Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

TERPADU PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN


PENGOLAHAN ABON IKAN
Tiara Ayu Dwi Novitasari / 201910220311049 Dr.Ir. Warkoyo, MP
30 Mei 2022 Siti Nur Elisa

PENDAHULUAN

Laut dan nelayan tidak dapat dipisahkan dari Indonesia, dengan luas Indonesia yang
sekitar 75% adalah laut maka tidak heran banyak masyarakat Indonesia khususnya pesisir
menjadikan ikan sebagai sumber penghasilan hidup mereka. Dengan potensi sumber daya
kelautan yang tinggi, maka sumber daya alam ini mampu menjadi penggerak pertumbuhan
ekonomi nasional. Sayangnya, ikan tidak dapat segar dengan lama dan akhirnya
mempengaruhi kualitas ikan- ikan tersebut. Namun Dewasa ini banyak hasil olahan ikan
yang dilakukan guna memperoleh daya simpan ikan yang lama dengan kualitas yang baik.
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat,
mudah didapat, dan harganya murah. Pada tahun 2011, capaian sementara rata-rata konsumsi
ikan per kapita nasional adalah 31,64 kg/kapita. Rata rata konsumsi ikan per kapita nasional
pada tahun 2011 meningkat sebesar 3,81 persen apabila dibandingkan dengan rata-rata
konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun 2010, yakni sebesar 30,48 kg/kapita. Secara
umum ikan cepat mengalami pembusukan apabila dibandingkan dengan bahan makanan lain.
Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan yang mati menyebabkan pembusukan.
Berdasarkan pada kenyataan ini maka dibutuhkan teknologi pengawetan ikan ataupun
olahan ikan sehingga dapat memperpanjang umur simpannya, diantaranya inovasi
pengolahan ikan menjadi abon ikan.
Pengawetan hasil olahan laut khususnya ikan ini dilakukan dengan cara fisika maupun
secara kimiawi. Di pasar sendiri hasil olahan ikan telah banyak dijumpai dari hasil olahan
ikan tawar maupun ikan laut yang enak dan tahan lama, di antaranya adalah abon ikan.
Abon ikan adalah daging ikan yang dicincang dan dikeringkan dengan penambahan
bumbu-bumbu tertentu. Jenis olahan abon ikan merupakan salah satu usaha diversifikasi
pengolahan hasil perikanan. Dibandingkan dengan bentuk pengolahan tradisional lainnya,
abon ikan mempunyai daya awet yang relatif lama, yaitu masih bisa direrima pada
penyimpanan selama 50 hari pada suhu kamar.
Adapun tujuan dilakukan praktikum ini adalah diharapkan. mahasiswa dapat
melakukan pengujian kualitas ikan segar secara sensoris, melakukan pembuatan abon ikan,
pengemasan abon ikan dengan baik., serta dapat mendesain label abon ikan sesuai peraturan
yang berlaku dan dapat memahami mutu abon ikan.
TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Tongkol
Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan spesies dari kelas Scromboidae seperti
ikan tuna pada umumnya adalah salah satu komoditas perikanan laut Indonesia yang utama.
Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan spesies yang sangat menarik untuk dikaji baik
dari segi komposisi nutrisi maupun dari segi ekonominya. Ikan tongkol mempunyai
kandungan nutrisi yang tinggi terutama protein yaitu antara 22,6-26,2 g/100 g daging, lemak
antara 0,2-2,7 g/100 g daging, dan beberapa mineral (kalsium, fosfor, besi, sodium), vitamin
A (retinol), dan vitamin B (thiamin, riboflavin dan niasin). Ikan tongkol (Euthynnus affinis)
memiliki kelebihan yaitu kandungan protein yang tinggi serta kaya akan asam lemak omega
3 (Nisa, 2018). Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan ikan air laut yang memiliki nilai
ekonomis tinggi. Ikan tongkol (Euthynnus affinis) memiliki kelebihan yaitu kandungan
protein yang tinggi serta kaya akan asam lemak omega 3 (Nuraini, 2013). Setiap 100 gram
mempunyai komposisi kimia yang tediri dari air 69,40%, lemak 1,50%, protein 25,00% dan
karbohidrat 0,03% (Sanger, 2010).
Kluwih
Menurut (Suryaningsih, 2015) menyatakan bahwa buah kluwih banyak mengandung
karbohidrat dan tingginya kandungan karbohidrat dalam kluwih disebabkan tingginya
kandungan pati yang tersimpan dalam sel parenkim daging buah, yang kadarnya mencapai
67,5 %. Menurut (Suryaningsih, 2015) menyatakan bahwa tingginya kandungan pati yang
tersimpan dalam sel parenkim daging buah, kadarnya mencapai 67,5% dan mengandung
serat 1,4%, seratnya mirip dengan serat daging sehingga dapat digunakan untuk
memperbaiki kualitas dan memenuhi kriteria abon yang baik.
Tabel 1. Kandungan Gizi Kluwih (Artocarpus communis) dalam 100 gr

Abon
Abon ikan adalah salah satu bentuk pengolahan sekaligus hasil perikanan. Abon ikan
merupakan produk lokal bukan produk asing yang sudah dikenal oleh masyarakat. Abon
dapat dijadikan lauk pauk kering berbentuk khas dengan bahan kering berupa daging sapi,
kambing, namun dapat juga menggunakan ikan. Jenis ikan yang dibuat sebagai bahan baku
abon belum selektif, bahkan hampir semua jenis ikan dapat dijadikan abon. Namun
demikian, akan lebih baik apabila jenis ikan yang mempunyai serat kasar dan tidak
mengandung banyak duri. Pembuatan abon ikan merupakan salah satu alternatif pengolahan
ikan untuk mengantisipasi kelimpahan produksi ataupun untuk penganekaragaman produk
perikanan. Umunya pembuatan abon dilakukan dengan cara dikukus, dihacurkan, diberi
bumbu, dan disangrai (Aryani dan Evnaweri, 2014). Pembuatan abon dapat dijadikan salah
satu alternatif pengolahan bahan pangan sehingga umur simpan bahan pangan dapat lebih
lama. Abon memiliki umur simpan yang relatif lama karena berbentuk kering. Pembuatan
abon dengan cara pengolahan yang baik, abon akan dapat disimpan berbulan-bulan tanpa
mengalami banyak penurunan mutu. Formula abon ikan berbeda dengan formula abon
daging ayam/daging sapi. Formula abon daging ayam/sapi diantaranya daging, santan,
ketumbar, bawang merah, bawang putih, daun salam, gula merah, lengkuas, garam, serai,
asam jawa, dan kemiri. Sedangkan formula abon ikan diantaranya daging ikan, bawang
merah, bawang putih, serai, jahe, santan, kunyit, ketumbar, daun jeruk dan garam (Rosita.
2016).
Table 2. Syarat mutu abon menurut SNI 01-3707-1995

Deep frying dan pan frying


Pengolahan abon, baik abon daging maupun abon ikan, dilakukan dengan menggoreng
daging dan bumbu menggunakan banyak minyak (deep frying). Deep frying adalah proses
penggorengan dimana bahan yang digoreng terendam semua dalam minyak. Pada proses
penggorengan sistem deep frying, suhu yang digunakan adalah 170- 200°C dengan lama
penggorengan 5 menit, perbandingan bahan yang digoreng dengan minyak adalah 1:2.
Dengan cara ini abon banyak mengandung minyak atau lemak yang akhir-akhir ini banyak
dihindari dengan alasan kesehatan (Dewi, dkk. 2011). Pan frying merupakan proses
penggorengan bahan dengan menggunakan sedikit minyak dengan suhu permukaan dapat
mencapai lebih dari 100°C. (Muchlisin, 2012). Lama penggorengan dilakukan antara 30-60
menit atau tergantung bahan yang digoreng (Wibowo dan Peranginangin, 2014). Proses
pengolahan dengan metode pan frying bertujuan untuk memperoleh bahan pangan agar
mempunyai aroma dan rasa yang menarik. Banyaknya minyak yang digunakan lebih kurang
10 ml atau cukup untuk mengalasi alat penggorengan sehingga bahan yang digoreng tidak
melekat pada alatnya.
ALAT, BAHAN, DAN METODE

Alat
Alat yang digunakan dalam pratikum ini yaitu pisau, panci, kukusan, wajan,
mangkok, kompor, baskom, timbangan, aluminuim foil, tumbukan, labu kjeldhal, waterbath,
kondensor, erlenmeyer, pipet ukur, lembar kerja sensori dan alat tulis.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu ikan tongkol, kluwih, bawang putih 4
biji, bawang merag 5 biji, garam, ketumbar 2 gram, asam 2 gram, gula merah 100 gram,
laos, santan kelapa 200ml, sare, dan minyak goreng.

Prosedur Pembuatan Abon Ikan

Ikan tongkol dipotong bagian kepalanya, dibersihkan sisik, serta isi perut,
kemudian dicuci dengan air mengalir. Kemudian, Ikan tongkol difillet untuk mendapatkan
dagingnya. Daging ikan tongkol direbus selama 15-20 menit (hingga matang) setelah itu
ditiriskan ±10 menit untuk menghilangkan air rebusan. Lalu daging ikan yang telah direbus
dicabik-cabik (disuwir) hingga terbentuk daging yang halus dan ukuran seragam.
Selanjutnya bumbu-bumbu yang dibutuhkan untuk pembuatan abon disiapkan dan
dihaluskan. Bumbu halus ditumis hingga harum, ditambahkan santan, gula, sere, laos, air
asam jawa. Selanjutnya suwiran daging ikan dicampur dengan suwiran daging buah kluwih.
Rasio suwiran daging ikan: suwiran daging buah kluwih adalah 1:1 dan 2:1. Campuran
suwiran tersebut dimasukkan ke bumbu yang sudah mendidih dan dibiarkan sampai bumbu
meresap. Abon basah digoreng hingga kering dan berwarna kuning keemasan. Minyak yang
meresap pada abon ditiriskan dengan menggunakan spinner.

Prosedur Uji Mutu Abon Ikan

Kadar Lemak

Langkah pertama sampel ditimbang 2gram dan dimasukan kedalam timbel.


Timbel dikeringkan dalam oven 80°C selama 1 jam. Selanjutnya sampel diekstrak dengan
heksana atau dengan pelarut lemak lain salama 6 jam. Langkah berikutnya heksana
disulingkan dan sampel dikeringan oven suhu 105°C. langkah terkahir sampel didinginkan
dan ditimbang (AOAC, 2012).
Berat Akhir −Berat Awal
Kadar Lemak = ( ) x 100%
Berat Sampel

Kadar Air

Kurs porselin yang akan digunakan dikeringkan ke dalam oven selama 24 jam
dengan suhu 100-105ºC. Kurs porselin didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Berat
kurs porselin yang telah dikeringkan ditimbang. Sampel sebanyak 2gram ditimbang ke
dalam kurs porselin yang telah dikeringkan. Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100-
105ºC selama 6 jam. Sampel kembali didinginkan dalam desikator (15 menit). Pastikan
massa sampel konstan saat perhitungan ulangan (AOAC, 2012). Jika belum stabil, masukkan
kembali ke desikator. Sampel akhir kemudian ditimbang dan kadar air dihitung dengan
rumus:

