Anda di halaman 1dari 13

TEKNOLOGI PROSES EKSTRUKSI UNTUK PEMBUATAN BERAS ANALOG

BERBAHAN DASAR TEPUNG SORGUM

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah


Teknologi Tanaman Pangan
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Noor Harini, M.S.

Disusun Oleh:
Tiara Ayu Dwi Novitasari
201910220311049

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program diversifikasi pangan telah dicanangkan sejak tahun 1974, namun sampai saat
ini masih belum berjalan dengan baik. Hal ini di sebabkan karena belum ditemukannya
perangkat dan sistem yang tepat dan dapat diterima oleh masyarakat luas. Oleh karena itu
diperlukan upaya untuk mencari perangkat dan sistem yang dapat membawa sumber
karbohidrat non-beras menjadi salah satu pangan alternatif pendamping beras (Budijanto,
2014). Salah satu upaya dapat dilakukan oleh berbagai pihak adalah pembuatan beras
analog sebagai alternatif sumber pangan baru.
Beras analog merupakan beras tiruan yang dibuat dari bahan sumber karbohidrat lokal
selain beras (Budijanto dan Yuliyanti, 2012). Beras analog dikonsumsi seperti layaknya
makan nasi dari beras padi. Beras analog dapat dirancang sehingga memiliki kandungan
gizi hampir sama bahkan melebihi beras padi, dan juga dapat memiliki sifat fungsional
sesuai dengan bahan baku yang digunakan Produk diversifikasi ini diharapkan dapat
mendukung program ketahanan pangan nasional dengan mengurangi tingkat konsumsi
beras tanpa membuat perubahan besar dalam tradisi makan masyarakat (Noviasari, dkk.,
2013).
Salah satu bahan pangan yang berpotensi digunakan sebagai sumber karbohidrat
adalah sorgum. Biji sorgum mengandung karbohidrat sebesar 80.42%, protein 10.11%,
lemak 3.65%, serat 2.74%, dan abu 2.24% (Suarni, 2004). Metode persiapan untuk
meningkatkan rendemen tepung sorgum masih sedikit pengembangannya, termasuk
olahan dari tepung sorgum. Walaupun demikian, Kharunia (2012) menyatakan bahwa
beras analog dapat dibuat dengan tepung sorgum dan mocaf (1:4). Beras analog yang
berbahan baku sorgum diharapkan dapat menjadi sumber karbohidrat pengganti beras
Sorghum mengandung protein setara dengan gandum atau terigu dan bahkan lebih
tinggi dibandingkan dengan protein beras dan merupakan salah satu serealia yang
mengandung karbohidrat kompleks dan sumber serat pangan (Widowati dkk., 2010).
Selain itu, senyawa fenolik sorghum sangat baik untuk kesehatan karena memiliki sifat
antioksidan (Dykes dan Rooney, 2007). Keanekaragaman sumber karbohidrat lokal yang
ada di Indonesia memungkinkan berbagai macam kombinasi tepung yang digunakan
untuk menghasilkan beras analog. Beras analog diproses menggunakan teknologi ekstrusi
dalam proses pengolahannya. Penggunaan ekstruder merupakan teknologi yang
memudahkan dalam pengolahan beras analog. Pencampuran dengan berbagai macam
komposisi dimungkinkan dengan teknologi ini (Budijanto & Yulianti 2012 ; Kurniawati,
dkk., 2016).
1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk mengetahui teknologi dalam proses
pembuatan beras analog berbahan tepung jagung dan mengetahui pemrosesan dalam
pemanfaatan sorgum menjadi tepung sorgum.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beras Analog
Beras analog merupakan tiruan dari beras yang terbuat dari bahan-bahan seperti umbi-
umbian dan serealia yang bentuk maupun komposisi gizinya hampir mirip seperti beras
(Lumba et al., 2013). Beras analog merupakan produk mirip beras yang terbuat dari aneka
bahan sumber karbohidrat yang dikombinasi atau diperkaya dengan zat gizi makro dan mikro
dari berbagai sumber bahan-bahan seperti ubi jalar, ubi kayu, sagu, sargum, gandum, dan
jagung yang dapat digunakan sebagai bahan bakunya. Bahan-bahan tersebut diformulasi
kemudian diproses dan dicetak dengan peralatan khusus untuk mendapatkan beras analog.
dengan demikian, beras analog dapat dirancang agar memiliki sifat khusus yang dikehendaki
(Budi dkk, 2013 ; Diniyah, 2016).
Pembuatan beras analog dengan bahan baku lokal ini selaras dengan program
kementerian pertanian melalui badan ketahanan pangan melalui program diversifikasi
pangan. Beras analog dapat terbuat dari berbagai macam tepung maupun campuran dari
beberapa macam tepung (Srihari et al., 2016). Pembuatan beras analog dilakukan dengan
pencampuran bahan adonan beras, penambahan air, pengulenan, pencetakan dan pengeringan
produk hingga kadar air kurang dari 20% (Yulianti, 2008). Strategi pengelolaan beras analog
ini dinilai mampu menurunkan tingkat konsumsi beras serta meningkatkan tingkat konsumsi
sumber pangan karbohidrat non padi (Marwati, 2017).
Beberapa jenis tepung yang paling banyak digunakan sebagai bahan utama pembuatan
beras analog antara lain tepung sorgum, jagung, Ubi jalar, maizena, Mocaf (Pati dari
singkong yang termodifikasi) dan sagu aren. Bahan-bahan tersebut selain berfungsi sebagai
bahan utama tetapi juga mampu berkontribusi dalam pencegahan penyakit, baik karena
fungsionalitas bahan itu sendiri maupun akibat dari proses pembuatan beras analog. Misalnya
pembuatan beras analog dari campuran jagung, Ubi Jalar, sorgum, dan Sagu aren dapat
menghasilkan beras dengan indeks glikemik rendah, yang disebabkan kandungan serat dan
komponen fenolik di dalamnya, sehingga aman bagi penderita diabetes (Andri, 2013 ;
Fathonah, dkk., 2016).
Teknologi pembuatan beras analog menggunakan metode ekstrusi juga dilakukan oleh
Mishra et al. (2012). Proses pembuatan beras analog meliputi persiapan bahan,
pembentukkan adonan, pengondisian adonan (pre-conditioning), ekstrusi dan pengeringan.
Bahan yang digunakan antara lain tepung beras, air, bahan pengikat (sodium alginate), setting
agent (kalsium laktat dan kalsium klorida), fotificants (multivitamin), antioksidan dan
pewarna (titanium). Tujuan dari tahap pre-conditioning adalah untuk mencampur dan
mengadon air atau uap dengan bahan-bahan yang telah mengalami pemanasan sebelumnya.
Penggunaan teknologi ekstruksi unntuk membuat beras analog mempunyai banyak kelebihan
seperti kapasitas besar, terjadinya proses pengaliran, pencampuran pengadonan, pemanasan
dan pembentukan sehingga beras analog yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang
serupa dengan beras (Yeh and Jaw, 2001). Tekstur pada beras analog dinilai dari tingkat
kerapuhannya atau tingkat kekerasan pada beras analog. Semakin rendah skala pada
penilaiannya, maka akan semakin keras beras analog tersebut (semakin tidak mudah rapuh).
Bentuk butiran diharapkan menyerupai beras dan berwarna kuning, Aroma ditentukan dari
bahan yang digunakan untuk pembuatan beras analog. Semakin banyak tepung ubi kuning
yang digunakan, aroma dari beras analog semakin khas tepung ubi kuning, Rasa pada nasi
analog manis karena menggunakan bahan dasar ubi kuning yang memiliki rasa manis
(Fiqtinovri and Lesmana, 2019).
Menurut Lisnan (2008) berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk formulasi
beras analog yang optimal dari berbagai sumber karbohidrat didapatkan untuk formula
terbaik untuk tepung sorgum sebesar 30%, tepung jagung 40%, tepug mocaf 30%, tepung
singkong 40%, tepung maizena 15%, dan sagu aren 30%. Produk beras analog hasil ekstrusi
kemudian diteliti kelengketan dan kemampuannya untuk dapat dimasak. Hasil menunjukkan
semua formula menghasilkan beras yang tidak lengket dan dapat dimasak menjadi nasi.
2.2 Sorgum
Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench), merupakan salah satu tanaman serealia yang
sangat baik digunakan sebagai sumber bahan pangan dan pakan alternatif yang patut
dikembangkan di Indonesia karena pengupasan biji sorgum cukup sulit dilaksanakan. Sorgum
memiliki beberapa keunggulan seperti dapat tumbuh di lahan kering, resiko kegagalan relatif
kecil, kandungan nutrisi cukup tinggi, relatif lebih tahan hama penyakit serta pembiayaan
usahatani relatif murah. Tanaman sorgum memiliki manfaat yang cukup banyak, antara lain
seperti batang, daun, dan biji dapat dimanfaatkan baik untuk memenuhi kebutuhan pangan
dan pakan ternak (Tacoh et al., 2016)
Biji sorgum di Indonesia digunakan sebagai bahan makanan subtitusi beras, bubur dan
jajanan traditional, namun karena kandungan taninnya cukup tinggi 0,4 % - 3,60% hasil
pengolahan menjadi kurang enak. Berikut kandungan nutrisi sorgum ditunjukkan pada Tabel
1 berikut ini.
Tabel 1. Kandungan nutrisi sorgum dan serealia lainnya
Sumber: Depkes RI., (1992)
Pada umumnya biji sorghum berbentuk bulat agak lonjong atau bulat telur dan terdiri
dari tiga bagian utama yaitu kulit luar, lembaga dan endosperm. Susunan dari bagian-bagian
bijinya adalah kulit luar 7,9%, lembaga 9,8% dan endosperm 82,3% (Hoseney, 1998).
Berdasarkan bentuk dan ukurannya, biji sorghum dapat dikelompokkan sebagai biji
berukuran kecil (8-10 mg), medium (12-24 mg) dan besar (25-35 mg). Komposisi nutrisi biji
sorgum dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Komposisi Nutrisi Biji Sorgum.

Sumber : Suarni dan Firmansyah (2007).


Pemanfaatan sorgum untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sudah
dilakukan masyarakat namun masih sangat terbatas. Teknik pengolahan sorgum juga masih
sederhana. Selama ini sorgum digunakan untuk alternatif pengganti nasi, belum banyak
pengolahan dan kreasi sorgum menjadi produk makanan yang menarik. Hal ini dikarenakan
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan sorgum. Penganekaragaman olahan
sorgum perlu ditingkatkan dengan adanya sentuhan teknologi, salah satunya dengan cara
penepungan sorgum. Tujuan dari penepungan sorgum yaitu dapat dibuat produk olahan yang
disukai masyarakat, dan mempunyai kandungan karbohidrat tinggi sehingga dapat
dikonsumsi sebagai salah satu sumber karbohidrat bebas gluten (Sumarno, 2013).
2.3 Tepung Sorgum
Tepung sorgum merupakan produk yang dihasilkan dari biji Sorgum bicolor melalui
proses penggilingan dapat menghilangkan kulit biji dan bagian lembaga (germ) dalam jumlah
besar sedangkan bagian endosperm dihaluskan sampai pada derajat kehalusan yang sesuai.
Biji sorgum yang diolah menjadi tepung harus aman untuk konsumsi manusia serta bebas
dari rasa abnormal dan terbebas dari benda asing seperti serangga (Codex, 1995)
Tepung merupakan bentuk olahan setengah jadi yang sangat dianjurkan karena luwes,
mudah dicampur dan difortifikasi untuk meningkatkan mutugizinya, awet serta hemat ruang
penyimpanan dan distribusi. Tepung sorgum adalah tepung yang berasal dari biji sorgum.
Menurut Suarni (2000) tepung sorgum memiliki kandungan nutrisi yang relatif sama dengan
beras, terigu dan jagung yaitu pada kandungan protein, lemak, dan karbohidrat yang cukup
memadai. Tepung sorgum utuh (whole grain sorghum flour) merupakan tepung yang
dihasilkan dari penggilihan keseluruhan bagian biji sorgum meliputi lapisan luar (bran),
embrio (germ), danendosperma. Bagian lapisan luar (bran) inilah yang kaya akan serat,
vitamin, dan mineral mikro. Sedangkan bagian embrio (germ) kaya akan vitamin E, asam
lemak esensial, dan antioksidan dan bagian endospermanya kaya akan pati dan protein.
Perbandingan kandungan nutrisi tepung terigu dan tepung sorgum dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Tepung Sorgum dan Tepung

Biji sorgum yang akan diolah menjadi tepung harus dihilangkan lapisan kulit luarnya
sebelum dijadikan tepung dengan cara disosoh. Penyosohan sangat sulit dilakukan karena
sorgum memiliki kulit biji yang keras dan sulit dihilangkan. Penyosohan harus dilakukan
dengan cara yang benar sehingga sisa kulit biji yang menempel pada endosperm tidak
menimbulkan tekstur yang kasar dan rasa yang pahit (Mudjisihono dan Suprapto, 1987).
Penyosohan dan pengolahan biji sorgum harus dilakukan dengan baik karena sorgum
mempunyai testa atau kulit biji berwarna yang mengandung senyawa antigizi yaitu tanin.
Tanin merupakan senyawa polifenolik, yang dapat membentuk kompleks dengan protein
sehingga menurunkan daya cerna protein (Widowati dkk., 2010). Varietas sorgum yang
memiliki warna biji merah atau coklat biasanya mempunyai kandungan tanin yang lebih
tinggi dibandingkan varietas yang warna bijinya putih (Andriani dan Isnaini, 2013). Tepung
sorgum yang sudah jadi dan siap pakai harus sesuai dengan standar yang sudah ditentukan.
Menurut Codex (1995), tepung sorgum yang akan diolah tidak boleh melebihi 0,3% dari
materi dasar kering. Tepung sorgum harus memiliki aroma yang normal dan terbebas dari
serangga yang hidup sehingga aman untuk dikonsumsi oleh manusia.
BAB 3
ALAT, BAHAN, DAN METODE
Alat-alat yang digunakan pada pembuatan beras analog diantaranya adalah mixer, hot
extruder twin screw, timbangan analitik, tabung reaksi, erlenmeyer, baskom, oven, blender,
pisau, tray oven, desikator, dan ayakan 30 mesh.
Bahan yang digunakan untuk membuat beras analog yaitu tepung sorgum, tepung
jagung, pati jagung, dan sagu aren, serta bahan tambahan seperti GMS (Glyserol
Monostearate) sebagai emulsi dan air.
Metode yang digunakan pada pembuatan beras analog ini adalah metode ekstruksi.
Metode pembuatan beras analog terdiri atas dua cara, yaitu metode granulasi dan ekstruksi.
Perbedaan pada kedua metode ini adalah pada tahapan gelatinisasi adonan dan pencetakan.
Hasil cetakan metode granulasi adalah butiran sedangkan hasil cetakan metode ekstruksi
adalah bulat lonjong dan sudah lebih menyerupai beras (Widara, 2012). Penggunaan
teknologi ekstrusi untuk membuat beras analog lebih banyak dikembangkan karena memiliki
banyak kelebihan seperti kapasitas besar, terjadinya proses pengaliran, pencampuran,
pengadonan, pemanasan dan pembentukan sehingga beras analog yang dihasilkan
mempunyai karakteristik yang serupa dengan beras dari padi (Srihari, 2016). Berikut diagram
alir pembuatan beras analog:

Pencampuran

Pengadonan

Pencetakan

Pengeringan

Pengemasan
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Proses Pembuatan Tepung Sorgum
Biji sorgum disosoh menggunakan mesin sosoh Satake Grain Testing Mill untuk
memisahkan kulit dari biji sorgum. Penyosohan dilakukan pada 100 g biji sorgum selama 1
menit dan dilakukan hanya satu kali sosoh untuk mendapatkan rendemen biji sorgum sosoh
maksimum (Marissa, 2012). Sebelum proses penepungan biji sorgum mengalami
pengkondisian untuk meningkatkan rendemen tepung sorgum. Proses ini dilakukan dengan
menambahkan air sebesar 0, 10, 15, 20, dan 25% dari berat sorgum sosoh. Air yang
ditambahkan harus diaduk agar terdistribusi secara merata pada seluruh biji sorgum.
Selanjutnya biji sorgum disimpan dalam kemasan alumunium selama 12 jam agar terjadi
kesetimbangan kadar air pada biji sorgum. Proses berikutnya biji sorgum sosoh digiling
menggunakan Pin Disc Mill.
4.2 Proses Pembuatan Beras Analog
Pembuatan beras analog sorghum diawali dengan penimbangan masing-masing
bahan, persiapan bahan, pencampuran, pengkondisian, ekstruksi, dan pengeringan. Persiapan
bahan dilakukan dengan menimbang bahan-bahan sesuai formulasi beras analog. Proses
pencampuran dilakukan dua tahap, yaitu pencampuran bahanbahan kering dalam mixer
selama 5 menit, kemudian ditambahkan air dan proses pencampuran dilanjutkan selama 5
menit. Pencampuran merupakan suatu proses dimana diperoleh ukuran yang seragam dari
satu atau lebih komponen dengan menyebarkan komponen satu ke dalam komponen yang
lain. Pencampuran tidak berpengaruh langsung pada kualitas nutrisi dan pengawetan bahan
pangan tetapi memungkinkan komponen-komponen yang terdapat pada proses pencampuran
untuk bereaksi bersama sehingga membantu meningkatkan sifat sensoris bahan pangan
(Fellows, 1990 ; Adicandra dan Estilasih, 2016). Pada proses pencampuran ini diberi bahan
tambahan seperti alginat, STTP (Sodium Tripolyphosphate), GSM (Gliserol Monostearat),
dan garam. Adonan dimasukkan ke dalam ulir berjalan (screw conveyor) pada suhu 85-90 °C
selama 5 menit. Hal ini bertujuan agar adonan tercampur merata dan mudah mengontrol
ekstrudat yang dihasilkan dari proses ekstruksi. Jika proses pragelatinisasi <30%, maka
karakteristik beras yang dihasilkan memiliki rehidrasi yang rendah. Namun jika
pragelatinisasi >70%, maka sulit untuk mengontrol ukuran dan bentuk beras yang dihasilkan
(Mishra et al., 2012). Selanjutnya yaitu proses ekstruksi adonan dalam ekstruder pada suhu
85-90 °C. Faktor yang mempengaruhi karakteristik beras pada proses ini yaitu suhu dan
kadar air. Suhu yang digunakan adalah 85 °C. Penentuan suhu ini disesuaikan dengan suhu
gelatinisasi bahan, yaitu tepung sorgum (75-90 °C). Air yang ditambahkan 50% dari berat
tepung. Kadar air ini mempengaruhi pembentukan ekstrudrat yang dihasilkan. Apabila air
<50%, maka ekstrudat akan cenderung mengembang dan sulit dicetak. Sementara jika air
>50%, maka ekstrudat yang dihasilkan cenderung lembek (Budijanto, 2011). Beras ekstrudat
selanjutnya mengalami proses pengeringan menggunakan oven pada suhu 60 °C selama 3
jam. Proses ini dilakukan untuk menurunkan kadar air beras analog sampai <14%
Pada proses pembuatan beras analog ini alginat berfungsi sebagai bahan pengenyal
atau pengental, yaitu membuat tekstur adonan menjadi kenyal dan tidak mudah hancur.
Peranan alginat khususnya natrium alginat sebagai emulsifier terutama terletak pada sifat
pengentalnya (Winarno, 1996 ; Adicandra dan Estilasih, 2016). Selain itu alginat juga
berfungsi sebagai pengikat air, yaitu dapat menyerap cairan (air) dengan cepat (Suhardi, 2006
; Adicandra dan Estilasih, 2016). Pada pembuatan beras analog STPP berfungsi untuk
mengenyalkan dengan cara mencegah terjadinya retrogradasi. STPP akan membentuk ikatan
silang dengan pati menjadi struktur yang rapat dan padat sehingga retrogradasi dapat
dihindari (Trenggono 1989 ; Adicandra dan Estilasih, 2016). Selain itu, STPP juga digunakan
sebagai bahan pengikat air agar air dalam adonan tidak menguap, sehingga adonan tidak
mengalami pengerasan atau kekeringan di permukaan sebelum proses pembentukan adonan
(Astina, 2007 ; Adicandra dan Estilasih, 2016). Pada pembuatan beras analog garam yang
digunakan merupakan jenis garam konsumsi. Pemberian garam dalam pembuatan beras
analog berfungsi untuk memberi rasa dan memperkuat tekstur beras serta membantu
mengikat air. Selain itu, garam dapur dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amilase
sehingga adonan tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan
(Burhanuddin, 2001 ; Adicandra dan Estilasih, 2016). Pada proses pembuatan beras analog
diberi digunakan GMS dengan tujuan menurut Putseys, et. al. (2010) dalam Anindita, dkk.,
(2017) gliserol monostearat yang berfungsi sebagai bahan pengemulsi. GMS akan berikatan
dengan amilosa dan membentuk sebuah jaringan.
BAB 5
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan yang telah didapatkan tentang teknologi pengolahan beras
analog berbahan dasar tepung sorgum dapat disimpulkan bahwa pembuatan beras analog ini
menggunakan metode ekstruksi dengan alat berupa hot extruder twin screw. Penggunaan
teknologi ekstruksi dalam produksi pembuatan beras analog telah banyak digunakan karena
dapat menghasilkan beras analog yang menyerupai butir beras dan efektif dari segi
prosesnya. Dan proses pengkondisian pada biji sorgum sosoh sebelum ditepungkan dapat
meningkatkan rendemen tepung sorgum.
DAFTAR PUSTAKA

