Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PANGAN

ROTI KEPANG

Dosen Pembimbing :
Zulfiana Dewi, SKM., MP
Ir.Ermina Syainah, MP
Rahmani, STP., MP

Disusun Oleh :
Ahmad Reza Fadhian P07131116084
Hernawati Amalia P07131116096
Nadia Susiyana P07131116116
Pratiwi Lisdayanti P07131116122
Septi Diah Lestari P07131116125
Yesi Amalia Hasmi P07131116132

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM DIPLOMA III JURUSAN GIZI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Roti manis adalah roti yang mempunyai rasa manis yang menonjol,
bertekstur empuk dan umumnya dapat ditambahkan bermacam isi (Mudjajanto dan
Yulianti, 2004). Roti merupakan produk pangan yang cukup populer di Indonesia.
Beberapa keunggulan roti sebagai makanan yang dapat langsung dikonsumsi, roti
tersedia dengan berbagai variasi rasa tawar maupun rasa manis, praktis, baik untuk
anak-anak hingga orang dewasa, mudah dikonsumsi kapan saja dan dimana saja,
lebih bergizi dan dapat diperkaya dengan zat gizi lainnya, dan lebih elite (Sarono
dan Yatim, 2008). Jenis dan bentuk roti tergantung dari formulasi adonan dan cara
membuatnya. Menurut U.S Wheat Associoates (1983), berdasarkan formulasi roti,
adonan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu adonan roti manis, adonan roti
tawar dan adonan soft roll. Adonan roti manis adalah adonan yang dibuat dari
formulasi yang banyak menggunakan gula, lemak dan telur.
Gula juga memberi rasa manis serta memperbaiki warna dan aroma karena
proses karamelisasi selama pemanggangan. Sifat gula yang higroskopis
menjadikan roti lebih awet (Sutomo, 2008). Gula pada proses pembuatan roti
berperan dalam pembentukan warna coklat akibat reaksi Maillard dan
karamelisasi, akibat perubahan warna kemungkinan akan mempengaruhi sifat
fisik pada roti seperti warna, tekstur, rasa, aroma, dan kesukaan. Gula tidak hanya
digunakan dalam makanan karena rasanya yang manis, tetapi juga karena hasil
reaksi yang terjadi selama pemanasan berupa karamel dan produk Maillard.
Karamel diperoleh dari pemanasan gula secara langsung tanpa adanya bahan
tambahan ataupun air. Karamel yang dihasilkan berwarna coklat hingga hitam dan
2 memiliki rasa yang lezat. Produk Maillard dihasilkan dari pemanasan gula
reduksi dan protein (Widyani dan Suciaty, 2008).
Gula yang dipakai selama ini dalam pembuatan roti yaitu menggunakan
sukrosa. Gula yang digunakan dapat diganti dengan menggunakan fruktosa.
Fruktosa adalah gula yang ditemukan secara alami dalam buah-buahan, sayuran,
pohon buah, dan madu. Fruktosa memiliki rasa lebih manis daripada gula tebu
atau sukrosa (Poedjiadi, 1994).
Bakpao merupakan makanan tradisional Tionghoa. Dikenal sebagai
bakpao di Indonesia karena diserap dari bahasa Hokkian yang dituturkan
mayoritas orang Tionghoa di Indonesia. Bakpao sendiri berarti harfiah adalah
baozi yang berisi daging. Baozi sendiri dapat diisi dengan bahan lainnya seperti
daging ayam, sayur-sayuran, serikaya manis, selai kacang kedelai, kacang azuki,
kacang hijau,dan sebagainya, sesuai selera. Bakpao yang berisi daging ayam
dinamakan kehpao. Kulit bakpao dibuat dari adonan tepung terigu yang setelah
diberikan isian, lalu dikukus sampai mengembang dan matang. Pao itu berati
bungkusan, Bakpao berarti Bungkusan-bak , bak itu artinya daging. Untuk
membedakan bakpao tanpa daging (vegetarian) dari bakpao berdaging biasanya di
atas bakpao diberi titikan warna.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Membuat roti manis
2. Mengukur daya kembang adonan roti manis sebelum dan sesudah
fermentasi
3. Mengukur daya kembang roti manis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Roti
Roti merupakan produk pangan berbahan dasar tepung terigu yang di
fermentasi dengan ragi roti atau bahan pengembang lainnya yang diolah
dengan cara dipanggang (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Roti termasuk dalam
salah satu produk bioteknologi konvensional karena adanya proses fermentasi
yang memanfaatkan mikroorganisme (Mudjajanto dan Yulianti, 2007). Roti
dibuat melalui dua proses yaitu pembuatan dan pemanggangan, dimana
keduanya sangat penting dalam menentukan mutu produk akhir dari roti. Jenis
roti ada berbagai macam yaitu roti kukus, roti panggang, dan roti goreng. Roti
tawar dan roti manis merupakan jenis roti yang dipanggang (Suprapti, 2003).
Zat gizi yang terdapat didalam roti yaitu -karoten, tiamin (vitamin B1),
riboflavin (vitamin B2), niasin, serta sejumlah mineral berupa zat besi, iodium,
kalsium dan sebagainya. Roti juga diperkaya dengan asam amino tertentu
untuk meningkatkan mutu protein bagi tubuh. Kandungan protein yang
terdapat dalam roti mencapai 9,7%, lebih tinggi dibandingkan nasi yang hanya
7,8% (Jenie, 1993). Hampir semua jenis roti dibuat dengan proses yang sama
yaitu pencampuran (mixing), fermentasi, pembentukan (proofing),
pengempesan (sheeting), pencetakan (molding), pemanggangan (baking),
penurunan suhu (cooling), dan (terkadang) pengirisan (slicing) (Zhou dan Hui,
2004).
2.2. Bahan Baku Roti
Bahan baku roti terdiri dari tepung terigu, ragi, gula, telur, garam (NaCl),
air, susu, dan mentega (Auliana, 2009).
2.2.1. Tepung Terigu
Salah satu bahan utama pembuat roti yaitu tepung terigu. Tepung yang
digunakan dalam pembuatan roti merupakan tepung yang mengandung protein
tinggi sebesar 11-13% protein. Protein dalam tepung terigu sangat bermanfaat
dalam pembuatan roti karena dapat memberikan sifat mudah dicampur,
difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. Tepung
terigu hasil penggilingan harus bersifat mudah tercurah, kering, tidak mudah
menggumpal jika ditekan, berwarna putih, bebas dari kulit, tidak berbau asing
seperti busuk, tidak berjamur atau tengik, juga bebas dari serangga tikus,
kotoran, dan kontaminasi benda-benda asing lainnya. Kadar protein tepung
terigu dan kadar abu merupakan hal utama yang harus dipertimbangkan. Kadar
protein mempunyai korelasi yang erat dengan kadar glutein, sedangkan kadar
abu erat hubungannya dengan tingkat dan kualitas adonan. Bahan dasar tepung
yang biasa digunakan adalah gandum dan jagung (Kent, 1983).
Dalam pembuatan roti disarankan menggunakan tepung gandum guna
menghasilkan pengembangan roti yang lebih baik karena beberapa jenis
protein dalam gandum akan menghasilkan glutein jika dicampur dengan air.
Senyawa ini berguna dalam proses pengembangan roti. Jaringan sel-sel ini juga
cukup kuat untuk menahan gas yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak
mengempis kembali. 6 Berdasarkan kandungan glutein (protein), tepung terigu
yang terdapat dipasaran yaitu tepung terigu protein tinggi, tepung terigu protein
sedang, dan tepung terigu protei rendah. Pati merupakan komponen terbanyak
dalam tepung terigu yaitu sekitar 70% yang terdiri dari amilosa dan
amilopektin. Kandungan amilosa dalam pati sekitar 20% dengan suhu
gelatinisasi 560C-620C (Astawan, 2008). Nilai kalori tepung terigu per 100
gram bahan yaitu 340 kal (Kent, 1983).
2.2.2. Ragi atau Yeast
Ragi/yeast merupakan mikroorganisme atau suatu mahkluk hidup
berukuran kecil, pada umumnya yaitu jenis Saccharomyces cerevisiae yang
