BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini prevalensi penyakit diabet melitus cenderung meningkat.
Prevalensi nasional diabetes melitus berdasarkan gejala dan diagnosis
tenaga kesehatan meningkat dari 1,1,% pada tahun 2007 menjadi 2,4%
pada tahun 2013. Peningkatan kasus tersebut tidak lepas dari adanya
faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko timbulnya penyakit tersebut,
salah satunya adalah pola makan yang tidak tepat. Faktor makanan terkait
erat dengan patogenesis diabetes militus karena pengaruhnya terhadap
glukosa darah. Jenis makanan yang dapat mempengaruhi respon glukosa
darah adalah makanan yang kaya karbohidrat.
Karbohidrat merupakan makronutrien yang sangat penting dan
berperan sebagai sumber energi utama bagi tubuh. Jenis makanan yang
mengandung karbohidrat, zat gizi lain yang terkandung didalamnya dan
beberapa sifat fisik makanan yang jumlah karbohidrat dan zat gizi lainnya
berbeda akan menimbulkan respon glukosa darah yang berbeda pula.
Respon glukosa darah ini dapat ditentukan secara kuantitatif melalui
perhitungan indeks glikemik dan beban glikemik. Nilai indeks glikemik dan
beban glikemik yang tinggi dapat meningkatkan risiko diabetes melitus,
sedangkan nilai indeks yang rendah dilaporkan memiliki hubungan positif
terhadap penurunan risiko penyakit diabetes melitus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi indeks glikemik pangan adalah
(1) cara pengolahan tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), (2)
perbandingan amilosa dan amilopektin, (3) kadar gula dan daya osmotic,
(4) kadar serat, (5) kadar lemak dan protein, serta (6) kadar zat anti-gizi
pangan (Rimbawan dan Siagian, 2004). Pengukuran Indeks Glikemik (IG)
pangan dilakukan dengan memberikan pangan uji dengan jumlah yang
setara dengan 50 gram karbohidrat kepada seluruh subyek penelitian
(Miller, 1996). Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan,
analisa Indeks Glikemik dapat dilakukan pada hewan uji tikus. Menurut
Thannoun dan Al-Kubati (2010), pangan uji hewan coba tikus mengandung
0,15 gram karbohidrat.
2
lama dikenal masyarakat, dan dapat meningkatkan daya guna hasil serta
nilai guna. Dimana tepung kacang-kacangan lebih mudah diolah dan
diproses menjadi nilai ekonomi tinggi dan mudah dicampur dengan tepung
dan bahan lainnya. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemanfaatan
tepung kacang-kacangan dapat sebagai pengganti tepung terigu, seperti
penelitian Hanafi (1999) pembuatan mie dan cookies.
Pada penilitian ini pembuatan food bar menggunakan bahan baku
pedada, dan tepung kacang-kacangan (kacang merah, kedelai, kacang
hijau, kacang tanah). Pedada (Sonneratia caseolaris) memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan jenis tanaman mangrove lainnya yaitu
sifat buahnya tidak beracun, dapat dimakan langsung. Rasa asam dan
aroma yang khas serta tekstur buah yang lembut (Abeywickrama and
Jayasooriya, 2010). Menurut beberapa hasil penelitian menyebutkan
bahwa buah pedada memiliki kadar air 84,76%, abu 8,40%, lemak 4,82%,
protein 9,21% dan karbohidrat 77,57% (Manulu, 2011).
Penelitian mengenai pangan darurat dalam bentuk food bar yang
telah dilakukan oleh Almashyuri dkk,(2012) mengembangkan biskuit padat
siap santap untuk makanan darurat berbahan baku tepung terigu dan
tepung tepung kedelai dan tepung kacang tanah sebagai sumber protein.
Dan menurut penelitian Jariyah dan Enny Karti (2017) menggunakan
campuran bahan baku tepung kedelai dan tepung talas dengan campuran
tepung pedada dengan proposi (50:30:20) (40:40:20)(30:50:20). Hasil
terbaik adalah proporsi penambahan tepung kedelai 50 gram dan tepung
talas 50 gram.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pembuatan food bar
formulasi tepung buah pedada dengan empat tepung kacang-kacangan
(tepung kacang kedelai, tepung kacang merah, tepung kacang hijau,
tepung kacang tanah) yang kemudian di analisis Indeks Glikemiknya pada
hewan tikus.
4
B. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui sifat fisikokimia dan sensorik pada produk food
bar dengan formulasi tepung buah pedada dengan penambahan
tepung kacang kedelai, tepung kacang merah, tepung kacang hijau,
tepung kacang tanah.
b. Untuk mengetahui in vivo pada food bar formulasi berbahan baku
tepung buah pedada dengan penambahan tepung kacang kedelai,
tepung kacang merah, tepung kacang hijau, tepung kacang tanah
yang menghasilkan biskuit.
C. Manfaat Penelitian
a. Sebagai diversifikasi terhadap produk olahan tepung buah pedada
dengan penambahan tepung kacang kedelai, tepung kacang
merah, tepung kacang hijau, tepung kacang tanah menjadi produk
pangan baru yaitu food bar.
b. Untuk meningkatkan nilai ekonomis tepung buah pedada, tepung
kacang kedelai, tepung kacang merah, tepung kacang hijau, tepung
kacang tanah didaerah Jawa Timur.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Food bar
Food bar merupakan pangan darurat berbentuk batang dan padat
yang memiliki kecukupan kalori, protein, lemak dan nutrisi lain yang
diburuhkan oleh tubuh dengan syarat kecukupan kalori sebesar 2100 kkal,
kandungan protein 10-15% dari total kalori, dan lemak 35-45%, karbohidrat
sebesar 40-50%(Zoumas, 2002 dalam Ferewati, 2009).
Snack bar merupakan makanan ringan yang berbentuk batangan
berbahan dasar sereal atau kacang-kacangan, memiliki kandungan protein
tinggi yang biasa dikonsumsi disela-sela waktu makan. Snack bar dapat
memenuhi permintaan konsumen akan gizi, kenyaman, dan rasa yang
dapat memnuhi rasa lapar dalam waktu yang singkat sampai menuju
makanan utama berikutnya disantap (Christian, 2011). Snack campuran
kacang dan buah-buahan kering yang saat ini populer di berbagai negara
adalah yang berbentuk bar, lazim disebut snack bar (Astawan, 2010). Jenis
sebutan snack barlain adalah granola bar, energy bar, protein bar, muesli
bar. Muesli bar adalah camilan ringan yang terbuat dari kacang-kacangan
atau buah-buahan kering dengan bentuk dan ukuran yang beragam.
Makanan jenis ini sebaiknya dari buah-buahan yang sudah dipanggang.
Pada umumnya memiliki ukuran yang kecil, karena kandungan kalorinya
kurang dari 600kJ, lemaknya kurang dari 5 gram, dan gulanya kurang dari
9 gram (Achmad, 2010).
Tabel 2.1. Syarat Mutu Food Bar
Kandungan Jumlah
Energi Minimal 233 kkal
Lemak Minimal 9,1 gram
Protein Minimal 7,9 gram
Total karbohidrat Minimal 7-11,7 gram
Warna, rasa dan bau Normal, tidak tengik
Sumber : Zoumas et al, 2002
beberapa negara sebagai obat tradisional seperti obat keseleo dan luka
memar. Berikut komposisi gizi buah pedada (Sonneratia caseolaris)
Tabel 2.1 Komposisi Gizi Buah Pedada (Sonneratia caseolaris) per 100
gram bahan
Komponen Tepung Buah Pedada Buah Pedada
Air (%) 11,3 73,55
Karbohidrat (%) - 5,17
Pektin (%) 9,0 -
Protein (%) 6,2 2,41
Lemak (%) 4,7 0,31
Serat tidak larut (%) 53,9 14,67
Serat larut (%) 9,8 1,87
Abu (%) - 2,02
Sumber: Jariyah et al. (2013)
2. Kacang Merah (Phaseolus Vulgaris L)
Kacang Merah termasuk dalam famili Leguminosa genus
Phaseolus dan Spesies Vulgaris. Tanaman kacang merah merupakan
tanaman semak yang tegak dan merambat. Tinggi tanaman ini sekitar 3.5
– 4.5 meter, memiliki warna biji merah tua dan buahnya berbentuk polong
memanjang, sedikit lebih panjang jika dibandingkan dengan buncis.
Jumlah biji kacang merah dalam satu polong terdiri kurang lebih 2-3 biji.
(Zebua, 2009)
Kacang merah kering merupakan sumber protein nabati,
karbohidrat kompleks, serat, vitamin B, tianin, kalsium, fosfor, dan zat besi.
Kacang merah memiliki kandungan lemak dan natrium yang sangat
rendah, mengandung sedikit lemak jenuh serta bebas kolesterol. Manfaat
dari kacang merah dapat diperoleh secara sempurna dengan perlakuan
pendahuluan seperti perebusan dan perendaman. Perebusan dan
perendaman perlu dilakukan untuk menghilangkan kemampuan kacang
merah memproduksi gas dalam usus yang dapat menyebabkan perut
kembung.(Agustina dkk., 2013)
Kacang merah mengandung vitamin B dan asam amino essensial
yang lengkap. Vitamin B yang terdapat dalam kacang merah terdiri dari
thiamin 0.88mg/100g, riboflavin 0.14mg/100g, dan niasin 2.2mg/100g.
Asam amino essensial yang terdapat dalam kacang merah antara lain
metionin dan sistein dengan kandungan yang relatif rendah yaitu sekitar
8
10.56 dan 8.46mg/100g (Salunkhe et al., 1985). Komposisi zat gisi per 100
gram kacang merah dapat dijabarkan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi Kacang Merah per 100 gram
Komponen Jumlah
Energi (mg) 336
Protein (g) 22,3
Lemak (g) 1,7
Air (g) 11,75
Karbohidrat (g) 61,2
Kalsium (mg) 260
Fosfor (mg) 410
Zat Besi (mg) 5,8
Vitamin A (SI) 30
Vitamin B1(mg) 0,5
Vitamin B2(mg) 0,3
Sumber: Direktorat gizi, depkes (1992)
Kacang Merah (Phaseolus Vulgaris L) selain digunakan untuk
berbagai makan produk olahan, kandungan nutrisi kacang merahnya juga
unggul. Kacang Merah kaya akan asam folat, kalsium, karbohidrat
kompleks, serat dan protein yang tergolong tinggi. Kandungan karbohidrat
kompleks dan serat yang tinggi dalam kacang merah membuatnya dapat
menurunkan kadar kolesterol darah. Selain itu kadar indeks glik emik
kacang merah juga termasuk rendah sehingga menguntungkan bagi
penderita diabetes. Prinsip penggabungan antara kacang-kacangan dan
biji-bijian dapat memperbaiki keseimbangan asam amino, sehingga tujuan
perbaikan mutu protein dalam suatu produk dapat tercapai. (Muchtadi dkk.,
2000)
3. Kedelai
Kedelai (Glycine max) merupakan golongan kacang-kacangan.
Perbedaan kedelai dengan jenis kacang-kacangan pada umumnya adalah
kandungan zat bermanfaat yang sangat tinggi seperti protein, serat,
phytosterol, dan Isoflavon. Protein yang terkandung dalam kedelai memiliki
kualitas yang tinggi. Globulin merupakan protein yang dominan yaitu
mencapai 90% dari total protein pada kedelai. Selain itu adanya asam
amino esensial yang sangat penting untuk kesehatan manusia menjadikan
kedelai memiliki nilai gizi yang setara dengan protein pada pangan hewani.
Kedelai juga mengandung 35% karbohidrat dalam bentuk biji dan 40% jika
diolah (Asif et al, 2014)
9
Adonan yang diperoleh harus bersifat cukup kohesif dan relatif tidak
lengket sehingga mudah dibentuk (Hui, 1992 dalam Umar, 2013).
Cara pembuatan food bar meliputi pembuatan adonan yang
dilakukan dengan mencampur bahan. Pencampuran bahan dilakukan
sesuai spesifikasi makanan padat yang akan dibuat, misalnya untuk
mendapatkan kue yang bertekstur menyerpih didapat dengan
mencampurkan tepung, lemak terlebih dahulu, kemudian ditambahkan
gula cair, garam, dan bahan-bahan lain untuk food bar yang bertekstur
seperti kue pie (Faridi, 1994 dalam Umar, 2013).
Tahap ini terdapat peluang kreasi dan inovasi formula sesuai
produk akhir yang ingin dihasilkan. Pencampuran dilakukan dengan
peralatan sederhana yang dioperasikan dengan tangan apabila jumlah
adonannya sedikit dan bila dalam jumlah besar maka menggunakan
peralatan yang sesuai yaitu mixer (Fellous, 1990 dalam Umar, 2013).
b. Pencetakan
Tahap selanjutnya adalah tahap pembentukan atau tahap
pencetakan adonan yang diperoleh. Pembentukan atau pencetakan
adonan ini dilakukan dengan cara membuat adonan menjadi
lempengan dan menekan cetakan food bar diatasnya.
Fellows dan Hampton (1992 dalam Ardhi, 2006) menyatakan
bahwa, adonan yang diperoleh setelah proses pencampuran, di Roll
dan kemudian dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran yang
diinginkan. Metode yang digunakan pada umumnya tergantung pada
produk yang akan dibuat. Adonan food bar dibuat lembaran-lembaran
(rolling) dan dipotong dengan pisau ataupun alat pencetak food bar.
c. Pemanggangan
Pemanggangan food bar pada umumnya menggunakan oven
dengan suhu berkisar 150oC-180oC selama 30 menit. Untuk
mendapatkan hasil pemanggangan yang sempurna, sebaiknya suhu
oven dapat dinaikkan secara bertahap. Komposisi bahan dan ukuran
food bar juga harus diperhatikan dalam menentukan suhu dan lama
pemanggangan dalam oven (Suryani dkk., 2006 dalam Suryani, 2009).
Suhu dan lama waktu pemanggangan mempengaruhi kadar air
pada food bar. Pada oven sebaiknya tidaklah terlalu panas ketika food
13
bar dimasukkan sebab bagian luar akan terlalu cepat matang. Hal ini
dapat menghambat pengembangan dan permukaan food bar ang
dihasilkan retak-retak (Lasmini, 2002 dalam Suryani, 2009).
C. Bahan Tambahan Pembuatan Food Bar
1. Gula
Gula digunakan sebagai pemanis dalam pembuatan produk olahan
roti. Selain sebagai pemanis, gula juga berperan dalam
penyempurnaan mutu panggang dan warna pada produk roti. Gula
memiliki sifat higroskopis sehingga dapat memperbaiki masa simpan
dari produk pangan (Koswara, 2009). Menurut Buckle et al.(1987), gula
dapat berfungsi sebagai pengawet karena dapat mengurangi aktivitas
air (aw) bahan pangan sehingga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme.
2. Garam
Garam yang umum dipakai dalam susunan makanan sehari-hari
atau dalam pengolahan makanan ringan adalah garam dapur dengan
nama kimia Natrium Klorida (NaCL). Fungsi garam atau natrium klorida
pada bahan pangan secara umum adalah sebagai pembentuk rasa
asin dan penguat rasa disamping menekan respon rasa manis, asam
dan pahit. Larutan garam pada konsentrasi rendah dapat memberikan
sensasi manis. Hal ini kemungkinan karena susunan molekul air yang
mengelilingi ion natrium memicu rspon manis pada sel reseptor. Ukuran
dan bentuk garam juga berpengaruh pada flavor. Semakin cepat garam
larut semakin cepet pula flavour asin dapat terdekteksi (Wellington,
1993).
Garam ditambahkan dengan kadar 1-2,5% dari berat tepung dan
pada umumnya lebih mendekati 1% daripada 2,5%. Beberapa tujuan
penambahan garam dalam pembuatan produk biskuit antara lain
memberikan cita rasa produk, memperkuat cita rasa bahan dan
menghilangkan cita rasa hambar atau cita rasa yang kurang dari bahan
lain (Wellington, 1993).
3. Margarin
Margarin merupakan pengganti mentega denga rupa, bau,
konsistensi, rasa dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin merupakan
14
Susu skim mengandung semua makanan dari susu, kecuali lemak dan
vitamin larut dalam lemak, karena susu skim merupakan bagian dari
susu yang tertinggal setelah krimnya diambil sebagian atau seluruhnya.
Adanya laktosa dalam susu dapat membantu memperbaiki warna, rasa
dan menahan penyerapan air. Selain itu juga berfungsi sebagai bahan
pengisi untuk meningkatkan nilai gizi water biscuits.
6. Sirup glukosa
Pemberian rasa manis pada food bar adalah sirup glukosa. Sirup
glukosa (Glucose syrup) merupakan cairan jernih dan kental yang
mengandung D-glukosa, maltose, dan polimer D-glukosa yang
diperoleh dari hidrolisis pati, seperti tapioka, sagu, pati jagung, dan pati
umbi-umbian. Hidrolisis dapat dilakukan dengan cara kimia atau
enzimatis pada waktu dan suhu, dan pH tertentu. Sirup glukosa
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan gula sukrosa yaitu tidak
mengkristal dan mempunyai rasa yang alami. Pada kue olahan dapat
menjaga kue tetap segar dan tidak mudah retak (Suripto dkk., 2015).
D. Indeks Glikemik
Rimbawan dan Siagian (2004), menyatakan bahwa Indeks Glikemik
pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar gula
darah. Pangan yang menaikkan gula darah dengan cepat memiliki Indeks
Glikemik tinggi. Sebaliknya, pangan yang menaikkan kadar gula darah
dengan lambat memiliki Indeks Glikemik rendah. Hal serupa juga
dikemukakan oleh Prijatmoko (2007), Indeks Glikemik adalah sebagai
respon glukosa darah terhadap makanan yang menggandung 50 gram
karbohidrat dalam takaran dan waktu tertentu.
Karbohidrat dalam pangan yang dipecah dengan cepat selama
pencernaan memiliki Indeks Glikemik tinggi. Respon gula darah terhadap
jenis pangan karbohidrat ini cepat dan tinggi. Dengan kata lain, glukosa
dan aliran darah meningkat dengan cepat. Sebaliknya karbohidrat yang
dipecah dengan lambat memiliki Indeks Glikemik rendah (slow release
carbohydrate) sehingga melepaskan glukosa dalam darah dengan lambat.
Indeks Glikemik glukosa murni ditetapkan seratus dan digunakan sebagai
acuan untuk penentuan Indeks Glikemik pangan lain (Rimbawan dan
Siagian 2004)
16
F. Beban Glikemik
Indeks glikemik menunjukkan kecepatan karbohidrat berubah
menjadi gula darah. Indeks glikemik tidak memberikan informasi mengenai
banyaknya karbohidrat dan dampaknya pada kadar gula darah. Seperti
contohnya pada wortel yang memiliki Indeks Glikemik tinggi (IG=131).
Namun pangan tersebut tidak perlu dihindari karena tidak mungkin orang
tersebut dapat mengkonsumsi 50 g karbohidrat dari wortel dalam sekali
makan. (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Beban glikemik (glicemic load atau GL) digunakan untuk mengukur
dampak potensial makanan terhadap gula darah. Makanan mungkin
memiliki indeks glikemik tinggi tetapi tidak mengandung banyak karbohidrat
per rata-rata penyajian, tidak akan banyak dampaknya pada gula darah.
Perhitungan dari muatan glikemik makanan, yaitu mengalihkan indeks
glikemik dengan jumlah karbohidrat dalam satu porsi, kemudian dibagi
dengan 100. Angka muatan glikemik 20 ke atas dikategorikan tinggi, 10-19
kategori menengah dan kurang dari 10 menunjukan nilai GL yang rendah
(Kindo, 2011)
G. Prinsip Pengukuran Indeks Glikemik
Pengukuran Indeks Glikemik (IG) pangan dilakukan dengan
memberikan pangan uji dengan jumlah yang setara dengan 50 gram
karbohidrat kepada seluruh subyek penelitian. Pangan tersebut diberikan
kepada subyek setelah melakukan puasa selama 10-12 jam (overnight
fasting). Hal ini dilakukan untuk mengurangi cadangan gula darah dalam
tubuh yang dapat digunakan untuk mengasilkan energi sehingga gula
darah yang diukur benar-benar merupakan respon terhadap pangan uji
20
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝
b. BEP (Rp) = 1−
𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
c. Presentase
𝐵𝐸𝑃 (𝑅𝑝)
BEP % = x 100%
𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
𝐵𝑡−𝐶𝑡−𝐼𝑡
Rumus NPV adalah : NPV = ∑𝑛𝑡=1 (1+𝑖)𝑡
Keterangan:
𝐵𝑡
∑𝑛
𝑡=1(1+𝑖)𝑡
Nilai B/C Ratio = 𝐶𝑡
∑𝑛
𝑡=1(1+𝑖)𝑡
Keterangan :
Bt = Streams benefits
Ct = Streams cost
I = Tingkat bunga/ Discount factor
n = Tahun
4. Payback Period
Payback Period digunakan untuk mengetahui berapa lama investasi
modal kembali, dilihat dari keuntungan bersih proyek sesudah
diperhitungkan pajak perusahaan (Sinaga, dan Risma, 2013). Rumus
penentuannya adalah sebagi berikut :
𝐼
PP = 𝐴𝑏
Keterangan :
I = Total investasi dalam proyek
Ab = Benefits bersih yang diperoleh setiap tahunnya (sesudah
dikurangkan pajak perusahaan)
5. Internal Rate of Return (IRR)
24
Keterangan :
𝑖𝑜 = tingkat bunga yang berlaku dipasar modal social (opportunity cost
of capital )
𝑖𝑜 = tingkat bunga pembanding (discount rate pembanding)
𝑁𝑃𝑉0 = NPV pada 𝑖𝑜
𝑁𝑃𝑉1 = NPV pada 𝑖1
J. Landasan Teori
Indeks Glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya
terhadap kadar gula darah (Rimbawan dan Siagian 2004). Menurut Regina
(2012), makanan dengan indeks glikemik rendah telah terbukti memperbaiki
kadar glukosa dan lemak pada pasien-pasien diabetes melitus dan
memperbaiki resisten insulin. Selain itu, makanan dengan indeks glikemik
rendah juga membantu mengontrol nafsu makan, memperlambat munculnya
rasa lapar sehingga dapat membantu mengontrol berat badan.
Rimbawan dan Siagian (2004) menyatakan bahwa IG pangan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu cara pengolahan, daya osmotik pangan, kadar serat,
amilosa, protein, lemak dan keberadaan zat antigizi. Sebagian besar ilmuwan
berpendapat bahwa amilosa dicerna lebih lambat dibandingkan dengan
amilopektin (Miller et al., 1992), karena amilosa merupakan polimer dari gula
sederhana dengan rantai lurus, tidak bercabang. Rantai yang lurus ini
menyusun ikatan amilosa yang solid sehingga tidak mudah tergelatinasi. Oleh
karena itu amilosa lebih sulit dicerna dibandingkan dengan amilopektin yang
merupakan polimer gula sederhana, bercabang dan mempunyai struktur
terbuka. Berdasarkan karakteristik tersebut makanpangan yang mengandung
amilosa tinggi cenderung memiliki aktivitas hipoglikemik lebih tinggi
dibandingkan dengan pangan yang mengandung amilopektin tinggi.
Jenkins et al., (2002) menyebutkan bahwa konsep IG sebenarnya
merupakan pengembangan dari hipotesis serat pangan, yang menyatakan
25
bahwa konsumsi serat pangan akan menurunkan laju masukan nutrien dari
usus. Serat pangan memegang peranan penting dalam memelihara kesehatan
individu. Oleh karena itu, serat pangan merupakan salah satu komponen
pangan fungsional yang dewasa ini mendapat perhatian masyarakat luas. Serta
pangan mempengaruhi asimilasi glukosa dan mereduksi kolesterol darah.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa serat tanaman tertentu
menghambat penyerapan karbohidrat dan menghasilkan postprandial glikemik
yang rendah. Penambahan serat pangan yang berasal dari serelia, kacang-
kacangan dan sayuran sangat bermanfaat bagi penderita diabetes.
Berdasarkan penghambatan penyerapan karbohidrat tersebut, pangan yang
memiliki nilai IG rendah juga membantu dalam mengendalikan kelebihan berat
badan (Ludwig, 2000).
Food bar merupakan pangan berkalori tinggi yang dibuat dari campuran
bahan pangan, diperkaya dengan nutrisi, kemudian dibentuk menjadi bentuk
padat dan kompak. Food bar dapat dikembangkan karena adanya kandungan
gula untuk memberikan kalori yang dibutuhkan, tahan lama atau awet, dan siap
untuk dimakan karena memiliki bentuk mirip dengan biskuit. Food bar yang
diharapkan memiliki kandungan kalori sebesar 2100 kkal yang dengan rincian
yaitu 35-45% lemak, 10-15% protein dan 40-50% karbohidrat (Zoumas dkk.,
2002).
Pemanfaatan buah pedada (Sonneratia caseolaris) menjadi tepung belum
mendapat perhatian kalangan masyarakat umum, oleh karena itu pemanfaatan
buah pedada jenis ini sebagai bahan pangan masih sangat terbatas dan kurang
bervariasi. Pada penilitian ini pembuatan food bar menggunakan bahan baku
pedada, tepung kacang-kacangan (kacang merah, kedelai, kacang hijau,
kacang tanah). Pedada (Sonneratia caseolaris) memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan jenis tanaman mangrove lainnya yaitu sifat buahnya tidak
beracun, dapat dimakan langsung. Rasa asam dan aroma yang khas serta
tekstur buah yang lembut (Abeywickrama and Jayasooriya, 2010). Menurut
beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa buah pedada memiliki kadar air
84,76%, abu 8,40%, lemak 4,82%, protein 9,21% dan karbohidrat 77,57%
(Manulu, 2011). Buah pedada dapat diolah menjadi produk pangan yang dapat
dikonsumsi oleh manusia antara lain sirup dan berbagai produk makanan
ringan seperti cookies dan kue kering (Mangrove Center, 2009).
26
BAB III
BAHAN DAN METODE
B. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan foodbar adalah
bahan baku tepung buah peadada, tepung kacang merah, tepung kacang
kedelai, tepung kacang hijau, tepung terigu, margarin, shortening, baking
powder, garam, susu skim dan air dingin.
Bahan untuk analisa Asam Sulfat, Kalium Sulfat, Natrium
Hidroksida, Natrium Karbonat, Asam Klorida , Heksana, Aquades, Reagen
GOD-PAP(glucose peroxsidase) dan glukosa murni. Hewan uji yang
digunakan yaitu tikus galur wistar jantan umur 2 bulan berat berkisar 150-
200 g.
C. Alat
Alat yang digunakan untuk proses pembuatan tepung biji-bijian
antara lain baskom, dandang, sendok, ayakan 80 mesh, kompor, lemari
kabinet, timbangan analitik, blender.
Pembuatan foodbar menggunakan alat-alat seperti mixer,
timbangan digital, loyang, sendok, baskom, mangkuk kecil, kantong plastik,
alat untuk memipihkan adonan berberntuk tabung, cetakan, pisau dan
peralan lainnya.
Alat yang digunakan untuk analisa antara lain timbangan analitik,
desikator, oven listrik, labu kjedahl, desilator, soxhlet, kertas saring, kapas
dan benang kasur.
28
D. Metedologi
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial satu faktor empat level
yakni perlakuan foodbar formulasi tepung buah pedada dengan empat
tepung kacang-kacangan (kedelai, kacang merah, kacang hijau, kacang
tanah) pada analisis proksimat produk yang dilajutkan dengan Uji DMRT.
Kemudian produk formulasi biskuit yang dihasilkan di uji indeks
Glikemiknya pada tikus galur wistar. Perhitungan Indeks Glikemik
menggunakan metode Incremental area under the blood glucose response
curve (IAUC).
Rumus RAL : Yij = µ + ri + tj + €ij
Keterangan : i = 1,2,....., t dan j = 1, 2, ....,r
Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Rataan umum
ri = Pengaruh kelompok ke - i
tj = Pengaruh perlakuan ke – j
€ij = Pengaruh galat percobaan
Keterangan :
L = luas area dibawah kurva
t = interval waktu pengambilan darah (30 menit)
Δ30 = selisih kadar glukosa darah 30 menit setelah beban dengan puasa
Δ60 = selisih kadar glukosa darah 60 menit setelah beban dengan puasa
Δ90 = selisih kadar glukosa darah 90 menit setelah beban dengan puasa
Δ120 = selisih kadar glukosa darah 120 menit setelah beban dengan puasa
F. Prosedur Penelitian
a. Proses pembuatan tepung pedada meliputi proses sortasi, pengupasan
kulit, pencucian, blanching, penyaringan, pelumatan buah,
pengeringan, penggilingan, pengayakan, penggilingan.
b. Sebelum proses pembuatan biskuit, dilakukan penelitian pendahuluan
yakni penentuan formulasi terbaik yang akan digunakan pada formulasi
tepung buah pedada dengan empat jenis pati kacang-kacangan yang
berdasarkan rasa dengan uji organoleptik skoring. Penelitian
pendahuluan yang dilakukan yakni pembuatan foodbar formulasi
tepung buah pedada : salah tepung kacang hijau dengan perbandingan
(15:75), (20:80), (25:75), dan (30:70).
30
d. Analisa In Vivo
Sampel penelitian :
1) Jenis kelompok tikus jantan stain Rattus noregicus berumur 2 bulan
2) Sehat, tidak ada luka
3) Banyak gerak (aktif)
4) Makan dan minum secara normal
5) Berat badan antara 150-200 gram.
Kelompok sampel
Tikus sebanyak 25 ekor dibagi menjadi 5 kelompok dengan 1 kelompok berjumlah
5 ekor tikus yaitu :
1. Kelompok 1 : kontrol
2. Kelompok 2 : Foodbar (buah pedada+kedelai)
3. Kelompok 3 : Foodbar (buah pedada+kacang merah)
31
Sortasi buah
Penghancuran dan
penyaringan buah
Penggilingan (blender)
Pengayakan 80 mesh
Dioven
(T= 1800C, ±15 menit)
Biskuit Analisis :
a. Rendemen
b. Kadar air (AOAC, 1995)
c. Kadar Abu (AOAC, 1995)
d. Kadar Protein (AOAC, 1995)
e. Kadar Lemak (AOAC, 1995)
f. Kadar Karbohidrat (AOAC, 1995)
g. Kadar Serat Kasar (Sudarmadji,
1995)
h. Indeks Glikemik (Miller, 1994 dan
Modifikasi)
i. Beban Glikemik (Miller, 1994 dan
Modifikasi)
Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Foodbar yang termodifikasi
34
p p p p p
- Adaptasi 7 hari
- Puasa 12 jam
- Pengambilan Darah 0 Menit
Perhitungan Hasil
Indeks Glikemik
DAFTAR PUSTAKA
Aini N.2009. Lebih jauh tentang Sifat Fungsional Telur.
http://kulinologi.biz/index.php. Diakses pada tanggal 30 November
2015
Asif et al. 2014. Mechanisms Involved in The Therepeitic Effects of
Soybean(Glyine Max). International Journal of food properties,
17:1332-1354
Andrianto, T.T. dan N. Indarto, 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kedelai,
Kacang Hijau, Kacang Panjang. Absolut, Yogyakarta.
Abey Wickrama, W.S.S. and Jayasooriya, M.C.N.2010. Formulation and Quality
Evaluation of Cordial Based on Kirila (Sonneratia caseolaris) fruit.
Tropical Agricultural Research&Extension. 13(1):16-18
Aprianita,N dan Wijaya,H.2010. Kajian Teknis Standart Nasional Indonesia Biskuit
SNI 01-2973-1992.
Astawan, M dan S.Widawati. 2006. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Ubi
Jalar sebagai Dasar Pengembangan Pangan Fungsinal. Laporan
Penelitian RUSNAS, Bogor.
AOAC, 1990. Official Methods of Analysis, 15th Ed. Associcition og Official
Analytical Chemists, Inc.Vigrinia, USA.
Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., and wotton, M.1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Bennion, M., 1980. The Science of Food, John Wiley & Sons, USA, 314-316.
Desrosier,n.w.1988. Technology of Food Preservation. AVI
Publishing Company Inc. Diterjemahkan oleh Muchjadi Mojohardjo.
Teknologi Pengawetan Pangan.UI.Press Jakarta.
Foster-pawel,K.F,S.H.A. Holt and J.CB Miller. 2002. Internasional Table of
Glicemic Index and Glikemic lood values:2002. Am J Cin Nutr 76:5-
50.
Ilman, M., I.T.C. Wibosono, san I.N.N. Suryadiputra. 2011. State of The art
Information on Mangrove Ecosystem In Indonesia. Wetlands
International-Indonesia Programme, Bogor.
Jariyah, S.b, Widjanarko, Yunianta, T. Estiasih, dan P.A. Sopade. 2014. Pasting
Properties Mixture of Mangrove Fruit Flour (Sonneratia caseolaris)
and starches. International Food Research Jurnal 21(6): 2161-2167.
Kataren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan
Pertama. Jakarta:UI-Press.
Kindo. 2011. Indeks Glikemik dan Manfaatnya.htto://Indodiabetes.com//apa-itu-
glikemik-indeks-gi-dan manfaatnya. Diakses pada tanggal 20
Agustus 2017.
Kramer, A. Dan Twigg, B.A. 1973. Quality Control for The Food Industry. Vol. 113
edition. USA: st. Paul Minnesetu
Kusumawati, Diah. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta
36
Manley, P.J.R. 1983. Technology of Biscuits, Cracers, and Cookies. Ellis Horwood
Limited, Chicester.
Miller JCB. 1996. The GI Factor: The GI Solution Hodder and Stoughton. Australia:
Hodder Headine Australia Pty Limited.
Mangrove Information Center. 2009. Sonneratia caseolaris.
www.mangrovecenter.com. [27 Agustus 2017]
Muchtadi. D.(2000). Sayur-sayuran;Sumber Serat dan Antioksidan; Mencegah
penyakit Degeneratif Bogor:FATETA
Manulu. 2011. Kadar Beberapa Vitamin pada Buah Pedada (Sonneratia
caseolaris) dan Hasil Olahannya. Skripsi Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian.
Prijatmoko, D. 2007. Indeks Glikemik Satu Jam Postprandial Bahan Makanan
Pokok Jenis Nasi Jagung dan Kentang Cermin Dunia Kedokteran vol
34 No.6/159.
Rimbawan dan A. Siagian, 2004. Indeks Glikemik Pangan, Cara mudah Memilih
Pangan yang Menyehatkan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Santoso, 2005. Modul Teori dan Praktikum Teknologi Pengolahan Kedelai Malang:
Widyagama
Susanti. 2001. Penelitian dan pengembangan Produk Baru di PT. Amott’s
indonesia. Laporan Magang Jurusan teknologi Pangan dan Gizi.
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Setyowati, W.T. dan Nisa, F.C. 2014. Formulasi Biskuit Tinggi Serat (Kajian
Proporsi Bekatul Jagung:Tepung terigu dan Penambahan Baking
Powder) Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(3):224-231.
Siswono, 2004. Ibu dan Anak Sehat Berkat Vitamin A. http://www.gizi.net/berita.
Diakses tanggal 5 September 2017.
Thannoun, A. M. And Al-Kubati, A. A. M. M. 2010. Blood Glucose Response And
Glycemic Index Of Diets Containing Different Sources of
Carbohydrate in Healty Rats. Mesopotamia J. Of Agric. Vol.(38) No.
(1) 2010
Waspadji, SARWONO. 2003. Asupan Zat Gizi dan Beberapa Zat Gizi pada
Penderita Hiperlipidemia dalam Pengkajian Status Gizi Epidemologi
Balai Penerbit Fakultas Gizi Studi Epidemiologi Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi: Edisi Terbaru. Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama.
Wellington, 1993. Cereals and Cereal Products, Food Industries Manual 23nd
edition. Blackie Academic Professional. New York.
37
𝑎
Rendemen tepung = 𝑏
x 100%
Keterangan :
𝑎
Rendemen tepung = 𝑏
x 100%
Keterangan :
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢
%Kadar Abu = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 x 100%
FP = faktor konversi = 5,70 untuk tepung dan pati serta 6,25 untuk biskuit.
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘
%Kadar Lemak = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 x 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑡
% Serat Kasar = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 x 100%
0,15 𝑔𝑟𝑎𝑚
Porsi = 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜ℎ𝑖𝑑𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑦 𝐷𝑖𝑓𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑐𝑒 x 100
Sebelum diberi pangan uji, tikus diadaptasi terlebih dahulu selama semingu serta
diberi makan dan minum secara ad libitum. Besar sampel ditetapkan dengan
menggunakan rumus Federer (1997) yaitu:
(t-1)(n-1) ≥15
(t-1)(n-1) ≥15
(5-1)(n-1) ≥15
4(n-1) ≥15
4n-4 ≥15
4n ≥19
n ≥5
Pada penelitian ini, tikus dibagi dalam satu kelompok kontrol perlakuan (glukosa
murni) dan empat kelompok perlakuan (formulasi empat varian tepung). Jumlah
sampel per kelompok yakni 5 ekor, sehingga didapat jumlah sampel 25 ekor tikus.
Semua pangan uji diberikan secara oral satu kali dalam Aquades. Sesaat sebelum
senyawa uji diberikan, dilakukan pengambilan darah hewan uji. Setelah pemberian
pangan uji, kembali dilakukan pengambilan sampel darah pada waktu 30,60,90,
dan 120 menit. Sampel darah yang telah terpisah kemudian diambil, dipreparasi
untuk kemudian ditambahkan reagen yang mengandung enzim GOD,
aminofenazon dan indikator, kemudian dibuat larutan standar (0,574) dan blanko
(0,246) juga disiapkan untuk perbandingan, larutan standar terdiri dari larutan
glukosa standar dan blanko sebagai reagen pembanding yang dibuat dari
aquades. Preparat sampel disiapkan secara kuantitatif dengan menggunakan
mikropipet dengan volume yang telah ditentukan, yaitu:
a. Sampel terdiri dari : 100 µL sampel + reagen ad 1000 µL
b. Blanko terdiri dari : reagen 1000 µL
c. Standar terdiri dari : 100 µL larutan standar + reagen ad 1000 µL
Masing-masing larutan dalam kuvet dicampurkan dan diinkubasikan
selama 20 menit dalam suhu ruangan (370C). Setelah diinkubasi, kuvet
41
9. Beban Glikemik
Perhitungan dari muatan glikemik makanan, yaitu mengalihkan indeks
glikemik dengan jumlah karbohidrat dalam satu porsi, kemudian dibagi
dengan 100.
Karbohidrat (g)x Indeks Glikemik
BG = 100
42
KUISIONER
UJI SKORING
Kode Rasa
159
876
542
099
Keterangan :
6 : Amat sangat asam
5 : Sangat asam
4 : asam
3 : Agak asam
2 : Tidak asam
1 : Sangat Tidak asam
Komentar : ...............................................................................................................