Adicandra, R. M., & Estiasih, T. (2016). Beras analog dari ubi kelapa putih (Discorea alata
L.): Kajian pustaka. J Pangan Agroind, 4, 383-390.
Andriani, M. 2013. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Mendukung Swasembada Beras.
BPTP Banten. Prosiding Pekan Serealia Nasional. Diakses pada tanggal 16 september
2015 22.23
Anindita, T. H., Kusnandar, F., & Budijanto, S. (2020). SIFAT FISIKOKIMIA DAN
SENSORIS BERAS ANALOG JAGUNG DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG
KEDELAI. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, 31(1), 29-37.
Budijanto, S. (2014). Beras Analog sebagai Vehicle Penganekaragaman Pangan. Orasi Ilmiah
Guru Besar Institut Pertanian Bogor. IPB Press, Bogor.
Budijanto, S. dan Yuliyanti (2012). Studi persiapan tepung sorghum (Sorghum bicolor L.
Moench) dan aplikasinya pada pembuatan beras analog. Jurnal Teknologi Pertanian
13(3): 77-186.
Caesarina, I. dan T. Estiasih. 2016. Beras analog dari garut (Maranta arundinaceae). Jurnal
Pangan dan Agroindustri. 4 (2): 498-504.
DEPKES RI (Departemen Kesehatan Republik Indonesia). 1992. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Jakarta: Bhratara
Diniyah, N., Puspitasari, A., Nafi, A., & Subagio, A. (2016). Karakteristik Beras Analog
Menggunakan Hot Extruder Twin Screw.
Dykes, L. dan Rooney, L.W. (2007). Phenolic compounds in cereal grains and their healthy
benefit. AACC Cereal Food Word 52(3): 105-111.
Edward Tacoh, A. Rumambi, Kaunang,. 2017. Pengaruh Pemanfaatan Pupuk Bokasi Feses
Sapi Terhadap Produksi Sorgum Varietas Kawali. Jurnal Zootek Vol. 37 No. 1 : 88
– 95
Fiqtinovri, S. M. and Lesmana, R. 2019.‘Karakteristik Organoleptik Beras Analog Modified
Cassava Flour ) Singkong Gajah ( Manihot utilissima ) Dan Tepung Jagung Manisq5’,
Jurnal Teknologi Pangan, 2(2), pp. 52–59.
Kharunia A. 2012. Pengembangan Beras Tiruan Berbasis Sorgum (Sorghum bicolor L.
Moench). Skripsi Sarjana. IPB. Bogor
Kurniawati, M., Budijanto, S., & Yuliana, N. D. (2016). Karakterisasi dan indeks glikemik
beras analog berbahan dasar tepung jagung. Jurnal Gizi dan Pangan, 11(3), 169-174.
LAHAY, Y. (2015). Pemberian pupuk organik cair dan pupuk kompos jerami padi terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays Saccharata Sturt). Skripsi,
1(613411083).
Lumba, R. 2013. Kajian Pembuatan Beras Analog Berbasis Tepung Umbi Daluga
(Crystosperma merkusii (Hassk) Schott). Jurnal Teknologi Pangan. Fakultas
Pertanian. Universitas Sam Ratulangi. Manado. 12 hal
Mishra A, Hari NM, and Pavuluri SR. 2012. Preperation of Rice Analogues using Ekstrusion
Technology: Review. Int. J. Food Science and Technology 1-9
DEPKES RI (Departemen Kesehatan Republik Indonesia). 1992. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Jakarta: Bhratara
Noviasari, S., Kusnandar, F., & Budijanto, S. (2013). Pengembangan Beras Analog dengan
Memanfaatkan Jagung Putih [Development of White Corn-Based Rice Analogues].
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 24(2), 194-194.
Resmisari, A. (2006). Tepung jagung komposit, pembuatan dan Pengolahannya. In Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen Pengembangan Pertanian (pp. 462-
473).
Sang Y, Bean S, Seib PA, Pedersen J, and Shi YC. 2001. Structure and functional properties
of sorghum starches differing in amylase content. J. Agric. Food Chem. 56: 6680-668
Srihari, E., Lingganingrum, F. S., & Alvina, I. (2016). Rekayasa beras analog berbahan dasar
campuran tepung talas, tepung maizena dan ubi jalar. Jurnal Teknik Kimia, 11(1), 14-
19.
Suarni. 2004. Evaluasi Sifat Fisik dan Kandungan Kimia Biji Sorgum Setelah Penyosohan.
Jurnal Stigma XII (1):88-91
Suarni dan Firmansyah, I.U. 2007. Struktur, Komposisi Nutrisi dan Teknologi Pengolahan
Sorgum. Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Sumarno dan S. Karsono. 2013. Perkembangan Produksi Sorgum Di Dunia dan
Penggunaannya. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan
Agroindustri, 17−18
Widowati S., Nurjanah, R. dan Wiwit, A. (2010). Proses pembuatan dan karakterisasi nasi
sorgum instan. Prosiding Pekan Serealia Nasional. ISBN: 978-9798940-29-3.

Anda mungkin juga menyukai