Anda di halaman 1dari 85

SKRIPSI

SUBSTITUSI TEPUNG KULIT SINGKONG(MANIHOT


UTILISSIMA) PADA PEMBUATAN COOKIES
TINGGI PROTEIN SEBAGAI MAKANAN
TAMBAHAN UNTUK ANAK
BALITA GIZI KURANG

NAMA : DEA INDRIANA DAMAYANTI


NIM : 1813211K027

PROGRAM STUDI S1 GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
RIAU
2020
PROGRAM STUDI S1 GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI

Skripsi, Agustus 2020


DEA INDRIANA DAMAYANTI

SUBSTITUSI TEPUNG KULIT SINGKONG (MANIHOT UTILISSIMA)


PADA PEMBUATAN COOKIES TINGGI PROTEIN SEBAGAI
MAKANAN TAMBAHAN UNTUK ANAK BALITA GIZI KURANG

xii + 77 halaman + 14 Tabel + 9 Skema + 15 Lampiran

ABSTRAK
Cookies merupakan salah satu makanan ringan yang banyak dikonsumsi kalangan usia
termasuk balita. Balita gizi kurang disebabkan karena kurang mengkonsumsi protein dan
energy dari makanan. Kulit singkong memiliki nilai gizi protein yang cukup tinggi,
cookies yang disubstitusi dengan tepung kulit singkong dapat meningkatkan kandungan
gizinya terutama protein. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan subsitusi tepung kulit
singkong (Manihot Utilissima) pada pembuatan cookies sebagai makanan tambahan
tinggi protein untuk anak balita gizi kurang. Penelitian organoleptik dilakukan pada
tanggal 9 Juli 2020 di Instalasi Gizi RSUD Mandau dan penelitian analisis proksimat
dilakukan di Laboratorium Kimia Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Riau pada tanggal 13 Juli 2020. Rancangan penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 1 kontrol dan 3 perlakuan yaitu P1 (30% tepung kulit singkong :
70% tepung terigu), P2 (40% tepung kulit singkong : 60% tepung terigu) dan P3 (45%
tepung kulit singkong : 55% tepung terigu). Analisis yang dilakukan yaitu analisis
deskriptif, proksimat dan One Way ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
analisis desktiptif cookies pilihan terbaik yaitu cookies perlakuan P1 (30% tepung kulit
singkong : 70% tepung terigu). Analisis proksimat cookies pilihan terbaik yaitu setiap 100
gram cookies mengandung air 2,9% , kadar abu 1,5%, protein 15,8%, lemak 35,8% dan
karbohidrat 44%. Pada uji statistik One Way ANOVA adanya perbedaan pada rasa dan
warna antara cookies yang disubsitusi tepung kulit singkong dengan cookies kontrol. Dua
keping cookies pilihan terbaik dapat menyediakan 10% protein dari AKG anak balita.
Cookies pilihan terbaik (P1) dapat diklaim sebagai salah satu makanan tambahan tinggi
protein. Penelitian selanjutnya mengenai modifikasi dan pengembangan resep untuk
meningkatkan kualitas organoleptik (rasa, warna, aroma dan tekstur) pada produk yang
dihasilkan.

Kata kunci : Analisis Proksimat, Cookies, Makanan tambahan, Protein, Sifat


Organoleptik, Tepung Kulit

Daftar Pustaka : 60 Referensi (1997-2019)

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Singkong merupakan produksi hasil pertanian ke 2 terbesar setelah padi.

Tanaman singkong secara nasional pada tahun 2015 adalah 21.76 juta ton, tahun

2016 sebanyak 22 juta ton, tahun 2017 sebanyak 23.9 juta ton, dan pada tahun

2018 sebanyak 24 juta ton (Badan Pusat Statistik, 2018). Produksi singkong terus

meningkat setiap tahunnya, sehingga singkong ini mempunyai potensi sebagai

sumber karbohidrat yang penting bagi bahan pangan. Dalam pemanfaatan

tanaman singkong selain umbinya, masyarakat juga memanfaatkan seluruh bagian

dari tanaman ini mulai dari batang, daun, serta kulitnya. Semakin tinggi jumlah

produksi singkong, maka semakin tinggi pula kulit yang dihasilkannya.

Kulit singkong merupakan limbah agroindustri pengolahan ketela pohon

seperti industri tepung tapioka, industri fermentasi, dan industri pokok makanan.

Komponen kimia dan zat gizi pada kulit singkong adalah protein 8,11 g, serat

kasar 15,2 g, pektin 0,22 g, lemak 1,29 g, dan kalsium 0,63 g (Rukmana, 1997).

Bagian dari kulit singkong (bukan kulit ari) sering kali disepelekan dan dianggap

sebagai limbah dari tanaman singkong. Limbah yang dihasilkan dari berbagai

proses pengolahan singkong dapat dibagi menjadi dua yaitu limbah cair dan padat.

Limbah cair dihasilkan dari proses pembuatan tapioka, baik dari pencucian bahan

baku sampai pada proses pemisahan pati dan airnya. Presentase jumlah kulit dari

5
6

bobot total singkong sebanyak 8% sampai 15% untuk kulit bagian dalam dengan

ketebalan kulit sebesar 2-3 mm.

Limbah dapat berasal dari proses pengupasan singkong dari kulitnya

berupa kotoran dan kulit serta pada waktu pemrosesan berupa ampas yang

sebagian besar merupakan serat dan pati. Serat yang terdapat pada kulit singkong

dapat dijadikan sebagai sumber serat bagi tubuh. Untuk memanfaatkannya, maka

kulit singkong dapat dimanfaatkan menjadi makanan alternatif dengan mengolah

kulit singkong menjadi produk setengah jadi yaitu tepung kulit singkong. Tepung

kulit singkong juga dapat diolah menjadi Makanan Tambahan dapat berbentuk

cookies.

Cookies merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak

dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini merupakan produk kering yang memiliki

kadar air rendah. Menurut Saksono (2012) menyatakan bahwa berdasarkan data

asosiasi industry, tahun 2012 konsumsi cookies diperkirakan meningkat 55-8%

didorong oleh kenaikan konsumsi domestic. Cookies dikonsumsi oleh seluruh

kalangan usia, baik bayi hingga dewasa namun dengan jenis yang berbeda-beda

(Sari, 2013).

Cookies juga memiliki kalori tinggi karena di dalamnya terdapat

kandungan lemak dan gula yang tinggi. Lemak yang digunakan di dalam cookies

sekitar 10 - 40% dan gula yang ada sekitar 20 – 50% (Matz, 1968). Cookies

mengandung bahan dasar terigu, lemak dan bahan pengembang, dengan atau

tanpa penambahan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan, cookies

memiliki kandungan kadar protein minimum 9%, kadar abu maksimum 1,6%,
7

kalori minimum 400 kkal/100 gr, bahan baku pembuatan cookies adalah tepung

terigu.

Tepung terigu merupakan tepung yang dapat dipakai untuk membuat roti,

cookies, dan jenis kue lainnya karena mengandung gluten sebagai kerangka dasar

roti. Tepung terigu yang digunakan di pabrik roti diperoleh dari gandum yang

digiling (Mudjajanto dan Yulianti, 2010). Untuk meningkatkan kandungan zat

gizi protein pada cookies maka dapat dilakukan modifikasi dengan penambahan

tepung kulit singkong. Cookies yang disubsitusi dengan tepung kulit singkong

dapat meningkatkan kandungan gizinya terutama zat gizi protein. Ini

menunjukkan bahwa cookies yang disubsitusi dengan tepung kulit singkong dapat

menjadi salah satu alternatif makanan tinggi protein yang dapat dikonsumsi semua

kalangan usia terutama anak balita.

Balita adalah anak usia dibawah lima tahun yang ditandai dengan proses

pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi sangat pesat. Pada masa ini, balita

memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dan berkualitas namun

balita mudah menderita kelainan gizi dan rawan penyakit karena kekurangan

makanan yang dibutuhkan. Kualitas hidangan yang tidak mengandung semua

kebutuhan tubuh yang diperlukan balita dapat menimbulkan malnutirisi

(malnutrition). Masalah gizi yang sering dialami oleh balita antara lain kurang

energy dan kurang protein, kekurangan vitamin A, yodium, zat besi, vitamin dan

mineral lainnya (Ariani, 2011).

Gizi yang baik adalah gizi yang seimbang, artinya asupan zat gizi harus

sesuai dengan kebutuhan tubuh. Gizi kurang pada balita menyebabkan


8

pertumbuhan otak dan tingkat kecerdasan terganggu, hal ini disebabkan karena

kurangnya konsumsi protein dan kurangnya energi yang diperoleh dari makanan

(Nainggolan, 2011). Kekurangan gizi pada anak khususnya protein akan

menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak

diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh

dan berkembang secara optimal (Waryono, 2010). Oleh karena itu diperlukan

makanan tambahan untuk memenuhi asupan gizi pada balita.

Makanan tambahan adalah makanan yang dibuat khusus yang harus

dimodifikasi agar asupan gizi dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan..protein

dan mikronutrien, aman, bersih, tidak terlalu pedas dan asin serta mudah

dikonsumsi oleh anak. Jumlah makanan tambahan yang dibutuhkan berdasarkan

angka kecukupan gizi (per 100 gram bahan makanan) di sesuaikan dengan umur,

umur 1-3 tahun ± 1300 kalori dalam sehari, sedangkan usia anak 4-5 tahun ± 1500

kalori dalam sehari (Widodo, 2009).

Berdasarkan permasalahan diatas maka peneliti tertarik melakukan

penelitian dengan judul Subsitusi Tepung Kulit Singkong (Manihot Utilissima)

pada Pembuatan Cookies Tinggi Protein sebagai Makanan Tambahan Untuk Anak

Balita Gizi Kurang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Berapa persentase substitusi tepung kulit singkong pada cookies yang

paling disukai oleh panelis?


9

2. Bagaimana kandungan gizi (karbohidrat, protein, dan lemak) dari cookies

terpilih dari uji organoleptic yang disubstitusikan dengan tepung kulit

singkong?

3. Apakah cookies yang disubsitusikan dengan tepung kulit singkong dapat

diklaim sebagai makanan tambahan tinggi protein?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah melakukan substitusi tepung

kulit singkong pada pembuatan cookies sebagai makanan tambahan tinggi

protein untuk anak balita gizi kurang.

2. Tujuan Khusus

1. Membuat tepung kulit singkong

2. Melakukan substitusi tepung kulit singkong pada pembuatan cookies

sebanyak 3 perlakuan dan 1 kontrol

3. Melakukan uji organoleptic pada cookies untuk menentukan formula

cookies terbaik pada panelis agak terlatih

4. Setelah dilakukan uji organoleptic, cookies yang terpilih akan diuji

proksimat (air, abu, karbohidrat, protein, lemak).

D. Manfaat Penelitian .

1. Aspek Teoritis

Penelitian diharapkan dapat memberikan suatu masukan untuk

teori dan berkontribusi dalam bidang keilmuan gizi dan pangan serta
10

menambah informasi ilmiah tentang pengolahan tepung kulit singkong dan

zat gizi yang terkandung didalamnya.

2. Aspek Praktis

Produk yang dihasilkan, diharapkan dapat bermanfaat sebagai

salah satu alternativ produk cemilan bergizi untuk anak usia sekolah yang

gizi lebih. Selain itu, penelitian ini diharapkan untuk meningkatkan

pemanfaatan dan nilai tambah kulit singkong menjadi salah satu alternativ

makanan tinggi protein yang disukai berbagai kalangan usia khususnya

anak balita gizi kurang.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Tanaman Singkong

a. Klasifikasi Singkong

Singkong (Manihot utilissima), termasuk dalam Kingdom Plantae

atau tumbuh-tumbuhan, Divisi Spermathophyta atau tumbuhan berbiji,

Sub divisi Angiospermae atau berbiji tertutup, Kelas Dicotyledoneae atau

biji berkeping dua, Ordo Euphorbiales, Family Euphorbiaceae, Genus

Manihot, dan Spesies Manihot utilissima pohl dan Manihot esculenta

Crantz sin.

Gambar 2.1 Tanaman singkong

Tanaman singkong (Manihot utilissima) terdiri dari daun, batang,

bunga, dan umbi. Daun pada tanaman singkong ini merupakan jenis daun

tunggal yang berbentuk menjari dan memiliki tulang daun. Batang pada

tanaman singkong memiliki bentuk berkayu serta permukaannya beruas-

ruas. Batang singkong juga memiliki lubang yang berisi empulur

7
8

berwarna putih, lunak serta struktur seperti gabus. Bunga tanaman

singkong terletak pada tandan yang tidak rapat serta terkumpul pada

bagian ujung batang. Sementara umbi singkong merupakan suatu

modifikasi akar yang menggelembung. Akar ini berfungsi sebagai tempat

penampung cadangan makanan (Septiriyani, 2017).

Tabel 2.1 Kandungan HCN pada Jenis Singkong

No. Jenis Singkong Kadar AsamSianida (mg/kg)


1 Singkong Adira 618,2
2 Singkong Malaysia 562,9
3 Singkong Roti 472,8
4 Singkong Kalimantan 357,6
Sumber: Lestari (2017)

Dari 4 (empat) jenis singkong tersebut peneliti menggunakan

kulit singkong jenis singkong roti. Hal tersebut dikarenakan singkong

jenis ubi roti memiliki kandungan asam sianida yang paling mendekati

tingkatmedian (med=487,9) sejumlah 472,8 mg/kg di antara 3 (tiga)

jenis lainnya yang secara berturut dari paling besar ke yang paling kecil

singkong adira (618,2 mg/kg), singkong malaysia (562,9 mg/kg),

singkong roti (472,8 mg/kg), dan singkong kalimantan (357,6 mg/kg).

b. Deskripsi Kulit Singkong

Kulit singkong adalah limbah dari mata rantai proses produksi

pembuatan tapioka. Kulit singkong tersebut sebaiknya dalam keadaan

kering (dijemur) atau ditumbuk dijadikan tepung. Kulit singkong sering

kali dianggap limbah yang tidak berguna oleh sebagian industri berbahan
9

baku singkong. Oleh karena itu, bahan ini masih belum banyak

dimanfaatkan dan dibuang begitu saja (Rukmana, 1997).

