Oleh
Kelompok 2
M. Zaenal 1414051058
Nuria Annisa 1414051075
Ria Apriani 1414051080
Ruri Mayang 1414051083
Shinta Tri A 1414051090
Kerupuk adalah makanan pendamping lauk pauk atau makanan kecil yang
teksturnya renyah dan rasanya gurih. Kerupuk merupakan produk pangan
yang bersifat kering, ringan, dan porous. Menurut Wahyuni (2008), kerupuk
terbuat dari tepung pati dengan penambahan bahan-bahan lainnya dan bahan
tambahan makanan yang diizinkan. Berbagai bahan berpati yang dapat diolah
menjadi kerupuk, diantaranya adalah ubi kayu, ubi jalar, beras, sagu, terigu,
tapioka dan talas. Dari beragam jenis bahan berpati tersebut, tapioka
merupakan yang paling sering digunakan. Tapioka berperan dalam proses
gelatinisasi pati yang akan mengakibatkan pengembangan kerupuk saat
digoreng, dan juga berfungsi untuk memperbaiki tekstur, sebagai pengikat,
dan pengental (Hui, 1992).
Saat ini di pasaran banyak dijumpai kerupuk berbahan dasar tapioka yang
salah satunya adalah kerupuk rambak tapioka. Kerupuk rambak ini
merupakan jenis makanan yang dihasilkan oleh industri kecil yang sering
dikonsumsi oleh masyarakat dan biasanya dijual dalam bentuk kemasan
plastik baik mentah ataupun matang. Industri kecil milik bu Rubiyani
merupakan salah satu industri yang memproduksi kerupuk. Berdasarkan hasil
kunjungan, diketahui bahwa perkembangan industri kerupuk dari tahun ke
tahun semakin pesat. Hal itu dikarenakan beberapa pendukung, antara lain
kualitas produk, distribusi, manajerial, dan sebagainya.
2.1. Kerupuk
Kerupuk pada dasarnya dibagi menjadi dua jenis yaitu kerupuk halus dan
kerupuk kasar. Kerupuk kasar dibuat hanya dari bahan pati yang ditambahkan
bumbu, sedangkan kerupuk halus ditambah lagi dengan bahan berprotein
seperti ikan sebagai bahan tambahan. Kerupuk tapioka mempunyai kandungan
protein yang rendah. Hal ini dikarenakan kadar protein bahan baku yang
digunakan (tepung tapioka) rendah Penambahan ikan, tepung udang dan
sumber protein lainnya pada adonan kerupuk diharapkan akan meningkatkan
kandungan protein kerupuk yang dihasilkan (Wijandi, 1975). Pembuatan
adonan merupakan tahap yang penting dalam pembuatan kerupuk mentah.
Adonan dibuat dengan mencampurkan bahanbahan utama dan bahan-bahan
tambahan yang diaduk hingga diperoleh adonan yang liat dan homogen
(Wijandi, 1975).
Kerupuk dengan campuran tepung tapioka mempunyai mutu yang lebih baik
daripada tanpa campuran dilihat dari warna, aroma, tekstur dan rasa (Suhardi,
2006). Kerupuk memiliki tekstur berongga dan renyah, hal ini merupakan
salah satu mutu dari kerupuk. Sifat renyah pada produk kerupuk dan crackers
berpengaruh terhadap kualitas produk pangan dan berperan dalam metode
penyimpanan suatu produk pangan (Wiratakusumah et al., 1989). Sifat
kerupuk mudah melempem, hal ini berkaitan dengan kelembaban udara
lingkungan dan tingkat penyerapan air pada produk kerupuk. Kelembaban
udara di Indonesia yang relatif tinggi (80%-90%) memacu teknologi
pembentukan bahan pengemas yang tahan terhadap kondisi lingkungan dan
sesuai dengan produk bahan yang dikemas (Setyawan, 1999).
Bahan pengemas tahan uap air dan udara yang sering digunakan untuk produk
kerupuk adalah plastik, kaleng, dan gelas (Syarief, 1993). Bahan pembuat
kerupuk dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bahan baku dan bahan
tambahan. Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam jumlah besar dan
fungsinya tidak dapat digantikan oleh bahan lain. Bahan tambahan adalah
bahan yang diperlukan untuk melengkapi bahan baku dalam proses pembuatan
kerupuk. Bahan tambahan dari kerupuk adalah garam, bumbu, bahan
pengembang dan air. Bumbu yang digunakan dalam pembuatan kerupuk
berfungsi untuk memperbaiki dan menambah cita rasa kerupuk (Djumali,
1982).
1.1.Tepung Terigu
Tepung Terigu diperoleh dari pengolahan biji gandum yang sehat dan telah
dibersihkan. Tepung terigu hasil penggilingan harus bersifat mudah tercurah,
kering, tidak mudah menggumpal jika ditekan, berwarna putih, bebas dari
kulit, tidak berbau asing seperti busuk, tidak berjamur atau tengik, juga bebas
dari serangga, tikus, kotoran, dan kontaminasi benda-benda asing lainnya.
Yang harus dipertimbangkan adalah terutama kadar protein tepung terigu dan
kadar abunya. Kadar protein mempunyai korelasi yang erat dengan kadar
glutein, sedangkan kadar abu erat hubungannya dengan tingkat dan kualitas
adonan (Sunaryo, 1985).
Tepung merupakan bahan baku utama roti. Tepung yang biasa digunakan
untuk roti adalah tepung gandum, jagung, havermouth, dan lain-lain. Untuk
roti yang memerlukan pemuaian, lebih baik digunakan tepung gandum,
karena beberapa jenis protein yang terdapat pada gandum jika dicampur
dengan air akan menghasilkan glutein. Glutein inilah yang dapat membuat
roti mengembang selama proses pembuatan. Jaringan sel-sel ini juga cukup
kuat untuk menahan gas yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak
mengempis kembali (Sufi, 1999). Tepung terigu yang digunakan sebaiknya
yang mengandung glutein 8 12%. Terigu ini tergolong medium hard flour
di pasaran dikenal dengan merek Segitiga Biru atau Gunung Bromo. Glutein
adalah protein yang terdapat pada terigu. Glutein bersifat elastis sehingga
akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur roti yang dihasilkan
(Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Protein tepung gandum adalah unik, bila tepung gandum dicampur dengan air
di dalam perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa
atau adonan koloidal yang plastis yang dapat menahan gas dan akan
membentuk suatu struktur spon bila dipanggang untuk mencapai suatu
kehalusan yang memuaskan. Jenis tepung gandum yang berbeda memerlukan
jumlah pencampuran (air) yang berbeda (Desrosier, 1988). Mutu tepung
terigu ditentukan diantaranya oleh kandungan gluteinnya. Bila dicampur
dengan air, partikel-partikel glutein terhidrasi dan bila dikocok atau diaduk
terjadi kecenderungan memanjang atau membentuk serabut-serabut
(Winarno, 1983).
Pada biji gandum terdapat suatu jenis protein yang disebut glutein (85% dari
total protein). Glutein ini tersusun atas gliadin (BM kecil) dan glutein (BM
besar). Keduanya berperan didalam pembentukan adonan roti, karena
sifatnya yang plastis dan elastis (Syarief dan Irawati, 1988). Tepung terigu
diperoleh dari hasil penggilingan gandum dan banyak digunakan dalam
industri pangan. Komponen terbanyak dalam tepung gandum adalah pati
dengan kandungan amilosa 20 26% dan amilopektin 70 - 75%. Sedangakan
suhu gelatinisasinya sekitar 56 62oC (Belitz dan Grosch, 1987).
1.2.Tepung Tapioka
3.2.2.2. Terasi
Terasi yang digunakan pada home industri ini adalah terasi abc. Terasi ini
berfungsi sebagai penyedap rasa sekaligus menambah kelezatan pada
kerupuk yang dihasilkan. Ibu Rubiani menggunakan terasi sebagai salah
satu bahan dalam pembuatan kerupuk krambaknya karena terasi ini
dipercaya mampu memberikan rasa gurih pada kerupuk.
3.2.2.3. Garam
Pada home industri kerupuk rambak milik Ibu Rubiani ini menggunakan
garam kasar. Garam yang digunakan bertujuan untuk memberikan rasa
gurih pada kerupuk.
Tapioka
Bumbu (Garam
Tepung Terigu Pengadonan dan Bawang putih)
Air
Pengukusan 30 menit
Pemotongan tipis-tipis
Penjemuran 4 hari
Kerupuk Krambak
Mentah
Penggorengan
Kerupuk Krambak
Matang
4. Pengeringan
Kerupuk yang sudah dipotong-potong diletakkan di atas papan penjemuran
yang terbuat dari bambu dan selanjutnya diakukan proses pengeringan.
Kerupuk dijemur selama kurang lebih 4 hari dengan pemanasan alami yaitu
sinar matahari. Kerupuk krambak dinyatakan kering jika pengeringan
dilakukan selama 3-4 hari dalam kondisi panas (tidak hujan) selama masa
penjemuran tersebut. Apabila turun hujan maka pengeringan dapat berlangsung
lebih dari 4 hari. kendala dalam usaha pembuatan kerupuk ini adalah pada saat
proses pemanasan ini. Apabila cuaca hujan, maka akan menghambat proses
penjemuran. Akibatnya kerupuk tidak kering dan akan mudah ditumbuhi
mikroorganisme sehingga kerupuk krambak yang dhasilkan menjamur. Untuk
mengatasi hal tersebut, pemilik usaha ini mencoba membuat oven pengering
untuk mengantisipasi jika tidak ada panas sekali. Meskipun demikian, kerupuk
yang dihasilkan tidak begitu bagus atau kualitas kerupuknya lebih rendah
dibanding dengan penyinaran matahari langsung. Oleh karenanya untuk
mengatasi masalah ini, Ibu Rubiani lebih memilih untuk mengurangi jumlah
produksi selama musim hujan. Biasanya bahan baku yang digunakan mencapai
15 Kg/hari, namun jika musim hujan tiba, bahan baku yang digunakan hanya
mencapai 10 Kg/hari atau bahkan hanya mencapai setengah dari produksi
biasanya.
5. Penggorengan
Setelah kerupuk krambak mentah jadi, proses selanjutnya yang dilakukan
adalah penggorengan. Penggorengan dilakukan dengan menggunakan minyak
kemasan. Proses penggorengan ini berlangsung 2 kali, pertama kerupuk
dicelupkan ke dalam minyak setengah panas (tidak terlalu panas) dengan
tujuan untuk mengembangkan kerupuk. Kedua, dilakukan penggorengan
dengan minyak panas. Pada proses kedua ini kerupuk yang digoreng langsung
berubah bentuk menjadi lebih mengembang. Pengembangan kerupuk ini terjadi
selain karena adanya sifat fisiko pati yang mudah membengkak/mengembang,
adanya penambahan soda kue juga merupakan salah satu penyebab kerupuk
yang dihasilkan menjadi mengembang. Soda kue adalah salah satu bahan
pengembang yang basanya digunakan dalam membuat kue, roti, atau makan
yang digoreng seperti kentucky. Kerupuk menjadi sangat renyah dan siap
untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu pengemasan.
6. Pengemasan
Tahap terakhir dari proses produksi kerupuk krambak adalah pengemasan.
Pengemasan dilakukan dengan menggunakan kemasan plastik PP dengan
ukurang yang berbeda (kecil, sedang, dan besar). Kerupuk krambak yang
dibungkus dengan plastik berukuran kecil berisi 4-5 buah kerupuk. Sedangkan
yang ukuran sedang berisi 8-10 buah kerupuk.
Masa simpan produk kerupuk krambak ibu Rubiani mencapai kurang lebih
15 hari. Pada home industri ini, tidak digunakan pengawet dalam campuran
bahan. Sehingga kerupuk yang dihasilkan memiiki masa simpan yang relatif
singkat. Proses pengawetan terjadi secara alami, yaitu pada saat pengeringan.
Selain itu penamabahan bumbu berupa garam juga dapat mengawetkan bahan
pangan. Kemasan yang digunakan untuk membungkus kerupuk krambak ini
adalah plastik PP dengan ukuran kecil, sedang, dan besar.
Sistem pemasaran yang dilakukan pada usaha kerupuk krambak ini adalah
pelanggan datang sendiri kerumah dan mengambil produk kerupuk tersebut.
Peanggan biasanya adalah pemilik warung-warung yang berada di sekitar
Kecamatan Gedong tataan. Pelanggan kerupuk krambak ini juga
merupakan tukang bakso atau mie ayam yang berada di sekitar desa wiyono.
Kerupuk krambak ini tidak diantar ke masing-masing warung oleh
produsen, melainkan konsumen sendiri yang mendatangi tempat produksi.
Jangkauan pemasaran kerupuk krambak ini hanya mencapai lingkup
kecamatan saja, namun terkadang ada bebrapa konsumen yang berasal dari
luar lampung memesan kerupuk krambak ini untuk dijadikan sebagai oleh-
oleh.
3.5. Harga
Harga produk kerupuk krambak terdiri dari 3 macam harga yaitu satu pak
kerupuk dengan harga Rp.10.000,- dengan isi 25 bungkus kerupuk dengan
ukuran kecil, satu pak kerupuk dengan harga Rp. 12.500,- dengan isi 15
bungkus kerupuk dengan ukuran sedang, dan kerupuk krambak dengan harga
Rp. 5000/bungkus dengan ukuran besar. Kerupuk krambak dengan ukuran
kecil biasanya adalah pesanan warung-warung/toko, sedangkan kerupuk
krambak ukuran sedang biasanya adalah pesanan oleh tukang bakso dan mie
ayam. Sementara untuk kerupuk dengan ukuran besar, biasanya adalah
pesanan dari orang-orang tertentu yang memesan kerupuk tersebut misalnya
untuk dijadikan sebagai oleh-oleh.
Diketahui :
Jumlah bahan yang masuk (Feed/F)
Tapioka : 15 Kg
Tepung Terigu : 4 Kg
Terasi : 1,5 Kg
Bawang Putih : 3 Kg
Garam : secukupnya ( 100 gram)
Soda kue : 15 sdt
Widyaningsih, T.W, dan E.S. Murti. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada
Produk Pangan. Trubus Agirasana, Surabaya.