2
Pusat Teknologi Agroindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Gedung Laptiab,
Puspiptek Serpong
Cara sitasi: Suparmi, Sumarto, Sari NI, Hidayat T. 2021. Pengaruh kombinasi tepung sagu dan tepung
udang rebon terhadap karakteristik kimia dan organoleptik makaroni. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia. 24(2): 218-226.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik dari makaroni tepung sagu yang difortifikasi
dengan tepung udang rebon. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen menggunakan rancangan
acak lengkap, dengan perlakuan tiga kombinasi antara tepung sagu dan tepung udang rebon yaitu MS0
(kontrol tanpa tepung udang rebon), MS1 (kombinasi 2:1) dan MS2 (kombinasi 1:1) diulang sebanyak 3
kali. Parameter yamg diuji yaitu mutu proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat), daya
serap air serta mutu organoleptik (rupa, tekstur, aroma, rasa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
pembuatan makaroni tepung sagu dengan penambahan tepung udang rebon berpengaruh nyata terhadap
nilai proksimat, daya serap air, dan nilai organoleptik. Perlakuan terbaik adalah MS1 (kombinasi 2:1)
memiliki karakteristik rupa dengan warna kuning cerah, aroma tidak amis udang, tekstur padat tidak keras,
dan rasa gurih. Nilai kadar protein (19,67%) air (6,98%), lemak (4,13%), abu (2,57%), dan karbohidrat (by
difference) 65,65%. Penambahan tepung udang rebon sebanyak 50 persen dapat meningkatkan protein, abu,
dan lemak yang berpotensi untuk pangan fungsional.
Abstract
This study was aimed to determine the characteristics of fortified sago flour macaroni with rebon
shrimp flour. The method used is an experimental method using a completely randomized design, with
three combinations of sago flour and rebon shrimp flour, namely MS0 (control without rebon shrimp
flour), MS1. (combination 2: 1) and MS2 (combination 1: 1) is repeated 3 times. The parameters tested
were proximate quality (water content, ash content, protein content, fat content, and carbohydrate content),
water absorption capacity and organoleptic quality (appearance, texture, aroma, taste). The results showed
that the making of sago flour macaroni with the addition of rebon shrimp flour had a significant effect on
the proximate value, water absorption and organoleptic value. The best treatment is MS1 (2:1 combination)
which has visual characteristics with bright yellow color, fishy aroma of shrimp, solid texture not hard, and
savory taste. The value of protein (19.67%) water (6.98%), fat (4.13%), ash (2.57%), and carbohydrates (by
difference) was 65.65%. Over all, the addition of rebon shrimp flour as much as 50 percent can increase
protein, ash, and fat which have the potential for functional food.
Table 1 Effect of soaking time on consumer acceptance of Sargassum crassifolium seaweed tea
Formulation
Component
MS0 MS1 MS2
Sagu flour (g) 200 200 200
Tapioca flour (g) 50 50 50
Shrimp rebon flour (g)* - 100 200
Egg (grain) 50 50 50
Salt (g) 5 5 5
Water g) 70 70 70
Prosedur analisis dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor
Analisis proksimat tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut
Analisis proksimat dilakukan untuk lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada
melihat kandungan gizi dalam tepung udang alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada
rebon Pengujian proksimat meliputi kadar suhu 40 ºC menggunakan pemanas listrik
air dengan oven, protein dengan kjedahl, abu selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada
dengan trigivonometri, kadar lemak dengan dalam labu lemak didestilasi hingga semua
sokhlet, dan karbohidrat by difference. pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi
pelarut akan ditampung di ruang ekstraktor,
Kadar air (AOAC 2005) pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali
Tahap pertama yang dilakukan untuk ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak
menganalisis kadar air adalah cawan tembikar dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC,
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC setelah itu labu didinginkan dalam desikator
selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan
dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan kadar lemak dilakukan dengan rumus:
dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang.
