Disusun Oleh :
1. Amalia Sustianingrum
2. Rafa Nisa Aulia B
3. Vera Asti Rahmawati
4. Anggit Catur Rudyantoro
(DIV GIZI SEMESTER VI)
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Autisme merupakan gangguan perkembangan pada anak-anak dengan tiga ciri utama yaitu
gangguan pada interaksi sosial, gangguan komunikasi, dan pola tingkah laku atau minat yang
repetitif dan stereotip. Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang
menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Adanya gangguan pada setiap
tahap akan menyebabkan hambatan pada tahap selanjutnya, sehingga deteksi dini, monitor dan
stimulasi pertumbuhan dan perkembangan serta intervensi dini merupakan upaya penting untuk
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan. Diketahui pada penderita autisme terdapat
gangguan pencernaan yang disebut leaky gut syndrome. Hal ini menyebabkan proses pencernaan
menjadi tidak sempurna karena adanya gangguan produksi enzim pencernaan sehingga
mengakibatkan protein-protein kompleks, yaitu gluten dan kasein, tidak dapat tercerna sempurna
dan berubah menjadi peptida. Peptida tersebut masuk ke dalam darah dan dapat meracuni otak
karena dapat berfungsi sebagai false transmitter yang berikatan dengan reseptor opioid dan
memberikan efek terganggunya fungsi otak (persepsi, kognisi, emosi dan perilaku) sama seperti
efek morfin.
Hasil penelitian terbaru menunjukkan satu dari 150 balita di Indonesia kini menderita
autisme. Laporan terakhir badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan perbandingan anak
autisme dengan anak normal di seluruh dunia, termasuk Indonesia telah mencapai 1:100. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat
atau Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa pada tahun 2012
terjadi peningkatan yang cukup memprihatinkan dengan jumlah rasio 1 dari 88 orang anak saat
ini mengalami autis, meningkat tajam dibanding pada tahun 1987 dengan jumlah rasio 1 dari
5.000 orang anak mengalami autis
Oleh karena itu dilakukanlah berbagai penelitian tentang bidang terkait yaitu penyakit autis
salah satunya yaitu tentang pola konsumsi yang sesuai bagi penderita autis. Menurut para ahli,
diet yang tepat bagi penderita autis yaitu diet GFCF (Gluten free Casein free). Diet bebas gluten
dan kasein (GF/CF, Gluten Free Casein Free) adalah terapi bagi anak autis yang dilaksanakan
dari dalam tubuh dan apabila dilaksanakan dengan terapi lain, seperti terapi perilaku, terapi
wicara, dan terapi okupasi yang bersifat fisik akan lebih baik. Banyak anak autis yang
mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan bersosialisasi dan berkomunikasi setelah
menjalani terapi GF/CF.
Anak autis mempunyai beberapa masalah pada saluran pencernaannya sehingga makanan
yang dapat memicu atau faktor yang menambah masalah pada saluran cerna hendaknya tidak
dikonsumsi. Makanan yang harus dihindari adalah makanan yang mengandung kasein, gluten,
bahan tambahan pangan (food additives), kacang-kacangan, telur, gula, dan penyebab alergi atau
intoleransi (Ibrahim et al., 2009; Fraser, 2011; Strickland, 2014). Permasalahan yang dihadapi
adalah produk pangan yang dapat dikonsumsi oleh penderita autis belum banyak ketersediannya
di pasaran, sehingga menyulitkan bagi penderita autis untuk mengonsumsi produk tertentu.
B. ALASAN MEMILIH PRODUK
Produk yang ditujukan untuk penderita autis yang dilakukan pada penelitian ini adalah
produk biscuit. Biskuit merupakan salah satu makanan yang cukup di gemari oleh anak-anak
termasuk para penderita autis. Akan tetapi saat ini belum banyak biskuit di pasaran yang khusus
di peruntukkan bagi penderita autis yaitu biskuit yang tidak mengandung gluten dan kasein
karena pada umumnya biskuit yang beredar di pasaran yaitu biskuit yang terbuat dari tepung
terigu (mengandung gluten) dan adanya penambahan susu (mengandung kasein) dalam
pembuatan biskuit mengingat biskuit memiliki umur simpan yang lama. Adapun bahan baku
yang digunakan adalah tepung tapioka, tepung millet, dan pure ubi jalar ungu, dengan bahan
tambahan margarin tidak terhidrogenasi.
C. NAMA PRODUK
Produk dari formula makana free gluten free kasein adalah biscuit mingguku (biscuit
millet ubi ungu)
D. TUJUAN
Membuat produk biscuit dengan formula free gluten dan free kasein yang berguna untuk
penderita autis.
E. DEFINISI PRODUK
Menurut SNI 2973-2011 biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan cara
memanggang adonan yang terbuat dari tepung terigu dengan atau substitusinya, minyak atau
lemak dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang
diizinkan.
Biskuit merupakan salah satu produk pangan olahan yang berbahan dasar tepung terigu.
Menurut Wijaya (2010) biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari
tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan
bahan tambahan pangan yang diizinkan. Syarat mutu biskuit adalah air maksimum 5%; protein
minimum 9%; lemak minimum 9,5%; karbohidrat minimum 70%; abu maksimum 1,5%; logam
berbahaya negatif; serat kasar maksimum 0,5%; kalori minimum 400 kal/ 100 gram; jenis tepung
adalah terigu; bau dan rasa normal, tidak tengik; dan warnanya normal (SNI 01-2973-1992).
Kandungan glukosa biskuit diet diabetes maksimal 1% dan protein minimal 4% (SNI, 1995).
Biskuit dapat dikelompokkan menjadi krekers, kukis, wafer dan pai. Krekers merupakan
jenis biskuit yang dalam pembuatannya memerlukan proses fermentasi sehingga menghasilkan
bentuk pipih bila dipatahkan dan penampangnya tampak berlapis-lapis.Kukis merupakan jenis
biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan
penampangannya bertekstur kurang padat. Wafer merupakan biskuit yang dibuat dari adonan
cair, berpori-pori kasar, renyah dan jika dipatahkan penampang tampak berongga-rongga.Pai
merupakan jenis biskuit yang berserpih (flaky) yang dibuat dari adonan dilapisi dengan lemak
padat atau emulsi lemak sehingga mengembang selama pemanggangan dan bila dipatahkan
penampangnya tampak berlapis-lapis (SNI, 2011).
Biskuit disukai oleh seluruh kalangan usia karena rasanya yang enak, bervarasi, bentuk
beraneka garam, harga relatif murah, cukup mengenyangkan, hingga kandungan gizi yang
lengkap. Biskuit mudah dibawa dan umur simpannya yang relatif lama (Fajar, 2013).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. BAHAN
Bahan baku yang digunakan adalah tepung tapioka, tepung millet, dan pure ubi jalar ungu,
sedangkan bahan tambahan yang digunakan adalah margarin tidak terhidrogenasi. Tepung
tapioka dan tepung millet merupakan jenis tepung alternatif yang sering digunakan pada
pembuatan produk pangan (Ernawati, 2003; Rahman et al., 2007; Abbas dan Khalil, 2010;
Pratama et al., 2014), adapun ubi jalar ungu mengandung gula yang tinggi (Dewi, 2007; Adu-
Kwarteng et al., 2014), sehingga dapat memberikan rasa manis pada biskuit yang dihasilkan.
Selain itu, ubi jalar ungu juga mengandung senyawa antioksidan antosianin yang dapat berguna
untuk mencegah terjadinya kanker bagi penderita autis, mengingat diet ketat yang perlu
dilakukannya. Margarin tidak terhidrogenasi digunakan untuk memberikan tekstur pada biscuit
1. Tepung Tapioka
Tepung ini diproduksi dari umbi tanaman singkong, mengandung 90 persen pati
berbasis berat kering. Tepung tapioka banyak digunakan untuk membuat makanan
tradisional, seperti ongol-ongol, pempek, tiwul, dan tekwan. Tapioka merupakan tepung
yang rendah protein yaitu sekitar 1.50 gram per 100 gram.
Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
a) Warna tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih.
b) Kandungan air; tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga kandungan
airnya rendah.
c) Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu yang
digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya
masih sedikit dan zat patinya masih banyak.
d) Tingkat kekentalan; usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi. (Whister, dkk, 1984)
Berikut merupakan table nilai gizi tepung tapioca dalam 100 gram :
2. Tepung Millet
Millet dapat digiling menjadi tepung. Tepung millet ini dapat digunakan untuk
pengganti tepung beras dan tepung terigu dalam berbagai resep. Millet direkomendasikan
untuk orang yang menderita celiac disease (gluten intolerance), yang mana mereka tidak
bisa mengonsumsi gandum, rye, dan barley. Selain itu, millet adalah sumber kalsium dan
vitamin E. Budidaya millet yang mudah dan dapat tumbuh di Indonesia merupakan alasan
lain mengapa millet dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu.
Berikut merupakan nilai gizi dari millet dan perbandingannya dengan berbagai bahan
lain seperti jagung. Beras dan gandum :
PEMBAHASAN
A. PROSEDUR
Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing),
pembentukan (forming) dan pemanggangan (bucking). Tahap pencampuran bertujuan meratakan
pendistribusian bahan-bahan yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi
yang halus. Terdapat tiga metode pencampuran yaitu single-stage dan continius. Pada metode
single-stage, semua bahan dicampur menjadi satu dan dimixer bersamaan. Pada multiple-stage,
terdiri dari dua tahap atau lebih, pertama yang dicampur adalah lemak dan gula, kemudian
bahan-bahan cair, selanjutnya bahan-bahan lainnya. Pada metode continous biasanya dipilih
karena keefektifannya, memaksimalkan output dan meminimalkan karena proses yang kontinu.
Pencampuran adonan cookies biasanya diawali pencampuran antara gula dan shortening (disebut
creaming method) kemudian bahan-bahan lain seperti tepung dan bahan pengembangan
dimasukkan.
Adonan yang diperoleh selanjutnya dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran yang
diinginkan. Adonan biskuit dibentuk dengan lembaran-lembaran dan dipotongpotong dengan
pisau pemotong atau alat pencetak biskuit. Adonan yang telah dicetak selanjutnya dipanggang
dalam oven. Pemanggangan merupakan hal yang penting dari seluruh urutan proses yang
mengarah pada produk yang berkualitas. Suhu oven untuk proses pemanggangan tergantung
pada jenis, bentuk dan ukuran dari produk yang dibuat dan dijaga sifat-sifat dari bahan-bahan
penyusunannya. Pada umumnya suhu pemanggangan biskuit antara lain 218-2320C dalam waktu
15-20 menit.
Dalam pembuatan biskuit yang baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :
1. Pilih tepung berprotein rendah dengan jumlah yang tepat. Jumlah tepung yang terlalu
banyak akan membuat biskuit bertekstur keras. Sebaliknya, jika tepungnya kurang akan
menghasilkan biskuit yang tidak renyah.
2. Gula juga memegang peran penting, sebaiknya gula diganti dengan bahan yang rendah
kalori atau dimodifikasi dengan bahan yang mempunyai cita rasa manis, misalnya gula dari
buah-buahan.
3. Bahan lemak yang biasanya menggunakan margarin, mentega atau minyak. Jumlah yang
digunakan sesuai dengan kebutuhan kesehatan tubuh.
4. Telur merupakan bahan pokok dalam pembuatan biskuit, telur dapat menggunakan
bagian putih atau kuningnya saja. Jika kuningnya yang digunakan, pilih telur yang dalam
pembuatan biskuitnya rendah kolesterolnya.
5. Bahan pemuai terkadang diperlukan dalam pembuatan kue kering. Bahan ini dapat
menjadikan kue bertambah renyah.
6. Bahan tambahan lain dapat dipadukan agar mengahsilkan kue yang berkualitas.
Menurut Muaris (2007) cara pembuatan biskuit meliputi beberapa proses yaitu :
1. Campurkan mentega, kuning telur, garam, gula lalu mixer sampai rata (adonan 1).
2. Campurkan tepung apioka, tepung millet, baking powder, lalu diayak (adonan 2).
Adonan 1 dan adonan 2 dicampurkan lalu tambahkan air dan pure ubi ungu dan diadoni
selama 15 menit.
3. Adonan dipipihkan kemudian dicetak sesuai selera dan letakkan adonan yang telah
dibentuk dalam loyang yang sudah diolesi mentega. Panggang adonan hingga matang.
Dalam pembuatan biskuit yang baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu pilih
tepung dengan jumlah yang tepat, karena banyaknya jumlah tepung yang terlarut akan membuat
biskuit bertekstur keras, tetapi jika tepungnya kurang akan menghasilkan biskuit yang tidak
renyah, pilih gula yang rendah kalori atau dimodifikasi dengan bahan yang mempunyai cita rasa
manis misalnya gula dari buah-buahan serta bahan lemak yang biasanya digunakan yaitu
margarin, mentega atau minyak.
B. PARAMETER
Mutu aau kualitas biscuit di Indonesia sesuai dengan standar SNI adalah sebagai berikut :
C. NILAI GIZI
Prediksi perkiraan nilai gizi pada biscuit tepung tapioca, tepung millet dan pure ubi ungu :
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gluten free formula adalah formula makanan yang dimana tidak mengandung gluten
didalamnya. Selain itu produk free gluten sebaiknya bebas adari bahan tambahan pangan dan
susu. Biskuit merupakan makanan yang disukai oleh anak-anak. Pembuatan biscuit dengan
menggunakan tepung millet, tepung tapioca dan pure ubi ungu merupakan salah satu altenatif
snack dalam bentuk biscuit yang dapat dikonsumsi oleh anak dengan autis. Selama ini banyak
diketahui bahwa anak dengan autis dilarang mengonsumsi biscuit karena didalam biscuit
mengandung gluten dari epung terigu dan kasein dari susu. Oleh karena itu perlu dikembangkan
biscuit free gluten dan free casein yang dapat dikonsumsi oleh anak dengan autis.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/18825/Chapter%20II.pdf?sequence=3
http://eprints.polsri.ac.id/876/3/3.BAB%20II.pdf
http://eprints.ums.ac.id/26469/4/04._BAB_I.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/49627/Chapter%20II.pdf?sequence=4
BERBAHAN DASAR PUREE UBI JALAR UNGU DAN TEPUNG KACANG HIJAU.
AGRITECH, Vol. 36, No. 1, Februari 2016. 1Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor