempunyai kebutuhan serat pangan yang dapat dipenuhi
dampak positif bai kesehatan. Namun hingga untuk rentang usia anak-anak (5-12 tahun)
saat ini belum ada patokan baku atas dengan mengonsumsi satu takaran saji
konsumsi serat untuk setiap orang. Anjuran brownies kukus. Berdasarkan Tabel 7 dapat
biasanya ditujukan untuk kelompok tertentu. diketahui bahwa anak usia 5 tahun dapat
US FDA menganjurkan total dietary fiber memenuhi kebutuhan serat pangannya per
(TDF) 25 gram/2000 kalori atau 30 hari sebesar 11,8% dengan mengonsumsi
gram/2500 kalori. The American Cancer brownis kukus cokelat yang diformulasikan
Society, The American Heart Association dari pati garut dan tepung jewawut per satu
dan The American Diabetic Association takaran saji. Anak usia 6 tahun dapat
menyarankan 25-35 gram/hari dari berbagai memenuhi 10,73% dari kebutuhan serat
bahan makanan. Konsensus nasional pangannya per hari. Anak usia 7, 8, 9, 10, 11
pengelolaan diabetes di Indonesia dan 12 tahun secara berturut-turut dapat
menyarankan 25 gram/hari bagi orang yang memenuhi 9,83%, 9,08%, 8,43%, 7,87%,
berisiko menderita DM. 7,38% dan 6,94% dari kebutuhan serat
Jumlah serat pangan total per takaran pangannya per hari. Dari nilai %AKG yang
saji brownis kukus cokelat yang dipenuhi menunjukkan bahwa produk
diformulasikan dari pati garut dan tepung brownis kukus cokelat yang dibuat dari pati
jewawut sebesar 1,18 gram. Kebutuhan serat garut dan tepung jewawut dapat disebut
pangan per hari untuk golongan umum sebagai produk pangan sumber serat untuk
menurut Angka Label Gizi untuk pelabelan segmen anak usia 5 dan 6 tahun karena dapat
adalah sebanyak 25 gram/2000 kkal. Dari memenuhi lebih dari 10% kebutuhan serat
perhitungan dapat diketahui bahwa brownies pangan per hari. Sedangkan untuk anak usia
kukus pati garut dan tepung jewawut 7-12 tahun nilai %AKG yang dipenuhi
memberikan kontribusi sebesar 4,72% dari produk brownis kukus cokelat yang dibuat
total kebutuhan sehari golongan umum. dari pati garut dan tepung jewawut ini belum
Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan memenuhi persyaratan. Kontribusi terhadap
Gizi XI Tahun 2018, dinyatakan bahwa asupan serat pangan dalam satu takaran saji
produk yang mengandung 10-20% suatu zat produk untuk anak usia 7-12 tahun masih
gizi tertentu dari total kebutuhan sehari dibawah 10% sehingga brownies kukus pati
dikatakan sebagai produk sumber zat gizi garut dan tepung jewawut belum dapat
tersebut. Sehingga brownies kukus dengan menjadi produk pangan sumber serat.
subtitusi 50% tepung jewawut belum dapat Tabel 7 Kebutuhan serat pangan golongan
dikatakan sebagai pangan sumber serat. usia anak
Menurut BPOM (2016) suatu produk dapat
Kebutuhan Serat
diklaim sebagai sumber serat pangan jika Usia
Pangan % AKG
komposisi serat pangan tidak kurang dari 3 (tahun)
(gram/hari)
gram/100 gram produk. Sedangkan produk
5 10 11,8
dapat diklaim sebagai tinggi serat pangan
6 11 10,73
jika komposisi serat pangan tidak kurang dari
7 12 9,83

96 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XII, No. 2, Agustus 2019


8 13 9,08 Indonesia Nomor 13 Tahun 2016
9 14 8,43 Tentang Pengawasan Klaim Pada Label
10 15 7,87 dan Iklan Pangan Olahan. Badan POM
11 16 7,38 Republik Indonesia.
12 17 6,94 Brownlee, I. A., Chater, P. I., Pearson, J. P.,
& Wilcox, M. D. (2017). Dietary fibre
KESIMPULAN and weight loss: Where are we now?.
Food Hydrocolloids, 68, 186-191.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, formulasi yang mendapatkan Dai, F. J., & Chau, C. F. (2017).
penilaian tertinggi panelis yaitu brownis Classification and regulatory
kukus cokelat yang diformulasi dengan 50% perspectives of dietary fiber. Journal of
pati garut dan 50% tepung jewawut. Food and Drug Analysis, 25(1), 37-42.
Brownis kukus cokelat ini mempunyai kadar Damat dan Pangestuti, A.P. (2008). Subtitusi
air 28,2%, kadar abu 1,8%, kadar protein Tepung Terigu dengan Pati Garut
8,7%, kadar lemak 21,6%, kadar karbohidrat (Maranta arundinacea L) pada Proses
77,1%, serta serat pangan 3,1%. Dengan Pembuatan Cake. Prosiding Seminar
kadar serat tersebut, brownis kukus cokelat Nasional Pangan 2016. Yogyakarta.
ini dapat disebut sebagai produk pangan
sumber serat untuk anak umur 5-6 tahun de Ridder, D., Kroese, F., Evers, C.,
karena dapat memberikan kontribusi diatas Adriaanse, M., & Gillebaart, M. (2017).
10% dari total kebutuhan sehari serat pangan Healthy diet: health impact, prevalence,
pada golongan anak pada usia tersebut. correlates, and interventions.
Subtitusi 50% tepung jewawut mempunyai Psychology & Health, 32: 907-941.
perbedaan warna yang sangat kecil Dias-Martins, A. M., Pessanha, K. L. F.,
dibandingkan brownis kukus control, namun Pacheco, S., Rodrigues, J. A. S., &
menyebabkan penurunan tingkat kekerasan. Carvalho, C. W. P. (2018). Potential use
Untuk industrialisasi dan komersialisasi of pearl millet (Pennisetum glaucum
produk ini, penelitian dapat dilanjutkan (L.) R. Br.) in Brazil: Food security,
dengan mengkaji umur simpan brownis processing, health benefits and
kukus cokelat. nutritional products. Food Research
International, 109, 175-186.
DAFTAR PUSTAKA
English, M. M., Viana, L., & McSweeney,
M. B. (2019). Effects of soaking on the
Arslan, M., Rakha, A., Xiaobo, Z., & functional properties of yellow‐eyed
Mahmood, M. A. (2019). bean flour and the acceptability of
Complimenting gluten free bakery chocolate brownies. Journal of Food
products with dietary fiber: Science, 84, 623-628.
Opportunities and constraints. Trends in
Fathullah, Ali. (2013). Perbedaan Brownies
food science & technology, 83, 194-202.
Tepung Ganyong dengan Brownies
AOAC. (2016). Official Methods of Analysis Tepung Terigu Ditinjau dari Kualitas
of the Association of Official Analytical Inderawi dan Kandungan Gizi. Skripsi.
Chemistry Intrnational 20th Edition. Fakultas Teknik, Universitas Negeri
Arlington: AOAC Inc Semarang. Semarang.
Bourne, M. C. (2002). Food Texture and Fuller, S., Beck, E., Salman, H., & Tapsell,
Viscosity Concept and Measurement L. (2016). New horizons for the study of
2nd Edition. New York: Academic dietary fiber and health: a review. Plant
Press. Foods for Human Nutrition, 71: 1-12.
BPOM. (2016). Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XII, No. 2, Agustus 2019 97


Hutchings, J. B. (1999). Food Colour and Porridge. International Journal on
Appearance 2nd Edition. Maryand: Advanced Science, Engineering and
Aspen Pub. Information Technology, 9, 412-421.
Ligarnasari, I. P., Anam, C., & Sanjaya, A. P. Sudarmadji, S. (2003). Analisa Bahan
(2018). Physical, chemical and sensory Makanan dan Pertanian. Kanisius.
properties of brownies substituted with Yogyakarta.
sweet potato flour (Ipomoea batatas L.) Uruakpa, F. O., & Fleischer, A. M. (2016).
with addition of black cumin oil Sensory and nutritional attributes of
(Nigella sativa L.). In IOP Conference black bean brownies. American Journal
Series: Earth and Environmental of Food Science and Nutrition, 3, 27-36.
Science (Vol. 102, No. 1, p. 012084).
IOP Publishing. Winarno, F. G. (2002). Kimia Pangan dan
Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Maphosa, Y., & Jideani, V. A. (2016). Jakarta.
Dietary fiber extraction for human
nutrition—A review. Food Reviews Yeom, K. H., Kim, J. H., Lee, J. H., Bae, I.
International, 32(1), 98-115. H., & Chun, S. S. (2016). Quality
characteristics and consumer
Muhammad, D. R. A., & Dewettinck, K.
acceptability of brownies with rice bran
(2017). Cinnamon and its derivatives as dietary fiber. Journal of the Korean
potential ingredient in functional food— Society of Food Science and
a review. International Journal of Food Nutrition, 45, 1823-1829.
Properties, 20: 2237-2263.
Muhammad, D. R. A., Saputro, A. D.,
Rottiers, H., Van de Walle, D., &
Dewettinck, K. (2018). Physicochemical
properties and antioxidant activities of
chocolates enriched with engineered
cinnamon nanoparticles. European
Food Research and Technology, 244,
1185-1202.
Richardson, A. M., Tyuftin, A. A.,
Kilcawley, K. N., Gallagher, E.,
O’Sullivan, M. G., & Kerry, J. P.
(2018). The impact of sugar particle size
manipulation on the physical and
sensory properties of chocolate
brownies. LWT, 95, 51-57.
Selvakumaran, L., Shukri, R., Ramli, N. S.,
Dek, M. S. P., & Ibadullah, W. Z. W.
(2019). Orange sweet potato (Ipomoea
batatas) puree improved
physicochemical properties and sensory
acceptance of brownies. Journal of the
Saudi Society of Agricultural Sciences,
18, 332-336.
Slamet, A., Praseptiangga, D., & Hartanto, R.
(2019). Physicochemical and Sensory
Properties of Pumpkin (Cucurbita
moschata D) and Arrowroot (Marantha
arundinaceae L) Starch-based Instant

98 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. XII, No. 2, Agustus 2019

Anda mungkin juga menyukai