biasa dimanfaatkan dalam pembuatan roti. Ragi berfungsi sebagai
pengembang adonan dengan produksi gas CO2, serta sebagai pelunak glutein
dengan asam yang dihasilkan, pemberi rasa dan aroma Jenis-jenis ragi yang
terdapat dipasaran yaitu ragi tape berbentuk bulat pipih berwarna putih, ragi
roti berbentuk butiran, dan ragi tempe berbentuk bubuk. Saccharomyces
cerevisiae berasal dari kata Saccharo yang berarti gula, myces yang berarti
makan, dan cerevisae yang berarti berkembang biak, sehingga ragi roti
merupakan spesies yang hidup dalam berkembang biak dengan memakan
gula. Enzim ragi yang disebut zymase dan karbon dioksida. Prosesnya biasa
disebut fermentasi alkohol (Lange, 2004).
2.2.3. Gula
Gula yang digunakan dalam proses pembuatan roti umumnya adalah gula
sukrosa (gula pasir) yang berasal dari tebu atau beet (Wahyudi, 2003). 7
Menurut Wahyudi (2003) gula sukrosa (gula pasir) yang biasa digunakan
dalam pembuatan roti dapat berbentuk kristal maupun berbentuk tepung,
Penggunaan gula pada roti manis memiliki tujuan seperti:
a) Menyediakan makananan untuk ragi (yeast) dalam fermentasi,
b) Memperbaiki tekstur produk,
c) Membantu memepertahankan air sehingga memperpanjang kesegaran,
d) Menghasilkan kulit (crust) yang baik, dan
e) Menambah nilai nutrisi pada produk
Sukrosa merupakan disakarida yang tersusun atas sebuah Dglucopyranosil
dan D-fructofuranosil yang berikatan antar ujung reduksinya. Sukrosa tidak
memiliki ujung pereduksi sehingga termasuk dalam gula non pereduksi.
Sukrosa (C12H22O11) bersifat mudah larut dalam air dan sedikit
higroskopis, sehingga semakin tinggi suhu kelarutan semakin besar
(Tirtowinata, 2006).
Pada proses pembuatan roti, gula berfungsi sebagai makanan ragi (yeast)
untuk membantu jalannya proses fermentasi sehingga adonan roti dapat
mengembang. Gula juga memberi rasa manis serta memperbaiki warna dan
aroma karena proses karamelisasi dan reaksi Maillard (khususnya gula
reduksi) selama pemanggangan. Akan tetapi gula lebih banyak dimanfaatkan
dalam pembuatan biskuit dan kue, dimana selain memberikan rasa manis gula
juga mempengaruhi tekstur (Winarno, 2004). Nilai kalori gula pasir per 100
gram bahan yaitu 364 kal (Darwin, 2013).
Fruktosa adalah bahan pemanis alami yang memiliki kadar kemanisan 2,5
kali lipat dari sukrosa (Sikumbang dan Hindersah, 2009). Fruktosa disebut
juga 8 gula buah. Fruktosa merupakan jenis monosakarida yang paling manis,
banyak ditemukan pada mahkota bunga, madu, dan hasil hidrolisis gula tebu.
Didalam fruktosa didapatkan dari hasil pemecahan sukrosa (Nugraheni et al.,
2011). Salah satu contoh gula fruktosa yaitu high fructose syrup (HFS). High
Fructose Syrup merupakan kelompok sirup gula cair melalui proses enzimatis
untuk meningkatkan kandungan fruktosa. High Fructose Syrup dapat dibuat
dengan bahan dasar seperti tepung tapioka dan jagung. Gula jagung memiliki
karakteristik warna putih, manis, seperti gula lainnya. Selain itu, gula jagung
kadar kalorinya rendah dibandingkan dengan gula lainnya. Salah satu gula
jagung yang banyak digunakan dalam produk baking yaitu HFS 90 yang rata-
rata terdiri dari 90% fruktosa dan 10% glukosa (Pramana et al., 2007).
Fruktosa termasuk gula reduksi yang mampu membentuk reaksi Maillard
(pencoklatan) apabila bereaksi dengan protein dan dipicu oleh panas
(Winarno, 2004).
2.2.4. Telur
Telur dalam pembuatan roti berfungsi membentuk suatu kerangka yang
bertugas sebagai pembentuk struktur. Telur dapat memberikan pengaruh pada
warna, rasa, dan melembutkan tekstur roti dengan daya emulsi dari lesitin yang
terdapat pada kuning telur. Telur juga berfungsi sebagai pelembut dan
pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi, yaitu kemampuan menangkap
udara pada saat adonan dikocok sehingga udara menyebar rata pada adonan
(Astawan, 2008). Telur berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi, memberikan
rasa yang lebih enak dan membantu untuk memperlemas jaringan zat glutein
karena adanya lesitin 9 dalam telur yang menghasilkan roti menjadi lebih
empuk dan lemas (Koswara, 2009).
Telur merupakan sumber zat protein hewani yang bergizi tinggi. Fungsi
telur sebagai pengental, perekat atau pengikat dalam pengolahan pangan
(Tarwotjo, 1998). Penggunaan kuning telur dapat memberikan tekstur yang
lembut pada roti dimana kuning telur mengandung lesitin (emulsifier). Kuning
telur memiliki bentuk yang padat dan kadar airnya sekitar 50% sedangkan
putih telur kadar airnya 86%. Nilai kalori pada kuning telur yang digunakan
dalam pembuatan roti yaitu 361 kkal (Bennion, 1980).
2.2.5. Garam (NaCl)
Garam dapur (NaCl) sering kali dimanfaatkan dalam industri pangan.
Penggunaan garam dengan jumlah yang sedikit berfungsi sebagai pembentuk
cita rasa, sedangkan dalam jumlah yang cukup banyak berperan sebagai
pengawet. Garam mengalami peristiwa hidrasi ion dimana garam akan
terionisasi dan menarik sejumlah molekul air. Semakin besar konsentrasi
garam, maka semakin banyak ion hidrat dan molekul air yang terjerat sehingga
menyebabkan aktivitas air (aw) bahan pangan menurun (Winarno, 2004).
Garam juga digunakan sebagai bahan pengawet. Garam pada pembuatan
roti harus memenuhi kriteria yang baik yaitu bersih (bebas dari bahan-bahan
yang tidak dapat larut), halus, tidak bergumpal, dan mudah larut saat diolah
(Pereira, 2013)
2.2.6. Air
Air yang digunakan dalam pembuatan roti biasanya adalah air es. Air
berperan penting dalam pembentukan adonan karena dapat mengontrol
kepadatan dan suhu adonan. Air memiliki fungsi sebagai pelarut garam,
penyebar dan pelarut bahan-bahan bukan tepung secara seragam dan
memungkinkan adanya aktivitas enzim (Mudjajanto dan Yulianti,2004). Air
dapat mempengaruhi penampilan bahan pangan, seperti tekstur, warna, dan cita
rasa. Kandungan air dalam bahan makanan juga menentukan acceptability,
kesegaran, dan daya tahan makanan (Ningrum, 2006).
2.2.7. Susu
Penggunaan susu untuk produk bakery berfungsi membentuk flavor,
mengikat air, sebagai bahan pengisi, membentuk struktur yang kuat karena
adanya protein berupa kasein, membentuk warna karena terjadi reaksi
pencoklatan dan menambah keempukan karena adanya laktosa (Koswara,
2009). Keutamaan susu yaitu meningkatkan nilai gizi. Susu mengandung
protein (kasein), gula laktosa dan mineral kalsium. Susu juga memberikan efek
terhadap kulit roti dan memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya (U.S.
Wheat Associates, 1983). Susu bentuk bubuk adalah susu yang biasa
digunakan sebagai bahan pembuat roti (Eko dan Eirry, 2007). Hal ini
dikarenakan susu bubuk memiliki masa simpan yang lebih panjang. Susu cair
UHT juga dapat digunakan dalam pembuatan roti. Kandungan gizi susu bubuk
per 100 gram adalah 509 kkal (Mahmud, 2005), sedangkan kandungan kalori
susu cair UHT yaitu 150 kkal (Prastiwi, 2015). 11
2.2.8. Mentega
Mentega dapat dibuat dari lemak susu yang manis atau yang asam.
Mentega dari lemak yang asam memiliki citarasa yang kuat. Lemak susu dapat
dibiarkan menjadi asam secara spontan atau dapat dimasamkan dengan
penambahan pupukan murni bakteri asam laktat pada lemak susu yang manis
yang telah dipasteurisasikan, sehingga memungkinkan terjadinya fermentasi
(Winarno, 2004).
Mentega berfungsi sebagai pelumas untuk memperbaiki remah roti,
memperbaiki daya iris roti, melunakkan kulit roti, dan dapat menahan air
sehingga umur simpan lebih lama. Selain itu lemak juga bergizi, memberikan
rasa lezat, mengempukkan, dan membantu pengembangan susunan fisik roti
(Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Mentega merupakan sumber biokalori yang
cukup tinggi nilai kilokalorinya yaitu sekitar 9 kilokalori setiap gramnya
(Ardiman, 2014).
2.2.9. Bread Improver
Bread Improver merupakan bahan tambahan dalam pembuatan roti yang
mengandung protein dalam bentuk gluten. Gluten memiliki fungsi untuk
mempertahankan udara yang masuk kedalam adonan pada saat proses
pengadukan dan gas yang dihasilkan oleh ragi pada waktu fermentasi, sehingga
adonan menjadi mengembang. Bahan yang dapat digunakan seperti xanthan
gum, dan bahan lain seperti Carboxymethyl Cellulose (CMC), alginate, gliseril
monostearat dan sebagainya. Bahan-bahan ini akan meningkatkan daya tarik
menarik antara butir-butir pati, sehingga sebagian besar gas yang terdapat di
dalam adonan dapat 12 dipertahankan. Adonan yang dihasilkan akan cukup
mengembang dan akan diperoleh roti dengan volume yang relatif besar, remah
yang halus, dan tekstur yang lembut (Koswara, 2009).
2.3. Prinsip Pembuatan Roti
Secara garis besar prinsip pembuatan roti terdiri dari pencampuran
(mixing), peragian, pembentukan, dan pemanggangan. Tujuan pencampuran
adalah membuat dan mengembangkan sifat daya rekat, gluten tidak ada dalam
tepung. Tepung mengandung protein dan sebagian besar protein akan
mengambil bentuk yang disebut gluten bila protein itu dibahasi, diaduk-aduk,
ditarik, dan diremas. Tujuan peragian (fermentasi) adonan adalah untuk
pematangan adonan sehingga mudah ditangani dan menghasilkan produk
bermutu baik, serta berperan dalam pembentukan cita rasa roti. Pada tahap
pembentukan secara berurutan adonan dibagi dan dibulatkan, diistirahatkan,
dibentuk, dimasukkan kedalam loyang dan fermentasi akhir sebelum
dipanggang. Sedangkan pada proses pemanggangan dilakukan pada suhu
sekitar 180C yang pada akhir pembakaran terjadi pembentukan crust serta
aroma. Pembentukan crust terjadi sebagai hasil reaksi Maillard dan
karamelisasi gula (Koswara, 2009).
2.3.1. Pencampuran (mixing)
Setiap tahap pembuatan roti ini memiliki fungsi masing-masing. Fungsi
dari pencampuran adalah menghomogenkan semua bahan, membentuk dan
melunakkan glutein, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan
protein, serta menahan gas pada glutein. Pencampuran harus tetap dilakukan 13
hingga glutein berkembang dan air menyerap secara optimal. Proses
pencampuran tidak boleh terlalu lama karena akan merusak susunan glutein,
adonan menjadi panas, dan proses fermentasi semakin lambat. Proses mixing
tergantung pada alat yang digunakan, kecepatan pencampuran, penyerapan air
dari glutein, formula dan masa peragian, dan jenis roti yang diinginkan. Waktu
mixing umumnya selama 8-10 menit atau 10-12 menit dengan mixer roti
(Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
2.3.2. Peragian
Tahap kedua yaitu peragian. Tahap ini penting dalam pembuatan roti
dimana terjadinya pembentukan volume dan rasa. Fermentasi sangat
dipengaruhi oleh suhu pembuatan dan kelembaban udara. Kondisi yang baik
saat fermentasi adonan roti yaitu dengan kelembaban udara 75% dan suhu
ruangan 35C. Semakin panas suhu ruangan, semakin cepat proses fermentasi
dalam adonan roti. Namun sebaliknya, semakin dingin suhu ruangan semakin
lama proses fermentasinya. Selama peragian, adonan menjadi lebih besar dan
ringan. Pada adonan langsung, adonan perlu sekali dilipar, ditusuk, atau
dipukul 1-2 kali selama peragian dan pada akhir peragian. Pemukulan
dilakukan agar suhu adonan rata, gas CO2 hilang, dan udara segar tertarik
kedalam adonan sehingga rasa asam pada roti dapat hilang. Jika terlalu banyak
pukulan, gas yang keluar dari adonan terlalu banyak sehingga roti tidak
mengembang (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Enzim -amilase secara normal
terdapat dalam terigu membantu pemecahan pati menjadi maltosa, senyawa
yang akan digunakan oleh ragi untuk membentuk gas karbon dioksida dan
etanol (Winarno, 2004).
2.3.3. Pembentukan
Tahap pembentukan terdiri dari pengadonan dan pencetakan.
Pembentukan adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah diistirahatkan
digiling menggunakan roll pin, kemudian digiling atau dibentuk sesuai dengan
jenis roti yang diinginkan. Pada saat penggilingan, gas yang ada di dalam
adonan keluar dan adonan mencapai ketebalan yang diinginkan sehingga
mudah untuk digulung atau dibentuk (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Pengadonan yang berlebihan akan merusak susunan glutein, adonan akan panas
dan peragiannya akan lambat. Adonan tersebut akan menghasilkan roti yang
pertambahan volumenya sangat buruk dan juga rotinya akan mempunyai remah
pada bagian dalam. Pengadonan yang kurang akan menyebabkan adonan
menjadi kurang elastis (Wheat Associates, 1983). Agar roti sesuai dengan
besarnya cetakan atau berdasarkan bentuk yang diinginkan, adonan perlu
ditimbang. Sebelum ditimbang, adonan dipotong-potong dalam beberapa
bagian. Proses penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena proses
fermentasi tetap berjalan. Adonan yang sudah digulung dimasukkan kedalam
cetakan dengan cara bagian lipatan diletakkan di bawah agar lipatan tidak lepas
yang mengakibatkan bentuk roti tidak baik. Selanjutnya, adonan diistirahatkan
dalam cetakan sebelum dimasukkan ke dalam pembakaran. Proses ini
dilakukan agar roti mengembang, sehingga hasil akhir roti diperoleh dengan
bentuk dan mutu yang baik (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
2.3.4. Pemanggangan
Tahap terakhir yaitu pemanggangan. Roti dipanggang dalam oven pada
suhu kira-kira 205C. Suhu pemanggangan roti kecil sekitar 220-230C selama
14-18 menit. Sebelum pemanggangan selesai, pintu oven dibuka sedikit sekitar
2- 3 menit. Untuk roti lainnya, pembakaran dengan suhu oven 220-230C,
kemudian menurun hingga 200C selama 5-10 menit dan sebelum selesai,
pintu oven dibuka sedikit (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Setelah fermentasi cukup, adonan dimasukkan kedalam oven dan dibakar
sampai kulit atas roti biasanya berwarna coklat, bahkan ada yang sedikit
gosong. Mikroglobule menggelembung karena gas CO2 mengembang oleh
suhu oven yang tertinggi dan dinding glutein difiksasi mempertahankan
volume globula tersebut, sehingga konsistensi roti seperti spons yang lunak dan
empuk (Sediaoetama, 1993). Perusakan zat gizi dalam bahan makanan yang
dipanggang (umumnya roti dan kue) terutama berkaitan dnegan suhu oven dan
lamanya pemanggangan serta pH adonan. Nampaknya taka da susut vitamin
yang berarti dalam tahap pencampuran, fermentasi, dan pencetakan. Bahkan
kadar beberapa vitamin dapat meningkat sedikit selama fermentasi, yaitu
vitamin yang disintesa oleh sel khamir (Harris dan Karmas, 1989).

2.4. Uji Sensori


Keistimewaan produk pangan dapat dilihat dari nilai mutu subyektifnya
disamping sifat mutu obyektifnya. Mutu obyektif dapat diukur dengan alat atau
instrument fisik, sedangkan mutu subyektif dapat diukur dengan instrument
manusia. Sifat subyektif pangan lebih umum disebut organoleptik atau sifat 16
indrawi karena penilainnya menggunakan organ indera manusia, terkadang
juga disebut sifat sensorik karena penilaiannya, didasarkan pada rangsangan
sensorik pada organ indera (Soekarto, 1990). Uji sensori pada produk pangan
sangat diperlukan untuk mengukur dan menilai minat konsumen terhadap
produk yang dihasilkan. Panelis akan memberi penilaian terhadap warna,
tekstur, aroma, dan kesukaan dari roti manis dengan menggunakan skala
hedonik.
Pengujian sensori berdasarkan aroma yang menentukan kelezatan bahan
makanan cita rasa dari bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen
yaitu bau, rasa, dan rangsangan mulut. Bau yang dihasilkan dari makanan
banyak menentukan kelezatan bahan pangan tersebut. Dalam hal bau sangat
bersangkutan dengan alat indera penciuman. Pengujian sensori berdasarkan
rasa adalah faktor berikutnya yang dinilai panelis setelah tekstur, warna, dan
aroma. Rasa timbul akibat adanya rangsangan kimiawi yang dapat diterima
oleh indera pencicip atau lidah. Rasa adalah faktor yang mempengaruhi
penerimaan produk pangan. Jika komponen aroma, warna, dan tekstur baik
tetapi konsumen tidak menyukai rasanya maka konsumen tidak akan menerima
produk pangan tersebut (Rampengan et al., 1985).
Dalam penilaian mutu produk pangan seperti bahan pangan hasil
pertanian, bahan mentah industri pangan dan produk olahan pangan, mutu
sensori memiliki peran yang sangat penting. Mutu sensori tidak kalah
pentingnya dengan uji fisik, uji kimia, dan uji gizi karena suatu produk pangan
tidak akan dikonsumsi atau tidak menimbulkan selera makan apabila memiliki
sifat organoleptik yang tidak bagus. Jadi bagi komoditas pangan pengujian
organoleptik merupakan suatu keharusan (Soekarto, 1990). 17 Uji kesukaan
adalah salah satu metode uji sensori yang berfungsi untuk menentukan tingkat
kesukaan dan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk tertentu.
Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang
kesukaan atau ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan
tingkat kesukaan/ketidaksukaan (Rahayu, 1998).

2.5. Nilai Kalori


Kalor merupakan suatu perpindahan energi internal. Kalor mengalir dari
satu bagian sistem ke bagian lain atau dari sistem ke sistem yang lain karena
terdapat perbedaan temperatur. Nilai makanan umumnya diukur dari
banyaksedikitnya kalori yang dibebaskan pada pembakaran 1 gram dari
makanan tersebut. Telah diketahui bahwa zat makanan yang memberikan
sumber kalori yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Roti merupakan salah satu
sumber karbohidrat yang baik bagi tubuh. Nilai kalori pada roti dapat diukur
menggunakan alat yaitu kalorimeter bom. Kalorimeter bom adalah alat yang
digunakan untuk mengukur jumlah kalor (nilai kalor) yang dibebaskan pada
pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) suatu senyawa, bahan makanan,
dan bahan bakar.
Kalorimeter bom terdiri dari tabung baja tebal dengan tutup kedap udara.
Sejumlah tertentu zat yang akan diuji ditempatkan dalam cawan platina dan
sebuah kumparan besi yang diketahui beratnya (yang juga akan dibakar)
ditempatkan pula pada cawan platina sedemikian sehingga menempel pada zat
yang akan diuji. Kalorimeter bom kemudian ditutup dan tutupnya
dikencangkan, setelah itu bom diisi dengan O2 hingga tekanan mencapai 25
atm. Kemudian bom dimasukkan kedalam 18 kalorimeter yang diisi air.
Setelah semuanya tersusun, sejumlah tertentu aliran listrik dialirkan ke kawat
besi dan setelah terjadi pembakaran, kenaikan suhu diukur, kapasitas panas
bom, kalorimeter, pengaduk, dan termometer ditentukan dengan percobaan
terpisah dengan menggunakan zat yang diketahui panas pembakaran dengan
tepat (biasanya asam benzoat) (Wijanarko, 2013).
Salah satu jenis produk buatan roti manis adalah Bakpao. Bakpao,
merupakan salah satu dari sekian banyak makanan fermentasi yang beredardi
Indonesia. Roti kukus yang berasal dari negeri Tiongkok ini, kini telah menjadi
makananyang cukup familiar di dunia kuliner Indonesia. Jenis roti kukus ini
berbentuk bulat danmenggelembung, dengan beraneka macam isi di dalamnya.
Isian bakpao dapat berupa dagingcincang, coklat, keju, kacang, daun bawang,
strawbery, blueberry, sosis, bakso, kelapa, danmasih banyak lagi. Pada proses
pembuatan adonannya pun memerlukan proses fermentasi. Adapun bahan yang
menjadi senjata utama proses fermentasi bakpao yaitu, ragi.
2.6 Bahan isian roti
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), bahan pengisi digunakan sebagai
bahan pembantu dalam produk roti manis untuk meningkatkan cita rasa
dan variasi produk yang dihasilkan.
a. Coklat
Menurut Subagjo (2007), coklat merupakan hasil olahan dari
biji cocoa yang dilakukan pressing menghasilkan lemak dan bubuk
coklat. Lemak coklat inilah yang akhirnya dijadikan olahan coklat.
Coklat merupakan bahan tambahan pada roti yang biasanya dijadikan
topping atau isian.
b. Keju
Menurut Murti (2002), keju merupakan gumpalan atau
substansi yang dibentuk karena koagulasi protein susu dari ternak
ruminansia. Proein susu tersebutdigumpalkan oleh rennet, karena
dihasilkan oleh asam laktat tambahan atau asam laktat hasil kerja jasad
renik. Keju mempunyai kadar air tertentu setelah melalui proses
pemanasan, penekanan, pemotongan dan pematangan pada kondisi,
waktu dan kelembaban tertentu. Keju dapat menjadi penambah cita
rasa dan nilai gizi dari roti karena mengandung kasein, lemak, peptida,
protein, mineral dan vitamin.
c. Kacang almond
Menurut Subagjo (2007), almond atau Prunus dulcis
merupakan tanaman asli timur tengah. Almond biasa digunakan
sebagai dekorasi atau isian yaitu almond sliced.
d. Selai
Selai merupakan makanan semi padat hasil olahan dari buah
atau sayur yang telah diolah dan ditambahkan dengan bahan tambahan
lain seperti gula sehingga lebih awet dan tahan lama. Selai dapat
digunakan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan roti dan aneka
makanan lainnya (Darmawan, 2013).
e. Kismis
Kismis merupakan olahan dari anggur yang dikeringkan.
Penggunaan kismis dalam berbagai tradisi dan budaya mungkin
berbeda antara satu dan lainnya. Kismis biasanya dijadikan pemanis
dalam beberapa makanan olahan, seperti roti dan kue kering (Ahmar,
2012).
f. Pisang
Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan
sumber vitamin, mineral, dan juga karbohidrat. Buah pisang yang telah
matang dapat dimakan langsung atau dapat juga diolah menjadi jenis
makanan lain lain, seperti untuk gorengan dan sebagainya. Selain itu,
pisang dapat juga dimanfaatkan untuk bahan isian atau bahan
tambahan/substitusi dalam pembuatan berbagai jenis roti dan kue
sehingga akan meningkatkan nilai gizi dari produk tersebut (Wibowo,
2009).
2.7 Proses pengolahan
Menurut Subagjo (2007), metode pembuatan roti manis yang digunakan
yaitu notime dought. Prosesnya terdiri dari persiapan, pencampuran,
pengistirahatan adonan, pembagian dan pembulatan, peloyangan, finalproofing,
pemolesan, pemanggangan, depanning dan cooling, dan pengemasan.
1. Persiapan (preparing)
Menurut Mudjajanto dan Yulianti (2008), pada tahap persiapan, alat
danbahan harus diperhatikan ketersediaanya. Beberapa hal yang diperhatikan
yaituharga bahan, stok yang cukup, tempat penyimpanan, dan kebersihan alat
yangakan digunakan. Stok harus disesuaikan dengan daya tahan bahan, serta
tempat penyimpanan harus dapat mempertahankan kualitas bahan.
Setelah persiapan dilakukan penimbangan bahan yang bertujuan
untukmenentukan jumlah masing-masing bahan yang akan digunakan sesuai
dengan formulasi yang telah ditentukan (Rahzarni, 2009).
Formulasi roti manis dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Formulasi roti manis
Bahan Satuan Jumlah
Tepung terigu protein tinggi g 800
Tepung terigu protein sedang g 200
Ragi g 30
Bread improver g 3
Susu cair ml 160
Gula pasir g 220
Garam g 15
Telur g 100
Kuning telur g 30
Margarin g 180
Air es ml 120
Sumber : Rahzarni et al, (2014)
2. Pencampuran (mixing)
Menurut Subagjo (2007), pada saat pembuatan adonan dengan metode
straight yaitu semua bahan-bahan kering dimasukkan dan diaduk sambil
ditambahkan bahan yang bersifat basah. Ditambahkan oleh Koswara (2009),
pada proses ini bahan dicampur sekaligus menjadi adonan sebelum
difermentasi.
Menurut Subagjo (2007), pencampuran dan pengadukan bahan roti
dilakukan dalam beberapa tahapan dan kondisi yaitu bahan telah
tercampur menjadi satu adonan (pickup), lalu adonan mulai kelihatan
elastis(initialdovelopment), adonan sudah kalis atau tidak melengket lagi pada
wadah (cleanup),permukaan elastis permukaan licin, halus dan kering
(develop),adonan overmix, basah, lengket dan lembek (let down), adonan tidak
elastis atau rusak (break down).
3. Pengistirahatan adonan
Menurut Subagjo (2007), proses fermentasi pertama ini dilakukan selama
30-60 menit, suhu 25-29C supaya adonan mengembang. Ditambahkan oleh
Koswara (2009), jika suhu dan kelembaban udara diruangan seimbang maka
hasil adonan yang diperoleh akan seragam.
Pada tahapan fermentasi pertama adonan akan mengembang dikarenakan
adanya gas CO2 yang dihasilkan oleh ragi, sehingga adonan akan mengembang
dua kali lebih besar dari keadaan semula (Mudjajanto dan Yulianti, 2008).
4. Pembagian dan pembulatan (dividing and rounding)
Menurut Subagjo (2007), adonan dipotong-potong dan ditimbang
seberat40 gram. Adonan tersebut dipotong menggunakan pemotong adonan.
Ditambahkan oleh Rahzarni (2009), pemotongan dan penimbangan adonan
ditujukan untuk mendapatkan ukuran roti yang seragam. Pemotongan dan
penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena fermentasi tetap
berlangsung selama proses.
5. Peloyangan (panning)
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), panning merupakan proses
meletakkan adonan kedalam loyang yang bersih dan telah diolesi oleh
margarin. Bagian adonan yg disambung harus diletakkan di bagian bawah agar
pada fermentasidan pemanggangan adonan tidak terbuka.
6. Final proofing
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), final proofing dilakukan sebelum
adonan dimasukkan kedalam oven. Final proofing merupakan tahap fermentasi
akhir sehingga terjadi pengembangan adonan yang mencapai volume optimum
baik. Temperatur fermentasi sekitar 35-40C dan kelembaban relatif 80-85%.
Fermentasi akan dianggap cukup apabila volume adonan mencapai 75-90%
loyang.
7. Pemolesan (polishing)
Pemolesan biasanya menggunakan telur yang dicampur dengan susu.
Pemolesan dilakukan sebelum proses pemanggangan yang bertujuan agar
permukaan roti licin dan mengkilat (Bogasari, 2004).
8. Pemanggangan (baking)
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), pemanggangan merupakan proses
pematangan adonan menjadi roti yang dapat dicerna oleh tubuh dan
menimbulkan aroma yang khas. Pemanggangan merupakan aspek kritis dalam
menghasilkan kualitas roti yang baik. Pemanggangan yang terlalu lama akan
menghasilkan rotiyang keras dan kenampakan yang kurang menarik. Suhu dan
waktu pemanggangan adalah 180-200C selama 15-20 menit. Proses
pemanggangan akan menambah volume adonan dalam 5-6 menit pertama.
Dalam proses pemanggangan aktifitas dari ragi akan berhenti pada suhu 65C.
Proses pemanggangan ini akan mengakibatkan denaturasi protein dan
gelatinisasi pada pati.
9. Pendinginan(cooling)
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), depanning merupakan proses
pelepasan roti dari permukaaan loyang setelah roti mengalami proses
pemanggangan hingga matang. Kemudian dilakukan pendinginan pada roti
dengan meletakkan roti pada bahan metal tahan karat agar uap panas keluar
dan tidak mengembun pada permukaan roti. Pendinginan ditempat yang
lembab dapat menyebabkan pengembunan pada permukaan roti dan kulit roti
akan keriput.
10. Pengemasan (packing)
Menurut Wijandi dan Saillah (2003), setelah roti dingin, permukaan dari
roti akan kering dan berada dalam keseimbangan dengan lingkungan sehingga
tidak terjadi pengeringan maupun penyerapan air. Pengemasan bertujuan agar
tidak terjadi kontaminasi dan pengeringan selama penyimpanan serta
memperbaiki penampilan pada saat pemasaran. Pengemasan akan mencegah
pengerasan kulit karena menguapnya kandungan air pada roti.
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
ALAT
Baskom Piring
Lap/Serbet Pisau
Oven Loyang
BAHAN
Tepung Cakra Kembar Fermifan
Tepung Segitiga Biru Air
Telur Margarine
Gula Pasir Bread improver
Susu Cair Susu Skim
Garam Telur Ayam
BAHAN ISI
Pisang Talas

3.2 Prosedur Kerja


1. Mencampur semua bahan kering, kemudian memasukkan telur dan air
sedikit demi sedikit, diaduk hingga kalis, memasukkan margarine dan
garam lalu diaduk kembali.
2. Mendiamkan adonan 10 menit.
3. Menimbang adonan 40 gram dan dibulatkan. Mengistirahatkan kembali
selama 10 menit.
4. Menggilas adonan dan memotong tepiannya sehingga menyerupai tulang
daun, letakkan potongan pisang dan dianyam.
5. Mendiamkan kembali selama 90 menit hingga adonan cukup
mengembang.
6. Memanggang roti di dalam oven hingga bagian atas berubah warna sedikit
kecoklatan.
7. Mengangkat roti dari kukusan, mendinginkannya dan roti kepang siap
disantap.
3.3 Diagram Alir

Mencampur semua bahan kering

Memasukkan telur dan air sedikit demi sedikit, aduk hingga kalis

Memasukkan margarine dan garam, aduk kembali.

Mendiamkan adonan 10 menit

Menimbang adonan 40 gr dan dibulatkan.

Mengistirahatkan kembali 10 menit

Menggilas adonan, potong tepian hingga menyerupai tulang daun, isi


degan potongan pisang, dan dianyam.

Mendiamkan kembali selama 90 menit hingga adonan cukup


mengembang.

Panggang roti hingga bagian atas berubah warna menjadi kecoklatan.

Roti kepang.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Roti Kepang Isi Pisang Talas

Suhu Pengovenan : 1800C


Fermentasi II
Tinggi awal : 2,1 cm
Tinggi akhir : 3,2 cm
3,22,1
Daya Kembang Fermentasi II = 100% = 52,38%
2,1

Pengovenan
Tinggi awal : 3,2 cm
Tinggi akhir : 3,7 cm
3,73,2
Daya Kembang Pengovenan = 100% = 15,63%
3,2

4.2 Pembahasan

Salah satu bahan utama pembuat roti yaitu tepung terigu. Tepung yang
digunakan dalam pembuatan roti merupakan tepung yang mengandung protein
tinggi sebesar 11-13% protein. Protein dalam tepung terigu sangat bermanfaat
dalam pembuatan roti karena dapat memberikan sifat mudah dicampur,
difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. Pada proses
pembuatan roti, gula berfungsi sebagai makanan ragi (yeast) untuk membantu
jalannya proses fermentasi sehingga adonan roti dapat mengembang. Gula juga
memberi rasa manis serta memperbaiki warna dan aroma. Telur dalam pembuatan
roti berfungsi membentuk suatu kerangka yang bertugas sebagai pembentuk
struktur. Telur dapat memberikan pengaruh pada warna, rasa, dan
melembutkan tekstur roti dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat pada
kuning telur. Telur juga berfungsi sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya
adalah untuk aerasi, yaitu kemampuan menangkap udara pada saat adonan
dikocok sehingga udara menyebar rata pada adonan (Astawan, 2008).
Penggunaan garam dengan jumlah yang sedikit berfungsi sebagai
pembentuk cita rasa pada pembuatan roti. Garam adalah suatu bahan pengeras
yang apabila tidak digunakan akan membuat adonan agak basah. Garam juga
memperbaiki pori-pori roti dan tekstur akibat kuatnya adonan dan membantu
pembentukan warna. Garam juga membantu mengatur aktifitas ragi roti pada saat
fermentasi. Garam akan mencegah pembentukan dan pertumbuhan bakteri yang
tidak diinginkan dalam adonan yang diragikan. Fungsi garam paling penting
lainnya yaitu membantu aktifitas amilase dan menghambat aktifitas protease pada
tepung. Adonan tanpa garam akan lengket dan susah dipegang (Koswara 2009).

Air berfungsi sebagai media glutein dengan karbohidrat, larutan garam dan
membentuk sifat kenyal glutein. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH 6-9.
Makin tinggi pH air maka roti yang dihasilkan baik karena absorbsi air meningkat
dengan meningkatnya pH. Selain pH, air yang digunakan harus air yang
memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak berasa. Air yang digunakan dalam industri makanan pada
umumnya harus memenuhi persyaratan tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak
mempunyai rasa dan tidak menggangu kesehatan. Apabila air yang digunakan
tidak memenuhi persyaratan dalam pembentukan pati atau tepung maka dapat
meningkatkan kadar abunya sehingga mutu pati menurun (Gumbiro, 1987).

Penggunaan susu untuk produk roti berfungsi membentuk flavor, mengikat


air, sebagai bahan pengisi, membentuk struktur yang kuat karena adanya protein
berupa kasein, membentuk warna karena terjadi reaksi pencoklatan dan
menambah keempukan karena adanya laktosa (Koswara, 2009).
Mentega berfungsi sebagai pelumas untuk memperbaiki remah roti,
memperbaiki daya iris roti, melunakkan kulit roti, dan dapat menahan air sehingga
umur simpan lebih lama. Selain itu lemak juga bergizi, memberikan rasa lezat,
mengempukkan, dan membantu pengembangan susunan fisik roti (Mudjajanto
dan Yulianti, 2004).
Bread Improver merupakan bahan tambahan dalam pembuatan roti yang
mengandung protein dalam bentuk gluten. Gluten memiliki fungsi untuk
mempertahankan udara yang masuk kedalam adonan pada saat proses pengadukan
dan gas yang dihasilkan oleh ragi pada waktu fermentasi, sehingga adonan
menjadi mengembang. Bahan yang dapat digunakan seperti xanthan gum, dan
bahan lain seperti Carboxymethyl Cellulose (CMC), alginate, gliseril monostearat
dan sebagainya. Bahan-bahan ini akan meningkatkan daya tarik menarik antara
butir-butir pati, sehingga sebagian besar gas yang terdapat di dalam adonan dapat
dipertahankan. Adonan yang dihasilkan akan cukup mengembang dan akan
diperoleh roti dengan volume yang relatif besar, remah yang halus, dan tekstur
yang lembut (Koswara, 2009).

Pada praktikum pembuatan roti kepang ini, kami menggunakan pula bahan
berupa permifan. Permifan merupakan suatu produk yang didalamnya berisi
khamir yang mana merupakan suatu jenis mikrooranisme yang berperan dalam
pengembangan roti.

Pembuatan roti, ragi/yeast dibutuhkan agar adonan bisa mengembang.


Ragi/yeast biasanya ditambahkan setelah tepung terigu ditambah air lalu diaduk-
aduk merata, setelah itu selanjutnya adonan dibiarkan beberapa waktu. Ragi/yeast
sendiri sebetulnya mikroorganisme, suatu mahluk hidup berukuran kecil, biasanya
dari jenis Saccharomyces cerevisiae yang digunakan dalam pembuatan roti ini.
Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagi ragi/yeast, khususnya gula,
maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida dan
senyawa beraroma. Gas karbondioksida yang terbentuk kemudian ditahan oleh
adonan sehingga adonan menjadi mengembang (Rukmana, 2001).

Proses pembuatan adonan Roti Kepang dimulai dengan mencampur bahan


kering yaitu tepung terigu, gula pasir, fermipan (ragi roti), bread improver, susu
UHT, dan garam. Kemudian aduk rata. Kemudian tuangkan telur yang sudah
dicampur dengan air secara bertahap sambil diuleni dengan mixer hingga adonan
bergumpal-gumpal, atau setengah kalis. Lalu masukkan juga margarine, aduk
kembali dengan mixer hingga kalis. Ciri-ciri adonan telah kalis yaitu, adonan
tidak menempel di mangkuk adonan atau tangan. Jadi, tujuan pengadukan adalah
untuk membuat dan mengembangkan daya rekat adonan. Pengadukan harus
berlangsung hingga tercapai perkembangan optimal dari gluten dan penyerapan
airnya. Adonan di mixer selama 30 menit dan selama pengadukan adonan ditutupi
dengan serbet atau kain basah.
Tahap pengistirahatan adonan ini penting dalam pembuatan roti dimana
terjadinya pembentukan volume dan rasa. Fermentasi sangat dipengaruhi oleh
suhu pembuatan dan kelembaban udara. Kondisi yang baik saat fermentasi adonan
roti yaitu dengan kelembaban udara dan suhu ruangan yang tepat. Semakin panas
suhu ruangan, semakin cepat proses fermentasi dalam adonan roti. Namun
sebaliknya, semakin dingin suhu ruangan semakin lama proses fermentasinya.
Saat dilakukan praktikum, kondisi cuaca panas yang mana akan sangat
mendukung proses fermentasi yang dilakukan oleh ragi.

Pengembangan adonan terjadi karena ragi menghasilkan gas karbondioksida


(CO2) selama fermentasi. Gas ini kemudian terperangkap dalam jaringan gluten
yang menyebabkan roti bisa mengembang. Komponen lain yang terbentuk selama
proses fermentasi adalah asam dan alkohol yang berkontribusi terhadap rasa dan
aroma roti, namun alkohol akan menguap dalam proses pemanggangan roti.

Proses pengembangan adonan merupakan suatu proses yang terjadi secara


sinkron antara peningkatan volume sebagai akibat bertambahnya gas-gas yang
terbentuk sebagai hasil fermentasi dan protein larut, lemak dan karbohidrat yang
juga mengembang dan membentuk film tipis. Dalam proses ini terlihat dua
kelompok daya yaitu daya poduksi gas dan daya penahan gas. Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi daya produksi gas adalah konsentasi ragi roti, gula,
malt, makanan ragi dan susu selama berlangsungnya fermentasi
Setelah proses fermentasi dilakukan, maka tahap selanjutnya yang kami
lakukan adalah proses pemukulan. Pemukulan dilakukan agar suhu adonan rata,
gas CO2 hilang, dan udara segar tertarik kedalam adonan sehingga rasa asam pada
roti dapat hilang. Jika terlalu banyak pukulan, gas yang keluar dari adonan terlalu
banyak sehingga roti tidak mengembang
Setelah 30 menit lalu pindahkan adonan ke dalam baskom dan bentuk
sedikit demi sedikit membentuk bulatan sedang kemudian bulatan itu uleni pakai
tangan menggunakan tepung terigu uleni adonan pakai tangan sampai lembut dan
tidak menempel lagi pada tangan. Kemudian pipihkan adonan menggunakan alat
roll yang beralaskan dengan plastik adonan. Usahakan bentuk adonan jangan
terlalu tipis dan jangan terlalu lebar.
Pada saat pemipihan, gas yang ada di dalam adonan keluar dan adonan
mencapai ketebalan yang diinginkan sehingga mudah untuk digulung atau
dibentuk. Pengadonan yang berlebihan akan merusak susunan glutein, adonan
akan panas dan peragiannya akan lambat. Adonan tersebut akan menghasilkan roti
yang pertambahan volumenya sangat buruk dan juga rotinya akan mempunyai
remah pada bagian dalam. Pengadonan yang kurang akan menyebabkan adonan
menjadi kurang elastis.
Jika sudah dipipihkan iris kedua bagian tepi adonan seperti membentuk
tulang daun kemudian letakan pisang yang sudah dipotong 4 bagian ditengah-
tengah adonan yang sudah berbentuk daun tadi selanjutnya kepang adonan di
mulai dari bagian atas kepang adonan sampai menutupi pisang yang ada di tengah
adonan tadi.
Setelah selesai semua adonan dikepang, diamkan adonan selama 90 menit
tunggu sampai mengembang. Jika sudah 90 menit ukur tinggi adonan kemudian
masukkan kedalam oven yang sudah dipanaskan sebelumnya dengan suhu 180oC.
Pada proses pemanggangan ini, mikroglobule menggelembung karena gas
CO2 mengembang oleh suhu oven yang tertinggi dan dinding glutein difiksasi
mempertahankan volume globula tersebut, sehingga konsistensi roti seperti spons
yang lunak dan empuk.
Jika adonan sudah setengah matang keluarkan dari oven dan olesi dengan
mentega kemudian masukkan lagi kedalam oven sampai berubah warna menjadi
kecoklatan. Jika sudah matang ukur lagi tinggi roti untuk mengetahui
pengembangannya selama dimasak.

Daya Kembang Roti


Pada prinsipnya roti dibuat dengan cara mencampurkan tepung dan bahan
penyusun lainnya menjadi adonan kemudian difermentasikan dan dipanggang.
Pembuatan roti dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu proses pembuatan
adonan dan proses pembakaran. Kedua proses utama ini akan menentukan mutu
hasil akhir.

Proses fermentasi pada pengolahan roti sudah dilakukan sejak lama.


Tahapan ini dilakukan untuk menghasilkan potongan roti (loaves) dengan bagian
yang porus dan tekstur roti yang lebih lembut. Metode ini didasarkan pada
terbentuknya gas akibat proses fermentasi yang menghasilkan konsistensi adonan
yang frothy (porus seperti busa). Pembentukan gas pada proses fermentasi sangat
penting karena gas yang dihasilkan akan membentuk struktur seperti busa,
sehingga aliran panas ke dalam adonan dapat berlangsung cepat pada saat baking.
Panas yang masuk ke dalam adonan akan menyebabkan gas dan uap air terdesak
ke luar dari adonan, sementara terjadi proses gelatinisasi pati sehingga terbentuk
struktur frothy.

Fermentasi adonan didasarkan pada aktivitas-aktivitas metabolis dari khamir


dan bakteri asam laktat. Aktivitas mikroorganisme ini pada kondisi anaerob akan
menghasilkan metabolit fungsional yang penting pada pembentukkan adonan.
Dengan mengendalikan parameter proses fermentasi dan metode preparasi adonan
dapat dimungkinkan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dan enzim untuk
menghasilkan adonan roti yang dikehendaki seperti volume, konsistensi, dan
pembentukkan.

Khamir jenis Saccharomyces cereviceae merupakan jenis khamir yang


paling umum digunakan pada pembuatan roti. Khamir ini sangat mudah
ditumbuhkan, membutuhkan nutrisi yang sederhana, laju pertumbuhan yang
cepat, sangat stabil, dan aman digunakan (food-gradeorganism). Dengan
karakteristik tersebut, S. Cereviceae lebih banyak digunakan dalam pembuatan
roti dibandingkan penggunaan jenis khamir yang lain. Dalam perdagangan khamir
ini sering disebut dengan bakers yeast atau ragi roti.

Adapun angka yang didapatkan berdasarkan hasil pengukuran daya


kembang roti pada proses fermentasi kedua adalah 52,38%. Jika dibandingkan
dengan daya kembang pada proses pengovenan yakni 15,63%, maka diketahui
bahwa proses fermentasi kedua memiliki daya kembang yang jauh berbeda
dibandingkan daya kembang pada proses pengovenan.

Pada proses fermentasi, udara (oksigen) yang masuk ke dalam adonan pada
saat pencampuran dan pengulenan (kneading) akan dimanfaatkan untuk tumbuh
oleh khamir. Akibatnya akan terjadi kondisi yang anaerob dan terjadi proses
fermentasi. Gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi akan terperangkap
di dalam lapisan film gluten yang impermiabel. Gas akan mendesak lapisan yang
elastis dan extensible yang selanjutnya menyebabkan pengembangan
(penambahan volume) adonan.

Sedangkan pada proses pengovenan, mikroglobule menggelembung karena


gas CO2 mengembang oleh suhu oven yang tertinggi dan dinding glutein difiksasi
mempertahankan volume globula tersebut, sehingga konsistensi roti seperti spons
yang lunak dan empuk. Pengembangan pada proses ini tidak terlalu besar
dibandingkan dengan daya kembang pada proses fermentasi kedua. Hal ini terjadi
karena suhu yang ada didalam oven yang mana suhu tersebut membuat
Saccharomyces cereviceae tidak dapat memfermentasi dengan baik lagi. Hal-hal
tersebutlah yang menjadi alasan mengapa daya kembang pada proses fermentasi
kedua jauh lebih besar daripada daya kembang pada proses pengovenan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang
pembuatannya melalui tahap pengadonan, fermentasi (pengembangan), dan
pemanggangan dalam oven.
Fermentasi merupakan kegiatan mikroba pada bahan pangan sehingga
dihasilkan produk yang dikehendaki dan mikroba yang umumnya terlibat dalam
fermentasi adalah khamir jenis Saccharomyces cereviceae merupakan jenis
khamir yang paling umum digunakan pada pembuatan roti.
Menurut daya kembang roti yang dihitung berdasarkan hasil praktikum yang
telah kami lakukan, diketahui bahwa daya kembang roti pada fermentasi kedua
(52,38%) lebih besar daripada daya kembang roti pada proses pengovenan
(15,63%).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Tips Seputar Roti. Tersedia dalam http://www.wood-press.com.
Diakses 18 Maret 2016.
Anonim. 2012. Pelatihan Penerapan Metode HACCP. European Committee for
Standardization.
Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia-Press.
Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia-Press.
Fennema, O.R. Editor. 1996. Food Chemistry, 3rd ed. New York: Marcel
Dekker.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Roti. Tersedia dalam
eBookPangan.com. Diakses tanggal 18 Maret 2016.
Muchtadi, T. R., dkk. 2013. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung:
Alfabeta.
Rustandy, Deddy. 2005. Fermentasi Pembuatan Roti. Tersedia dalam
http://www.wacanamitra.com. Diakses 18 Maret 2016.
Sutomo, Budi. 2006. Rahasia Sukses Membuat Cake. Tersedia dalam
http://myhobbyblogs.com. Diakses 18 Maret 2016.
U.S Wheat Associates. 1983. Pedoman Pembuatan Kue dan Roti. Jakarta:
Djambatan.
Wibowo, Derik. 2009. Pengendalian Mutu Proses. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN

GAMBAR NAMA BAHAN


Tepung terigu
Tepung Cakra Kembar
Gula Pasir
Susu UHT
Susu Bubuk Dancow
Telur
Pisang
Air

Proses Pengadukan Adonan Adonan yang telah ditonjok dan siap


menjalani proses fermentasi pertama

Akhir tahap fermentasi kedua, siap Akhir tahap pemanggangan, siap


dipanggang dikemas

Anda mungkin juga menyukai