( Berat kurskosong +berat sampel )−Berat akhir


Kadar Air = x 100%
Berat sampel
Kadar Protein

a. Tahap Destruksi
Langkah pertama sampel ditimbang 1 g dan dimasukan kedalam labu Kjehdahl 100
mL. kemudian ditambhakan 10 mL asam sulfat pekat dan ditambahkan campuran
selenium untuk mempercepat destruksi. Labu Kjehdahl dipanaskan dan dihentikan
ketika larutan berwarna jernih kehijauan.
b. Tahap Destilasi
Hasil destruksi didinginkan dan diencerkan dengan aquadest sampai 100 mL. Setelah
homogen dan dingin dipipet sebanyak 5 mL dimasukan dalam labu destilasi dan
ditambahkan 10 mL larutan natrium hidroksida 30%. Uap cairan yang mendidih akan
mengalir melalui kondensor menuju erlemeyer. Erlemeyer diisi 10 ml larutan asam
klorida 0,1 N dengan ditetesi indicator metil merah 5 tetes
c. Tahap Titrasi
Hasil destilasi dititasi dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N dengan hasil akhir
warna merah muda (AOAC, 2012).

Intensitas Warna
Analisis Intensitas warna menggunakan colour reader. Sampel disiapkan dalam
plastik bening. Penutup colour reader lensa dilepas, kemudian alat dinyalakan. Target L, a, b
ditentukan dimana L adalah kecerahan, nilai positif (+) berarti cerah, nilai negatif (-) berarti
gelap; axis a nilai positif (+) berarti merah, nilai negatif (-) berarti hijau; axis b nilai positif
(+) berarti kuning, nilai negatif (-) berarti biru. Tombol Target atau Measure ditekan.
Dengan catatan pengukuran untuk kontrol langsung tekan target kemudian measure.
Pengukuran untuk sampel tekan measure, jika pengukuran tanpa kontrol tekan target dulu
lalu measure untuk setiap sampel. Nilai yang tertera pada layar digital dicatat. Tabel hasil
analisa dan pembahasan disesuaikan dengan bahan.

Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik yang digunakan adalah uji tingkat kesukaan (hedonik) untuk
menilai rasa, aroma, tekstur, dan warna. Uji hedonik dilakukan dengan memberi nomor kode
untuk setiap sampel kemudian panelis menilai menurut tingkat kesukannya berdasarkan skala
hedonik yang disediakan pada formulir. Setiap panelis menandai ungkapan pada formulir
sesuai dengan penilaian terhadap sampel (Kaiang dkk., 2016). Analisis organoleptik yang
dilakukan pada keempat sampel perlakuan keripik wortel adalah dengan parameter warna,
rasa, tekstur, dan kesukaan. Uji organoleptik keripik wortel ini dilakukan oleh 10 orang
panelis.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Tabel Mutu Ikan Tongkol Segar

Panelis Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur

1 7 3 8 5 8 3

2 5 3 8 5 8 7

3 5 6 9 5 8 7

4 6 7 9 5 7 5

5 7 3 9 3 7 5

Jumlah 30 23 43 23 38 30

Rata” 6 4,6 8,6 4,6 7,6 6


Berdasarkan dari data hasil pengamatan yang telah dilakukan dengan 5 panelis serta
terdapat parameter yang dapat dilihat dari kondisi fisik ikan berupa pengamatan fisik,
ingsang, lender, daging, bau, dan tekstur. Dari hasil yang terdapat pada diatas, didapatkan
pada pengamatan parameter kenampakan mata adalah 6 dan 7 dimana, parameter 6
memuat bola mata cekung, pupil berubah warna agak keabu-abuan, korneanya agak keruh
dan parameter 7 memuat mata agak cerah, bola matanya rata, pupil agak keabu-abuan,
kornea agak keruh. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh 5 panelis tersebut, dapat
diperoleh hasil pengamatan dengan melakukan rata-rata dan melakukan pendekatan
matematis sehingga parameter kenampakan mata diperoleh nilai 6. Pada parameter
kenampakan insang dengan hasil pengamatan mendapatkan nilai 3, 6, dan 7 dimana
parameter 3 memiliki warna insang merah coklat dan lendir tebal, memuat parameter 6
memuat insang berwarna merah agak kusam, sedikit lendir, parameter 7 memuat insang
berwarna merah agak kusam, tanpa lendir. Dari pengamatan dari 5 panelis tersebut,
didapatkan perolehan hasil pengamatan dengan melakukan rata-rata dan pendekatan
matematis sehingga parameter kenampakan insang diperoleh nilai 4,6.
Pada parameter keberadaan lendir permukaan ikan dengan hasil pengamatan
mendapatkan nilai 8 dan 9 dimana parameter 8 memuat lapisan lendir mulai jernih,
transparan, cerah, belum terjadi perubahan warna, dan parameter 9 memuat lapisan lendir
jernih, kenampakan transparan, cerah dan mengkilat. Dari pengamatan dari 8 panelis
tersebut, didapatkan perolehan hasil pengamatan dengan melakukan rata-rata dan
pendekatan matematis sehingga parameter keberadaan lendir permukaan ikan diperoleh nilai
8,6. Selain itu, pada parameter warna dan kenampakan daging dengan hasil pengamatan
mendapatkan nilai 3 dan 5 dimana parameter 3 memuat kenampakan daging ketika disayat
kusam, warna merah sangat jelas sepanjang tulang belakang, dinding perut agak lunak dan
parameter 5 memuat sayatan daging mulai pudar, banyak terdapat perubahan warna merah
sepanjang tulang belakang, dindng perut agak lunak. Dari pengamatan dari 8 panelis
tersebut, didapatkan perolehan hasil pengamatan dengan melakukan rata-rata dan
pendekatan matematis sehingga parameter warna dan kenampakan daging diperoleh nilai
4,6.
Pada parameter bau dengan hasil pengamatan mendapatkan nilai 7 dan 8 dimana
parameter 7 memuat netral, dan parameter 8 memuat segar, bau khas ikan. Dari pengamatan
dari 8 panelis tersebut, didapatkan perolehan hasil pengamatan dengan melakukan rata-rata
dan pendekatan matematis sehingga parameter bau diperoleh nilai 7,6. Sedangkan pada
parameter tekstur ikan dengan hasil pengamatan mendapatkan nilai 3, 5, 7 dimana
parameter 5 memuat agak lunak, elastisitas muai berkurang, agak mudah menyobek daging
dari tulang belakang parameter 7 memuat agak padat, agak elastis, sulit menyobek daging
dari tulang belakang. Dari pengamatan dari 5 panelis tersebut, didapatkan perolehan hasil
pengamatan dengan melakukan rata-rata dan pendekatan matematis sehingga parameter
tekstur ikan diperoleh nilai 6.
Dari hasil yang telah diamati, didapatkan kesimpulan bahwa ikan tersebut masih
dalam keadaan segar. Menurut Hal hal yang dapat merusak kualitas ikan diantaranya adalah
adanya paparan udara langsung yang menimbulkan adanya cemaran mikroba. Untuk
mempertahankan mutu ikan segar yang dikonsumsi harus mendapatkan penanganan secara
benar seperti menjaga kebersihannya dan mengawetkan melalui pendinginan dengan media
es (Destari, dkk. 2017). Selain itu, terdapat juga faktor yang mempengaruhi mutu ikan,
yakni pH. Semakin lama penyimpanan dapat meningkatkan pH ikan tongkol, hal tersebut
terjadi karena adanya penurunan yang diakibatkan oleh enzim (Sitompul, dkk. 2020).

Tabel 2. Analisis Kadar Air

Parameter (%)
Perbandingan
(Ikan : Kluwih) Kadar Kadar Kadar Kadar
Air Lemak Protein (0,2) Protein (0,1)

(1:1) 9,26 24,37 92,05 53,31

(2:1) 20,48 18,22 26,68 91,43

Berdasarkan dari hasil pengamatan kadar air yang telah dilakukan pada abon
bahan ikan tongkol dan buah kluwih dengan rasio 1:1 dan 2:1 diantaranya adalah pada abon
ikan rasio 1:1 dengan sampel 2,05 gram dan kurs kosong 17,9 gram menghasilkan kurs akhir
kadar air sebesar 17,71 gram, sehingga persentase kadar air dari abon ikan sebesar 9,26%.
Selanjutnya, dilakukan dengan sampel rasio 2:1 dengan berat sampel 2,05 gram dengan kurs
kosong 18,57 gram menghasilkan kurs akhir 18,15 gram, sehingga persentase kadar air dari
abon ikan sebesar 20,48%. Hasil dari pengujian tersebut telah disesuaikan dengan SNI 01-
3707-1995 yang memuat prosedur pengujian abon ikan. Kadar air merupakan parameter yang
penting untuk menentukan kualitas ikan asap yang dihasilkan. Kadar air juga dapat
mempengaruhi daya simpan ikan bahkan umur produk yang berasal dari ikan karena kadar
air merupakan media mikroba untuk berkembang biak (Agus, dkk. 2014). Kadar air abon
ikan berkisar 2,53-7,67% dengan rata-rata keseluruhan 4,71% (Anwar, dkk. 2018). Menurut
Kalang (2016) peningkatan kadar air dapat disebabkan oleh terserapnya uap air di lingkungan
sekitar walaupun telah dilakukan pengemasan plastik. Hal ini terjadi karena tingginya kadar
air pada bahan yang dikemas menyebabkan terjadi kelembaban yang tinggi dalam plastik
sebagai pengemas dan menyebabkan mikroba dapat tumbuh dengan cepat. Selain itu,
pemakaian garam dan gula (humektan) yang dicampur dengan bumbu diyakini mempunyai
peranan dalam menurunkan kadar air abon ikan, hal ini didasari atas penjelasan Anwar
(2018) yang menyatakan bahwa senyawa yang berupa humektan (garam dan gula) dapat
mengikat air sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi ketersediaan jumlah air bahan.
Berdasarkan dari hasil pengamatan kadar lemak yang telah dilakukan pada abon bahan
ikan tongkol dan buah kluwih dengan rasio 1:1 dan 2:1 diantaranya adalah pada abon ikan
rasio 1:1 dengan sampel 2,01 gram dan kurs kosong 66,58 gram menghasilkan kurs akhir
kadar lemak sebesar 67,07 gram, sehingga persentase kadar lemak dari abon ikan sebesar
24,37%. Selanjutnya, dilakukan dengan sampel rasio 2:1 dengan berat sampel 2,03 gram
dengan kurs kosong 43,73 gram menghasilkan kurs akhir 44,10 gram, sehingga persentase
kadar air dari abon ikan sebesar 18,22%. Hasil dari pengujian tersebut telah disesuaikan
dengan SNI 01-3707-1995 yang memuat prosedur pengujian abon ikan. Kandungan minyak
dari abon bermanfaat untuk menjaga kesehatan tubuh manusia sebagai sumber energi yang
efektif serta sebagai pembawa dan pelarut vitamin A, D, E, K (Utami, 2011). Penurunan
kadar lemak terjadi karena sifat lemak yang tidak tahan dengan panas, selama proses
pemasakan abon, lemak mengalami fase cair bahkan menguap menjadi komponen lain seperti
flavor (Anwar, dkk. 2018). Selain itu, kadar air juga berpengaruh terhadap kadar lemak dari
produk abon ikan, kadar air umumnya memiliki hubungan timbal balik dengan kadar lemak,
semakin tinggi kadar air maka semakin rendah kadar lemak pada bahan tersebut (Aditya,
dkk., 2016). Menurut Sri (2019) Semakin banyak substitusi kluwih yang diberikan membuat
semakin meningkatnya kadar air yang dimiliki abon. Hal ini karena kandungan serat kluwih
yang tinggi dapat menahan atau mengikat air, jika subtitusi kluwih yang ditambahkan
semakin banyak akan semakin meningkatkan kadar air abon. Kandungan air pada ikan gabus
yang lebih rendah dari buah kluwih yang memiliki kadar air lebih tinggi juga mempengaruhi
hasil kadar air abon.
Berdasarkan dari hasil pengamatan kadar protein yang telah dilakukan pada abon bahan
ikan tongkol dan buah kluwih dan didapatkan kadar protein (0,1 g) 53,31% dengan
perbandingan (1:1) dan 91,43% dengan perbandingan (2:1). Kemudian kadar protein (0,2 g)
92,05% dengan perbandingan (1:1) dan 26,68% dengan perbandingan (2:1). Hasil dari
pengujian tersebut telah disesuaikan dengan SNI 01-3707-1995 yang memuat prosedur
pengujian abon ikan. kandungan protein pada abon sangat penting karena berfungsi sebagai
bahan bakar bagi tubuh. Namun, protein bersifat sangat reaktif dengan proses pemanasan
sehingga ketika proses pembuatan abon dengan termal, kandungan protein akan tereduksi
(Anwar, dkk. 2018). Selain itu, penggunaan air dalam proses pemasakan juga akan
melarutkan protein karena akan terjadi reduksi asam amino bebas yakni sekitar 40% dari total
asam amino dalam daging ikan (Nabila, dkk. 2017). Prasetyo et al., (2013) menambahkan
bahwa kehilangan kadar air terjadi selama proses pembuatan abon pada saat perebusan.
Perebusan menyebabkan cairan daging tereksudasi dan struktur tersier protein daging
mengalami denaturasi, sehingga kemampuan daya mengikat air daging hilang. Hal ini yang
menyebabkan kadar air dan protein terlarut abon mengalami penurunan. Menurut Sri (2019),
Penurunan kadar protein pada abon ikan gabus dengan substitusi kluwih selain dipengaruhi
oleh kadar protein dari kluwih yang relatif rendah sebagai bahan substitusi, juga dikarenakan
kadar air pada kluwih yang cukup tinggi (65% - 70%). Kadar air dapat memecah protein dan
jika berlebihan dapat menyebabkan ketengikan.

Tabel 3. Intensitas Warna


Parameter L a b

(1:1) 41,0 10,0 10,1

(1:2) 38,4 4,3 4,2

Berdasarkan dari hasil pengamatan intensitas warna dengan parameter L yang


menunjukkan terang atau gelapnya objek, A menunjukkan koordinat merah atau hijau objek,
dan B menunjukkan koordinat kuning atau biru objek. Didapatkan hasil pada parameter L
dengan rasio 1:1 mendapatkan nilai 41,0; parameter A dengan rasio 1:1 mendapatkan nilai
10,0; dan parameter B dengan rasio 1:1 mendapatkan nilai 10,1. Kemudian pada parameter L
dengan rasio 2:1 mendapatkan nilai 38,4; parameter A dengan rasio 2:1 mendapatkan nilai
4,3; dan parameter B dengan rasio 2:1 mendapatkan nilai 4,2. Kemudian, untuk
mengidentifikasi perbedaan warna menggunakan CIE A*a*b koordinat, dilakukan
perhitungan total perbedaan warna dengan formulasi Total perbedaan warna =
√(∆ L)2 +(∆ a)2+(∆ b)2, sehingga didapatkan hasil pada rasio 1:1 sebesar 34,5 dan pada rasio
2:1 sebesar 39,67 (Dinar,dkk. 2012).
Warna pada abon menghasilkan warna coklat yang disebakan adanya reaksi
pencoklatan atau reaksi mailard yang timbul akibat proses pemanasan atau penggorengan dan
dari komposisi kimia dari abon itu sendiri yang menyebabka terjadinya reaksi pencoklatan
pada abon. Hal ini sesuai dengan literatur Ketaren (2015) bahwa selama proses
penggorengan, sebagian minyak masuk ke dalam bahan pangan dan mengisi ruang kosong
yang pada mulanya diisi oleh air. Penyerapan minyak pada ikan pada saat penggorengan
adalah sekitar 10%-20%. Penyerapan minyak ini berfungsi untuk mengempukkan kerak dan
untuk membasahi bahan pangan yang digoreng sehingga menambah rasa lezat dan gurih.
Timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi browning atau reaksi
maillard. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu penggorengan dan juga
komposisi kimia pada permukaan luar bahan pangan sedangkan jenis minyak yang digunakan
berpengaruh sangat kecil. Pemanasan minyak selama proses penggorengan dapat
menghasilkan persenyawaan yang dapat menguap. Selain itu, sebagian besar minyak
tumbuhan memiliki kandungan pigmen karatenoid sehingga menghasilkan warna yang
menarik (kuning keemasan).

