Anda di halaman 1dari 27

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mie Kering

Mie pada awalnya dibuat di daratan Cina sejak lebih dari 2000 tahun yang

lalu. Selanjutnya mie berkembang dan menyebar ke Jepang, Korea dan negara-

negara Asia Timur dan Asia Tenggara. Mie mulai dikenal dan berkembang di

daratan Eropa karena dibawa dari Cina oleh Marco Polo, sang pengembara dari

Italia (Purnawijayanti, 2009).

Pengolahan mie di Indonesia dilakukan untuk menjadikan mie sebagai

salah satu pangan alternatif pengganti nasi. Hal ini dikarenakan kandungan gizi

mie tidak kalah baiknya dengan nasi. Kandungan karbohidrat dalam 100 g mie

kering mengandung 76,3 g, angka ini lebih tinggi daripada kandungan karbohidrat

pada nasi yang sebesar 39,9 g (Dewi dkk, 2015). Hal ini tentu sangat

menguntungkan ditinjau dari sudut pandang penganekaragaman konsumsi pangan.

Tingginya konsumsi mie berarti pula meningkatnya kebutuhan tepung terigu.

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-2774-1992, mie

kering adalah mie yang telah mengalami pengeringan sampai kadar air mencapai

8 – 10% sehingga memiliki daya simpan selama ± 3 bulan, hal ini disebabkan

5
6

karena kandungan airnya rendah sehingga sulit untuk ditumbuhi jamur dan

kapang (Anonim, 1992).

1. Bahan Baku dan Bahan Tambahan Mie Kering

a. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bahan baku gandum

yang diperoleh dengan cara penggilingan gandum yang banyak digunakan dalam

industri pangan. Komponen yang terbanyak dari tepung terigu adalah pati, sekitar

70% yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan bagian

polimer linier dengan ikatan α-(1->4) unit glukosa, sedangkan amilopektin

merupakan polimer α-(1->4) unit glukosa dengan rantai samping α-(1->6) unit

glukosa. Besarnya kandungan amilosa dalam pati ialah sekitar 20% dengan suhu

gelatinisasi 56 - 62˚C (Belitz danGrosch, 1987).

Tepung terigu merupakan bahan baku dalam pembuatan roti dan mie.

Keistimewaan terigu diantara serealia lain adalah adanya gluten yang merupakan

protein yang menggumpal, elastis serta mengembang bila dicampur dengan air.

Gluten digunakan sebagai bahan tambahan untuk mempertinggi kandungan

protein dalam roti (Astawan, 1999).


7

Menurut Handayani dan Wibowo (2014), tepung terigu yang dijual di

pasaran terdiri atas beberapa jenis berdasarkan protein yang dimilikinya:

a. Tepung terigu protein rendah, mengandung protein gluten antara 8-9%.

Tepung terigu rendah protein memiliki kandungan rendah protein yang

cocok digunakan untuk membuat adonan kue kering.

b. Tepung terigu protein sedang, kandungan protein tepung terigu protein

sedang sekitar 10-11%. Tepung ini masih bisa digunakan untuk membuat

kue kering, namun lebih cocok digunakan untuk membuat kue yang

memerlukan tingkat pengembangan sedang seperti donat, bakpau, cake

atau muffin.

c. Tepung terigu protein tinggi, memiliki kandungan protein 11-13%.

Tepung ini cocok untuk membuat adonan yang memerlukan

pengembangan tinggi, seperti adonan roti, pasta atau mie.

Mutu tepung terigu ditentukan oleh setiap komposisi kimia yang ada

didalamnya. Adapun komposisi kimia tepung terigu protein tinggi dapat dilihat

pada Tabel 1.
8

Tabel 1. Komposisi kimia tepung terigu protein tinggi per 100 g


Komposisi Jumlah
Energi (kal) 340
Air (g) 14,5
Protein (g) 11
Karbohidrat (g) 70
Serat kasar (g) 0,4
Lemak (g) 0,9
Kalsium (mg) 1,0

Sumber : Anonim, (1996).

Gluten terdapat pada tanaman ceral atau grains seperti biji gandum yang

memiliki struktur utama terdiri dari protein kompleks. Gluten adalah massa

kenyal yang melengket yang menyatukan komponen-komponen mie, jadi

membentuk dasar struktur lunak mie. Sifat itu disebabkan sifat gluten yang

terhidrasi dan mengembang bila tepung terigu dicampur dengan air (Winarno,

1997).

Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan

mie adalah gluten. Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mie harus dalam

jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi elastis dan tahan terhadap

penarikan sewaktu proses produksi berlangsung (Handayani dan Wibowo, 2014).

Proses pembuatan mie, harus dipertimbangkan dalam memilih tepung terutama

adalah kadar protein dan kadar abunya. Kadar protein mempunyai korelasi erat
9

dengan jumlah gluten, sedangkan kadar abu mempengaruhi warna mie yang

dihasilkan.

Gliadin dan glutenin merupakan komponen utama protein yang terdapat

dalam biji gandum, bersama-sama dengan air dapat membentuk suatu substansi

yang dikenal dengan “gluten”. Gluten terbentuk dari gliadin dan glutenin yang

bereaksi dengan air, dipercepat dengan perlakuan mekanis, membentuk jaringan

tiga dimensi yang kontinyu dan mampu memperangkap granula pati (Fennema,

1996). Struktur ikatan gluten dan air dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur ikatan gluten dan air

Kelenturan gluten terutama ditentukan oleh glutenin sedangkan

kerentangannya ditentukan oleh gliadin. Gliadin tersusun oleh glutamin (-C-NH2)

dari asam glutamat, prolin dan sedikit lisin. Residu glutamin terkumpul dalam

molekul gliadin, berperan penting dalam ikatan antar molekul (cross-linking)

melalui ikatan hidrogen. Glutenin tersusun oleh bagian (sub-unit) yang bervariasi
10

berat molekulnya. Masing-masing bagian dihubungkan satu sama lain melalui

ikatan disulfida (S-S) sehingga mempengaruhi ukuran molekul glutenin.

Disamping itu ikatan disulfida juga dapat terjadi didalam molekul bagian (sub-

unit) itu sendiri (Fennema, 1996). Kadar gluten dari terigu biasanya tergantung

dari jenis gandum yang digunakan untuk membuatnya. Ketepatan penggunaan

jenis tepung sangatlah penting dalam pembuatan suatu jenis makanan. Tepung

berprotein 12%-14% ideal untuk pembuatan mie (Anonim, 2015).

b. Telur

Telur merupakan bahan pangan yang mempunyai banyak kandungan zat

gizi terutama kandungan proteinnya. Penambahan telur dalam pembuatan mie

dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan

yang lebih liat sehingga tidak mudah terputus-putus. Putih telur berfungsi untuk

mencegah kekeruhan mie pada waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus

secukupnya saja karena pemakaian yang berlebihan akan menurunkan

kemampuan menyerap air (daya dehidrasi) waktu direbus (Astawan, 1999).

Kuning telur dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur

terdapat lesitin. Selain sebagai pengemulsi, lesitin juga dapat mempercepat hidrasi
11

air pada tepung dan untuk mengembangkan adonan. Penambahan kuning telur

juga akan memberikan warna yang seragam (Astawan, 1999).

c. Garam

Penambahan garam dapur (NaC1) disamping memberikan rasa pada mie

juga untuk memperkuat tekstur, membantu reaksi gluten dan karbohidrat dalam

mengikat air (Winarno dan Rahayu, 1994). Garam dapur juga dapat menghambat

aktivitas enzim protease dan amilase sehingga mie tidak bersifat lengket dan

mengembang secara berlebihan. Selain itu garam berfungsi untuk meningkatkan

temperatur gelatinisasi pati. Garam berpengaruh pada aktivitas air selama

gelatinisasi yaitu menurukan Aw untuk gelatinisasi (Astawan, 1999).

d. Air

Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat.

Selain itu, air berguna untuk melarutkan garam dan membentuk sifat kenyal. Air

yang digunakan sebaiknya memiliki pHantara 6-9. Semakin tinggi pH air, mie

yang dihasilkan tidak mudah patah. Air yang digunakan dalam pembuatan mie

sebaiknya memenuhi persyaratan air minum, seperti tidak berwarna, tidak berbau,

dan tidak berasa (Astawan, 1999).


12

2. Proses Pembuatan Mie Kering

Untuk menghasilkan produk mie kering yang baik harus dilakukan tahapan

pembuatan yang tepat. Menurut Astawan (1999), tahapan pembuatan mie terdiri

dari tahap persiapan bahan dan tahap pembuatan mie sebagai berikut:

a. Tahapan Persiapan

Tujuan dari tahap persiapan adalah agar terlaksana secara optimal, efektif dan

efisien. Tahap persiapan terdiri dari pemilihan bahan, persiapan alat, dan

penimbangan bahan untuk mie kering.

a.1 Pemilihan bahan

Dalam persiapan bahan yang dilakukan adalah pemilihan bahan baku yang

berkualitas baik untuk membuat mie kering agar menghasilkan mie kering dengan

kualitas yang baik pula.

a.2. Persiapan alat

Alat yang akan digunakan dalam pembuatan mie kering harus diperhatikan

terutama kebersihan pada alat yang sebaiknya selalu dibersihkan setelah

digunakan. Alat yang digunakan dalam pembuatan mie kering adalah timbangan,

pencetak mie, baskom, kompor, loyang dan alat pengering.


13

a.3. Penimbangan

Penimbangan bahan bertujuan untuk menentukan berat masing-masing

bahan yang akan digunakan dalam membuat mie kering sesuai dengan formulasi.

Penimbangan bahan mie kering menggunakan timbagan neraca ohaus. Ketepatan

hasil penimbangan bahan sangat mempengaruhi produk mie kering yang

dihasilkan.

b. Tahapan Pembuatan Mie Kering

b.1. Pengadukan

Pengadukan bertujuan untuk mendapatkan adonan dengan struktur

kompak, penampilan mengkilat, halus dan elastis, tidak lengket, tidak mudah

terpisah, lunak dan lembut. Waktu pengadukan yang baik sekitar 15-25 menit.

Pengadukan yang lebih dari 25 menit dapat menyebabkan adonan menjadi rapuh,

keras dan kering. Pengadukan yang kurang dari 15 menit menyebabkan adonan

lunak dan lengket. Suhu adonan yang baik sekitar 25-40˚C. Suhu di atas 40˚C

menyebabkan adonan menjadi lengket dan menjadi kurang elastis. Suhu kurang

dari 25˚C menyebabkan adonan menjadi keras, rapuh dan kasar (Astawan, 1999).
14

b.2. Pembentukan lembaran adonan

Proses ini dapat dilakukan dengan memasukkan adonan mie ke dalam

mesin roll, yang akan mengubah adonan menjadi lempengan-lempengan. Saat

pengepresan, gluten ditarik ke satu arah sehingga seratnya menjadi sejajar. Tujuan

proses ini adalah menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan menjadi

lembaran. Serat yang halus dan searah akan menghasilkan mie yang elastis,

kenyal dan halus. Suhu juga mempengaruhi proses penekanan. Suhu yang

diharapkan sekitar 37˚C, di bawah suhu tersebut adonan menjadi kasar dan pecah-

pecah, tekstur mie kasar dan mudah patah (Astawan, 1999).

b.3. Pembentukkan untaian mie

Pembentukan untaian mie dilakukan dengan memasukkan lembaran tipis

ke dalam mesin pencetak mie (slitter) yang berfungsi mengubah lembaran mie

menjadi untaian mie (Astawan, 1999).

b.4. Pencetakkan

Setelah itu mie ditempatkan ke dalam loyang bulat berdiameter 5 cm.

