Anda di halaman 1dari 5

Dasar Teori Tepung Terigu

Tepung terigu adalah hasil penggilingan dari biji gandum (Tritticum spp.).
Tepung terigu merupakan komoditas yang dapat digunakan dalam pengolahan
berbagai macam produk pangan (Rusandi,2011). Tepung terigu mengandung
berbagai macam jenis protein. Menurut Rusandi, 2011 tepung terigu terbagi menjadi
3 jenis yaitu:

1. Tepung rendah protein atau biasa disebut soft flour dengan kandungan protein
8%-9%.
2. Tepung protein sedang atau biasa disebut medium flour dengan kandungan
protein 10,5%-11,5%.
3. Tepung tinggi protein atau biasa disebut hard flour dengan kandungan
protein sebesar 12%-14%.

Senyawa pada tepung terigu yang sering kali dimanfaatkan dalam produk
pangan adalah gluten. Gluten merupakan suatu protein yang terbentuk dari protein
glutenin dan gliadin yang merupakan komponen protein utama pada gandum
(Fitasari, 2009). Gluten memiliki tekstur kenyal dan dapat membentuk kerangka
dengan pemanasan (Fitasari, 2009). Gluten dapat memberikan tekstur dan
membentuk kerangka pada produk bakery serta memberikan pengembangan adonan
yang diinginkan (Rusandi, 2011). Karakteristik gluten dipengaruhi oleh protein
penyusunnya yaitu glutenin dan gliadin. Gliadin menyebabkan adonan roti dapat
mengembang dan memberikan struktur kerangka roti, sedangkan glutenin
memberikan sifat kenyal dan elastis pada gluten (Fitasari, 2009). Kadar air dari
tepung terigu biasanya tidak lebih dari 14% agar dapat layak digunakan (Rusandi,
2011).

Dasar Teori Tepung beras

Tepung beras merupakan hasil penggilingan atau penumbukan dari tumbuhan


serealia beras putih (Oryza sativa). Tepung beras seringkali digunakan sebagai bahan
dasar dalam pembuatan beberapa produk olahan pangan terutama olahan kue basah
dikarenakan tepung beras memiliki sifat dapat menyerap air yang mirip dengan
tepung terigu. Namun, terdapat perbedaan antara tepung beras dan tepung terigu.
Pada tepung beras mengandung lebih banyak karbohidrat dibandingkan dengan
tepung terigu, tepung beras juga tidak memiliki protein glutenin sehingga tidak dapat
membentuk gluten (Adiluhung, 2017). Sifat dapat menyerap air tepung beras
disebabkan oleh kandungan karbohidrat tepung beras (Muthoharoh dan Sutrisno,
2017). Tepung beras memiliki kadar air pada kisaran 12% (Adiluhung, 2017).

Dasar Teori Tepung Maizena

Tepung maizena merupakan tepung yang didapatkan dari pati yang terdapat
dalam endosperma jagung (Zea mays). Tepung maizena atau tepung jagung memiliki
kandungan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan proteinnya
(Aini, dkk., 2016). Tepung maizena tidak memiliki kandungan gluten seperti halnya
tepung terigu. Namun, tepung maizena memiliki sifat dapat menyerap air, akibat
kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga tepung maizena seringkali digunakan
sebagai bahan pengental masakan (Aini, dkk., 2016). Tepung jagung memiliki kadar
air pada kisaran 12% (Chanvrier, dkk., 2006).

Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan beberapa pengukuran pada beberapa jenis tepung.
Tepung- tepung yang digunakan antara lain, tepung beras, tepung mizzen, tepung
cakra (protein tinggi), dan tepung kunci (protein rendah). Terhadap masing- masing
tepung dilakukan beberapa pengukuran seperti pengukuran warna menggunakan
color reader dan pengukuran kadar air masing- masing tepung menggunakan IR
Moisture tester. Pada hasil pembacaan color reader didapatkan hasil sebagai berikut,
Tepung cakra memiliki nilai L 80,9, tepung kunci sebesar 87,6, tepung beras sebesar
85,1, dan tepung maizena memiliki nilai L sebesar 75,16. Berdasarkan pembacaan
nilai L yang menunjukkan kecerahan warna pada bahan, disimpulkan bahwa tepung
kunci memiliki warna yang paling cerah dan tepung maizena memiliki tingkat
kecerahan paling kecil diantara tepung yang lainnya.

Pada pengukuran kadar air didapatkan hasil sebagai berikut, tepung cakra
memiliki kadar air 11,64%, tepung kunci memiliki kadar air sebesar 12,38%, tepung
beras memiliki kadar air sebesar 11,7% dan tepung maizena memiliki kadar air
sebesar 10,92%. Berdasarkan hasil pengukuran kadar air berbagi tepung tersebut,
kadar air yang didapatkan lebih rendah dari batas kadar air maksimal pada bahan
tepung-tepungan yaitu sebesar 14% (Aini, dkk., 2016).

Dari keempat sampel tepung tersebut dilakukan ekstraksi gluten. Ektraksi


gluten diawali dengan pengulenan 10gram tepung dengan 5ml NaCL 1% yang
berfungsi untuk melarutkan protein-protein selain glutenin dan gliadin yang dapat
membentuk gluten (Fitasari, 2009), sehingga didapatkan hasil gluten yang murni
tanpa protein-protein lain. Dari perlakuan tersebut maka didapatkan hasil sebagai
berikut, dari 10gram tepung cakra didapatkan berat gluten basah sebanyak 2,93gram.
Pada 10gram tepung kunci didapatkan 2,04gram gluten basah, sedangkan pada
tepung maizena dan tepung beras tidak didapatkan gluten sama sekali. Gluten basah
yang didapatkan kemudian dikeringkan menggunakan oven 100℃, dan didapatkan
hasil gluten kering tepung cakra sebesar 1,83gram dan gluten kering tepung kunci
sebesar 0,9997gram.

Perbedaan hasil gluten yang didapatkan dari hasil ekstraksi gluten pada masing-
masing tepung disebabkan oleh komponen penyusun masing- masing tepung. Tepung
cakra termasuk dalam tepung tinggi protein, semakin tinggi kandungan protein maka
semakin banyak kandungan glutenin dan gliadin yang dapat membentuk gluten
sehingga gluten yang dihasilkan dari ekstraksi gluten tepung cakra paling banyak
diantara tepung lainnya, sedangkan tepung kunci termasuk dalam jenis soft flour atau
tepung rendah protein, sehingga dengan kandungan protein yang lebih sedikit
daripada tepung cakra maka gluten yang dihasilkan oleh tepung kunci lebih sedikit
dibandingkan dengan tepung cakra (Rusandi, 2011). Pada tepung maizena dan tepung
beras tidak didapatkan gluten dikarenakan tepung beras dan jagung tidak
mengandung glutenin yang merupakan salah satu komponen pembentuk gluten
(Muthoharoh dan Sutrisno, 2017) sehingga gluten tidak dapat terbentuk.

Gluten basah yang dihasilkan memiliki tekstur elastis yang disebabkan oleh
struktur protein glutenin. Setelah pengeringan gluten didapatkan tekstur gluten kering
tidak elastis lagi seperti gluten basah namun memiliki tekstur kering dan membentuk
kerangka (lapisan tipis dan kering) yang disebabkan oleh adanya protein gliadin yang
membentuk tekstur tersebut akibat pengeringan (Fitasari, 2009).

Daftar Pustaka

Adiluhung, W.D. 2017. Pengaruh Konsentrasi Glukomanan dan Waktu Proofing


Terhadap Karakteristik Tekstur dan Organoleptik Roti Tawar Beras (Oryza
sativa) Bebas Gluten, Skripsi S-1, Universitas Brawijaya, Malang.

Aini, Nur, Wijonarko, G., Sustriawan, B. 2016. Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional
Tepung Jagung yang Diproses Melalui Fermentasi, Jurnal Agritech Vol. 36
No.2: 160- 169.

Chanvrier, H., Valley, G.D., dan Lourdin, D. 2006. Mechanical Behaviour of Corn
Flour and Starch–zein Based Materials in The Glassy State: A Matrix–Particle
Interpretation, Carbohydrate Polymers 65(3): 346-356.

Fitasari, Eka. 2009. Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Terigu Terhadap Kadar
Air, Kadar Lemak, Kadar Protein, Mikrostruktur, dan Mutu Organoleptik Keju
Gouda Olahan, Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak Volume 4 No. 2: 17-
29.
Muthoharoh, D. F., dan Sutrisno, A. 2017. Pembuatan Roti Tawar Bebas Gluten
Berbahan Baku Tepung Garut, Tepung Beras, dan Maizena (Konsentrasi
Glukomanan dan Waktu Proofing), Jurnal Pangan dan Agroindustri vol. 5 No.
2: 34- 44.

Rusandi, Deddy. 2011. Produksi Mie. Tiga Serangkai: Solo.

Anda mungkin juga menyukai