Gambar 2.2 Kulit Singkong

c. Kandungan Gizi Kulit Singkong

Persentase kulit singkong kurang lebih 20% dari umbinya

sehingga per kg umbi singkong menghasilkan 0,2 kg kulit singkong.

Kulit singkong memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, setelah

melalui proses pengolahan kulit singkong ini dapat dikonsumsi oleh

manusia (Salim, 2011).

Kulit singkong memiliki kandungan HCN yang sangat tinggi

yaitu sebesar 18,0 – 309,4 ppm untuk per 100 gram kulit singkong (Nur

Richana, 2013). Hasil penelitian Damayanti (2015) tepung kulit singkong

dengan perlakuan blanching, mengalami penurunan kadar HCN

sebanyak 86,7%. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh

Djaafar et al (2009), kandungan HCN pada sampel umbi setelah

mengalami perlakuan blanching selama 60 detik lebih rendah daripada

umbi segar yaitu dari 241 mg menjadi 79,44 mg. Hal ini

membuktikan bahwa blanching dapat menurunkan kandungan HCN.


10

2. Tepung Kulit Singkong

Tepung kulit singkong adalah hasil pengeringan dan penggilingan

kulit singkong. Penggilingan disini merupakan cara yang digunakan untuk

menepungkan atau menghaluskan kulit singkong yang dikeringkan.

Adapun sifat fisik tepung kulit singkong yaitu:

1) Aroma : Khas tepung gaplek

2) Warna : Putih agak kekuningan

3) Tekstur :Agak kasar apabila dibandingkan dengan tepung terigu

4) Rasa : Khas tepung gaplek (Dalhayat, 2012)

Pembuatan tepung kulit singkong pada dasarnya sama dengan

pembuatan tepung lainnya misalnya tepung ubi, tepung singkong dan

sebagainya. Dalam pembuatan tepung kulit singkong memerlukan

perlakuan yang khusus dibandingkan dengan pembuatan tepung lainnya,

kulit singkog memerlukan perlakuan yang khusus untuk menghilangkan

racun HCN.

Pati atau tepung merupakan bentuk karbohidrat yang diperoleh dari

sumber biji-bijian, akar-akaran, umbi-umbian, dan buah tanaman.

Pembuatan tepung dari kulit singkong bagian putihnya dengan cara

pengeringan dan penggilingan. Kandungan gizi yang terdapat pada tepung

kulit singkong dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Tepung Kulit Singkong


Bahan Kadar air Kadar Kadar lemak Kadar serat Kadar
(%) abu (%) kasar (%) kasar (%) Protein
kasar (%)
Tepung Kulit 8,6035 5,2577 2,9774 20,9497 6,8208
Singkong
Sumber : Wikanastri dkk. (2012)
11

3. Cookies

Cookies merupakan jenis biskuit yang terbuat dari adonan lunak,

berkadar lemak tinggi, relatif renyah dan penampang potongannya

bertekstur kurang padat bila dipatahkan (SNI 01-2973-1992). Pada

umumnya cookies terbuat dari bahan baku tepung terigu (Nurbaya dan

Estiasih, 2013).

Cookies dengan bahan baku tepung non-terigu biasanya termasuk

golongan short dough (Turistyawati, 2011). Pembuatan cookies

menggunakan tepung terigu jenis soft wheat yang mengandung protein

sebesar 8-9 % atau tepung tanpa kandungan protein karena pengembangan

tidak diperlukan dalam pembuatan cookies (Fajiarningsih, 2013).

Rendahnya kandungan protein menyebabkan adonan lebih mudah

menyatu dengan bahan lainnya. Ciri khas dari cookies yaitu memiliki

kandungan gula dan lemak yang tinggi serta kadar air kurang dari 5 %

sehingga bertekstur renyah (Brown, 2000). Menurut Wijayanti et al.,

(2015), cookies digolongkan menjadi 2 berdasarkan cara pencampuran dan

penggunaan resep yaitu jenis adonan meliputi cookies yang dapat

disemprot atau dicetak dan jenis busa (better type dan foam type) terdiri

dari meringue (schumpjes) dan kue sponge. Syarat mutu pada cookies

dapat dilihat pada Tabel 2.3


12

Tabel 2.3 Syarat Mutu Cookies


Kriteria Uji Syarat
Air (%) Maksimum 5
Protein (%) Minimum 9
Lemak (%) Minimum 9,5
Karbohidrat (%) Minimum 70
Abu (%) Maksimum 1,5
Logam berbahaya Negative
Serat kasar (%) Maksimum 0,5
Energy (kkal/100g) Minimum 400
Bau dan rasa Normal dan tidak tengik
Warna Normal
Sumber : SNI 01-2973-1992

Menurut Matz dan Matz (1978), bahan yang digunakan pada

pembuatan cookies dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bahan pengikat

dan bahan pelembut. Bahan yang dapat mengikat adonan terdiri dari

tepung, susu, dan putih telur. Bahan yang dapat melembutkan adonan

terdiri dari gula, lemak, leavening agent (baking powder), dan kuning telur

(Matz dan Matz, 1978). Bahan dasar pembuatan cookies yaitu tepung dan

penambahan bahan lain yang membentuk suatu formula, sehingga cookies

memiliki sifat struktur tertentu (Ghozali et al., 2013).

a. Tepung Terigu

Tepung berfungsi sebagai pembentuk struktur adonan,

pengikat bahan dan pencampuran adonan secara merata (Ghozali et

al., 2013). Pembuatan cookies menggunakan tepung rendah

protein. Kandungan protein berpengaruh terhadap kekerasan

cookies. Semakin keras jenis tepung maka penambahan lemak dan

gula harus semakin banyak agar cookies memiliki tekstur yang

baik (Matz dan Matz, 1978).


13

b. Telur

Telur mengandung zat gizi protein, lemak dan mineral.

Kuning telur berpengaruh terhadap tekstur cookies menjadi lebih

empuk (Manley, 1983). Kandungan lesitin pada kuning telur

berfungsi sebagai emulsifier untuk mengikat lemak (hidrofob) dan

mengikat air (hidrofil) (Rosida et al., 2014). Semakin banyak

penambahan putih telur maka tekstur lebih keras, sedangkan

semakin banyak penambahan kuning telur maka produk lebih

empuk dan lembut (Desrosier, 1988). Penambahan telur akan

meningkatkan nilai gizi cookies.

c. Susu Skim

Susu skim merupakan bagian dari susu yang tertinggal

setelah krim diambil sebagian atau seluruhnya (Buckle et al.,

1985). Susu skim tidak mengandung lemak dan vitamin yang larut

dalam lemak. Susu berfungsi untuk membentuk warna kerak,

memberi flavor yang spesifik, membantu penyerapan air,

mempertahankan gas dalam adonan dan meningkatkan nilai gizi

(Sultan, 1981).

d. Margarin

Lemak sangat diperlukan dalam pembuatan cookies.

Penambahan lemak dapat berasal dari lemak nabati yaitu margarin

dan lemak hewani yaitu mentega. Penambahan lemak, minyak dan

shortening pada pembuatan cookies berfungsi untuk memberi rasa


14

berminyak, mengempukkan produk, memperbaiki eating quality

product, menambah flavor, membantu pengembangan adonan dan

sebagai emulsifier (Sultan, 1981). Selama pengadukan adonan,

tepung akan dikelilingi lemak sehingga jaringan gluten terputus

dan karakteristik setelah pemanggangan menjadi tidak keras dan

lebih cepat meleleh di mulut (Manley, 1983). Penambahan jenis

dan jumlah lemak akan berpengaruh terhadap kualitas akhir

produk.

e. Baking Powder

Leavening agent merupakan senyawa kimia yang akan

terurai dan menghasilkan gas dalam adonan (Winarno, 1992).

Leavening agent yang sering digunakan yaitu baking powder.

Leavening agent akan menghasilkan gas CO2 sehingga adonan

mengembang. Penambahan leavening agent bertujuan untuk aerasi

sehingga menghasilkan produk yang ringan dan berpori (Smith,

1972).

f. Gula

Gula berasal dari penyulingan air tebu. Penambahan gula

berfungsi untuk memberi rasa manis, melembutkan, membantu

meratakan adonan dan memberi warna cookies (Smith, 1972).

Gula yang ditambahkan dapat berupa gula pasir maupun gula

halus. Penambahan gula halus tidak menyebabkan kue melebar


15

terlalu besar (Matz dan Matz, 1978). Terlalu banyak penambahan

gula maka cookies terlalu manis dan terjadi browning.

g. Butter

Butter terbuat dari lemak hewani, mengandung 82% lemak

susu dan 18% air. Ada dua jenis butter , yaitu mengandung garam

dan yang tidak mengandung garam. Aroma butter sedap dan

lembut, tidak berbau dan bebas dari minyak. Butter sangat

berpengaruh terhadap kualitas cake atau cookies, karena

mempunyai aroma yang khas serta titik leleh yang rendah (Anni

Faridah, dkk, 2008) dan teksturnya lebih lunak dibandingkan

margarin dan warnanya putih agak krem.

Tabel 2.4 Komposisi Cookies


Bahan Takaran (g)
Tepung terigu 175
Margarin 50
Butter 75
Gula halus 45
Kuning Telur 30
Susu skim 25
Vanili 0,25
Sumber : Oktaviana, 2017

Adapun kandungan gizi dari cookies dapat dilihat pada tabel 2.5

dibawah ini.

Tabel 2.5 Kandungan Gizi Cookies per 100 g


Zat gizi Jumlah (%)
Karbohidrat (g) 47,1
Protein (g) 6,96
Lemak (g) 29,9
Sumber : DKBM

4. Makanan Tambahan
16

Makanan tambahan adalah makanan bergizi yang merupakan

tambahan dalam pemenuhan asupan zat gizi. Setelah bayi berusia lebih

dari 6 bulan, kebutuhan gizinya semakin meningkat. Konsumsi ASI saja

tidak cukup untuk menunjang pertumbuhan bayi karena semakin lama

produksi ASI oleh ibu bayi makin sedikit sedangkan zat zat gizi justru

makin meningkat. Lepas dari periode ASI esklusif sebaiknya anak mulai

dikenalkan dengan makanan tambahan.

Lewis Sara dalam bukunya, “Makanan Pertamaku, Panduan Untuk

Menyapih dan Mempersiapkan Makanan Padat” menjelasakan bahwa

makanan tambahan sama sekali bukan pengganti ASI. Akan tetapi,

makanan tambahan ini diberkan untuk melengkapi kebutuhan gizi yang

memang diperlukan oleh bayi. Unsur gizi yang wajib terpenuhi oleh balita

yaitu kolostrum, protein, karbohidat, ,nukleotida serta AA dan DHA

Makanan tambahan kadang disebut sebagai makanan pelengkap

yang dikhususkan sebagai sumber tambahan gizi untuk bayi. Sebaiknya,

proses pengolahan singkat mudah disiapkan praktis namun tetap memiliki

aroma dan tampilan menarik. Zat gizi penting yang sangat dianjurkan

terkandung dalam makanan tambahan yaitu karbohidrat, protein lemak

vitamin dan mineral.

5. Balita

Balita adalah anak dengan usia di bawah lima tahun dengan

karakteristik anak usia 1-3 tahun dan anak usia prasekolah (3-5 tahun)

(Septiari, B, 2012). Salah satu kelompok rentan gizi adalah balita,


17

beberapa kondisi dan anggapan orang tua dan masyarakat justru

merugikan penyediaan makanan bagi kelompok balita ini:

1) Anak balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke

makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi.

2) Anak balita dianggap kelompok umur yang paling belum berguna bagi

keluarga.

3) Ibu sering sudah mempunyai anak kecil lagi atau sudah bekerja penuh,

sehingga tidak dapat memberikan perhatian kepada anak balita, apalagi

mengurusnya.

4) Anak balita belum dapat mengurus sendiri dengan baik.

5) Anak balita mulai turun ke tanah dan berkenaan dengan berbagai

kondisi yang memberikan infeksi atau penyakit lain.

Tabel 2.6 Kebutuhan zat gizi balita 1 – 6 tahun berdasarkan AKG


Kelompok Energi Protein Karbohidrat Lemak Serat
Umur (tahun) (kal) (g) (g) (g) (g)
1 - 3 tahun 1350 20 215 45 19
4 – 6 tahun 1400 25 220 50 20
Sumber : AKG, 2019

6. Gizi Kurang

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau

perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu (Supariasa,

2011). Keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi menentukan

seseorang tergolong dalam kriteria dtatus gizi tertentu, dan merupakan

gambaran apa yang dikonsumsinya dalam jangka waktu yang cukup lama

(Sayogo, 2006). Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi apabila

tubuh digunakan secara efesien, sehingga memungkinkan pertumbuhan


18

fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum

pada tingkat yang setinggi mungkin (Almatsier, 2006).

Gizi kurang merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang

disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dari makanan

seharihari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama (Sodikin, 2013). Gizi

kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau

ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas

berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan

zat gizi adaptif bersifat ringan sampai berat. Gizi kurang banyak terjadi

pada anak usia kurang dari 5 tahun (Afriyanto, 2010).

7. Protein

Nama protein berasal dari bahasa Yunani yang berarti menduduki

tempat pertama (holding the first place) atau memiliki kepentingan

pertama (the primary if Importance). Protein adalah salah satu

makronutrien memiliki peranan penting dalam pembentukan biomolekul

(Dewi Cakrawati, 2012). Protein adalah sumber asam amino yang terdiri

dari unsur karbon, oksigen, hidrogen dan nirogen yang berfungsi sebagai

zat pembangun jaringan-jaringan baru, pegatur proses metabolisme tubuh

dan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi

oleh lemak dan karbohidrat (Ida, 2016).

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-

unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein
19

yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Bangun, 2009).

