Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRATIKUM

TERPADU PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN


PENGOLAHAN COOKIES NON-GLUTEN

Cornella Ivana H/201910220311129 Devi Dwi Siskawardani, S.TP., M Sc


Rabu-Kamis, 6-7 Juli 2022 Tarisa Roikhanatul F

PENDAHULUAN
Cookies merupakan salah satu makanan ringan yang mudah dijumpai
sebagai alternatif makanan selingan yang digemari oleh masyarakat. Menurut SNI
01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan
lunak, berkadar lemak dan gula, relatif renyah, dan bila dipatahkan penampang
potongannya bertekstur kurang padat. Cookies dibuat dari adonan lunak, berkadar
lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan penampang potongannya bertekstur
kurang padat (Merkuria Karyantina, 2016). Cookies menjadi salah satu jenis kue
kering manis yang digemari semua kalangan masyarakat. Konsumsi rata-rata
cookies di Indonesia sebanyak 18,406 kg/tahun (Statistik Konsumsi Pangan,
2018).
Cookies umumnya menggunakan bahan baku tepung terigu yang memiliki
kadar protein pembentuk gluten yang rendah. Tetapi tidak semua orang dapat
mengkonsumsi dan mencerna gluten dengan baik. Individu yang memiliki alergi
terhadap gluten, penyandang celiac disease dan penyandang autism spectrum
disorder (ASD) harus menghindari gluten agar tidak timbul dampak buruk pada
tubuh (Yustisia Risti, 2013). Gluten adalah protein yang terdapat di produk
sebagian jenis serealia. Bebas Gluten merupakan bahan pangan dan produk
pangan yang mengandung bebas dari protein jenis gluten.
Bahan dasar utama yang digunakan untuk membuat cookies adalah tepung
terigu. Tepung terigu dapat diolah menjadi banyak produk antara lain kue, roti,
mie, donat dan berbagai aneka produk makanan. Hal ini menyebabkan
meningkatnya permintaan produk tepung terigu dari tahun ke tahun.
Meningkatnya impor tepung terigu di Indonesia maka akan membuat produk
olahan yang menggunakan tepung terigu akan semakin meningkat. Maka untuk
mendukung ketahanan pangan, penggunaan terigu harus dikurangi dan digantikan
dengan komoditas lain. Salah satu komoditas lokal yang bisa dimanfaatkan yaitu
ubi jalar ungu. Ubi jalar ungu memiliki pigmen khas yaitu antosianin. Sebagai
kelompok flavonoid, antosianin memberi warna merah, ungu, dan biru pada bahan
nabati. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan yang mempunyai
komposisi yang baik, memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh juga semakin
meningkat. Oleh karena itu perlunya pengembangan produk baru, untuk
meningkatkan mutu produk yang sudah ada baik dari segi kandungan gizi maupun
penampakannya (Hanifa, 2013).
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui bahan dasar tepung
non terigu beserta karakteristiknya, untuk mengetahui formulasi resep dari
cookies non gluten, untuk dapat melakukan proses baking dengan baik, untuk
dapat melakukan pengemasan, mendesain label cookies non gluten sesuai dengan
peraturan yang berlaku, serta memahami mutu cookies non gluten.

TINJAUAN PUSTAKA
Cookies
Cookies merupakan kue kering yang memiliki citarasa manis dengan
bahan yang berasal dari tepung yang tidak mengandung protein tinggi yang diolah
dan dipanggang hingga keras disertai bahan pendukung menggunakan bahan
bahan baku seperti gula, mentega, tepung terigu, dan telur, selain itu cookies atau
biskuit sangat diminati banyak kalangan terutama anak-anak karena adonan lunak
atau keras dan realtif renyah (Wiwit Wijayanti, 2015). Menurut SNI 01-2973-
1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak,
berkadar lemak dan gula, relatif renyah, dan bila dipatahkan penampang
potongannya bertekstur padat. Syarat mutu cookies di Indonesia tercantum
menurut SNI 01- 2973-1992 sebagai berikut:
Kiteria Uji Klasifikasi
Kalori (kalori/100 gram) Minimum 400

Air (%) Maksimum 5

Protein (%) Minimum 9

Lemak (%) Minimum 9,5

Karbohidrat (%) Minimum 70

Abu (%) Maksimum 1,5

Serat Kasar (%) Maksimum 1,5

Logam Berbahaya Negatif

Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal

Syarat Mutu Cookies menurut SNI 2973:2011

Pembuatan cookies menggunakan tepung terigu jenis soft wheat yang


mengandung protein sebesar 8-9 % atau tepung tanpa kandungan protein karena
pengembangan tidak diperlukan dalam pembuatan cookies (Fajiarningsih, 2013).
Umumnya, cookies dibuat dari bahan baku tepung terigu, namun tidak semua
orang dapat mengkonsumsi cookies dari tepung terigu karena adanya kandungan
gluten, contohnya seperti penderita celiac disease yang tidak toleran terhadap
adanya gluten dalam tepung terigu (Alessio Fasano, 2012). Rendahnya kandungan
protein menyebabkan adonan lebih mudah menyatu dengan bahan lainnya. Ciri
khas cookies adalah memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi serta kadar
air rendah (kurang dari 5%), sehingga bertekstur renyah apabila dikemas.
Prinsip pembuatan cookies dan pembentukkan kerangka cookies dibagi
menjadi 3 tahap yaitu pembuatan adonan, pencetakan dan pemanggangan.
Pembentukkan kerangka cookies diawali sejak pembuatan adonan. Selama
pencampuran terjadi penyerapan air oleh protein terigu sehingga terbentuk gluten
yang akan membentuk struktur cookies sampai terbentuk adonan yang homogen,
tahapan yang kedua pencetakan dan terakhir adalah pemanggangan (Pertiwi,
2006). Adonan cookies sederhana dibuat dari mentega, tepung dan gula. Bahan-
bahan baku yang digunakan untuk pembutan cookies secara garis besar bisa
digolongkan menjadi dua kategori, yang petama adalah bahan-bahan yang
berfungsi sebagai pengikat dan pembentuk struktur cookies, seperti terigu, air,
garam, susu tanpa lemak dan putih telur. Sedangkan golongan kedua adalah
bahan-bahan sebagai pelembut tekstur seperti margarine, gula (sampai batas
tertentu), bahan-bahan pengembang pati (pati jagung, gandum, tapioka dan
sebagainya) serta kuning telur.
Tepung Tapioka
Tapioka merupakan pati yang diekstrak dari singkong. Tapioka memiliki
kadar amilopektin yang tinggi, sehingga produk yang dibuat dengan tepung
tapioka cenderung memiliki tekstur yang renyah, bersifat larut dalam air biasanya
digunakan sebagai bahan pengisi dan pengikat yang menghasilkan tekstur yang
plastis, dan kompak pada industri makanan seperti pada pembuatan dodol
(Lestari, 2013). Tepung tapioka merupakan suatu jenis bahan pangan yang dibuat
dair ubi kayu. Tepung tepioka merupakan produk olahan bahan pangan yang
mengandung sumber karbohidrat dan kalori (energi) yang cukup tinggi.
Singkong mengandung energi, protein, lemak total, karbohidrat, serat
pangan, kalsium, besi, magnesium, fosfor, kalium, natrium, seng, tembaga,
mangan (Nindyarani, 2011). Menurut (Sihombin, 2014), tepung ini sering
digunakan untuk membuat makanan dan bahan perekat. Tepung tapioka memiliki
sifat-sifat yang serupa dengan tepung terigu. Tepung tapioka bisa digunakan
sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat dalam industri
makanan, seperti dalam pembautan puding, makanan bayi, es krim, pengolahan
sosis daging dan lainnya (Mustafa. 2015). Komposisi zat gizi tepung tapioka lebih
baik bila dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu.
Tepung tapioka yang digunakan berfungsi sebagai pengikat bahan-bahan lain.
Tepung tapioka dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu walaupun tidak
mengandung gluten karena dalam pembuatan cookies tidak diperlukan gluten
untuk pengembangan adonan (Widiantara, 2018).
Tepung Ubi Jalar Ungu
Tepung ubi jalar ungu dibuat secara langsung dari ubi jalar yang
dihancurkan dan kemudian dikeringkan, dan dapat pula dibuat gaplek ubi jalar
yang dihaluskan dengan tingkat kehalusan ± 80 mesh (Hanifah, 2013).
Pengolahan ubi jalar ungu menjadi tepung merupakan salah satu cara untuk
menyimpan dan mengawetkan ubi jalar ungu. Tepung ubi jalar ungu memiliki
bentuk seperti tepung biasa dan berwarna ungu keputihan namun setelah terkena
air warnanya menjadi ungu tua. Menurut (Nurdjanah, 2013) kandungan antosianin
pada tepung ubi jalar ungu varietas sebesar 63,15 mg/100 g, sedangkan menurut
(Ningsih, 2015) total antosianin tepung ubi jalar ungu sebesar 18,1-25,7 mg/100g.
Pengolahan ubi jalar menjadi tepung ubi jalar dapat mengurangi jumlah
umbi yang rusak sehingga dapat menambah persediaan pangan, khususnya
karbohidrat serta mutu gizi masyarakat. Tepung ubi jalar bersifat stabil, tahan
lama disimpan, serta praktis dalam pengangkutan dan penyimpanan (Hanifah,
2013). Terigu dapat digantikan tepung ubi jalar ungu karena memiliki kadar pati
yang tinggi sebesar 74,57% (Hidayat dkk, 2007). Pati tersusun atas perbandingan
amilosa lebih besar sehingga menghasilkan adonan yang lebih padat dan kompak
(Rauf, 2015).
Tepung ubi jalar ungu kaya pati resisten dapat dijadikan alternatif sumber
karbohidrat sebagai substitusi pada produk muffin karena kandungan antosianin
yang memiliki nilai tambah bagi kesehatan (Rijal et al., 2019). Tepung ubi jalar
memiliki potensi untuk membuat berbagai produk makanan seperti makanan yang
dipanggang (roti, kue, biskuit), donat, makanan sarapan (bubur instan, renyah,
produk jenis serpihan), produk jenis mie atau pasta, saus (kecap) (Nurdjanah,
2017).

Tepung Pati Garut


Garut (Maranta arundinacea L.) merupakan salah satu tanaman
umbiumbian sebagai sumber karbohidrat untuk mengurangi ketergantungan pada
beras dan gandum. Garut merupakan pangan lokal yang potensi untuk
dikembangkan sebagai komoditas agribisnis/agroindustri. Garut selain sebagai
sumber karbohidrat, juga sebagai tanaman biofarmaka karena kandungan indeks
glikemiknya rendah dibanding umbi-umbian lainnya, seperti gembili, kimpul,
ganyong dan ubi jalar, sehingga bermanfaat bagi penderita diabetes melitus
(Rahmat, 2000).
Pati garut adalah umbi tanaman garut yang dibuat menjadi tepung yang
mirip dengan tepung sagu atau tapioka yang bisa dibuat menjadi kue kering, kue
basah, bubur bahkan campuran untuk memasak. Pati garut mengandung amilosa
24,64% dan 73,46% amilopektin secara alami memiliki kadar pati resisten sebesar
2,12% (Faridah et al., 2014). Pati Garut menurut (Suyaningtyas, 2013), memiliki
sifat mudah larut dan mudah dicerna sehingga cocok untuk bahan makanan.
Pengembangan pangan fungsional, dan berpeluang sebagai bahan baku industri
yang memanfaatkan pati sebagai bahan dasarnya (Maulani et al., 2016) salah
satunya menjadi tepung garut. Tepung atau pati garut dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku produk pangan. Tepung garut dapat digunakan sebagai campuran
tepung terigu pada industri makanan, misalnya pada pembuatan roti tawar dengan
proporsi tepung garut 10% - 20%, pada mie sebesar 15% - 20%, bahkan pada kue
kering sampai 100% (Rahmat, 2000).
Tepung Maizena
Tepung maizena adalah tepung yang terbuat dari jagung, tepung maizena
merupakan hasil dari pati yang terkandung didalam jagung. Pat jagung berbeda
dengan tepung jagung yang kandungan bahan kimianya masih lengkap. Perbedaan
yang signifikan terutama pada kandungan protein, lemak, dan kadar abu. Pada
tepung jagung masih lengkap sedangkan pada pati jagung sudah dipisahkan serta
sebagian hilang pada proses pencucian. Tepung maizena pada umumnya
mengandung 74-76% amilopektin an 24-26% amilosa. Tepung pati jagung atau
yang lebih dikenal dengan maizena, diketahui memberikan kontribusi terhadap
karakteristik tekstur makanan. Selain itu, tepung maizena juga memberikan
manfaat untuk kesehatan, lebih mudah dicerna, dan memiliki kandungan gizi yang
tinggi. Dalam industri pangan tepung pati jagung seringkali digunakan sebagai
bahan pengental saus (slurry), substitusi tepung terigu untuk pembuatan produk
bakery dan kue, serta dapat digunakan sebagai pengental bubur dan selai (Alam,
2011).

METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini terbagi menjadi dua yaitu alat
untuk pembuatan produk dan alat untuk analisa. Alat yang digunakan untuk
pembuatan produk antara lain mixer, baskom, plastik, alas, oven, sendok, dan
timbangan. Alat untuk analisa adalah oven, texture analyser, dan color reader.
Bahan yang digunakan adalah tepung tapioka, pati garut, tepung ubi jalar
ungu, maizena, gula halus, mentega putih, rombutter, kuning telur, susu bubuk,
dan vanili.
Pembuatan Cookies Non-Gluten (Dr.Ir.Warkoyo, 2022).
Metode pembuatan cookies non-gluten diawali dengan menimbang semua
bahan yang akan digunakan sesuai dengan formulasi berikut:
Bahan F1 (gr) F2 (gr)
Tapioka 135 130
Pati Garut 25 20
Tepung Ubi Jalar Ungu 8 16
Maizena 5 5
Gula Halus 60 60
Mentega Gurih 40 40
Rombutter 10 10
Kuning Telur 3 butir 3 butir
Susu Bubuk 10 10
Vanili ssecukupnya Secukupnya
Kuning Telur,
Mentega Putih
Rombutter, Gula
Halus

Dicampur dengan mixer


dengan kecepatan rendah
hingga berwarna pucat

Tepung Tapioka,
Tepung Pati Garut,
Tepung Ubi Jalar Ungu,
Maizena, Susu Bubuk,
dan Vanili

Dicampurkan dan Disaring

Ditambahkan bahan kering yang


sudah disaring ke dalam adonan
basah yang sudah di mixer

Dimixer hingga menjadi seperti


pasta

Ditambah dengan potongan


coklat

Dicetak sesuai dengan keinginan

Dioven selama 10-15 menit dengan


suhu sekitar 150°C-180°C, suhu
atas oven 180°C dan suhu bawah
160°C

Didinginkan dan Dikemas

Cookies Non Gluten


Analisis Kadar Air (Dr.Ir.Warkoyo, 2022).
1. Siapkan cookies, kemudian dihancurkan
2. Sampel cookies non-gluten dihancurkan sampai halus
3. Cawan porselen kosong ditimbang
4. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram
5. Sampel yang sudah dimasukkan ke cawan porselen dioven selama 4 jam
6. Sampel dimasukkan desikator selama 15 menit
7. Ditimbang berat akhir setelah sampel dioven
8. Dihitung menggunakan rumus berikut:
B−C
kadar air= x 100 %
B− A
A : berat cawan kosong (gr)
B : berat cawan + sampel awal (gr)
C : berat cawan + sampel kering (gr)
Analisis Intensitas Warna (Dr.Ir.Warkoyo, 2022).
1. Sampel dimasukan kedalam plastik bening
2. Kemudian diukur menggunakan color reader
3. Hasil nilai yang muncul (L, a, dan b) dicatat.
Analisis Tekstur (Dr.Ir.Warkoyo, 2022).
1. Siapkan cookies non-gluten
2. Kemudian dilakukan uji kekerasan pada alat teksture analyser
3. Dicatat hasil yang keluar pada indikator.
Analisis Organoleptik (Dr.Ir.Warkoyo, 2022).
Metode pengujian organoleptik terhadap cookies non-gluten ini dilakukan
pengujian oleh 12 panelis yang cukup terlatih.

Skor Tektur Aroma Kenampakan Warna Rasa


1. Amat Amat Amat sangat Amat Amat
sangat sangat tidak suka sangat sangat
tidak tidak tidak cerah tidak
renyak harum manis
2. Sangat Sangat Sangat tidak Sangat Sangat
tidak tidak suka tidak cerah tidak
renyah harum manis
3. Tidak Tidak Tidak suka Tidak Tidak
renyah harum cerah manis
4. Cukup Cukup Sukup suka Cukup Cukup
renyah harum cerah manis
5. Renyah Harum Suka Cerah Manis
6. Sangat Sangat Sangat suka Sangat Sangat
renyah harum cerah manis
7. Amat Amat Amat sangat Amat Amat
sangat sangat suka sangat sangat
renyah harum cerah manis

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kadar Air

Parameter F1 F2
Berat Cawan Porselen 16,522 gr 16,704 gr
Berat Sampel 2,035 gr 2,031 gr
Berat Akhir 18,476 g 18,678 g
Kadar Air 3,98% 2,80%
Berdasarkan analisis kadar air cookies non-gluten didapatkan nilai
perlakuanF1 sebesar 3,98% dan F2 2,80 % . Menurut SNI 01-2973-2011 tentang
kadar air cookies yang tidak boleh lebih dari 5%. Semakin tinggi suhu dan lama
waktu pengeringan maka semakin besar energi panas yang dibawa udara sehingga
jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan cookies semakin banyak.
Semakin rendah kadar air maka akan memperpanjang daya simpan pada cookies.
Kadar air merupakan karakteristik kimia yang sangat berpengaruh pada bahan
pangan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan citarasa makanan.
Semakin tinggi dan lamanya pengeringan (oven) maka molekul air yang menguap
dari adonan cookies yang dikeringkan semakin banyak dan bagian air bebas yang
terdapat dipermukaan bahan dapat dengan mudah diuapkan pada proses
pengeringan sehingga kadar air yang diperoleh semakin rendah. Semakin tinggi
suhu dan lama waktu pengeringan maka semakin besar energi panas yang dibawa
udara sehingga jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan cookies
semakin banyak. Semakin rendah kadar air maka akan memperpanjang daya
simpan pada cookies (Lestari, 2018).
Intensitas Warna

Nilai F1 F2
L 66,7 60,3
a 8,7 9,8
b 17,0 12,4
Hasil analisis intensitas warna menggunakan alat yang bernama colour
reader, didapatkan hasil pengukuran warna pada sampel cookies F1 dengan L (+)
bernilai 66,7 yang berarti cookies memiliki warna yang cerah. Nilai a (+) bernilai
8,7 yang berarti tidak terlalu merah. Nilai b (+) bernilai 17,0 yang berarti memiliki
warna yang biru. Sedangkan untuk sampel cookies F2 dengan nilai L (+) bernilai
60,3 yang berarti memiliki warna cerah namun tidak secerah F1. Nilai a (+)
dengan nilai 9,8 yang berarti adanya warna merah yang lebih tinggi dibandingkan
F1, nilai b (+) bernilai 12,4 berarti memiliki warna biru lebih gelap dibandingkan
dengan F1.
Menurut (Tantan, 2018) parameter kecerahan (Lightness) antara 0-100
yaitu hitamputih. Notasi a* (positif) menyatakan warna kromatik campuran
merah-hijau dengan nilai 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai a (negatif)
dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b* (positif) menyatakan warna
kromatik campuran biru-kuning dengan nilai 0 sampai +70 untuk warna kuning
dan nilai b* (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru. Dapat dikatakan bahwa
cookies formulasi F1 memiliki warna lebih cerah dibandingkan dengan cookies
formulasi F2. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan penggunaan tepung ubi
jalar ungu, dimana cookies formulasi F2 menggunakan tepung ubi jalar ungu lebih
banyak dari formulasi F1 sehingga menyebabkan cookies F2 memiliki warna
lebih gelap. Semakin banyak ditambahkan tepung ubi jalar ungu maka warna
cookies agak gelap, hal tersebut karena tepung ubi jalar ungu memiliki kandungan
pigmen antosianin sehingga dapat meningkatkan kemerahan pada cookies. Selain
itu Warna pada cookies dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan untuk
membuat adonannya. Selain dari itu warna juga dapat disebabkan karena adanya
proses karamelisasi gula dan reaksi maillard, Kadar abu mempengaruhi warna
produk makanan, semakin tinggi kadar abunya maka semakin coklat warna
produk yang dihasilkan (Martunis, 2012).
Analisis Tekstur Cookies
Hardness Hardness Hardness Mass Disp
Force stress Stroke Force

Rata-rata 11,2936 0,00575 0,31938 1,01002

Pengujian tekstur pada cookies dilakukan dengan menggunakan texture


analyzer. Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil rata - rata hardness force
sebesar 11,29, hardness stress 0,05, hardness stroke 0,31, dan mass disp force
1,01. Pengujian tekstur ini dilakukan bertujuan untuk menguji daya patah cookies.
Menurut (Millah, 2013), kerenyahan merupakan salah satu karakteristik yang
penting pada produk makanan ringan, dimana konsumen akan menolak jika
produk makanan ringan tersebut tidak renyah. Kue kering yang baik mempunyai
tekstur halus, kering, renyah, rapuh, ringan, tidak terlalu mengembang dan
permukaannya tidak terlalu merekah (Hartati, 2013). Menurut (Subandoro, 2013),
kadar air yang tinggi membuat cookies tidak renyah dan teksturnya kurang
disukai. Sehingga kadar air juga mempengaruhi dari kerenyahan cookies. Selain
itu, kadar lemak juga mempengaruhi tekstur dari cookies. Tekstur dipengaruhi
oleh perbandingan bahan yang digunakan, cara pencampuran adonan,
pemanggangan, dan dipengaruhi oleh penggunaan gula dan telur. Pemanggangan
yang sempurna akan menghasilkan produk cookies dengan volume
pengembangan yang sempurna sehingga menyebabkan tekstur cookies menjadi
renyah.

Analisis Organoleptik
Aroma

Panelis Aroma
F1 F2
1. 4 5
2. 5 5
3. 4 5
4. 7 7
5. 4 5
6. 6 7
7. 5 4
8. 4 5
9. 5 5
10. 6 4
11. 5 6
Rata-rata 5 5,27
Aroma merupakan bau dari produk makanan. Aroma berpengaruh
terhadap penerimaan produk, dimana apabila aroma produk yang dihasilkan tidak
sedap maka produk secara otomatis akan sulit untuk diterima. Aroma dapat
meningkatkan rasa dan umumnya meningkatkan daya tarik produk makanan
tersebut (Antara, 2014). Berdasarkan tabel diatas panelis rata-rata memberikan
angka 5 untuk formulasi F1 dan 5,27 untuk formulasi F2. Dapat dikatakan bahwa
cookies dengan formulasi F1 maupun F2 sama-sama memiliki aroma yang harum.
Hal ini dikarenakan terdapat penambahan roombutter. Roombutter berfungsi
memberikan aroma yang lebih kuat. Selain penambahan roombutter penggunaan
susu dan vanili juga dapat mempengaruhi aroma pada cookies. Selain itu aroma
cookies juga dipengaruhi oleh proses pemanggangan pada cookies. Tingkat
kehilangan air pada saat pemanggangan menyebabkan terjadinya penguapan dari
dalam adonan. Setelah mencapai waktu pemanggangan suhu mencapai 110-
240℃, permukaan akan mengering dan membentuk kerak. Perubahan tersebut
disebut eating quality (Alvionita, 2017). Aroma dapat disebabkan karena adanya
proses reaksi maillard. Dimana adanya reaksi pencoklatan (maillard) selama
pemanggangan menghasilkan aroma produk yang khas dan disukai (Martunis,
2012).
Warna

Panelis Warna
F1 F2
1. 5 4
2. 6 4
3. 6 4
4. 6 3
5. 6 4
6. 5 4
7. 5 3
8. 5 3
9. 4 4
10. 6 4
11. 4 3
Rata-rata 5,27 3,63
Warna dari suatu produk berkaitan dengan penerimaan konsumen terhadap
suatu produk. Pada komoditi pangan warna mempunyai peranan yang penting
sebagai daya tarik. Warna merupakan faktor mutu yang paling menarik perhatian
konsumen, warna memberikan kesan makanan tersebut akan disukai atau tidak.
Berdasarkan tabel panelis rata-rata memberikan angka 5,27 untuk formulasi F1
dan angka 3,63 untuk formulasi F2. Hal ini berarti cookies formulasi 1 memiliki
warna yang cerah sedangkan pada formulasi 2 warnanya cukup cerah. Hal ini
dikarenakan penggunaan tepung ubi jalar ungu yang berbeda pada tiap formulasi.
Pada formulasi 1 menggunakan tepung ubi jalar ungu sebanyak 8 gr sedangkan
pada formulasi 2 menggunakan tepung ubi jalar ungu sebanyak 16 gr.
Penambahan tepung ubi jalar dapat mempengaruhi warna dari cookies yang
dihasilkan. Tepung ubi jalar ungu memiliki kandungan antosianin yang dapat
memberikan warna merah keunguan. Semakin banyak presentasi tepung ubi jalar
ungu yang digunakan untuk mensubstitusi tepung terigu, menyebabkan kue kering
semakin berwarna ungu (Anggarawati, 2019).

Kenampakan

Panelis Kenampakan
F1 F2
1. 4 4
2. 4 4
3. 4 5
4. 7 5
5. 5 4
6. 6 6
7. 3 4
8. 5 6
9. 4 4
10. 4 6
11. 4 5
Rata-rata 4,54 4,81
Penampakan produk merupakan parameter yang penting pada suatu
produk, dalam memilih sebuah produk konsumen akan mempertimbangkan
kenampakan dari produk tersebut terlebih dahulu. Hal tersebut dikarenakan
penampakan dari suatu produk yang baik cenderung akan dianggap memiliki rasa
yang enak dan memiliki kualitas yang tinggi. Berdasarkan tabel diketahui bahwa
panelis rata-rata memberikan angka 4,54 untuk formulasi F1 dan 4,81 untuk
formulasi F2. Hal ini dapat dikatakan panelis menilai kenampakan cookies F1
cukup suka sedangkan cookies F2 suka. Hal ini dikarenakan pada cookies
formulasi F1 memiliki warna yang lebih cerah. Penilaian terhadap kenampakan
cookies dengan menggunakan indera penglihat, dengan cara melihat tampilan dari
cookies dan penilaian berdasarkan ketertarikan terhadap visualisasi dari cookies.
berdasarkan hasil yang didapatkan sebagian besar para panelis menyukai tampilan
dari kedua cookies.
Rasa

Panelis Rasa
F1 F2
1. 4 4
2. 4 4
3. 4 5
4. 6 4
5. 5 5
6. 4 4
7. 5 4
8. 4 4
9. 4 4
10. 4 4
11. 5 4
Rata-rata 4,45 4,18
Salah satu faktor yang menentukan kualitas makanan adalah citarasa.
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa panelis rata-rata memberikan angka
4,45 untuk formulasi F1 dan angka 4.18 untuk formulasi F2. Hal menunjukkan
bahwa cookies formulasi F1 maupun F2 memiliki rasa yang cukup manis.
Cookies yang telah dibuat memiliki rasa yang cukup manis dikarenakan
penggunaan gula yang sedikit sehingga cookies yang telah diproduksi masih
belum memiliki rasa yang manis, tetapi itu tidak mempengaruhi secara signifikan
dikarenakan terdapat tambahan coklat dimana tambahan ini dapat membantu
meningkatkan rasa manis pada cookies.
Tekstur

Panelis Tekstur
F1 F2
1. 4 4
2. 4 4
3. 5 5
4. 4 4
5. 4 4
6. 4 5
7. 4 3
8. 4 4
9. 4 4
10. 4 4
11. 3 3
Rata-rata 4 4
Tekstur adalah sifat produk pangan yang meliputi kerenyahan, kekerasan,
dan keelastisan (Rais, 2021). Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa panelis
rata-rata memberikan angka 4 untuk cookies formula F1 dan F2. Hal ini berarti
cookies formulasi F1 dan F2 mendapatkan penilaian cukup. Hal ini dikarenakan
komposisi tepung ubi jalar ungu, tepung ubi jalar ungu membuat keterikatan antar
adonan lebih lemah dan tekstur yang dihasilkan juga lebih rapuh. Selain
komposisi tepung yang mempengaruhi tekstur dari cookies adalah Lemak. Lemak
sangat mempengaruhi pengerukan dan keempukan produk yang dipanggang,
kuning telur juga membantu pengempukan karena menyebabkan pembentukan
struktur yang kuat (Azni, 2013). Penilaian tekstur dapat berupa kekerasan,
elastisitas ataupun kerenyahan (Karim, 2013). Tekstur cookies berkaitan erat
dengan kekerasan karena cookies termasuk ke dalam bahan pangan yang memiliki
kadar air cukup rendah. Menurut penelitian nuraini (2013) menunjukan bahwa
rendahnya kadar air pada bahan makan akan membuat produk makin mudah
dipatahkan, selain itu juga kadar pati dan kadar amilosa yang rendah. Semakin
rendah kadar pati dan kadar amilosa suatu bahan maka kemampuan untuk
mengikat airnya makin rendah sehingga kadar air makin tinggi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum pengolahan cookies non-gluten terdapat dua


formulasi yang berbeda yaitu F1 dan F2 dan dapat disimpulkan bahwa pembuatan
Cookies tidak hanya berbahan baku tepung terigu saja tetapi dapat digantikan
dengan tepung-tepungan yang berasal dari komoditas tertentu dan bebas gluten
tentunya. Hasil organoleptik penilaian Cookies non-gluten cukup disukai oleh
panelis karena tidak gluten free dan produk cookies non-gluten sudah memenuhi
SNI 01-2973-2011. Pengemasan dan labeling menyesuaikan pada desain yang
sedang berkembang agar dapat mengikuti tren, sehingga dapat mengikuti mangsa
pasar.

DAFTAR PUSTAKA

Alam, Nur. Nurhaeni. (2011). Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Pati Jagung
Berbagai Varietas yang Diekstrak dengan Pelarut Natrium Bikabornat.Palu.

Alessio Fasano, M. a. (2012). Celiac Disease. The new england journal of


medicine, 1-8.

Alvionita, V., Angkasa, D., Gz, S., Gizi, M., Wijaya, H., Si, S., & Si, M. (2017).
Pembuatan Cookies Bebas Gluten Berbahan Tepung Mocaf Dan Tepung
Beras Pecah Kulit Dengan Tambahan Sari Kurma Making Free Gluten
Cookies By Using Substitutes Ingredients; Mocaf And Brown Rice Flour
With Dates Extract.Anggarawati Nka., Ekawati Iga., Dan Wiadnyani Aai.
(2019). Pengaruh Substitusi Tepung Ubi Jalar Ungu Termodifikasi
(Ipomoea Batatas Var Ayamurasaki ) Terhadap Karakteristik Waffle. Jurnal
Ilmu Dan Teknologi Pangan. Vol. 8, No. 2, 160-170,

Antara, N., & Wartini , M. (2014). Aroma and Flavor Compounds. Tropical
Plant Curriculum Project.

Azni, M., Herawati, N., & Ali, A. (2013). Evaluasi Mutu Kukis Berbahan
Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas L.), Tepung Tempe dan Tepung
Udang Rebon (Acetes erythraeus).

Balittro. (2014). Umbi Garut Sebagai Alternatif Pengganti Terigu untuk


Individual Austistik. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Industri. 20 (2) : 30-31.

Fajiarningsih, H. (2013). Pengaruh Penggunaan Komposit Tepung Kentang


(Solanum Tuberosum L) Terhadap Kualitas Cookies. Food Science and
Culinary Education Journa, 1-9.

Faridah, D. N., Fardiaz, D., Andarwulan, N., & Sunarti, T. C. (2014).


Karakteristik sifat fisikokimia pati garut (Maranta arundinaceae). Agritech,
34(1), 14-21.

Hanifa, R. ,. (2013). Kadar Protein, Kadar Kalsium, Dan Kesukaan Terhadap


Citarasachicken Nugget Hasil Substitusi Terigu Dengan Mocafdan
Penambahan Tepung Tulang Rawan. Jurnal Pangan dan Gizi Vol.04No. 08,
1-8.

Lestari, T., Nurhidajah, & Yusuf, M. (2018). Kadar Protein, Tekstur dan
Sifat Organoleptik Cookies yang Disubstitusi Tepung Ganyong (Canna
edulis) dan Tepung Kacang Kedelai (Glycine max L.). Jurnal Pangan dan
Gizi.

Maulani, R. R., Hidayat, T., Pertanian, D., Pangan, T., & Barat, P. J. (2016).
Pengembangan Pati Garut ( Maranta Arundinacea L .). 326–338.

Merkuria Karyantina, L. K. (2016). Substitusi Tepung Biji Nagka (Artocarpus


Heterophyllus) Dengan Variasi Perlakuan Pendahuluan Pada Pembuatan
Cookies. Jurnal Biomedika, Vol.9 No.2 ISSN : 2302 - 1306 , 1-7.

Mustafa, A. (2015). Analisis Proses Pembuatan Pati Ubi Kayu (Tapioka) Berbasis
Neraca Massa. AGROINTEK, 9(2), pp.118-124.
Nindyarani, A. K., Sutardi, S., & Suparmo, S. (2011). Karakteristik kimia, fisik
dan inderawi tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas Poiret) dan produk
olahannya. Agritech, 31(4).

Ni’matul Afiyah. (2011). Isolasi dan Identifikasi Kapang pada Tepung Tapioka.
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwekerto.

Rijal, M., Natsir, N. A., & Sere, I. (2019). Analisis Kandungan Zat Gizi Pada
Tepung Ubi Ungu (Ipomoea Batatas Var Ayumurasaki) Dengan
Pengeringan Sinar Matahari Dan Oven. 7(1), 48–57.

Sihombing, Mariani. (2014). Kinetika Hidrolisis Pembentukan Gula Pereduksi


Dengan Pengaruh Variasi Konsentrasi Hcl Dan Temperatur Hidrolisis.
Other thesis, Politeknik Negeri Sriwijaya.

Suryaningtyas. (2013). Pemanfaatan Pati Garut dan Tepung Waluh sebagai Bahan
Dasar Biskuit untuk Penderita Diabetes. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Suarni. (2009). Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung Untuk Kue Kering


(Cookies). Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Penelitian, 63-71.

Tantan W., Dede Z., dan Eska Y. (2018).Kajian Perbandingan Tepung Kacang
Koro Pedang (Canavalia Ensiformis) Dengan Tepung Tapioka Dan
Konsentrasi Kuning Telur Terhadap Karakteristik Cookies Koro.
Pasundan Food Technology Journal Vol 5 (2):146-152.

Wiwit Wijayanti, T. M. (2015). Acceptance Test Oatmeal Cookies Dengan


Substitusi Dedak Padi. TEKNOBUGA Volume 2 No.2, 1-9.

Yustisia Risti, A. R. (2013). Pengaruh Penambahan Telur Terhadap Kadar


Protein, Serat, Tingkat Kekenyalan Dan Penerimaan Mie Basah Bebas
Gluten Berbahan Baku Tepung Komposit. (Tepung Komposit : Tepung
Mocaf, Tapioka Dan Maizena. Journal of Nutrition College, Volume 2,
Nomor 4, 696-703.

LA MPIRAN
Lampiran 1.1 Perhitungan
Kadar Air

Parameter F1 F2
Berat Cawan Porselen 16,522 gr 16,704 gr
Berat Sampel 2,035 gr 2,031 gr
Berat Akhir 18,476 g 18,678 g
Kadar Air 3,98% 2,80%
B−C
kadar air= x 100 %
B− A

A : berat cawan kosong (gr)


B : berat cawan + sampel awal (gr)
C : berat cawan + sampel kering (gr)

 F1
18,557−18,476
¿ x 100 %
18,557−16,522
0,081
¿ x 100 %
2,035

= 3,98%

 F2
18,735−18,678
¿ x 100 %
18,735−16,704
0,057
¿ x 100 %
2,031

= 2,80%

Tabel Uji Organoleptik

Nama Aroma Warna Kenampaka Rasa Tekstur


n
F1 F2 F1 F2 F1 F2 F1 F2 F1 F2
Fila 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4
Cinta 5 5 6 4 4 4 4 4 4 4
Vinka 4 5 6 4 4 5 4 5 5 5
Bima 7 7 6 3 7 5 6 4 4 4
Fauzan 4 5 6 4 5 4 5 5 4 4
Adel 6 7 5 4 6 6 4 4 4 5
Deksa 5 4 5 3 3 4 5 4 4 3
Likha 4 5 5 3 5 6 4 4 4 4
Dira 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4
Verin 6 4 6 4 4 6 4 4 4 4
Tri 5 6 4 3 4 5 5 4 3 3
Rata- 5 5,27 5,27 3,63 4,54 4,81 4,45 4,18 4 4
rata

Lampiran 1.2 Dokumentasi

Gambar 1. Telur Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4.


Mentega Putih dan Pencampuran Tepung Tapioka,
Rombutter bahan basah Tepung Pati
Garut, Tepung
Ubi Jalar Ungu,
Maizena, Susu
Bubuk, dan
Vanili

Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7.


Gambar 8.
Pencampuran Adonan berbentuk Tambahkan coklat
Adonan F1
bahan kering pasta
dibentuk
kedalam adonan
Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Kurs Gambar 12.
Adonan F2 Cookis setelah dioven Diletakan
dibentuk dioven didesikator

Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16.


Ditimbang Kurs Ditambahkan Dioven Dimasukan
Kosong cookies 2gr kedalam desikator

Gambar 17. Gambar 18.


Berat akhir Produk cookies

Anda mungkin juga menyukai