Anda di halaman 1dari 8

Oseanologia

Vol. 1, No. 2, 2022, pp. 69-76


e-ISSN: 2830-7771

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA BERAS ANALOG DARI KOMBINASI


RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii, MOCAF DAN SAGU

Maura Aulia Finirsa1, Warsidah2*, Mega Sari Juane Sofiana2, Risko3

1 Program Studi Ilmu Kelautan, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia
2 Laboratorium Ilmu Kelautan, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia
3Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Negeri Pontianak

*e-mail: warsidah@fmipa.untan.ac.id

(Diterima: 19052022; Disetujui: 20082022; Dipublikasi: 31082022)

Abstrak
Beras analog adalah beras tiruan yang dibuat dari sebagian atau seluruhnya bahan non-beras dengan
kandungan gizi maupun bentuk yang menyerupai beras. Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan
karakteristik fisikokimia beras analog. Beras analog dibuat dari kombinasi rumput laut Eucheuma cottonii,
mocaf dan sagu. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah granulasi Tahapan pertama adalah
pembuatan beras analog dengan formulasi mocaf 70% dan sagu 30%. Tepung rumput laut E.cottonii
ditambahkan dengan variasi 10%, 20% dan 30%, selanjutnya ditambahkan bahan pengikat yaitu GMS
sebanyak 2%. Beras analog memiliki kadar air berkisar (6,25 – 6,32%), kadar abu (2,24 – 3,13%), kadar lemak
(0,23 – 0,77%), kadar protein (0,60 – 0,73%), serat kasar (1,56 – 2,73%) dan karbohidrat (89,15 – 90,13%).
Rendemen beras analog berkisar (90–91%), warna dengan kecerahan L (29,58 – 41,45) dan densitas kamba
(0,737 – 0,790 g/ml).

Kata kunci: Beras analog, Rumput laut E. cottonii, Mocaf, Sagu

PHYSICOCHEMICAL CHARACTERISTICS OF ANALOGUE RICE FROM THE


COMBINATION OF SEAWEEDS Eucheuma cottonii, MOCAF AND SAGO

Abstract
Analog rice is an artificial rice made from partially or completely non-rice ingredients with nutritional
content and a shape resembling rice. The purpose of this study was to obtain the physicochemical
characteristics of analog rice. Analog rice is made from a combination of seaweed Eucheuma cottonii, mocaf
and sago. The method used in this research is granulation. The first stage is analog rice production with the
formulation of 70% mocaf flour and 30% sago flour. Seaweed flour E. cottonii was added with variations of
10%, 20% and 30%, then an emulsifier was added, namely 2% GMS. Then, the analog rice was characterized
for its physicochemical properties. Analog rice has a moisture content ranging from 6.25 to 6.32%, ash content
(2.24-3.13%), fat content (0.23-0.77%), protein content (0.60-3.13%), 0.73%), crude fiber (1.56-2.73%) and
carbohydrates (89.15-90.13%). Analog rice yields ranged 90–91%, color with brightness L (29.58-41.45) and
bulk density (0.737-0.790 g/mL).

Keywords: Analogue rice, E. cottonii seaweed, Mocaf, Sago

Oseanologia, 2022, 1(2) 69


Vol. 1, No. 2, 2022, pp. 69-76

Pendahuluan

Beras analog merupakan suatu bentuk pengembangan diversifikasi pangan sebagai pengganti beras
yang merupakan makanan pokok bangsa Indonesia (Herawati et al., 2014). Beras analog dapat dikatakan
beras fungsional karena memiliki potensi seperti antioksidan dan antidiabetes (Noviasari et al., 2015). Salah
satu bahan pangan yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan beras analog adalah tepung modified cassava
flour (mocaf) dan sagu. Penggunaan mocaf dan sagu dalam pembuatan beras analog dikarenakan kedua
bahan tersebut merupakan sumber karbohidrat yang ketersediaannya melimpah dengan harga yang murah.
Mocaf dan sagu juga digunakan sebagai pati pada pembuatan beras analog. Namun, beras analog mocaf
memiliki kelemahan dalam hal tekstur yang menghasilkan nasi analog kurang baik. Mocaf juga dapat
menimbulkan aroma khas yang relatif kurang disukai oleh konsumen (Yuwono et al., 2013). Oleh karena itu,
bahan pokok lainnya seperti sagu dan rumput laut dapat ditambahkan untuk memperbaiki kelemahan dari
beras analog yang dihasilkan.
Rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati laut yang sangat melimpah dan banyak
dibudidayakan di perairan Indonesia (Erniati et al., 2016). Penambahan rumput laut sebagai sumber serat
pangan ke dalam beras analog dapat menurunkan daya cerna pati dan mampu meningkatkan kandungan serat
pangan dari beras analog yang dihasilkan (Setiawati et al., 2014). Rumput laut juga memiliki sifat gelling agent
yang diharapkan dapat menjadi pengikat atau perekat agar beras yang dihasilkan lebih kokoh dan tidak mudah
rapuh. Salah satu rumput laut yang keberadaannya melimpah dan dibudidayakan di Kalimantan Barat serta
memiliki potensi besar untuk dijadikan beras analog adalah jenis rumput laut Eucheuma cottonii. Terdapat
beberapa metode untuk memproduksi beras analog salah satunya adalah metode granulasi (Noviasari et al.,
2017).
Penggunaan rumput laut E. cottonii dalam pengembangan beras analog diharapkan dapat menghasilkan
produk pangan yang kaya serat. Kandungan karagenan pada rumput laut E. cottonii membuat penambahannya
ke dalam formula beras analog diharapkan dapat juga memberikan tekstur yang baik untuk beras analog yang
dihasilkan. Kandungan senyawa bioaktif dari rumput laut E. cottonii juga akan menambah sifat fungsionalnya,
sebagai contoh memiliki potensi antioksidan dan antibakteri (Amelia dan Tanod, 2016; Chairunisa dan Indradi,
2020). Penelitian mengenai beras analog dari tepung modified cassava flour (Mocaf) dengan penambahan
rumput laut ini telah dilakukan oleh Agusman et al. (2014), serta Setiawati et al. (2014) yang melakukan
penelitian tentang karakteristik beras tiruan dengan rumput laut e.cottonii sebagai sumber serat.
Beras analog yang merupakan pangan fungsional memiliki banyak manfaat seperti dapat mencegah
beberapa jenis penyakit degeneratif. Beras analog pada umumnya tersebut dari sumber karbohidrat seperti
serealia maupun umbi-umbian, baik bentuk utuh ataupun tepung seperti sorgum, jagung, sagu, mocaf ataupun
umbi-umbian lainnya. Beras analog berbahan dasar mocaf memiliki karakteristik warna yang mirip dengan
beras konvensional. Namum, beras analog mocaf memiliki kelemahan yaitu tekstur yang keras. Penambahan
sagu dan rumput laut E. cottoni diharapkan dapat memperbaiki tekstur dari beras analog yang dihasilkan.
Rumput laut yang kaya akan serat dapat ditambahkan ke dalam beras analog dengan pencampuran sumber
bahan pangan lokal seperti mocaf dan sagu merupakan suatu hal yang penting untuk dikaji lebih lanjut. Hal
inilah yang mendasari perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai beras analog ini. Tujuan dari
penelitian ini adalah memperoleh formulasi dan mengetahui karakteristik fisikokimia dari beras analog
berbahan rumput laut E. cottonii, mocaf dan sagu.

Metode

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan selama 5 bulan dari bulan November 2021 hingga Maret 2022. Sampel rumput laut
E. cottonii diambil di perairan Teluk Melanau Pulau Lemukutan Kabupaten Bengkayang. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Ilmu Kelautan FMIPA UNTAN, laboratorium keilmuan dasar terpadu UNTAN, untuk
pengujian proksimat dilakukan di laboratorium PT. Sucofindo Pontianak dan pengujian analisis warna
dilakukan di laboratorium pengujian terpadu pusat unggulan teknologi Politeknik Negeri Pontianak.

Oseanologia, 2022, 1(2) 70


Vol. 1, No. 2, 2022, pp. 69-76

Pembuatan Tepung Rumput Laut



Pembuatan tepung rumput laut dilakukan berdasarkan metode yang digunakan oleh Anggraini (2018),
Sampel rumput laut E. cottonii yang diperoleh dibersihkan dari kotoran-kotoran yang masih menempel dengan
cara dicuci dengan air tawar. Kemudian rumput laut E. cottonii yang telah bersih kemudian direndam dengan
air tawar selama 1 x 24 jam. Perendaman dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan bau amis,
menghilangkan pigmen serta melunakkan batang rumput laut agar mudah dipotong. Setelah selesai direndam,
rumput laut dicacah kecil - kecil agar mempercepat proses pengeringan dan dilakukan pengeringan dengan
teknik sun drying atau pengeringan dibawah sinar matahari selama 2 - 3 hari hingga kering. Setelah itu, rumput
laut dihaluskan menggunakan blender hingga menjadi tepung dan diayak menggunakan ayakan ukuran 80
mesh. Bahan-bahan lain seperti mocaf (merk ladang lima) dan sagu (merk engka indonesia) disiapkan dalam
bentuk tepung untuk membuat adonan beras analog.

Pembuatan Beras Analog

Pembuatan beras analog menggunakan teknologi granulasi seperti yang dilakukan oleh Prasetia (2009)
yang dimodifikasi. Penelitian ini menggunakan bahan yaitu tepung rumput laut E. cottonii, mocaf dan sagu serta
gliserol monostearate (GMS). Konsentrasi penambahan tepung rumput laut yang digunakan berdasarkan
rekomendasi dari (ADA) American Diabetes Association yaitu 10%, 20% dan 30%. Selain itu, setiap
formulasi ditambahkan GMS sebanyak 2%. Proses diawali dengan menimbang tepung rumput laut, tepung
mocaf dan sagu dengan 3 formulasi. Campuran bahan tersebut ditambah air 1:1 dari berat tepung total lalu diaduk
hingga tercampur dan membentuk adonan, selanjutnya adonan dibentuk menjadi butiran-butiran seperti
silinder menyerupai bentuk beras. Butiran-butiran adonan beras analog kemudian dikukus selama 6 menit
pada suhu 90-100°C hingga campuran mengalami gelatinisasi yang ditandai dengan adanya perubahan
campuran bahan yang sebelumnya berwarna putih menjadi bening kecokelatan. Setelah itu, butiran-butiran
tersebut didinginkan pada kondisi suhu ruang selama 20 menit, kemudian dikeringkan menggunakan oven pada
suhu 50°C selama 24 jam.

Analisis Beras Analog

Beras analog yang diperoleh dianalisi fisikokimianya. Beras analog di uji kandungan kimianya dengan
uji proksimat yaitu kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar (SNI 01-2891-1992) dan karbohidrat dengan by
difference. Beras analog yang diperoleh dianalisis karakteristik fisiknya dengan menghitung rendemen (Lumba
et al., 2012), berat butir 100 (Widara, 2012), analisis warna dengan menggunakan ColorFlex EZ Hunterlab
(Kaemba et al., 2017) dan densitas Kamba (Widara, 2012).

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan komposisi beras analog yang baik dengan perbandingan antara mocaf dan
sagu yaitu 70% : 30%. Komposisi baik ini dapat dilihat dari tekstur dan warnanya. Pada formulasi 70% tepung
mocaf dan 30% tepung sagu, ketika dimasak teksturnya hampir sama seperti beras konvensional dan tidak
keras. Sedangkan formulasi 50% mocaf : 50% sagu dan 60% mocaf : 40% sagu memiliki tekstur yang keras.
Kemudian dari formulasi tersebut ditambahkan dengan bahan berupa tepung rumput laut E. cottonii.
Konsentrasi penambahan tepung rumput laut yang digunakan berdasarkan rekomendasi dari ADA yaitu
10%, 20% dan 30% (ADA, 2006). Beras analog yang ditambahkan dengan rumput laut E. cottonii memiliki
sifat fungsional khusus dan memiliki potensi yang sangat baik dikarenakan serat yang terkandung dalam
rumput laut ini dapat bermanfaat untuk menurunkan penyakit degeneratif seperti kolesterol, untuk penderita
diabetes (Sadek et al., 2016). Bahan tambahan yang digunakan pada formulasi beras analog sebagai pengikat
adalah GMS sebanyak 2%. Penggunaan GMS 2% pada beras analog berfungsi untuk memperbaiki kualitas tanak
nasi yang dihasilkan. Hasil akhir beras analog seperti kandungan gizi didalamnya dan sifat fisiknya seperti
warna atau tekstur ditentukan dari formulasi beras analog itu sendiri. Produk akhir beras analog yang
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 1.

Oseanologia, 2022, 1(2) 71


Vol. 1, No. 2, 2022, pp. 69-76

a
a
a
a

b
a
a
a


Gambar 1. a). beras analog sebelum dimasak (F1= 10% rumput laut, F2= 20% rumput laut, F3= 30% rumput
laut); b). Beras analog setelah dimasak

Karakteristik Kimia Beras Analog

Karakteristik kimia beras analog diuji dengan menguji kandungan proksimat atau kandungan gizi pada
beras analog. Kandungan gizi suatu produk merupakan salah satu parameter yang paling penting dalam
mempertimbangkan bahan makanan yang akan dikonsumsi. Hasil kandungan kimia pada beras analog
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Kimia Beras Analog
Formulasi penambahan rumput Air Abu Lemak Protein Serat Karbohidrat
laut E.cottonii (%) (%) (%) (%) Kasar (%) (%)
F1 (10%) 6,25 2,24 0,77 0,73 2,73 90,01
F2 (20%) 6,27 2,77 0,48 0,67 1,73 89,81
F3 (30%) 6,32 3,13 0,23 0,60 1,56 89,47


Kadar air merupakan parameter penting dalam menentukan umur simpan pada produk pangan, karena
kadar air yang tinggi menyebabkan beras analog yang dihasilkan akan mudah mengalami kerusakan. Hasil
pengujian kadar air pada ketiga formulasi beras analog (Tabel 1), nilai kadar air pada beras analog berkisar
6,25 – 6,32%. Hasil menunjukkan penambahan tepung rumput laut E. cottonii cenderung meningkatkan kadar
air dari beras analog yang dihasilkan. Kadar air ini meningkat seiring dengan penambahan rumput laut
dikarenakan rumput laut memiliki kandungan senyawa hidrokoloid yang bersifat hidrofilik yang artinya
mudah mengikat air (Princestasari dan Amalia, 2015). Bahan sagu pada penelitian ini juga membuat kadar air
beras lebih rendah, dikarenakan sagu yang memiliki serat pati. Nilai kadar air beras analog dengan
penambahan tepung rumput laut E. cottonii yang dihasilkan lebih rendah jika dibandingkan dengan beras
konvensional yaitu sebesar 14%. Menurut SNI 6128-2015, kandungan air didalam beras yaitu 14 %. Hal ini
menunjukkan bahwa beras analog yang diteliti sesuai dengan persyaratan SNI dan sudah lebih baik kadar
airnya dibandingkan dengan beras konvensional sehingga beras analog ini diharapkan memiliki umur simpan
lebih lama dibandingkan dengan beras konvensional.
Kadar abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran atau unsur mineral yang terdapat dalam
bahan makanan atau pangan (Spiraliga et al., 2017). Hasil pengujian kadar abu pada ketiga formulasi beras
analog (Tabel 1), didapatkan nilai kadar abu pada beras analog berkisar 2,24 – 3,38%. Nilai menunjukkan
penambahan tepung rumput laut E. cottonii berpengaruh terhadap kadar abu beras analog yang dihasilkan.
Nilai rata-rata kandungan abu semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah tepung rumput laut yang
ditambahkan. Hal ini disebabkan rumput laut banyak mengandung mineral Menurut Fatriyanti (2021) rumput
laut E. cottonii mengandung kadar abu sebesar 3,04%. Kandungan kadar abu pada beras analog yang lebih
tinggi diduga karena banyaknya komponen mineral yang terdapat pada komposisi dari ketiga bahan pada
Oseanologia, 2022, 1(2) 72
Vol. 1, No. 2, 2022, pp. 69-76

penelitian ini, yaitu banyaknya penambahan rumput laut yang ditambahkan dan tepung sagu. Menurut,
Mamuaja dan Lamaega (2015) sagu yang termasuk dalam bahan utama pembuatan beras analog menghasilkan
kadar abu cukup tinggi. Nilai kadar abu pada pangan sehat menurut standar SNI 01-7111.1-2005 yaitu tidak
lebih dari 3,50%. Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini masih dalam rentang standar kadar abu yang
telah ditetapkan.
Hasil pengujian kadar lemak yang telah dihasilkan dari ketiga formulasi beras analog (Tabel 1) yaitu
memiliki nilai kadar lemak berkisar 0,23 – 0,77%. Rendahnya kadar lemak disebabkan rumput laut E. cottoni
mengandung sedikit lemak yaitu 0,91% (Fatriyanti 2022). Hasil juga menunjukkan semakin besar penambahan
tepung rumput laut E. cottonii kadar lemak beras analog yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini dikarenakan
rumput laut memiliki kemampuan untuk mereduksi lemak dan kolesterol (Talib and Muhammad, 2019).
Menurut Astawan (2014) pangan yang mengandung lemak yang tinggi jika dikonsumsi cenderung lambat
meninggalkan lambung sehingga proses pencernaan makanan di usus halus juga lambat. Selain itu, kandungan
lemak yang terdapat pada bahan baku pembuatan beras analog juga berfungsi sebagai komponen yang dapat
memperbaiki struktur fisik produk seperti daya pengembangan serta mempermudah proses pencetakan
adonan (Setiawati et al., 2014). Beras analog yang memiliki kadar lemak yang rendah tidak mudah mengalami
ketengikan atau bau yang tidak sedap dan memiliki waktu penyimpanan yang lebih lama.
Kadar protein pada beras analog (Tabel 1) yang dihasilkan berkisar 0,60 – 0,73%. Rendahnya kadar
protein karena adanya pengaruh penambahan serat dari rumput laut. Menurut Mardhiah (2018), penambahan
serat dari rumput laut 15% menghasilkan protein lebih rendah dibandingkan dengan penambahan rumput laut
5% sehingga semakin tingginya penambahan serat membuat protein yang dihasilkan lebih rendah. Rendahnya
kadar protein dapat juga disebabkan oleh proses pemanasan dalam pembuatan beras analog sehingga
menyebabkan rusaknya protein. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardhiah (2018) beras
konvensional mengandung protein sebesar 7,18% sehingga masih perlu melakukan penelitian lanjutan yang
mengkombinasikan sumber bahan lain agar beras analog yang dihasilkan dapat mendekati kadar protein beras
asli. Walaupun jumlah proteinnya masih dibawah kadar protein beras konvensional, beras analog ini
diharapkan tetap memberikan dukungan asupan protein pada konsumsi sehari-hari. Penambahan GMS sebagai
bahan pengikat juga tidak mempengaruhi kadar protein yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh pernyataan
Damat et al. (2020), bahwa penambahan bahan pengikat atau bahan penstabil tidak akan mempengaruhi kadar
protein dalam bahan pangan. Hal ini dikarenakan GMS bukan tersusun dari fraksi protein.
Kandungan serat yang tinggi dapat memperlambat proses pencernaan nutrisi, memberikan rasa
kenyang yang lebih lama dan memperlambat munculnya glukosa darah (Noviasari et al. 2013). Hasil kadar
serat kasar pada beras analog berkisar 1,56 – 2,73%. Hasil (Tabel 1) menunjukkan semakin tinggi penambahan
tepung rumput laut E. cottonii membuat kadar serat yang dihasilkan lebih rendah. Berdasarkan hal tersebut,
nilai dari kandungan serat pada penelitian ini terbilang kecil dikarenakan serat yang dianalisis bukanlah serat
pangan melainkan serat kasar. Hal ini sejalan oleh pernyataan Istiqomah dan Rustanti (2015), nilai serat kasar
biasanya lebih rendah apabila dibandingkan dengan serat pangan, bahkan kurang lebih hanya seperlima dari
total keseluruhan serat pangan. Namun, menurut Nisa et al. (2020) menyatakan semakin rendah serat kasar
maka serat pangan akan semakin tinggi. Maka, serat pangan pada penelitian ini bertambah seiring dengan
penambahan konsentrasi rumput laut E. cottonii. Kadar serat beras analog pada penelitian ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan beras konvensional yaitu 0,43% (Mardhiah, 2018). Serat kasar sendiri dapat mencegah
timbulnya penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan. Menurut Mamuaja dan Lamaega (2015)
menyatakan bahwa serat pangan mempunyai ciri-ciri yang dibutuhkan dan dianggap cukup penting dalam
formulasi pangan fungsional.
Karbohidrat merupakan sumber gizi utama yang diharapkan dari mengkonsumsi beras sebagai sumber
energi. Kadar karbohidrat pada beras analog (Tabel 1) berkisar 89,47 – 90,01%. Hasil kadar karbohidrat
dihitung berdasarkan pengurangan komponen lain (protein, lemak, abu, dan air) dalam suatu bahan. Beras
analog yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pangan fungsional sumber karbohidrat
yang sama dengan beras konvensional. Kandungan karbohidrat yang tinggi tersebut diduga disebabkan karena
bahan baku yang digunakan yaitu mocaf dan sagu. Beras analog yang menggunakan bahan tinggi karbohidrat
seperti mocaf, dan sagu dalam jumlah yang banyak akan menghasilkan beras analog dengan kadar karbohidrat
yang tinggi. Sebaliknya, beras analog yang menggunakan bahan yang rendah karbohidrat dalam jumlah yang
besar, maka akan menghasilkan beras analog dengan kadar karbohidrat yang rendah juga (Noviasari et al.,
2017). Faktor lain yang mempengaruhi kadar karbohidrat adalah proses pemanasan beras analog. Proses
pemanasan dengan tekanan menyebabkan pati tergelatinisasi untuk membentuk dan berinteraksi dengan
Oseanologia, 2022, 1(2) 73
Vol. 1, No. 2, 2022, pp. 69-76

komponen lain seperti protein dan lemak. Interaksi tersebut dapat menurunkan jumlah lemak dan protein
sehingga dapat meningkatkan hasil kadar karbohidrat (Nurhayati et al., 2014).

Karakteristik Fisik Beras Analog

Karakteristik fisik beras analog meliputi rendemen, berat butir 100, warna dan densitas kamba dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Fisik Beras Analog
Warna Densitas
Formulasi penambahan Rendemen Berat butir
kamba
rumput laut E.cottonii (%) 100 (g) L a b
(g/mL)
F1 (10%) 91,8 2,998 41,45 10,77 22,56 0,737
F2 (20%) 90,2 3,528 36,08 8,68 17,73 0,765
F3 (30%) 90,1 3,869 29,58 6,24 12,09 0,790


Rendemen beras analog penelitian ini (Tabel 2) berkisar antara 90–91%. Nilai rendemen pada beras
analog ini sedikit mengalami peningkatan seiring penambahan rumput laut. Rendemen pada beras analog juga
terbilang cukup tinggi dikarenakan pada proses pembutiran beras analog yang menggunakan alat tradisional
sehingga bahan yang digunakan sedikit yang terbuang atau hampir sepenuhnya bahan tersebut digunakan. Hal
ini sejalan dengan pernyataan Sihombing (2016) yaitu penggunaan alat tradisional atau manual dalam
pembuatan beras analog membuat bahan yang digunakan sedikit terbuang. Kandungan karagenan pada tepung
rumput laut juga berfungsi sebagai pengikat yang menyatukan bahan lain sehingga mencegah terjadinya
kehilangan selama proses pembuatan beras (Mishra et al., 2012). Keragaman nilai rendemen beras analog
dikarenakan faktor-faktor dalam proses pembuatan beras analog seperti kadar air adonan dan pemotongan
produk yang masih dilakukan secara manual. Semakin tinggi persentase nilai rendemen yang dihasilkan maka
semakin bagus kualitas beras analog yang didapatkan.
Berat 100 butir beras analog yang dianalisis (Tabel 2) berkisar 2,998 – 3,869 g. Berat butir beras analog
hasil penelitian ini hampir secara keseluruhan mendekati dengan berat 100 beras konvensional yaitu ± 2,2051
g (Mardhiah, 2018). Hal ini menunjukkan penambahan konsentrasi rumput laut berpengaruh dengan jumlah
berat butir 100 pada beras. Pada proses pembutiran beras analog, alat yang digunakan dalam proses
pembutiran ini yaitu alat pemotong dan pencetak masih secara manual sehingga berat 100 butir beras analog
yang dihasilkan berbeda seperti bentuk dan ukuran beras analog yang tidak seragam. Maka dari itu hasil yang
didapat sedikit lebih tinggi dibandingkan beras konvensional. Proses pencetakan dan pemotongan merupakan
salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap berat ataupun bobot dari beras analog (Mardhiah, 2018).
Analisis bobot per butir beras analog berkaitan dengan analisis densitas kamba untuk mengetahui volume dan
porositas beras.
Warna merupakan salah satu hal penting yang menentukan penerimaan konsumen pada produk.
Berdasarkan tabel hasil analisis warna diatas, notasi L menunjukkan tingkat kecerahan suatu produk. Hasil
penelitian (Tabel 2) menunjukan bahwa beras analog F1 dengan penambahan rumput mempunyai nilai L yang
tertinggi mendekati tingkat cerah. Semakin tinggi nilai L menunjukan warna yang semakin cerah (Sede et al.,
2015). Penambahan konsentrasi rumput laut berpengaruh terhadap kecerahan beras analog yang dihasilkan.
Semakin banyak penambahan rumput laut, maka semakin gelap beras analog yang dihasilkan. Menurut
Agusman et al. (2014) penambahan tepung rumput laut dengan konsentrasi yang semakin tinggi diduga akan
menyebabkan beras analog dihasilkan pada parameter warna akan semakin kecoklatan dan pudar, serta
tekstur semakin keras. Secara visual, warna beras analog yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu F1 berwarna
kuning cerah kecoklatan sedangkan beras analog F2 memiliki warna coklat cerah dan F3 memiliki warna
cokelat gelap. Tingkat kecerahan dan warna pada beras analog berasal dari bahan baku yang digunakan. Warna
gelap atau kusam muncul dikarenakan adanya reaksi pencoklatan (maillard) yang terjadi selama pemanasan
seperti pengukusan dan pengeringan. Proses pemanasan dapat menyebabkan reaksi maillard antara gula
pereduksi dari karbohidrat dengan asam amino dari bahan baku beras analog yang dapat menghasilkan warna
kecoklatan (Damat et al., 2020).
Densitas kamba analog yang dihasilkan (Tabel 2) berkisar antara 0,737 – 0,790 g/mL. Densitas kamba
yang lebih tinggi dapat mengurangi penggunaan bahan pengemas. Densitas kamba yang tinggi pada beras
Oseanologia, 2022, 1(2) 74
Vol. 1, No. 2, 2022, pp. 69-76

analog disebabkan karena adanya penambahan serat seperti rumput laut (Kumalasari et al., 2015). Hal ini
dikarenakan serat dapat menyebabkan tingkat kebulatan (Sphericity) sehingga berakibat pada jumlah ruang
kosong antar partikel yang menurun. Ketika dipanaskan, granula pati akan mengembang dan serat rumput laut
akan mengisi celah-celah yang ada. Pada saat pati pada beras analog mengalami retrogradasi, ada sebagian
amilosa dan air yang terperangkap oleh serat ikut meluruh, sehingga sifat beras menjadi lebih berongga dan
ringan. Densitas kamba dari beras analog dipengaruhi oleh kandungan gizi seperti kandungan air, bentuk dan
ukuran dari proses pembuatan. Semakin besar nilai densitas kamba suatu bahan, maka semakin sedikit jumlah
rongga kosongnya (Sasmitaloka et al., 2020). Pada penelitian ini proses pembuatan beras analog menggunakan
alat manual, hal ini menyebabkan densitas kamba yang dihasilkan lebih besar. Menurut Loebis et al (2017),
nilai densitas kamba yang besar akan membutuhkan tempat yang lebih kecil begitu pula sebaliknya.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan, beras analog yang diformulasikan pada penelitian ini
menggunakan bahan tepung rumput laut E.cottoni, mocaf, sagu, dan GMS dengan presentase berturut -turut
adalah F1 (10% : 70% : 30% : 2%), F2 (20% : 70%: 30% : 2% GMS) dan F3 (30% : 70% : 30% : 2%).
Karakteristik kimia atau kandungan proksimat dari beras analog yang dihasilkan oleh setiap formulasi yaitu
kadar air (6,25 – 6,32%), kadar abu (2,24 – 3,13%), kadar lemak (0,23 – 0,77%), kadar protein (0,60 – 0,73%),
serat kasar (1,56 – 2,73%). dan karbohidrat (89,15 – 90,13%). Karakteristik fisik beras analog yang dihasilkan
terdiri dari rendemen beras analog berkisar (90–91%), berat 100 buitr beras analog (2,998 – 3,869 g), warna
dengan kecerahan L (29,58 – 41,45) dan densitas kamba (0,7375 – 0,7901 g/ml).

Daftar Pustaka

Agusman, Apriani, S.N.K., and Murdinah, 2014, Penggunaan Tepung Rumput Laut Eucheuma cottonii pada
Pembuatan Beras Analog dari Tepung Modified Cassava Flour (MOCAF), J. Pascapanen dan Bioteknol.
Kelaut. dan Perikan., 9 (1), 1–10.
Amelia, R. and Tanod, W.A., 2016, Kandungan Antioksidan Alga Merah Eucheuma cottonii Dengan Metode
Pengeringan Yang Berbeda, KAUDERNI J. Fish. Mar. Aquat. Sci., 1 (1), 14–20.
Anggraini, P., 2018, Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Menjadi Roti Tinggi Serat dan Yodium,
ARGIPA (Arsip Gizi dan Pangan), 3 (1), 26–36.
Association, A.D., 2008, Nutrition recommendations and interventions for diabetes: A position statement of the
American Diabetes Association, Diabetes Care, 31 (61–78).
Astawan, M., 2014, Evaluasi Nilai Gizi Karbohidrat. Ediai 2., Repository UT, Jakarta.
Chairunisa, I. and Indradi, B.R., 2020, Aktivitas Antibakteri dan Kandungan Fitokimia Ekstrak Etanol Alga
Merah (Eucheuma cottonii), Farmaka Suplemen, 17 (1), 105–110.
Damat, D., Susilo, J., Tain, A., Dwi, D., and Rastikasari, A., 2020, Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia Dan Organoleptik
Beras Analog Kaya Antioksidan Dari Pati Garut (Maranta arundinaceae L.): Mocaf Dan Puree Rumput Laut
(Gracilaria sp), J. Penelit. Pascapanen Pertan., 17 (3), 134–145.
Erniati, Zakaria, F.R., Prangdimurti, E., and Adawiyah, D.R., 2016, Potensi rumput laut: Kajian komponen
bioaktif dan pemanfaatannya sebagai pangan fungsional, Acta Aquat., 3 (1), 12–17.
Fatriyanti, D., 2021, Analisis Proksimat, Kandungn Zink Dan Aktivits ANtioksidan Makroalga Eucheuma cottonii
Di Perairan Lemukurtan, Pontianak.
Herawati, H., Kusnandar, F., Adawiya, D.R. dan, and Budijanto, S., 2014, Teknologi Proses Produksi Beras Tiruan
Mendukung Diversifikasi Pangan, J. Litbang Pertan., 33 (3), 87–94.
Istiqomah, A. and Rustanti, N., 2015, Indeks Glikemik, Beban Glikemik, Kadar Protein, Serat, Dan Tingkat
Kesukaan Kue Kering Tepung Garut Dengan Substitusi Tepung Kacang Merah, J. Nutr. Coll., 4 (2), 620–
627.
Kaemba, A., Suryanto, E., and Mamuaja, C.F., 2017, Karakteristik Fisiko-Kimia Dan Aktivitas Antioksidan Beras
Analog Dari Sagu Baruk (Arenga microcarpha) Dan Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas L. Poiret), J. Ilmu dan
Teknol. Pangan, 5 (1), 1–8.
Kumalasari, R., Setyoningrum, F., and Ekafitri, R., 2015, Karakteristik Fisik dan Sifat Fungsional Beras Jagung
Instan Akibat Penambahan Jenis Serat dan Lama Pembekuan, Pangan, 24 (1), 37–48.
Lumba, R., Mamuaja, C.F., Djarkasi, G.S.S., and Sumual, M.F., 2012, Kajian Pembuatan Beras Analog Berbasis
Tepung Umbi Daluga (Cyrtosperma merkusii (Hassk) Schott), J. Teknol. Pertan. Univ. SAM Ratulangi, 2 (1),
Oseanologia, 2022, 1(2) 75
Vol. 1, No. 2, 2022, pp. 69-76

1–12.
Mamuaja, C.F. and Lamaega, J.C.E., 2015, Pembuatan Beras Analog Dari Ubi Kayu, Pisang Goroho Dan Sagu, J.
Ilmu dan Teknol. Pangan, 3 (2), 8–14.
Mardhiah, N., 2018, Pembuatan Beras Analog dari Serat Tepung Rumput Laut , Pati Singkong dan Tepung
Jagung Sebagai Pangan Pokok Alternatif, Medan.
Nisa, I.., Candra, N.., Zahro, A.., Khotimah, N., Darmawan, E., and Sunarno, 2020, Analisis Proksimat Beras Analog
Biji Lamun, Latoh, dan Tepung Mocaf Sebagai Alternatif Makanan Pokok Berprotein, Media Bina Ilm., 15
(1), 3877–3884.
Noviasari, S., Kusnandar, F., Setiyono, A., and Budijanto, S., 2015, Beras Analog Sebagai Pangan Fungsional
Dengan Indeks Glikemik Rendah, J. Gizi Pangan, 10 (3), 225–232.
Noviasari, S., Widara, S.S., and Budijanto, S., 2017, Analogue Rice As The Vehicle Of Public Nutrition Diversity, J.
Kesehat. Masy., 14 (1), 19–27.
Nurhayati, Jenie, Betty Sri Laksmi Widowati, S., and Kusumaningrum, H.D., 2014, Komposisi Kimia Dan
Kristalinitas Tepung Pisang Termodifikasi Secara Fermentasi Spontan Dan Siklus Pemanasan
Bertekanan-Pendinginan, Agritech, 34 (2), 146–150.
Prasetia, H.A., 2009, Perbaikan Mutu Beras Ubi dengan Penggunaan Pati Ubi Jalar (Ipomea batats L.)
termodifikasi dengan Heat Moisture Tratment (HMT)., Institut Pertanian Bogor.
Princestasari, L.D. and Amalia, L., 2015, Formulasi Rumput Laut Gracilaria sp. Dalam Pembuatan Bakso Daging
Sapi Tinggi Serat dan Iodium, J. Gizi dan Pangan, 10 (3), 185–196.
Sadek, N.F., Yuliana, N.D., Prangdimurt, E., Priyosoeryanto, B.P., and Budijanto, S., 2016, Potensi Beras Analog
sebagai Alternatif Makanan Pokok untuk Mencegah Penyakit Degeneratif, J. Pangan, 25 (1), 61–70.
Sasmitaloka, K.S., Widowati, S., and Sukasih, E., 2020, Karakterisasi Sifat Fisikokimia, Sensori, Dan Fungsional
Nasi Instan Dari Beras Amilosa Rendah, J. Penelit. Pascapanen Pertan., 17 (1), 1–14.
Sede, V.J., Mamuaja, C.F., and Djarkasi, G.S.S., 2015, Kajian Sifat Fisik Kimia Beras Analog Pati Sagu Baruk
Modifikasi HMT (Heat Moisture Treatment) dengan Penambahan Tepung Komposit, J. Ilmu dan Teknol.
Pangan, 3 (2), 24–35.
Setiawati, N.P., Santoso, J., and Purwaningsih, S., 2014, Karakteristik Beras Tiruan Dengan Penambahan Rumput
Laut Eucheuma cottonii Sebagai Sumber Serat Pangan, J. Ilmu dan Teknol. Kelaut. Trop., 6 (1), 197–208.
Sihombing, K.I., 2016, Kajian Proses Pembuatan Beras Analog Dari Tepung Komposit Dan Tepung Tulang Sapi
Dengan Penambahan Carboxymethyelcellulose serta Uji Hedonik, Medan.
Spiraliga, R.R., Darmanto, Y.S., and Amalia, U., 2017, Karakteristik Nasi Analog Tepung Mocaf dengan
Penambahan Tepung Rumput Laut Gracilaria Verrucosa dan Tiga Jenis Kolagen Tulang Ikan, J. Pengolah.
dan Bioteknol. Has. Perikan., 6 (1), 1–10.
Talib, A. and Muhammad, K., 2019, Pembuatan Air Jahe (Zingiber officinale) Minuman Lokal Ternate Dengan
Penambahan Rumput Laut (Eucheuma cotonii), J. Biosainstek, 1 (1), 124–132.
Widara, S.S., 2012, Studi Pembuatan Beras Analog Dari Berbagai Sumber Karbohidrat Menggunakan Teknologi
Hot Extrusion, Bogor.
Yuwono, S.S., Febrianto, K., and Dewi, N.S., 2013, Pembuatan Beras Tiruan Berbasis Modified Cassava Flour
(MOCAF): Kajian Proporsi Mocaf: Tepung Beras dan Penambahan Tepung Porang, J. Teknol. Pertan., 14
(3), 175–182.

Oseanologia, 2022, 1(2) 76

Anda mungkin juga menyukai