Oleh :
Kelompok 5 E4
I Komang Gede Widiana I14140088
Muthia Farah Diba D. I14140091
Khodijah I14150096
Arfira Deli Malinda I14140097
Marestry Nuzul Annur I14140111
Yenita I14154013
Asisten Praktikum:
I Putu Agus Mahendra Yasa, S.Gz
Kevin Arthur
Reisya Rizki R, S.Gz
Latar Belakang
Tujuan
Praktikum daya cerna pati in vitro ini bertujuan untuk mengetahui daya
cerna pati dari beberapa jenis bahan pangan (tepung kanju, tepung beras, tepung
meizena, oatmeal, tepung ketan dan pati murni) dengan menggunakan enzim.
TINJAUAN PUSTAKA
Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa
glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin.
Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan α 1,4-glukosa
sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk ikatan α 1,4-glukosida dan
membentuk cabang pada ikatan dari ikatan α 1,6-glukosida (Almatsier 2004).
Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat
dihidrolisis oleh enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil. Sampel
dihidrolisis oleh enzim α-amilase menjadi unit-unit sederhana seperti maltosa.
Kandungan maltosa sampel ditentukan berdasarkan kurva standar maltosa. Daya
cerna pati dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni (Gustiar 2009).
Daya cerna pati dipengaruhi oleh komposisi amilosa atau amilopektin.
Amilosa dicerna lebih lambat dibandingkan dengan amilopektin karena amilosa
merupakan polimer dari gula sederhana dengan rantai lurus, tidak bercabang.
Rantai yang lurus ini menyusun ikatan amilosa yang kuat sehingga tidak mudah
tergelatinasi. Oleh karena itu amilosa lebih sulit dicerna dibandingkan dengan
amilopektin (Behall & Hallfrisch 2002). Pati yang mengandung kadar amilopektin
lebih tinggi akan lebih cepat dicerna dibanding dengan kadar amilosa tinggi.
Amilopektin memiliki area permukaan yang lebih luas tiap molekulnya sehingga
lebih mudah dipecah oleh enzim amilolitik menjadi bentuk yang lebih sederhana.
Selain itu, amilopektin juga merupakan polimer gula sederhana, bercabang dan
struktur terbuka.
Daya cerna pati pada masing-masing bahan pangan berbeda-beda satu
dengan lainnya. Tepung maizena memiliki daya cerna sebesar 95.8%, tepung
beras memiliki daya cerna sebesar 97.9% dan pada tepung kanji sebesar 97.4%
(Ramadhan 2009). Daya cerna pada oatmeal yaitu 32.4% (FSANZ 2015). Tepung
ketan merupakan beras ketan berwarna putih, tidak transparan, seluruh atau
hampir seluruh patinya merupakan amilopektin.Tepung ketan memiliki
kandungan amilopektin lebih tinggi daripada amilosanya (Almatsier 2010).
Struktur kimia amilopektin yang bercabang menyebabkan struktur gel yang
terbentuk lebih kuat daripada amilosa sehingga pati lebih lambat dicerna. Pati
murni diasumsikan dapat dicerna dengan sempurna dalam saluran pencernaan.
Daya cerna pati merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan pati untuk
dapat dicerna dan diserap dalam tubuh. (Ratnaningsih 2010).
Metode In Vitro
Penentuan daya cerna pati dapat dilakukan secara in vivo maupun in vitro.
Teknik in vitro atau yang dikenal dengan dengan teknik mengukur daya secara
laboratoris adalah suatu teknik alternatif untuk memecahakan permasalahan yang
terdapat pada teknik in vivo (Soebarinoto et al.1990).Penelitian secara in vitro
merupakan penelitian yang dilakukan dengan meniru keadaan langsung yang
berada dalam lapang. Hal ini dapat dilakukan dengan bahan-bahan dan alat-alat
yang dapat disetting sedemikian rupa sehinggaa dapat menyerupai keadaan di
lapangan.
Prinsip penentuan daya cerna pati secara in vitro dilakukan dengan
memberikan perlakuan tertentu agar pati dalam bahan pangan terhidrolisis oleh
enzim α-amilase menjadi unit-unit yang lebih kecil (gula sederhana). Menurut
Winarno (2002) hidrolisis enzim α-amilase pada amilosa melalui dua tahap.
Tahap pertama yaitu degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang
terjadi secara acak. Tahap selanjutnya yaitu pembentukan glukosa dan maltosa
sebagai akhir secara tidak acak dan berjalan lebih lambat.
METODOLOGI
Alat yang digunakan dalam praktikum penentuan daya cerna pati in viitro
adalah tabung reaksi, pipet volumetrik, bulb, inkubasi, dan spektrofotometer.
Bahan yang digunakan adalah sampel (tepung kanji, tebung beras, tepung
maizena, oatmeal, tepung ketan, dan tepung pati), 3 ml air destilasi, 2 ml sampel
yang telah dipanaskan, 5 ml larutan buffer, 5 ml larutan alfa amylase, dan 2 ml
pereaksi DNS.
Prosedur Kerja
Praktikum penentuan daya cerna pati in vitro ini menggunakan enzim alfa-
amilase yang memecah pati menjadi maltosa. Maltosa kemudian diukur
jumlahnya dengan spektrofotometer. Berikut ini adalah prosedur percobaan dari
praktikum ini.
Pati merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa
glukosa yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin
(Almatsier 2004). Sampel dihidrolisis oleh enzim α-amilase menjadi unit-unit
sederhana seperti maltosa. Kandungan maltosa sampel ditentukan berdasarkan
kurva standar maltosa. Kurva standar maltosa diperoleh dari pembacaan
absorbansi spektrofotometer. Daya cerna pati dihitung sebagai persentase relatif
terhadap pati murni (Gustiar 2009).
Penentuan daya cerna pati secara in vitro dilakukan terhadap sampel
tepung kanji, tepung beras, oatmeal, tepung maizena, tepung maizena dan tepung
pati (kontrol). Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan daya cerna pati pada
masing-masing sampel.
Tabel 1 Daya cerna pati masing-masing sampel
Sampel Daya Cerna
Tepung Kanji 76,45%
Tepung Beras 98,55%
Oatmeal 79,36%
Tepung Maizena 178,20%
Tepung Ketan 150,58%
Simpulan
Praktikum ini menggunakan dua jenis makanan uji berupa nasi dan roti,
sedangkan standar yang digunakan adalah glukosa. Indeks glikemik pada roti
dengan metode perhitungan polinomial diperoleh sebesar 65, dengan metode
trapezoid diperoleh sebesar 105, dan dengan menggunakan metode luas bangun
diperoleh sebesar 59. Indeks glikemik pada nasi dengan metode polinomial
diperoleh sebesar 27, dengan metode trapezoid diperoleh sebesar 146, dan dengan
metode luas bangun diperoleh sebesar 27. Metode yang paling baik digunakan
sesuai dengan hasil perhitungan indeks glukosa makanan khususnya untuk nasi
dan roti adalah metode trapezoid. Hasil perhitungan indeks glikemik pada
praktikum yang berbeda dari literatur disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain
cara pengolahan makanan, jumlah pati, keberadaan komponen pangan lainnya
seperti zat antigizi, dan sebagainya.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Pati
Y = 0.8819x – 0.0628
0.241 = 0.8819x – 0.0628
X = 3.4
1.2
0.8
0.6 Konsentrasi
Absorbansi
0.4
0.2
0
1 2 3 4 5
Grafik 1 Kurva absorbansi daya cerna pati
Pembagian tugas