Protein yang merupakan komponen dalam setiap sel hidup adalah molekul

yang kompleks, besar dan tersusun atas unit-unit pembangun yang disebut

asam amino. Makanan yang dikonsumsi akan dicerna oleh asam amino

dan selanjutnya diserap oleh tubuh melalui usus kecil, yang kemudian di

alirkan keseluruh tubuh untuk digunakan dalam pembentukan jaringan

baru yang akan menggantikan jaringaanjaringan yang rusak pada tubuh

(Suryani, 2008).

8. Analisis Proksimat

Analisa proksimat merupakan pengujian kimiawi untuk

mengetahui kandungan nutrien suatu bahan baku pakan atau pakan.

Metode analisa proksimat pertama kali dikembangkan oleh Henneberg dan

Stohman pada tahun 1860 di sebuah laboratorium penelitian di Weende,

Jerman (Hartadi et al., 1997). McDonald et al. (1995) menjelaskan bahwa

analisa proksimat dibagi menjadi enam fraksi nutrien yaitu kadar air, abu,

protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen

(BETN).

9. Uji Organoleptik

Uji organoleptik adalah uji yang didasarkan pada proses

pengindraan. Uji organoleptik meliputi penilaian rasa, penampakan

(warna), aroma dan tekstur (BPTP Aceh, 2015). Setyaningsih et al (2010)

menjelaskan bahwa tujuan dari uji organoleptik adalah untuk mengetahui

respon atau kesan yang diperoleh pancaindra manusia terhadap suatu


20

rangsangan yang ditimbulkan oleh suatu produk. Untuk mengetahui

respon kesukaan dan penerimaan suatu produk maka digunakanlah uji

kesukaan/penerimaan.

Uji penerimaan dapat dilakukan dengan menggunakan panelis

yang belum berpengalaman. Oleh karena itu panelis yang digunakan untuk

uji penerimaan yaitu panelis agak terlatih berjumlah 25 orang. Jenis uji

yang digunakan ialah uji hedonik dan uji mutu hedonik (Setyaningsih et

al, 2010). Uji hedonik disebut juga dengan uji kesukaan. Pada uji hedonik,

panelis diminta untuk mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat

kesukaan tersebut disebut dengan skala hedonik. Skala hedonik dapat

diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat

kesukaan dengan data numerik ini dapat dilakukan analisis secara

parametrik. Hasil yang paling baik diperoleh dari skala yang seimbang,

misalnya skala 1 - 3, 1 - 5, 1 - 7 dan 1 – 9 (Setyaningsih et al, 2011).

Uji mutu hedonik berbeda dengan uji hedonik. Uji mutu hedonik

tidak menyatakan suka/tidak melainkan menyatakan kesan tentang

baik/buruk. kesan baik-buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Mutu

hedonik dapat bersifat umum dan spesifik (Setyanigsih et al, 2010).

10. Skala Likert

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.

Dengan Skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi

indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik


21

tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan

atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala

Likert mempunyai sifat dari sangat positif sampai sangat negatif, yang

dapat berupa kata-kata antara lain: Sangat Penting (SP), Penting (P), Ragu-

ragu (R), Tidak Penting (TP), Sangat Tidak Penting (STP).

Untuk penilaian ekspektasi, maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya:

- Sangat Penting (SP) = 5,

- Penting (P) = 4,

- Ragu-ragu (R) = 3,

- Tidak Penting (TP) = 2 ,

- Sangat Tidak Penting (STP) = 1.

Sedangkan untuk penilaian persepsi, maka jawaban itu dapat diberi

skor, misalnya:

- Sangat Baik (SB) = 5,

- Baik (B) = 4,

- Cukup Baik (CB) = 3,

- Tidak Baik (TB) = 2

- Sangat Tidak Baik (STB) = 1

Instrumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat

dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda.

11. Penelitian Terkait

a. Penelitian yang dilakukan oleh Novi Dyah Fitriani dan Wikanastri

Hersoelistyorini (2012) berjudul “Substitusi Tepung Kulit Singkong


22

Terhadap Daya Kembang, Kadar Serat, dan Organoleptik Pada Chiffon

Cake” menunjukkan bahwa terdapat pengaruh substitusi tepung kulit

singkong pada kualitas Chiffon Cake. Daya kembang Chiffon Cake

tertinggi pada variasu substitusi tepung kulit singkong sebanyak 5%,

sedangkan pada substitusi tepung kulit singkong yang terendah adalah

20%. Ada pengaruh substitusi tepung kulit singkong terhadap daya

kembang Chiffon Cake kulit singkong. Kadar serat pada chiffon cake

tertinggi sebanyak 14,64% pada substitusi tepung kulit singkong 20%, hal

itu terjadi karena pada kulit singkong memiliki kandungan serat cukup

tinggi. Hasil uji organoleptic chiffon cake kulit singkong, masing-masing

perlakuan pada chiffon cake disukai panelis, dengan kriteria warna coklat

cerah, rasa manis, aroma sangat harum dan tekstur yang lembut.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Fitri Dian Nila Sari dan Eka Nenni

Jairani (2019) berjudul “Uji Daya Terima Bolu Kukus Dari Tepung Kulit

Singkong” menunjukkan bahwa terdapat pengaruh tepung kulit singkong

pada daya terima bolu kukus. Berdasarkan uji organoleptik terhadap rasa,

aroma, dan tekstur, diketahui bahwa panelis lebih menyukai bolu kukus

dengan formulasi 100%, sedangkan uji organoleptik terhadap warna

panelis lebih menyukai bolu kukus dengan formulasi 50%. Berdasarkan uji

kandungan gizi, bolu kukus tepung kulit singkong mengandung

karbohidrat 7,04%, lemak 6.99%, protein 3,72%, serat 5,93%.

c. Penelitian yang dilakukan oleh Intan Dwi Pratiwi (2013) yang berjudul

“Pengaruh Subtitusi Tepung Kulit Singkong Terhadap Kualitas Muffin”. Tujuan


23

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas subtitusi tepung

kulit singkong 20%, 30%, dan 40% terhadap kualitas muffin, untuk mengetahui

subtitusi yang terbaik pada muffin subtitusi tepung kulit singkong ditinjau dari

aspek warna, rasa, aroma, dan tekstur, untuk mengetahui profil kesukaan

masyarakat terhadap muffin hasil subtitusi tepung kulit singkong 20%, 30%, dan

40% terhadap kualitas muffin, untuk mengetahui kandungan gizi serat kasar yang

terdapat pada muffin hasil subtitusi tepung kulit singkong 20%, 30%, dan 40%.

Metode pegumpulan data 1) penelitian subyektif dengan uji inderawi dan uji

kesukaan, 2) Penelitian obyektifdengan uji kimia kandungan gizi serat kasar dari

semua sampel muffin subtitusi tepung kulit singkong. Alat pengumpulan data

yaitu panelis agak terlatih untuk uji inderawi dan panelis tidak terlatih untuk uji

kesukaan.Metode analisis data uji inderawi menggunakan analisis varian

klasifikasi tunggal sedangkan uji kesukaan menggunakan analisis deskriptif

presentase. Dengan analisis varian klasifikasi tunggal diperoleh hasil ada

pengaruh terhadap kualitas muffin dilihat dari aspek rasa, warna, aroma dan tidak

ada pengaruh ditinjau dari aspek tekstur (permukaan atas dan bagian dalam).

Sampel muffin subtitusi tepung kulit singkong yang terbaik adalah sampel muffin

subtitusi tepung kulit singkong 20%. Sampel yang disukai masyarakat yaitu

sampel muffin subtitusi tepung kulit singkong 20%.

B. Kerangka Teori
Singkong

Kulit Singkong
24

Tepung Terigu Tepung Kulit Singkong

Cookies

Uji Mutu Uji Organoleptik Uji Hedonik


Hedonik

Analisis proksimat
(kadar air, abu,
karbohidrat, protein dan
lemak) pada produk
terpilih.

Skema 2.1 Kerangka Teori

C. Kerangka Konsep

Tepung Kulit Cookies Uji


Singkong Organoleptik

Analisis proksimat (kadar air, abu,


karbohidrat, protein dan lemak)
pada produk terpilih.

Skema 2.2 Kerangka Konsep

D. Hipotesis
25

1. Adanya perbedaan kandungan zat gizi pada cookies yang disubsitusi

dengan tepung kulit singkong dibandingkan dengan cookies yang tidak

disubsitusi dengan tepung kulit singkong.

2. Adanya perbedaan sifat organoleptik (rasa, warna, aroma dan tekstur)

antara cookies yang disubsitusi tepung kulit singkong dengan cookies

kontrol (tanpa subsitusi tepung kulit singkong).


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu tepung kulit

singkong. Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah perbandingan

konsentrasi antara tepung kulit singkong dan tepung terigu yakni:

P1 : Tepung kulit singkong 30% + tepung terigu 70%

P2 : Tepung kulit singkong 40% + tepung terigu 60%

P3 : Tepung kulit singkong 45% + tepung terigu 55%

Kontrol : Tepung Kulit Singkong 0% + Tepung terigu 100%

Perlakuan tersebut mengacu pada penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya oleh Pratiwi (2013), Arvika (2017), Atmaka (2019). Pada cookies

(kontrol dan perlakuan) dilakukan 1 kali uji organoleptik menggunakan 20

panelis agak terlatih. Pada cookies yang terpilih akan dilakukan uji analisa

proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat).

2. Alur Penelitian
Alur penelitian pada penelitian ini dapat dilihat pada Skema 3.1 sebagai

berikut:

26
27

Pengumpulan dan pemilihan kulit singkong

Blanching kulit singkong selama 1 menit

Pembuatan cookies

Control (100% tepung terigu : 0% tepung kulit singkong), P1 (30% tepung kulit
singkong : 70% tepung terigu), P2 (40% tepung kulit singkong : 60% tepung terigu),
P3 (45% tepung kulit singkong : 55% tepung terigu)

Dilakukan uji Organoleptik di Instalasi Gizi RSUD Kecamatan


Mandau

Formula terbaik

Dilakukan analisa proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, dan


karbohidrat) pada produk terpilih di Laboratorium Kimia Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau

Dilakukan pengolahan dan analisa data

Hasil

Skema 3.1 Alur Penelitian


28

3. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu tahap penelitian

pendahuluan dan tahap penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan

dilakukan pembuatan tepung kulit singkong sebagai bahan pembuatan

cookies. Setelah itu dilakukan analisa proksimat pada produk cookies terpilih.

Penelitian utama dilakukan dengan mengaplikasikan tepung kulit

singkong dalam formula cookies. Cookies dengan substitusi tepung kulit

singkong dilakukan uji organoleptik, kemudian formula terbaik dianalisis

proksimat.

a. Penelitian Pendahuluan

Pada tahap pendahuluan, dilakukan pembuatan tepung kulit singkong.

b. Penelitian Utama

Pada penelitian utama dilakukan pembuatan cookies dengan

penambahan tepung kulit singkong yang dimaksud untuk meningkatkan

kandungan protein dari cookies. Perbandingan tepung kulit singkong dengan

tepung terigu adalah : P1 (30% : 70%), P2 (40% : 60%), P3 (45% : 55%) dan

kontrol (0% : 100%),. Sedangkan bahan lainnya adalah margarin, butter, gula

halus, baking powder, susu skim dan telur yang ditambahkan untuk setiap

perlakuan sama.

B. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2020. Pembuatan tepung kulit

singkong dan cookies dilakukan di rumah peneliti yaitu di Duri Kec. Mandau.

Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Kimia Perikanan Fakultas


29

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Uji organoleptik dilakukan di

Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Kecamatan Mandau.

C. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah cookies yang disubstitusi dengan tepung

kulit singkong.

D. Bahan, Alat dan Prosedur Kerja


1. Bahan

a. Tepung Kulit Singkong

Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung kulit singkong

adalah kulit singkong.

b. Cookies

Bahan yang digunkana dalam pembuatan cookies adalah tepung

terigu, tepung kulit singkong, margarin, gula halus, baking powder, susu

skim, garam halus dan telur. Bahan yang digunakan dalam pembuatan

cookies dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut :

Tabel 3.1 Bahan Pembuatan Cookies

Jumlah
Bahan Control (gr) P1 (gr) P2 (gr) P3 (gr)
Tepung terigu 175 122,5 105 96,25
Tepung kulit singkong - 52,5 70 45
Kuning telur 30 30 30 30
Susu skim 25 25 25 25
Margarin 50 50 50 50
Butter 75 75 75 75
Gula halus 45 45 45 45
Vanili 0,25 0,25 0,25 0,25
BTP (Pasta Warna Coklat) 0,5 0,5 0,5 0,5
Sumber : Oktaviana, 2017
30

c. Analisis Proksimat

1. Kadar Air

Bahan yang digunakan dalam analisis kadar air adalah tepung kulit

singkong.

2. Kadar Abu

Bahan yang digunakan dalam analisis kadar abu adalah tepung

kulit singkong hasil pengeringan kadar air.

3. Protein

Bahan yang digunakan dalam analisis protein adalah tepung kulit

singkong, CuSO4, asam sulfat pekat, aquades, NaOH, H3BO3 20%, HCl

0.1030 N, indikator MM-MB dan fenolftalein (PP).

4. Lemak

Bahan yang digunakan dalam analisis lemak adalah tepung kulit

singkong dan pelarut heksan

5. Karbohidrat

Bahan yang digunakan dalam analisis karbohidrat adalah data hasil

analisis kadar air, abu, protein, dan lemak.

2. Alat
a. Tepung Kulit Singkong

Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung kulit singkong

adalah sarung tangan plastik, timbangan makanan, nampan, baskom, pisau,

panci, kompor gas, oven, blender, ayakan 80 mesh, mangkok.


31

b. Cookies

Alat yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah timbangan,

oven, ayakan, cetakan kue, mixer, panci dan sendok pengaduk.

c. Analisis Proksimat

1. Kadar Air

Alat yang digunakan dalam analisis kadar air adalah cawan

porselen, oven, desikator, timbangan analitik, penjepit dan spatula.

2. Kadar Abu

Alat yang digunakan dalam analisis kadar abu adalah cawan

porselen, oven, desikator, timbangan analitik, penjepit, spatula, dan tanur

pengabuan.

3. Protein

Alat yang digunakan dalam analisis protein adalah timbangan

analitik, labu kjeldahl, erlenmeyer, sapu tangan, spatula, lemari asam,

pipet ukur, pipet tetes, desilator, buret, dan statif.

4. Lemak

Alat yang digunakan dalam analisis lemak adalah desikator,

timbangan analitik, soxtec (soxhlet semi-otomatis), gelas beker, aluminium

cup, timbel, oven.

5. Karbohidrat

Alat yang digunakan dalam analisis karbohidrat adalah kalkulator,

pena, dan kertas.


32

3. Prosedur Kerja
a. Prosedur Pembuatan Tepung Kulit Singkong
Prosedur pembuatan tepung kulit singkong dapat dilihat pada skema 3.2
sebagai berikut

Kulit singkong segar

Dikupas kulit ari singkong

Dicuci kulit yang telah dikupas dengan air mengalir

Diblanching kulit singkong selama 1 menit

Ditiriskan diwadah yang berlubang hingga kulit singkong kering

Dipotong kecil-kecil

Dikeringkan dalam oven dengan suhu 1500C selama 60 menit

Diblender sampai halus

Di ayak tepung dengan ayakan 80 mesh

Tepung kulit singkong

Skema 3.2 Prosedur Pembuatan Tepung Kulit Singkong


33

b. Prosedur Pembuatan Cookies


Prosedur pembuatan cookies dapat dilihat pada skema 3.3 yaitu sebagai
berikut

Margarin (50 gr), butter (75 gr), gula halus (45 gr),
susu skim (25 gr), vanili (0,25 gr) dikocok sampai
membentuk cream (A)

Tepung terigu dan


Kuning Telur (30 tepung kulit singkong
Cream
gr), BTP (0,5gr) (175 gr) (C)
(B)

Adonan

Pencetakan

Pemanggangan pada suhu


1500 C selama 30 menit

Cookies

Skema 3.3 Prosedur Pembuatan Cookies (Oktaviana, 2017 dengan


modifikasi)
34

c. Prosedur Analisis Proksimat


1. Analisis Kadar Air
Metode analisis kadar air yang digunakan ialah metode oven, prosedur

analisis kadar air dapat dilihat pada skema 3.4 sebagai berikut

Dikeringkan cawan kosong dalam oven (30 menit)

Didinginkan dalam desikator (30 menit) hingga


berat konstan lalu ditimbang

Ditimbang 5 gr sampel dalam cawan

Dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC

Didinginkan dalam desikator lalu di timbang

Skema 3.4 Metode Analisis Kadar Air

Kadar Air = Berat Awal Bahan – Berat Kering Bahan x 100%


Berat Awal Bahan
35

2. Analisis Kadar Abu

Metode analisis kadar abu yang digunakan ialah metode pengabuan

kering. Prosedur analisis kadar air dapat dilihat pada skema 3.5 sebagai berikut

Digunakan sampel kering hasil penentuan kadar air yang


telah diketahuai nerat cawan dan sampelnya

Dibakar dan diabukan dampel di dalam tanur pengabuan


selama semalam (sekitar 12-18 jam) pada suhu 525oC

Dikeluarkan dari tanur pengabuan

Dididnginkan dalam desikator dan ditimbang

Skema 3.5 Metode Analisis Kadar Abu

Berat abu = (Berat cawan pengabuan + bahan) – (Berat cawan pengabuan kosong)

% Kadar abu = Berat abu (gr) x 100%


Berat sampel (gr)
36

3. Analisis Kadar Protein


Metode analisis protein yang digunakan adalah metode kjeldahl, prosedur

analisis protein dapat dilihat pada skema 3.6 sebagai berikut

Dimasukkan ± 0,2 gr sampel kedalam labu kjeldahl + CuSO4 1 sendok spatula kecil
dan 5 ml asam sulfat pekat

Dipanaskan di dalam lemari asam sekitar ± 1 jam, lalu didinginkan

Disiapkan penampung destilat dalam Erlenmeyer yaitu H3BO3 20% 20 ml ditambah


indicator MM-MB 3 tetes (penampung destilat)

Ditambahkan 100 ml akuades dan natrium hidroksida (kedalam hasil dekstruksi)


hingga berubah warna + indicator PP 3 tetes

Dipasang labu kjeldahl pada alat destilasi

Didestilasi (sekitar ± 30 menit) hingga berubah warna larutan biru menjadi hijau dan
ditampung dengan penampung destilat

Dititrasi hasil destilat dengan larutan baku HCl 0.1030 N hingga berubah menjadi
larutan ungu

Dilakukan titrasi blanko

Skema 3.6 Metode Analisis Kadar Protein


37

Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :

Kadar protein (%) = V titrasi sampel – V titrasi blanko x N HCl x 14.008 x 100% x Fk

Berat sampel (mg)

Dimana, Fk (factor koreksi) = 6,25

4. Analisis Kadar Lemak


Metode analisis lemak yang digunakan ialah metode soxhlet, prosedur

analisis lemak dapat dilihat pada skema 3.7 sebagai berikut

Dimasukkan ± 2 gr sampel kedalam timbel

Ditimbang aluminium cup yang sudah dikeringkan, masukkan 70 ml


heksan

Dipasang aluminium cup dan timbel pada alat soxtec

Diekstraksi menggunakan soxtec selama 110 menit pada suhu


135oC

Dikeringkan aluminium cup dalam oven 100oC (sekitar 3 jam)

Didinginkan dalam desikator lalu ditimbang

Skema 3.7 Metode Analisis Kadar Lemak


38

Berat lemak = (aluminium cup + bahan) – (berat aluminium cup kosong)

Kadar lemak (%) = Berat lemak (gr) x 100%

Berat sampel (gr)

5. Analisis Kadar Karbohidrat


Menurut BeMiller (2010), karbohidrat ditentukan dengan cara by

difference dihitung sebagai berikut :

Karbohidrat = total – (protein + lemak + abu +

air)

E. Prosedur Pengambilan Data


Data kandungan gizi cookies diperoleh langsung oleh peneliti melalui

analisis proksimat dan serat kasar di Laboratorium Kimia Perikanan Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Sedangkan untuk mengukur

tingkat kesukaan dan penerimaan terhadap cookies dari segi rasa, warna, aroma

dan tekstur dilakukan pengujian organoleptik melalui uji hedonik dengan

menggunakan skala hedonik yaitu : 1 (sangat baik), 2 (baik), 3 (netral), 4 (tidak

baik), dan 5 (sangat tidak baik). Untuk menilai kesan baik/buruk dari cookies

dilakukan pengujian organoleptik melalui uji mutu hedonik dengan menggunakan

skala yaitu: 1 (sangat suka), 2 (suka), 3 (netral), 4 (tidak suka), 5 (sangat tidak

suka).

Panelis yang digunakan adalah panelis agak terlatih sebanyak 20 orang,

yaitu karyawan Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Kecamatan Mandau.
39

Dalam pengujian organoleptik panelis mendapat penjelasan secara lisan dari

peneliti dan kuesioner yang berisi instruksi dan form penilaian yang harus

diisinya. Selanjutnya oleh peneliti, panelis dipersilahkan menempati ruang

pengujian organoleptik dan disajikan produk yang akan diuji beserta air mineral.

F. Defenisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional


Variable Definisi Operasional Alat ukur Skala ukur Hasil ukur
Air Zat pada cookies yang Metode Rasio Angka
dihitung sebagai oven
bobot yang hilang saat
pengeringan pada
suhu 105 Co

Abu Zat sisa pembakaran Metode Rasio Angka


zat organic dari hasil pengabuan
pengeringan cookies kering
Protein Zat pada cookies yang Metode Rasio Angka
ditentukan dari hasil kjeldahl
hitung nitrogen total
yang diperoleh dari
proses destruksi,
destilasi dan titrasi
Lemak Zat pada cookies yang Metode Rasio Angka
ditentukan dari soxhlet
ekstraksi
menggunakan heksan,
terhitung sebagai
kadar lemak kasar
Karbohidrat Zat pada cookies yang Metode by Rasio Angka
ditentukan dari hasil difference
hitung selisih bobot
total pangan dengan
bobot air, abu, lemak
dan protein.
Uji Pengujian penerimaan Kuesioner Interval 1. Sangat
Hedonik dang tingkat kesukaan uji hedonik baik
pada cookies 2. Baik
berdasarkan rasa, 3. Netral
tekstur, aroma dan 4. Tidak
warna. baik
40

5. Sangat
tidak baik
Uji Mutu Pengujian penerimaan Kuesioner Interval 1. Sangat
Hedonik dan tingkat kesukaan uji mutu suka
pada cookies hedonik 2. Suka
berdasarkan kesan 3. Netral
baik/buruk yang 4. Tidak
dinilai secara suka
keseluruhan 5. Sangat
tidak suka

G. Rancangan Analisis Data


Data diolah menggunakan program Microsoft Excel versi 2016 dan

Uji Komputer. Data penentuan zat gizi cookies dianalisis secara deskriptif yaitu

memaparkan kadar dan persentase protein, lemak, air, abu, karbohidrat yang

dihitung berdasarkan rata-rata hasil analisis. Data hasil uji organoleptik untuk

menentukan formula terbaik dianalisis secara deskriptif menggunakan nilai rata-

rata, modus dan persentase penerimaan panelis terhadap cookies perlakuan.

Untuk menganalisis adanya pengaruh yang berbeda disetiap perlakuan cookies,

maka hasil pengujian organoleptik cookies dianalisis secara statistik dengan uji

One Way ANOVA bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-

rata dari sampel, apabila hasil ini menunjukkan adanya perbedaan diantara

perlakuan maka dilakukan uji lanjut Duncan. Uji statistik menggunakan tingkat

signfikan ≤0.05. Dikatakan ada perbedaan yang signifikan jika nilai p-value ≤0.05
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Tepung Kulit Singkong

Tepung kulit singkong merupakan tepung yang terbuat dari kulit

singkong segar. Tepung kulit singkong memiliki kandungan zat gizi yang

hampir sama dengan tepung terigu. Tepung kulit singkong memiliki kandungan

protein sebesar 8,11 gram dalam 100 gram kulit singkong. Sedangkan tepung

terigu memiliki kandungan protein sebesar 8,6 gram dalam 100 gram tepung

terigu. Pada penelitian ini, kulit singkong segar di blaching terlebih dahulu

untuk menurunkan kadar HCN. Setelah di blanching kulit singkong dipotong

dengan ukuran 4x4 cm dan dilanjutkan dengan proses pengeringan

menggunakan oven. Kulit singkong yang sudah kering, dihaluskan dan diayak

sehingga menghasilkan tepung kulit singkong. Tepung kulit singkong yang

dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Tepung Kulit Singkong

41
42

Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa tepung kulit singkong

memiliki warna coklat muda dengan tekstur lembut dan beraroma khas

singkong. Kulit singkong segar dengan berat 8000 gram yang diperoleh dapat

menghasilkan tepung kulit singkong sebesar 1000 gram.

B. Cookies

Cookies merupakan kue kering yang dibuat dengan proses

pemanggangan dengan bahan dasar pada umumnya tepung terigu, margarin,

butter, telur dan gula. Dalam penelitian ini, cookies dibuat dengan 3 perlakuan

yaitu subsitusi tepung kulit singkong sebesar 30%, 40%, 45% dan 0 % tepung

kulit singkong sebagai kontrol. Cookies yang dihasilkan dari penelitian ini

dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Cookies Kontrol (0%) Cookies P1 (30%)


43

Cookies P2 (40%) Cookies P3 (45%)

Gambar 4.2 Cookies

Berdasarkan Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa cookies kontrol

memiliki warna coklat muda dengan tekstur yang lembut, aroma khas butter

dan rasa khas cookies. Pada perlakuan P1, cookies yang disubsitusi dengan

tepung kulit singkong sebesar 30% memiliki warna coklat pekat, aroma khas

butter, tekstur lembut dan rasa khas cookies sedikit berserat. Pada perlakuan

P2, cookies yang disubsitusi dengan tepung kulit singkong sebesar 40%

memiliki warna coklat yang pekat, aroma khas butter, tekstur lembut dan rasa

khas cookies dan berserat. Pada perlakuan P3, cookies dengan subsitusi tepung

kulit singkong sebesar 45% memiliki warna coklat lebih pekat, aroma khas

butter, tekstur lembut dan rasa khas cookies sedikit pahit dan berserat.

C. Uji Organoleptik Cookies

Uji organoleptik merupakan suatu pengujian yang didasarkan pada

proses pengindraan berdasarkan rasa, aroma, warna dan tekstur. Panelis yang
44

digunakan pada penelitian ini adalah panelis agak terlatih yaitu karyawan

Instalasi Gizi RSUD Kecamatan Mandau berjumlah 20 orang.

Adapun metode uji organoleptik yang digunakan yaitu uji hedonik

(kesukaan) dan uji mutu hedonik.

1. Uji Hedonik (Kesukaan)

Uji hedonik (kesukaan) merupakan suatu metode yang digunakan

untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk yang

dihasilkan. Cookies dikatakan dapat diterima apabila panelis memberikan

nilai ≤ 3. Hasil uji hedonik pada cookies dilakukan pada 20 panelis agak

terlatih. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 .

Tabel 4.1 Hasil Uji Hedonik Pada Cookies


Perlakuan
Variabel Kontrol (0%) P1 (30%) P2 (40%) P3 (45%)
Ʃ % Ʃ % Ʃ % Ʃ %
Rasa 18 90 20 100 15 75 16 80
Warna 13 65 19 95 19 95 16 80
Aroma 20 100 20 100 19 95 19 95
Tekstur 19 95 20 100 19 95 18 90
Rata-rata
penerimaan 87,5 98,75 90 86,25
keseluruhan
(%)

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa persentase

penerimaan terhadap rasa cookies yang tertinggi adalah cookies perlakuan

P1 yaitu 100%. Sedangkan persentase penerimaan terhadap rasa cookies

perlakuan kontrol yaitu 90%, pada perlakuan P2 yaitu 75% dan P3 yaitu

80%. Hal ini menunjukkan bahwa cookies perlakuan dengan rasa yang

paling disukai adalah cookies perlakuan P1.


45

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa persentase

penerimaan terhadap warna cookies yang tertinggi adalah cookies

perlakuan P1 dan P2 yaitu 95%. Untuk cookies perlakuan P3 yaitu 80%,

persentase penerimaan terhadap warna cookies terendah adalah cookies

perlakuan kontrol yaitu 65%. Hal ini menunjukkan bahwa cookies

perlakuan dengan warna yang paling disukai adalah cookies perlakuan P1

dan P2.

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa persentase

penerimaan terhadap aroma cookies yang tertinggi adalah cookies kontrol

dan perlakuan P1 yaitu 100%. Sedangkan persentase penerimaan terhadap

aroma cookies terendah adalah cookies perlakuan P2 dan P3 yaitu 95%.

Hal ini menunjukkan bahwa cookies perlakuan dengan aroma paling

disukai adalah cookies P1.

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa persentase

penerimaan terhadap tekstur cookies yang tertinggi adalah cookies

perlakuan P1 yaitu 100%. Persentase penerimaan terhadap tekstur cookies

perlakuan kontrol dan P2 yaitu masing-masing 95%. Sedangkan

persentase penerimaan terhadap tekstur cookies yang terendah adalah

perlakuan P3 yaitu 90%. Hal ini menunjukkan bahwa cookies perlakuan

dengan tekstur paling disukai adalah cookies P1.

Menurut hasil uji secara keseluhan menunjukkan bahwa

penerimaan terhadap rasa, warna, aroma dan tekstur cookies yang paling

disukai panelis adalah cookies perlakuan P1 yaitu 98,75%. Cookies dengan


46

persentase rata-rata penerimaan keseluruhan terendah adalah cookies

kontrol dan P3 yaitu masing-masing 87,5% dan 86,25%. Maka

berdasarkan uji hedonik dapat disimpulkan bahwa cookies perlakuan yang

paling disukai panelis adalah cookies perlakuan P1.

2. Mutu Hedonik

Uji mutu hedonik yang digunakan pada penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis kesan baik atau buruknya cookies yang menunjukkan

respon penerimaan oleh panelis. Uji mutu hedonik dapat diukur

berdasarkan tingkat kepuasan panelis terhadap produk yang disajikan. Jika

panelis merasa puas maka panelis akan memberi kesan baik pada produk

tersebut dan jika penelis merasa tidak puas maka panelis akan memberi

kesan buruk pada produk tersebut. Cookies dikatakan dapat diterima jika

panelis memberikan nilai ≤ 3. Hasil uji mutu hedonik pada cookies

dilakukan pada 20 panelis agak terlatih. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Uji Mutu Hedonik pada Cookies


Perlakuan Ʃ %
Kontrol 19 95
P1 (30%) 20 100
P2 (35%) 19 95
P3 (40 %) 13 65

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa persentase terhadap

mutu cookies yang tertinggi adalah cookies perlakuan P1 yaitu 100%,

cookies perlakuan kontrol dan P2 yaitu masing-masing 95% dan 95%.

Sedangkan persentase penerimaan terhadap mutu cookies yang terendah


47

adalah cookies perlakuan P3 yaitu 65%. Maka berdasarkan uji mutu

hedonik dapat disimpulkan bahwa cookies perlakuan dengan mutu terbaik

adalah cookies perlakuan P1.

D. Analisis Perbedaan Sifat Organoleptik Cookies

Uji yang digunakan untuk menganalisis perbedaan sifat organoleptik

(rasa, warna, aroma dan tekstur) antara cookies kontrol dengan cookies yang

disubsitusi tepung kulit singkong adalah uji One Way ANOVA dengan tingkat

kepercayaan 95%. Data yang digunakan pada uji One Way ANOVA adalah

data hasil uji hedonik dan uji mutu hedonik pada cookies perlakuan P1, P2, P3

dan kontrol.

1. Analisis One Way ANOVA pada Uji Hedonik

Hasil analisis One Way ANOVA pada uji hedonik yang dinilai dari

rasa, warna, aroma dan tekstur cookies pada perlakuan P1, P2, P3 dan kontrol

dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Analisis Rata-Rata dan One Way ANOVA pada Uji Hedonik
Cookies yang di Subsitusi dengan Tepung Kulit Singkong
Variabel Mean ± SD Sig.
Kontrol (0%) P1 (30%) P2 (35%) P3 (40%)
Rasa 2.10 ± 0.968 1.75 ± 0.639 2.90 ± 0.968 3.10 ± 0.912 0.000
Warna 1.70 ± 0.801 1.47 ± 0.513 1.58 ± 0.692 1.58 ± 0.607 0.769
Aroma 1.70 ± 0.801 1.70 ± 0.801 1.63 ± 0.761 1.75 ± 0.967 0.976
Tekstur 1.42 ± 0.607 1.75 ± 0.639 2.05 ± 0.826 2.05 ± 0.945 0.038

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kesukaan

panelis terhadap rasa masing-masing cookies yaitu kontrol=2.10, P1=1.75,

P2=2.90, P3=3.10. Nilai p-value kurang dari 0.05 yaitu 0.000. Hasil ini

menunjukkan bahwa H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat


48

perbedaan pada rasa cookies yang disubsitusi dengan tepung kulit singkong.

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara

cookies kontrol dengan cookies perlakuan P2 dan P3. Namun, terdapat

perbedaan yang tidak nyata antara cookies perlakuan P1 dengan cookies

kontrol dan cookies perlakuan P2 dengan cookies perlakuan P3. Selain itu,

terdapat perbedaan yang nyata antara cookies perlakuan P1 dengan cookies

perlakuan P2 dan P3.

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kesukaan

panelis terhadap warna masing-masing cookies yaitu kontrol=1.70, P1=1.47,

P2=1.58, P3=1.58. Nilai p-value lebih dari 0.05 yaitu 0.769. Hasil ini

menunjukkan bahwa H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat perbedaan pada warna cookies yang disubsitusi dengan tepung kulit

singkong.

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kesukaan

panelis terhadap aroma masing-masing cookies yaitu kontrol=1.70, P1=1.70,

P2=1.63, P3=1.75. Nilai p-value lebih dari 0.05 yaitu 0.976. Hasil ini

menunjukkan bahwa H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat perbedaan pada aroma cookies yang disubsitusi dengan tepung kulit

singkong.

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kesukaan

panelis terhadap tekstur masing-masing cookies yaitu kontrol=1.42, P1=1.75,

P2=2.05, P3=2.05. Nilai p-value kurang dari 0.05 yaitu 0.038. Hasil ini

menunjukkan bahwa H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat


49

perbedaan pada tekstur cookies yang disubstitusi dengan tepung kulit singkong.

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara

cookies kontrol dengan cookies perlakuan P2 dan P3. Namun, terdapat

perbedaan yang tidak nyata antara cookies perlakuan P1 dengan cookies

kontrol, P2 dan P3.

2. Analisis One Way ANOVA pada Uji Mutu Hedonik

Hasil analisis One Way ANOVA pada uji mutu hedonik cookies

perlakuan P1, P2, P3 dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Analisis Rata-Rata dan One Way ANOVA pada Uji Mutu
Hedonik Cookies yang Disubsitusi dengan Tepung Kulit Singkong
Perlakuan Mean SD Sig.
Kontrol 1.63 .684
0.000
P1 1.85 .489
P2 2.60 .598
P3 2.80 1.152

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai mutu

masing-masing cookies yaitu kontrol=1.63, P1=1.85, P2=2.60, P3=2.80. Nilai

p-value kurang dari 0.05 yaitu 0.000. Hasil ini menunjukkan bahwa H0

ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pada mutu

cookies yang disubsitusi dengan tepung kulit singkong. Uji lanjut Duncan

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara cookies kontrol

dengan cookies perlakuan P2 dan P3. Namun, terdapat perbedaan yang tidak

nyata antara cookies perlakuan P1 dengan cookies kontrol dan cookies


50

perlakuan P2 dengan cookies perlakuan P3. Selain itu, terdapat perbedaan

yang nyata antara cookies perlakuan P1 dengan cookies perlakuan P2 dan P3.

Berdasarkan hasil uji hedonik dan mutu hedonik dapat disimpulkan

bahwa cookies perlakuan P1 (cookies yang disubsitusi 30% tepung kulit

singkong) merupakan cookies perlakuan yang paling baik penerimaannya dari

semua parameter yang diujikan.

E. Analisis Proksimat pada Cookies Pilihan Terbaik

Kandungan gizi pada cookies pilihan terbaik dapat dianalisis secara

analisis proksimat. Analisis proksimat yang dilakukan pada penelitian ini

antara lain analisis kadar air, kadar abu, protein, lemak dan karbohidrat. Hasil

analisis proksimat pada cookies pilihan terbaik dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Proksimat Cookies Pilihan Terbaik per 100 gram
Komponen Jumlah (%)
Kadar air 2,9
Kadar abu 1,5
Protein 15,8
Lemak 35,8
Karbohidrat (by difference) 44

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa hasil analisis proksimat

dari cookies pilihan terbaik dalam berat 100 gram yaitu kadar air sebesar

2,9%, kadar abu sebesar 1,5%, protein sebesar 15,8%, lemak sebesar 35,8 %

dan karbohidrat sebesar 44%.


51

Tabel 4.6 Kandungan Gizi Cookies Pilihan Terbaik per 100 gram
Komponen Jumlah (%)
Karbohidrat (g) 49
Protein (g) 6,5
Lemak (g) 30,1
Sumber : DKBM

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa hasil perhitungan DKBM

dari cookies pilihan terbaik dalam berat 100 gram yaitu kadar karbohidrat

49%, untuk protein 6,5%, dan lemak 30,1%.

Tabel 4.7 Kandungan Gizi Cookies Kontrol per 100 gram


Komponen Jumlah (%)
Karbohidrat (g) 47,1
Protein (g) 6,96
Lemak (g) 29,9
Sumber : DKBM

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa hasil perhitungan DKBM

dari cookies tanpa perlakuan dalam berat 100 gram yaitu kadar karbohidrat

47,1%, untuk protein 6,96%, dan lemak 29,9%.

F. Analisis Nilai Ekonomis Cookies

Tabel 4.8 Analisis Nilai Ekonomis Cookies


Bahan Baku Harga Beli Harga Aktual
Tepung terigu (kg) Rp. 12.500 Rp. 1500
Tepung kulit singkong (kg) Rp. 0 Rp. 0
Kuning telur (butir) Rp. 1.700 Rp. 2.550
Susu skim (kg) Rp. 42.000 Rp. 1.050
Margarin (kg) Rp. 45.000 Rp. 2.250
Butter (kg) Rp. 40.000 Rp. 3.000
Gula halus (kg) Rp. 12.000 Rp. 540
Vanili (sachet) Rp. 500 Rp. 150
BTP (Pasta warna coklat) Rp. 5000 Rp. 100
Harga per resep Rp. 11.140
52

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa total biaya yang

dikeluarkan untuk pembuatan cookies P1 adalah Rp. 11.140 untuk 600 gram

cookies.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Tepung Kulit Singkong

Tepung kulit singkong merupakan tepung yang terbuat dari kulit

singkong segar. Kulit singkong diperoleh melalui pengumpulan limbah kulit

singkong di pabrik pembuatan keripik cabe dan tape ubi yang berada di daerah

Sebanga, Duri. Kulit singkong yang digunakan pada penelitian ini yaitu kulit

singkong segar yang baru di kupas.

Proses pembuatan tepung kulit singkong dimulai dari kulit singkong

segar dikupas kulit ari singkong selanjutnya dicuci dengan air mengalir.

Mencuci kulit singkong dengan air mengalir bertujuan untuk membersihkan

dan menurunkan kadar HCN pada kulit singkong. Setelah di cuci, kulit

singkong diblanching selama 1 menit. Menurut penelitian Damayanti (2015)

bahwa proses blanching pada kulit singkong dapat menurunkan kadar HCN

sebanyak 86,7%. Hal ini membuktikan bahwa blanching dapat menurunkan

kandungan HCN pada kulit singkong. Enzim yang tidak dikehendaki (β-

glukosidase) dinonaktifkan sehingga tidak dapat mengkatalis pemecahan

glukosida sianogenik menjadi glukosa dan aglikon. Tidak terbentuknya aglikon

yang merupakan substrat untuk enzim hidrolinitril liase membuat enzim tidak

dapat beraktivitas, sehingga HCN tidak terbentuk Djaafar et al (2009).

Setelah proses blanching, kulit singkong di tiriskan dan dilakukan

pemotongan kecil-kecil. Berbeda dengan penelitian Dalhayat (2012) bahwa

53
54

setelah proses pencucian, kulit singkong diparut dengan menggunakan parutan

keju, hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam menggiling kulit singkong

dengan blender. Kulit singkong di keringkan selama 1 jam pada suhu 150o C

menggunakan oven, proses pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan

HCN pada kulit singkong Richana, (2012). Berbeda dengan penelitian Fitriani

(2012) proses pengeringan pada kulit singkong dengan cara di jemur dibawah

matahari hingga benar- benar kering. Pengeringan juga bertujuan untuk

mempermudah proses pembuatan tepung kulit singkong. Seperti pada

penjelasan Winarno, (2004), kulit singkong tersebut sebaiknya dalam keadaan

kering dan ditumbuk dijadikan tepung. Tepung merupakan salah satu bentuk

alternatif produk setengah jadi dari kulit singkong yang dianjurkan, karena

lebih tahan disimpan.

Setelah proses pengeringan, kulit singkong di haluskan menggunakan

blender dan diayak menggunakan ayakan 80 mesh. Hal ini sejalan pada

penelitian Dalhayat (2012) bahwa, setelah kering kulit singkong diblender agar

halus menyerupai tepung, kemudian diayak dengan ayakan 80 mesh. Berbeda

dengan penelitian Tuyoni (2007), kulit singkong yang sudah kering akan diolah

menjadi tepung dengan cara menggilingnya menggunakan mesin penggilingan

dan diayak menggunakan ayakan 200 mesh.

Kulit singkong seberat 5000 gram menghasilkan 1000 gram tepung

kulit singkong dengan rendemen 20%. Sedangkan pada penelitian Dalhayat

(2012) yaitu setelah kulit singkong 1600 gr yang bersih diolah menjadi tepung,

dihasilkan 800 gr tepung kulit singkong dengan rendemen 40%. Tepung kulit
55

singkong memiliki warna coklat muda dengan tekstur halus seperti tepung dan

beraroma khas kulit singkong. Adapun gambar tepung kulit singkong seperti

yang terlihat pada Gambar 4.1 Sama halnya dengan penelitian Dalhayat (2012)

bahwa tepung kulit singkong memiliki warna coklat muda dengan aroma yang

khas, sedangkan kehalusannya hampir menyerupai tepung.

B. Cookies

Cookies merupakan jenis biskuit yang terbuat dari adonan lunak,

berkadar lemak tinggi, relatif renyah dan penampang potongannya bertekstur

kurang padat bila dipatahkan (SNI 01-2973-1992). Pada umumnya cookies

terbuat dari bahan baku tepung terigu (Nurbaya dan Estiasih, 2013). Cookies

dengan bahan baku tepung non-terigu biasanya termasuk golongan short dough

(Turistyawati, 2011). Pembuatan cookies menggunakan tepung terigu jenis soft

wheat yang mengandung protein sebesar 8-9 % atau tepung tanpa kandungan

protein karena pengembangan tidak diperlukan dalam pembuatan cookies

(Fajiarningsih, 2013). Pada penelitian ini, dilakukan penggantian bahan dasar

yaitu tepung terigu dengan tepung kulit singkong dikarenakan pada tepung

terigu memiliki kandungan protein yang rendah sehingga perlu dilakukan

subsitusi tepung kulit singkong yang memiliki kandungan protein yang tinggi.

Adapun kandungan protein pada tepung terigu sebesar 8,9 gram dalam

100 gram sedangkan pada tepung kulit singkong sebesar 8,11 gram dalam 100

gram (Richana, 2012). Hal ini sejalan dengan penelitian Pakhri, dkk (2019)

bahwa pemanfaatan kulit singkong menjadi produk makanan bertujuan untuk


56

memanfaatkan limbah dari singkong dan menambah nilai gizi pada hasil

produk. Cookies pada penelitian ini disubstitusikan dengan tepung kulit

singkong. Terdapat cookies kontrol yaitu cookies tanpa pemberian tepung kulit

singkong. Kemudian terdapat cookies yang diberi 3 perlakuan yaitu dengan

pemberian tepung kulit singkong pada P1 30%, P2 40% dan P3 45%.

Komponen bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu,

tepung kulit singkong, kuning telur, margarin, butter, vanili, susu full cream,

gula halus dan pasta warna coklat.

Tepung terigu merupakan tepung yang terbuat dari biji gandum melalui

proses penggilingan, yang kemudian dikembangkan menjadi beraneka jenis

makanan. Produk yang biasanya dikonsumsi adalah roti, mie, kue, biskuit dan

lainnya. (Bogasari, 2011). Tepung terigu adalah bahan yang paling penting

dalam pembuatan sebuah produk pastry. Tepung terigu menghasilkan struktur

dan jumlah produk yang banyak pada hasil produksi kue, termasuk roti, kue,

biskuit dan patisserie Gisslen (2013). Menurut Handayani (2014), tepung terigu

terdiri atas beberapa jenis berdasarkan protein yang dimilikinya yaitu tepung

terigu protein rendah mengandung protein gluten antara 8-9%, tepung terigu

rendah protein memiliki kandungan rendah protein yang cocok digunakan

untuk membuat adonan kue kering. Tepung terigu protein sedang kandungan

protein tepung protein sedang sekitar 10-11%, tepung ini masih bisa digunakan

untuk membuat kue kering, namun lebih cocok digunakan untuk membuat kue

yang memerlukan tingkat pengembangan sedang seperti donat, bakpau, cake

atau muffin. Selanjutnya tepung terigu protein tinggi tepung ini memiliki
57

kandungan protein 11-13%, tepung ini cocok untuk membuat adonan yang

memerlukan pengembangan tinggi, seperti adonan roti, pasta atau mie. Pada

penelitian ini, peneliti menggunakan tepung terigu protein rendah.

Selain tepung terigu, bahan yang digunakan untuk membuat cookies

adalah kuning telur. Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai

hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat.

Penggunaan kuning telur memberikan tekstur cookies yang lembut, tetapi

struktur dalam cookies tidak baik jika digunakan keseluruhan bagian telur.

Telur merupakan pengikat bahan-bahan lain, sehingga struktur cookies lebih

stabil. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna. Telur juga membuat

produk lebih mengembang karena menangkap udara selama pengocokan. Putih

telur bersifat sebagai pengikat atau pengeras sedangkan kuning telur bersifat

sebagai pengempuk (Anni, 2008).

Susu skim berbentuk padatan (serbuk) memiliki aroma khas kuat dan

sering digunakan pada pembuatan cookies. Skim merupakan bagian susu yang

mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36,4%. Susu skim berfungsi

memberikan aroma, memperbaiki tesktur, dan warna permukaan. Laktosa yang

terkandung di dalam susu skim merupakan disakarida pereduksi, yang jika

berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan adanya proses

pemanasan akan memberikan warna cokelat menarik pada permukaan cookies

setelah dipanggang (Anni, 2008).

Penambahan margarin yang ada pada pembuatan cookies akan

mengubah tekstur, rasa, dan flavor cookies. Lemak tersebut dapat berinteraksi
58

dengan granula pati dan mencegah hidrasi sehingga meningkatkan viskositas

bahan menjadi rendah. Mekanisme penghambatannya adalah lemak akan

membuat lapisan pada bagian luar granula pati dan menghambat penetrasi air

kedalam granula. Penetrasi air yang lebih sedikit akan menghasilkan gelatin

yang tinggi dan akan membentuk cookies yang kurang mengembang dengan

tekstur yang lebih padat/kompak Oktavia (2007). Butter terbuatb dari lemak

hewani, mengandung 82% lemak susu dan 16% air. Aroma butter sedap dan

lembut, tidak berbau dan bebas minyak. Butter sangat berpengaruh terhadap

kualitas cookies karena memiliki aroma yang khas dan titik leleh yang rendah

Faridah (2008).

Gula digunakan sebagai bahan pemanis, gula yang digunakan dalam

pembuatan cookies adalah gula halus atau gula pasir dengan butir-butir halus

agar susunan cookies rata dan empuk. Peran gula dalam hal ini adalah

mematangkan dan mengempukan susunan sel pada protein tepung. Selain itu,

memberi kerak yang dikehendaki yang akan mulai terbentuk pada saat

temperature rendah yaitu proses karamelisasi. Membantu dalam menjaga

kualitas produk, namun jumlah gula terlalu tinggi akan menjadikan hasil

cookies yang kurang baik Fatmawati (2012). Vanili berfungsi untuk

mengharumkan kue serta untuk memberikan tampilan kue menjadi lebih

menarik dan mampu mengunggah selera makan. Pasta pandan berfungsi untuk

meningkatkan cita rasa dan aroma lebih kuat (Ananda, 2018). Pewarna adalah

bahan tambahan makanan berupa cairan, yang berwarna. Pewarna yang diberi

saat pembuatan cookies adalah pewarna coklat.


59

Warna adalah corak yang sukar diukur sehingga menimbulkan pendapat

yang berlainan dalam menilai kualitas warnanya. Berdasarkan Gambar 4.2

dapat diketahui bahwa cookies tanpa subsitusi tepung kulit singkong memiliki

warna coklat muda yang cerah. Hal ini dikarenakan cookies diberikan pewarna

coklat. Sedangkan pada cookies yang disubsitusi dengan tepung kulit singkong

memiliki warna coklat sedikit gelap. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan

penelitian Fitriani (2012) dari segi warna, chiffon cake dengan berbagai variasi

substitusi tepung kulit singkong memiliki jenis peninjauan warna antara lain

coklat tua, coklat cerah, coklat, dan coklat kream. Menurut Rukmana (1997),

warna coklat yang terjadi karena adanya proses browning enzimatis pada kulit

singkong pada saat pengupasan kulit singkong dan perendaman kulit singkong.

Selain itu juga jumlah persentase tepung kulit singkong juga berperan untuk

mempengaruhi warna menjadi kurang menarik yaitu warna coklat.

Rasa adalah factor yang mempengaruhi penerimaan produk pangan.

Jika aroma, tekstur dan warna baik tetapi konsumen tidak menyukai rasanya

maka konsumen tidak akan menerima produk pangan tersebut Rahmawan

(2006). Rasa cookies yang disubsitusi tepung kulit singkong yang dihasilkan

dari penelitian ini adalah rasa manis dan rasa khas cookies. Hasil ini sejalan

dengan penelitian Fitriani (2019) bahwa substitusi tepung kulit singkong

memiliki rasa yang hampir sama yaitu rasa chiffon cake dengan kriteria manis.

Hasil ini berbeda dengan penelitian Atmaka (2019) persentase substitusi

tepung kulit singkong menyebabkan kesukaan panelis terhadap kue kering

menurun. Hal ini dikarenakan tepung kulit singkong memiliki rasa yang kuat
60

dank has, rasa yang dimiliki oleh kulit singkong dipengaruhi oleh HCN yang

terkandung didalamnya. Penggunaan tepung kulit singkong semakin banyak,

maka rasa tepung kulit singkong lebih dominan daripada bahan lain serta akan

meninggalkan after taste dari tepung kulit singkong setelah memakannya.

Menurut Prihatiningrum (2012), aroma dapat didefinisikan sebagai

sesuatu yang dapat diamati dengan indra pembau. Aroma sulit untuk diukur

sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang bervariasi dalam menilai

kualitas aroma. Aroma cookies yang disubstitusi tepung kulit singkong yang

dihasilkan pada penelitian ini adalah aroma khas butter. Berbeda dengan

penelitian Atmaka (2019) bahwa semakin tinggi persentase tepung kulit

singkong yang digunakan, aroma khas tepung kulit singkong semakin

mendominasi kue kering tersebut.

Penilaian tekstur suatu produk makanan merupakan penilaian

berdasarkan indera peraba. Terkstur makanan berkaitan dengan sensasi

sentuhan. Memandang suatu produk dapat memberi gagasan apakah suatu

produk tersebut kasar, halus, keras atau lembek Shewfelt (2014). Tekstur

cookies yang disubsitusi tepung kulit singkong yang dihasilkan pada penelitian

ini adalah lembut. Sama dengan penelitian Sari (2019) bahwa, semakin tinggi

formulasi tepung kulit singkong, menghasilkan bolu kukus yang lembut dan

lebih padat. Berbeda dengan penelitian Atmaka (2019) bahwa, semakin besar

persentase tepung kulit singkong kedalam adonan, kue kering semakin padat

dan semakin sulit untuk dicetak. Setelah proses pemanggangan menghasilkan

kue kering yang padat dan keras.


61

C. Analisis Perbedaan Sifat Organoleptik pada Cookies

Penerimaan panelis terhadap cookies perlakuan yang dihasilkan pada

penelitian ini dapat diketahui dengan cara melakukan uji organoleptik.

Pengujian organoleptik disebut penilaian indera atau penilaian sensorik

merupakan suatu cara penilaian dengan memanfaatkan panca indera manusia

untuk mengamati tekstur, warna, bentuk, aroma, rasa suatu produk makanan,

minuman ataupun obat. Pengujian organoleptik berperan penting dalam

pengembangan produk. Evaluasi sensorik dapat digunakan untuk menilai

adanya perubahan yang dikehendaki atau tidak dalam produk atau bahan-bahan

formulasi, mengidentifikasi area untuk pengembangan, mengevaluasi produk

pesaing, mengamati perubahan yang terjadi selama proses atau penyimpanan,

dan memberikan data yang diperlukan untuk promosi produk. (Nasiru, 2011)

Adapun syarat-syarat yang harus ada dalam uji organoleptik adalah

adanya contoh (sampel), adanya panelis, dan pernyataan respon yang jujur.

Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu

produk adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu

pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat

bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali

sifat indrawi produk tersebut (Rifky, 2013).

Uji organoleptik pada cookies dilakukan oleh panelis agak terlatih.

Menurut Setyaningsih (2010) bahwa panelis agak terlatih merupakan panelis

yang terdiri dari 15 sampai 25 orang. Uji organoleptik pada cookies ini

dilakukan oleh 20 panelis yang terdiri dari karyawan Instalasi Gizi RSUD Kec.
62

Mandau. Adapun uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji

hedonik dan uji mutu hedonik. Cookies yang disajikan adalah cookies kontrol

dan cookies dengan 3 perlakuan yaitu P1 30%, P2 40% dan P3 45%.

Selanjutnya data hasil uji hedonik dan mutu hedonik dianalisis menggunakan

uji One Way ANOVA. Tujuan digunakannya analisis One Way ANOVA

adalah untuk menganalisis perbedaan sifat organoleptik pada bolu kukus yang

disubsitusi tepung kulit singkong. Pemilihan uji One Way ANOVA

dikarenakan uji One Way ANOVA digunakan jika memiliki sampel penelitian

lebih dari 2 sampel. Pada penelitian ini, terdapat 4 sampel yaitu kontrol (tanpa

tepung kulit singkong), P1(subsitusi tepung kulit singkong 30%), P2 (subsitusi

tepung kulit singkong 40%) dan P3 (subsitusi tepung kulit singkong 45 %).

1. Uji Hedonik

a. Rasa

Rasa merupakan kesukaan dari produk cookies perlakuan yang

diamati dengan indera perasa yang dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu

sangat suka, suka, netral, tidak suka, sangat tidak suka.

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa persentase penerimaan

terhadap rasa cookies yang tertinggi adalah cookies perlakuan P1 yaitu

100%. Sedangkan persentase penerimaan terhadap rasa cookies perlakuan

kontrol yaitu 90%, pada perlakuan P2 yaitu 75% dan P3 yaitu 80%. Hal ini

menunjukkan bahwa cookies perlakuan dengan rasa yang paling disukai

adalah cookies perlakuan P1.


63

Berdasarkan hasil analisis One Way ANOVA dengan tingkat

kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada rasa cookies

yang disubsitusi tepung kulit singkong. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

subsitusi tepung kulit singkong pada cookies dapat merubah rasa dari

cookies tersebut. Hal ini disebabkan karena semakin banyak tepung kulit

singkong yang disubsitusi pada cookies maka semakin kuat rasa khas kulit

singkong pada cookies tersebut.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Atmaka (2019) bahwa persentase

substitusi tepung kulit singkong menyebabkan tingkat kesukaan panelis

terhadap kue kering menurun. Hal ini dikarenakan tepung kulit singkong

memiliki rasa yang kuat dan khas, rasa yang dimiliki oleh kulit singkong

dipengaruhi oleh kadar HCN yang terkandung didalamnya. Kue kering

dengan substitusi tepung kulit singkong sedikit rasanya manis, sedangkan

kue kering dengan substitusi tepung kulit singkong lebih banyak rasanya

agak pahit.

b. Warna

Warna merupakan corak yang sukar diukur sehingga menimbulkan

pendapat yang berlainan dalam menilai kualitas warnanya. Perbedaan warna

disebabkan setiap orang memiliki perbedaan penglihatan, meskipun mereka

dapat membedakan warna namun setiap orang memiliki kesukaan yang

berbeda Astawan (2008).

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa persentase penerimaan

terhadap warna cookies yang tertinggi adalah cookies perlakuan P1 dan P2


64

yaitu 95%. Untuk cookies perlakuan P3 yaitu 80%, persentase penerimaan

terhadap warna cookies terendah adalah cookies perlakuan kontrol yaitu

65%. Hal ini menunjukkan bahwa cookies perlakuan dengan warna yang

paling disukai adalah cookies perlakuan P1 dan P2.

Berdasarkan hasil analisis uji One Way ANOVA dengan tigkat 95%

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada warna cookies yang

disubsitusi dengan tepung kulit singkong. Hasil ini menujukkan bahwa

subsitusi tepung kulit singkong tidak dapat merubah warna pada cookies.

Bila suatu makanan menyimpang dari warna yang umumnya, makanan

tersebut pastinya tidak dipilih oleh konsumen Astawan (2008).

Berbeda dengan penelitian Fitriani (2019) bahwa chiffon cake

dengan warna kuning paling disukai daripada yang di substitusi dengan

tepung kulit singkong. Semakin besar persentase tepung kulit singkong

menyebabkan warna yang kurang menarik dan mengakibatkan turunnya

tingkat kesukaan terhadap warna chiffon cake.

c. Aroma

Aroma merupakan bau khas yang dihasilkan oleh suatu makanan dan

dinilai subjektif oleh indra penciuman. Bahan makanan umumnya dapat

dikenali dengan mencium aromanya.

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa persentase penerimaan

terhadap aroma cookies yang tertinggi adalah cookies kontrol dan perlakuan

P1 yaitu 100%. Sedangkan persentase penerimaan terhadap aroma cookies

terendah adalah cookies perlakuan P2 dan P3 yaitu 95%. Hal ini


65

menunjukkan bahwa cookies perlakuan dengan aroma paling disukai adalah

cookies P1.

Berdasarkan hasil analisis uji One Way ANOVA dengan tigkat 95%

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada aroma cookies yang

disubsitusi dengan tepung kulit singkong. Hasil ini menujukkan bahwa

subsitusi tepung kulit singkong tidak dapat merubah aroma pada cookies.

Sama dengan penelitian Fitriani (2012) bahwa tidak ada perbedaan

substitusi tepung kulit singkong terhadap aroma chiffon cake. Berbeda

dengan penelitian Sari (2019) bahwa uji daya terima bolu kukus terhadap

aroma dengan formulasi 100% tepung kulit singkong memiliki skor

tertinggi yaitu 89. Akan tetapi, keempat perlakuan bolu kukus sama-sama

dikategorikan kedalam kategori sangat suka karena masih berada dalam

interval persentase 100-81.

d. Tekstur

Tekstur berupa kelembutan serat keju yang diamati dengan indera

peraba dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu tidak empuk, agak empuk

dan empuk. Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa persentase

penerimaan terhadap tekstur cookies yang tertinggi adalah cookies

perlakuan P1 yaitu 100%. Persentase penerimaan terhadap tekstur cookies

perlakuan kontrol dan P2 yaitu masing-masing 95%. Sedangkan persentase

penerimaan terhadap tekstur cookies yang terendah adalah perlakuan P3


66

yaitu 90%. Hal ini menunjukkan bahwa cookies perlakuan dengan tekstur

paling disukai adalah cookies P1.

Berdasarkan hasil analisis One Way ANOVA dengan tingkat

kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada tekstur

cookies yang disubsitusi tepung kulit singkong. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa subsitusi tepung kulit singkong pada cookies dapat merubah tekstur

dari cookies tersebut. Hal ini disebabkan karena semakin banyak tepung

kulit singkong yang disubsitusi pada cookies maka semakin kuat rasa khas

kulit singkong pada cookies tersebut. Memandang suatu produk dapat

memberi gagasan apakah suatu produk tersebut kasar, halus, keras atau

lembek Shewfelt (2014).

Sejalan dengan penelitian Sari (2019), bahwa tekstur bolu kukus

dengan formulasi tepung kulit singkong 0% menghasilkan tekstur bolu

kukus yang lembut dan merekah. Sedangkan pada bolu dengan formulasi

tepung kulit singkong 100% menghasilkan tekstur bolu kukus yang lembut

juga namun lebih padat dan tidak merekah. Penelitian Atmaka (2019) juga

mendukung dengan bertambahnya persentase tepung kulit singkong maka

menghasilkan tekstur kue kering lebih keras.

2. Uji Mutu Hedonik

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa persentase terhadap mutu

cookies yang tertinggi adalah cookies perlakuan P1 yaitu 100%, cookies

perlakuan kontrol dan P2 yaitu masing-masing 95% dan 95%. Sedangkan


67

persentase penerimaan terhadap mutu cookies yang terendah adalah cookies

perlakuan P3 yaitu 65%. Maka berdasarkan uji mutu hedonik dapat

disimpulkan bahwa cookies perlakuan dengan mutu terbaik adalah cookies

perlakuan P1.

Berdasarkan hasil uji analisis One Way ANOVA dengan tingkat

kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada mutu cookies

yang disubsitusi tepung kulit singkong. Berdasarkan uji lanjut Duncan

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara cookies kontrol

dengan cookies perlakuan P2 dan P3. Namun, terdapat perbedaan yang tidak

nyata antara cookies perlakuan P1 dengan cookies kontrol dan cookies

perlakuan P2 dengan cookies perlakuan P3. Selain itu, terdapat perbedaan yang

nyata antara cookies perlakuan P1 dengan cookies perlakuan P2 dan P3.

D. Analisis Proksimat pada Cookies Pilihan Terbaik

Analisis proksimat menggolongkan komponen yang ada pada bahan

pakan berdasarkan komposisi kimia dan fungsinya yaitu : air (moisture), abu

(ash), protein kasar (crude protein), lemak kasar (ether extract), dan bahan

ekstrak tanpa nitrogen (nitrogen free extract) (Suparjo, 2010).

1. Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang

dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat

penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan,

tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut
68

menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang

tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk

berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan

(Winarno, 1997). Oleh karena itu pada penelitian ini perlu dilakukan analisa

kadar air pada produk terbaik berdasarkan uji organoleptic.

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang

dinyatakan dalam persen. Kadar air juga merupakan satu karakteristik yang

sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi

penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan

pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut

(Sandjaja 2009).

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa kadar air yang

terkandung dalam cookies pilihan terbaik adalah sebesar 2,9 gram/100 gram

(2,9%). Menurut syarat mutu pada cookies, nilai kadar air maksimum 5%, jadi

cookies pilihan terbaik sudah memenuhi syarat mutu.

Penentuan kadar air dengan metode oven dilakukan dengan cara

mengeluarkan air dari bahan dengan bantuan panas yang disebut dengan proses

pengeringan. Analisis kadar air dengan metode oven didasarkan atas berat yang

hilang, oleh karena itu sampel seharusnya mempunyai kestabilan panas yang

tinggi dan tidak mengandung komponen yang mudah menguap. Beberapa

faktor yang dapat memengaruhi analisis air metode oven diantaranya adalah

yang berhubungan dengan penimbangan sampel, kondisi oven, pengeringan

sampel, dan perlakuan setelah pengeringan. Faktor-faktor yang berkaitan


69

dengan kondisi oven seperti suhu, gradien suhu, kecepatan aliran dan

kelembaban udara adalah faktor-faktor yang sangat penting diperhatikan dalam

metode pengeringan dengan oven Andarwulan (2011).

2. Kadar Abu

Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi

komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan

menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut,

kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Analisis kadar abu

dengan metode pengabuan kering dilakukan dengan cara mendestruksi

komponen organik sampel dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan

(furnace), tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu berwarna putih

keabuan dan berat konstan tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam udara

bertindak sebagai oksidator. Residu yang didapatkan merupakan total abu dari

suatu sampel Andarwulan (2011).

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa kadar abu yang

terkandung dalam cookies pilihan terbaik adalah sebesar 1,5 gram/100 gram

(1,5%). Menurut syarat mutu pada cookies, nilai kadar abu maksimum 1,5%,

cookies pilihan terbaik sudah memenuhi syarat mutu.

3. Lemak

Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk kesehatan tubuh

manusia. Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan


70

dengan karbohidrat dan protein. Lemak terdapat hampir di semua bahan

pangan dengan kandungan yang berbeda-beda (Sundari, 2015).

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa kadar lemak yang

terkandung dalam cookies pilihan terbaik adalah sebesar 35,8 gram/100 gram

(35,8%). Berbeda dengan penelitian Sari (2019), analisis kandungan lemak

pada 100 gram bolu kukus substitusi tepung kulit singkong yaitu sebesar 6,99%

atau 6,99 gram. Pada penelitian Atmaka (2019), analisis kandungan lemak

pada kue kering substitusi tepung kulit singkong yaitu sebesar 9,5% pada 100

gram. Perbedaan analisis lemak pada penelitian tersebut dikarenakan

pemakaian dan jumlah bahan yang berbeda.

Analisis kadar lemak dapat dilakukan dengan menggunakan metode

soxhlet. Metode sexhlet ini digunakan untuk mengekstraksi kadar lemak dalam

makanan dengan kandungan lemak yang rendah atau tinggi. Metode soxhlet

merupakan metode yang memiliki proses semi-kontinyu, yang memunginkan

pelarut bertahan dalam wadah ekstraksi selama 5-20 menit. Pelarut yang

terdapat pada sampel selanjutnya akan tersedot kembali kedalam labu didih

(Rohman, 2013).

4. Protein

Protein adalah sumber asam amino yang terdiri dari unsur karbon,

oksigen, hydrogen dan nitrogen yang berfungsi sebagai zat pembangun

jaringan-jaringan baru, pengatur proses metabolisme tubuh dan sebagai bahan


71

bakar apabila keperluan energy tubuh tidak terpenuhi oleh lemak dan

karbohidrat Ida (2016).

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa kadar protein yang

terkandung dalam cookies pilihan terbaik adalah sebesar 15,8 gram/100 gram

(15,8%). Hasil penelitian ini jauh berbeda dengan penelitian Atmaka (2019),

kandungan protein pada kue kering yang di substitusi tepung kulit singkong

hanya 6,11%. Perbedaan hasil penelitian ini diduga karena perbedaan bahan

dasar pembuatan cookies dan takaran yang digunakan. Pada penelitian Sari

(2019) hasil analisis menunjukkan kadar protein pada bolu kukus substitusi

tepung kulit singkong yaitu sebesar 3,72 gram.

Metode yang digunakan untuk menghitung kandungan protein pada

cookies pilihan terbaik adalah metode kjeldahl. Metode ini merupakan metode

yang sederhana untuk penetapan nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam

sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan

menghasilkan amonium sulfat. Setelah ditambah dengan alkali kuat, amonia

yang terbentuk didestilasi uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan

selanjutnya ditetapkan secara titrasi. Metode ini cocok digunakan secara semi

mikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit serta

waktu analisis yang pendek. Metode kjeldahl cocok untuk menetapkan kadar

protein yang tidak terlarut atau protein yang sudah mengalami koagulasi akibat

proses pemanasan maupun proses pengolahan lain yang biasa dilakukan pada

makanan (Rohman, 2013).


72

5. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi bagi aktivitas kehidupan

manusia disamping protein dan lemak. Membekalkan tenaga bagi aktivitas

harian seperti gerakkan, pertumbuhan dan lain-lain aktiviti sel di dalam badan

Almatsier (2010). Karbohidrat memiliki peranan penting dalam menentukan

karakteristik rasa, warna, tekstur dan lain-lain pada suatu bahan makanan.

Dalam tubuh, karbohidrat berfungsi untuk mencegah timbulnya ketosis,

mencegah pemecahan protein tubuh yang berlebihan, mencegah kehilangan

mineral, dan untuk membantu metabolisme lemak dan protein. Selain itu,

karbohidrat dapat juga digunakan untuk bahan pengisi tablet dan kapsul

seperti starch ; bahan flavor (perasa) seperti karamel; bahan pemanis seperti

glukosa, sukrosa, laktosa; bahan pengawet seperti sirup dan sumber serat

misalnya selulosa (Rohman, 2013).

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa kadar karbohidrat yang

terkandung dalam cookies pilihan terbaik adalah sebesar 44 gram/100 gram

(44%). Berbeda jauh dengan penelitian Sari (2019) bahwa kandungan

karbohidrat pada bolu kukus substitusi tepung kulit singkong dalam 100 gram

yaitu sebesar 7,04% atau 7,04 gram.

Metode analisis karbohidrat total dapat dilakukan dengan metode by

difference. Adapun prinsip dari metode by difference ini yaitu mengurangi

total berat bahan makanan dengan berat air, berat abu, berat protein dan berat

lemak yang telah diketahui sebelumnya (BeMiller, 2010). Adapun hasil

kandungan karbohidrat diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :


73

Karbohidrat = total – (protein + lemak + abu + air)

= 100 – (15,8 + 35,8 + 1,5 + 2,9 )

= 100 – (56)

= 44 gram

E. Klaim Gizi

Klaim gizi merupakan segala bentuk uraian yang menyatakan,

menunjukkan atau menyiratkan baha makanan memiliki karakteristik gizi tertentu

termasuk nilai energi dan kandungan protein, lemak, karbohidrat, serat pangan

serta vitamin dan mineral. Suatu produk pangan dalam bentuk padat dapat diklaim

sumber protein jika setiap 100 gram pangan tersebut dapat menyediakan protein

minimal 20% dari ALG (acuan label gizi). ALG adalah acuan untuk pencantuman

keterangan tentang kandungan gizi pada tabel produk pangan (BPOM RI, 2016).

ALG pada penelitian ini mengacu pada kebutuhan protein anak balita 1-5

tahun berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG). AKG adalah angka kecukupan

gizi yang bila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dapat memenuhi kebutuhan

gizi pada populasi sehat (Kartono et al, 2012). AKG Protein pada anak balita

sebesar 25 gram/hari (AKG, 2019).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka cookies perlakuan terbaik dapat

diklaim sebagai makanan tambahan tinggi protein apabila tiap 100 gram cookies

dapat menyediakan zat gizi protein minimal 10% dari AKG anak balita yaitu

sekitar 2,5 gram. Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa jumlah protein (15,8

gram/100 gram) yang tersedia dalam cookies perlakuan terbaik setara dengan 10%
74

dari AKG anak balita (1-5 tahun). Sehingga dapat disimpulkan bahwa cookies

perlakuan terbaik yang disubsitusi tepung kulit singkong pada penelitian ini dapat

diklaim sebagai makanan tambahan tinggi protein.

Setiap 1 keping cookies yang disubsitusi dengan tepung kulit singkong

memiliki berat sekitar 10 gram. Jadi, hal ini dapat menunjukkan bahwa setiap 1

keping cookies yang disubsitusi dengan tepung kulit singkong dengan berat 10

gram menghasilkan kandungan gizi protein sekitar 1,5 gram; lemak sekitar 3,58

gram; dan karbohidrat sekitar 4,4 gram. Cookies yang dihasilkan pada penelitian

ini ditujukan sebagai makanan tambahan tinggi protein untuk makanan selingan

anak balita gizi buruk dengan target kontribusi minimal penyediaan protein ialah

10% dari AKG anak balita yaitu sekitar 2,5 gram persajiannya sehingga takaran

sajian untuk menyediakan 10% protein dari AKG anak balita adalah 4 keping

cookies yang disubsitusi dengan tepung kulit singkong.

F. Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Subsitusi Tepung Kulit Singkong (Manihot

Utilissima) pada Pembuatan Cookies Tinggi Protein sebagai Makanan Tambahan

untuk Anak Balita Gizi Kurang” menunjukkan bahwa masih terdapat keterbatasan

dan kekurangan seperti pada proses pengeringan kulit singkong menjadi tepung

kulit singkong, pada penelitian memakan waktu yang cukup lama dan hasil kulit

singkong menjadi tepung sangat sedikit. Adapun keterbatasan lain pada penelitian

ini yaitu tidak dilakukannya penelitian mengenai kandungan zat gizi mikro pada
75

cookies yang disubsitusi dengan tepung kulit singkong. Hal ini dikarenakan

adanya keterbatasan waktu, biaya dan tempat.


BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Cookies yang dihasilkan pada penelitian ini dapat disubsitusikan dengan

tepung kulit singkong menggunakan 3 perlakuan yaitu P1 (30% tepung

kulit singkong : 70% tepung terigu), P2 (40% tepung kulit singkong : 60%

tepung terigu) dan P3 (45% tepung kulit singkong : 55% tepung terigu).

2. Berdasarkan uji hedonik dan mutu hedonik menunjukkan bahwa cookies

perlakuan terbaik yang diterima oleh panelis adalah cookies perlakuan P1

(30% tepung kulit singkong : 70% tepung terigu).

3. Cookies pilihan terbaik dalam berat 100 gram yaitu kadar air sebesar

2,5% , kadar abu sebesar 1,5%, protein sebesar 15,8%, lemak sebesar 35,8

% dan karbohidrat sebesar 44%.

4. Berdasarkan uji One Way ANOVA ditehatui Adanya perbedaan sifat

organoleptik (rasa dan tekstur) antara cookies yang disubsitusi tepung kulit

singkong dengan cookies kontrol (tanpa subsitusi tepung kulit singkong).

5. Cookies pilihan terbaik dapat diklaim sebagai makanan tambahan tinggi

protein untuk anak balita. Sekitar 4 keping cookies yang disubsitusi

dengan tepung kulit singkong dapat menyediakan 10% protein dari AKG

anak balita.

76
77

B. Saran

1. Perlu dikembangkan produk olahan dari pemanfaatan tepung kulit

singkong selain cookies.

2. Perlu dilakukan penelitian mengenai kandungan zat gizi kadar serat dan

zat gizi mikro lainnya pada cookies yang disubsitusi tepung kulit

singkong.

3. Perlu dilakukan modifikasi terhadap pembuatan cookies yang disubstitusi

tepung kulit singkong dengan penambahan bahan tertentu.


78

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Eddy. 2008. Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan. Departemen


Pendidikan Nasional. Jakarta

AKG. 2019. Angka Kecukupan Gizi Energi, Protein, Lemak, Mineral dan Vitamin
yang di Anjurkan Untuk Masyarakat Indonesia. Lampiran Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019.

Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

Aminah, Siti dan Wikanastri Hersoelistyorini. 2012. Karakteristik Kimia Tepung


Kecambah Serelia dan Kacang-Kacangan dengan Variasi Blanching.
Seminar Hasil Penelitian LPPM UNIMUS 2012.

Anik Herminingsih, 2010. Manfaat Serat dalam Menu Makanan.Universitas


Mercu Buana, Jakarta. Jurnal Ir.Agus Santoso,MP

Anni Faridah, dkk (2008). Patiseri jilid I . Jakarta : Direktorat pembinaan sekolah
menengah kejuruan.

Ariani, P.A. (2017). Ilmu Gizi.Yogyakarta: Nuha Medika

Badan Pusat Statistik. 2018. Produksi Singkong. Jakarta

Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2973-1992. Syarat Mutu dan Cara Uji
Biskuit. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional.

Beck, M. E. (2011). Ilmu Gizi Dan Diet Hubungannya Dengan Penyakit-Penyakit


Untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta: Yayasann Essentia Medica

Brown, A. 2000. Understanding Food principles and Preparation. California:


Wadsworth,Belmont.
79

Buckle, K. A., R. A. Edward., G. H. Fleet and N. Woodon. 1985. Ilmu Pangan.


Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono. UI Press. Jakarta

Cakrawati dan Mustika NH, Dewi. 2012. Bahan Pangan, Gizi ,Dan Kesehatan.
Bandung: Alfabeta

Cherney, D. J. R. 2000. Characterization of Forage by Chemical Analysis. Dalam


Given, D. I., I.

Dalhayat, Primdhana. 2012. Pengaruh Substitusi Tepung Singkong Dan Tepung


Kulit Singkong Terhadap Daya Terima Dan Kandungan Zat Gizi Pada
Pembuatan Biskuit Sebagai Makanan Selingan Balita. Skripsi. Program
Studi Sarjana Gizi. Universitas Esa Unggul. Jakarta.

Damayanti, Dea Indriana. 2015. Analisa Kandungan HCN Pada Tepung Kulit
Singkong Yang Diberi Perlakuan Blanching, Perendaman Dan
Pengukusan. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi DIII Gizi. Poltekkes
Kemenkes Riau. Pekanbaru

Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta

Djaafar, T. F., Siti, R. dan Murdijati, G. 2009. Pengaruh Blanching dan Waktu
Perendaman dalam Larutan Kapur terhadap Kandungan Racun pada
Umbi dan Ceriping Gadung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan.

Fajiarningsih, H. 2013. Pengaruh Penggunaan Komposit Tepung Kentang


(Solanum tuberosum,L.) Terhadap Kualitas Cookies. [skripsi]. Fakultas
Teknik. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Gharib and Rasheed. 2011. Energy and Macronutrient Intake and Dietary Pattern
Among School Childreen in Bahrain: Nutrition Journal.

Ghozali, T., S. Efendi dan H. A. Buchori. 2013. Senyawa fitokimia pada cookies
jengkol (Pitheocolobium jiringa). J. Agroteknologi. 7 (2) : 120-128.
80

Hanafi, A. 1999. Potensi Tepung Ubi Jalar sebagai Bahan Substitusi Tepung
Terigu pada Proses Pembuatan Cookies yang Disuplementasi dengan
Kacang Hijau. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Hartadi, H. S., Reksohadiprodjo, A. D., Tillman, 1997. Komposisi Bahan Pakan


Untuk Indonesia. Gadja Mada University Press, Yogyakarta

Lewis, Sara. 2003. Seri Praktis Keluarga Panduan Makanan Pertamaku. Jakarta :
Erlangga.

Liu, Z. & J.H., Han, 2005, “Film Forming Characteristics of Starches”, J. Food
Science, Vol. 70, No. 1, E31- E36.

Manley, D. J. R. 1983. Technology of Biskuit, Crackers, and Cookies. Ellis


Horwood Limited Publisher, London

Matz SA & T. D. Matz. 1978. Cookies and Crackers Technology. Texas: The AVI
Publishing Co., Inc

Matz, S. A. 1968. Cookie and Cracker Technology. Connecticut: The AVI


Publishing Co.

McDonald P et al. 1995. Animal Nutrition. Ed ke-5. New York: Longman


Scientific and Technical

Mudjajanto, S dan Yulianti, N. 2010. Membuat Aneka Roti. Penebar Swadaya:


Jakarta.

Nainggolan, J. dan Remi Z. 2011. “Hubungan antara pengetahuan dan Sikap Gizi
Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rajabasa Indah
Kelurahan Rajabasa Raya Bandar lampung”. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan Universitas Lampung.

Nurbaya, S. R. dan Estiasih, T. 2013. Pemanfaatan Talas Berdaging Umbi


Kuning dalam Pembuatan Cookies, J. Pgn dan Agroindustri, 1(1): 46-55.
81

Proverawati, Asfuah S., 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta:
Nuha Medika

Richana, Nur. 2013. Mengenai Potensi Ubi Kayu dan Ubi Jalar. Bandung :
Nuansa Cendikia.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.

Rosida., T. Susilowati dan A. D. Manggarani. 2014. Kajian kualitas cookies


ampas kelapa. J. Rekapangan. 8 (1) : 104-116.

Rukmana, R. H. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pasca Panen. Kasinius.


Yogyakarta

Saksono H. (2012). Pasar Biskuit Diproyeksi Tumbuh 8% Didorong Konsumsi.

Salim, E. 2011. Mengolah Singkong Menjadi Tepung Mokaf. Lily Publisher.


Jakarta.

Santrock, J.W. (2012). Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup Edisi


13 Jilid 1, Penerjemah: Widyasinta,B). Jakarta: Erlangga.

Sari, Desy Martiana. 2013. Konsep Pangan dan Gizi. Surakarta: FKIP Biologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sayogo, S. 2006. Gizi dan Pertumbuhan Remaja. Fakultas Kedokteran Fakultas


Indonesia. Jakarta

Septiari, B. 2012. Mencetak Balita Cerdas dan Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Septiriyani, V. I. 2017. Potensi Pemanfaatan Singkong Sebagai Bahan Tambahan


Dalam Pembuatan Es Puter Secara Tradisional. Skripsi. Program Studi
Pendidikan Biologi. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
82

Setyaningsih, Dwi, Anton Apriyantono, dan Maya Puspita Sari. 2010. Analisis
Sensori untuk Industri Pangan dan Argo. Bogor: IPB Press

Smith, W. H. 1972. Biscuit, Crakers and Cookies. Applied Science Publisher Ltd,
London. Vol. 1.

Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal dan


Hepatobilier. Jakarta: Selemba Medika

Sulistyoningsih, Hariyani. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sultan, W. J. 1981. Practical Baking. 3rd ed.,revised. The AVI Publishing


Company, Inc. Westport Connecticut.

Supariasa. 2011. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.

Suparjo. 2010. Analisis Bahan pakan secara Kimiawi: Analisis Proksimat dan
Analisis Serat. Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi

Suryani, A., E. Hidayat., D. Sadyaningsih dan E. Hambali. 2007. Bisnis Kue


Kering. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tala, ZZ. 2009. Manfaat Serat Bagi Kesehatan. Medan: USU. hlm.2.

Turistyawati, Ratih. 2011. Pemanfaatan Tepung Suweg ( Amorphophallus


campanulatus) Sebagai Subtitusi tepung Terigu pada Pembuatan Cookies.
Surakarta: Universitas Negeri Surakarta Press.

Waryono, 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

Widianti. 2012. Hubungan Antara Body Image dan Perilaku Makan dengan
Status Gizi Remaja Putri di SMA Theresiana Semarang. Jurnal

Widodo R, 2009. Pemberian Makanan, Suplemen, dan Obat Pada Anak. Jakarta:
EGC.
83

Wijayanti, D.N. (2013). Analisis faktor penyebab obesitas dan cara mengatasi
obesitas pada remaja putri, Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Wijayanti, Dewi Nur (2013). Analisis Faktor Penyebab Obesitas dan Cara
Mengatasi Obesitas pada Remaja Putri (Studi Kasus pada Siswi SMA N 3
Temanggung. Naskah Publikasi Skripsi Jurusan Ilmu Keolahragaan
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

Wijayanti, W., T. Mahfud dan D. K. Bambang. 2015. Acceptance test oatmeal


cookies dengan substitusi dedak padi. Teknobuga. 2 (2) : 9-17.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama :


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai