Anda di halaman 1dari 9

Karakteristik fisiko-kimia biskuit dengan fortifikasi, Wulandari et al.

JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 2

KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA BISKUIT DENGAN FORTIFIKASI


TEPUNG BELUT

Wulandari*, Herpandi, Shanti Dwita Lestari, Rizky Maharani Putri


Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya, Jalan. Palembang-Prabumulih KM 32 Indralaya,
Kabupaten Ogan Ilir 3066, Sumatera Selatan, Indonesia
Telepon/Faks.: 0711-580934
*Korespondensi: wulandari@fp.unsri.ac.id
Diterima: 27 November 2018/ Disetujui: 19 Juli 2019

Cara sitasi: Wulandari, Herpandi, Lestari SD, Putri RM. 2019. Karakteristik fisiko-kimia biskuit dengan
fortifikasi tepung belut. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 22(2): 246-254.

Abstrak
Biskuit merupakan makanan ringan untuk penunda lapar. Penelitian ini bertujuan menentukan
karakteristik fisiko-kimia biskuit fortifikasi tepung belut pada beberapa tingkat konsentrasi yang berbeda.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor perlakuan fortifikasi tepung belut
10; 20; 30; 40 dan 50%. Parameter uji yang dilakukan terdiri atas warna (lightness, derajat hue, chroma),
komposisi kimia, kadar kalsium dan fosfor. Perlakuan fortifikasi tepung belut 10-50% pada pembuatan
biskuit berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar abu, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, dan warna
(lightness dan derajat hue), tetapi tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar air, lemak dan nilai
chroma. Biskuit belut memiliki kadar protein, air, abu dan lemak yang lebih tinggi dari standar mutu.
Perlakuan terbaik yaitu fortifikasi tepung belut 30% dengan komposisi kimia biskuit yang dihasilkan
memiliki kadar air 5,58±0,40% (b/b), abu 2,56±0,19% (b/b), lemak 30,72±4,02% (b/b), protein 15,89±0,55%
(b/b) dan karbohidrat 46,92±2,04% (b/b) serta kandungan kalsium dan fosfor masing-masing 0,40±0,00%
dan 0,58±0,01%.

Kata kunci : biskuit, fortifikasi, fosfor, kalsium

Physicochemical Characteristics of Biscuits With the Fortification of Asian Swamp Eel


Flour

Abstract
Biscuits are light food to resist starving. This study was aimed to determine the physicochemical
characteristics of the biscuits fortified with Asian swamp eel flour at several different concentration levels.
Research design of this study Completely Randomized Design (CRD) with fortification of Asian swamp
eel flour were 10; 20; 30; 40 and 50%. Testing parameters were color (lightness, hue and chroma), chemical
content, calcium and phosphorus content. Treatments of 10-50% Asian swamp eel flour fortification on
biscuit had significant effect (p<0.05) on ash content, protein, carbohydrate, calcium, phosphorus, and
color (lightness and hue), but did not have significant effect (p>0.05 ) on moisture content, fat and chroma
value. Asian swamp eel biscuits have higher levels of protein, moisture, ash and lipid than indonesian
national quality standards of biscuits. The best treatment was 30% Asian swamp eel flour fortification with
the chemical composition: moisture content 5.58±0.40% (w/w), ash 2.56±0.19% (w/w), lipid 30.72±4.02%
(w/w), protein 15.89±0.55% (w/w) and carbohydrates 46.92±2.04% (w/w) while calcium and phosphorus
content 0.40±0.00% and 0.58±0.01%, respectively.

Keywords: biscuits, calcium, fortification, phosphorus

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 246


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 2 Karakteristik fisiko-kimia biskuit dengan fortifikasi, Wulandari et al.

PENDAHULUAN kue kering (Darmawangsyah et al. 2016),


Biskuit merupakan makanan ringan fortifikasi tepung tulang ikan nila pada
yang dikonsumsi sebagai penunda lapar dan cookies (Syadeto et al. 2017), dan penambahan
mudah didapatkan, serta merupakan jenis tepung belut pada tempe (Andini et al. 2015).
makanan ringan yang memiliki umur simpan Penelitian mengenai fortifikasi tepung belut
yang lama (Caleja et al. 2017; Klunklin dan pada produk biskuit belum dilaporkan,
Savage 2018). Biskuit pada umumnya terbuat sehingga diperlukan penelitian karakteristik
dari tepung, mentega dan gula sehingga fisiko-kimia biskuit tepung belut. Penelitian
menjadikan makanan ini kurang serat dan ini bertujuan menentukan karakteristik
protein (Park et al. 2015). Perkembangan fisikokimia biskuit terbaik dengan fortifikasi
gaya hidup masyarakat yang mulai menyadari tepung belut (Monopterus albus) pada
pola hidup sehat mengakibatkan permintaan beberapa tingkat konsentrasi yang berbeda.
terhadap makanan bernutrisi tinggi semakin
meningkat. Kondisi tersebut menciptakan BAHAN DAN METODE
peluang untuk membuat produk biskuit yang Bahan dan Alat
kaya protein sehingga dapat menjadi makanan Bahan utama yang digunakan pada
fungsional Makanan fungsional adalah penelitian ini adalah belut, tepung terigu
sesuatu bahan makanan yang memberikan (Kunci Biru, Bogasari), telur, butter (Orchid),
efek menyehatkan dan mengurangi gula (Gulaku), baking powder (Koepoe), vanili
resiko timbulnya penyakit pada tubuh (Koepoe), air lemon, natrium bikarbonat
(Siró et al. 2008; Lordan et al. 2011). (Koepoe) dan bahan analisis lainnya. Peralatan
Pengembangan produk biskuit berprotein yang digunakan terdiri dari timbangan
tinggi tentu harus mempertimbangan aspek digital (PioneerTM Balances, USA), oven
bahan baku yang digunakan. Biota perairan (Thermocenter Salvis TC-40 S, California,
yang memiliki kandungan protein tinggi salah US), hotplate stirrer (B-One, AHS-12A, Cina),
satunya adalah belut. dan Chromameter (Minolta CR-310, Tokyo,
Belut (Monopterus albus) merupakan Japan).
salah satu jenis ikan konsumsi air tawar
Indonesia yang mengandung protein, lemak, Pembuatan Tepung Belut
vitamin dan mineral yang lebih tinggi Metode pembuatan tepung belut mengacu
dibanding jenis ikan lainnya. Seo et al. (2013) pada modifikasi Litaay dan Santoso (2013).
melaporkan bahwa kandungan protein Belut disiangi dan dicuci bersih, kemudian
belut yaitu 16,60±0,66%-17,70±0,47% (b/b), ditiriskan untuk menghilangkan air yang
lemak 10,85±0,55-19,44±0,72% (b/b), abu tersisa pada proses pencucian. Belut ditimbang
1,03±0,06-1,26±0,04% (b/b). sebanyak 1 kg kemudian direndam ke dalam
Fortifikasi tepung belut sebagai bahan larutan natrium bikarbonat konsentrasi
tambahan dalam pembuatan biskuit 0,8% dengan rasio 1:1 (b/v) selama 6 jam,
merupakan salah satu alternatif yang kemudian dikukus selama 10 menit. Tahap
cukup menjanjikan. Kandungan gizi yang selanjutnya dilakukan pengepresan, kemudian
cukup tinggi pada belut dapat digunakan dikeringkan menggunakan oven pada suhu
sebagai alternatif bahan fortifikasi untuk 60oC selama 12 jam, setelah kering dilakukan
meningkatkan nilai nutrisi biskuit. Fortifikasi penggilingan dan diayak menggunakan
tepung belut pada pembuatan biskuit ayakan 100 mesh.
diharapkan menghasilkan produk akhir
yang memiliki cita rasa sama seperti biskuit Pembuatan Biskuit Belut
pada umumnya, tetapi memiliki kelebihan Pembuatan biskuit fortifikasi tepung
kandungan protein tinggi. Diversifikasi belut mengacu pada Pratama et al. (2014)
produk dari tepung ikan pernah dilakukan yang telah dimodifikasi. Bahan-bahan
sebelumnya dengan fortifikasi tepung ikan disiapkan berdasarkan formulasi yang telah
nila pada roti (Adeleke dan Odedeji 2010), ditentukan. Gula dan butter dikocok dengan
fortifikasi tepung tulang ikan bandeng pada mixer kecepatan rendah selama ±2 menit

247 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakteristik fisiko-kimia biskuit dengan fortifikasi, Wulandari et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 2

hingga tercampur. Telur dimasukkan ke dalam dilarutkan dalam asam klorida. Mineral
adonan perlahan sambil tetap diaduk hingga yang diatomisasi akan menyerap energi yang
campuran merata. Baking powder dan vanili diemisikan oleh lampu katoda. Jumlah energi
dimasukkan ke dalam adonan, diaduk dengan yang terserap sebanding dengan jumlah
mixer kecepatan sedang sampai tercampur kalsium pada sampel. Larutan sampel dan
selama ±2 menit, tambahkan tepung belut blanko diukur absorpsi emisi dengan AAS
sebanyak 10-50 g dan tepung terigu sebanyak panjang gelombang 420 nm dan dibandingkan
50-90 g sesuai dengan perlakuan. Aduk dengan standar Ca yang telah diketahui
perlahan hingga terbentuk adonan biskuit. konsentrasinya. Rumus perhitungan kadar Ca
Adonan digiling menggunakan rolling pin adalah sebagai berikut:
sehingga menghasilkan bentuk yang memipih.
Adonan yang telah terbentuk dicetak dan FP x (konsentrasi sampel-konsentrasi blangko)
Kadar Ca (% bb) = x 100
1000 x berat sampel (mg)
diletakkan pada loyang dan ditusuk pada
bagian atas adonan biskuit agar penyebaran
panas merata. Adonan biskuit dipanggang Keterangan :
dalam oven pada suhu 160oC selama ±20 FP = Faktor Pengenceran
menit kemudian dikeluarkan dari oven.
Formulasi biskuit dengan fortifikasi tepung Analisis kadar fosfor
belut dapat dilihat pada Table 1. Kadar fosfor pada sampel ditentukan
dengan metode kolorimetri yang mengacu
Karakterisasi Biskuit Belut pada Apriyantono et al. (1989). Prinsip
Karakterisasi biskuit belut yang kerja metode ini yaitu larutan ortofosfat
dilakukan terdiri atas analisis fisik dan kimia. dilarutkan dengan pereaksi ammonium
Analisis fisik yang dilakukan yaitu warna molibdovanadat sehingga membentuk
(Nurul et al. 2009), analisis kimia terdiri dari senyawa molibdovanadat asam fosfat yang
kadar air, abu, lemak dan protein mengacu berwarna kuning. Larutan didiamkan
pada AOAC (2005), kadar karbohidrat by selama 10 menit dan diukur menggunakan
different (BeMiller 2003), kadar kalsium dan spektrofotometer dengan panjang gelombang
fosfor (Apriyantono et al. 1989). 400 nm. Nilai absorbansi dibandingkan
dengan standar fosfor yang telah diketahui
Analisis kadar kalsium konsentrasinya. Rumus perhitungan kadar
Kadar kalsium dianalisis menggunakan fosfor adalah sebagai berikut:
Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS).
Prinsip penetapan kalsium dengan metode
AAS yaitu sampel didestruksi secara basah Fosfor total sebagai P2O5 (% b/b) = C x P x100 x 100
W 100-KA
kemudian diukur pada panjang gelombang
420 nm. Sampel yang telah diabukan

Table 1 Formulation of biscuit with Asian swamp eel flour in 100 g of wheat flour
Compositions A1 A2 A3 A4 A5
Wheat flour (g) 90 80 70 60 50
Asian swamp eel flour (g) 10 20 30 40 50
Sugar (g) 37 37 37 37 37
Butter (g) 46 46 46 46 46
Egg (g) 31 31 31 31 31
Baking powder (g) 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25
Vanilla (g) 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
Lemon juice (g) 13 13 13 13 13

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 248


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 2 Karakteristik fisiko-kimia biskuit dengan fortifikasi, Wulandari et al.

Keterangan: maksimum 1% (bb), karbohidrat minimum


C = mg P2O5 dari pembacaan kurva 70% (b/b), dan kadar abu maksimum 1,5%
standar (b/b).
P = faktor pengenceran
W = berat contoh mg Karakterististik Fisik (Warna)
KA = kadar air % Lightness
Nilai koreksi warna lightness berkisar 0
Analisis Data untuk warna yang paling gelap (hitam) dan
Data yang diperoleh pada analisis 100 untuk warna yang paling terang (putih).
proksimat, kadar kalsium, kadar fosfor dan Nilai lightness biskuit dengan fortifikasi tepung
warna diolah menggunakan SPSS dengan belut semakin menurun seiring dengan
analisis Rancangan Acak Lengkap (RAL) semakin banyak jumlah tepung belut yang
(Mattjik dan Sumertajaya 2013). Uji lanjut ditambahkan. Perlakuan penambahan tepung
yang digunakan adalah uji beda nyata jujur belut 10% menghasilkan biskuit dengan nilai
(BNJ) pada taraf kepercayaan 95% apabila lightness 63,45±0,21 lebih tinggi dibandingkan
data berpengaruh nyata. dengan penambahan tepung belut 50% yaitu
53,75±0,92. Perlakuan fortifikasi tepung belut
HASIL DAN PEMBAHASAN 10-50% berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap
Karakteristik Fisiko-Kimia Biskuit nilai lightness biskuit belut.
Belut Perlakuan 10 dan 20% berbeda dengan
Perlakuan fortifikasi tepung belut 10- 30-50%, hal ini menunjukkan bahwa fortifikasi
50% pada pembuatan biskuit berpengaruh tepung belut dengan konsentrasi tinggi
nyata (p<0,05) terhadap kadar abu, protein, menyebabkan warna biskuit semakin gelap
karbohidrat, kalsium, fosfor, dan warna (hitam). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
(lightness dan derajat hue), tetapi tidak Mervina et al. (2012) menyatakan bahwa hasil
berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kadar pengukuran derajat kecerahan warna tepung
air, lemak dan nilai chroma (Table 2). Syarat ikan lebih rendah dibandingkan dengan
mutu biskuit yang baik harus memenuhi SNI tepung terigu, sehingga semakin banyak
01-2973-2011 yaitu kadar air maksimum 5% penambahan tepung ikan maka biskuit akan
(b/b), kadar protein minimum 5% (b/b), dan semakin gelap. Nurul et al. (2009) menyatakan
SNI 01-2973-1992 yaitu kadar lemak bebas bahwa daging ikan mengandung beberapa

Table 2 Phsycochemical characteristics of biscuit with the fortification of Asian swamp eel flour

Phsycochemical Persentage of fortification Asian swamp eel flour


characteristics 10% 20% 30% 40% 50% SNI 2973
Lightness 63.45±0.21a 59.95±0.78b 57.50±0.57 54.8±1.13c
c
53.75±0.92 c

Hue 22.15±0.78a 19.00±0.42b 17.65±0.49c 16.2±0.85d 14.9±0.99d


Chroma 8.70±1.27a 9.35±0.92a 7.70±1.13a 8.00±0.71a 8.40±0.99a
Moisture (%) 5.45±0.13a 5.74±0.49a 5.58±0.40a 6.31±0.28a 6.69±1.59a Max 5%*
Ash (%) 1.59±0.04a 1.72±0.06a 2.56±0.19a 2.64±0.24a 3.08±0.24b Max 1.5%**
Lipid (%) 33.47±2.29a 31.09±1.74a 30.72±4.02a 30.31±1.61a 27.29±0.81a Min 9%**
Protein (%) 8.71±0.27a 10.94±0.51b 15.89±0.55c 17.68±0.60d 18.12±0.19d Min 5%*
Carbohydrate (%) 53.53±3.85a 50.76±3.15b 46.92±2.04c 41.19±1.92d 41.82±3.15e Min 70%**
Phosphorus (%) 0.156±0.00a 0.24±0.00b 0.40±0.00c 0.49±0.00d 0.61±0.00e
Calcium (%) 0.16±0.00a 0.30±0.01b 0.58±0.01c 0.67±0.01d 0. 2±0.00e
Information: The different letter in the same column assigns significantly different . *SNI 2973-2011, **SNI
2793-1992

249 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakteristik fisiko-kimia biskuit dengan fortifikasi, Wulandari et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 2

pigmen yang berkontribusi terhadap produk kepala belut, yang memiliki pigmen coklat
akhir yang dihasilkan. Beberapa senyawa sehingga fortifikasi belut menghasilkan
nitrogen antara lain mioglobin, hemoglobin, warna yang tidak cerah atau kusam dan
dan hemosianin berkontribusi terhadap warna cenderung menjadi lebih gelap. Selain itu,
daging ikan dan kerang (Haard et al. 1994). warna cokelat kusam juga disebabkan oleh
Mohamed et al. (2014) menyatakan bahwa reaksi maillard selama proses pengovenan.
nilai lightness biskuit dengan penambahan Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
konsentrat protein ikan 1% yaitu 58,82±0,08, Chambo et al. (2017) bahwa penambahan
sedangkan nilai lightness perlakuan tepung ikan nila 5-15% pada biskuit
penambahan konsentrat protein ikan 3% menyebabkan nilai chroma meningkat.
menurun yaitu 56,59±0,02. Penelitian yang Abraha et al. (2018) menyatakan bahwa
dilakukan Nurul et al. (2009) menunjukkan peningkatan warna kuning kecokelatan pada
bahwa peningkatan jumlah tepung ikan atau biskuit dengan fortifikasi konsentrat protein
penurunan jumlah tapioka yang ditambahkan ikan karena reaksi maillard antara gula dan
menyebabkan warna kerupuk ikan menjadi asam amino bebas.
lebih gelap.
Karakteristik Kimia
Derajat Hue Kadar air
Nilai derajat hue adalah karakteristik Fortifikasi tepung belut pada pembuatan
warna berdasarkan cahaya yang dipantulkan biskuit tidak berpengaruh nyata (p>0,05)
oleh objek yang merupakan nilai keseluruhan terhadap kadar air biskuit. Kadar air biskuit
yang didominasi pada suatu produk atau dengan fortifikasi tepung belut berkisar
warna produk. Nilai derajat hue biskuit antara 5,45±0,134-6,69±1,59% (b/b). Nilai
dengan fortifikasi tepung belut berkisar antara kadar air maksimal tepung terigu 14,50% SNI
14,9±0,99-22,15±0,78. Berdasarkan kisaran 01-3751-2009 (BSN 2009). Hasil penelitian
nilai derajat hue 342o–18o adalah red purple ini sejalan dengan penelitian Klunklin
(RP) dan 18o–54o adalah red (R), maka warna dan Savage (2018) bahwa penambahan
biskuit yang dihasilkan dalam penelitian ini tepung kerang hijau 10-20% pada biskuit
adalah merah. Perlakuan penambahan tepung meningkatkan kadar air secara berurutan
belut 10-50% berpengaruh nyata (p<0,05) yaitu 5,79±0,2%-6,50±0,1% (b/b). Kadar air
terhadap nilai hue biskuit. Tren derajat hue biskuit dengan fortifikasi konsentrat protein
menunjukkan bahwa semakin meningkat ikan 1%-3% yaitu 3,68±0,05-4,00±0,01%
jumlah fortifikasi tepung belut menyebabkan (Mohamed et al. 2014). Nilai kadar air
derajat hue menurun. Hal ini diduga karena biskuit dengan fortifikasi tepung belut belum
semakin banyak fortifikasi tepung belut yang memenuhi standar mutu yang ditetapkan SNI
digunakan maka biskuit yang dihasilkan akan 01-2973-2011 yaitu maksimum 5% (b/b).
lebih merah dan gelap.
Kadar abu
Chroma Kadar abu biskuit dengan fortifikasi
Chroma adalah tingkatan warna tepung belut berkisar antara 1,59±0,04-
berdasarkan ketajaman, berfungsi untuk 3,08±0,24% (b/b). Nilai kadar abu meningkat
mendefinisikan warna suatu produk seiring dengan banyaknya jumlah tepung
cenderung murni, cerah atau kusam. belut yang ditambahkan. Kadar abu pada
Fortifikasi tepung belut pada pembuatan tepung belut berkisar antara 10-20% (b/b)
biskuit tidak berpengaruh nyata (p>0,05) (Moeljanto 1992). Fortifikasi tepung belut
terhadap nilai chroma yang dihasilkan. 50% berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan
Biskuit yang dihasilkan dari fortifikasi fortifikasi tepung belut 10-40%.
tepung belut memiliki warna kusam dengan Kadar abu biskuit dengan fortifikasi
nilai berkisar antara 7,70±1,13-9,35±0,92. tepung belut yang dihasilkan belum
Hal ini diduga karena tepung belut yang memenuhi standar mutu kadar abu biskuit
digunakan adalah bagian daging, kulit dan SNI 01-2973-1992 yaitu maksimum

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 250


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 2 Karakteristik fisiko-kimia biskuit dengan fortifikasi, Wulandari et al.

1,5% (b/b). Tren peningkatan nilai kadar abu Fortifikasi konsentrat protein ikan
pada penelitian ini sejalan dengan nilai kadar sebesar 1-3% berpengaruh nyata terhadap
abu fortifikasi konsentrat protein ikan sebanyak protein biskuit yaitu 10,22±0,08-12,00±0,05%
1; 2 dan 3% pada biskuit secara berurutan (b/b) (Mohamed et al. 2014). Daging ikan
yaitu 1,80±0,03%, 1,84±0,01% dan 1,88±0,02% nila sebanyak 5-15% yang ditambahkan pada
(b/b) (Mohamed et al. 2014), biskuit dengan pembuatan roti dapat meningkatkan kadar
fortifikasi tepung kerang hijau 10; 15 dan protein yaitu 12,24±0,04-14,30±0,19% (b/b)
20% nilai kadar abu secara berurutan yaitu (Chambo et al. 2017). Fortifikasi konsentrat
2,85±0,01%, 3,15±0,00% dan 3,31±0,01% (b/b) protein ikan 5% dapat meningkatkan kadar
(Klunklin dan Savage 2018). protein pada biskuit yaitu 12,50±0,94
(Ibrahim 2009). Protein pada biskuit dari
Kadar lemak penelitian ini memenuhi standar mutu biskuit
Fortifikasi tepung belut pada pembuatan yang ditetapkan SNI 01-2973-2011 dengan
biskuit tidak berpengaruh nyata (p>0,05) nilai minimum 5%.
terhadap kadar lemak. Nilai kadar lemak
biskuit dengan penambahan tepung belut Kadar karbohidrat
yaitu 27,29±0,81%-33,47±2,29% (b/b). Persentase penambahan tepung belut 10-
Kadar lemak tepung belut yaitu 10,25% 50% pada pembuatan biskuit berpengaruh
(Sastrodihardjo et al. 2012). Larutan natrium nyata (p<0,05) terhadap kadar karbohidrat.
bikarbonat 0,8% yang direndam dengan tepung Kadar karbohidrat biskuit semakin menurun
ikan cakalang selama 2 jam menyebabkan nilai dengan bertambahnya jumlah tepung belut
kadar lemak menurun (1,05%) dibandingkan yang ditambahkan. Perlakuan penambahan
dengan perendaman ikan dengan air (1,83%) tepung belut 10% nilai kadar karbohidratnya
(Litaay dan Santoso 2013). Nilai kadar lemak yaitu 53,53±3,85% (b/b), sedangkan nilai
biskuit dengan fortifikasi tepung tulang ikan karbohidrat pada perlakuan penambahan
jangilus (Istiophorus sp.) mengalami penurunan tepung belut 50% adalah 41,82±3,15% (b/b).
penambahan tepung tulang ikan 0% nilai Biskuit yang dihasilkan dari penelitian ini
kadar lemak 13,30% sedangkan penambahan memiliki nilai karbohidrat yang lebih rendah
tepung tulang 20% nilai kadar lemak 7,70% dibandingkan dengan syarat standar mutu
(Pratama et al. 2014). biskuit yang ditetapkan SNI 01-2973-1992
Hal ini diduga penggunaan natrium yaitu minimum 70%. Mohamed et al. (2014)
bikarbonat pada saat perendaman belut melaporkan bahwa semakin tinggi jumlah
sebelum penepungan mampu mengurangi konsentrat protein ikan yang ditambahkan
kadar lemak. Natrium bikarbonat (NaHCO3) dalam pembuatan biskuit maka nilai
bersifat alkali. Cho et al. (2005) menyatakan karbohidrat semakin menurun.
bahwa penggunaan senyawa asam dan alkali
mampu membuka matrik pada jaringan, hal Kadar kalsium dan fosfor
tersebut memungkinkan lemak dan senyawa Kadar kalsium biskuit dengan fortifikasi
lainnya terlepas ke larutan perendam. tepung belut yaitu 0,16±0,00%-0,72±0,00%
(b/b). Perlakuan penambahan tepung belut
Kadar protein 10-50% berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap
Perlakuan fortifikasi tepung belut 10; 20; kadar kalsium biskuit yang dihasilkan.
30; 40 dan 50% berpengaruh nyata (p<0,05) Kadar kalsium semakin meningkat seiring
terhadap kadar protein biskuit yang dihasilkan. dengan banyaknya jumlah tepung belut yang
Nilai kadar protein berkisar antara 8,71±0,27%- ditambahkan. Peningkatan kadar kalsium
18,12±0,19% (b/b). Peningkatan kadar diduga karena tepung belut yang digunakan
protein pada biskuit diduga karena tingginya secara keseluruhan yaitu mulai dari kepala,
kandungan protein pada belut. Wijayanti dan daging dan tulang sehingga kandungan
Setiyorini (2018) menyatakan bahwa nilai mineralnya cukup tinggi. Kandungan kalsium
kadar protein pada belut yaitu 17,92±3,98% pada belut sawah yaitu 5.0468,50±2.907,59
(b/b), 71,81±1,14% (b/k) (Arizal et al. 2018). mg/kg (Arizal et al. 2018). Kandungan kalsium

251 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakteristik fisiko-kimia biskuit dengan fortifikasi, Wulandari et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 2

belut lebih tinggi dibandingkan dengan Tsighe N, Girmatsion M, Xia W, Magoha P,


ikan nila (1.600,2±1,3 mg/kg) dan ikan lele Yu P, Jiang Q, Xu Y. 2018. Production and
(2.300,9±4,3 mg/kg) (Emurotu et al. 2014). quality evaluation of biscuit incorporated
Peningkatan kadar kalsium juga terjadi with fish fillet protein concentrate. Journal
pada produk biskuit dengan fortifikasi tepung of Nutrition and Food Science. 8(6): 1-13.
tulang ikan lele, fortifikasi tepung lele 10; 20 Andini S, Virginia G, Hartini S. 2015.
dan 30% menyebabkan peningkatan kadar Peningkatan kadar protein, lemak, dan
kalsium secara berurutan yaitu 6,72; 7,59 asam lemak tak jenuh pada tempe akibat
dan 10,15% (Mahmudah 2013). Biskuit yang penambahan tepung belut (Monopterus
ditambahkan tepung belut memiliki kadar albus Zuieuw) dan uji sensoris tempe
kalsium yang lebih tinggi (Putri 2015). belut. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil
Fortifikasi tepung belut 10-50% Pertanian. 12(1): 32-43.
berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap Apriyantono AD, Fardiaz, Puspitasari NL,
kadar fosfor biskuit. Kadar fosfor biskuit Sedamawati, Budiyanto S. 1989. Analisis
dengan fortifikasi tepung belut berkisar Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi.
antara 0,156±0,00%-0,61±0,00% (b/b). Bogor (ID): IPB Press.
Perlakuan penambahan tepung belut Arizal M, Khairi NSHM, Ha HC, Nguang SI,
yang semakin banyak menyebabkan nilai Ikhwaudin M, Poh SC, Komilus CF. 2018.
kadar fosfor juga meningkat. Kadar fosfor Proximate and mineral compositions
pada belut sawah yaitu 32.975,50±1.463,5 of rice field eel (Monopterus albus).
(Arizal et al. 2018). Kadar fosfor belut 30% International Journal of Engineering and
lebih tinggi dibandingkan dengan ikan air Technology. 7(4): 72-77.
tawar lainnya yaitu ikan nila (5.516-9.476 mg/ BeMiller JN. 2003. Carbohydrate Analysis.
kg), ikan lele (7.398-9.988 mg/kg), ikan rohu New York (USA): Taylor & Francis Group,
(3.828-6.794 mg/kg) (Sen et al. 2011) dan ikan LLC.
rainbow trouth yang hanya 3.378,78 mg/kg [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992.
(Gokoglu et al. 2004). Mutu dan cara uji biskuit-SNI 01-2973-
1992. Jakarta (ID): Badan Standardisasi
KESIMPULAN Nasional.
Fortifikasi tepung belut 10-50% pada [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009.
pembuatan biskuit berpengaruh nyata Tepung terigu sebagai bahan pangan-
terhadap kadar abu, protein, karbohidrat, SNI 3751-2009. Jakarta (ID): Badan
kalsium, fosfor, dan warna tetapi tidak Standardisasi Nasional.
berpengaruh nyata terhadap kadar air, [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011.
lemak dan nilai chroma. Komposisi Biskuit-SNI 01-2973-2011. Jakarta (ID):
kimia biskuit dengan fortifikasi tepung Badan Standardisasi Nasional.
belut terbaik yaitu pada perlakuan Caleja C, Barros L, Antonio AL, Oliveira
penambahan tepung belut sebanyak 30%. MBPP, Ferreira ICFR. 2017. A
comparative study between natural and
DAFTAR PUSTAKA synthetic antioxidants: evaluation of their
[AOAC] Association of Official Analytical performance after incorporation into
Chemyst. 2005. Official Method of biscuits. Food Chemistry. 216: 342-346.
Analysis of The Association of Official Cho SM, Gu YS, Kim SB. 2005. Extracting
Analytical of Chemist. Arlington, Virginia optimization and physical properties of
(USA) : Published by The Association of yellowfin tuna (Thunnus albacares) skin
Official Analytical Chemist. Inc. gelatin compared to mammalian gelatins.
Adeleke RO, Odedeji JO. 2010. Acceptability Food Hydrocolloids. 19(2): 221-229.
studies on bread fortified with tilapia fish Chambo APS, Souza MLR, Oliveira ERN,
flour. Pakistan Journal of Nutrition. 9(6): Mickha JMG, Marques DR, Maistrovicz
531-534. FC, Visentrainer JV, Goes ESR. 2017.
Abraha B, Mahmud A, Admassu H, Yang F, Roll enriched with Nile tilapia meal:

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 252


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 2 Karakteristik fisiko-kimia biskuit dengan fortifikasi, Wulandari et al.

sensory, nutritional, technological and (ID): Universitas Muhammadiyah


microbiological characteristics. Food surakarta.
Science and Technology. 49(1): 317-323. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013.
Darmawangsyah, Jamaludin P, Kadirman. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
2016. Fortifikasi tepung tulang ikan SAS an Minitab. Bogor (ID): IPB Press.
bandeng (Chanos chanos) dalam Mervina, Kusharto CM, Marliyati SA. 2012.
pembuatan kue kering. Jurnal Pendidikan Formulasi biskuit dengan sibsitusi tepung
Teknologi Pertanian. 2(2) : 149-156. ikan lele dumbo (Clarias gariephinus)
Emurotu JE, Yahaya A, Adegbe AA. 2014. dan isolat protein kedelai (Glycine max)
Determination of some mineral elements sebagai makanan potensial untuk balita
in fresh and smoked fish of tilapia kurang gizi. Jurnal Teknologi dan Hasil
(Oreochromis noliticus) and catfish Pangan. 23(1): 9-16.
(Clarius gariepinus) from Ibaji, Kogi State, Moeljanto R. 1992. Pengolahan Hasil Samping
Nigeria. Scientia Africana. 13(2): 30-35. Ikan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Gokoglu N, Yerlikaya P, Cengiz E. 2004. Effects Mohamed GF, Sulieman AM, Soliman ING,
of cooking methods on the proximate Bassiuny SS. 2014. Fortification of
composition and mineral contents of biscuits with fish protein concentrate.
rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). World Journal of Dairy and Food Sciences.
Food Chemistry. 84(1): 19–22. 9(2): 242-249.
Haard NF, Simpson BK, Pan BS. 1994. Nurul H, Boni I, Noryati I. 2009. The effect
Sarcoplasmic proteins and other of different ratios of Dory fish to tapioca
nitrogenous compounds. In Sikorski flour on the linear expansion, oil
ZE, Pan BS, Shahidi F. (Eds.). Seafood absorption, colour and hardness of fish
Proteins. New York (US): Chapman and crackers. International Food Research
Hall. Journal. 16: 159-165.
Ibrahim SM. 2009. Evaluation of production Park J, Choi I, Kim Y. 2015. Cookies formulated
and quality of salt-biscuits supplemented from fresh okara using starch, soy flour
with fish protein concentrate. World and hydroxypropyl methylcellulose have
Journal of Dairy and Food Sciences. high quality and nutritional value. LWT-
4(1): 28-31. Food Science and Technology. 63(1): 660–
Klunklin W, Savage G. 2018. Physicochemical 666.
properties and sensory evaluation of Pratama RI. 2014. Karakteristik biskuit dengan
wheat-purple rice biscuits enriched penambahan tepung tulang ikan jangilus.
with green-lippe mussel powder (Perna Jurnal Akuatik. 5(1): 30-39.
canaliculus) and spices. Journal of Food Putri TA. 2015. Karakteristik fisiko-kimia
Quality. 41(1): 1-9. dan sensori biskuit dengan penambahan
Litaay C, Santoso J. 2013. Pengaruh tepung ikan motan. [Skripsi]. Indralaya
perbedaan metode perendaman dan (ID): Universitas Sriwijaya.
lama perendaman terhadap karakteristik Sastrodihardjo S, Dewi L, Hasan GE. 2012.
fisiko-kimia tepung ikan cakalang Penambahan tepung belut (Monopterus
(Katsuwonus pelamis). Jurnal Ilmu dan albus Zuieuw) terhadap kualitas tempe
Teknologi Kelautan Tropis. 5(1): 85-92. kedelai lokal ditinjau dari kadar protein,
Lordan S, Paul Ross R, Stanton C. 2011. Marine kadar air, kadar lemak, dang angka
bioactives as functional food ingredients: ketidakjenuhan. Prosiding Seminar
potential to reduce the incidence of Nasional Sains dan Pendidikan Sains VII
chronic diseases. Marine Drugs. 9(6): UKSW.
1056-1100. Sen I, Shandil A, Shrivastava V.
Mahmudah S. 2013. Pengaruh substitusi 2011. Study for determination
tepung tulang ikan lele (Clarias batrachus) of heavy metals in fish species of the river
terhadap kadar kalsium, kekerasan, dan Yamuna (Delhi) by inductively coupled
daya terima biskuit. [Skripsi]. Surakarta plasma-optical emission spectroscopy

253 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakteristik fisiko-kimia biskuit dengan fortifikasi, Wulandari et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 2

(ICP-OES). Advances in Applied Science marketing and consumer acceptance-a


Research. 2(2): 161–166. review. Appetite. 51: 456–467.
Seo JS, Choi JH, Seo JH, Ahn TH, Chong Syadeto HS, Sumardianto, Purnamayati L.
WS, Kim SH, Cho SH, Ahn JC. 2013. 2017. Fortifikasi tepung tulang ikan nila
Comparison of major nutrients in (Oreochromis niloticus) sebagai sumber
eels Anguilla japonica cultured with kalsium dan fosfor serta mutu cookies.
different formula feeds or at different Jurnal Ilmiah Teknosains. 3(1): 17-21
farms. Fisheries and Aquatic Science. Wijayanti I, Setiyorini ESS. 2018. Nutritional
16(2): 85-92. content of wild and cultured eel (Anguilla
Siró I, Kápolna E, Kápolna B, Lugasi A. 2008. bicolor) from southern coast of Central
Functional food. Product development, Java. Ilmu Kelautan. 23(1): 37-44.

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 254

Anda mungkin juga menyukai