Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

TERPADU PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

PENGOLAHAN COOCIES NON-GLUTEN

Tiara Ayu Dwi Novitasari / 201910220311049 Dr.Ir. Warkoyo, MP

30 Mei 2022 Siti Nur Elisa

PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir, ada peningkatan permintaan di pasar untuk makanan
lezat dan terjangkau yang mengandung manfaat nutrisi dan baik bagi kesehatan. Salah
satunya adalah permintaan produk pangan cookies yang enak, namun mengandung
segudang nutrisi, dan baik bagi Kesehatan. Cookies saat ini cukup diminati masyarakat
luas, sehingga sering dijadikan sebagai camilan, suguhan untuk tamu, oleh-oleh dan juga
hidangan pada saat hari raya. Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu
jenis biskuit yang terbuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila
dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat. Untuk mendukung cookies
yang mengandung manfaat nutrisi dan baik bagi kesehatan, maka penggunaan terigu
harus dikerangi dan digantikan dengan komoditas lainnya. Salah satu tepung yang dapat
digunakan untuk menggantikan terigu adalah tepung berbasis pangan lokal seperti ubi
jalar, ubi kayu (singkong), jagung dan lain-lain.

Ubi jalar ungu memiliki kelebihan dibandingkan dengan jenis ubi jalar lainnya. Ubi
jalar ungu memiliki warna ungu yang unik dan menarik serta banyak mengandung
senyawa antosianin dalam bentuk mono- dan diasil sianidin dan peonidin yang memiliki
peran sebagai anti-oksidan alami (Philpott dkk., 2003; Teow dkk., 2007 dalam Steed dan
Truong, 2008). Menurut (Nindyarani, 2011) karakteristik kimia dan fisik serta inderawi
tepung ubi jalar ungu perlu dikaji dan hasil kajian diharapkan dapat digunakan sebagai
dasar penentuan kesesuaian tepung ubi jalar ungu tersebut untuk pembuatan berbagai
ragam pangan olahan khususnya makanan kecil atau kudapan seperti cookies dan pound
cake.

Tujuan untuk mengetahui bahan dasar tepung non terigu dan karakteristiknya, serta
dapat memformulasikan resep cookies non gluten dan melakukan proses baking dengan
baik, selain itu juga dapat melakukan pengemasan cookies non gluten dengan baik,
mendesain label cookies non gluten sesuai peraturan yang berlaku, dan memahami mutu
cookies non gluten. Sedangkan untuk manfaatnya adalah untuk menambah alternatif
penganekaragaman produk olahan pangan berbahan baku tepung ubi jalar ungu, tepung
garut, dan tapioka, mengetahui formulasi cookies non gluten yang paling disukai
konsumen, dan untuk mengurangi ketergantungan atau pemakaian tepung terigu
khususnya dalam pembuatan cookies.

TINJAUAN PUSTAKA

Cookies

Kue kering atau lebih sering disebut cookies merupakan salah satu makanan cemilan
yang populer di masyarakat. Kue kering atau cookies digemari oleh hampir semua usia, dari
anak-anak hingga orang dewasa, maka tak heran di masyarakat kue kering ini tingkat
konsumsinya tinggi. Menurut (PPH, 2015) tingkat konsumsi tepung terigu pada tahun 2015
per kapita mencapai 1,5521. Hal ini salah satunya mengindikasikan bahwa makanan
berbahan dasar terigu cukup diminati di masyarakat Indonesia. Kue kering tidak memerlukan
bahan yang volumenya dapat mengembang besar (kandungan gluten tinggi), sehingga dapat
memanfaatkan tepung jagung yang hanya mengandung gluten < 1%. Kue kering merupakan
salah satu jenis makanan ringan yang diminati masyarakat. Konsumsi rata-rata kue kering di
Indonesia adalah 0,40 kg/kapita/tahun.

Cookies atau kue kering merupakan salah satu makanan kering atau snack yang proses
pematangannya dengan cara dipanggang. Bahan baku utama cookies ialah tepung terigu.
Tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu yang mempunyai kandungan protein
sekitar 8-9% dan memiliki mutu yang baik (Prihatinirum, 2012). Cookies biasanya memiliki
aroma yang gurih, aroma ini disebabkan penambahan margarin dan telur dalam proses
pembuatannya. Dirunut dari sejarahnya, kue kering berasal dari Eropa. Di Amerika orang
menyebutnya cookies. Di Perancis, dikenal dengan istilah biscuit yang berarti kue yang
dimasak dua kali hingga kering, orang Belanda menyebutnya koekje yang berarti kue kecil.
Syarat cookies yang baik, yaitu bertekstur renyah (rapuh) dan kering, berwarna kuning
kecoklatan atau sesuai dengan warna bahannya, beraroma khas serta berasa lezat, gurih dan
manis. Cookies yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan agar aman
untuk dikonsumsi.
Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biscuit yang dibuat
dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relative renyah bila dipatahkan dan penampang
potongannya, bertekstur padat (BSN, 1992). Cookies dengan penggunaan tepung non-terigu
biasanya termasuk ke dalam golongan short dough. Syarat mutu cookies yang digunakan
merupakan syarat mutu yang berlaku secara umum di Cookies yang dihasilkan harus
memenuhi syarat mutu yang ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu cookies
yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI-2973-2011), seperti tercantum pada tabel berikut ini:

Tabel. 1: Syarat Mutu Cookies menurut SNI -2973-2011 (BSN, 1992,2011)

Tepung Tapioka

Dalam pembuatan cookies ini perlu dilakukan penambahan tapioka supaya


memberikan tekstur yang baik terhadap cookies. Komposisi zat gizi tepung tapioka lebih baik
bila dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, gandum maupun terigu. Tepung tapioka
mempunyai kandungan amilopektin yang tinggi. Menurut Hartati (2003 dalam Kurniati 2012)
pati dengan kandungan amilopektin tinggi sangat sesuai untuk bahan roti dan kue karena sifat
amilopektin yang sangat berpengaruh terhadap swelling properties (sifat mengembang pati).
Tapioka dapat memberikan warna produk yang lebih baik karena tapioka berwarna lebih
putih dibandingkan tepung beras dan kandungan amilopektin yang tinggi sehingga
akan memberikan warna yang lebih terang (Rahman, 2015).

Pati Garut

Tanaman garut merupakan salah satu jenis tanaman penghasil umbi-umbian yang
banyak dibudidayakan di daerah pedesaan sejak dahulu. Secara umum, tanaman garut disebut
Arrowroot, yang berarti tanaman yang memiliki akar yang rimpang (umbi) berbentuk seperti
busur tanah. Tanaman garut memiliki nama ilmiah Maranta arundinacae Linn, dan termasuk
dalam famili Marantacea. Tepung garut berpotensi menjadi bahan pengganti terigu. Tepung
garut memiliki kandungan protein sebesar 2,15%, lemak 1,4%, amilosa 25,94%, dan serat
larut 5,03% (Wirabrata, 2012). Tepung garut memiliki kandungan gizi berupa kalori sebesar
355 kalori, karbohidrat 85,2 gram, lemak 0,2 gram, dan protein 0,6 gram pada tiap 100 gram
tepung garut (Koswara, 2013). Selain itu, umbi garut memiliki indeks glikemik yang rendah
yaitu sebesar 14, sehingga memiliki manfaat bagi kesehatan. Indeks glikemik umbi garut
lebih rendah dari beras, terigu, kentang, dan ubi kayu yang masing-masing memiliki nilai 96,
100, 90, 54. Indeks glikemik umbi-umbian yang lain, seperti gemili, kimpul, ganyong, dan
ubi jalar masing-masing 90, 95, 105, 179 (Isnaini, 2018).

Tepung Ubi Jalar

Tepung ubi jalar ungu yaitu tepung yang terbuat dari ubi jalar yang berwarna ungu.
Ubi jalar merupakan tanaman palawija sumber karbohidrat yang cukup potensial sebagai
bahan penganekaragaman pangan (Peni Agustiyanto, 2011). Menurut penelitih Sulistyarini
(2021) ubi jalar mempunyai kandungan nutrisi yang sangat penting dan berguna bagi
kesehatan. Semakin banyak mengkonsumsi ubi jalar, dapat mengurangi resiko stroke,
obesitas, diabetes, dan penyakit jantung. Ubi jalar ini termasuk umbi-umbian yang masih
kurang diminati masyarakat untuk dikonsumsi. Padahal kandungan gizi didalamnya sangat
baik bagi tubuh. Sehingga perlu mengubah dari ubi menjadi tepung ubi ungu supaya dapat
mempermudah proses pengolahan menjadi sebuah produk yang banyak diminati oleh
masyarakat. Nilai gizi umbi-umbian tidak kalah dengan gandum dan beras. Bahkan memiliki
keunggulan yang tidak dimiliki gandum dan beras, yaitu antara lain bahwa umbi-umbian
memiliki kandungan serat dan kaya akan antioksidan.

ALAT BAHAN DAN METODE

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mixer, baskom, plastic, alas,
oven, Texture analyser, color reader.

Adapun bahan-bahan yang digunakan meliputi tapioka, pati garut, tepung ubi jalar
ungu, maizena, gula halus, mentega putih, rombutter, kuning telur, susu bubuk, dan vanili.

Pembuatan Cookies

Di timbang semua bahan yang akan digunakan, di mixer bahan basah yaitu mentega
putih, rombutter dengan kecepatan sedang. Lalu masukkan sedikit demi sedikit gula halus
dan kuning telur sembari dimixer, ayak bahan kering yaitu tapioka, pati garut, tepung ubi
jalar ungu, maizena, susu bubuk, dan vanili kemudian campurkan sedikit demi sedikit hasil
ayakan ke adonan yang sudah dimixer menggunakan spatula. Cetak adonan dan diletakkan di
loyang yang sudah diolesi margarin. Adonan dioven pada suhu 160-180 oC (suhu api atas
180oC dan api bawah 160oC) selama 10-15 menit, lalu dinginkan, siap dikemas dan diberi
label yang sesuai.

Pengemasan dan Pelabelan Cookies Non-Gluten

Cookies yang sudah dingin dikemas menggunakan kemasan yang telah disediakan
dan tempelkan labeling sesuai dengan desain yang telah Anda buat

Uji Mutu Cookies Non-Gluten

Mutu cookies non-gluten yang dianalisis diantaranya kadar air dan intensitas warna
menggunakan color reader. Pengujian kadar air diawali dengan kurs porselin kosong dioven
selama 24 jam pada suhu 100-105ºC, dinginkan dalam desikator selama 15 menit, lalu
timbang kurs kosong dan timbang sampel sebanyak 2 gram, oven selama 4 jam dengan suhu
100-105ºC, dinginkan dalam desikator selama 15 jam lalu kurs dan sampel ditimbang
menjadi bobot akhir.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 2 Uji Kadar Air

Parameter F1 F2
Kadar Air (%) 2,07 2,03
Pada praktikum ini, dilakukan proses pengolahan produk cookies. Menurut
Prihatinirum (2012), biskuit atau cookies atau crackers merupakan bentuk yang berbeda dari
produk roti atau cake. Perbedaannya terletak pada kadar air. Produk roti mempunyai kadar air
sekitar 35-40%, cake 15-30%, sedangkan cookies sekitar 1-5%. Rendahnya kadar air pada
biskuit menyebabkan produk menjadi tahan lama untuk disimpan dalam waktu yang cukup
lama. Praktikum ini terdapat 2 perlakuan yang berbeda, yang membedakannya adalah
perbandingan tepung garut dan tepung ubi jalar ungu. Dalam table di atas menunjukan hasil
jika kadar air F1 lebih tinggi yaitu 2,97 dibandingkan dengan hasil F2 yaitu 2,03. Standart
kadar air cookies yang baik adalah cookies yang mencapai minimum 3,57% dan maksimum
5% telah memenuhi syarat mutu cookies USDA, (2018). Menurut izza (2019) penyerapan air
diakibatkan adanya gugus karboksil pada protein, sehingga semakin tinggi kandungan protein
dalam cookies maka teksturnya cenderung kurang renyah dan kadar airnya rendah. Semakin
rendah kadar air maka akan memperpanjang daya simpan pada cookies (Lestari, 2018).
Tabel 4. Uji Tekstur

Parameter F1 F2
Tekstur 8,93546 11,3648
Analisa pada tekstur cookies dilakukan dengan menggunakan alat texture analyzer.
Pada tabel uji mutu cookies non gluten diatas diperoleh hasil dari cookies dengan perlakuan
F1 diperoleh hasil 8,93546 N sedangkan pada cookies dengan perlakuan F2 diperoleh hasil
11.3648 N. Hal ini dipengaruhi oleh proporsi tepung ubi jalar ungu yang mampu mengurangi
kandungan gluten pada cookies. Gluten merupakan protein yang bersifat khas dan
mengandung dua kompnen yaitu gliadin dan glutenin yang berfungsi membentuk adonan
elastis dan mengembang sehingga menjadikan produk terasa lembut dan tidak keras
(Andarwulan er al, 2011). Faktor lain yang disampaikan oleh Tuhumury (2018), dimana
semakin tinggi kadar air juga akan berpengaruh terhadap tekstur pada cookies.

Tabel 5. Uji Organoleptik

Rata-
Pengul- Organol rata Keter-
1 2 3 4 5 6 7 8 9
angan -eptik pemin angan
ata
Cukup
Warna 4 5 5 4 4 5 5 4 4 4
cerah
Rasa 5 4 5 5 5 4 4 5 4 5 Manis
F1 Aroma 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Harum
Tekstur 5 4 5 5 5 4 5 4 4 5 Renyah
Kenam
4 5 6 4 5 4 5 5 5 5 Suka
pakan
Tidak
Warna 3 4 4 3 4 3 3 3 4 3
cerah
Cukup
F2 Rasa 6 4 5 4 4 5 4 5 4 4
manis
Aroma 3 5 5 5 5 3 4 5 5 5 Harum
Tekstur 4 5 6 4 5 4 5 5 5 5 Renyah
Kenam Cukup
5 5 5 4 6 4 4 4 4 4
pakan suka
Uji organoleptik cookies non gluten yang diuji meliputi warna, rasa, tekstur, aroma
dan tekstur. Warna berperan penting dalam penerimaan makanan. Winarno (2014),
menyatakan bahwa secara visual faktor warna tampil lebih dahulu sehingga sangat
menentukan kesukaan konsumen terhadap produk. Hasil analisa menunjukkan bahwa cookies
non gluten F1 mendapatkan hasil cukup cerah dengan hasil rata-rata 4, sedangkan untuk hasil
F2 adalah tidak cerah dengan hasil rata-rata 3. Hal ini disebabkan perbedaan proporsi tepung
ubi jalar ungu di antara F1 dan F2. Sejalan dengan hasil penelitian Wulandari (2017)
menyatakan bahwa pigmen antosianin dalam tepung ubi jalar ungu memberikan kontribusi
besar pada pembentukan warna ungu, meskipun pigmen tersebut telah rusak selama proses
pemasakan pada suhu tinggi (pemanggangan), sehingga warna cookies yang terbentuk
cenderung kecoklatan. Warna kue kering atau cookies yang dihasilkan pada perlakuan
F2 lebih ungu dan kecoklatan dibandingkan warna kue kering atau cookies pada
perlakuan F2. Hal ini disebabkan semakin banyak presentasi tepung ubi jalar ungu yang
digunakan menyebabkan kue kering atau cookies semakin berwarna ungu dan kecoklatan dan
menimbulkan warna menjadi tidak cerah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Isnaini
(2018) yang menunjukkan adanya reaksi Maillard (pencoklatan). Reaksi Mailard merupakan
reaksi antara karbohidrat yang menghasilkan senyawa hidroksimetolfulfural. Furfural
berpolimerasi membentuk senyawa melanoidin berwarna coklat, adanya reaksi antara gula
pereduksi dengan gugus amino pada suhu tinggi. Berdasarkan syarat mutu cookies pada
penelitian ini sudah memenuhi kriteria yang baik menurut SNI 01-2973-1992 yaitu warna
cookies berwarna coklat keemasan atau kuning keemasan, menurut (Purwadaria, 2014).

Rasa adalah salah satu faktor penting untuk menentukan diterima atau tidaknya suatu
bahan pangan atau makanan. Rasa suatu bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor
senyawa kimia, temperature, konsistensi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain serta
jenis dan lama pemasakan. Data yang didapatkan pada analisis rasa pada F1 yaitu rata-rata 5
yang berketerangan manis, dan sedangkan untuk hasil F2 yaitu rata-rata 4 yang berketerngan
cukup manis. Hal ini diakibatkan oleh kadar gula reduksi tepung ubi jalar ungu yang relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu (Wulaningsih, 2005 dalam Nur 2018). Hasil
penelitian Dwiyani (2013) penggunaan ubi jalar pada pembuatan cookies dan cake bisa
mengurangi kebutuhan gula sampai 20 %. dalam pembuatan biskuit dengan penambahan
proporsi tepung ubi ungu lebih banyak membuat rasa biskuit menjadi pahit, karena adanya
senyawa seperti senyawa fenolik dan alkaloid.
Aroma dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat diamati dengan indra pembau.
Aroma merupakan parameter fisik pangan yang sangat penting dan menentukan pula
kesukaan konsumen. Berdasarkan analisi yang telah dilakukan pada hasil F1 mendaptkan
rata-rata 5 yang berketerangan harum, begitu pula dengan hasil dari F2 mendaptkan rata-rata
5 yang berketerangan harum. Menurut Adinda (2021), adanya proses pemanggangan akan
mendegradasi senyawa volatil sehingga menghasilkan sejumlah besar komponen aroma. Jenis
aroma yang dihasilkan tergantung pada kombinasi khusus dari lemak, asam amino dan gula
yang terdapat pada permukaan makanan. Menurut penelitian dari Subandoro (2013) aroma
yang ditimbulkan bisa disebabkan bahan lain dalam adonan seperti gula, margarin, mentega,
kuning telur, susu bubuk, dan bahan pengembang yang berfungsi sebagai pengatur aroma.

Uji organoleptik selanjutnya yang dilakukan adalah tekstur yang memiliki kaitan erat
dengan bahan baku dan komposisi bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies. Dari
tabel uji organoleptik tekstur diatas, didapatkan hasil dari cookies dengan perlakuan F1 rata-
rata panelis memilih 5 yang berketernagan tekstur yang renyah, kemudian pada cookies
dengan perlakuan F2 juga didapatkan rata-rata panelis memilih 5 yang berketerangan tekstur
renyah. Perubahan pada tekstur disebabkan oleh hilangnya cairan, berkurangnya lemak,
pembentukan atau pemecahan emulsi, hidrolisa atau polimerisasi karbohidrat dan hidrolisa
atau koagulasi protein. Sesuai dengan pernyataan tersebut, kenaikan kadar air dan lemak serta
penurunan kadar pati pada cookies cenderung menaikkan tekstur (semakin lembut atau tidak
kasar). Jika formula mengandung protein yang tinggi, maka tekstur cookies cenderung lebih
keras (Andarwulan, 2011). Perbandingan formulasi pada penambahan tepung ubi jalar ungu
yang tinggi mempengaruhi nilai daya patahnya. Daya patah berkaitan dengan kandungan
amilosa. Peningkatan amilosa berbanding lurus dengan meningkatnya tepung ubi jalar ungu
pada cookies. Menurut hasil peneltian Wulandari (2017) terdapat hubungan yang positif
antara tekstur dan kadar amilosa. Semakin tinggi kadar amilosa dapat menyebabkan tekstur
menjadi lebih keras, karena amilosa mempunyai sifat tidak mudah meyerap air yang bisa
berpengaruh pada tekstur yang dihasilkan. Kerenyahan cookies juga dipengaruhi oleh
penggunaan bahan lain yaitu margarin dan kuning telur. Margarin memiliki peran untuk
memperbesar volume sehingga stabilitas cookies tekstur menjadi lebih baik (Isnaini, 2018).
Tabel 6. Uji Intensitas Warna

Parameter F1 F2
L: 67,3 L: 60,4
Warna a*: 8,8 a*: 9,9
b*: 17,5 b*: 13,9
Uji fisik warna pada cookies dilakukandengan tujuan pengukuran warna secara
objektif penting dilakukan karena pada produk pangan warna merupakan daya tarik
utama sebelum konsumen mengenal dan menyukai sifat-sifat lainnya. Pada data yang
didapat di table di atas menunjukan F1 mendapatkan hasil (L: 67,3) (a*: 8,8) dan (b*: 17,5).
Sedangkan untuk F2 mendapatkan hasil (L: 60,4) (a*: 9,9) dan (b*: 13,9). Warna merupakan
salah satu parameter penting yang dapat mempengaruhi kenampakan dari suatu produk.
Pengukuran warna pada pembuatan permen praktikum kali ini menggunakan alat colour
reader dengan parameter yang dibaca adalah (L), (a*) dan (b*). Parameter (L) menyatakan
tingkat gelap atau terang dengan kisaran 0-100. Nilai 0 menyatakan sangat gelap atau hitam,
sedangkan 100 sangat terang atau putih. Parameter (a*) menyatakan tingkat hijau-merah
dengan kisaran -100 sampai +100. Nilai negatif menyatakan kecenderungan warna hijau,
sedangkan nilai positif menyatakan kecenderungan warna merah. Parameter (b) menyatakan
warna birukuning dengan kisaran -100 sampai +100. Nilai negatif menyatakan
kecenderungan warna biru sedangkan nilai positif menunjukkan kecenderungan warna
kuning (Illiyin, 2015). Dari hasil praktikum tersebut diperoleh bahwa nilai L pada perlakuan
F1 lebih tinggi, dimana hal tersebut menandakan bahwa pada perlakuan F1 warna cookies
cenderung lebih terang dari pada perlakuan F2. Selain itu, warna asli tepung juga dapat
mempengaruhi warna kue, sehingga kegelapan cookies berkaitan dengan reaksi yang
dihasilkan selama pemanggangan. Sejalan dengan Pacaulli (2018) meskipun CPF memiliki
kandungan protein tinggi yang dapat mempengaruhi reaksi Maillard, kandungan gula CNF
yang tinggi dapat mempengaruhi reaksi karamelisasi. Reaksi ini tergantung pada jenis
gulanya, tetapi umumnya terjadi pada suhu di atas 120◦C , yang lebih rendah dari yang
dihasilkan selama pembuatan kue. Penting untuk mempertimbangkan bahwa, meskipun
kandungan gula bergantung pada jenis gula, seringkali di atas 14% dalam CNF, dan sukrosa
adalah gula utama. Warna ungu pada cookies didapat secara alami dari ubi ungu yang berasal
dari pigmen antosianin yang biasa disebut flavonoid, sedangkan warna kecoklatan yang
dihasilkan berasal dari gula. Warna kecoklatan terbentuk karena reaksi Maillard, yaitu reaksi
yang terjadi antara gula pereduksi dengan asam amino yang terjadi pada saat pemanggangan,
juga Kriteria F1 F2 Warna Ungu tua kecoklatan (Dian, 2014).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa Proporsi substitusi tepung ubi
ungu berpengaruh terhadap kadar air dan mutu organoleptik (warna, rasa, aroma, dan
tekstur). Salah satu cara untuk mengurangi penggunaan tepung terigu yaitu dengan
menggantikan tepung terigu menjadi tepung ubi ungu, tepung, tapioca dan pati garut dalam
pembuatan Cookies non gluten. Hasil cookies yang didapatkan dari hasil modifikasi tepung
masih sesuai dengan standar dan cukup diminati oleh konsumen, pembuatan label yang
menarik akan semakin meningkatkan daya tarik konsumen. Mutu cookies terdeteksi memiliki
kandungan yang baik dan bebas dari kandungan glutenAroma pada cookies yang ditimbulkan
bisa disebabkan bahan lain dalam adonan seperti gula, margarin, mentega, kuning telur, susu
bubuk, dan bahan pengembang yang berfungsi sebagai pengatur aroma. penggunaan ubi jalar
pada pembuatan cookies dan cake bisa mengurangi kebutuhan gula sampai 20 %. dalam
pembuatan biskuit dengan penambahan proporsi tepung ubi ungu lebih banyak membuat rasa
biskuit menjadi pahit, karena adanya senyawa seperti senyawa fenolik dan alkaloid. Pigmen
antosianin dalam tepung ubi jalar ungu memberikan kontribusi besar pada pembentukan
warna ungu, meskipun pigmen tersebut telah rusak selama proses pemasakan pada suhu
tinggi (pemanggangan), sehingga warna cookies yang terbentuk cenderung kecoklatan.

DAFTAR PUSTAKA

Adienda F., Nanik H,. Yahmi I, S.2021. Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Ubi Ungu
(Ipomoea Batatas L. Poir) Dan Tepung Kacang Tanah (Arachis Hypogaea) Pada
Pembuatan Cookies : Kajian Kadar Protein Dan Mutu Organoleptik. Health Care Media
Vol. 5 No. 1 (16-22).

Dian, P., Prita D.S., Reza, F. 2014. Potensi Cookies Berbahan Ubi Jalar Ungu (Ipomoea
Batatas L. Poir), Tempe, Dan Isolat Soy Protein Sebagai Snack Pmt-As. Jurnal Of
nutrition College. 1(1):334-351.

Indonesia, Kementerian Pertanian RI. Panduan perhitungan pola pangan harapan (PPH).
Jakarta: Kementerian Pertanian RI, 2015.
Isnaini, T. 2018. Kadar Protein, Tekstur, dan Sifat Organoleptik Cookies yang Disubstitusi
Tepung Ganyong (Canna Edulis) dan Tepung Kacang Kedelai (Glycine Max). Jurnal
Pangan dan Gizi. 8 (6).

Izza, N. K., Hamidah, N., & Setyaningrum, Y. I. (2019). Kadar lemak dan air pada cookies
dengan substitusi tepung ubi ungu dan kacang tanah. Jurnal Gizi, 8(2), 106-114.

Kurmiati.,Fitriyono.,&Ayustaningwarno. (2012). Pengaruh Substitusi Tepung Terigu Dengn


Tepung Tempe dan Tepung Ubi Jalar Kuning terhadap Kadar protein, Kadar B-Karoten,
dan Mutu Orgnoleptik Roti Manis. Jurnal Of nutrition College. 1(1):334-351

Nindyarani, Ade Krisna, Sutardi, & Suparmo.2012. Karakteristik kimia, fisik dan inderawi
tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas Poiret) dan produk olahannya. Agritech, 2011,
31.4.

Nur, R. 2018. Pemanfaatan Tepung Kacang Tanah Sebagai Produk Variasi Janhagel Peanut
With Chocolate Cookies (Hagelnut Cookies). Skripsi. Yogyakarta. Program Studi Teknik
Boga. Universitas Negeri Yogyakarta

Paciulli, M.; Rinaldi, M.; Cavazza, A.; Ganino, T.; Rodolfi, M.; Chiancone, B.; Chiavaro, E.
2018. Effect of chestnut flour supplementation on physico-chemical properties and
oxidative stability of gluten-free biscuits during storage. LWT Food Sci. Technol., 98,
451–457

Purwadaria, S. 2014. 21 Resep Kue Kering Layak Jual. Jakarta: PT Media Boga Utama.

Rahman M, Mardesci H. Pengaruh perbandingan tepung beras dan tepung tapioka


terhadap penerimaan konsumen pada cendol. J Teknol Pangan. 2015;4(1):18-28.

SNI. 2011. Syarat Mutu Cookies.

Steed, L.E. dan Truong, V.D. (2008). Anthocyanin content, antioxidant activity, and selected
physical properties of fl owable PFSP purees. Journal of Food Science 73: 215-221.

Subandoro, R. H. 2013. Pemanfaatan Tepung Millet dan Tepung Ubi Jalar kuning Sebagai
Substitusi Tepung Terigu dalam Pembuatan Cookies Terhadap Karakteristik
Organoleptik dan Fisikokimia. Jurnal Tekno sains Pangan. 2 (4).
Sulistyarini, A. E., & Ekawatiningsih, P. (2021). Pengaruh Substitusi Tepung Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea Batatas Blackie) Pada Pembuatan Thumprint Cookies. Prosiding Pendidikan
Teknik Boga Busana, 16(1).

Tuhumury, H. C., Ega, L., & Keliobas, N. (2018). Pengaruh Substitusi Tepung Ubi Jalar
Ungu Terhadap Karakteristik Kue Kering. AGRITEKNO: Jurnal Teknologi
Pertanian, 7(1), 30-35.

USDA. (2013). National Nutrient Data Base for Standard. Basic Report 20649, Tapioca,
pearl, dry. The national Agriculutural Library.

Widyastuti. 2015. Pengaruh Substitusi Tepung Labu Kuning (Cucurbhita Moschata)


Terhadap Kadar β-karoten dan Daya Terima Pada Biskuit Labu Kuning. Skripsi.
Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Winarno. 2014. Aneka Cookies Paling Favorit, Populer, Istimewa. Jakarta: Dunia Kreasi.
Isnaini, T. 2018. Kadar Protein, Tekstur, dan Sifat Organoleptik Cookies yang
Disubstitusi Tepung Ganyong (Canna Edulis) dan Tepung Kacang Kedelai (Glycine
Max). Jurnal Pangan dan Gizi. 8 (6).

Wirabrata IK, Supriyanto, dan U Purwandari. 2012.Optimasi Penggunaan Tepung Garut


dalam Pembuatan Fried Batter Coating dengan Penambahan Carboxymethyl Cellulose
(CMC). Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi.

Wulandari, D. 2017. Pengaruh Tepung Ubi Ungu dan Tepung Kacang tanah Merah Pratamax
Dalam Pembuatan Food Bar Terhadap Daya Patah dan Daya Terima. Skripsi. Surakarta.
Program Studi Ilmu Gizi. Universitas Muhammadiyah Surakarta

LAMPIRAN

1. Perhitungan

 Perhitungan Kadar Air


a. Perlakuan F1
→ Sebelum di oven
Cawan kosong = 16,5176 gram
Sampel = 2,0051 gram
16,5176 + 2,0051 = 18,5227 gram
→ Setelah di oven
Cawan + sampel = 18,4810 gram
Maka, 
→ Kadar Air
K. Air = B.  Awal-B.  AkhirB.  Sampel x 100%
= 18, 5227-18,48102,0051 x 100%
= 0,04172,0051 x 100%  = 2,07 %
b. Perlakuan F2
→ Sebelum di oven
Cawan kosong = 30,2259 gram
Sampel = 2,0048 gram
30,2259 + 2,0048 = 32,2307 gram
→ Setelah di oven
Cawan + sampel = 32,1900 gram
Maka, 
→ Kadar Air
K. Air = B.  Awal-B.  AkhirB.  Sampel x 100%
 = 30,2259-32,19002,0048 x 100%
= 0,04072,0048 x 100% 
 = 2,03 %
 Perhitungan Tekstur
a. Perlakuan F1
9,88134+7,989572 = 8,935455 → 8,93546
b. Perlakuan F2
10,9383+11,79122 = 11,36475 → 11,3648

Lampiran 2. Gambar
Gambar 1. Bahan pembuatan Gambar 3. Pencetakan
cookies cookies pada loyang
Gambar 2. Alat dalam
pembuatan cookies

Gambar 4. Sampel cookies F1 Gambar 5. Sampel cookies


setelah dioven F2 setelah dioven
Gambar 6. Cookies
setelah dikemas

Gambar 7.  Gambar 8.  Gambar 9. 


Analisis kadar air Analisis warna sampel Analisis warna sampel
cookies F1 cookies F2

Anda mungkin juga menyukai