PENDAHULUAN
1
BAB II
PUSTAKA ACUAN
2
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
garam secukupnya
garam secukupnya
larutan sagu
daun pandan
3. Kulit ubi yang telah matang dikupas dan kemudian dilumatkan sampai
halus
4. Ditambahkan gula kastor, susu kental manis, garam serta tepung sagu
yang telah diayak kemudian diuleni sampai semua tercampur rata
3
5. Air didihkan dengan tambahan pandan dan adonan dibuat berbentuk
memipih serta ada lekukan di bagian tengahnya menyerupai peluru dan
kemudian adonan yang telah siap dimasukkan ke dalam air yang
mendidih. Batun bedil yang telah matang adalah batun bedil yang telah
mengapung di permukaan air
6. Untuk kuahnya dibuat dari santan segar dengan cara membuat santan dari
kelapa yang telah diparut. Kemudian santan ditambahkan gula, garam
serta pandan yang kemudian dimasak sampai mendidih sambil terus
diaduk . Setelah mendidih masukkan larutan sagu perlahan lahan dan terus
diaduk agar santan tidak pecah. Kemudian matikan kompor setelah santan
menjadi lebih mengental
Setelah batun bedil dan kuahnya matang kemudia kami dinginkan dan kami
kemas di dalam mangkok plastik berukuran kecil namun santan kentalnya kami
bungkus di dalam plastik. Batun bedil dan santan sengaja tidak kami campurkan
karena berdasarkan sifat santan yang lebih cepat mengalami perubahan citarasa
serta mempermudah dari segi penjualan karena bila dicampurkan langsung akan
mempersulit packing batun bedilnya. Batun bedil ini memiliki tekstur yang kenyal
dengan rasa manis dari batun bedilnya dan rasa gurih dari santannya. Beberapa
kesulitan yang kami dapatkan yakni tekstur batun bedil yang akan mengeras bila
disimpan pada suhu dingin sehingga batun bedil ini kurang cocok bila disimpan
pada kondisi pendinginan. Kemudian dengan sifat santan yang mudah mengalami
penurunan citarasa sehingga kami sebagai produsen harus memastikan
kematangan yang tepat pada santan sehingga tidak menyebabkan santan mudah
basi dan memnerikan dampak negatif kepada batun bedil. Kesulitan yang kami
dapatkan telah dapat kami tanggulangi sesuai standar masing- masing dengan
melihat batas kritis dari produk kami. Variasi batun bedil dapat berupa warna
ungu (ubi ungu), kuning (ubi kuning) dan hijau (daun suji). Pewarnaan hijau pada
batun bedil memiliki formula yang berbeda pada pembuatannya.
4
3.2 Sasaran/Pemasaran
Selama ini ubi ungu belum banyak digunakan oleh masyarakat sebagai
panganan atau jajanan tradisional, biasanya ubi ungu hanya dikonsumsi setelah
direbus atau dibakar tanpa variasi pengolahan lebih lanjut. Secara tradisional ubi
ungu dimanfaatkan untuk makanan sampingan ataupu teman minum kopi di pagi
hari. Batun bedil dengan variasi penambahan ubi ungu ini merupakan produk
inovasi terbaru dibidang makanan tradisional yang menjanjikan. Dengan
kandungan antosianin dari ubi ungu yang berfungsi sebagai antioksidan sehingga
baik untuk kesehatan konsumen yang mengkonsumsi makanan tradisonal ini.
Selaim itu, mengingat Bali merupakan daerah pariwisata dengan perkembangan
usaha di bidang makanan yang cukup tinggi menjadikan peluang produk batun
bedil ubi ungu ini mudah untuk dipasarkan selain untuk kalangan masyarakat
lokal.
Produk batun bedil ini dihargai sebesar Rp 5.000,00 per porsinya. Produk
ini nantinya akan dipasarkan ke restoran-resoran ataupun penjualan dengan sistem
pre order atau pemesanan terlebih dahulu kemudian diantarkan sampai ke
konsumen. Promosi untuk produk ini dilakukan dengan cara menawarkan
langsung ke konsumn, restoran, hotel, di areal kampus serta melalui media
jejaring sosial seperti facebook, twitter, instagram , line , website, BBM dan lain
sebagainya.
Target pasar dari produk batun bedil sendiri adalah masyarakat dari
berbagai kalangan usia mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, selain itu rasa
dari batun bedil sendiri dibuat tidak terlalu tajam untuk menyesuaikan dengan
konsumen mancanegara yang mungkin membeli produk ini di restoran-restoran
maupun hotel disekitaran tempat wisata.
3.3 Keunggulan
Bahan baku utama dari batun bedil ini adalah ubi ungu (Ipomoea batatas),
labu kuning (Cucurbita moschata Durch), dan daun suji (Pleomele angustifolia)
yang memiliki banyak senyawa aktif dan memiliki peran tertentu dari segi
kesehatan. Untuk yang pertama adalah ubi ungu (Ipomoea batatas) warna ungu
pada ubi jalar disebabkan oleh adanya zat warna alami yang disebut antosianin.
5
Antosianin adalah kelompok pigmen yang menyebabkan warna kemerahmerahan,
letaknya di dalam cairan sel yang bersifat larut dalam air (Nollet, 1996).
Komponen antosianin ubi jalar ungu adalah turunan mono atau diasetil 3-(2-
glukosil)glukosil-5-glukosil peonidin dan sianidin (Suda dkk., 2003). Senyawa
antosianin berfungsi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas, sehingga
berperan untuk mencegah terjadi penuaan, kanker, dan penyakit degeneratif.
Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan
antikarsinogenik, mencegah gangguan fungsi hati, antihipertensi, dan menurunkan
kadar gula darah (Jusuf dkk., 2008). Antosianin adalah bagian senyawa fenol yang
tergolong flavonoid. Menurut Durst dan Wrolstad (2005) bahwa antosianin
jumlahnya sekitar 90 – 96 % dari total senyawa fenol. Pigmen ini berperan
terhadap timbulnya warna merah hingga biru pada beberapa bunga, buah, dan
daun. Antosianin bersifat polar sehingga dapat dilarutkan pada pelarut polar
seperti etanol, aceton, dan air. Dalam penelitian ini untuk ekstraksi digunakan
pelarut air karena lebih aman, murah, dan ketersediaanya melimpah.
Berdasarkan survey dengan subjek orang-orang Italia, didapatkan
anthocyanins daily intake berada pada kisaran 25 sampai 215 mg/orang,
tergantung pada umur dan jenis kelamin, dan konsumsi di atas batas ini cukup
mempengaruhi efek farmakologi (Vargas dkk., 2000). Antosiaonin merupakan
salah satu antioksidan yang memiliki banyak keuntungan, diantaranya
memperkuat otot selain untuk mencegah kanker atau menjaga kesehatan kulit
antioksidan yang terdapat dalam vitamin C dan E juga dapat membantu menjaga
kekuatan otot. Sebuah penelitian pada orang dewasa membuktikan bahwa asupan
vitamin C dan E yang cukup dapat meningkatkan kekuatan otot. Asupan makanan
yang tinggi antioksidan mempunyai peranan penting dalam menjaga fungsi otot
pada orang dewasa. Resiko utama yang terjadi apabila kekuatan otot menurun
adalah dapat mengakibatkan cacat atau kerapuhan. Konsumsi vitamin C yang baik
adalah sebesar 144 miligram dan vitamin E sebesar 11 miligram per hari.
Antioksidan Untuk Menghambat Penuaan (Anti Aging). Stress selain
menyebabkan penuaan dini (aging) juga meningkatkan risiko berbagai penyakit
degeneratif yang mengancam seperti diabetes, jantung, stroke, gagal ginjal dsb.
Hal tersebut dipicu oleh pola makan yang salah, gaya hidup yang salah, serta stres
6
yang berkepanjangan baik akibat pekerjaan, rumah tangga, maupun lingkungan
sosial. Struktur sel yang berubah turut mengubah fungsinya, yang akan mengarah
pada proses munculnya penyakit, hal tersebut dapat terjadi pada kulit maupun
organ yang lain. Dengan demikian pada individu yang hidup dengan stres tinggi,
pekerjaan yang melelahkan, bekerja di bawah paparan sinar matahari dan polusi
udara memerlukan antioksidan eksogen agar radikal bebas yang berlebihan dapat
diperangkap oleh antioksidan tersebut. Antioksidan tersebut diperoleh dari bahan
makanan yang mengandung vitamin C,E, dan betacaroten, serta senyawa
flavonoid. Pencegahan penyakit seperti kanker hati oleh aflatoksin b1 (afb1)
aflatoksin b1 diproduksi oleh kapang Aspergillus flavus yang tumbuh pada bahan
pangan seperti jagung, kacang tanah dapat menyebabkan terjadinya kanker hati.
Fasilitas gudang tempat penyimpanan hasil pertanian yang kurang memadai
seperti yang terdapat didaerah yang panas dan lembab seperti yang terdapat di
negara-negara Asia dan Afrika, hal ini mengakiatkan berkembangnya kapang
tersebut yang pada akhirnya meningkatnya resiko timbulnya penyakit kanker hati
(hepatocelluler carcinoma). Anti Kanker dan Mengatasi Diabetes Likopen
merupakan salah satu antioksidan, karena kemampuan likopen untuk melawan
radikal bebas. Likopen mempunyai aktivitas antioksidan dua kali lebih kuat
dibandingkan dengan beta karoten. Likopen dapat mencegah terjadinya oksidasi
LDL (low density protein).
Variasi ketiga yakni dengan penambahan daun suji (Pleomele angustifolia)
pada batun bedil. Daun tumbuhan mengandung berbagai zat gizi maupun non-gizi
(metabolit sekunder), seperti vitamin, mineral, serat pangan, betakaroten, dan
klorofil. Konsumsi bahan pangan nabati (sayuran atau dedaunan) sering dikaitkan
dengan menurunnya risiko menderita penyakit degeneratif, khususnya penyakit
jantung koroner (PJK). Hal ini tidak terlepas dari kandungan senyawa bioaktif
dari pangan nabati tersebut. Senyawa antioksidan alami yang diduga banyak
terdapat dalam sayuran atau dedaunan hijau adalah klorofil.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa klorofil dan turunannya
memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan antimutagenik (Marquez et al.,
2005, Ferruzzi et al., 2006). Ketersediaan klorofil yang tinggi di alam serta khasiat
biologis yang dimilikinya, menjadi peluang untuk dikembangkan sebagai bahan
7
suplemen pangan atau pangan fungsional (Prangdimurti, 2007). Sementara itu
suplemen pangan berbasis klorofil yang beredar di Indonesia hampir semuanya
merupakan produk impor dan memiliki harga jual yang cukup tinggi. Klorofil dan
turunannya yang mengikat logam mempunyai kapasitas antioksidan dan
bioavailabilitas yang berbeda. Cu-klorofilin sebagai salah turunan klorofil
mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan klorofil alami
(Marquez et al., 2005). Pengikatan logam oleh klorofil bertujuan untuk
meningkatkan kestabilan ekstrak klorofil yang dihasilkan (von Elbe et al., 1986;
Canjura et al., 1999). Salah satu turunan klorofil yang masih terbatas dipelajari
efeknya bagi pencegahan penyakit degeneratif adalah turunan klorofil yang
mengikat logam tembaga (Cu). Tembaga merupakan salah satu mikromineral
essensial selain I, Zn, Se, Mo, dan Cr, mempunyai tingkat stabilitas kompleks
logam dengan porfirin yang lebih tinggi. Cheng et al. (1982), menyatakan tingkat
stabilitas kompleks logam adalah sebagai berikut:
Pt>Pd>Ni>Co>Cu>Fe>Zn>Mn>Mg>Cd>Sn>Hg>Pb>Ba.
8
3.4 Analisis Mutu
9
B. DIAGRAM ALIR
Ubi Labu Daun Tepung Susu Gula Tepung Pandan Kelapa Gula Mangkok
Ungu Kuning Suji Ketan Kental Halus Sagu Pasir
Manis Penerima
an
Penerima Penerima Penerima Penerima Penerima Penerima
Penerima Penerima Penerima Penerima
an an an an an an an Pembaka
an an an
ran
Pengukus Pengukus
Pemaruta
an an
n
Pengupas Pengupas
Pemerasa
an an
n santan
Penghalu Penghalu
san san
Perebusan
Pencampuran
Matang
Pencetakan
Perebusan
Diangkat
Penyajian
10
C. TABEL ANALISA BAHAYA
Evaluasi Bahaya
Tahap Jenis Bahaya Dasar pembenaran (Signifikansi Bahaya) Tindakan Pencegahan
proses/bahan Bahaya Severity Risk Signifi-
kansi.
Penerimaan Ubi M L N
Fisik Tanah
Ungu
Kimia Pestisida
Biologis Ulat
Penerimaan Labu M L N
Fisik Tanah
Kuning
Kimia Pestisida
Biologis Ulat
Penerimaan Daun M L N
Kimia Pestisida
Suji
Biologis Ulat
Penerimaan Tepung Kimia L L N
Pemutih Tepung
Ketan
Biologis Jamur/kapang
Penerimaan Susu - - -
- -
Kental Manis
Penerimaan Gula - - -
- -
Halus
Penerimaan Tepung Kimia L L N
Pemutih Tepung
Sagu
Biologis Jamur/kapang
11
Penerimaan Pandan Kimia L L N
Pestisida
Biologis Ulat
Penerimaan Kelapa Fisik M L N
Tanah
Biologis Ulat
Penerimaan Gula - - - - -
Pasir
Penerimaan - - - - -
Mangkok
Pengukusan Ubi - - - - -
Ungu dan Labu
Kuning
Penghalusan Ubi L L N
Fisik Benda asing
Ungu dan Labu
Kuning
Pembakaran Kelapa L L N
Fisik Arang
Pemarutan Kelapa M M N
Fisik Benda Asing
Biologis Mikroorganisme
Pembuatan Santan
Fisik Benda Asing
M H S Memeras santan dengan
memperhatikan sanitasi
Biologis Mikroorganisme
penangan makanan
Menggunakan hand
gloves
12
Perebusan Santan Fisik Benda Asing H M S Melakukan perebusan
santan sesuai standar
Biologis Mikroorganisme
Pencampuran L N N
Fisik Benda Asing
Pencetakan L N N
Fisik Benda Asing
Perebusan Adonan L M N
Fisik Benda Asing
Biologis Mikroorganisme
Penyajian L L
Fisik Benda Ading
Biologis Mikroorganisme
Perebusan Santan Y Y CCP
Fisik Benda Asing
Biologis Mikroorganisme
13
TABEL HACCP PLAN
Prosedur Monitoring
Tindakan Verifikasi Rekaman
CCP Batas kritis Apa Di mana Bagaimana Kapan Siapa koreksi
14
3.5 Desain Kemasan
Modal dalam membuat produk D’Bedils selama satu bulan ini kami dapat
dari iuran masing-masing anggota kelompok sebesar Rp 70.000,- per-orang dan
didapat modal awal sebesar Rp 350.000,-. Modal awal ini kami gunakan untuk
membeli bahan-bahan habis pakai sedangkan untuk peralatan kami menggunakan
15
peralatan yang kami punya, lalu biaya operasional dan biaya lain-lain tidak kami
keluarkan dalam pembuatan produk sebulan pertama ini.
Dalam sebulan ini kami telah melakukan produksi sebanyak 5 kali dimana
masing-masing produksi kami dapat membuat sebanyak 20 cup. Setiap cup kami
jual seharga Rp 5.000,- sehingga dalam 5 kali produksi ini (100 cup) hasil
penjualan yang kami dapat adalah sebesar Rp 500.000,-
Target penjualan kami sebenarnya dalam 1 bulan adalah sebanyak 1000 cup
dengan 4 kali produksi (sekali produksi, 250 cup). Harga produk percupnya
adalah sebesar Rp 5.000,-. Berikut analisis kelayakan usaha kami:
16
Biaya yang dikeluarkan dalam usaha D’Bedils ini dapat dilihat
pada lampiran 2, akan tetapi pada biaya bahan habis pakai total
pengeluaran dapat dikalikan sebanyak 10 kali karena pada lampiran
merupakan biaya untuk produksi sebanyak 100 cup saja. Berikut
merupakan ringkasan pengeluaran usaha D’Bedils:
4 Lain-lain 1.050.000
Jumlah 3.080.000
Ac = Rp. 4.400.000
I = Rp. 600.000
17
3.6.4.2 Net Present Value (NPV)
PWC = I + Ac (𝑃⁄𝐴,i,n)
BCR atau
18
Analisis usaha Black Burger dengan metode BCR:
𝑃𝑊𝐵
BCR = = 𝑃𝑊𝐶
34.073.279
BCR = 30.580.280
BCR = 1,11
Dari hasil perhitungan didapatkan BCR > 1 yaitu BCR=1,11, hal ini
menunjukkan bahwa Investasi usaha D’Bedils layak (feasible).
𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖
k (PBP) = 𝐴𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡 − 𝐴𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑠𝑡
k (PBP) = 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
Dari hasil perhitungan didapatkan k (PBP) < n (dimana n = 12 bulan) yaitu
k(PBP) = 1 atau sekitar 1 tahun, hal ini menunjukkan bahwa Investasi usaha
D’Bedils layak atau ekonomis.
19
Lampiran 2. Laporan Pengeluaran
Harga (Rp)
No Rincian QTY Unit
Satuan Total
Subtotal I: 330.000
2 Bahan Penunjang
20
d. Panci Besar 1 Buah 80.000 80.000
3 Biaya Operasional
4 Lain-lain
21
BAB IV
KESIMPULAN
Batun bedil merupakan jajanan khas bali yang berbentuk bulat pipih dan
dilengkapi dengan kuah santan gula merah. Batun bedil yang sudah dilakukan
modifikasi yaitu “d’ bedils” dengan memanfaatkan ubi ungu, ubi kuning dan daun
suji sebagai pewarna alami batun bedil. Kuah yang digunakan pula kuah santan
kental dari buah kelapa segar yang sudah dibakar. Batun bedil yang mempunyai
warna yang menarik dan rasa yang enak diharapkan dapat meningkatkan minat
masyarakat dalam konsumsi jajanan bali batun bedil.
22
DAFTAR PUSTAKA
Canjura FL, Watkins RH, & Schwartz. 1999. Color improvement and
metallochlorophyll complexes in continuous flow aseptically processed
peas. J.l of Food Sci. 64 (6), 987-990.
Cheng KL, Ueno K, & Imamura T. 1982. Handbook of Organic Analytical
Reagents. CRC Press, Boca Raton, Florida.
Dixon, B.M., Dixon, A.G.O. dan Semakula, G. (2007). Changes in total
carotenoid content at different stages of traditional processing of yellow-
fleshed cassava genotypes. International Journal of Food Science and
Technology 44(12): 2350-2357.
Ferruzzi MG, Bohm V, Courtney PD. & Schwartz SJ. 2006. Antioxidant and
Antimutagenic Activity of Dietary Chlorophyll Derivatives Determined by
Radical Scavenging and Bacterial Reverse Mutagenesis Assays. J.Food
Science 67: 2589-2595.
Jusuf, M., Rahayuningsih, St. A. dan Ginting, E. (2008). Ubi jalar ungu. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30: 13-14.
Keller, H. 2001. National vitamin A supplementation campaign activities: August
2001. Crisis Bulletin, Year 3, Issue 2, September 2001. Helen Keller Int.
Ind. Helen Keller International
Marquez UML, Barros RMC, Sinnecker P. 2005. Antioxidant activity of
chlorophylls and their derivates. Food Research International 38, 885-891.
Nollet, L.M.L. (1996). Handbook of Food Analysis: Physical Characterization and
Nutrient Analysis. Marcell Dekker Inc, New York.
Prangdimurti E. 2007. Kapasitas Antioksidan dan Daya Hipokolesterolemik
Ekstrak Daun Suji (Pleomele angustifolia N.E. Brown). Disertasi Doktoral
Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor.
Suda, I., Oki, T., Masuda, M., Kobayashi, M., Nishiba, Y. dan Furuta, S. (2003).
Review: Physiological functionality of purple-fleshed seet potatoes
containing anthocyanins and their utilization in foods. Japan Agricultural
Research Quarterly 37: 167-173.
23
Vargas, F.D., Jimenez, A.R. dan Lopez, O.P. (2000). Natural pigments:
carotenoids, anthocyanins, and betalains - characteristics, biosynthesis,
processing, and stability. Critical Reviews in Food Science and Nutrition
40: 173–289.
Von Elbe JH, Huang AS, Attoe EL, & Nank WK. 1986. Pigmen composition and
color of conventional and Veri-Geen canned. J.Agic. Food Chem. 34(1), 52-
54.
Winarti, Sri. 2010. Makanan Fungsional. Surabaya: Graha Ilmu
24
LAMPIRAN
25
TUGAS PAPER
MATA KULIAH PRAKTIKUM TERPADU
DISUSUN OLEH :
26