PENDAHULUAN
Cookies merupakan salah satu makanan ringan yang mudah dijumpai
sebagai alternatif makanan selingan yang digemari oleh masyarakat. Menurut SNI
01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan
lunak, berkadar lemak dan gula, relatif renyah, dan bila dipatahkan penampang
potongannya bertekstur kurang padat. Cookies dibuat dari adonan lunak, berkadar
lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan penampang potongannya bertekstur
kurang padat (Merkuria Karyantina, 2016). Cookies menjadi salah satu jenis kue
kering manis yang digemari semua kalangan masyarakat. Konsumsi rata-rata
cookies di Indonesia sebanyak 18,406 kg/tahun (Statistik Konsumsi Pangan,
2018).
Cookies umumnya menggunakan bahan baku tepung terigu yang memiliki
kadar protein pembentuk gluten yang rendah. Tetapi tidak semua orang dapat
mengkonsumsi dan mencerna gluten dengan baik. Individu yang memiliki alergi
terhadap gluten, penyandang celiac disease dan penyandang autism spectrum
disorder (ASD) harus menghindari gluten agar tidak timbul dampak buruk pada
tubuh (Yustisia Risti, 2013). Gluten adalah protein yang terdapat di produk
sebagian jenis serealia. Bebas Gluten merupakan bahan pangan dan produk
pangan yang mengandung bebas dari protein jenis gluten.
Bahan dasar utama yang digunakan untuk membuat cookies adalah tepung
terigu. Tepung terigu dapat diolah menjadi banyak produk antara lain kue, roti,
mie, donat dan berbagai aneka produk makanan. Hal ini menyebabkan
meningkatnya permintaan produk tepung terigu dari tahun ke tahun.
Meningkatnya impor tepung terigu di Indonesia maka akan membuat produk
olahan yang menggunakan tepung terigu akan semakin meningkat. Maka untuk
mendukung ketahanan pangan, penggunaan terigu harus dikurangi dan digantikan
dengan komoditas lain. Salah satu komoditas lokal yang bisa dimanfaatkan yaitu
ubi jalar ungu. Ubi jalar ungu memiliki pigmen khas yaitu antosianin. Sebagai
kelompok flavonoid, antosianin memberi warna merah, ungu, dan biru pada bahan
nabati. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan yang mempunyai
komposisi yang baik, memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh juga semakin
meningkat. Oleh karena itu perlunya pengembangan produk baru, untuk
meningkatkan mutu produk yang sudah ada baik dari segi kandungan gizi maupun
penampakannya (Hanifa, 2013).
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui bahan dasar tepung
non terigu beserta karakteristiknya, untuk mengetahui formulasi resep dari
cookies non gluten, untuk dapat melakukan proses baking dengan baik, untuk
dapat melakukan pengemasan, mendesain label cookies non gluten sesuai dengan
peraturan yang berlaku, serta memahami mutu cookies non gluten.
TINJAUAN PUSTAKA
Cookies
Cookies merupakan kue kering yang memiliki citarasa manis dengan
bahan yang berasal dari tepung yang tidak mengandung protein tinggi yang diolah
dan dipanggang hingga keras disertai bahan pendukung menggunakan bahan
bahan baku seperti gula, mentega, tepung terigu, dan telur, selain itu cookies atau
biskuit sangat diminati banyak kalangan terutama anak-anak karena adonan lunak
atau keras dan realtif renyah (Wiwit Wijayanti, 2015). Menurut SNI 01-2973-
1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak,
berkadar lemak dan gula, relatif renyah, dan bila dipatahkan penampang
potongannya bertekstur padat. Syarat mutu cookies di Indonesia tercantum
menurut SNI 01- 2973-1992 sebagai berikut:
Kiteria Uji Klasifikasi
Kalori (kalori/100 gram) Minimum 400
Warna Normal
METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini terbagi menjadi dua yaitu alat
untuk pembuatan produk dan alat untuk analisa. Alat yang digunakan untuk
pembuatan produk antara lain mixer, baskom, plastik, alas, oven, sendok, dan
timbangan. Alat untuk analisa adalah oven, texture analyser, dan color reader.
Bahan yang digunakan adalah tepung tapioka, pati garut, tepung ubi jalar
ungu, maizena, gula halus, mentega putih, rombutter, kuning telur, susu bubuk,
dan vanili.
Pembuatan Cookies Non-Gluten (Dr.Ir.Warkoyo, 2022).
Metode pembuatan cookies non-gluten diawali dengan menimbang semua
bahan yang akan digunakan sesuai dengan formulasi berikut:
Bahan F1 (gr) F2 (gr)
Tapioka 135 130
Pati Garut 25 20
Tepung Ubi Jalar Ungu 8 16
Maizena 5 5
Gula Halus 60 60
Mentega Gurih 40 40
Rombutter 10 10
Kuning Telur 3 butir 3 butir
Susu Bubuk 10 10
Vanili ssecukupnya Secukupnya
Kuning Telur,
Mentega Putih
Rombutter, Gula
Halus
Tepung Tapioka,
Tepung Pati Garut,
Tepung Ubi Jalar Ungu,
Maizena, Susu Bubuk,
dan Vanili
Parameter F1 F2
Berat Cawan Porselen 16,522 gr 16,704 gr
Berat Sampel 2,035 gr 2,031 gr
Berat Akhir 18,476 g 18,678 g
Kadar Air 3,98% 2,80%
Berdasarkan analisis kadar air cookies non-gluten didapatkan nilai
perlakuanF1 sebesar 3,98% dan F2 2,80 % . Menurut SNI 01-2973-2011 tentang
kadar air cookies yang tidak boleh lebih dari 5%. Semakin tinggi suhu dan lama
waktu pengeringan maka semakin besar energi panas yang dibawa udara sehingga
jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan cookies semakin banyak.
Semakin rendah kadar air maka akan memperpanjang daya simpan pada cookies.
Kadar air merupakan karakteristik kimia yang sangat berpengaruh pada bahan
pangan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan citarasa makanan.
Semakin tinggi dan lamanya pengeringan (oven) maka molekul air yang menguap
dari adonan cookies yang dikeringkan semakin banyak dan bagian air bebas yang
terdapat dipermukaan bahan dapat dengan mudah diuapkan pada proses
pengeringan sehingga kadar air yang diperoleh semakin rendah. Semakin tinggi
suhu dan lama waktu pengeringan maka semakin besar energi panas yang dibawa
udara sehingga jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan cookies
semakin banyak. Semakin rendah kadar air maka akan memperpanjang daya
simpan pada cookies (Lestari, 2018).
Intensitas Warna
Nilai F1 F2
L 66,7 60,3
a 8,7 9,8
b 17,0 12,4
Hasil analisis intensitas warna menggunakan alat yang bernama colour
reader, didapatkan hasil pengukuran warna pada sampel cookies F1 dengan L (+)
bernilai 66,7 yang berarti cookies memiliki warna yang cerah. Nilai a (+) bernilai
8,7 yang berarti tidak terlalu merah. Nilai b (+) bernilai 17,0 yang berarti memiliki
warna yang biru. Sedangkan untuk sampel cookies F2 dengan nilai L (+) bernilai
60,3 yang berarti memiliki warna cerah namun tidak secerah F1. Nilai a (+)
dengan nilai 9,8 yang berarti adanya warna merah yang lebih tinggi dibandingkan
F1, nilai b (+) bernilai 12,4 berarti memiliki warna biru lebih gelap dibandingkan
dengan F1.
Menurut (Tantan, 2018) parameter kecerahan (Lightness) antara 0-100
yaitu hitamputih. Notasi a* (positif) menyatakan warna kromatik campuran
merah-hijau dengan nilai 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai a (negatif)
dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b* (positif) menyatakan warna
kromatik campuran biru-kuning dengan nilai 0 sampai +70 untuk warna kuning
dan nilai b* (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru. Dapat dikatakan bahwa
cookies formulasi F1 memiliki warna lebih cerah dibandingkan dengan cookies
formulasi F2. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan penggunaan tepung ubi
jalar ungu, dimana cookies formulasi F2 menggunakan tepung ubi jalar ungu lebih
banyak dari formulasi F1 sehingga menyebabkan cookies F2 memiliki warna
lebih gelap. Semakin banyak ditambahkan tepung ubi jalar ungu maka warna
cookies agak gelap, hal tersebut karena tepung ubi jalar ungu memiliki kandungan
pigmen antosianin sehingga dapat meningkatkan kemerahan pada cookies. Selain
itu Warna pada cookies dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan untuk
membuat adonannya. Selain dari itu warna juga dapat disebabkan karena adanya
proses karamelisasi gula dan reaksi maillard, Kadar abu mempengaruhi warna
produk makanan, semakin tinggi kadar abunya maka semakin coklat warna
produk yang dihasilkan (Martunis, 2012).
Analisis Tekstur Cookies
Hardness Hardness Hardness Mass Disp
Force stress Stroke Force
Analisis Organoleptik
Aroma
Panelis Aroma
F1 F2
1. 4 5
2. 5 5
3. 4 5
4. 7 7
5. 4 5
6. 6 7
7. 5 4
8. 4 5
9. 5 5
10. 6 4
11. 5 6
Rata-rata 5 5,27
Aroma merupakan bau dari produk makanan. Aroma berpengaruh
terhadap penerimaan produk, dimana apabila aroma produk yang dihasilkan tidak
sedap maka produk secara otomatis akan sulit untuk diterima. Aroma dapat
meningkatkan rasa dan umumnya meningkatkan daya tarik produk makanan
tersebut (Antara, 2014). Berdasarkan tabel diatas panelis rata-rata memberikan
angka 5 untuk formulasi F1 dan 5,27 untuk formulasi F2. Dapat dikatakan bahwa
cookies dengan formulasi F1 maupun F2 sama-sama memiliki aroma yang harum.
Hal ini dikarenakan terdapat penambahan roombutter. Roombutter berfungsi
memberikan aroma yang lebih kuat. Selain penambahan roombutter penggunaan
susu dan vanili juga dapat mempengaruhi aroma pada cookies. Selain itu aroma
cookies juga dipengaruhi oleh proses pemanggangan pada cookies. Tingkat
kehilangan air pada saat pemanggangan menyebabkan terjadinya penguapan dari
dalam adonan. Setelah mencapai waktu pemanggangan suhu mencapai 110-
240℃, permukaan akan mengering dan membentuk kerak. Perubahan tersebut
disebut eating quality (Alvionita, 2017). Aroma dapat disebabkan karena adanya
proses reaksi maillard. Dimana adanya reaksi pencoklatan (maillard) selama
pemanggangan menghasilkan aroma produk yang khas dan disukai (Martunis,
2012).
Warna
Panelis Warna
F1 F2
1. 5 4
2. 6 4
3. 6 4
4. 6 3
5. 6 4
6. 5 4
7. 5 3
8. 5 3
9. 4 4
10. 6 4
11. 4 3
Rata-rata 5,27 3,63
Warna dari suatu produk berkaitan dengan penerimaan konsumen terhadap
suatu produk. Pada komoditi pangan warna mempunyai peranan yang penting
sebagai daya tarik. Warna merupakan faktor mutu yang paling menarik perhatian
konsumen, warna memberikan kesan makanan tersebut akan disukai atau tidak.
Berdasarkan tabel panelis rata-rata memberikan angka 5,27 untuk formulasi F1
dan angka 3,63 untuk formulasi F2. Hal ini berarti cookies formulasi 1 memiliki
warna yang cerah sedangkan pada formulasi 2 warnanya cukup cerah. Hal ini
dikarenakan penggunaan tepung ubi jalar ungu yang berbeda pada tiap formulasi.
Pada formulasi 1 menggunakan tepung ubi jalar ungu sebanyak 8 gr sedangkan
pada formulasi 2 menggunakan tepung ubi jalar ungu sebanyak 16 gr.
Penambahan tepung ubi jalar dapat mempengaruhi warna dari cookies yang
dihasilkan. Tepung ubi jalar ungu memiliki kandungan antosianin yang dapat
memberikan warna merah keunguan. Semakin banyak presentasi tepung ubi jalar
ungu yang digunakan untuk mensubstitusi tepung terigu, menyebabkan kue kering
semakin berwarna ungu (Anggarawati, 2019).
Kenampakan
Panelis Kenampakan
F1 F2
1. 4 4
2. 4 4
3. 4 5
4. 7 5
5. 5 4
6. 6 6
7. 3 4
8. 5 6
9. 4 4
10. 4 6
11. 4 5
Rata-rata 4,54 4,81
Penampakan produk merupakan parameter yang penting pada suatu
produk, dalam memilih sebuah produk konsumen akan mempertimbangkan
kenampakan dari produk tersebut terlebih dahulu. Hal tersebut dikarenakan
penampakan dari suatu produk yang baik cenderung akan dianggap memiliki rasa
yang enak dan memiliki kualitas yang tinggi. Berdasarkan tabel diketahui bahwa
panelis rata-rata memberikan angka 4,54 untuk formulasi F1 dan 4,81 untuk
formulasi F2. Hal ini dapat dikatakan panelis menilai kenampakan cookies F1
cukup suka sedangkan cookies F2 suka. Hal ini dikarenakan pada cookies
formulasi F1 memiliki warna yang lebih cerah. Penilaian terhadap kenampakan
cookies dengan menggunakan indera penglihat, dengan cara melihat tampilan dari
cookies dan penilaian berdasarkan ketertarikan terhadap visualisasi dari cookies.
berdasarkan hasil yang didapatkan sebagian besar para panelis menyukai tampilan
dari kedua cookies.
Rasa
Panelis Rasa
F1 F2
1. 4 4
2. 4 4
3. 4 5
4. 6 4
5. 5 5
6. 4 4
7. 5 4
8. 4 4
9. 4 4
10. 4 4
11. 5 4
Rata-rata 4,45 4,18
Salah satu faktor yang menentukan kualitas makanan adalah citarasa.
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa panelis rata-rata memberikan angka
4,45 untuk formulasi F1 dan angka 4.18 untuk formulasi F2. Hal menunjukkan
bahwa cookies formulasi F1 maupun F2 memiliki rasa yang cukup manis.
Cookies yang telah dibuat memiliki rasa yang cukup manis dikarenakan
penggunaan gula yang sedikit sehingga cookies yang telah diproduksi masih
belum memiliki rasa yang manis, tetapi itu tidak mempengaruhi secara signifikan
dikarenakan terdapat tambahan coklat dimana tambahan ini dapat membantu
meningkatkan rasa manis pada cookies.
Tekstur
Panelis Tekstur
F1 F2
1. 4 4
2. 4 4
3. 5 5
4. 4 4
5. 4 4
6. 4 5
7. 4 3
8. 4 4
9. 4 4
10. 4 4
11. 3 3
Rata-rata 4 4
Tekstur adalah sifat produk pangan yang meliputi kerenyahan, kekerasan,
dan keelastisan (Rais, 2021). Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa panelis
rata-rata memberikan angka 4 untuk cookies formula F1 dan F2. Hal ini berarti
cookies formulasi F1 dan F2 mendapatkan penilaian cukup. Hal ini dikarenakan
komposisi tepung ubi jalar ungu, tepung ubi jalar ungu membuat keterikatan antar
adonan lebih lemah dan tekstur yang dihasilkan juga lebih rapuh. Selain
komposisi tepung yang mempengaruhi tekstur dari cookies adalah Lemak. Lemak
sangat mempengaruhi pengerukan dan keempukan produk yang dipanggang,
kuning telur juga membantu pengempukan karena menyebabkan pembentukan
struktur yang kuat (Azni, 2013). Penilaian tekstur dapat berupa kekerasan,
elastisitas ataupun kerenyahan (Karim, 2013). Tekstur cookies berkaitan erat
dengan kekerasan karena cookies termasuk ke dalam bahan pangan yang memiliki
kadar air cukup rendah. Menurut penelitian nuraini (2013) menunjukan bahwa
rendahnya kadar air pada bahan makan akan membuat produk makin mudah
dipatahkan, selain itu juga kadar pati dan kadar amilosa yang rendah. Semakin
rendah kadar pati dan kadar amilosa suatu bahan maka kemampuan untuk
mengikat airnya makin rendah sehingga kadar air makin tinggi.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Nur. Nurhaeni. (2011). Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Pati Jagung
Berbagai Varietas yang Diekstrak dengan Pelarut Natrium Bikabornat.Palu.
Alvionita, V., Angkasa, D., Gz, S., Gizi, M., Wijaya, H., Si, S., & Si, M. (2017).
Pembuatan Cookies Bebas Gluten Berbahan Tepung Mocaf Dan Tepung
Beras Pecah Kulit Dengan Tambahan Sari Kurma Making Free Gluten
Cookies By Using Substitutes Ingredients; Mocaf And Brown Rice Flour
With Dates Extract.Anggarawati Nka., Ekawati Iga., Dan Wiadnyani Aai.
(2019). Pengaruh Substitusi Tepung Ubi Jalar Ungu Termodifikasi
(Ipomoea Batatas Var Ayamurasaki ) Terhadap Karakteristik Waffle. Jurnal
Ilmu Dan Teknologi Pangan. Vol. 8, No. 2, 160-170,
Antara, N., & Wartini , M. (2014). Aroma and Flavor Compounds. Tropical
Plant Curriculum Project.
Azni, M., Herawati, N., & Ali, A. (2013). Evaluasi Mutu Kukis Berbahan
Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas L.), Tepung Tempe dan Tepung
Udang Rebon (Acetes erythraeus).
Lestari, T., Nurhidajah, & Yusuf, M. (2018). Kadar Protein, Tekstur dan
Sifat Organoleptik Cookies yang Disubstitusi Tepung Ganyong (Canna
edulis) dan Tepung Kacang Kedelai (Glycine max L.). Jurnal Pangan dan
Gizi.
Maulani, R. R., Hidayat, T., Pertanian, D., Pangan, T., & Barat, P. J. (2016).
Pengembangan Pati Garut ( Maranta Arundinacea L .). 326–338.
Mustafa, A. (2015). Analisis Proses Pembuatan Pati Ubi Kayu (Tapioka) Berbasis
Neraca Massa. AGROINTEK, 9(2), pp.118-124.
Nindyarani, A. K., Sutardi, S., & Suparmo, S. (2011). Karakteristik kimia, fisik
dan inderawi tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas Poiret) dan produk
olahannya. Agritech, 31(4).
Ni’matul Afiyah. (2011). Isolasi dan Identifikasi Kapang pada Tepung Tapioka.
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwekerto.
Rijal, M., Natsir, N. A., & Sere, I. (2019). Analisis Kandungan Zat Gizi Pada
Tepung Ubi Ungu (Ipomoea Batatas Var Ayumurasaki) Dengan
Pengeringan Sinar Matahari Dan Oven. 7(1), 48–57.
Suryaningtyas. (2013). Pemanfaatan Pati Garut dan Tepung Waluh sebagai Bahan
Dasar Biskuit untuk Penderita Diabetes. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Tantan W., Dede Z., dan Eska Y. (2018).Kajian Perbandingan Tepung Kacang
Koro Pedang (Canavalia Ensiformis) Dengan Tepung Tapioka Dan
Konsentrasi Kuning Telur Terhadap Karakteristik Cookies Koro.
Pasundan Food Technology Journal Vol 5 (2):146-152.
LA MPIRAN
Lampiran 1.1 Perhitungan
Kadar Air
Parameter F1 F2
Berat Cawan Porselen 16,522 gr 16,704 gr
Berat Sampel 2,035 gr 2,031 gr
Berat Akhir 18,476 g 18,678 g
Kadar Air 3,98% 2,80%
B−C
kadar air= x 100 %
B− A
F1
18,557−18,476
¿ x 100 %
18,557−16,522
0,081
¿ x 100 %
2,035
= 3,98%
F2
18,735−18,678
¿ x 100 %
18,735−16,704
0,057
¿ x 100 %
2,031
= 2,80%