Pencetakan dengan loyang bertujuan agar mendapatkan bentuk mie yang seragam.
15

b.5. Pengukusan

Pengukusan dilakukan dengan menggunakan dandang selama 10-20 menit,

kemudian diangkat dan didinginkan. Pemanasan ini menyebabkan gelatinasi pati

dan koagulasi gluten. Gelatinasi dapat menyebabkan:

a. Pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat mengurangi

penyerapan minyak dan memberi kelembutan mie.

b. Meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi kelembutan mie.

c. Terjadi perubahan beta pati menjadi pati alfa yang lebih mudah

dimasak sehingga tekstur alfa ini harus dipertahankan dalam mie kering

dengan cara dehidrasi (pengeringan) sampai kadar air kurang dari 10%

(Astawan, 1999).

b.6. Pengeringan

Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengurangi kadar air dari suatu

bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan

menggunakan energi panas. Pengeringan dilakukan pada mie yang telah dikukus

dengan suhu 60-70˚C sampai kadar airnya mencapai 10-12% (Astawan, 1999).
16

b.7. Pengemasan

Menurut Suyanti (2008), pengemasan bertujuan untuk melindungi bahan

dari kerusakan fisik akibat tekanan, melindungi produk dari cemaran, serta

memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi. Kemasan dapat

dijadikan alat pemikat bagi pembeli. Kemasan dapat juga menjadi media

informasi tentang produk yang dikemas, cara penggunaan, serta informasi

komposisi isinya. Pengemasan yang tepat, produk mie akan dapat dilindungi dari

pengaruh lingkungan yang dapat mempercepat kerusakan dan mempersingkat

umur simpannya. Hal yang terpenting pada kemasan adalah kemasan tidak boleh

robek atau bocor.

3. Mutu Mie Kering

Menurut Winarno (1993), mutu adalah gabungan sifat-sifat yang

mencirikan atau membedakan setiap satuan bahan atau produk yang erat

kaitannya dengan penerimaan konsumen.

a. Standar Mutu Mie Kering SNI 01-2774-1992

Standar mutu mie kering menurut SNI 01-2774-1992 digunakan sebagai

acuan dalam menentukan kualitas mie kering yang diolah oleh setiap industri

pangan. Standar mutu mie kering dapat dilihat pada Tabel 2.


17

Tabel 2. Standar Mutu Mie Kering Menurut SNI 01-2774-1992

No Uraian Satuan Persyaratan


Mutu 1 Mutu 2
1 Keadaan
1.1 Bau Normal Normal
1.2 Rasa Normal Normal
1.3 Warna Normal Normal
2 Air % , b/b Maks. 8 Maks. 10
3 Abu % , b/b Maks. 3 Maks. 3
4 Protein % , b/b Min. 11 Min. 8
5 Bahan Tambahan Tidak boleh ada
Makanan
5.1 Boraks Sesuai dengan SNI 022-M dan
5.2 Pewarna Permenkes 722/Menkes/Per/IX/88
6 Cemaran Logam
6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0 Maks. 1,0
6.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10,0 Maks. 10,0
6.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0
6.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05 Maks. 0,05
7 Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5 Maks. 0,5
8 Cemaran Mikroba
8.1 Angka Lempeng Koloni/g Maks. 1,0 x 106 Maks. 1,0 x 106
Total
8.2 E. coli APM/g Maks. 10 Maks. 10
8.3 Kapang Koloni/g Maks. 1,0 x 104 Maks. 1,0 x 104
Sumber: Anonim, (1992)

b. Sifat Fisik Mie Kering

Sifat fisik mie kering meliputi sifat fisik tekstur dan warna yang

menentukan penerimaan suatu produk yang ada di pasaran yang menentukan

disukai atau tidaknya produk oleh masyarakat.


18

1. Tekstur

Tekstur adalah sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut

(pada waktu digigit, dikunyah dan ditelan) ataupun melalui perabaan

dengan jari (Kartika dkk, 1988). Pengujian tekstur mie kering dilakukan

dengan menggunakan Hardness Tester. Alat ini mengukur kekerasan

bahan yang diuji, diukur sebagai respon bahan terhadap gaya yang

diberikan untuk menekan bahan hingga pecah. Makin besar gaya yang

diberikan maka makin tinggi tingkat kekerasan produk.

Penelitian Nugraheni (2016) menyatakan, bahwa semakin banyak

konsentrasi tepung growol yang ditambahhkan dalam pembuatan mie

maka tekstur mie yang dihasilkan semakin rapuh.

2. Warna

Warna merupakan salah satu faktor penting sebagai parameter

dalam menentukan tingkat penerimaan konsumen dalam memiliki produk

makanan. Karakteristik warna dapat dilakukan pengujian dengan

penggunaan lovibond tintometer.


19

Penelitian Nugraheni (2016) menyatakan, bahwa semakin banyak

konsentrasi tepung growol yang ditambahhkan dalam pembuatan mie

maka warna mie yang dihasilkan semakin putih.

c. Sifat Kimia Mie Kering

Sifat kimia pada mie kering dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan.

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kadar air, kadar abu, kadar

protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat.

1. Kadar air

Kadar air sangat berpengaruh dalam menentukkan mutu dan umur

simpan produk selama penyimpanan. Faktor-faktor yang penting ini akan

mempengaruhi kestabilan dari produk pangan berupa sifat-sifat fisik

(kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisikokimia. Perubahan-

perubahan kimia (pencoklatan non enzimatis), kerusakan mikrobiologis,

dan perubahan enzimatis (Winarno dan Jennie, 1983).Menurut astawan

(1999), mie kering adalah mie segar yang dikeringkan sampai kadar airnya

mencapai 8-10%.
20

2. Kadar abu

Kadar abu yang terkandung dalam suatu bahan akan menentukkan

warna produk yang dihasilkan. Semakin banyak kandungan abu pada

produk mie, maka mie yang dihasilkan semakin gelap warnanya. Selain

itu, zat anorganik yang tinggi pada bahan menunjukkan banyaknya

mineral-mineral yang dapat mengalami pengendapan ditubuh sehingga

dapat mengganggu kesehatan (Sudarsono dkk, 2002).

Menurut Winarno (2008), kadar abu menunjukkan jumlah mineral

dan zat anorganik yang terkandung dalam produk dan tidak dapat dicerna

oleh tubuh. Abu merupakan residu mineral yang tersisa setelah proses

pembakaran dalam suhu tinggi.

Penelitian Nugraheni (2016) menyatakan, kadar abu pada mie

segar terbaik berdasarkan uji kesukaan yaitu mie segar substitusi tepung

growol sebanyak 20% dan penambahan konsentrasi baking powder 1%

mempunyai kadar abu sebesar 3,26%.

3. Kadar protein

Protein merupakan makromolekul yang terdiri dari satu atau lebih

polipeptida. Setiap polipeptida terdiri dari rantai asam amino, yang satu
21

sama lain dihubungkan oleh ikatan peptida. Protein diperlukan untuk

pertumbuhan dan perkembangan tubuh, perbaikkan dan pergantian sel-sel

jaringan tubuh yang rusak dan produksi enzim pencernaan serta enzim

metabolisme (Winarno, 1993).

Penelitian Nugraheni (2016) menyatakan, kadar protein pada mie

segar terbaik berdasarkan uji kesukaan yaitu mie segar substitusi tepung

growol sebanyak 20% dan penambahan konsentrasi baking powder 1%

mempunyai kadar abu sebesar 8,39%.

4. Kadar lemak

Lemak merupakan komponen yang mempengaruhi rasa, tekstur,

kenampakan dan sifat lain yang ada pada suatu produk, baik lemak jenuh

maupun lemak tak jenuh. Selain itu lemak juga merupakan sumber energi

yang lebih efektif daripada karbohidrat dan protein. Satu g lemak dapat

menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein dengan berat

yang sama hanya menghasilkan 4 kkal (Winarno, 2008).

Kandungan lemak pada suatu produk dapat menentukan umur

simpan produk tersebut. Kandungan lemak yang rendah dapat mencegah


22

produk menjadi tengik dan dapat membuat produk memiliki umur simpan

yang lebih lama (Widara, 2012).

Penelitian Nugraheni (2016) menyatakan, kadar lemak pada mie

segar terbaik berdasarkan uji kesukaan yaitu mie segar substitusi tepung

growol sebanyak 20% dan penambahan konsentrasi baking powder 1%

mempunyai kadar abu sebesar 1,38%.

5. Kadar karbohidrat (by difference)

Komponen terbesar dalam suatu bahan nabati umumnya adalah

karbohidrat, baik berupa gula sederhana maupun pati, pektin dan selulosa.

Kadar karbohidrat dapat diketahui dengan menggunakanmetode

carbohydrat by differenceyaitu suatu penentuan karbohidrat dalam bahan

makanan secara kasar melalui suatu perhitungan (Winarno, 2008).

Penelitian Nugraheni (2016) menyatakan, kadar karbohidrat by

difference pada mie segar terbaik berdasarkan uji kesukaan yaitu mie segar

substitusi tepung growol sebanyak 20% dan penambahan konsentrasi

baking powder 1%, sebesar 55,22%.


23

B. Growol

Suharni (1984) dalam Nugraheni (2016) menjelaskan bahwa growol

merupakan makanan fermentasi tradisional yang terbuat dari ketela dan

mempunyai rasa asam. Jenis makanan ini hanya dibuat di daerah Yogyakarta

khususnya Kulon Progo dan sekitarnya. Proses pembuatan growol berlangsung

selama 4 hari yaitu dengan cara merendam ketela yang telah dikupas dan diiris

kecil-kecil di dalam air selama 4 hari dan direndam, kemudian ditiriskan dan

dihancurkan sebelum akhirnya dikukus. Selama perendaman ini terjadi

fermentasi alami, berbagai jenis mikrobia yang tumbuh pada awal fermentasi

adalah Coryneform Streptococcus, Bacillus Actinobacter, yang selanjutnya

diikuti oleh Lactobacillus dan yeast sampai akhir fermentasi. Selama proses

fermentasi, bakteri asam laktat yang paling dominan tumbuh, bakteri tersebut

bersifat anaerob, amiliotik dan fermentatif. Jumlah bakteri asam laktat pada

growol tiap g nya sebesar 1,64 x 108 (Sutanti, dkk., 2008).

Bakteri Asam Laktat (BAL) memberikan manfaat fungsional bagi tubuh

manusia sebagai bakteri probiotik. Probiotik didefinisikan sebagai

mikroorganisme hidup dalam bahan pangan yang tercatat dalam jumlah cukup

serta memberikan manfaat kesehatan saluran pencernaan. Probiotik mempunyai


24

manfaat terapeutik seperti membantu pengobatan lactose intolerance, mencegah

kanker usus besar, dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Halim, dkk,

2013).

Proses fermentasi pada pembuatan tepung menyebabkan warna tepung

lebih putih dibandingkan warna tepung singkong biasa sehingga tepung yang

dihasilkan memiliki karakteristik dan kualitas yang hampir sama menyerupai

tepung terigu. Pada proses fermentasi terjadi penghilangan komponen penimbul

warna seperti pigmen pada singkong kuning dan protein yang dapat

menyebabkaan warna coklat pada saat pemanasan. Proses fermentasi dapat

menghasilkan tepung yang bertekstur halus, warna yang lebih putih dan aroma

singkong hilang (Salim, 2011). Sifat kimia tepung growol dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Sifat Kimia Tepung Growol


Komposisi Jumlah (%)
Kadar air 10,44
Kadar abu 0,19
Protein 2,55
Pati 69,38
Amilosa 28,30
Amilopektin 41,08
Sumber: (Putranti, 2016)
25

1. Ubi Kayu

Ubi kayu memiliki nama botani Manihot esculenta crantztapi lebih dikenal

dengan nama Manihot utilissima. Ubi kayu merupakan tanaman pokok yang

banyak dijumpai di Indonesia yang beriklim tropis. Ubi kayu merupakan tanaman

potensial, dimana ubi kayu ini masih dapat bereproduksi dan memberikan hasil

yang tinggi walaupun dalam keadaan lahan yang kurang baik. Umbinya banyak

diolah menjadi berbagai jenis produk makanan. Selain umbinya, daunnya juga

banyak dikonsumsi sebagai sayur-sayuran (Kartasapoetra, 1988). Klasifikasi

tanaman ubi kayu menurut Rukmana (1997), adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.


26

Ubi kayu sebagai sumber energi yang kaya akan karbohidrat dapat diolah

menjadi tepung. Menurut Ginting (2002), tepung ubi kayu (cassava) dapat

digunakan dalam pembuatan tepung campuran, yaitu campuran antara tepung

terigu dengan tepung ubi kayu (cassava), karena tepung ubi kayu mempunyai

warna, tekstur, dan aroma yang menyerupai tepung terigu. Tepung campuran

tersebut dapat digunakan dalam pembuatan roti, kue, mie, dan produk makanan

ringan lain. Dengan berkembangnya pengolahan tepung ubi kayu dan teknologi

pengolahan tepung ubi kayu menjadi berbagai makanan, diharapkan tepung ubi

kayu dapat digunakan sebagai bahan baku dan substitusi tepung terigu. Adapun

komposisi kimia ubi kayu dapat dilihat dari Tabel 4, sedangkan tepung ubi kayu

dapat dilihat dari Tabel 5.

Tabel 4. Daftar komposisi kimia ubi kayu per 100 g bahan basah
Komponen Komposisi
Kalori (kal) 146
Protein (g) 1,2
Lemak (g) 0,3
Karbohidrat (g) 34,7
Kalsium (g) 33
Fosfor (g) 40
Besi (mg) 0,7
Vitamin A (SI) 0
Vitamin B1 (mg) 0,06
Vitamin C (mg) 30
Air (g) 62,5
BDD (%) 75
Sumber : Anonim, (1996).
27

Tabel 5. Daftar komposisi kimia tepung ubi kayu


Komponen Komposisi
Kadar air (%) 11,5
Karbohidrat (%) 83,8
Lemak (%) 0,9
Protein (%) 1,0
Serat kasar (%) 2,1
Abu (%) 0,7
Kadar HCN (ppm) 29
Sumber : Anonim, (1989).

2. Proses Pembuatan Tepung Growol

Menurut Arpian (2017), tahap pembuatan tepung growol yaitu diawali

dengan pengupasan kulit ubi kayu, tahap ini bertujuan untuk memisahkan daging

umbi yang akan difermentasi sehingga kulit dan bagian yang tidak digunakan

seperti tangkai dan bagian yang rusak tidak menjadi sumber kontaminasi. Tahap

kedua ialah pencucian daging yang telah dikupas dan dihilangkan bagian-bagian

yang tidak terpakai, hal ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan lendir

yang masih menempel. Tahap pengecilan ukuran merupakan tahap yang bertujuan

untuk memudahkan proses perendaman dengan memotong daging umbi dengan

ukuran ± 5 cm dengan ukuran kecil dapat dipastikan semua daging umbi terendam

air. Bahan tersebut direndam dengan perbandingan 1 kg bahan bersih dengan 3

liter air selama 5 hari secara aerob (tidak ditutup dengan rapat). Perendaman ini
28

dilakukan secara spontan yaitu fermentasi tanpa tambahan inoculum atau mikroba

yang sengaja ditambahkan.

Tahap selanjutnya adalah pencucian dan penyaringan, pencucian

dilakukan untuk menghilangkan air asam yang dihasilkan saat fermentasi,

sedangkan penyaringan dengan ayakan dan kain saring (kain blacu) bertujuan

untuk mengurangi serat kayu yang tidak hancur sehingga tepung yang dihasilkan

lebih halus. Pengurangan air pada bahan lebih optimal digunakan alat press

hidrolik. Tahap selanjutnya adalah pengeringan menggunakan cabinet dryer

selama ± 6 jam dengan suhu 50˚C. Proses panjang tersebut diperoleh tepung

growol kering dan tahap terakhir dilakukan penggilingan yang bertujuan untuk

menghaluskan butiran tepung growol. Pembuatan tepung growol ditunjukan pada

Gambar 2.
29

Ubi kayu
Kulit ubi kayu,
Pengupasan bagian ubi kayu
busuk, tangkai

Air bersih Pencucian Air kotor,


tanah

Pengecilan Ukuran (kasar) dan Penimbangan

Ubi kayu :
air1:3 b/v Perendaman selama 5 hari (aerob)

Air bersih Pencucian dan Penyaringan Serat kayu dan air

Pengepresan dengan mesin press hidrolik Air

Pengeringan cabinet dryer 50-60°C

Penggilingan

Tepung Growol

Gambar 2. Proses Pembuatan Tepung Growol

C. Kacang Hijau

Kacang hijau (Vigna radiate) adalah sejenis palawija yang dikenal luas di

daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan (Fabaceae) ini

memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber bahan

pangan berprotein nabati tinggi. Kacang hijau di Indonesia menempati urutan


30

ketiga terpenting sebagai tanaman pangan legum setelah kedelai dan kacang

tanah. (Anonim, 2013).

Kacang hijau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sebesar 22%

dan merupakan sumber mineral penting, antara lain kalsium dan fosfor.

Kandungan lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh (Ratnaningsih dkk,

2009). Komposisi kimia kacang hijau tanpa kulit dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi kimia kacang hijau tanpa kulit dalam 100 g

Komponen Jumlah per 100 g Bahan


Air (g) 10,1
Protein (g) 24,5
Lemak (g) 1,2
Mineral (g) 3,5
Serat (g) 0,8
Karbohidrat (g) 59,9
Energi (kcal) 348,0
Kalsium (mg) 75,0
Phospor (mg) 405,0
Karoten (mg) 49,0
Besi (mg) 8,5
Tiamin (mg) 0,72
Ribovlavin (mg) 0,15
Niasin (mg) 2,40

Sumber : Thirumaran dan Seralathan, (1987) dalam Kanetro dan Hastuti, (2006).

Tepung kacang hijau menurut SNI 01-3728-1995 adalah bahan makanan

yang diperoleh dari biji tanaman kacang hijau (Phaseolus radiatus L) yang sudah

dihilangkan kulit arinya dan diolah menjadi tepung. Komposisi asam amino
31

kacang hijau dalam bentuk tepung dibandingkan dengan standar FAO/WHO 1972

disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi asam amino kacang hijau dalam bentuk tepung dibandingkan
dengan Standar FAO/WHO 1972
Asam Amino (mg/g Tepung Kacang Hijau Standar FAO/ WHO
protein)
Isoleusin 35 40
Leusin 73 70
Lisin 58 58
Metionin/ sisin 17 35
Fenilalanin 60 60
Teroin 36 40
Triptofan 11 10
Valin 41 50

D. Hipotesis

Jenis dan konsentrasi tepung growol diduga memberi pengaruh terhadap

sifat fisik dan tingkat kesukaan mie kering yang dihasilkan.

Anda mungkin juga menyukai