Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENGETAHUAN BAHAN PANGAN


SIFAT FISIK DAN KIMIA BUAH MANGGA
SELAMA PENYIMPANAN
DENGAN BERBAGAI METODE PENGEMASAN

Oleh :
IDA MARIA

(1433010023)

NAUFAL ALWAN HARIS

(1433010031)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
VETERAN JAWA TIMUR
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Sifat Fisik
dan Kimia Buah Mangga dalam Berbagai Metode Pengemasan ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Dedin Finatsiyatul
Rosida, DR. STp, MKes selaku dosen mata kuliah Pengetahuan Bahan Pangan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai bagaimana cara mengolah limbah pangan menjadi produk
yang memiliki daya jual. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, berharap adanya
kritik, saran dan usulan yang membangun demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah ini yang telah disusun ini dapat 1memberi manfaat bagi kami sendiri,
teman-teman mahasiswa maupun orang-orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan terima kasih.

Surabaya, Mei 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

I.
PENDAHULUAN
II.
TINJAUAN PUSTAKA
III.
METODOLOGI
IV.
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

.
.
.
.
.
.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Mangga (Mangifera Indica L.) termasuk salah satu jenis buah tropis yang
bersifat musiman. Menurut Djubaedah dan Nurlaelyah (1986), mangga termasuk ke
dalam suku Anacardiaceae. Tanaman ini berbentuk pohon, tingginya dapai mencapai
10 sampai 40 meter. Banyak jenis kultivar yang telah dibudidayakan, dan salah satu
kultivar yang disukai oleh masyarakat adalah mangga Arumanis. Winarno (1993)
menyatakan bahwa mangga Arumanis merupakan salah satu kultivar terbaik di
Indonesia yang banyak dikonsumsi dalam bentuk segar.
Mangga tidak tahan lama untuk disimpan pada kondisi suhu kamar. Buah
mangga yang telah matang hanya tahan 2 sampai 3 hari pada kondisi suhu kamar
(Winarno, 1993). Mutu buah dapat dipertahankan bila dipanen pada saat yang tepat
dan juga penanganan pascapanen yang baik. Buah yang dikemas dengan cara yang
baik dan disimpan pada suhu penyimpanan yang sesuai dapat memperpanjang umur
simpan buah tersebut.
Metode pengemasan yang bisa diterapkan pada buah-buahan adalah
pengemasan secara individu dan kolektif. Pengemasan secara individu dilakukan
sebagai upaya untuk menanggulangi perilaku atau kebiasaan konsumen yang suka
mencium dan menekan buah mangga ketika hendak membeli, sehingga
menimbulkan kesan yang tidak higienis. Menurut Kawada dan Albrigo (1979),
pengemasan

secara

individual

dapat

mengurangi

kehilangan

kelembaban,

menurunkan perubahan warna kulit dan mengurangi penyakit pada tangkai buah.
Sedangkan pengemasan secara kolektif bertujuan untuk mempermudah konsumen
dalam membeli buah mangga, karena di dalam kemasan sudah terisi buah-buahan
dengan jumlah yang diinginkan konsumen (khususnya konsumen di Indonesia).
Buah mangga yang telah dikemas dapat disimpan pada suhu 10C (Pantastico,
1993). Suhu penyimpanan tersebut merupakan suhu yang biasa digunakan untuk
menyimpan buah dan sayuran di supermarket, dimana suhu 10C adalah suhu
penyimpanan di lemari es dan suhu 21 sampai 24C adalah suhu penyimpanan di
ruangan AC.

Saat ini telah dikembangkan suatu teknik penyimpanan dengan penggunaan


atmosfir termodifikasi (modified atmosphere). Penggunaan atmosfer termodifikasi
(secara aktif) pada beberapa jenis kemasan plastik fleksibel tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata dengan teknik penyimpanan tanpa pengisian gas (tanpa
modifikasi atmosfir secara aktif) terhadap sifat fisik dan kimia buah mangga
(Lidiasari, 2002)
1.2

Rumusan Masalah

1.3

Tujuan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tanaman Mangga (Mangifera indica L.)

Mangga yang berkembang di Indonesia diperkirakan berasal dari India, yang


dipercaya pemeliharaannya telah ada seiring peradaban India. Sejarah pun mencatat bahwa
mangga pertama kali ditemukan oleh Alexander Agung di lembah Indus, India. Kata mangga
sendiri berasal dari bahasa Tamil, yaitu mangas atau man-kay. Dalam bahasa botani, mangga
disebut Mangifera indica L. yang berarti tanaman mangga berasal dari India. Dari India,
sekitar abad ke-4 SM, tanaman mangga menyebar ke berbagai negara, yakni melalui
pedagang India yang berkelana ke timur sampai ke Semenanjung Malaysia. Pada tahun 1400
dan 1450, mangga mulai ditanam di kepulauan Sulu dan Mindanau, Filipina, di pulau Lizon
sekitar tahun 1600, dan di kepulauan Maluku pada tahun 1665 (Pracaya, 2011).

2.2

Taksonomi dan Morfologi Buah Mangga


Dalam tata nama sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman mangga

diklasifikasikan sebagai berikut:


Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Sapindales

Famili

: Anacardiaceae

Genus

: Mangifera

Spesies

: Mangifera spp.
Tanaman mangga tumbuh dalam bentuk pohon berbatang tegak, bercabang banyak,

serta rindang dan hijau sepanjang tahun. Tinggi tanaman dewasanya bisa mencapai 10-40 m
dengan umur bisa mencapai lebih dari 100 tahun. Morfologi tanaman mangga terdiri atas
akar, batang, daun, dan bunga. Bunga menghasilkan buah dan biji yang secara generatif dapat
tumbuh menjadi tanaman baru (Pracaya, 2011).
Mangga rata-rata berbunga satu kali sehingga panen buah dapat dilakukan beberapa
kali dalam satu periode karena buah tidak masak bersamaan. Mangga cangkokan mulai
berbuah pada umur 4 tahun sedangkan mangga okulasi pada umur 5- 6 tahun. Buah panen
pertama hanya mencapai 10-15 buah, pada tahun ke-10 jumlah buah dapat mencapai 300-500
buah/pohon, pada umur 15 tahun mencapai 1000 buah/pohon, dan produksi maksimum
tercapai pada umur 20 tahun dengan potensi produksi mencapai 2000 buah/pohon/tahun
(Tafajani, 2011).
Buah mangga memiliki keanekaragaman bentuk antara lain bulat, bulat pendek
dengan ujung pipih, dan bulat-panjang agak pipih. Susunan tubuh buah terdiri dari beberapa
lapisan, yaitu sebagai berikut :
a. Kulit buah
Buah mangga yang muda memiliki kulit berwarna hijau, namun menjelang matang
berubah warna menurut jenis dan varietasnya.
b. Daging buah
Buah mangga yang masih muda pada umumnya memiliki daging buah yang berwarna
kuning keputih-putihan. Menjelang tua daging buah berubah menjadi kekuningkuningan sampai kejingga-jinggan. Rasa daging buah mangga bervariasi, yaitu asam
sampai manis dengan aroma yang khas pada setiap varietas mangga.
c. Biji
Biji mangga berkeping dua dan memiliki sifat poliembrional, karena dari satu biji
dapat tumbuh lebih dari satu bakal tanaman (Rukmana, 1997).

2.3

Komposisi Kimia Buah Mangga


Berikut adalah daftar komposisi kimia dan nilai gizi buah mangga:

Kandungan zat

Nilai rata-rata buah mangga


Mentah
Matang
Air (%)
90,00
86,10
Protein (%)
0,70
0,60
Lemak (%)
0,10
0,10
Gula total (%)
8,80
11,80
Serat (%)
1,10
Mineral
0,40
0,30
- Kapur (%)
0,03
0,01
- Fosfor (%)
0,02
0,02
- Besi (mg/gram)
4,50
0,30
Vitamin A (mg/100 g)
150 IU
4.800 IU
Vitamin B1 (mg/100 g)
0,04
Vitamin B2 (mg/100 g)
0,03
0,05
Vitamin C (mg/100 g)
3,00
13,00
Asam nivotinat (mg/100 g)
0,30
Nilai kalori per 100 g
39
50-60
Sumber : Laroussihe, LE MANGUIER, dalam Pracaya, (2011)
Komponen daging buah mangga yang paling banyak adalah air dan karbohidrat.
Selain itu juga mengandung protein, lemak, macam-macam asam, vitamin, mineral, tanin, zat
warna, dan zat yang mudah menguap sehingga menciptakan aroma harum khas buah mangga.
Karbohidrat daging buah mangga terdiri dari gula sederhana, tepung, dan selulosa.
Gula sederhananya berupa sukrosa, glukosa, dan fruktosa yang memberikan rasa manis dan
bermanfaat bagi pemulihan tenaga pada tubuh manusia. Selain gula, rasa dan karakteristik
buah mangga juga dipengaruhi oleh tanin dan campuran asam. Tanin pada buah mangga
menyebabkan rasa kelat dan terkadang pahit. Tanin juga menyebabkan buah mangga menjadi
hitam setelah diiris. Sementara itu, rasa asam pada buah mangga disebabkan oleh adanya
asam sitrat (0,13-0,17%) dan vitamin C (Pracaya, 2011).
2.4

Manfaat Buah Mangga


1. Khasiat mangga sebagai Antioksidan Tubuh
Mangga pun merupakan sumber beta-karoten , kalium, dan vitamin C. Beta-karoten
adalah zat yang di dalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A (zat gizi yang penting
untuk fungsi retina). Beta-karoten (dan vitaminC) juga tergolong antioksidan,
senyawa yang dapat memberikan perlindungan terhadap kanker karena dapat
menetralkan radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul-molekul tak stabil yang

dihasilkan oleh berbagai proses kimia normal tubuh, radiasi matahari atau kosmis,
asap rokok, dan pengaruh-pengaruh lingkungan lainnya.
2. Untuk menjaga kesehatan Gigi dan Gusi
Di samping berfungsi sebagai antioksidan, vitamin C memiliki fungsi menjaga dan
memacu kesehatan pembuluh-pembuluh kapiler, kesehatan gigi dan gusi. Ia
membantu penyerapan zat besi dan dapat menghambat produksi natrosamin , satu zat
pemicu kanker. Vitamin C mampu pula membuat jaringan penghubung tetap normal
dan membantu penyembuhan luka.
Kandungan vitamin C mangga cukup layak diperhitungkan. Setiap 100 gram bagian
mangga masak yang dapat dimakan memasok vitamin C sebanyak 41 mg, mangga
muda bahkan hingga 65 mg. Berarti, dengan mengkonsumsi mangga ranum 150 gram
atau mangga golek 200 gram (1/2 buah ukuran kecil), kecukupan vitamin C yang
dianjurkan untuk laki-laki dan perempuan dewasa per hari (masing-masing 60 mg)
dapat terpenuhi.
3. Mangga mengandung Kalium menurunkan resiko stroke
Kalium mempunyai fungsi meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan
kotraksi otot, dan membantu tekanan darah. Konsumsi kalium yang memadai dapat
mengurangi efek natrium dalam meningkatkan tekanan darah, dan secara bebas
memberikan kontribusi terhadap penurunan risiko karena stroke.
Satu penelitian menunjukkan bahwa bila seseorang menambahkan sepotong buah
tinggi kalium ke dalam pola makanan sehari-hari, risiko terkena stroke fatal dapat
dikurangi sebesar 40 persen. Konsumsi ekstra kalium sebanyak 400 mg setiap hari
dapat mengurangi kemungkinan mendapat penyakit jantung dan pembuluh darah.
Kalium terdapat melimpah pada mangga. Tiap 100 gram mangga terkandung kalium
sebesar 189 mg. Dengan mengkonsumsi sebuah mangga harumanis ukuran sangat
kecil (minimal 250 gram), atau sebuah mangga gedong ukuran sedang (200-250 g),
kecukupan kalium sebanyak 400 mg per hari dapat terpenuhi.
4. Bermanfaat untuk menumpas Kanker
Para ahli meyakini mangga adalah sumber karotenoid yang disebut beta crytoxanthin,
yaitu bahan penumpas kanker yang baik.

5. Baik untuk pencernakan, kesehatan mata, mulut, dan tenggorokan


Kandungan asam galat pada mangga sangat baik untuk saluran pencernaan.
Sedangkan kandungan riboflavinnya sangat baik untuk kesehatan mata, mulut, dan
tenggorokan.
6. Menyembuhkan berbagai macam penyakit
Mangga pun berkhasiat membantu menyembuhkan berbagai penyakit, diantaranya
radang kulit, influenza, asma, gangguan pengelihatan, gusi berdarah, radang
tenggorokan, radang saluran napas, sesak napas dan borok. Selain itu juga bisa
mengatasi bisul, kudis, eksim, perut mulas, diare, mabuk perjalanan, cacingan, kurang
nafsu makan, keputihan, gangguan menstruasi, hernia dan rematik.
7. Manfaat buah mangga untuk terapi
Misalnya untuk pembersih darah, menurunkan panas badan, dan menghilangkan bau
badan. Mangga dianggap mampu membersihkan aliran darah dan mengurangi
kelebihan panas badan. Selain itu mangga juga baik untuk menghilangkan bau badan.

2.5

Metode Pengemasan
Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan barang menjadi

siap untuk ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual, dan dipakai. Adanya wadah
atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi produk
yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan,
benturan, getaran). Disamping itu pengemasan berfungsi untuk menempatkan suatu hasil
pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan dalam
penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Dari segi promosi wadah atau pembungkus
berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Karena itu bentuk, warna dan dekorasi
dari kemasan perlu diperhatikan dalam perencanaannya. Dalam perkembangannya di bidang
pascapanen, sudah banyak inovasi dalam bentuk maupun bahan pengemas produk pertanian.
Dalam

menentukan

fungsi

perlindungan

dari

pengemasan,

maka

perlu

dipertimbangkan aspek-aspek mutu produk yang akan dilindungi. Mutu produk ketika
mencapai konsumen tergantung pada kondisi bahan/produk, metode pengolahan dan kondisi
penyimpanan. Dengan demikian, fungsi kemasan harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:

Kemampuan/daya membungkus yang baik untuk memudahkan dalam penanganan,

pengangkutan, distribusi, penyimpanan dan penyusunan/ penumpukan.


Kemampuan melindungi isinya dari berbagai risiko dari luar, misalnya perlindungan
dari udara panas/dingin, sinar/cahaya matahari, bau asing, benturan/tekanan mekanis,

kontaminasi mikroorganisme.
Kemampuan sebagai daya tarik terhadap konsumen. Dalam hal ini identifikasi,
informasi dan penampilan seperti bentuk, warna dan keindahan bahan kemasan harus

mendapatkan perhatian.
Persyaratan ekonomi, artinya kemampuan dalam memenuhi keinginan pasar, sasaran

masyarakat dan tempat tujuan pemesan.


Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang
ada, mudah dibuang, dan mudah dibentuk atau dicetak.
Dengan adanya persyaratan yang harus dipenuhi kemasan tersebut maka kesalahan

dalam hal memilih bahan baku kemasan, kesalahan memilih desain kemasan dan kesalahan
dalam memilih jenis kemasan, dapat diminimalisasi. Untuk memenuhi persyaratanpersyaratan tersebut maka bahan kemas harus memiliki sifat-sifat :
o Permeabel terhadap udara (oksigen dan gas lainnya).
o Bersifat non-toksik dan inert (tidak bereaksi dan menyebabkan reaksi kimia) sehingga
o
o
o
o

dapat mempertahankan warna, aroma, dan cita rasa produk yang dikemas.
Kedap air (mampu menahan air atau kelembaban udara sekitarnya).
Kuat dan tidak mudah bocor.
Relatif tahan terhadap panas.
Mudah dikerjakan secara massal dan harganya relatif murah.
Plastik merupakan salah satu jenis bahan kemas yang sering digunakan selain bahan

kemas lain seperti: kaleng, gelas, kertas, dan styrofoam. Plastik, bahan pengemas yang
mudah didapat dan sangat fleksibel penggunaannya. Selain untuk mengemas langsung bahan
makanan, seringkali digunakan sebagai pelapis kertas. Secara umum plastik tersusun dari
polimer yaitu rantai panjang dan satuan-satuan yang lebih kecil yang disebut monomer.
Polimer ini dapat masuk dalam tubuh manusia karena bersifat tidak larut, sehingga bila
terjadi akumulasi dalam tubuh akan menyebabkan kanker. Masing-masing jenis plastik
mempunyai tingkat bahaya yang berbeda tergantung dan bahan kimia penyusunnya, jenis
makanan yang dibungkus (asam, berlemak ), lama kontak dan suhu makanan saat disimpan.
Semakin tinggi suhu makanan yang dimasukkan dalam plastik ini maka semakin cepat
terjadinya perpindahannya.
Jenis kemasan plastik yang termasuk untuk kemasan produk pangan:

1. PET : singkatan dari Poly Ethylene Theraphalate, berfungsi untuk mengemas produk yang
membutuhkan perlindungan ekstra terhadap udara.
2. Nylon : merupakan gabungan dari PET dan OPP, berfungsi untuk mengemas produk yang
membutuhkan perlindungan ekstra terhadap udara dan kelembaban.
3. OPP : singkatan dari Oriented Poly Propylene, berfungsi untuk mengemas produk yang
membutuhkan perlindungan ekstra terhadap kelembaban.
4. PVC : singkatan dari Poly Vinyl Citrid, mengeluarkan gas beracun bila terkena panas,
sehingga penggunaannya untuk poduk pangan hanya diijinkan untuk kemasan luar saja.
5. PO : singkatan dari Poly Olyvin, fungsinya hanya untuk tampilan keindahan pada
kemasan. Warnanya yang bening dan sangat transparan, menghasilkan efek kilap pada
kemasan.
6. PE : singkatan dari Poly Ethylene, fungsinya dalam dunia kemasan terkenal sebagai seal
layer-lapisan perekat.
7. PP : singkatan dari Poly Propylene, fungsinya dalam dunia kemasan sering dipakai untuk
pelapis bahan kemasan lainnya, sebagai seal layer, maupun sebagai kemasan yang berdiri
sendiri.
Dari beberapa jenis plastik di atas yang relatif lebih aman digunakan untuk makanan/bahan
pangan adalah Polyethylene yang tampak bening dan Polypropylene yang lebih lembut dan
agak tebal.

Teknik Pengemasan Produk


1.

Teknik Pengemasan dengan heat sealer.


Teknik pengemasan ini menggunakan heat sealer secara manual. Alat ini juga disebut

sebagai hand sealer. Cara kerjanya yaitu dengan meletakkan ujung terbuka pengemas yang
telah berisi bahan, tepat di bagian sealer. Lalu alat ditekan untuk merekatkan kedua bagian
pengemas sehingga ujung terbukanya menutup. Terdapat indikator lampu yang menunjukkan
batas waktu sealing. Jika terlalu lama, bahan pengemas dapat robek bahkan terputus. Jika
terlalu cepat, pengemas tidak tertutup dengan baik, masih ada celah yang memungkinkan
udara atau air masuk sehingga pengemasan menjadi kurang sempurna.
2.

Pengemasan dengan Vacum Packaging.

Pengemasan dengan metode vakum, cara kerjanya adalah dengan menekan tombol ON pada
alat, program diaktifkan untuk pengaturan, gas diatur sesuai permintaan, vakum dan seal

diatur, tombol Reprog ditekan, tutup pengemas dibuka. Selanjutnya pengemas yang telah
diisi bahan makanan dimasukkan ke dalam vacuum sealer. Ujung terbuka pengemas
diletakkan tepat pada bagian sealer. Selanjutnya, penutup vacuum sealer diturunkan hingga
rapat, tunggu sampai proses sealing selesai, buka penutup alat lalu tekan tombol power pada
posisi OFF.
3.

Pengemasan dengan Alat Pengemas Bertekanan.

Pengemasan dengan alat pengemas bertekanan memiliki prinsip kerja yaitu dengan
memasukkan gas nitrogen ke dalam pengemas sehingga bahan di dalamnya lebih tahan/tidak
rusak karena adanya tekanan. Cara kerja alat ini mirip dengan alat pengemas vakum yaitu
dengan memasukkan pengemas yang telah berisi bahan pangan ke dalam alat pengemas
bertekanan. Ujung terbuka pengemas dikaitkan dan diletakkan tepat pada bagian sealer, lalu
penutup alat diturunkan. Gas nitrogen dialirkan, kemudian alat dinyalakan. Tunggu hingga
sealing selesai. Hasil akhirnya adalah kemasan yang berbentuk gembung karena saat di-seal
gas masih ada dalam kemasan.

BAB III
METODOLOGI
3.1

Alat dan Bahan


Bahan :

Buah mangga

Aquadest

Indikator PP

Larutan NaOH 0,1 N

Larutan iodin 0,01 N

Amilum

Alat :

Ruang penyimpanan dengan suhu 10C dan 20C

Plastik fleksibel yang terbuat dari campuran antara polipropilen, polietilen dan
LLDPE yang berukuran 310 x 400 mm untuk kemasan kolektif dan 78 x 100
mm untuk kemasan individu yang diberi lubang dengan menggunakan jarum
yang berdiameter 0,5 mm (8 lubang untuk pengemasan secara individu dan 32
lubang untuk pengemasan secara kolektif)

3.2

Color checker

Gelas ukur

Pipet tetes

Labu ukur

Timbangan digital

Buret

Statif dan klam

Fruit hardness tester

Refractometer

Labu erlenmeyer

Gelas beker

Metode
Cara kerja :
Buah mangga dipilih yang tidak cacat, baik dan dengan ukuran serta kematangan
yang seragam (buah mangga yang tua). Buah mangga yang telah disortir tersebut,
dikemas dalam plastik PP (polipropilen) baik secara individu maupun secara kolektif.
Buah mangga yang telah dikemas, disimpan pada ruang penyimpanan dengan suhu
10C dan suhu 20C.
Buah mangga yang tidak dikemas juga disimpan pada ruang penyimpanan dengan
suhu 10, 20 dan 35C sebagai kontrol. Kemudian dilakukan pengamatan pada
warna, kekerasan, susut bobot, kadar asam total, kadar vitamin C dan kadar gula

setiap hari pengamatan yaitu 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 hari penyimpanan atau mendekati
busuk.

Pengamatan yang dilakukan meliputi :


a) Susut bobot
Susut bobot ditentukan dengan cara menimbang sampel pada saat
pengambilan sampel pada waktu simpan tertentu. Caranya adalah buah
mangga yang belum diberi perlakuan ditimbang berat awalnya, kemudian
buah diberi perlakuan berdasarkan penyimpanan dan ditimbang berat
akhirnya. Presentase susut bobot dapat ditentukan dengan rumus :
Susut bobot (%) = A B x 100%
B
Dimana :
A : berat bahan awal penyimpanan (g)
B : berat bahan pada saat pengambilan setelah waktu simpan (g)
b) Kekerasan
AOAC (1984) menyatakan bahwa pengujian kelunakan buah mangga
menggunakan alat fruit hardness tester. Alat tersebut diletakkan secara
vertikal tepat diatas bagian pangkal, tengah dan ujung buah yang kemudian
ditekan hingga mengenai permukaan kulit buah sampai tanda batas. Perubahan
skala jarum setelah mengenai permukaan kulit dicatat dalam satuan kg.

c) Warna kulit
Perubahan warna kulit buah mangga pada bagian pangkal, tengah dan ujung
selama penyimpanan diukur dengan menggunakan alat yang disebut color
checker. Kulit buah yang akan diukur ditempelkan dibawah alat tersebut
sehingga sinar pada alat tersebut dapat menangkap warna pada buah mangga.
Nilai warna dapat dilihat pada alat secara digital yaitu berupa Lightness,
Chroma dan Hue (L, C dan H).
d) Kadar asam total (KAT)
Askar dan Treptow (1993) menyatakan bahwa penentuan kadar asam total
dapat dilakukan dengan menggunakan titrasi NaOH, dengan cara sebagai

berikut : diambil 10 gram daging buah mangga lalu dihaluskan, lalu


dimasukkan ke dalam labu ukur serta ditambahkan aquadest ke dalamnya
hingga 250 ml. kemudian diambil 25 ml dan diberi indikator PP untuk dititrasi
dengan NaOH 0,1 N sampai berwarna merah muda. KAT dihitung dengan
rumus :
a = bcde x 100%
f
Dimana :
a : % keasaman
b : volume titrasi (ml)
c : normalitas NaOH (N)
d : volume yang dipakai (ml)
e : ekivalen dari asam (dianggap sebagai asam sitrat) = 0,064
f : berat sampel yang dipakai (g)
e) Kadar gula total
Kadar gula diukur dengan alat yang disebut refractometer. Pengukurannnya
dengan cara meletakkan cairan buah diatas refractometer, angka gula total
dapat dilihat secara digital.
f) Kadar vitamin C
Penentuan kadar vitamin C dilakukan dengan metode titrimetri yang
menggunakan larutan iodine sebagai peniter (Sudarmadji et al. 1996) dengan
cara sebagai berikut : diambil 10 gram daging buah mangga lalu dihancurkan.
Kemudian dimasukkan 10 gram sampel yang telah hancur ke dalam labu ukur
dan ditambah aquadest hingga 250 ml. Diambil 25 ml hasil saringan dan
ditambahkan amilum 2 tetes untuk dititrasi dengan iodine 0,01 N sampai
berwarna biru. Kadar vitamin C dihitung dengan menggunakan standarisasi
larutan iodine yaitu :
1 ml iodine = 0,88 mg vitamin C
g) Uji organoleptik
Pengujian organoleptik meliputi uji kesukaan (hedonik) yang dihitung secara
statistik non parametrik model Friedmen-Conover, dan uji duo trio terhadap
rasa buah mangga.

Penilaian pada uji duo trio dilakukan dengan tujuan untuk melihat adanya
perbedaan (rasa buah mangga) antara contoh sampel yang akan diuji dengan
sampel standar. Disajikan 3 sampel buah mangga yang terdiri dari 2 sampel
buah mangga segar dan 1 sampel buah mangga yang diberi perlakuan
(individu dan kolektif ; 10C dan 20C). Dimana 1 dari 2 sampel buah mangga
segar yang disajikan merupakan standar (contoh baku) dan dikenali terlebih
dahulu oleh panelis (Soekarto, 1985). Dalam uji duo trio ini panelis diminta
untuk memilih 1 dari 2 sampel buah mangga (yang belum dikenali) yang
memiliki rasa yang sama dengan sampel standar (contoh baku).

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1

Susut bobot
Susut bobot terjadi karena kehilangan sebagian air pada buah. Susut bobot
buah mangga yang dikemas secara individu maupun kolektif selama penyimpanan
pada suhu 10C dan 20C cenderung meningkat.
Berdasarkan penelitian (Merynda Indriyani, 2006) susut bobot terbesar adalah
buah mangga yang dikemas secara kolektif pada suhu 20C sedangkan yang memiliki

susut bobot terkecil adalah buah mangga yang dikemas secara individu dan disimpan
pada suhu 10C. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan,
maka akan semakin tinggi pula susut bobot buah mangga yang dihasilkan.
Buah mangga yang disimpan secara kolektif (suhu 10C) mengalami susut
bobot yang jauh lebih besar dibandingkan buah mangga yang disimpan secara
individu. Hal ini berarti bahwa metode pengemasan (individu) yang digunakan dapat
menekan susut bobot buah mangga yang disimpan pada suhu 10C. Penurunan susut
bobot yang lebih besar pada buah mangga yang disimpan secara kolektif disebabkan
karena adanya panas (hasil proses respirasi) yang lebih besar dibandingkan dengan
buah mangga yang disimpan secara individu, sehingga proses pematangan buah
menjadi lebih cepat. Dengan demikian susut bobot buah mangga juga akan semakin
besar.
Hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa suhu penyimpanan yang
digunakan berpengaruh sangat nyata terhadap susut bobot buah mangga yang
dihasilkan, sedangkan metode pengemasan yang digunakan

tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap susut bobot buah mangga yang dihasilkan.
Susut bobot pada buah mangga selama penyimpanan disebabkan oleh adanya
proses penguapan air (transpirasi) dan jaringan buah melalui stomata atau kulit. Buah
mangga merupakan salah satu buah yang memiliki kandungan air yang cukup tinggi
yaitu 86,6%. Menurut Winarno (1991) kandungan air pada bahan pangan ikut
menentukan kesegaran, penampakan dan daya tahan bahan pangan tersebut. Apabila
sebagian air pada bahan pangan tersebut menguap maka akan dapat menyebabkan
terjadinya susut bobot yang berarti kesegaran, penampakan dan daya tahan bahan
pangan tersebut menurun. Penguapan air (transpirasi) dapat dikurangi antara lain
dengan cara menurunkan suhu penyimpanan, menaikkan kelembaban udara dan
mengemas atau membungkus buah mangga tersebut.
Susut bobot buah mangga juga dapat disebabkan oleh kehilangan karbon
selama proses respirasi. Pada proses respirasi ini senyawa-senyawa karbon yang
terdapat dalam gula pada buah mangga akan mengikat dan bereaksi dengan oksigen
yang akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang mudah menguap yaitu
karbondioksida dan uap air sehingga buah akan kehilangan bobotnya. Proses respirasi
ini dapat ditekan dengan mengkombinasikan antara pengemasan dengan penyimpanan
pada suhu rendah. Perlakuan suhu berpengaruh sangat nyata terhadap susut bobot,

sehingga buah mangga yang disimpan pada suhu 10C memiliki nilai susut bobot
yang lebih rendah bila dibandingkan dengan buah mangga yang disimpan pada suhu
20C. Hasil ini sesuai dengan pendapat Muchtadi (1992) yang menyatakan bahwa
penyimpanan suhu rendah dapat menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga
proses ini berjalan lambat, sehingga daya simpan buah mangga dapat diperpanjang.
Dengan meningkatnya suhu, laju respirasi akan semakin cepat dimana setiap kenaikan
suhu 10C maka laju respirasi akan meningkat dua sampai tiga kali. Hal tersebut
mengakibatkan buah mangga yang disimpan pada suhu ruang akan mengalami susut
bobot yang lebih tinggi.
4.2

Kekerasan
Kekerasan buah-buahan pada umumnya akan menurun selama penyimpanan.
Kekerasan buah mangga pada bagian pangkal, tengah dan ujung selama penyimpanan
pada suhu 10C dan 20C cenderung menurun. Hasil analisa keragaman menunjukkan
bahwa perlakuan suhu penyimpanan dan metode pengemasan berpengaruh nyata
terhadap kekerasan buah mangga selama penyimpanan.
Selama proses pematangan, ketegaran dinding sel akan berkurang karena
terjadinya perombakan protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut
(Pantastico, 1993). Perombakan ini merupakan hasil kerja dari enzim-enzim seperti
pektin metal esterase, pektin transetiminase dan poligalakturonase. Dengan terurainya
protopektin ini, daging buah menjadi lunak. Sejalan dengan pematangan, kadar
protopektin pada buah akan menurun sedangkan kadar pektin yang larut akan
meningkat.
Penurunan kekerasan ini juga disebabkan oleh adanya proses respirasi dan
transpirasi. Pada proses transpirasi akan mengakibatkan pecahnya karbohidrat
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, dengan adanya pemecahan
karbohidrat ini maka akan menyebabkan pecahnya jaringan pada buah-buahan
sehingga produk menjadi lunak. Proses respirasi ini menyebabkan kelanjutan
pematangan pada komoditas. Pada saat itu terjasi degradasis hemiselulosa dan pektin
dari dinding sel yang mengakibatkan perubahan kekerasan pada buah mangga.
Sedangkan pada proses tranpirasi, akan terjadi penguapan air yang menyebabkan
buah-buahan menjadi layu dan mengerut sehingga buah akan menjadi lunak. Hal ini
terjadi karena sebagian air pada buah mengalami penguapan sehingga ketegaran buah
menjadi menurun.

Perlakuan suhu yang lebih tinggi (20C) menghasilkan penurunan kekerasan


yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan suhu yang lebih rendah (10C). Hal
ini disebabkan pada suhu yang lebih tinggi akan mengakibatkan laju respirasi yang
lebih tinggi dan aktifitas enzim yang lebih cepat. Semakin aktif enzim-enzim tersebut
bekerja makan tekstur buah akan semakin lunak. Sedangkan pada suhu yang lebih
rendah dapat memperlambat pelunakan buah, karena pada suhu yang lebih rendah
sifat katalis enzim dapat dihambat (Anggrahini dan Hadiwiyoto, 1987).
Buah mangga yang disimpan tanpa kemasan (kontrol) baik pada suhu 10C
ataupun 20C memiliki kekerasan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan buah
mangga yang diberikan perlakuan pengemasan. Buah mangga yang disimpan tanpa
kemasan pada suhu 20C memiliki penurunan kekerasan yang lebih besar
dibandingkan dengan buah mangga yang disimpan tanpa kemasan pada suhu 10C.
Karena semakin rendah suhu maka proses respirasi, transpirasi dan aktifitas enzim
dapat dihambat.
4.3

Warna kulit
Hasil uji terhadap warna kulit buah mangga menunjukkan bahwa warna
kromatik pada kulit buah mangga adalah hijau kekuningan. Hasil analisa keragaman
menunjukkan bahwa perlakuan metode pengemasan berpengaruh sangat nyata
terhadap warna kulit buah mangga (untuk lightness dan chroma), sedangkan
perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa
buah yang dikemas secara individu memiliki penurunan nilai lightness dan chroma,
yang lebih kecil bila dibandingkan dengan buah mangga yang dikemas secara
kolektif.
Buah mangga yang dikemas secara kolektif terdiri dari 4 buah mangga
sehingga panas (energi) yang timbul di dalam kemasan akibat adanya proses respirasi
lebih banyak, dibandingkan dengan buah mangga yang dikemas secara individu.
Dengan adanya panas (energi) yang lebih banyak maka proses pemasakan buah akan
lebih cepat dan hal ini menandakan perubahan warna kulit buah mangga akan lebih
cepat pula.
Buah mangga yang disimpan dengan tanpa menggunakan kemasan (kontrol)
terutama yang disimpan pada suhu 20C lebih cepat mengalami perubahan warna dari
hijau tua menjadi kuning, bahkan telah mengalami pengeriputan. Sedangkan buah
mangga yang disimpan dengan tanpa menggunakan kemasan pada suhu 10C, lebih

dapat mempertahankan warna hijaunya walaupun bercak coklat kehitamannya lebih


banyak bila dibandingkan dengan buah mangga yang disimpan dengan menggunakan
kemasan. Hal ini didukung oleh pendapat Winarno dan Wirakartakusumah (1991)
yang menyatakan bahwa kenaikan suhu akan meningkatkan pembentukan pigmen.
Semakin tinggi suhu penyimpanan makan buah mangga yang disimpan akan lebih
cepat mengalami perubahan warna dari hijau muda menjadi hijau tua atau hijau
kekuningan. Perubahan warna ini disebabkan oleh hilangnya warna hijau yang
melibatkan klorofil dan munculnya karotenoid. Dengan demikian kombinasi antara
pengemasan dan penyimpanan pada suhu rendah lebih dapat menekan perubahan
warna dari kulit buah mangga.
4.4

Asam total
Asam total tertitrasi dari buah dinyatakan sebagai asam non volatil yang
dominan yang dikandung oleh buah tersebut. Pada buah mangga asam non volatil
dominan adalah asam sitrat, disamping asam malat dan asam askorbat. Pada
penelitian ini asam tertitrasi buah mangga dinyatakan sebagai asam sitrat.
Hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa perlakuan suhu berpengaruh
nyata terhadap asam total buah mangga selama penyimpanan, sedangkan perlakuan
metode pengemasan berpengaruh tidak nyata. Semakin rendah suhu penyimpanan
yang digunakan maka semakin lambat laju penurunan asam total pada buah mangga.
Penurunan prosentase asam total disebabkan oleh adanya penggunaan asamasam organik di dalam buah mangga oleh proses respirasi dan juga oleh mikrobia.
Dalam

melakukan

aktifitasnya

yaitu

pertumbuhan

dan

perkembangan,

mikroorganisme memerlukan energi. Energi ini diperoleh dengan merombak zat gizi
yang terdapat dalam bahan pangan. Penggunaan zat gizi oleh mikroorganisme
menyebabkan penurunan nilai gizi dalam bahan pangan.
Perubahan dalam keasaman selama penyimpanan dapat berbeda-beda sesuai
dengan tingginya suhu penyimpanan (Muchtadi, 1992). Persentase asam total yang
dihasilkan buah mangga yang disimpan pada suhu 10C cenderung lebih kecil
dibandingkan dengan yang disimpan pada suhu 20C. Hal ini terjadi karena pada
penyimpanan suhu dingin, aktifitas metabolisme buah mangga berlangsung lebih
lambat, sehingga proses perubahan asam-asam organik di dalam buah mangga juga
menjadi lambat.

Buah mangga yang disimpan tanpa menggunakan kemasan (kontrol) memiliki


persentase asam total yang lebih besar dibandingkan dengan buah mangga yang
menggunakan kemasan. Hal ini terjadi karena pada buah mangga yang disimpan tanpa
menggunakan kemasan. Proses respirasi tidak dapat ditekan serendah mungkin karena
lebih banyak O2 yang tersedia di sekitar lingkungan.
4.5

Gula total
Gula merupakan komponen yang penting untuk mendapatkan flavor buah
yang menyenangkan melalui perimbangan antara gula dan asam (Pantastico, 1993).
Pada buah mangga, perubahan gula selama penyimpanan meliputi 3 jenis, yaitu
sukrosa, glukosa dan fruktosa. Dalam penelitian ini yang diukur adalah gula total dari
ketiga macam gula tersebut.
Hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa perlakuan suhu penyimpanan
dan perlakuan metode pengemasan tidak berpengaruh nyata terhadap gula total buah
mangga selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa gula total buah mangga
selama penyimpanan baik pada suhu 10C ataupun 20C cenderung sama. Penurunan
persentase gula total selama penyimpanan pada suhu rendah dapat ditekan karena
pada suhu rendah laju respirasi dapat dihambat sehingga penggunaan gula untuk
proses respirasi lebih sedikit.
Buah mangga yang disimpan tanpa menggunakan kemasan (kontrol) memiliki
penurunan persentase gula total yang lebih cepat bila dibandingkan dengan buah
mangga yang menggunakan kemasan. Hal ini terjadi karena lebih banyak tersedianya
O2 di sekitar lingkungan penyimpanan yang mengakibatkan proses respirasi tidak
dapat ditekan serendah mungkin. Dengan demikian semakin banyak glukosa yang
digunakan selama proses respirasi sehingga kandungan gula dalam buah lebih cepat
menurun. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi antara pengemasan dan
penyimpanan pada suhu rendah dapat lebih menekan laju penurunan persentase gula
total pada buah mangga.

4.6

Vitamin C
Vitamin C pada buah mangga cenderung bervariasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa selama penyimpanan vitamin C pada buah mangga akan
menurun dan kemudian akan meningkat kembali. Hal ini sejalan dengan pola respirasi
dari buah klimakterik, dimana terjadi perubahan pola respirasi yang mendadak dan

kemudian menurun kembali ketika buah menuju tahap pelayuan. Pantastico (1993)
menyatakan bahwa buah-buahan yang sudah tua akan meningkat keasamannya dan
kenaikan ini terjadi bersamaan dengan pola klimakteriknya.
Hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan suhu
dan metode pengemasan berpengaruh sangat nyata terhadap vitamin C buah mangga
selama penyimpanan. Pada umumnya turunnya kandungan asam askorbat lebih cepat
pada suhu penyimpanan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena pada suhu
dingin, aktifitas metabolisme di dalam buah mangga berjalan lebih lambat sehingga
penurunan kandungan asam-asam organik (asam askorbat) juga menjadi lebih lambat.
4.7

Uji organoleptik
Rasa suatu bahan pangan merupakan salah satu faktor yang menentukan
kelezatan bahan pangan tersebut. Hasil uji duo trio menunjukkan bahwa panelis dapat
mendeteksi adanya perbedaan pada rasa buah mangga yang diberi perlakuan dengan
buah mangga segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah mangga yang
disimpan secara individu memiliki perbedaan rasa dengan buah mangga yang
disimpan secara kolektif. Hal ini menunjukkan bahwa metode pengemasan memiliki
pengaruh yang nyata terhadap rasa buah mangga. Buah mangga yang disimpan secara
kolektif memiliki panas yang lebih banyak dibandingkan dengan buah mangga yang
disimpan secara individu, sehingga proses pemasakan buah mangga akan lebih cepat.
Pada hari ke 10 penyimpanan, buah mangga yang disimpan secara kolektif (10C)
telah mencapai waktu pematangan yang baik dengan rasa yang lebih disukai
konsumen. Hasil uji hedonik juga dapat menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai
buah mangga yang disimpan secara kolektif (10C) dibandingkan buah mangga segar.
Ini disebabkan oleh rasa buah mangga segar yang lebih asam.

KESIMPULAN
Pengemasan secara individu dan kolektif hanya berpengaruh nyata terhadap
kekerasan dan warna kulit buah mangga. Sedangkan penggunaan suhu penyimpanan (10
sampai 20C) berpengaruh nyata terhadap susut bobot, kekerasan dan kandungan asam total
pada buah mangga. Interaksi antara metode pengemasan yang digunakan dengan suhu
penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan vitamin C pada buah mangga.

Buah mangga yang disimpan secara kolektif pada suhu 10C merupakan buah
mangga yang mempunyai umur simpan yang lebih lama (25 hari).

SARAN
Jika ingin memperpanjang umur simpan buah mangga (25 hari) sebaiknya
menggunakan kemasan dan disimpan secara kolektif. Penyimpanan ini akan lebih baik
apabila pengemasan tersebut dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah yaitu
10C.

DAFTAR PUSTAKA
Anggrahini, S dan S Hadiwiyoto. 1987. Perubahan-perubahan Bahan Pangan Selama
Proses Penyimpanan dan Sesudah Panen. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Agricultural
Analytical Chemists. Washington DC.
Askar, A dan H Treptow. 1993. Quality Assurance in Tropical Fruit Processing.
Springer Laboratory. Germany.
Djubaedah E dan E Nurlaelyah. 1987. Penelitian Pengemasan Buah-buahan Segar.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian Proyek Penelitian dan
Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Jakarta.
Kawada K dan L.G Albrigo. 1979. In Salunkhe, D.K, H.R Bolin and N.R Reddy.
2000. Storage Processing and Nutritional Quality of Fruit and Vegetable. Second Edition. Vol
1. Fresh Fruit and Vegetable. CRC Press Inc. Bocaraton, USA.
Lidiasari, E. 2002. Kajian Mutu Buah Mangga (Mangifera Indica Linn.) selama
Penyimpanan dalam Kemasan Fleksibel. Tesis Magister Program Pascasarjana Universitas
Sriwijaya, Palembang.
Muchtadi, D. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nakasone, H.Y and E.P Robert. 1998. Tropical Fruits CAB International. USA.
Pantastico, E. R. B. 1993 Fisiologi Pasca Panen diterjemahkan oleh Kamariyani.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sudarmadji, S.H, Bambang dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Winarno, F.G dan M.A Wirakartakusumah. 1991. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai