Anda di halaman 1dari 68

PRODUK COOKIES BERBAHAN BAKU TEPUNG DARI PANGAN

LOKAL DI SUMATERA UTARA UNTUK MENGATASI


ANEMIA PADA REMAJA PUTRI

PROPOSAL DISERTASI

OLEH:
TIAR LINCE BAKARA
NIM 208104010

PROGRAM DOKTOR
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022

0
LEMBAR PENGESAHAN USULAN DISERTASI

Judul : Produk Cookies Berbahan Baku Tepung Dari


Pangan Lokal Di Sumatera Utara Untuk
Mengatasi Anemia Pada Remaja Putri
Nama Mahasiswa : Tiar Lince Bakara

NIM : 208104010

Program Studi : Doktor (S3) Ilmu Pertanian

Menyetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir Elisa Julianti, M.Si


Promotor

Dr. Ir. Hotnida Sinaga, M. Phil Dr. Ir. Zulhaida Lubis M.Kes
Co-Promotor Co-Promotor

Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP, M.Se, Ph.D Dr.Ir.Tavi Supriana, MS.
Ketua Program Studi Dekan

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN USULAN DISERTASI...........................................i

DAFTAR TABEL..........................................................................................vi

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

1.1. Latar Belakang..................................................................................1

1.2. Perumusan Masalah...........................................................................3

1.3. Hipotesis...........................................................................................3

1.4. Tujuan Penelitian...............................................................................4

1.5. Manfaat Penelitian.............................................................................5

1.6. Kerangka Pikir Penelitian...................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................7

2.1. Anemia pada remaja..........................................................................7

2.2. Diagnosis........................................................................................12

2.3. Obat obat anti anemia/Penanganan Anemia secara Medis...................13

2.4. Pola Makan.....................................................................................15

2.5. Pangan Lokal...................................................................................16

2.6. Tepung Kacang Merah.....................................................................17

2.7. Tepung Ikan Lele............................................................................19

2.8. Tepung Jamur Tiram........................................................................22

2.9. Tepung Formula Tempe...................................................................25

2.10. Cookies...........................................................................................27

ii
2.11. Karakteristik Sifat Fisik................................................................33

2.12. Karakteristik Sifat Kimia/Komposisi.............................................34

2.13. Sifat Fungsional...........................................................................39

2.14. Kerangka Konsep.........................................................................40

BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................41

3.1. Waktu Penelitian.....................................................................................41

3.2. Lokasi Penelitian....................................................................................41

3.3. Metode Penelitian...................................................................................41

3.4. Prosedur Penelitian..................................................................................43

3.5. Pengamatan Terhadap Karakteristik Fisik..................................................44

3.6. Pengamatan Terhadap Karakteristik Kimia................................................45

3.7. Pengamatan Terhadap Karakteristik Fungsional..........................................50

3.8. Cara Menilai Hemoglobin (Hb)..............................................................51

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................52

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Batasan Anemia menurut WHO ...............................................................9


Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Tepung Kacang merah...........................................19
Tabel 3. Kandungan Zat Gizi Ikan Lele.................................................................22
Tabel 4. Kandungan Zat Gizi Jamur Tiram...........................................................25
Tabel 5. Kandungan Zat Gizi Formula Tempe......................................................27
Tabel 6. Syarat Mutu Cookies................................................................................28
Tabel 7. Syarat Mutu tepung Terigu......................................................................29
Tabel 8. Kandungan Gizi Telur.............................................................................31
Tabel 9. Variabel bebas rancangan........................................................................43
Tabel 10. Rancangan optimasi formulasi cookies.................................................43

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian................................................................6

Gambar 2 Tepung Kacang Merah.....................................................................17

Gambar 3 Tepung Ikan Lele.............................................................................20

Gambar 4 Tepung jamur Tiram........................................................................23

Gambar 5 Tepung Formula Tempe...................................................................26

Gambar 6 Kerangka Konsep.............................................................................41

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu masalah gizi utama di Indonesia adalah anemia. Kondisi ini terjadi
karena jumlah sel darah merah bagian utama yang meningkat oksigen atau kadar
hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari nilai normal. Remaja merupakan
kelompok rentan yang sering mengalami masalah gizi anemia. Prevalensi nasional
anemia di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 48,9%. Pengukuran nilai normal
kadar hemoglobin untuk laki-laki ≥ 13,5 g/dl, sedangkan pada wanita ≥ 12 g/dl,
jika kurang dari nilai normal ini tubuh akan mereaksi dengan timbulnya beberapa
tanda langsung yang dapat diamati oleh orang lain ataupun dirasakan oleh orang
tersebut berupa 5L (lemah, letih, lesu, lunglai, lemas), pusing, mata berkunang-
kunang, detak jantung tidak teratur, nafas pendek, dan wajah pucat (Panrita 2022).
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) menunjukkan adanya
peningkatan anemia pada remaja putri dari 37,1% pada Riskesdas 2013 menjadi
48,9% pada Riskesdas (2018), dengan proporsi anemia ada di bagian kelompok
umur 15 sampai 24 tahun dan 24 sampai 34 tahun. Data yang didapat dipedesaan
kabupaten kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa kasus anemia pada
remaja putri mencapai 71%. Hal ini jelas menunjukkan bahwa kasus anemia pada
remaja tidak dapat di anggap ringan apalagi kesehatan remaja sangat menentukan
keberhasilan pembagunan kesehatan, terutama dalam upaya mencetak kualitas
generasi penerus bangsa di masa depan (Kemenkes, 2018).
Faktor penyebab terjadinya anemia adalah kurangnya kadar zat besi, vitamin
B₁₂, Asam folat dan protein dalam tubuh. Hal ini secara langsung dapat terjadi
akibat kehilangan darah yang cukup banyak yang dikarenakan kondisi akut atau
menahun dan pematangan sel darah merah yang tidak sempurna di dalam tubuh
sehingga produksi sel darah merah menjadi berkurang. Penelitian pada remaja
putri menunjukkan bahwa anemia lebih banyak terjadi pada remaja putri dengan
frekuensi konsumsi sumber zat besi yang kurang sebanyak 82,1%, dibandingkan
remaja putri dengan frekuensi konsumsi makanan sumber zat besi yang cukup

1
(Panrita 2022). Salah satu tindakan pencegahan dan penanggulangan non
farmakologi yang dapat dikembangkan untuk mencegah kejadian anemia adalah
dengan tepung komposit menjadi bahan pangan sehingga menjadi lebih bermutu
dan bernilai gizi yang tinggi dibandingkan dengan bahan dasarnya.
Kacang merah merupakan sumber zat besi yang baik. Produksi Tanaman
kacang merah di Sumatera Utara sebanyak 14.098 di tahun 2019 dan meningkat
sebanyak 16.193 di tahun 2020. Kandungan zat besi pada kacang sangat tinggi
dapat memenuhi kebutuhan energi. Setiap 1 porsi cangkir (10 gr) kacang merah
yang telah dimasak, mengandung lebih dari 50 mg zat besi. Setara dengan 40
persen kebutuhan harian nutrisi. Energi pada proses metabolisme tubuh, juga
membutuhkan zat besi terutama pada anak remaja. Selain itu, zat besi adalah
komponen integral dari hemoglobin, yang mengangkut oksigen dari paru-paru ke
seluruh sel tubuh. Maka dari itu anak remaja sangat dianjurkan untuk
mengkonsumsi kacang merah untuk membantu kelancaran peredaran oksigen
dalam tubuh. Selain itu kacang merah juga sebagai sumber vitamin B, kacang
merah sangat erat hubugannya dengan fungsi sel-sel otak. Saraf-saraf otak dapat
dipelihara oleh vitamin B pada kacang merah, terutama kandungan vitamin B₁
(Thiamin). Thiamin berkontribusi terhadap reaksi enzimatik, sebagai pusat
produksi energi dan juga penting untuk fungsi sel otak/kognitif. Thiamin
diperlukan dalam proses penting neutotransmitter untuk memori otak (Pangastuti
et al., 2013).
Ikan lele merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidayakan sehingga
ketersediaannya cukup stabil. Produk dan Nilai Produksi ikan lele di Provinsi
Sumatera Utara pada tahun 2018 memiliki nilai volume 124.947 Ton dan nilai
Rp.2.554.003.306. Salah satu divertivikasi bahan pangan pada ikan lele adalah
pembuatan tepung ikan. Tepung kepala ikan lele memiliki kandungan kalsium
yang tinggi, yakni 4x kalsium dari susu skim. Sedangkan tepung badan ikan lele
mengandung lebih tinggi energi, lemak, karbohidrat dan protein dibandingkan
tepung kepala ikan lele. Namun kandungan kalsium dan fosfor lebih tinggi pada
tepung kepala ikan lele dibandingkan badannya. Tepung badan ikan lele per 100

2
gr mengandung energi 413 kkal, lemak 9 gr, protein 5 gr, karbohidrat 27 gr, serat
6 gr, kalsium 285 gr, fosfor 1,1 mg (Simanungkalit et al. 2019).
Jamur tiram merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dibudidayakan
di Indonesia dan dapat dimanfaatkan menjadi berbagai jenis makanan seperti
nugget, sosis dan pudding jamur. Produksi Tanaman jamur di Sumatera Utara
sebanyak 37.119 di tahun 2019 dan menurun sebanyak 13.166 di tahun 2020.
Jamur tiram memiliki kandungan nutrisi yang lebih lengkap dan lebih kaya di
bandingkan komoditas sayuran lainnya terutama kadar protein. Salah satu bentuk
alternatif setengah jadi dari jamur tiram yang dianjurkan adalah tepung jamur
tiram, karena lebih tahan disimpan dan mudah diaplikasikan dalam berbagai
bentuk produk olahan pangan. Pengolahan jamur tiram segar menjadi tepung
memiliki banyak manfaatnya, antara lain mudah diaplikasikan dalam berbagai
produk olahan, mudah disimpan dan memiliki kadar protein lebih tinggi yaitu
sebesar 17,50% (Yundaswari 2011).
Tempe adalah produk fermentasi kedelai oleh kapang Rhyizopus sp. Luas
Panen di Sumatera Utara pada tahun 2019 sebesar 5559.00, tahun 2020 sebesar
2559.00 dan tahun 2021 sebesar 854.00. Sedangkan produksi ikan lele di tahun
2019 sebesar 9626.70, tahun 2020 sebesar 4003.00 dan 2021 sebesar 1463.00 dan
rata-rata produksi di tahun 2019 sebesar 17.30, tahun 2020 sebesar 15.64 dan
tahun 2021 sebesar 17.13. Proses fermentasi akan mengubah fisik dan kimia
kedelai menjadi tempe yang enak, bergizi tinggi, dan dapat menjadi makanan
fungsional. Tempe lebih mudah dicerna tubuh dibandingkan dengan kedelai
karena kapang Rhizopus sp. memecah struktur protein kedelai yang kompelks
menjadi lebih sederhana. Tempe juga mempunyai kandungan mineral, zat besi,
dan isoflavon yang sangat berguna untuk pertumbuhan. Harga tempe relatif murah
dengan ketersediaan yang berlimpah. Tempe memiliki daya cerna dan nilai gizi
yang lebih tinggi dibandingkan kedelai. Olahan tempe sudah ada dalam bentuk
formula tempe. Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Gizi telah berhasil mengolah makanan formula tempe yang
mengandung energi tinggi, protein tinggi, mudah dicerna, mudah ditelan, dan
bahkan telah digunakan untuk penderita yang diberikan makanan lewat pipa.

3
Tempe juga mengandung senyawa bioaktif berupa isoflavon dan fitokimia, yang
memiliki sifat antioksidatif sehingga dapat melindungi tubuh dari beberapa
penyakit infeksi. Kandungan antioksidannya dapat melindungi tubuh dari infeksi
bakteri viral. Di samping itu, tempe mengandung anti bakteria penyebab diare
(Iva, Endy, and Lily 2012).

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah pada
penelitian ini meliputi :
1.2.1. Bagaimanakah formulasi tepung dari pangan lokal untuk produk
cookies?
1.2.2. Bagaimanakah karakteristik sensorik, fisik dan kimia tepung pangan
lokal untuk produk cookies?
1.2.3. Bagaimanakah pengaruh pemberian cookies sebelum dan sesudah
terhadap kadar Hb?

1.3. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka hipotesis sementara pada
penelitian ini adalah

1.3.1. Formulasi tepung dari pangan lokal dapat dijadikan produk cookies
1.3.2. Cookies berbahan baku tepung dari pangan lokal memiliki karakteristik
sensorik, fisik dan kimia sesuai dengan standart cookies SNI 1992
1.3.3. Produk cookies berbahan baku tepung dari pangan lokal dapat mengatasi
anemia pada remaja putri

1.4. Tujuan Penelitian


1.4.1.Tujuan Umum
Menegtahui pengaruh pemberian tepung komposit sebagai makanan
olahan terhadap kadar HB dan Protein darah remaja putri.
1.4.2.Tujuan Khusus

4
a. Mengevaluasi karakteristik fisik (warna, tekstur, rasa, aroma) kimia (air,
karbohidrat, protein, lemak, abu, kalsium, zat besi, zink, vitamin B12,
vitamin C, dan Asam folat) dan sifat fungsional ( daya serap air, daya
serap minyak, dan swelling power) tepung kacang merah sebagai
penanganan anemia pada anak remaja.
b. Mengevaluasi karakteristik fisik (warna, tekstur, rasa, aroma) kimia (air,
karbohidrat, protein, lemak, abu, kalsium, zat besi, zink, vitamin B12,
vitamin C, dan Asam folat) dan sifat fungsional ( daya serap air, daya
serap minyak, dan swelling power) tepung ikan lele sebagai penanganan
anemia pada anak remaja
c. Mengevaluasi karakteristik fisik (warna, tekstur, rasa, aroma) kimia (air,
karbohidrat, protein, lemak, abu, kalsium, zat besi, zink, vitamin B12,
vitamin C, dan Asam folat) dan sifat fungsional ( daya serap air, daya
serap minyak, dan swelling power) tepung talas sebagai penanganan
anemia pada anak remaja.
d. Mengevaluasi karakteristik fisik (warna, tekstur, rasa, aroma) kimia (air,
karbohidrat, protein, lemak, abu, kalsium, zat besi, zink, vitamin B12,
vitamin C, dan Asam folat) dan sifat fungsional ( daya serap air, daya
serap minyak, dan swelling power) tepung formula tempe sebagai
penanganan anemia pada anak remaja
e. Menentukan produk cookies berbahan baku tepung dari pangan lokal
yang paling disukai meliputi warna, tekstur, rasa dan aroma.
f. Menentukan produk cookies berbahan baku tepung dari pangan lokal
yang sesuai dengan SNI tahun 1992.
g. Menilai kadar Hb remaja putri sebelum dan sesudah pemberian cookies
pangan lokal
h. Menganalisis pengaruh pemberian cookies terhadap peningkatan kadar
Hb remaja putri.

5
1.5. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan untuk memberi masukan pada industri pangan
agar dapat mempertahankan karakteristik fisik, kimia, sifat fungsional
komoditi pangan lokal sebagai pangan unttuk mengatasi anemia pada
anak remaja
2. Meningkatkan nilai ekonomis dan daya jual dari bahan pangan lokal.
3. Menciptakan inovasi pangan fungsional berasal dari keanekaragaman
hayati lokal yang berada di Indonesia.
4. Mendukung progam diversifikasi pangan di Indonesia
5. Salah satu syarat untuk mengikuti ujian mahasiswa progam Doktor S3
Ilmu Pertanian di Universitas Sumatera Utara Medan.

1.6. Kerangka Pikir Penelitian


Penelitian ini meliputi tiga tahap. Tahap I, formulasi tepung pangan lokal
dari kacang merah, ikan lele, jamur tiram dan formula tempe untuk di jadikan
cookies. Tahap 2, Identifikasi karakteristik fisik, kimia dan sifat fungsional
cookies. Tahap 3 pengaruh pemberian cookies terhadap kadar Hb anak remaja.
Tahapan-tahapan penelitian tersebut digambarkan pada kerangka berpikir
pada gambar berikut.

6
Pangan Lokal

Tepung Kacang Tepung Ikan Tepung Tepung Formula


Merah Lele Jamur Tempe
Tiram

Cookies Tahap 1

Karakteristik Kimia Sifat


fisik Fungsional

- Warna - Daya serap air,


Makro Mikro
- Tekstur - daya serap minyak,
- Rasa - Swelling power
- Aroma - Air - Abu
- - Karbohidrat - Kalsium
- Protein - Zat Besi
- Lemak - Zink
- - Vitamin B12
- Vitamin C
- Asam Folat

Tahap 2

Sebelum Sesudah
pemberian pemberian

Peningkatan Tahap 3
kadar HB

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anemia pada remaja


2.1.1. Remaja Putri
Remaja putri merupakan kelompok usia yang perlu diperhatikan status
gizinya, karena perlu mempersiapkan diri menuju masa usia subur atau
prakonsepsi demi mewujudkan 1000 HPK (Hari Pertama Kelahiran). Perubahan
fisik karena pertumbuhan yang terjadi akan mempengaruhi status kesehatan dan
gizinya. Ketidak sesuaian asupan zat gizi pada remaja mengakibatkan timbulnya
masalahmasalah gizi baik itu gizi lebih ataupun gizi kurang. Masalah gizi yang
biasa dijumpai pada remaja antara lain, anemia, malnutrisi, obesitas, perilaku
makan menyimpang seperti anoreksia nervosa dan bulimia (Rahayu et al. 2019).
Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat berbagai definisi
tentang remaja, yaitu sebagai berikut:
1. Menurut World Health Organizasion (WHO), ketika anak berusia 12 hingga
24 tahun maka dikatakan remaja,
2. Masa Remaja berdasarkan UU Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002
adalah 10-18 tahun,
3. Secara umum didefinisikan di buku-buku pediatri masa remaja adalah ketika
anak mencapai usia 10-18 tahun (untuk perempuan) dan 12-20 tahun
(Untuk anak laki-laki),
4. Menurut UU No. 4 Tahun 1979 mengenai Kesejahteraan Anak, remaja
adalah individu yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah,
5. Menurut UU tentang Perburuhan, anak dianggap remaja ketika mencapai
usia 16-18 tahun, atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri.
6. Menurut UU Perkawinan No. 1 Pada tahun 1974, seorang anak dianggap
remaja ketika sudah dapat menikah, yaitu 16 tahun (untuk anak-anak)
Perempuan) dan 19 tahun (untuk laki-laki).

8
7. Menurut Pendidikan Nasional (Diknas), anak-anak akan dipertimbangkan
masa muda ketika anak berusia 18 tahun, yang sudah lulus Sekolah
Menengah (Yulaeka 2020).

2.1.2. Anemia
Anemia adalah keadaan atau dimana kadar hemoglobin dalam darah di
bawah normal (<12 g%). Hemoglobin terkandung dalam sel darah merah dan
berfungsi untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Salah satu
kelompok risiko anemia adalah remaja. Anemia disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain defisiensi zat besi, asam folat, vitamin B, dan protein. Anemia
defisiensi besi adalah masalah gizi yang paling umum di dunia, mempengaruhi
lebih dari 600 juta orang. Pada defisiensi besi, kebutuhan besi (Fe) tidak
mencukupi untuk eritropoiesis, ditandai dengan rendahnya saturasi eritrosit
mikroselular, karena anemia menyebabkan penurunan kadar besi dalam tubuh,
dan kadar besi serum ( Besi serum = SI) dan transferase menurunkan Saturasi,
total iron binding capacity (TIBC) meningkat, percabangan besi di sumsum
tulang dan di tempat lain sangat rendah atau tidak ada (Hasyim and Kunci 2018).
Remaja putri termasuk salah satu kelompok yang rawan menderita
malnutrisi dan anemia. Berdasarkan data menurut Survei Demografi dan
Kesehatan Remaja Indonesia tahun 2017, diketahui prevalensi anemia yang relatif
tinggi pada remaja putri usia 13 – 18 tahun, yaitu sebesar 23% yang dievaluasi
menggunakan kadar hemoglobin kurang dari 12 gr/dl. Menstruasi sebagai salah
satu faktor yang mengakibatkan anemia, karena selama menstruasi darah akan
terus keluar sehingga remaja membutuhkan asupan zat gizi terutama besi untuk
membantu produksi hemoglobin dalam tubuh. Pola konsumsi makan remaja putri
adalah salah satu penyebab terjadinya defisiensi asupan Fe, dikarenakan remaja
putri cenderung ingin menjaga bentuk badan, sehingga membatasi konsumsi
makanan yang mengakibatkan kurangnya asupan zat gizi. Asupan makanan yang
kurang dapat mengakibatkan defisit cadangan besi pada tubuh untuk proses
sintesis hemoglobin (Hb) [5,6] (Wahyani and Rahmawati 2021).

9
Menurut WHO, angka kejadian anemia pada remaja putri di Negara-negara
berkembang sekitar 53,7% dari semua remaja putri, anemia sering menyerang
remaja putri disebabkan karena keadaan stress, haid, atau terlambat makanan.
Angka anemia gizi besi di Indonesia sebanyak 72,3%. Kekurangan besi pada
remaja mengakibatkan pucat, lemah, letih, pusing, dan menurunnya konsentrasi
belajar. Penyebabnya, antara lain: tingkat pendidikan orang tua, tingkat ekonomi,
tingkat pengetahuan tentang anemia dari remaja putri, konsumsi Fe, Vitamin C,
dan lamanya menstruasi. Anemia merupakan suatu keadaan di mana ada
penurunan hemoglobin (pemberi warna merah dan pengakut oksigen darah) per
unit volume darah di bawah kadar normal yang sudah di tentukan untuk usia dan
jenis kelamin tertentu. Ketentuan WHO mengenai anemia ialah di bahwa 12 gm
Hb/dl darah bagi perempuan dan di bawah 14 gm Hb/dl darah untuk laki-laki dan
hematocrit di bawah 34%. Anemia dapat menyebabkan cepat lelah, konsentrasi
belajar menurun sehingga prestasi belajar rendah dan dapat menurunkan
produktivitas kerja pada remaja. Anemia juga dapat menurunkan daya tahan tubuh
sehingga mudah terkena infeksi (Pinasti, Nugraheni, and Wiboworini 2020)
Menurut World Health Organization (WHO), batasan anemia sebagai
berikut :
Tabel 1. Batasan anemia menurut WHO
Kelompok Batas Normal
Anak Balita 11 gr %
Anak Usia Sekolah 12 gr %
Wanita Dewasa 12 gr %
Laki-laki Dewasa 13 gr %
Ibu Hamil 11 gr %
Sumber : WHO dalam Afiska (2021)

2.1.3. Patofisiologi Anemia


Tanda-tanda anemia terkait diet dimulai dengan penipisan simpanan zat
besi (ferritin) dan peningkatan asupan zat besi. Hal ini dijelaskan oleh
peningkatan kapasitas pengikatan besi. Langkah selanjutnya adalah penipisan

10
simpanan besi, penurunan saturasi transferin, penurunan jumlah protoporpilin
yang diubah menjadi darah, diikuti dengan penurunan kadar feritin serum. Pada
akhirnya, anemia berkembang dengan ciri-ciri kadar Hb yang rendah. Gejala
anemia defisiensi besi dapat dibagi menjadi dua area: tanda dan gejala anemia
defisiensi besi atipikal dan tanda dan gejala khas anemia defisiensi besi. Tanda
dan gejala anemia defisiensi besi tidak khas dan mirip dengan anemia umum.
Dengan kata lain, kelelahan dan kelelahan yang disebabkan oleh penyimpanan
oksigen yang tidak mencukupi di jaringan otot mengganggu metabolisme otot.
Sakit kepala dan pusing datang dengan mengorbankan otak oksigen karena
berkurangnya daya dukung hemoglobin. Dispnea, dan terkadang sesak napas,
adalah suatu kondisi di mana tubuh membutuhkan lebih banyak oksigen dengan
melengkapi pernapasan yang lebih cepat. Palpitasi. Detak jantung Anda akan
lebih cepat dan denyut nadi Anda akan meningkat. Wajah, telapak tangan, kuku,
mukosa mulut, dan konjungtiva pucat (Amalia and Tjiptaningrum 2016).

2.1.4. Penyebab Anemia


Anemia biasanya disebabkan oleh perdarahan kronik, gizi yang tidak baik
atau gangguan penyerapan nutrisi oleh usus. Juga dapat mengakibatkan seseorang
mengalami kekurangan darah. Faktor risiko terjadinya anemia memang lebih
besar pada perempuan di bandingkan kaum laki-laki . Cadangan besi dalam
tubuh perempuan lebih sedikit daripada laki-laki sedangkan kebutuhan per
harinya justru lebih tinggi. Seorang perempuan atau remaja putri akan kehilangan
lebih kurang 1-2 mg zat besi melalui ekskresi secara normal pada saat mentruasi
(Astuti and Kulsum 2020). Berikut ini 3 kemungkinan dasar penyebab anemia:
a. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan
Hal ini bisa disebut anemia hemolitik yang muncul saat sel darah merah
dihancurkan lebih cepat dari normal (umur sel darah merah normalnya 120 hari).
Sehingga sumsum tulang penghasil sel darah merah tidak dapat memenuhi
kebutuhan tubuh akan sel darah merah (Astuti and Kulsum 2020).

11
b. Kehilangan darah

Kehilangan darah dapat menyebabkan anemia, penyebabnya adalah


perdarahan berlebihan, pembedahan atau permasalahan dengan
pembekuan darah. Kehilangan darah yang banyak karena menstruasi pada
remaja atau perempuan juga dapat menyebabkan anemia. Semua faktor
ini akan meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat besi, karena zat besi
dibutuhkan untuk membuat sel darah merah baru (Purwandari, Lumy, and
Polak 2016).
c. Produksi sel darah merah yang tidak optimal
Hal ini terjadi saat sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darah
merah dalam jumlah cukup yang dapat diakibatkan infeksi virus, paparan
terhadap kimia beracun atau obat-obatan (antibiotik, antikejang atau obat
kanker). Penyebab anemia gizi besi pada remaja putri dapat juga terjadi
karena asupan besi yang tidak cukup, adanya gangguan absorbsi besi,
kehilangan darah yang menetap, penyakit dan kebutuhan meningkat, yaitu
sebagai berikut :
1. Asupan zat besi yang tidak cukup
2. Defisiensi asam folat
3. Gangguan absorbsi
4. Pendarahan
5. Kecacingan
6. Peningkatan kebutuhan zat besi (Riana 2020).

2.1.5. Pencegahan dan Penanggulangan Anemia

Tindakan penting yang dilakukan untuk mencegah kekurangan besi antara


lain :

1. Konseling untuk membantu memilih bahan makanan dengan kadar besi


yang cukup secara rutin pada usia remaja,
2. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti danging, ikan,
unggas, makanan laut disertai meminum sari buahyang mengandung

12
vitamin C (asam askorbat) untuk meningkatkan abssobsi besi dan
menghindari atau mengurangi minum kopi, teh es, minuman ringan yang
mengandung karbonat dan minum susu pada saat makan.
3. Suplementasi besi, merupakan cara untuk menanggulangi ADB di daerah
dengan prevalensi tinggi. Pemberian suplementasi besi pada remaja
dengan dosis 1 mg/kg/BB/hari.
4. Untuk meningkatkan absobsi besi, sebaiknya suplementasi besi tidak
diberi bersamaan dengan susu, kopi, teh, minuman ringan yang
mengandung karbonat, multivitamin yang mengandung phosphate dan
kalsium.
5. Skrining anemia, pemeriksaan hemoglobin dan hematokrtit masih
merupakan pilihan untuk skrining anemia defisiensi besi (Kaimudin,
N.Lestari, H.Afa 2017).

2.2. Diagnosis

Diagnosis ditentukan berdasarkan hasil dari anamnesis, pemeriksaan fisik


dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang
sering tidak khas. Ada beberapa kriteria diagnosis yang dapat dilakukan untuk
menentukan Anemia Kriteria diagnosis Anemia menurut WHO:
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia,
2. Kosentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% (N : 32-35%),
3. Kadar Fe serum <50 ug/dl (N : 80 – 180 ug/dl),
4. Saturasi transferin <15 % (N ; 20 – 50%).
Dasar diagnosis menurut Cook dan Monsen:
1. Anemia hipokrom mikrositik,
2. Saturasi transferin <16%,
3. Nilai FEP >100 ug/dl,
4. Kadar feritin serum <12 ug/dl.
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 atau 3 kriteria (ST, feritin serum, dan
FEP harus dipenuhi) Lanzkowsky menyimpulakn ADB dapat diketahui melalui:

13
1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan
MCV, MCH, dan MCHC yang menurun,
2. Red cell distribution width (RDW) > 17%,
3. FEP meningkat,
4. Feritin serum menurun,
5. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST < 10%,
6. Respon terhadap pemberian preparat besi,
a. Retikulositosis mencapai pundak pada hari ke 5 – 10 setelah pemberian
besi
b. Kadar hemolobin meninkat rata-rata 0,25 – 0,4 g/dl/ hari atau PCV
mengkat 1% / hari.
7. Sumsum tulang
a. Tertundanya maturasi sitoplasma
b. Pada perwarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi
berkurang
Cara lain untuk menentukaan adanya Anemia adalah dengan trial pemberian
preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya Anemia subklinis
dengan melihat respons hemoglobin terhadap pemberian peparat besi. Prosedur ini
sangat mudah, praktis, sensitif dan ekonomis terutama pada anak yang berisiko
tinggi menderita Anemia. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6
mg/kgBB/hari selama 3 – 4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 mg/dl maka
dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita Anemia (Amalia and
Tjiptaningrum 2016).

2.3. Obat obat anti anemia/Penanganan Anemia secara Medis

Prinsip penatalaksanaan Anemia adalah mengetahui faktor penyebab dan


menangulanginya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi.
Sekitar 80 – 85% penyebab. Anemia dapat diketahui dengan penanganannya dapat
dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat dilakukan secara oral atau
parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah, dan sama efektifnya dengan

14
pemberian secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan pada
penderita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak
dapat dipenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.
a. Pemberian preparat besi
Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri.
Preparat tersedia berupa ferous glukonat, fumarat, dan suksinat. Yang sering
dipakai adalah ferous sulfat karena harganya yang lebih murah. Ferous glukonat,
ferous fumarat, dan ferous suksinat diabsropsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia
preparat besi berupa tetes (drop).
Untuk mendapat respon pengobatan dosis yang dipakai 4 – 6 mg besi
elemental/kgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi elemental
yang ada dalam garam ferous. Garam ferous sulfat mengandung besi elemental
sebanyak 20%. Dosis obat yang terlalu besar akan meninmbulkan efek samping
pada saluran pencernaan dan tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih
cepat. Absropsi besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara
dua waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran
cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan pada saat
makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absropsi obat
sekitar 40 – 50%. Obat diberikan dalam 2 – 3 dosis sehari. Tindakan tersebut
lebih penting karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan
penderita. Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia
pada penderita teratasi (Fitriany and Saputri 2018).
b. Pemberian preparat besi parenteral
Pemberian besi parenteral intramuskular menimbulkan rasa sakit dan
harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi.
Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibandingkan peroral.
Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50
mg besi/ ml. Dosis dihitung berdasarkan : Dosis besi 9mg = BB (9kg) x kadar Hb
yang diinginkan (g/dl) x 2,5 (Fitriany and Saputri 2018)

15
c. Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada
keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat
mempengaruhi respon terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu
secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan hipervolemia
dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah
yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu
respon terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan
kadar Hb < 4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2 – 3 mg/kgBB persatu kali
pemberian disertai pemberian diuretik seperti furosemide. Jika terdapat gagal
jantung yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian transfusi tukar
menggunakan PRC yang segar (Fitriany and Saputri 2018).

2.4. Pola Makan


Pola makan merupakan berbagai infromasi yang memberikan gambaran
mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari oleh
satu orang. Pola makan yang kurang baik menjadi salah satu penyebab terjadinya
anemia pada masa remaja karena kurangnya konsumsi makanan yang
mengandung zat besi. Pola makan yang tidak seimbang akan menyebabkan
ketidak seimbangan zat gizi yang masuk kedalam tubuh dan dapat menyebabkan
terjadinya kekurangan gizi atau sebaliknya pola konsumsi yang tidak seimbang
juga mengakibatkan zat gizi tertentu berlebih dan menyebabkan terjadinya gizi
lebih (Mariana, Wulandari, and Padila 2018).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan, menurut (Akib and
Sumarmi 2017) ada 2 faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan
manusia yaitu:
1. Faktor Ekstrinsik yang merupakan faktor yang berasal dari luar diri manusia,
yang terdiri dari lingkungan alam, lingkungan ekonomi, lingkungan sosial,
lingkungan budaya, dan agama.
2. Faktor Intrinsik, merupakan faktor yang ada didalam diri manusia yang terdiri
dari asosiasi emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit,

16
penilaian lebih terhadap mutu makanan dan pengetahuan gizi. Dimasa remaja
akan terdapat banyak situasi yang berbahaya yang memungkin seseorang
untuk makan secara kurang maupun lebih. Dan pada masa remaja kegiatan
maupun aktivitas sering sekali menurun dikarenakan oleh jumlah konsumsi
makanan yang kurang maupun lebih. Salah satu hal yang paling penting yang
harus dilakukan.

2.5. Pangan Lokal


Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia. Oleh karena
itu, pemenuhan kecukupannya harus menjadi perhatian negara. Pada UU No 18
tahun 2012 defenisi kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara
mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi
rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem
pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.Ketahanan pangan adalah
kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang
tercermin dari tersediaanya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan. Berdasarkan UU No 18 tahun 2012 ini, setiap
daerah haruslah memiliki sistem pangan sendiri yang sesuai dengan potensi lokal
(Aziza 2019).
Pengertian pangan lokal dalam konteks nasional mengacu pada Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan). Berdasarkan UU
Pangan, pengertian pangan lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh
masyarakat setempat sesuai potensi dan kearifan lokal. Interpretasi dari pengertian
ini melekat pada istilah “lokal”, yaitu sumber daya pangan dan budaya makanan
setempat. Oleh karena itu suatu jenis pangan disebut pangan lokal apabila
diproduksi dengan mengoptimalkan sumberdaya setempat, baik dalam bentuk
pangan segar ataupun yang telah diolah sesuai budaya dan kearifan lokal, menjadi
makanan khas daerah setempat .

17
2.6. Tepung Kacang Merah
2.6.1. Pengertian Tepung Kacang Merah
Tepung kacang merah merupakan olahan dari kacang merah dengan proses
perendaman, perebusan dan pengeringan yang kemudian digiling menjadi tepung.
Pengolahan kacang merah menjadi tepung kacang merah merupakan salah satu proses
alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena dapat disimpan lebih lama,
mudah dicampur dengan tepung lain, diperkaya zat gizi, mudah dibentuk, dan lebih
cepat dimasak dengan praktis (Heluq dan Mundiastuti., 2018)..

Gambar 2. Tepung kacang Merah

Penggunaan tepung kacang merah dapat meningkatkan kualitas dan nilai gizi
sehingga kacang merah dapat mensubsitusi penggunaanya pada proses pembuatan
produk dapat memanfaatkan kacang merah dan mendukung keanekaragaman produk
pangan di Indonesia. Tepung kacang merah dapat dijadikan bahan penambahan untuk
roti,cake,dan cookies karena memiliki kandungan serat pati yang cukup (Fauziyah,
Marliyati, and Kustiyah 2017).
Tepung kacang merah mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tepung lainnya, selain kandungan protein yang tinggi kacang merah
merupakan pangan sumber protein yang dikonsumsi luas di seluruh dunia . Kacang
merah juga sumber zat gizi yang lain seperti lemak (15,80%), serat pangan (3,60%)
dan karbohidrat (49,00%) khususnya serat larut air memiliki manfaat bagi kesehatan.
(Fauziyah, Marliyati, and Kustiyah 2017).
2.6.2. Kandungan Zat Gizi Kacang Merah
Hasil penelitian (Damayanti, Bintoro, and Setiani 2020) tentang Pengaruh
Penambahan Tepung Komposit Terigu, Bekatul Dan Kacang Merah Terhadap
Sifat Fisik Cookies, menghasilkan semakin tinggi penambahan tepung bekatul dan

18
kacang merah dan semakin rendah penambahan tepung terigu pada cookies dapat
menurunkan kadar air, daya kembang serta dapat meningkatkan kekerasan.

Selanjutnya hasil penelitian (Sulistyaning et al. 2020) tentang Yogurt


Kacang Merah Plus Susu Kambing Sebagai Snack Sehat Tinggi Zat Besi Bagi
Remaja Anemia, menghasilkan Formula terbaik untuk yogurt kacang merah plus
susu kambing berdasarkan temuan pada penelitian adalah produk yang mengalami
waktu fermentasi 24 jam, dengan proporsi kacang merah 90 persen dan susu
kambing 10 persen. Sebanyak 80 ml yogurt kacang merah plus susu kambing
formula terbaik ini mengandung 2.69 mg/ml zat besi, sehingga dapat dijadikan
sebagai snack sehat untuk memenuhi kebutuhan zat besi harian bagi remaja
anemia.

Selanjutnya hasil penelitian (Ruben, Wisaniyasa, and Pratiwi 2013)


tentang Studi Fisik, Kimia, Dan Fungsional Tepung Kacang Merah Dan Tepung
Tempe Kacang Merah ( Phaseolus Vulgaris L. ), menghasilkan terdapat
perbedaan sifat kimia tepung kacang merah dan tepung tempe meliputi kadar air,
kadar abu, kadar lemak, dan kadar karbohidrat, sedangkan kadar protein tidak
terdapat perbedaan. Nilai kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat tepung
kacang merah berturut-turut adalah 6,79 %(bb), 3,33 %(bb), 12,56%(bb), 9,04%
(bb), dan 68,28 %(bb), sedangkan nilai kadar air, abu, lemak, protein, dan
karbohidrat tepung tempe kacang merah berturut – turut adalah 8,26 %(bb), 2,14
%(bb), 7,11 %(bb), 9,87 %(bb), 72,62 %(bb).
Selanjutnya hasil penelitian (Umrah and Dahlan 2018) tentang Pengaruh
Konsumsi Kacang Merah Terhadap Pengobatan Anemia Pada Ibu Hamil Di
Puskesmas Sendana Kota Palopo, Berdasarkan hasil penelitian karakteristik
responden dalam penelitian memiliki rerata umur 28 ± 9 tahun, paritas 3 ± 2
(multigravida). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai ρ = 0,002. Hal tesebut
berarti bahwa terdapat pengaruh konsumsi kacang merah terhadap pengobatan
anemia pada ibu hamil di Puskesmas Sendana Kota Palopo, dengan rerata kadar
Hb sebelum diberikan perlakuan yaitu 9,7 ± 0,9, dan kadar Hb setelah diberikan
perlakuan yaitu 12,5 ± 1,1. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar

19
Hb setelah diberikan perlakuan dengan selisih rerata adalah - 2,8, sehingga kacang
merah dapat dijadikan obat tradisional untuk meningkatkan kadar Hb selama
kehamilan.
Dan hasil penelitian (Loaloka et al. 2021) Tentang Pengaruh Subtitusi
Tepung Bayam Merah Dan Tepung Kacang Merah Terhadap Uji Organoleptik
Dan Kandungan Gizi Cookies. menghasilkan untuk hasil kandungan gizi terdapat
perbedaan yang nyata dimana dalam perlakuan P1 sampai dengan P3 kandungan
protein lebih tinggi pada perlakuan P3 dengan nilai 8.89 Kal/100 gr bahan
makanan.
Adapun kandungan zat gizi tepung kacang merah menurut Tabel
komposisi pangan Indonesia (2017) dapat di lihat pada table 2.
Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Kacang Merah dalam 100 gr
No Zat Gizi Jumlah Satuan
1 Air 93,6 G
2 Karbohidrat 3,4 G
3 Protein 1,1 G
4 Lemak 1,0 G
5 Kalsium 63 Mg
6 Fe 1,0 Mg
7 Zn 42,0 Mg
8 Fosfor 296 Mg
9 Kadar Abu 0,9 G
10 Kalium 69,2 Mg
Sumber : Tabel Komposisi Bahan Makanan (2017)

2.7. Tepung Ikan Lele


2.7.1 Pengertian Tepung Ikan Lele
Ikan Lele merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya sehingga
ketersediaannya cukup stabil. Ikan Lele sering menjadi pilihan dalam
penganekaragaman bahan makanan dikarenakan kandungan asam amino yang

20
lengkap dan harga yang terjangkau. Kandungan gizi tepung badan ikan lele per
100 gam adalah energi 413 kkal, lemak 9 g, protein 56 g, karbohidrat 27 g. Salah
satu diversifikasi bahan pangan pada ikan lele ini diolah menjadi tepung ikan lele
(Nastiti and Christyaningsih 2019).
Tepung ikan lele merupakan salah satu bentuk olahan ikan, sehingga
memiliki umur simpan yang lebih lama. Tepung badan ikan lele mengandung
lebih tinggi energi, lemak, karbohidrat dan protein dibandingkan tepung kepala
ikan lele. Namun kandungan kalsium dan fosfor lebih tinggi pada tepung kepala
ikan lele dibandingkan badannya. Tepung badan ikan lele per 100 g mengandung
energi 413 kkal, lemak 9 g, protein 5 g, karbohidrat 27 g, serat 6 g, kalsium 285 g,
fosfor 1,1 mg (Kusharto and Marliyati 2012).

Gambar 3. Tepung Ikan lele


Tepung ikan lele tinggi akan kandungan protein. Substitusi Tepung ikan
lele dan Tepung kepala ikan lele akan meningkatkan protein dan kalsium dalam
produk cookies. Kekurangan penggunaan tepung ikan lele memiliki aroma dan
rasa amis.
2.7.2. Kandungan Zat Gizi Ikan Lele
Hasil penelitian (Nastiti and Christyaningsih 2019) tentang Pengaruh
Substitusi Tepung Ikan Lele Terhadap Pembuatan Cookies Bebas Gluten Dan Kasein
Sebagai Alternatif Jajanan Anak Autism Spectrum Disorder. menghasilkan kadar
protein dan kalsium per 100 g cookies formula F5 mengandung protein 8 gr, dan
kandungan kalsium 247,5 mg. dalam 100 gram cookies dapat memenuhi 19%
kecukupan protein dan 24,8 % kecukupan kalsium anak usia 4 – 6 tahun berdasarkan
Angka Kecukupan Gizi 2013.
Selanjutnya, hasil penelitian (Yufidasari et al. 2020a) tentang Pengaruh
Subtitusi Tepung Bekatul Terhadap Sifat Fisika, Kimia, Organoleptic Dan Serat

21
Pangan Pada Bakso Ikan Lele ( Clasrias Batrachus ). menghasilkan bakso ikan lele
dengan penambahan konsentrasi bekatul sebesar 30 % dengan nilai uji parameter
kimia yaitu kadar air 65,19%, kadar protein 9,34%, kadar lemak 0,31%, kadar abu
0,61%, kadar karbohidrat 24,45%, dan kadar serat pangan 7,27%.
Selanjutnya, hasil penelitian (Dewi and Astriana 2022) tentang Pemberian
Nugget Lele (Clarias Batrachus) Pencampuran dengan daun katuk (Sauropus
Androgynous Merr.) Fortifikasi FE Terhadap Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Anemia
menghasilkan Pemberian nugget lele pencampurantepung daun katuk dan tablet Fe
dapat meningkatkan kadar hemoglobin (Hb) pada ibu hamil anemia tetapi tidak pada
kelompok kontrol. Saran penelitian ini adalah ibu hamil sebaiknya dalam
mengkonsumsi nugget lele atau sumber protein hewani yang lain disertai dengan
konsumsi tablet Fe secara rutin.
Selanjutnya, hasil penelitian tentang Karakteristik Cookies Dari Campuran
Tepung Ubi kayu Termodifikasi (Mocaf), Tempe, Telur, Kacang Hijau, Dan Ikan
Lele. Menghasilkan cookies hasil formulasi menggunakan tepung mocaf, tepung
tempe telur, tepung kacang hijau dan ikan lele dapat digunakan sebagai alternatif
makanan cemilan untuk menurunkan resiko stunting dengan jumlah 5-10 keping
cookies per hari baik untuk balita dan wanita usia subur. Formula terpilih adalah
cookies F2 mempunyai komposisi gizi yaitu protein 12,06%, lemak 20,99%,
karbohidrat 59,17%, dan energy 511,56 Kkal/100 .
Dan hasil penelitian Wahyu, dkk (2017) tentang Substitusi Tepung Ikan Lele
Dumbo (Clarias Gariepinus) Dan Tepung Labu kuning ( Cucurbita Moschata)
Terhadap Nilai Energi, Mutu Kimia Dan Mutu Organoleptic Biscuit Crackers Untuk
Balita KEP. Menghasilkan dalam 100 gram produk biscuit crackers didapatkan hasil
nilai energi berkisar 405-409 kalori, protein 7 – 17,3 gram, lemak 18,2 – 20,1 gram,
karbohidrat 38,4 - 53,7 dan vitamin A 537,3 – 644,8 mcg. Adapun kandungan zat
gizi ikan lele dapat dilihat pada table 3.

22
Tabel 3. Kandungan Zat Gizi Ikan Lele dalam 100 gr

No Zat Gizi Jumlah Satuan


1. Air - Ml
2. Karbohidrat 27 G
3. Protein 5 G
4. Lemak - G
5. Kalsium 285 Mg
6. Fe - Mg
7. Zn - Mg
8. Fosfor 1,1 Mg
9. Kadar Abu - G
10. Kalium - Mg
Sumber : (Afifah., 2019)

2.8. Tepung Jamur Tiram


2.8.1. Pengertian Jamur Tiram
Jamur tiram adalah komoditas yang mempunyai zat gizi yang relatif baik
untuk tubuh manusia. Menurut Tatang (2013), rata-rata jamur tiram mengandung
19-35% protein, asam amino esensial (lysine, methionin, tryphtofan, theonin,
valin, leusin, isoleusin, histidin, dan fenilalanin). Asam lemak yang dikandung
jamur tiram putih ini 86% lemaknya tidak jenuh dan 14% asam lemak jenuh.
Menurut Sumarmi (2006) asam lemak yang dikandung jamur tiram putih
diantarannya asam oleat, formiat, malat, asetat dan asam sitrat. Jamur tiram putih
juga mengandung aneka macam jenis vitamin, diantaranya B1 (thiamine), B2
(riboflavin), niasin, dan biotin. Selain itu, jamur tiram putih juga mengandung
aneka macam jenis mineral, diantaranya K, P, Ca, Na, Mg dan Cu (Hidayat et al.
2020).
Jamur tiram putih banyak dibudidayakan petani di Indonesia karena
sifatnya yang adaptif terhadap lingkungan, produktifitas tinggi, kaya nutrisi, dan
rendah lemak sehingga sangat baik untuk dikonsumsi. Namun, jamur tiram putih

23
yang sudah dipanen akan gampang sekali rusak lantaran kandungan airnya tinggi
yaitu 86,6%. Oleh karenanya perlu dilakukan tindakan untuk memperpanjang
daya simpan jamur tiram putih sehabis dipanen dengan mengolah jamur tiram
putih menjadi tepung. Salah satu tahapan penting pada pembuatan tepung jamur
tiram adalah proses pengeringan. Diketahui meningkat suhu dan usang
pengeringan maka rendemen, kadar abu, kadar protein, dan derajat putih tepung
fungi tiram akan semakin meningkat, sedangkan kadar airnya menurun. Begitu
juga sebaliknya. Disamping itu, diketahui juga bahwa suhu pengeringan 650C
dan usang pengeringan lima,lima jam akan membuat tepung fungi tiram putih
terbaik menggunakan rendemen 7,34%, kadar air 4,30%, kadar abu 4,75%, kadar
protein 19,20%, & derajat putih 82,17 (Lisa, Lutfi, and Susilo 2015).

Gambar 4. Tepung Jamur Tiram

2.8.2. Kandungan Zat Gizi Jamur Tiram


Hasil penelitian (Ardiansyah, Fibra, and Susi 2014) Tentang Pengaruh
Perlakuan Awal terhadap Karakteristik Kimia dan Organoleptik Tepung jamur Tiram,
menghasilkan tepung jamur tiram tanpa perlakuan pendahuluan (kontrol) merupakan
tepung jamur tiram terbaik dengan karakteristik sebagai berikut : kadar air 7,92%,
kadar protein 17,5%, kadar abu 8,26%, kadar lemak 1,97% dan kadar karbohidrat
71,68%, dengan warna putih (4.34).
Selanjutnya penelitian (Lisa, Lutfi, and Susilo 2015) tentang Pengaruh Suhu
dan Lama Pengeringan terhadap Mutu Tepung Jamur Tiram Putih, menghasilkan
semakin tinggi suhu dan lama pengeringan maka rendemen, kadar abu, kadar
protein, dan derajat putih tepung jamur tiram akan semakin meningkat, sedangkan
kadar airnya menurun. Begitu pula sebaliknya. Disamping itu, diketahui pula

24
bahwa tidak terjadi interaksi antara suhu pengeringan dan lama pengeringan.
Perlakuan terbaik dalam penelitian ini adalah perlakuan dengan suhu 650C dan
lama pengeringan 5,5 jam yang menghasilkan tepung jamur tiram putih dengan
mutu terbaik. Pada perlakuan ini dihasilkan rendemen tertinggi yaitu 7,34%, kadar
air 4,30%, kadar abu 4,75%, kadar protein 19,20%, dan derajat putih 82,17.
Selanjutnya penelitian (Rahmawati 2018) tentang Pengaruh Substitusi
Tepung Jamur Tiram Terhadap Daya Terima Dan Kandungan Gizi Mi Kering,
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Formula dengan komposisi tepung jamur
tiram sebesar 30% memiliki daya terima yang tinggi dibandingkan dengan
formula lainnya dengan nilai sebesar 60.3. Adapun kandungan zat gizi formula
terpilih yaitu serat sebesar 37.2%, karbohidrat sebesar 17.54% dan protein sebesar
15.04%. Mi kering jamur tiram yang diperoleh memenuhi Standar Nasional
Indonesia jika dilihat dari kadar protein dan air. Secara keseluruhan, substitusi
tepung jamur tiram memiliki daya terima yang baik serta kandungan zat gizi yang
tinggi dibandingkan dengan mi kering komersial. Kandungan zat besi mi kering
jamur tiram relatif rendah. Olehkarena itu, dibutuhkan penelitian lanjutan untuk
melihat pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap mutu mi kering jamur
tiram.
Selanjutnya penelitian (Suprihana et al. 2010) Substitusi Jamur Tiram Putih
untuk Peningkatan Sifat Fisik dan Kimia Flake dari Mizena, Berdasarkan penelitian
yang dilakukan, diperoleh data fisik-kimia sebagai berikut: ; kadar air berkisar
antara 4,906 % ± 6,524%, kadar pati 60,987% -68,726%, kadar protein 2,867% -
3,665%, kadar serat 2,168% - 3,159%, daya reabsorbsi 26,799% - 41,949%, daya
patah 9,032 N/m2 ± 12,301 N/m2. Dari analisis statistik diketahui proporsi tepung
jamur tiram : maizena berpengaruh nyata terhadap kadar pati, kadar protein, kadar
serat, daya rehidrasi dan daya patah, sedangkan waktu pengukusan berpengaruh
nyata terhadap kadar air. Secara keseluruhan penambahan jamur tiram dapat
meningkatkan kualitas flake berdasar sifat fisik dan kimia. Adapun kandungan zat
gizi tepung talas dapat di lihat pada table 4.

25
Tabel 4. Kandungan Gizi Jamur Tiram dalam 100 gr

No Zat Gizi Jumlah Satuan


1 Air 92,5 Ml
2 Karbohidrat 5,5 G
3 Protein 1,9 G
4 Lemak 0,1 G
5 Kalsium 9 Mg
6 Fe 0,7 Mg
7 Zn 0,8 Mg
8 Fosfor 83 Mg
9 Kadar Abu 0,6 G
10 Kalium 9 Mg
Sumber : Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2017)

2.9. Tepung Formula Tempe


2.9.1. Pengertian Tepung Formula Tempe
Tepung formula tempe merupakan makanan terolah dengan bahan utama
tempe yang kemudian diformulasikan dengan bahan pendukung lain untuk
memperpanjang umur simpan tempe. Tempe yang digunakan dalam pembuatan
formula tempe adalah tempe yang memiliki kacang kedelai lebih banyak,
bentuknya padat, dibungkus dalam kemasan plastik dan dalam keadaan masih
baru. Formula tempe ini dibuat untuk makanan untuk semua usia mulai dari bayi –
lansia. Formula tempe mempunyai pengaruh efektif dalam memperbaiki status
gizi anak penderita gizi .buruk. Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian
dan Pengembangan Gizi telah berhasil mengolah makanan formula tempe yang
mengandung energy tinggi, protein tinggi, mudah dicerna, mudah ditelan, dan
bahkan telah digunakan untuk penderita yang diberikan makanan lewat pipa
(Sulistyaning et al. 2020).

26
Gamabr 5. Tepung Formula Tempe

2.9.2. Kandungan Zat Gizi Formula Tempe


Hasil penelitian (Symond et al. 2016), tentang Efikasi Suplementasi
Formula Tempe Bengkuang Terhadap Kadar Albumin Dan Z-Skor Berat Badan
Menurut Umur (BB/U) Pada Anak Gizi Kurang. Menghasilkan bahwa formula
tempe bengkuang perlu dipertimbangkan sebagai makanan tambahan untuk anak
gizi kurang karena dapat meningkatkan pertumbuhan anak dilihat dari rata – rata
antropometri berdasarkan Z-Skor BB/U anak.
Selanjutnya pada penelitian (Suhartini et al. 2018), tentang Kandungan
Protein Dan Kalsium Pada Biskuit Formula Tempe Dengan Penambahan Tepung
Daun Kelor (Moringa Oleifera ). Menghasilkan Kandungan protein biskuit
dengan tanpa penambahan tepung daun kelor diperoleh sebesar 12,6% dan lebih
besar dibanding dengan penambahan tepung daun kelor 9% (13,5 g) yaitu 14,9%.
Kandungan kalsium biskuit dengan tanpa penambahan tepung daun kelor
diperoleh sebesar 21,356 mg dan lebih besar dibanding dengan penambahan
tepung daun kelor 9% (13,5 gram) adalah 38,297 mg. Adapun kandungan zat gizi
tepung talas dapat di lihat pada table 5.

27
Tabel 5. Kandungan Zat Gizi Formula Tempe dalam 100 gr

No Zat Gizi Jumlah Satuan


1. Air 5,8 Ml
2. Karbohidrat 64,0 Gr
3. Protein 16,2 Gr
4. Lemak 12,0 Gr
5. Kalsium 146 Mg
6. Fe 8,6 Mg
7. Vitamin E 0,43 Mg
8. Fosfor 71 Mg
9. Abu 2,0 G
10. Energi 429 Kalori
Sumber : (Depkes RI 1991)

2.10. Cookies
2.10.1. Pengertian
Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan kue kering cita rasanya
manis serta bentuknya kecil-kecil. Cookies adalah salah satu jenis bisukit yang
dibuat dari campuran lunak, berkadar lemak tinggi, cukup renyah jika dipatahkan,
serta penampang potongannya bertekstur kurang padat. Pada pengolahan cookies
hal yang wajib diperhatian ialah kerenyahanya. Bahan standar yang dipergunakan
pada pembuatan cookies dapat mempengaruhi kualitas akhir cookies, terutama
tepung yang dipergunakan. Tepung yang biasa digunakan untuk membuat cookies
ialah tepung terigu (Ariantya 2016).
2.10.2. Persyaratan Mutu Cookies
Agar cookies dapat di konsumsi oleh masyarakat, mutu cookies harus
diperhatikan kerenyahannya. Mutu cookies yang dihasilkan sangat berpengaruh di
komposisinya, komposisi yang tidak sesuai dapat menyebabkan penyimpangan
pada produk cookies yang dihasilkan. Proses pembuatan yang tidak baik pada saat
pencampuran yang tidak merata atau pemanggangan yang terlalu cepat/lama dapat

28
menyebabkan cookies yang tidak baik (Nurhayati, Novijanto, and Yulianti 2017).
Syarat mutu cookies di Indonesia tercantum menurut SNI 01-2973-1992 dan 2011
sebagai berikut:
Tabel 6. Syarat Mutu Cookies
Kriteria Uji Syarat
Energi (kkal/100 gram) Min 400
Air (%) Maks. 5
Protein (%) Min. 5*
Lemak (%) Min. 9,5
Karbohidrat (%) Min. 70
Abu (%) Maks. 1,6
Serat Kasar (%) Maks. 0,5
Logam berbahaya Negatif
Bau dan rasa Normal dan tidak tengik
Warna Normal
Sumber : SNI 01-2973-1992
 SNI 2973-2011

2.10.3. Bahan Penyusun Cookies


Bahan yang diperlukan dalam pembuatan cookies dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut
(tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih
telur, dan cocoa. Bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak
(shortening), bahan pengembang, dan kuning telur. Selain itu, bahan-bahan
penyusun cookies juga dapat dibagi menjadi bahan utama dan bahan tambahan.
Di dalam pembuatan cookies, terigu, telur, gula dan lemak merupakan bahan
utama (Ariantya 2016).
2.10.4. Bahan utama
a) Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam segala jenis roti, kue
kering, mie, biscuit, dan Cookies. Fungsi tepung terigu adalah sebagai struktur
Cookies yang dapat mengikat bahan baku lain pada proses pembuatannya.Terigu
memiliki keistimewaan yaitu mengandung sejenis protein yang tidak larut dalam

29
air yang disebut gluten, yang bersifat kenyal dan elastis. Pada adonan roti, gluten
berfungsi untuk menahan adonan pada saat dikembangkan sehingga bentuknya
kokoh dan tidak mengecil kembali (Minah, Astuti, and Jimmy 2015). Sebaiknya
dalam pebuatan Cookies menggunakan tepung protein rendah (8-9%), jika
menggunakan tepung jenis ini akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering
merta. Saat ini ada 3 macam produk tepung terigu, yaitu tepung terigu dengan
kandungan protein 13%, tepung terigu dengan kandungan proteinnya 9-11%, dan
tepung terigu dengan kandungan protein 7-9%. Selama pengolahan cookies
menggunakan 100% tepung terigu. Perlu dikaji bahan baku yang digunakan untuk
Cookies tidak hanya berasal dari tepung terigu saja melainkan di substitusikan.

Tabel 7. Syarat Mutu Tepung Terigu

Jenis Uji Satuan Persyaratan


Keadaan
Bentuk - Serbuk
Bau - Normal (Bebas Dari Bau
Asing)
Warna - Putih Khas Terigu
Benda Asing - Tidak Ada
Serangan dalam semua bentuk stadia dan Tidak Ada
potongan-potongannya yang tampak

Air %, B/B Maksimal 14,5%


Abu %, B/B Maksimal 0,70%
Protein %, B/B Minimal 7,0%
Keasamaan Mgkoh/ Maksimal 50
100 gr
Falling number (atas dasar kadar air 14%) Detik Min 300
Besi (Fe) Mg/kg Minimal 50
Zeng (Zn) Mg/kg Minimal 30
Vitambin B¹
(Thiamin) Mg/kg Minimal 2,5

30
Vitamin B²
(Riboflavin) Mg/kg Minimal 4
Asam Folat Mg/kg Min. 2
Cemaran Logam Mg/kg
Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 1,10
Raksa (Hg) Mg/kg Maks. 0,1
Kadmium (Cd) Mg/kg Maks. 0,50
Sumber : (Sni 01-3751-2009)
b) Gula
Gula adalah bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan kue kering.
Fungsi dari gula ialah untuk memberikan rasa manis, serta menambah rasa
lembut, dan membantu proses penyebaran, juga sebagai pewarna kulit kue kering.
Menurut Nurhayati, et all (2017), dalam pembuatan kue kering pada umumnya
menggunakan gula halus, jenis gula ini akan menghasilkan kue dengan pori-pori
kecil dan halus.
c) Telur
Dalam pembuatan kue kering biasanya yang digunakan bisa kuning telur,
putih telur atau keduanya. Kue yang menggunakan kuning telur saja akan lebih
empuk, sebaliknya bila menggunakan putih telur untuk memberi kelembapan,
nilai gizi sekaligus membangun struktur kue. Telur juga sering dipakai untuk
memoles dan untuk mengikat kue. Telur juga membuat produk lebih
mengembang karna dapat menangkap udara selama pengadukan. Putih telur
bersifat sebagai pengikat/pengeras (Nurhayati, Novijanto, and Yulianti 2017).

31
Tabel 8. Kandungan Gizi Telur 100 gr bedasarkan Tabel Komposisi Pangan
Indonesia 2017:

No Kandungan Gizi Jumlah


1. Kalori 154 kal
2. Protein 12,4 gr
3. Lemak 10,8 gr
4. Karbohidrat 0,7 gr
5. Kalsium 86 gr
6. Fosfor 258 mg
7. Besi 3,0 mg
8. Vitamin A 61 RE
9. Vitamin C 0 mg
10. Vitamin B 0,12 mg
11. Air 74,3 gr

d) Lemak
Lemak yang digunakan dalam pembuatan Cookies berasal dari lemak susu
(butter) atau lemak nabati (margarine). Lemak ialah salah satu komponen
penting dalam pembuatan Cookies, lemak berfungsi sebagai shortening, pemberi
aroma, pelembut tekstur, memperkaya rasa gurih, memberi warna pada
permukaan cookies dan menggempukkan. Penggunaan lemak sebanyak 65-75%
dari jumlah tepung dari penggunaan mentega 80% dan margarin 20%,
perbandingan ini akan menghasilkan kue yang gurih dan lezat. Lemak berlebihan
akan menyebabkan pelebaran pada permukaan cookies dan dapat mudah hancur
(Izza, Hamidah, and Setyaningrum 2019).
2.10.5. Bahan Tambahan
a) Susu skim
Susu skim ialah bagian susu yang mengandung protein paling tinggi yaitu
sebesar 36,4%. Fungsi dari susu skim ialah memberikan aroma, memperbaiki
tekstur dan warna permukaan. Laktosa yang terkandung di dalam susu skim ialah
disakarida pereduksi, yang apabila berkombinasi dengan protein melalui reaksi

32
maillard dan adanya proses pemanasan akan memberikan warna cokelat menarik
pada permukaan kue kering setelah dipanggang (Putri, Almasyhuri, and Mirani
2021).
b) Baking Powder
Baking powder bersifat mudah larut pada suhu kamar dan tahan selama
pengolahan. Berfungsi sebagai bahan pengembang untuk mengaerasi adonan,
sehingga menjadi ringa dan berpori, menghasilkan kue kering yang renyah dan
halus teksturny (Putri, Almasyhuri, and Mirani 2021).

2.10.6. Resep Standar


Resep Cookies dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan Cookies Belor.
Bahan :
a. 100 gr tepung terigu
b. 35 gr gula
c. 10 gr susu skim
d. 1 butir telur
e. 0,25 gr baking powder
f. 15 gr mentega
g. 40 gr margarine

Cara Membuat:
a. Kocok mentega, susu skim dan gula halus, tambahkan telur sambil
dikocok sampai tercampur merata selama 5 menit, kemudian tambakan
tepung terigu dan baking powder,
b. Pengadukan dilanjutkan sehingga terbentuk adonan yang rata,
c. Selanjutnya dicetak dan dipanggang pada suhu 160°C selama 30 menit,
d. Keluarkan kue dari oven,
e. Dinginkan lalu siap disajikan.
(Sumber : Nurhayati, 2017)

33
2.11. Karakteristik Sifat Fisik
2.11.1. Warna
Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain tekstur,
warna, cita rasa, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor yang lain di
pertimbangkan secara visual. Faktor warna lebih berpengaruh kadang-kadang
sangat menentukan suatu bahan pangan yang di nilai enak, bergizi, dan teksturnya
sangat baik, tidak akan di makan apabila memiliki warna yang tidak di pandang
atau memberi kesan dalam menyimpang dari warna yang seharusnya.Warna
merupakan visualisasi suatu produk yang langsung terlihat terlebih dahulu di
bandingkan dengan variabel lainnya. Warna secara langsung akan mempengaruhi
persepsi panelis (Imawan, Anandito, and Siswanti 2020).
2.11.2. Aroma
Aroma dapat didefenisikan sebagai suatu yang dapat di amati dengan
indera pembau untuk menghasilkan aroma. Senyawa berbau sampai kejaringan
pembau dalam hidung bersama sama dengan udara. Penginderaan cara ini
memasyarakatkan bahwa senyawa berbau bersifat mutlak. Timbulnya aroma
makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap itu dapat
sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaaan enzim atau dapat juga terbentuk
tanpa bantuan reaksi enzim (Imawan, Anandito, and Siswanti 2020).
2.11.3. Tekstur
Tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita
rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi
makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan
ransangan lebih terhadap indera kita (Imawan, Anandito, and Siswanti 2020).
2.11.4. Rendemen
Rendemen adalah suatu nilai penting dalam pembuatan produk.
Rendemen adalah perbandingan berat kering produk yang dihasilkan dengan berat
bahan baku (Rosida, Putri, and Oktafiani 2020).

34
2.12. Karakteristik Sifat Kimia/Komposisi Makanan Untuk Mengatasi Anemia
2.12.1. Air
Air merupakan salah satu metode uji laboratorium kimia yang sangat
penting pada industri pangan untuk menentukan kualitas serta ketahanan pangan
terhadap kerusakan yang mungkin terjadi . Pengukuran kadar air pada bahan
pangan dapat ditentukan menggunakan beberapa metode, yaitu: menggunakan
metode pengeringan ( thermogavimeri ), metode destilasi ( thermovolumetri ),
metode fisis serta metode kimiawi ( Karl Fis cher Method ). Pada umumnya
penentuan kadar air bahan pangan dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam
oven suhu 105 - 1100C selama 5 jam atau hingga diperoleh berat konstan
(Rosida, Putri, and Oktafiani 2020).
Pengurangan air baik dalam pengeringan atau penambahan bahan lain
bertujuan untuk mengawetkan bahan- bahan pangan sehingga dapat tahan
terhadap kerusakan kimiawi maupun mikrobiologi. Aktifitas air merupakan
faktor penting yang mempengaruhi kestabilan makanan kering selama
penyimpanan. Kadar air berfungsi menentukan kesegaran dan daya awet pada
bahan pangan serta bentuk kadar air yang sangat tinggi akan mengakibatkan
mudahnya masuk bakteri, khamir dan kapang untuk berkembang biak sehingga
terjadi). perubahan pada bahan pangan yang dapat mempercepat adanya
pembusukan (Normilawati et al. 2019).
2.12.2. Karbohidrat
Ada dua jenis karbohidrat yaitu sederhana dan kompleks. Karbohidrat
sederhana lebih cepat dicerna dan dengan demikian merupakan sumber energi.
Karbohidrat memberikan nutrisi yang penting selain energi yaitu menyediakan
kalori. Karbohidrat kompleks ditemukan dalam biji-bijian beberapa dalam
sayuran dan kacang-kacangan (Christine 2016).
Karbohidrat sederhana terdiri atas monosakarida yang merupakan
molekul dasar dari karbohidrat, disakarida yang terbentuk dari dua manosa yang
dapat saling terikat, dan oligosakarida yaitu gula rantai pendek yang dibentuk oleh
galaktosa, glukosa dan fruktosa. Karbohidrat kompleks terdiri atas polisakarida

35
yang terdiri atas lebih dari dua ikatan monosakarida dan serat yang dinamakan
juga polisakarida nonpati. Karbohidrat selain berfungsi untuk menghasilkan
energi, juga mempunyai fungsi yang lain bagi tubuh. Fungsi lain karbohidrat yaitu
pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengatur metabolisme
lemak, membantu pengeluaran feses (Siregar 2014).
2.12.3. Protein
Protein merupakan senyawa organik kompleks dengan bobot
molekul tinggi. Protein juga merupakan suatu polimer yang terdiri dari
monomer-monomer asam amino yang dihubungkan dengan ikatan
peptida. Protein memiliki banyak fungsi diantaranya sebagai enzim,
hormon dan antibodi. Di alam, bentuk protein spesifik untuk suatu fungsi.
Oleh karena itu agar suatu polipeptida yang baru dibentuk siap menjadi
protein yang berfungsi secara biologis dan mampu mengkatalisis suatu
reaksi metabolik, menggerakkan sel, atau makromolekul, polipeptida
tersebut harus mengalami pelipatan membentuk susunan tiga dimensi
tertentu atau konformasi1. Sehingga pembukaan lipatan protein
(unfolding) dapat mengubah struktur sekunder yang akhirnya mengubah
fungsi protein tersebut (Normilawati et al. 2019).
Protein merupakan komponen penting dari setiap sel didalam tubuh.
Mahluk hidup juga menggunakan protein untuk membuat enzim, hormon dan
bahan kimia tubuh lainnya. Eratnya hubungan protein dengan pertumbuhan
menyebabkan seorang anak yang kurang asupan proteinnya akan mengalami
pertumbuhan yang lebih lambat dari pada anak dengan jumlah asupan protein
yang cukup dan pada keadaan yang lebi buruk kekurangan protein dalam jangka
waktu yang lama dapat mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan. Nilai
biologis bahan pangan kering tergantung pada metode pengeringan. Pemanasan
yang terlalu lama pada suhu tinggi dapat mengakibatkan protein menjadi
berkurang dalam makanan. Perlakuan suhu rendah terhadap protein dapat
menaikkan daya cerna protein dibandingkan dengan bahan aslinya (Christine
2016) .

36
2.12.4. Lemak
Lemak merupakan suatu molekul yang terdiri atas oksigen,
hidrogen, karbon, dan terkadang terdapat nitrogen serta fosforus.
Pengertian lemak tidak mudah untuk dapat larut dalam air. Untuk dapat
melarutkan lemak, dibutuhkan pelarut khusus lemak seperti Choloroform.
Molekul lemak terdiri atas 4 bagian, antara lain 1 molekul gliserol serta 3 molekul
asam lemak. Asam lemak terdiri atas rantai Hidrokarbon dan juga gugus
Karboksil. Molekul gilserol mempunyai 3 gugus Hidroksil serta pada tiap gugus
hidroksil tersebut dapat berinteraksi dengan gugus karboksil asam lemak (Putri,
Almasyhuri, and Mirani 2021).
Lemak mempunyai peran penting dalam tubuh manusia, sebab lemak
adalah sumber energi yang tinggi. Satu gam lemak sesuai dengan rekomendasi
dari Food and Nutrition Board of the Natioanal Research Council pada tahun
1948, bahwa antara 20% sampai 25% kalori hendaknya datang dari lemak. Bila
408 kalori, haruslah berasal dari lemak. Hal ini berarti kita memerlukan sedikitnya
46 gam lemak per hari. Kandungan kalori yang berasal dari lemak tidak lebih dari
30% total kalori. Lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh.
Manusia juga membutuhkan asam lemak tak jenuh ganda tertentu. Konsumsi
lemak perlu dibatasi khususnya mengurangi lemak jenuh dengan makanan.
Kelebihan lemak dalam tubuh terutama lemak dengan kandungan kolesterol yang
tinggi akan menyebabkan kegemukan dan penyakit seperti jantung, ginjal,
diabetes dan hipertensi (Kole, Tuapattinaya, and Watuguly 2020).
2.12.5. Abu
Abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan pangan. Abu adalah zat anorganik sisa hasil
pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung
pada macam bahan. Abu ada hubungannya dengan mineral. Mineral yang terdapat
dalam suatu bahan dapat berupa dua macam garam yaitu garam organik dan
anorganik.Penentuan abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan komponen
yang tidak mudah menguap (komponen anorganik atau garam mineral) yang tetap

37
tinggal pada pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Semakin rendah kadar
abu suatu bahan, maka semakin tinggi kemurniannya. Tinggi rendahnya kadar abu
suatu bahan antara lain disebabkan oleh kandungan mineral yang berbeda pada
sumber bahan baku dan juga dapat dipengaruhi oleh proses demineralisasi pada
saat pembuatan (Imawan, Anandito, and Siswanti 2020).
2.12.6. Kalsium
Kalsium adalah logam putih perak yang agak lunak, melebur pada 8450C
terserang atmosfer dan udara lembab, pada reaksi ini terbentuk kalsium oksida
dan atau kalsium hidroksida. Tubuh orang dewasa yang gizinya baik mengandung 1-
1,5 kg kalsium dan 90% terdapat di tulang dan gigi dalam bentuk garam kompleks.
Sumber kalsium adalah susu, ikan, udang kering, sardencis, bayam, keju, es krim,
melinjo, dan sawi. Kalsium juga dapat diperoleh dalam jumlah yang cukup dari air
mineral yang dapat mengandung sampai 50 mg/lt (Lubis 2018).
2.12.7. Zat Besi
Zat besi adalah zat gizi penting untuk kehidupan karena peran utamanya
dalam berbagai proses seluler. Logam transisi ini juga merupakan komponen
penting dari dalam sel darah merah, di mana 200 miliar sel darah merah
baru diproduksi setiap hari. Metabolisme zat besi di dalam tubuh salah satunya
dipengaruhi oleh keberadaan zat gizi lain seperti protein dan vitamin. Vitamin
yang dapat membantu penyerapan zat besi adalah vitamin C atau asam askorbat.
Asam askorbat yang diketahui sebagai zat gizi penting dalam pembentukan
kolagen dan pencegahan scurvy berfungsi juga sebagai kofaktor dalam berbagai
reaksi metabolisme dalam tubuh (Umrah and Dahlan 2018).
2.12.8. Zink
Zink atau seng merupakan salah satu trace-mineral atau mineral mikro
yang terpenting untuk semua bentuk kehidupan, termasuk tanaman, hewan, dan
mikroorganisme. Simbol kimia untuk zink adalah Zn. gejala klinis kekurangan
zink pertama kali dilaporkan pada tahun 1961, bahwa pada anak-anak, jumlah
zink yang diserap sangat sedikit sehingga mereka mengalami kegagalan untuk
tumbuh dengan baik. Zink berperan penting dalam pertumbuhan dan

38
perkembangan, fungsi neurologis, sistem kekebalan tubuh, dan reproduksi (Pakar
Gizi Indonesia., 2016).
2.12.9. Vitamin C
Vitamin C merupakan kelompok vitamin larut dalam air yang umumnya
hanya terdapat di dalam pangan nabati, sayur dan buah terutama yang asam,
seperti jeruk, nanas, rambutan, papaya, gandaria, dan tomat serta di dalam sayur
daun-daunan dan jenis kol. Salah satu fungsi vitamin C adalah absorpsi dan
metabolisme besi. Vitamin C mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus
sehingga mudah diabsorpsi. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin
yang sukar dimolisasi untuk membebaskan besi bila diperlukan. Absorpsi besi
dalam bentuk nonheme meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C yang
berperan memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke feritin hati
(Syatriani and Aryani 2010).
2.12.10. Vitamin B 12
Vitamin terdiri dari 11 macam, salah satunya adalah vitamin B12. Vitamin
B12 merupakan nutrisi yang dapat menjaga saraf pada tubuh dan sel darah dan
diperlukan dalam pembuatan DNA yaitu bahan genetik di semua sel. Vitamin B12
juga membantu mencegah terjadinya anemia megaloblastik. Vitamin B12 dapat
ditemukan secara alami di berbagai makanan hewani. Tubuh menghasilkan jutaan
sel darah merah setiap menit sehingga jika tanpa atau kekurangan vitamin B12
dapat menyebabkan sel darah merah tidak dapat berkembang. Produksi sel darah
merah akan berkurang jika vitamin B12 terlalu rendah dan menyebabkan anemia
(Serlie et al. 2020).
2.12.11. Asam Folat
Asam folat adalah salah satu vitamin, termasuk dalam kelompok vitamin
B, merupakan salah satu unsur penting dalam sintesis DNA ( deoxyribo nucleic
acid) . Unsur ini diperlukan sebagai koenzim dalam sintesis pirimidin. Kebutuhan
meningkat pada saat terjadi peningkatan pembentukan sel seperti pada kehamilan,
keganasan dan bayi prematur. Anemia megaloblastik merupakan manifestasi
paling khas untuk defisiensi asam folat, walaupun ternyata defisiensi asam folat
dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang berat mengenai jaringan non

39
hemopoetik. Kelainan ini bahkan sudah bermanifestasi sebagai kelainan
kongenital yaitu neural tube defect (NTD). Defisiensi asam folat juga
mengakibatkan peningkatan homosistenin plasma (hiperhomosisteinemia) yang
dianggap sebagai salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular berupa
aterosklerosis. Mengingat besarnya risiko akibat defisiensi folat, FDA ( Food and
Drug Administration ) menganjurkan fortifikasi folat pada makanan yang banyak
dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat seperti susu, dengan upaya menurunkan
angka prevalensi defisiensi folat (Tangkilisan and Rumbajan 2016).

2.13. Sifat Fungsional


2.13.1. Daya serap air
Daya serap air kemampuan suatu ganula pati untuk menyerap air, bila
suatu ganula pati ditambahkan air dalam jumlah lebih maka ganula pati tersebut
akan bertambah volumenya karena terjadi penyerapan air dan diukur dari
perbandingan berat ganula pati setelah menyerap air dan sebelum menyerap air
pada suhu kamar. Daya serap air ganula pati dipengaruhi oleh rasa amilosa dan
amilopektin (Firmansyah 2015).

2.13.2. Daya serap minyak


Daya serap minyak merupakan suatu ukuran dari jumlah minyak yang
dapat diserap oleh matrik dari bahan pangan. Daya serap minyak dipengaruhi oleh
adanya lemak dan protein pada ganula pati. Semakin besar kadar lemak dan
protein pada bubuk, semakin besar kapasitas penyerapan minyaknya (Firmansyah
2015).

2.13.3. Swelling Power


Swelling power merupakan kenaikan volume dan berat maksimum pati
selama mengalami pengembangan di dalam air yang dipengaruhi oleh faktor-
faktor antara lain perbandingan amilosa-amilopektin, panjang rantai dan densitas
kamba. Swelling power menunjukkan kemampuan pati untuk mengembang dalam
air. Swelling power yang tinggi berarti semakin tinggi kemampuan pati
mengembang dalam air. Nilai swelling power perlu diketahui untuk

40
memperkirakan ukuran atau volume wadah yang digunakan masih bisa
menampung pati tersebut (Parwiyanti et al. 2015).

2.14. Kerangka Konsep

Karakteristik Fisik
(warna,tekstur,aroma,
Tepung rasa dan rendemen)
Kacang Kimia ( air,
Merah karbohidrat, protein,
lemak, abu, kalsium,
zat besi, zink, vitamin
Tepung
B12, vitamin C dan
Ikan Lele
Pangan asam folat ) dan Sifat
Lokal Cookies Fungsional ( daya serap
Tepung air, daya serap
Jamur minyak,swelling
Tiram power,)

Tepung Menilai kadar Hb


Formula
- Sesudah pemberian
Tempe - Sebelum Pemberian

Keterangan :

= Variabel Bebas

= Variabel Terikat

Gambar 6. Kerangka konsep

41
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2022 di Laboratorium
Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Gizi Lubuk Pakam dan Laboratorium

3.2. Lokasi Penelitian


1. Untuk uji karakteristik fisik dan pengeringan tepung kacang merah,
tepung ikan lele, tepung jamur tiram dan tepung formula tempe di
Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Gizi Lubuk Pakam Politeknik
Kesehatan Medan.
2. Untuk penggilingan tepung kacang merah, tepung ikan lele, tepung
jamur tiram dan tepung formula tempe digiling di CV penepungan
Teknologi Tepat Guna Medan .
3. Untuk uji karakteristik Kimia tepung kacang merah, tepung ikan lele,
tepung jamur tiram dan tepung formula tempe di M.Brio Laboratorium
Bogor
4. Untuk uji sifat fungsional tepung kacang merah, tepung ikan lele, tepung
jamur tiram dan tepung formula tempe di Laboratorium Analisa Badan
Pangan Universitas Sumatera Utara (USU).
5. Untuk Pemberian produk cookies pada anak remaja yang mengalami
anemia di sekolah Sma Uisu

3.3. Metode Penelitian


3.3.1. Tahapan Penelitian

Optimalisasi formula cookies dilakukan dengan menggunakan program


design expert v.12 Respon Surface Methodology (RSM) Box Behnken
Design/BBD (Trihaditia dkk., 2018). Variabel bebas yang digunakan terdiri dari
bahan tepung kacang merah, tepung ikan lele, tepung jamur tiram, dan tepung

42
formula tempe. Nilai minimum dan maksimum dari masing-masing bahan
didasarkan pada hasil penelitian formulasi dan karakteristik dari berbagai jenis
bahan pangan yang berpotensi sebagai makanan tambahan untuk anak stunting
seperti dapat dilihat pada Tabel 9. Rancangan proses optimasi yang menggunakan
Box-Behnken Design (BBD) dapat dilihat pada Tabel 10. Respon yang diamati
meliputi komposisi kimia dan gizi terdiri dari kadar protein, lemak, abu, air,
karbohidrat, mineral (Zn, Ca, Fe), vitamin B12, vitamin C, asam folat, nilai
organoleptik (tektur, warna, rasa, aroma, penerimaan umum), serta karakteristik
fisik meliputi volume spesifik, tekstur, dan warna.
Tabel 9. Variabel bebas rancangan penelitian RSM-BBD dan perlakuannya
Nilai
Variable bebas Kode Minimum Maksimum
Tepung Kacang merah X1 20 g 45 g
Tepung Ikan lele X2 20 g 45 g
Tepung Jamur Tiram X3 5g 25 g
Tepung Formula Tempe X4 5g 35 g

Tabel 10. Rancangan optimasi formula cookies


Faktor 1 : Faktor 3 : Faktor 4 :
Faktor 2 :
Tepung Tepung Tepung
Std Run Tepung
Kacang Jamur Formula
Ikan Lele
merah Tiram Tempe
11 1 20 32.5 15 35
23 2 32.5 20 15 35
25 3 32.5 32.5 15 20
26 4 32.5 32.5 15 20
15 5 32.5 20 25 20
17 6 20 32.5 5 20
20 7 45 32.5 25 20
1 8 20 20 15 20
19 9 20 32.5 25 20
29 10 32.5 32.5 15 20
4 11 45 45 15 20
5 12 32.5 32.5 5 5
18 13 45 32.5 5 20
2 14 45 20 15 20
21 15 32.5 20 15 5
22 16 32.5 45 15 5
6 17 32.5 32.5 25 5
12 18 45 32.5 15 35

43
27 19 32.5 32.5 15 20
14 20 32.5 45 5 20
13 21 32.5 20 5 20
8 22 32.5 32.5 25 35
10 23 45 32.5 15 5
28 24 32.5 32.5 15 20
16 25 32.5 45 25 20
7 26 32.5 32.5 5 35
24 27 32.5 45 15 35
3 28 20 45 15 20
9 29 20 32.5 15 5

3.4. Prosedur Penelitian


3.4.1. Prosedur Pembuatan Tepung Kacang Merah
Prosedur pembuatan tepung kacang merah megacu pada Pangastuti et al.,
(2013) kacang merah yang telah disortir kemudian direndam dengan air selama 24
jam, setelah itu dicuci dengan air dan ditiriskan selama ±15-20 menit. Selanjutnya
kacang merah dikeringkan di dalam Cabinet dryer selama ±12 jam, suhu 60°C.
Kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender dan diaya dengan ayakan 80
mesh sehingga diperoleh tepung kacang merah.
3.4.2. Prosedur Pembuatan Tepung Ikan Lele
Prosedur pembuatan tepung ikan lele mengacu pada Pratama et al. (2019).
Prosesnya yaitu ikan lele dumbo dibersihkan, dibuang jeroannya, di fillet.
Kemudian daging, kepala dan tulang ikan lele dipresto dengan menggunakan
panci presto agar lebih lunak. Daging dibungkus dengan kain kasa kemudian
dipres dengan menggunakan balok kayu. Selanjutnya daging dikeringkan dengan
Cabinet dryer pada suhu 80°C. Serpihan daging ikan lele yang sudah kering
digiling dengan blender yang menghasilkan tepung daging ikan lele.
3.4.3. Prosedur Pembuatan Tepung Jamur Tiram
Prosedur pembuatan tepung jamur tiram yang dimodifikasi mengacu
pada Ardiansyah, Fibra, and Susi (2014). Prosesnya yaitu Jamur tiram disortir,
lalu di timbang, Setelah itu dibersihkan dan dicuci sebanyak 2 kali. Selanjutnya
dipotong-potong dengan pisau hingga tipis lalu diblanching dengan suhu 70°C (±
2°C) selama 5 menit. Selanjutnya dikeringkan dalam cabinet dryer pada suhu

44
60°C. Jamur tiram yang sudah kering digiling dengan blander selama 5 menit..
Lalu disaring dengan ayakan 80 mesh menghasilkan tepung jamur tiram putih.
3.4.4. Prosedur Pembuatan Tepung Formula Tempe
Prosedur pembuatan formula tempe mengacu pada Suhartini et al. (2018).
Bahan yang digunakan adalah tempe, kemudian tempe di potong kecil-kecil lalu
di rebus dalam air yang mendidih selama 10 menit, Setelah direbus di tiriskan dan
dihaluskan sampai rata, Sebelum diaduk persiapkan bahan yaitu gula halus,
tepung terigu, dan garam. Lalu diadukan sampai rata, Tempe yang sudah
dihaluskan dicampur dengan gula halus, tepung, dan garam. Diaduk menjadi
adonan yang merata. Kemudian dimasukkan ke dalam Loyang ketebalan ± 1 cm.
Lalu dipanggang dalam oven selama ± 15 menit, sehingga menjadi formula
tempe. Formula tempe dikeluarkan dari Loyang untuk dikeringkan ke dalam alat
pengeringan yaitu carbinet dryer pada suhu 60ºC, selama ±48 jam. Formula tempe
yang sudah kering digiling dengan alat penggiling lalu diayakan mengunakan
ayakan 80 mesh sehingga menghasilkan tepung formula tempe.

3.5. Pengamatan Terhadap Karakteristik Fisik


a. Karakteristik Fisik (Ruben, Wisaniyasa, and Pratiwi 2013)
Cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk
pengukuran daya terima terhadap tepung. Jenis uji orgaoleptik yang diuji adalah
warna, tekstur, rasa dan aroma. Penilaian yang diberikan oleh panelis dengan cara:
Amat sangat suka :5
Sangat Suka :4
Suka :3
Kurang Suka :2
Tidak Suka :1

b. Rendemen (Rosida, Putri, and Oktafiani 2020)


Tepung Rendemen adalah perbandingan berat kering tepung yang dihasilkan
dengan berat bahan sebelum diolah dihitung dengan Persamaan
Rendemen = A 100%
B

45
keterangan:
R = rendemen (%)
A = berat bahan segar (g)
B = berat tepung (g)

3.6. Pengamatan Terhadap Karakteristik Kimia


a. Air (Ruben, Wisaniyasa, and Pratiwi 2013)
Sampel sejumlah 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah
dikeringkan selama satu jam pada suhu 105 °C dan telah diketahui beratnya.
Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 105 °C selama tiga jam, kemudian
didinginkan dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Pemanasan dan
pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan dan
selisih berat 0,001 g. Kadar air dihitung dengan formula sebagai berikut :

Kadar air (%) = Berat sampel awal – Berat sampel akhir x 100%
Berat sampel awal

b. Abu (Ruben, Wisaniyasa, and Pratiwi 2013)


Sampel sejumlah 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin kering yang telah
diketahui beratnya (yang terlebih dulu dikeringkan dan didinginkan dalam
desikator). Kemudian sampel dipijarkan diatas hotplate sampai terjadi perubahan
sampel menjadi arang. Sampel yang telah berubah menjadi arang dimasukkan ke
dalam tanur dengan suhu 500 – 550ºC selama 5 jam sampai terbentuk abu. Setelah
itu, cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu
kamar dan selanjutnya ditimbang beratnya. Abu dihitung dengan formula sebagai
berikut :
bobot abu ( g)
bu (%) = bobot sampel ( g )
A

46
c. Lemak (Izza, Hamidah, and Setyaningrum 2019)
Penentuan lemak menggunakan metode soxhlet. Sampel sejumlah 5 g (sampel
yang dari kadar air sejumlah 4 g) dibungkus dengan kertas saring, kemudian
diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan
labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak
yang telah dicatat bobotnya, kemudian dilakukan reflux selama ± 6 jam sampai
pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam
labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi
lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC kemudian
didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang hingga mencapai
berat yang konstan. Lemak dihitung dengan formula sebagai berikut :
Bobot lemak ( g )
Lemak ( %)=
Bobot sampel ( g) x 100 %

d. Protein (Imawan, Anandito, and Siswanti 2020)


Penentuan protein dilakukan berdasarkan metode Kjeldahl. Sampel 0,2 g
dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml dan ditambahkan 2 g campuran
K2S2O4 dan CuSO4 (1:1) dan 3 ml H2SO4. Sampel didihkan selama 2-4 jam
atau sampai cairan berwarna hijau jernih dan dibiarkan dingin. Setelah dingin
pindahkan dalam labu suling kemudian tambahkan 15 ml larutan NaOH pekat
(40%) dan bilas dengan 10 ml aquades. Labu erlenmeyer berisi 25 ml H2SO4
0,02N diletakkan di bawah kondensor, sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 3
tetes indikator mengsel (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil
biru 0,02% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu
larutan H2SO4, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 125 ml destilat dalam
labu erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit air destilat
dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai
terjadi perubahan warna ungu menjadi hijau (AOCS, 1970). . Penetapan blanko

47
dilakukan dengan cara yang sama namun tanpa sampel sebagai faktor koreksi
dalam perhitungan. Dihitung protein dengan rumus:

Protein (%) = (V1-V2) x N x 0,014 x FK x 100%


Berat sampel awal
Keterangan :
V1 = Volume NaOH yang terpakai pada titrasi blanko (ml)
V2 = Volume NaOH yang terpakai pada titrasi sampel (ml)
N = Normalitas NaOH yang dinyatakan dalam Normal (N)
FK = Faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum: 6,25 100 %

e. Karbohidrat (Siregar 2014)


Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan perhitungan by
Difference. Perhitungan ini bukan berdasarkan analisis tetapi berdasarkan
perhitungan sebagai berikut:
% Karbohidrat = 100% - % (Protein+Lemak+Abu+Air)

f. Kalsium (Lubis 2018)


Penentuan kalsium menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA) yaitu
abu yang berasal dari pengabuan kering ditambahkan 5-6 ml HCL 6 N kemudian
dipanaskan di atas hot plate dengan pemanasan rendah kering. Ditambahkan 15
ml HCl 3 N, dipanaskan di atas pemanas hingga mulai mendidih. Setelah itu
didinginkan dan disaring menggunakan kertas saring. Filtrat ditampung dan
ditambah 10 ml HCl 3 N dan dipanaskan lagi hingga larutan mendidih kemudian
didinginkan, disaring dan filtrat dimasukkan dalam labu takar. Cawan dibilas
dengan aquades minimal 3 kali, pembilas disaring dan dimasukkan dalam labu
takar. Kertas saring dibilas dan pembilas dimasukkan dalam labu takar kemudian
ditambahkan 5 ml larutan lantanum klorida untuk setiap 100 ml larutan dan
didinginkan. Selanjutnya, larutan diencerkan hingga tanda tera. Langkah
selanjutnya adalah menyiapkan blangko dengan menggunakan pereaksi yang
sama. Alat dikalibrasi terlebih dahulu. AAS di-setting sesuai dengan instruksi

48
dalam manual alat tersebut. Dilanjutkan dengan mengukur larutan standar logam,
blanko danlarutan sampel. Selama penetapan sampel, secara periodiknilai standar
diperiksa agar tetap konstan, kemudian membuat kurva standar untuk masing-
masing logam (nilai absorpsi/emisi dan konsentrasi kalsium dalam mg/ml).
Konsentrasi logam dalam sampel ditentukan dari kurva standar diperoleh dalam
persamaan:
Kalsium (mg/100g) = (a-b) x v
10w
Kalsium (mg/1000g) = (a-b) x v
w
Keterangan:
W = berat sampel (g)
V = volume ekstrak
a = konsentrasi larutan sampel (mg/ml)
b = konsentrasi larutan blanko (mg/ml)

g. Zat Besi
Pipet 50 ml sampel masukkan dalam gelas piala, tambahkan 4 ml HCL dan 2
ml larutan hidrolsilamin 20 % dan 5 ml akuades kemudian tambahkan batu didih
dan panaskan sampel sampai volume tersisa 10 ml kemudian dinginkan larutan
tersebut kemudian pindahkan ke dalam labu ukur 25 ml, tambahkan 10 ml larutan
buffer asetat Ph 4 dan 2 ml larutan fenantrolin 0,1 % kemudian tambahkan
akuades hingga tanda batas dan baca absorbansi larutan pada panjang gelombang
maksimum (Sulistyaning et al. 2020).

h. Zink
Sampel sejumlah 5 g dimasukkan kedalam cawan porselen, kemudian
dimasukkan kedalam oven pada suhu 1000C selama 2-3 jam. Kemudian
dipanaskan diatas Bunsen sampai asapnya hilang dan menjadi arang kemudian
dimasukkan kedalam tanur pada suhu 5500C selama 2-3 jam sampai menjadi abu.
Setelah menjadi abu sampel didinginkan kemudian dimasukkan aquadest panas

49
kemudian dimasukkan 2mL HNO3 kemudian dimasukkan kedalam labu ukur
100mL kemudian ditambahkan aquadest asam sampai garis batas kemudian
dihomogenkan lalu disaring dengan kertas saring Whatmann no.42 dan diuji
kandungan logam Zn dengan alat AAS AA-7000 SHIMADZU (Yufidasari et al.
2020b).

i. Vitamin B12
Tentukan sampel, Vitamin B12 ditetapkan secara mikrobiologis dengan
menggunakan organisme penguji Lactobacillus leichmani ATCC 7830 dengan
sedikit modifikasi pada pembacaan melalui spektrofotometer. Sebeleum kadar
vitamin B12 dianalisis, lebih dahulu dilakukan penentuan panjang gelombang
untuk pembacaan absorbans, penentuan waktu pembacaan dan analisis recovery
(Yuniati and Almasyhuri 1989).

j. Vitamin C
Analisis kualitatif dari vitamin C dapat dilakukan dengan menggunakan
pereaksi benedict. Cara kerja dari metode ini yaitu: Ekstrak buah dan filtrat
dimasukkan ke dalam tabung reaksi menggunakan pipet sebanyak 5 tetes.
Kemudian ditambah 15 tetes pereaksi benedict dan dipanaskan di atas api kecil
sampai mendidih selama 2 menit. Adanya perubahan warna hijau kekuningan
menandakan adanya vitamin C pada sampel (Techinamuti and Pratiwi 2003).

k. Asam Folat
Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk membantu diagnosis
dan membedakan defisiensi folat dari defisiensi vitamin B 12 . Kadar folat serum
mencerminkan asupan asam folat selama beberapa hari terakhir, sedangkan folat
eritrosit merupakan gambaran kandungan folat selama proses pematangan erirosit
di sumsum tulang. Folat eritrosit menggambarkan cadangan folat tubuh lebih baik
daripada folat serum.1,11 Pemeriksaan laboratorium untuk mengukur kadar asam
folat antara lain pemeriksaan folat serum secara mikrobiologis, competitive
protein-binding radioassay, ion capture separation, homosistein total, tes supresi

50
deoksiuridin (dU), dan pemeriksaan kadar FIGlu dalam urin (Tangkilisan and
Rumbajan 2016).

3.7. Pengamatan Terhadap Karakteristik Fungsional


a. Daya serap air (Rauf and Sarbini 2015)
Sebanyak 1 g sampel ditempatkan pada tabung sentrifugasi yang telah
diketahui beratnya kemudian ditambahkan 10 ml air dan dikocok hingga
homogen. Setelah itu dilakukan sentrifugasi pada 3000 rpm selama 30 menit. Air
dituang dan ditimbang berat tabung dan pastanya daya serap air atau minyak
dihitung dengan menggunakan rumus :

DSA (g/g) = (berat akhir - berat tabung) - berat bahan kering


Berat bahan kering
Keterangan : DSA : daya serap air

b. Daya serap minyak (Rosida, Putri, and Oktafiani 2020)


Sebanyak 1 g sampel ditempatkan pada tabung sentrifugasi yang telah
diketahui beratnya kemudian ditambahkan 10 ml minyak dan dikocok hingga
homogen. Setelah itu dilakukan sentrifugasi pada 3000 rpm selama 30 menit.
Minyak dituang dan ditimbang berat tabung dan pastanya. daya serap minyak
dihitung dengan menggunakan rumus :
DSM (g/g) = (berat akhir - berat tabung) - berat bahan kering
Berat bahan kering
Keterangan : DSM : daya serap minyak.

c. Swelling power (Parwiyanti et al. 2015)


Pengujian Swelling power dilakukan dengan melarutkan sampel sebanyak 1 g
ke dalam akuades 10 ml kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60 °C
selama 30 menit. Larutan disetrifius dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit
sehingga terpisah antara supernatan dan pasta. Supernatan dan pasta dipisah untuk

51
kemudian diambil pasta dan ditimbang berat pasta. Swelling power dihitung
dengan menggunakan rumus :
Swelling Power (%) = (Berat pasta/Berat sampel kering) x 100%

3.8. Cara Menilai Hemoglobin (Hb)


Pemeriksaan kadar Hb dilakukan pada siswi SMA. Pemeriksaan darah
menggunakan alat Quick-Check dengan metode Digital Test

Metode Digital dan skala pengukuran gr/dl dengan mengunakan

Alat : Bahan :

a. Quick check kapas dan alkohol


b. Microcuvettes
c. Lancet

Prosedur pemeriksaan kadar darah adalah sebagai berikut:

1. Nyalakan ẞ- hemoglobin dengan menekan tombol ON, sebelum digunakan


kalibrasi dahulu ẞ- hemoglobin.
2. Bersihkan ujung jari yang akan diambil darahnya dengan larutan kapas
beralkhol.
3. Masukan lancet pada quick-check, letakkkan ujung lancet pada jari yang
ditusuk kemudian tekan tombol pada ujung quick-check sehingga darah
keluar, bersihkan darah.
4. Ambil microcuvet, tempelkan pada jari yang ditusuk, tekan jari agar darah
keluar kembali dan minimal darah memenuhi daerah lingkaran putih
padamicrocuvet.
5. Masukan pada microcuvet ke tempatnya pada ẞ- hemoglobin
6. Tunggu 1-2 menit, setelah itu akan keluar hasil pemeriksaan kadar (kadar hb)
pada monitor (Hayuanta 2016).

52
DAFTAR PUSTAKA

Akib, Alfishar, and Sri Sumarmi. 2017. “Kebiasaan Makan Remaja Putri Yang
Berhubungan Dengan Anemia : Kajian Positive Deviance Food Consumption
Habits of Female Adolescents Related to Anemia: A Positive Deviance
Approach.” Amerta Nutrition 1 (2): 105–16.
https://doi.org/10.20473/amnt.v1.i2.2017.105-116.

Amalia, Ajeng, and Agustyas Tjiptaningrum. 2016. “Diagnosis Dan Tatalaksana


Anemia Defisiensi Besi Diagnosis and Management of Iron Deficiency
Anemia.” Majority 5: 166–69.

Ardiansyah, Nurainy Fibra, and Astuti Susi. 2014. “Pengaruh Perlakuan Awal
Terhadap Karakteristik Kimia Dan Organoleptik Tepung Jamur Tiram
(Pleurotus Oestreatus).” Teknologi Industri Dan Hasil Pertanian 19 (2):
117–26.

Ariantya, Florentia Shella. 2016. “KUALITAS COOKIES DENGAN


KOMBINASI TEPUNG TERIGU , PATI BATANG AREN ( Arenga
Pinnata ) DAN TEPUNG JANTUNG PISANG ( Musa Paradisiaca )
Disusum Oleh : Florentia Shella Ariantya UNIVERSITAS ATMA JAYA
YOGYAKARTA PROGRAM STUDI BIOLOGI,” 1–21.

Astuti, Dwi, and Ummi Kulsum. 2020. “Pola Menstruasi Dengan Terjadinya
Anemia Pada Remaja Putri.” Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan 11
(2): 314. https://doi.org/10.26751/jikk.v11i2.832.

Aziza, Tri Noor. 2019. “Upaya Penguatan Kelembagaan Pangan.” Jurnal

53
Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis 3 (1): 204–17.
https://jepa.ub.ac.id/index.php/jepa/article/view/159.

Christine. 2016. Pengawasan Mutu Dan Keamanan Pangan. Unsrat Press. Vol.
44.

Damayanti, Safitri, Valentinus Priyo Bintoro, and Bhakti Etza Setiani. 2020.
“Pengaruh Penambahan Tepung Komposit Terigu, Bekatul Dan Kacang
Merah Terhadap Sifat Fisik Cookies.” Journal of Nutrition College 9 (3):
180–86. https://doi.org/10.14710/jnc.v9i3.27046.

Dewi, Devillya Puspita, and Kuntari Astriana. 2022. “PEMBERIAN NUGGET


LELE (Clarias Batrachus) PENCAMPURAN DENGAN DAUN KATUK
(Sauropus Androgynous Merr.) FORTIFIKASI FE TERHADAP KADAR
HEMOGLOBIN IBU HAMIL ANEMIA.” Journal of Nutrition College 11
(1): 35–41. https://doi.org/10.14710/jnc.v11i1.31962.

Fauziyah, A’immatul, Sri Anna Marliyati, and Lilik Kustiyah. 2017. “Substitusi
Tepung Kacang Merah Meningkatkan Kandungan Gizi, Serat Pangan Dan
Kapasitas Antioksidan Beras Analog Sorgum.” Jurnal Gizi Dan Pangan 12
(2): 147–52. https://doi.org/10.25182/jgp.2017.12.2.147-152.

Firmansyah, I.U. 2015. “Keragaman Mutu Pati Beberapa Varietas Jagung.”


Keragaman Mutu Pati Beberapa Varietas Jagung 32 (1): 50–56.

Fitriany, Julia, and Amelia Intan Saputri. 2018. “Anemia Defisiensi Besi. Jurnal.”
Kesehatan Masyarakat 4 (1202005126): 1–30.

Hasyim, Nur Ainun, and Kata Kunci. 2018. “Pengetahuan Risiko , Perilaku
Pencegahan Anemia Dan Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri The
Knowledge of Anemia Risk , Prevention Behavior of Anemia , and
Hemoglobin Levels on Adolescent Girls” 15 (2): 28–33.

Hayuanta, Hubertus Hosti. 2016. “Can Hemoglobin-Hematocrit Relationship Be

54
Used to Assess Hydration Status?” Cermin Dunia Kedokteran 43 (2): 139–
42. http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/23.

Hidayat, A S P, S Winarti, U Sarofa, Program Studi, Teknologi Pangan, Jalan


Raya, Rungkut Madya, and Gunung Anyar. 2020. “KARAKTERISTIK
TEPUNG JAMUR TIRAM PUTIH DENGAN METODE FOAM MAT
Characteristics of White Oyster Mushroom Flour with Foam Mat Drying
Method,” 9–19.

Imawan, Moh Luthfi, R. Baskara Katri Anandito, and Siswanti Siswanti. 2020.
“KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN SENSORI COOKIES
BERBAHAN DASAR TEPUNG KOMPOSIT UWI (Dioscorea Alata),
KORO PEDANG (Canavalia Ensiformis) DAN TEPUNG TERIGU.” Jurnal
Teknologi Hasil Pertanian 12 (1): 18.
https://doi.org/10.20961/jthp.v12i1.24072.

Iva, Tsalissavrina, Paryanto Prawirohartono Endy, and Arsanti Lestari Lily. 2012.
“Efek F100 Dan Formula Tepung Tempe Terhadap Kadar Serum Fe Dan
Hemoglobin Pada Anak Gizi Kurang 25 Efek F100 Dan Formula Tepung
Tempe Terhadap Kadar Serum Fe Dan Hemoglobin Pada Anak Gizi Kurang
Effect of F100 and Tempe Fl Our Formula Supplementation to F.” Jurnal
Gizi Klinik Indonesia 9 (1): 25–33.

Izza, Nadia Karomatul, Nanik Hamidah, and Yahmi Ira Setyaningrum. 2019.
“Kadar Lemak Dan Air Pada Cookies Dengan Substitusi Tepung Ubi Ungu
Dan Kacang Tanah.” Jurnal Gizi 8 (2): 106.
https://doi.org/10.26714/jg.8.2.2019.106-114.

Kaimudin, N.Lestari, H.Afa, J. 2017. “Skrining Dan Determinan Kejadian


Anemia Pada Remaja Putri Sma Negeri 3 Kendari Tahun 2017.” Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Unsyiah 2 (6): 185793.

Kemenkes. 2018. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Journal of

55
physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1-200.
http://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201

Kole, Haslina, Prelly Tuapattinaya, and Theopilus Watuguly. 2020. “ANALISIS


KADAR KARBOHIDRAT DAN LEMAK PADA TEMPE BERBAHAN
DASAR BIJI LAMUN (Enhalus Acoroides).” BIOPENDIX: Jurnal Biologi,
Pendidikan Dan Terapan 6 (2): 91–96.
https://doi.org/10.30598/biopendixvol6issue2page91-96.

Kusharto, Clara M, and Anna Marliyati. 2012. “FORMULASI BISKUIT


DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG IKAN LELE DUMBO (Clarias
Gariepinus) DAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI (Glycine Max) SEBAGAI
MAKANAN POTENSIAL UNTUK ANAK BALITA GIZI KURANG
[Biscuit Formulation with Catfish Dumbo (Clarias Gariepinus) Flour and
Soy (Gl.” Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan 23 (1): 9–16.

Lisa, Maya, Musthofa Lutfi, and Bambang Susilo. 2015. “Pengaruh Suhu Dan
Lama Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Jamur Tiram Putih (Plaerotus
Ostreatus).” Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis Dan Biosistem 3 (3): 270–
79. https://jkptb.ub.ac.id/index.php/jkptb/article/view/293.

Loaloka, Meirina Sulastri, Astuti Nur, Santa L D V Costa, Anak Agung Ayu
Mirah, and Asweros Umbu Zogara. 2021. “Pengaruh Subtitusi Tepung
Bayam Merah Dan Tepung Kacang Merah Terhadap Uji Organoleptik Dan
Kandungan Gizi Cookies.” Nutrology Jurnal : Pangan, Gizi Kesehatan 2
(22): 82–86.

Lubis, Mustafa R. 2018. “Penetapan Kadar Kalsium Pada Susu Bubuk Bermerek
‘H’ Secara Titrasi Kompleksometri.” Jurnal Ilmiah Kohesi 2 (1): 53–60.

Mariana, Dina, Dwi Wulandari, and Padila Padila. 2018. “Hubungan Pola Makan
Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas.”
Jurnal Keperawatan Silampari 1 (2): 108–22.

56
https://doi.org/10.31539/jks.v1i2.83.

Minah, Faidliyah Nilna, Siswi Astuti, and Jimmy. 2015. “Optimalisasi Proses
Pembuatan Subtitusi Tepung Terigu Sebagai Bahan Pangan Yang Sehat Dan
Bergizi.” Jurnal Industri Inovatif 5 (2): 1–8.

Nastiti, Aliffah Nurria, and Juliana Christyaningsih. 2019. “PENGARUH


SUBSTITUSI TEPUNG IKAN LELE TERHADAP PEMBUATAN
COOKIES BEBAS GLUTEN DAN KASEIN SEBAGAI ALTERNATIF
JAJANAN ANAK AUTISM SPECTRUM DISORDER <br><i>[Effect of
Catfish Flour Substitution towards Gluten-Free and Casein-Free Cookies as
an Alternative Sna.” Media Gizi Indonesia 14 (1): 35.
https://doi.org/10.20473/mgi.v14i1.35-43.

Normilawati, Fadlilaturrahmah, Samsul Hadi, and Normaidah. 2019. “Penetapan


Kadar Air Dan Kadar Protein Pada Biskuit Yang Beredar Di Pasar
Banjarbaru.” Jurnal Ilmu Farmasi 10 (2): 51–55.

Nurhayati, Noer Novijanto, and Faizah Yulianti. 2017. “Karakteristik Sensori Dan
Kesesuaian Atribut Mutu Cookies Kedelai-Pisang Sebagai Pangan Darurat.”
Jurnal Agroekoteknologi, 1–2.

Pangastuti, Hesti Ayuningtyas, Dian Rachmawanti Affandi, and Dwi Ishartani.


2013a. “KARAKTERISASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TEPUNG
KACANG MERAH (Phaseolus Vulgaris L.).” Jurnal Teknosains Pangan 2
(2): 2302–2733.

———. 2013b. “KARAKTERISASI SIFAT FISIK DAN KIMIA TEPUNG


KACANG MERAH (Phaseolus Vulgaris L.) DENGAN BEBERAPA
PERLAKUAN PENDAHULUAN PHYSICAL AND CHEMICAL
PROPERTIES CHARACTERIZATION OF RED KIDNEY BEAN
(Phaseolus Vulgaris L.) FLOUR BY SOME PROCESSING TREATMENT.”
Jurnal Teknosains Pangan Januari Jurnal Teknosains Pangan 2 (2): 2302–

57
2733. www.ilmupangan.fp.uns.ac.id.

Panrita, Jurnal Abdimas. 2022. “PENDAHULUAN Masa Remaja Ialah Masa


Peralihan Pertumbuhan Dan Perkembangan Biologis Dan Psikologis Yang
Terjadi Pada Periode Masa Anak-Anak Menjadi Masa Dewasa . Secara
Biologis Peralihan Yang Menonjol Dan Mudah Dijumpai Adalah Adanya
Perkembangan Seks Sek” 3 (1): 1–6.

Parwiyanti, Parwiyanti, Filli Pratama, Agus Wijaya, Nura Malahayati, and Eka
Lidiasari. 2015. “Swelling Power Dan Kelarutan Pati Ganyong (Canna
Edulis Kerr.) Termodifikasi Melalui Heat-Moisture Treatment Dan
Penambahan Gum Xanthan Untuk Produk Roti.” Jurnal Agritech 36 (3):
692–99.

Pinasti, Ladyamayu, Zenny Nugraheni, and Budiyanti Wiboworini. 2020.


“Potensi Tempe Sebagai Pangan Fungsional Dalam Meningkatkan Kadar
Hemoglobin Remaja Penderita Anemia.” AcTion: Aceh Nutrition Journal 5
(1): 19. https://doi.org/10.30867/action.v5i1.192.

Pratama, Angga Eka, Rosyid Ridho, Nadya Adharani, and Any Kurniawati. 2019.
“Suplementasi Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Untuk
Meningkatkan Kandungan Protein Pada Kue Terang Bulang.” Jurnal Lemuru
1 (1): 18–25.

Purwandari, Atik, Freike Lumy, and Feybe Polak. 2016. “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Atik.” Jurnal Ilmiah Bidan 4 (1):
62–68. http://bit.ly/Anemia34.

Putri, Riska Maiza, Almasyhuri, and Mira Mirani. 2021. “Penambahan Campuran
Susu Skim Dan Lemak Pada Cookies Pelancar Asi Tepung Daun Katuk
( Sauropus Androgynous L . Merr ) Terhadap Daya Terima Panelis.” Journal
of Advancements in Research & Technology 1 (4): 1–17.

Rahayu, Atikah, Fahrini Yulidasari, Andini Oktaviani Putri, and Lia Anggraini.

58
2019. Metode Orkes-Ku (Raport Kesehatanku) Dalam Mengidentifikasi
Potensi Kejadian Anemia Gizi Pada Remaja Putri. CV Mine.

Rahmawati. 2018. “Pengaruh Substitusi Tepung Jamur Tiram Terhadap Daya


Terima Dan Kandungan Gizi Mi Kering.” Jurnal Dunia Gizi 1 (2): 119–27.

Rauf, Rusdin, and Dwi Sarbini. 2015. “DAYA SERAP AIR SEBAGAI ACUAN
UNTUK MENENTUKAN VOLUME AIR DALAM PEMBUATAN
ADONAN ROTI DARI CAMPURAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG
SINGKONG Water Absorption as Reference to Determine the Volume of
Water in Dough Making from Wheat Flour and Cassava Flour Mixture.”
Jurnal Agritech 35 (03): 324. https://doi.org/10.22146/agritech.9344.

Riana, Asysyifa. 2020. “Pengaruh Pemberian Cookies Sumber Zat Besi Terhadap
Kadar Hemoglobin Mahasiswi Di Stik Immanuel Bandung.” Jurnal Ilmu
Kesehatan Immanuel 14 (1): 21. https://doi.org/10.36051/jiki.v14i1.112.

Rohmah, Eka Afiyanti, and Saputro. 2016. “Pengaruh Genangan Terhadap


Kedelai.” Sains Dan Seni ITS 5 (2): 29–33.

Rosida, Dedin Finatsiyatull, Nindya Aulia Putri, and Maghfiroh Oktafiani. 2020.
“KARAKTERISTIK COOKIES TEPUNG KIMPUL TERMODIFIKASI
(Xanthosoma Sagittifolium) DENGAN PENAMBAHAN TAPIOKA.”
Agrointek 14 (1): 45–56. https://doi.org/10.21107/agrointek.v14i1.6309.

Ruben, Alisabet, Ni Wayan Wisaniyasa, and I Desak Pratiwi. 2013. “Studi Sifat
Fisik, Kimia Dan Fungsional Tepung Kacang Merah Dan Tepung Tempe
Kacang Merah (,” 1–11.

Serlie, Serlie, Gracia JMT Winaktu, Sinsanta Sinsanta, and Susanty Dewi Winata.
2020. “Hubungan Asupan Vitamin B12 Dengan Kadar Hemoglobin Pada
Vegetarian Di Vihara Maitreya.” Jurnal Kedokteran Meditek 26 (2): 66–70.
https://doi.org/10.36452/jkdoktmeditek.v26i2.1833.

59
Simanungkalit, Sintha Fransiske, Pondok Labuh, Puslitbang Upaya, and
Kesehatan Masyarakat. 2019. “Pengetahuan Dan Perilaku Konsumsi Remaja
Putri Yang Berhubungan Dengan Status Anemia,” 175–82.

Siregar, Nurhamida Sari. 2014. “Karbohidrat.” Jurnal Ilmu Keolahragaan 13 (2):


38–44.

Suhartini, Tri, Zakaria Zakaria, Asmarudin Pakhri, and Mustamin Mustamin.


2018. “Kandungan Protein Dan Kalsium Pada Biskuit Formula Tempe
Dengan Penambahan Tepung Daun Kelor (Moringa Oleifera) Sebagai
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).” Media Gizi Pangan 25 (1): 64.
https://doi.org/10.32382/mgp.v25i1.63.

Sulistyaning, Afina Rachma, Widya Ayu, Kurnia Putri, Hery Winarsi, and
Armaida Fitri. 2020. “GIZI INDONESIA Journal of The Indonesian
Nutrition Association YOGURT KACANG MERAH PLUS SUSU
KAMBING SEBAGAI SNACK SEHAT TINGGI ZAT BESI BAGI
REMAJA ANEMIA Red Bean Plus Goat Milk Yoghurt as a Healthy Snack
with High Iron Content Towards Anemic Teenagers.” Gizi Indon 2020 (1):
25–36. https://doi.org/10.36457/gizindo.v.

Suprihana, Sumaryati, Ekayanti Enny, and Rozika Hawa. 2010. “SUBSTITUSI


JAMUR TIRAM PUTIH UNTUK PENINGKATAN SIFAT FISIK DAN
KIMIA FLAKE DARI MAIZENA” 4 (1): 1–24.

Syatriani, Sri, and Astrina Aryani. 2010. “Konsumsi Makanan Dan Kejadian
Anemia Pada Siswi Salah Satu SMP Di Kota Makassar.” Kesmas: National
Public Health Journal 4 (6): 251. https://doi.org/10.21109/kesmas.v4i6.163.

Symond, Denas, Fadil Oenzil, Eriyanti Darwin, and and Nur Indrawati Lipoeto.
2016. “Efikasi Suplementasi Formula Tempe Bengkuang Terhadap Kadar
Albumin Dan Z-Skor Berat Badan Menurut Umur (Bb/U) Pada Anak Gizi
Kurang.” Jurnal Gizi Dan Pangan 11 (1): 51–58.

60
Tangkilisan, Helena Anneke, and Debby Rumbajan. 2016. “Defisiensi Asam
Folat.” Sari Pediatri 4 (1): 21. https://doi.org/10.14238/sp4.1.2002.21-5.

Techinamuti, Novalisha, and Rimadani Pratiwi. 2003. “Review: Metode Analisis


Kadar Vitamin C” 16: 309–15.

Trihaditia, Riza, Melissa Syamsiah, and Aliya Awaliyah. 2018. “PENENTUAN


FORMULASI OPTIMUM PEMBUATAN PENAMBAHAN TEPUNG
TERIGU MENGGUNAKAN METODE RSM ( Response Surface
Method ).” Agroscience 8 (2): 212–30.

Umrah, Andi St., and Andi Kasrida Dahlan. 2018. “Pengaruh Konsumsi Kacang
Merah Terhadap Pengobatan Anemia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Sendana
Kota Palopo.” Voice of Midwifery 8 (01): 688–95.
https://doi.org/10.35906/vom.v8i01.35.

Wahyani, Anggray Duvita, and Yuniarti Dewi Rahmawati. 2021. “Pada Cookies
Substitusi Tepung Sorghum.” Jurnal Kesehatan Masyarakat 8 (2): 227–37.

Yufidasari, Hefti Salis, Eko Waluyo, Erlinda Indrayani, and Akbar Viranto.
2020a. “Pengaruh Subtitusi Tepung Bekatul Terhadap Sifat Fisika , Kimia ,
Organoleptik Dan Serat Pangan Pada Bakso Ikan Lele ( Clarias Batrachus )
(The Effect of Subtitution Rice Bran Flour to The Physical , Chemical ,
Organoleptic , and Dietary Fiber of Goldband.” Journal of Marine and
Coastal Science 9 (2): 48–64.

———. 2020b. “Pengaruh Subtitusi Tepung Bekatul Terhadap Sifat Fisika ,


Kimia , Organoleptik Dan Serat Pangan Pada Bakso Ikan Lele ( Clarias
Batrachus ) The Effect of Subtitution Rice Bran Flour to The Physical ,
Chemical , Organoleptic , and Dietary Fiber of Goldband ” 9 (June).

Yulaeka, Yulaeka. 2020. “Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada
Remaja Putri.” Jurnal Kebidanan Mutiara Mahakam 8 (2): 112–18.
https://doi.org/10.36998/jkmm.v8i2.108.

61
Yundaswari, Harsant. 2011. “ES KRIM JAMUR TIRAM ( Pleurotus Ostreatus ),”
1–35.

Yuniati, Heru, and Almasyhuri. 1989. “Penetapan Kadar Vitamin B12


(Cyanocobalamin) Beberapa Bahan Makanan.”

62

Anda mungkin juga menyukai