Disusun Oleh:
Tiara Ayu Dwi Novitasari
201910220311049
Biji sorgum yang akan diolah menjadi tepung harus dihilangkan lapisan kulit luarnya
sebelum dijadikan tepung dengan cara disosoh. Penyosohan sangat sulit dilakukan karena
sorgum memiliki kulit biji yang keras dan sulit dihilangkan. Penyosohan harus dilakukan
dengan cara yang benar sehingga sisa kulit biji yang menempel pada endosperm tidak
menimbulkan tekstur yang kasar dan rasa yang pahit (Mudjisihono dan Suprapto, 1987).
Penyosohan dan pengolahan biji sorgum harus dilakukan dengan baik karena sorgum
mempunyai testa atau kulit biji berwarna yang mengandung senyawa antigizi yaitu tanin.
Tanin merupakan senyawa polifenolik, yang dapat membentuk kompleks dengan protein
sehingga menurunkan daya cerna protein (Widowati dkk., 2010). Varietas sorgum yang
memiliki warna biji merah atau coklat biasanya mempunyai kandungan tanin yang lebih
tinggi dibandingkan varietas yang warna bijinya putih (Andriani dan Isnaini, 2013). Tepung
sorgum yang sudah jadi dan siap pakai harus sesuai dengan standar yang sudah ditentukan.
Menurut Codex (1995), tepung sorgum yang akan diolah tidak boleh melebihi 0,3% dari
materi dasar kering. Tepung sorgum harus memiliki aroma yang normal dan terbebas dari
serangga yang hidup sehingga aman untuk dikonsumsi oleh manusia.
BAB 3
ALAT, BAHAN, DAN METODE
Alat-alat yang digunakan pada pembuatan beras analog diantaranya adalah mixer, hot
extruder twin screw, timbangan analitik, tabung reaksi, erlenmeyer, baskom, oven, blender,
pisau, tray oven, desikator, dan ayakan 30 mesh.
Bahan yang digunakan untuk membuat beras analog yaitu tepung sorgum, tepung
jagung, pati jagung, dan sagu aren, serta bahan tambahan seperti GMS (Glyserol
Monostearate) sebagai emulsi dan air.
Metode yang digunakan pada pembuatan beras analog ini adalah metode ekstruksi.
Metode pembuatan beras analog terdiri atas dua cara, yaitu metode granulasi dan ekstruksi.
Perbedaan pada kedua metode ini adalah pada tahapan gelatinisasi adonan dan pencetakan.
Hasil cetakan metode granulasi adalah butiran sedangkan hasil cetakan metode ekstruksi
adalah bulat lonjong dan sudah lebih menyerupai beras (Widara, 2012). Penggunaan
teknologi ekstrusi untuk membuat beras analog lebih banyak dikembangkan karena memiliki
banyak kelebihan seperti kapasitas besar, terjadinya proses pengaliran, pencampuran,
pengadonan, pemanasan dan pembentukan sehingga beras analog yang dihasilkan
mempunyai karakteristik yang serupa dengan beras dari padi (Srihari, 2016). Berikut diagram
alir pembuatan beras analog:
Pencampuran
Pengadonan
Pencetakan
Pengeringan
Pengemasan
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Proses Pembuatan Tepung Sorgum
Biji sorgum disosoh menggunakan mesin sosoh Satake Grain Testing Mill untuk
memisahkan kulit dari biji sorgum. Penyosohan dilakukan pada 100 g biji sorgum selama 1
menit dan dilakukan hanya satu kali sosoh untuk mendapatkan rendemen biji sorgum sosoh
maksimum (Marissa, 2012). Sebelum proses penepungan biji sorgum mengalami
pengkondisian untuk meningkatkan rendemen tepung sorgum. Proses ini dilakukan dengan
menambahkan air sebesar 0, 10, 15, 20, dan 25% dari berat sorgum sosoh. Air yang
ditambahkan harus diaduk agar terdistribusi secara merata pada seluruh biji sorgum.
Selanjutnya biji sorgum disimpan dalam kemasan alumunium selama 12 jam agar terjadi
kesetimbangan kadar air pada biji sorgum. Proses berikutnya biji sorgum sosoh digiling
menggunakan Pin Disc Mill.
4.2 Proses Pembuatan Beras Analog
Pembuatan beras analog sorghum diawali dengan penimbangan masing-masing
bahan, persiapan bahan, pencampuran, pengkondisian, ekstruksi, dan pengeringan. Persiapan
bahan dilakukan dengan menimbang bahan-bahan sesuai formulasi beras analog. Proses
pencampuran dilakukan dua tahap, yaitu pencampuran bahanbahan kering dalam mixer
selama 5 menit, kemudian ditambahkan air dan proses pencampuran dilanjutkan selama 5
menit. Pencampuran merupakan suatu proses dimana diperoleh ukuran yang seragam dari
satu atau lebih komponen dengan menyebarkan komponen satu ke dalam komponen yang
lain. Pencampuran tidak berpengaruh langsung pada kualitas nutrisi dan pengawetan bahan
pangan tetapi memungkinkan komponen-komponen yang terdapat pada proses pencampuran
untuk bereaksi bersama sehingga membantu meningkatkan sifat sensoris bahan pangan
(Fellows, 1990 ; Adicandra dan Estilasih, 2016). Pada proses pencampuran ini diberi bahan
tambahan seperti alginat, STTP (Sodium Tripolyphosphate), GSM (Gliserol Monostearat),
dan garam. Adonan dimasukkan ke dalam ulir berjalan (screw conveyor) pada suhu 85-90 °C
selama 5 menit. Hal ini bertujuan agar adonan tercampur merata dan mudah mengontrol
ekstrudat yang dihasilkan dari proses ekstruksi. Jika proses pragelatinisasi <30%, maka
karakteristik beras yang dihasilkan memiliki rehidrasi yang rendah. Namun jika
pragelatinisasi >70%, maka sulit untuk mengontrol ukuran dan bentuk beras yang dihasilkan
(Mishra et al., 2012). Selanjutnya yaitu proses ekstruksi adonan dalam ekstruder pada suhu
85-90 °C. Faktor yang mempengaruhi karakteristik beras pada proses ini yaitu suhu dan
kadar air. Suhu yang digunakan adalah 85 °C. Penentuan suhu ini disesuaikan dengan suhu
gelatinisasi bahan, yaitu tepung sorgum (75-90 °C). Air yang ditambahkan 50% dari berat
tepung. Kadar air ini mempengaruhi pembentukan ekstrudrat yang dihasilkan. Apabila air
<50%, maka ekstrudat akan cenderung mengembang dan sulit dicetak. Sementara jika air
>50%, maka ekstrudat yang dihasilkan cenderung lembek (Budijanto, 2011). Beras ekstrudat
selanjutnya mengalami proses pengeringan menggunakan oven pada suhu 60 °C selama 3
jam. Proses ini dilakukan untuk menurunkan kadar air beras analog sampai <14%
Pada proses pembuatan beras analog ini alginat berfungsi sebagai bahan pengenyal
atau pengental, yaitu membuat tekstur adonan menjadi kenyal dan tidak mudah hancur.
Peranan alginat khususnya natrium alginat sebagai emulsifier terutama terletak pada sifat
pengentalnya (Winarno, 1996 ; Adicandra dan Estilasih, 2016). Selain itu alginat juga
berfungsi sebagai pengikat air, yaitu dapat menyerap cairan (air) dengan cepat (Suhardi, 2006
; Adicandra dan Estilasih, 2016). Pada pembuatan beras analog STPP berfungsi untuk
mengenyalkan dengan cara mencegah terjadinya retrogradasi. STPP akan membentuk ikatan
silang dengan pati menjadi struktur yang rapat dan padat sehingga retrogradasi dapat
dihindari (Trenggono 1989 ; Adicandra dan Estilasih, 2016). Selain itu, STPP juga digunakan
sebagai bahan pengikat air agar air dalam adonan tidak menguap, sehingga adonan tidak
mengalami pengerasan atau kekeringan di permukaan sebelum proses pembentukan adonan
(Astina, 2007 ; Adicandra dan Estilasih, 2016). Pada pembuatan beras analog garam yang
digunakan merupakan jenis garam konsumsi. Pemberian garam dalam pembuatan beras
analog berfungsi untuk memberi rasa dan memperkuat tekstur beras serta membantu
mengikat air. Selain itu, garam dapur dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amilase
sehingga adonan tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan
(Burhanuddin, 2001 ; Adicandra dan Estilasih, 2016). Pada proses pembuatan beras analog
diberi digunakan GMS dengan tujuan menurut Putseys, et. al. (2010) dalam Anindita, dkk.,
(2017) gliserol monostearat yang berfungsi sebagai bahan pengemulsi. GMS akan berikatan
dengan amilosa dan membentuk sebuah jaringan.
BAB 5
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan yang telah didapatkan tentang teknologi pengolahan beras
analog berbahan dasar tepung sorgum dapat disimpulkan bahwa pembuatan beras analog ini
menggunakan metode ekstruksi dengan alat berupa hot extruder twin screw. Penggunaan
teknologi ekstruksi dalam produksi pembuatan beras analog telah banyak digunakan karena
dapat menghasilkan beras analog yang menyerupai butir beras dan efektif dari segi
prosesnya. Dan proses pengkondisian pada biji sorgum sosoh sebelum ditepungkan dapat
meningkatkan rendemen tepung sorgum.
DAFTAR PUSTAKA
Adicandra, R. M., & Estiasih, T. (2016). Beras analog dari ubi kelapa putih (Discorea alata
L.): Kajian pustaka. J Pangan Agroind, 4, 383-390.
Andriani, M. 2013. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Mendukung Swasembada Beras.
BPTP Banten. Prosiding Pekan Serealia Nasional. Diakses pada tanggal 16 september
2015 22.23
Anindita, T. H., Kusnandar, F., & Budijanto, S. (2020). SIFAT FISIKOKIMIA DAN
SENSORIS BERAS ANALOG JAGUNG DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG
KEDELAI. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, 31(1), 29-37.
Budijanto, S. (2014). Beras Analog sebagai Vehicle Penganekaragaman Pangan. Orasi Ilmiah
Guru Besar Institut Pertanian Bogor. IPB Press, Bogor.
Budijanto, S. dan Yuliyanti (2012). Studi persiapan tepung sorghum (Sorghum bicolor L.
Moench) dan aplikasinya pada pembuatan beras analog. Jurnal Teknologi Pertanian
13(3): 77-186.
Caesarina, I. dan T. Estiasih. 2016. Beras analog dari garut (Maranta arundinaceae). Jurnal
Pangan dan Agroindustri. 4 (2): 498-504.
DEPKES RI (Departemen Kesehatan Republik Indonesia). 1992. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Jakarta: Bhratara
Diniyah, N., Puspitasari, A., Nafi, A., & Subagio, A. (2016). Karakteristik Beras Analog
Menggunakan Hot Extruder Twin Screw.
Dykes, L. dan Rooney, L.W. (2007). Phenolic compounds in cereal grains and their healthy
benefit. AACC Cereal Food Word 52(3): 105-111.
Edward Tacoh, A. Rumambi, Kaunang,. 2017. Pengaruh Pemanfaatan Pupuk Bokasi Feses
Sapi Terhadap Produksi Sorgum Varietas Kawali. Jurnal Zootek Vol. 37 No. 1 : 88
– 95
Fiqtinovri, S. M. and Lesmana, R. 2019.‘Karakteristik Organoleptik Beras Analog Modified
Cassava Flour ) Singkong Gajah ( Manihot utilissima ) Dan Tepung Jagung Manisq5’,
Jurnal Teknologi Pangan, 2(2), pp. 52–59.
Kharunia A. 2012. Pengembangan Beras Tiruan Berbasis Sorgum (Sorghum bicolor L.
Moench). Skripsi Sarjana. IPB. Bogor
Kurniawati, M., Budijanto, S., & Yuliana, N. D. (2016). Karakterisasi dan indeks glikemik
beras analog berbahan dasar tepung jagung. Jurnal Gizi dan Pangan, 11(3), 169-174.
LAHAY, Y. (2015). Pemberian pupuk organik cair dan pupuk kompos jerami padi terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays Saccharata Sturt). Skripsi,
1(613411083).
Lumba, R. 2013. Kajian Pembuatan Beras Analog Berbasis Tepung Umbi Daluga
(Crystosperma merkusii (Hassk) Schott). Jurnal Teknologi Pangan. Fakultas
Pertanian. Universitas Sam Ratulangi. Manado. 12 hal
Mishra A, Hari NM, and Pavuluri SR. 2012. Preperation of Rice Analogues using Ekstrusion
Technology: Review. Int. J. Food Science and Technology 1-9
DEPKES RI (Departemen Kesehatan Republik Indonesia). 1992. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Jakarta: Bhratara
Noviasari, S., Kusnandar, F., & Budijanto, S. (2013). Pengembangan Beras Analog dengan
Memanfaatkan Jagung Putih [Development of White Corn-Based Rice Analogues].
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 24(2), 194-194.
Resmisari, A. (2006). Tepung jagung komposit, pembuatan dan Pengolahannya. In Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen Pengembangan Pertanian (pp. 462-
473).
Sang Y, Bean S, Seib PA, Pedersen J, and Shi YC. 2001. Structure and functional properties
of sorghum starches differing in amylase content. J. Agric. Food Chem. 56: 6680-668
Srihari, E., Lingganingrum, F. S., & Alvina, I. (2016). Rekayasa beras analog berbahan dasar
campuran tepung talas, tepung maizena dan ubi jalar. Jurnal Teknik Kimia, 11(1), 14-
19.
Suarni. 2004. Evaluasi Sifat Fisik dan Kandungan Kimia Biji Sorgum Setelah Penyosohan.
Jurnal Stigma XII (1):88-91
Suarni dan Firmansyah, I.U. 2007. Struktur, Komposisi Nutrisi dan Teknologi Pengolahan
Sorgum. Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Sumarno dan S. Karsono. 2013. Perkembangan Produksi Sorgum Di Dunia dan
Penggunaannya. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan
Agroindustri, 17−18
Widowati S., Nurjanah, R. dan Wiwit, A. (2010). Proses pembuatan dan karakterisasi nasi
sorgum instan. Prosiding Pekan Serealia Nasional. ISBN: 978-9798940-29-3.