W3-W2
Contoh sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam %Kadar lemak = W3 x 100%
cawan tersebut, dikeringkan dengan oven Keterangan:
pada suhu 105 oC selama 5-8 jam atau hingga W1: berat sampel (g)
beratnya konstan. Setelah selesai proses, W2: berat labu lemak kosong (g)
cawan tersebut didinginkan dalam desikator W3: berat labu lemak dengan lemak (g)
±30 menit dan dibiarkan sampai dingin dan
selanjutnya ditimbang kembali. Perhitungan
kadar air dilakukan dengan rumus: Kadar protein (AOAC 2005)
B-C Tahap-tahap yang dilakukan dalam
%Kadar air = B-A x 100% analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu
Keterangan: destruksi, destilasi, dan titrasi. Sampel
A: berat cawan kosong (g) ditimbang sebanyak 0,25 g kemudian
B: berat cawan + sampel awal (g) dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL,
C: berat cawan + sampel kering (g)) lalu ditambahkan 0,25 g selenium dan 3 mL
H2SO4 pekat. Sampel didestruksi pada suhu
Kadar lemak (AOAC 2005) 410 oC sampai larutan jernih lalu didinginkan,
Sampel seberat 5 g (W1) dimasukkan kemudian ditambahkan 50 mL akuades dan
ke dalam kertas saring dan selanjutnya 20 mL NaOH 40%, kemudian dilakukan
dimasukkan ke dalam selongsong lemak. proses destilasi. Hasil destilasi ditampung
Sampel yang telah dibungkus dimasukkan dalam labu Erlenmeyer 125 mL yang berisi
ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang campuran 10 mL asam borat (H3BO3) 2%
berat tetapnya (W2) dan disambungkan dan 2 tetes indikator bromokresol hijau-metil
dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak merah yang berwarna merah muda. Setelah
volume destilat mencapai 200 mL maka proses yang bersifat subjektif dengan menggunakan
destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi indra manusia. Jumlah panelis yang menilai
dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan adalah sebanyak 30 orang dengan kategori
warna merah muda. Volume titran dibaca panelis semi terlatih.
dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti
contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus Analisis daya serap air (Beuchat 1977)
sebagai berikut: Sampel sebanyak 0,5 g ditambah 5 mL
(mL HCl–mL blanko) x N HCl x 14.007 x 100% akuades dan diaduk selama 30 detik. Lalu
%N = Mg contoh x faktor koreksi alat * didiamkan selama 30 menit dalam ruangan.
Keterangan: Kemudian sebanyak 0.15 ml sampel tersebut
% kadar protein = %N x faktor konversi* dimasukkan ke dalam tabung eppendorf
*) Faktor koreksi alat = 2.5 untuk disentrifugasi selama 30 menit pada
*) Faktor konversi = 6.25 suhu kamar dengan kecepatan 5000 rpm.
Setelah terbentuk suspensi, cairan yang tidak
Kadar abu (AOAC 2005) larut dalam air atau minyak dipipet dan
Cawan pengabuan dikeringkan di ditimbang (A). Rumus yang digunakan yaitu:
dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 oC,
Daya serap air (%) = (0.15 mL-A)/0.15mL x 100
kemudian didinginkan di dalam desikator
dan ditimbang hingga didapatkan berat yang
konstan. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan Analisis Data
ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan Rancangan percobaan yang digunakan
di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap dalam pembuatan makaroni adalah rancangan
lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur acak lengkap faktorial dengan 1 perlakuan
pengabuan dengan suhu 600 oC sampai yaitu , yaitu rasio penambahan tepung udang
pengabuan sempurna, kemudian ditimbang rebon rancangan acak lengkap (nested)
hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar faktorial menurut Steel dan Torrie (1993)
abu ditentukan dengan rumus: adalah sebagai berikut:
C-A Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + €ijk
%kadar abu = B-A
x100%
Keterangan:
Keterangan: Yijk: nilai pengamatan dari faktor – A taraf ke-I,
A: berat cawan tembikar kosong (g) faktor B taraf ke-J dan ulangan ke-k
B: berat cawan dengan sampel (g) µ : nilai tengah umum
C: berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan(g) Ai : pengaruh faktor A ke- I (I = 1,2)
Bi : pengaruh faktor B ke- J (I = 1,2,3)
ABij: pengaruh interaksi antara faktor A ke-i dan
Analisis karbohidrat (AOAC 2005) faktor B ke-j
Pengukuran kadar karbohidrat dilakukan €ijk : galat percobaan dari faktorA taraf ke-I,
secara by difference, yaitu hasil pengurangan faktor B taraf ke-J dan ulangan ke-K
dari 100% dengan kadar air, r abu, protein,
dan kadar lemak sehingga kadar karbohidrat HASIL DAN PEMBAHASAN
tergantung pada faktor pengurangan. Hal Proksimat makaroni yang meliputi kadar
ini karena karbohidrat sangat berpengaruh protein, air, lemak, abu dan karbohidrat,
terhadap zat gizi lainnya. jumlahnya dipengaruhi oleh perlakuan yang
diberikan Nilai proksimat yang dianalisis
Uji organoleptik (Adawiyah et al. 2007) dari makaroni dapat dilihat pada Table 2.
Metode yang digunakan untuk uji
organoleptik ini berdasarkan uji hedonik. Kadar Protein
Metode ini menggunakan angka yang berkisar Hasil penelitian didapatkan bahwa
antara 1 sampai 9, mulai dari tidak suka semakin tinggi fortifikasi tepung udang rebon
hingga sangat suka. Pengukuran organoleptik maka nilai protein dari makaroni akan semakin
merupakan cara penilaian mutu makaroni tinggi yaitu pada perlakuan fortifikasi tepung
Table 2 Proximate average value of fortified sago flour for boiled shrimp flour
Composition (%)
Treatment Carbohydrate
Protein Moisture Lipid Ash
(by difference)
MS0 17.28±0.01a 4.52±0.02a 3.76±0.02a 1.45±0.02a 76.99±0.03a
MS1 19.67±0.03b 6.98±0.01b 4.13±0.01b 2.57±0.02b 65.65±0.05b
MS2 21.59±0.01c 7.47±0.02c 5.25±0.02c 2.70±0.01b 62.99±0.02b
Note : same letters in the same row show significant differences (p<0.05)
sagu dengan fortifikasi tepung udang rebon semakin tinggi jumlah tepung udang rebon
MS0 (76,99%), MS1 (65,65%), MS2 (65,99%), yang ditambahkan maka nilai daya serap air
Perlakuan MS0 mempunyai nilai karbohidrat semakin rendah. Zhang et al. (2011) juga
tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. menyatakan bahwa campuran dua jenis tepung
Namun, ketiga perlakuan tersebut memiliki dengan porsi yang berbeda, memberikan suhu
nilai yang masih dalam standar nilai SNI gelatinasi yang lebih tinggi, dan menurut
minimum 60%. Hidayat et al. (2013) penambahan tepung
lindur yang semakin banyak menyebabkan
Daya Serap Air berkurangnya daya serap air.
Hasil pengujian daya serap air makaroni
tepung sagu dengan fortifikasi tepung udang Nilai Organoleptik
rebon, menunjukkan bahwa makaroni dengan Penilaian menggunakan score sheet yang
perlakuan MS0 memberikan daya serap air telah disediakan. Panelis diminta untuk
yang lebih tinggi dibanding perlakuan MS1 memberikan tanggapan terhadap makaroni
dan MS2 , hal ini memberikan kecenderungan fortifikasi tepung udang rebon dengan
bahwa perbandingan antara tepung sagu dan memberikan tanggapan berupa nilai. Hasil
tepung udang rebon yang jumlahnya tinggi, penilaian panelis dapat dilihat pada Table 4.
dapat dilihat pada Table 3.
Kenampakan
Table 3 Percentage of water absorption power Berdasarkan hasil penelitian didapatkan,
of sago flour fortification of boiled
tingkat penerimaan konsumen pada makaroni
shrimp flourseaweed tea
sagu dengan fortifikasi udang rebon dengan
Treatment Water absorption (%) perlakuan MS1 memiliki rupa nilai rata-rata
MS0 254±0.01a 8,62±0,03 dengan warna cerah kekuningan,
MS1 219±0.03b sedangkan pada perlakuan MS0 memiliki nilai
6,18±0,01 dengan warna kuning pudar, dan
MS2 207±0.01c pada perlakuan MS2 memiliki nilai 6,54±0,01
Note: same letters in the same row show significant dengan warna kuning kusam sedikit gelap.
differences (p<0.05)
Hasil dari analisis variansi didapat bahwa
perlakuan makaroni fortifikasi tepung udang
Hasil pengujian daya serap air rebon berpengaruh nyata terhadap nilai rupa
menunjukkan bahwa makaroni dengan dengan tingkat kepercayaan (p<0,05). Rupa
perlakuan MS0 lebih tinggi dibanding dari makaroni dipengaruhi oleh fortifikasi
perlakuan MS1 dan MS2. Hal ini memberi tepung udang rebon.
kecenderungan bahwa fortifikasi tepung Adanya perbedaan warna makaroni
udang rebon yang jumlahnya sama dengan diduga disebabkan oleh fortifikasi tepung
tepung sagu memberikan daya serap air yang udang rebon, semakin tinggi jumlah tepung
rendah. hal ini disebabkan tepung udang udang rebon yang ditambahkan maka warna
rebon mempunyai daya gelatinasi yang mejadi semakin kusam, sehingga rupa
lebih rendah, Pada Table 3 terlihat bahwa makaroni kurang disukai oleh panelis. Hal
Table 4 Organoleptic average value of fortified sago flour for boiled shrimp flour
Parameter
Treatment
Appearance Taste Odor Texture
ini karena dalam tepung udang rebon diduga sistem penciuman (Dewantara et al. 2019).
mengandung pigemen yang disebabkan Selanjutnya Amrullah (2015), menyatakan
oleh adanya astaxhantin (Nurjanah et al. bahwa melalui aroma, panelis dapat
2016). Rupa adalah salah satu faktor yang mengetahui bahan-bahan yang terkandung
memengaruhi daya terima konsumen. dalam suatu produk. Aroma biasanya muncul
Gobel et al. (2016) menyatakan bahwa rupa dari bahan yang diolah karena senyawa volatil
merupakan salah satu parameter dalam yang terdapat dalam bahan pangan keluar
organoleptik yang paling penting dan melalui proses pengolahan atau perlakuan
merupakan faktor yang pertama kali dilihat tertentu.
oleh konsumen dan umumnya konsumen
cenderung lebih memilih produk yang Tekstur
memiliki rupa yang utuh, tidak cacat, warna Hasil penelitian pada perlakuan MS1
cemerlang dan menarik. Suparmi et al. (2020) memiliki tekstur agak elastis dan tidak keras,
dan Hidayat et al. (2013) juga menyatakan sedangkan pada perlakuan MS0 memiliki
bahwa rupa merupakan hal utama yang tekstur keras, pada perlakuan MS2 memiliki
menjadi perhatian konsumen karena apabila tekstur kompak dan sedikit keras dan pada
semakin menarik rupa suatu produk, maka perlakuan formula MS3 memiliki tekstur
konsumen akan semakin tertarik untuk kompak dan keras. Tekstur merupakan
mencoba produk tersebut dan sebaliknya parameter organoleptik yang juga penting
apabila rupa suatu produk tidak menarik, karena sifat sensori yang pertama dilihat oleh
maka akan menurunkan keinginan atau daya konsumen selain warna.
tarik konsumen terhadap suatu produk. Menurut Erwinsyah (2015), bahwa
banyak hal yang memengaruhi tekstur pada
Aroma bahan pangan, di antaranya adalah rasio
Berdasarkan hasil penelitian perlakuan kandungan protein, lemak, suhu pengolahan,
MS1 memiliki aroma yang disukai oleh dan kandungan air. Hal ini terbukti bahwa
panelis, sedangkan pada perlakuan MS0 pada setiap perlakuan yang memiliki formulasi
memiliki aroma khas sagu, sedangkan pada air yang sama. Kemudian pendapat ini juga
perlakuan MS2 memiliki aroma udang rebon didukung oleh Nurjanah et al. (2015), bahwa
yang dominan. Nilai aroma makaroni pada peningkatan tekstur dari produk pangan
perlakuan MS1 ini lebih disukai karena ditentukan oleh besarnya kandungan protein
memiliki aroma udang rebon yang tidak dalam produk pangan tersebut, dikarenakan
terlalu kuat dibandingkan dengan perlakuan ikatan peptida yang panjang sehingga tidak
lainnya. Hasil dari analisis variansi didapat mudah untuk memutuskan ikatan tersebut
bahwa perlakuan dengan fortifikasi tepung dan menghasilkan tekstur yang keras. Nilai
udang rebon berpengaruh nyata terhadap rata-rata tekstur makaroni tepung sagu
nilai aroma makaroni (p<0,05) dengan penambahan tepung udang rebon
Semakin banyak jumlah tepung udang berturut-turut adalah 6,65; 8,89; dan 7,70
rebon yang ditambahkan, maka makaroni dengan perlakuan MS1 adalah perlakuan
yang dihasilkan akan beraroma udang yang terbaik dibandingkan perlakuan lainnya.
sangat kuat, dan aroma udang yang kuat Semakin tinggi konsentrasi tepung
ini mengurangi tingkat penilaian panelis. udang rebon yang ditambahkan, maka
Perlakuan MS1 memiliki aroma terbaik yang tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur
khas udang rebon dengan memiliki rata rata semakin kecil. Hal ini disebabkan karena
7,87±0,01. Abdullah et al. (2017) menyatakan penambahan tepung udang rebon yang
bahwa asam-asam amino dan lemak dari berlebih menyebabkan tekstur menjadi keras
suatu produk akan menimbulkan aroma yang (Gobel et al. 2016).
khas.
Aroma dari suatu produk terdeteksi Rasa
ketika zat yang menguap (volatil) dari Hasil penelitian pada perlakuan MS1
produk tersebut terhirup dan diterima oleh memiliki rasa gurih udang rebon dengan nilai
7,98, karena itu makaroni pada perlakuan Abdullah A, Nurjanah, Hidayat T, Yusefi Y.
MS1 ini lebih disukai oleh panelis, sedangkan 2013. Profil asam amino dan asam lemak
perlakuan MS2 kurang disukai oleh panelis kerang bulu (Anadara antiquata). Jurnal
karena memiliki rasa khas udang rebon lebih Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.
dominan dan sedikit amis, perlakuan MS0 16(2): 159-167.
tidak disukai oleh panelis karena rasanya Adawyah DR, Waysima, Indrasti D. 2007.
tidak gurih dan sedikit tawar. Rasa dari suatu Penuntun Praktikum Evaluasi Sensori.
produk makanan adalah faktor yang sangat Fateta IPB. Bogor.
penting, karena rasa dapat menentukan Amrullah, W.S. 2015. Mutu organoleptik dan
tingkat penerimaan konsumen terhadap kimiawi stik rumput laut Kappaphycus
suatu produk. Menurut Suryono (2013), alvarezii dengan penambahan udang
rasa suatu bahan pangan berasal dari bahan- rebon (Mysis sp.). [Skripsi]. Gorontalo:
bahan itu sendiri dan apabila telah mendapat Jurusan Teknologi Hasil Perikanan
proses pengolahan maka rasanya dipengaruhi Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan.
oleh bahan-bahan yang ditambahkan dalam Universitas Negeri Gorontalo.
proses pengolahan. Rasa memegang peranan Anggo DA, Swastawati F, Ma’ruf FW Rianingsih
penting dalam menentukan keputusan akhir L. 2014. Mutu organoleptik dan kimiawi
konsumen untuk menerima atau menolak terasi udang rebon dengan kadar garam
suatu makanan. Meskipun hasil penelitian berbeda dan lama fermentasi. Jurnal
terhadap parameter kandungan protein MSl Pengolahan Hasil Perikanan. 17(1): 53-59.
lebih baik dari MS3, tetapi jika rasa produk [AOAC]. Association of Official Analytical
memberikan penilaian tidak enak maka Chemistry International. 2005. Official
produk tersebut akan ditolak oleh konsumen Method of Analysis. Association of Official
(Fellows 2000). Selanjutnya Anggo et al. Analytical Chemistry International,
(2014) kandungan asam amino yang terdapat Gaithersburg.
pada udang rebon yang dominan adalah asam [BSN]. Badan Standardisasi Nasional.1995.
glutamat. SNI-01-3777-1995.Makaroni.Jakarta
(ID): Badan Standardisasi Nasional
KESIMPULAN Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian maka Beuchat LR. 1977. Functional and
dapat disimpulkan bahwa pada pembuatan electrophoretic characteristics of
makaroni tepung sagu dengan fortifikasi succinylated peanut flour protein. Journal
tepung udang rebon berpengaruh nyata Agriculture. Food Chemistry. 25 (6) : 258-
terhadap nilai proksimat, daya serap air dan 261.
nilai organoleptik. Perlakuan terbaik menurut Dewantara EC, Wijayanti I, Apri DA. 2019.
panelis adalah formula MS1 memiliki Karakteristik fisiko kimia dan sensori
karakteristik rupa dengan warna kuning pasta makaroni dengan penambahan
cerah, aroma tidak amis udang, tekstur tepung ikan gabus (Channa striata).
padat tidak keras, dan rasa gurih. Secara semarang. Jurnal Ilmu Dan Teknologi
keseluruhan parameter makaroni tepung sagu Perikanan.1(2): 22-29.
dengan perlakuan penambahan 50% tepung Erwinsyah. 2015. Pengaruh Fortifikasi Alga
udang rebon memenuhi standar SNI, kecuali Hijau Biru (Spirulina) Pada Makaroni
untuk lemak dan abu. Ikan Patin (Pangasius hypophtalmus)
Terhadap Penerimaan Konsumen.
DAFTAR PUSTAKA [Skripsi]. Riau: Universitas Riau.
Abdullah A, Nurjanah, Hidayat T, Chairunisah Gobel RV, Asri SN, Nikmawatisusanti Y. 2016.
R. 2017. Karakteristik kimiawi Meretrix Formulasi Cookies Udang Rebon. Nike
meretrix, Pholas dactylus, dan Babylonia Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
spirata. Jurnal Teknologi dan Industri 107-112.
Pangan. 28(1): 78-84 Fellows, P. 2000. Food Processing Technology
Principles and Practice. (EN): Ellis