Tabel 4. Organoleptik Abon Ikan


Hasil uji organoleptik warna abon ikan tongkol dengan substitusi kluwih dengan
perbandingan (1:1) adalah 2,9 yang berarti coklat dan perbandingan (2:1) adalah 1 yang
berarti coklat kehitaman. Hasil uji organoleptik rasa pada abon ikan tongkol dengan
substitusi kluwih dengan perbandingan (1:1) adalah 2 yang berarti tidak suka dan
perbandingan (2:1) adalah 3 yang berarti agak suka. Hasil uji organoleptik tekstur pada abon
ikan tongkol dengan substitusi kluwih dengan perbandingan (1:1) adalah 3 yang berarti agak
keras dan perbandingan (2:1) adalah 2 yang berarti lembek. Hasil uji organoleptik aroma
pada abon ikan tongkol dengan substitusi kluwih dengan perbandingan (1:1) adalah 2,2
yang berarti
Warna Rasa Tekstur Aroma
tidak suka
Panelis
dan (1:1) (2:1) (1:1) (2:1) (1:1) (2:1) (1:1) (2:1)

1 3 1 2 4 3 2 1 2

2 3 1 2 4 3 2 2 3

3 3 1 2 4 3 2 2 3

4 3 1 2 4 3 2 2 4

5 3 1 2 4 3 2 2 4

6 3 1 2 3 3 2 2 2

7 3 1 2 3 3 2 2 2

8 3 1 2 4 3 2 3 2

9 2 1 2 4 3 2 4 4

10 3 1 2 3 3 2 2 2

TOTAL 29 10 20 37 30 20 22 28

RATA” 2,9 1 2 3,7 3 2 2,2 2,8


perbandingan (2:1) adalah 2,8 yang berarti agak suka.
Pengamatan ikan tongkol dengan penilaian organoleptic atau penilaian dengan indera
sensorik digunakan sebagai salah satu metode yag cukup sederhana untuk menentukan mutu
komoditi hasil perikanan dan makanan. Penilaian dengan cara ini bayak diseangi karena
dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Uji organoleptic dilakukan untuk
mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap produk yang dihasilkan dan uji dilakukan
dengan parameter warna, aroma, penampakan, tekstur, serta rasa (Anwar, dkk. 2018).

KESIMPULAN

Abon merupakan salah satu pengawetan produk olahan pangan menghasilkan produk


kering, dimana penggorengan merupakan salah satu tahap yang umumnya dilakukan dalam
pengolahannya. Bahan dasar dalam pembuatan abon ini adalah ikan tongkol. Daging ikan
tongkol mempunyai serat-serat protein lebih pendek daripada serat-serat protein daging sapi
atau ayam. Prosedur umum yang dilakukan dalam pembuatan abon dimulai dari penyiangan
dan pencucian bahan, pengukusan atau perebusan, pencabikan atau penghancuran,
penggorengan, penirisan minyak. Pada pembuatan abon ini mengalami reaksi pencoklatan
(browning) yang disebabkan oleh proses pemanasan dan komposisi kimia pada abon tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Agus, W., Swastawati, dan Anggo, A. 2014. Kualitas Ikan Pari Asap yang Diolah dengan
Ketinggian Tungku dan Suhu yang Berbeda. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi
Hasil Perikanan 3(1): 147-15
Anwar, C., Irhami, dan Kemalawaty, M. 2018. Pengaruh Jenis Ikan dan Metode
Pemasakan terhadap Mutu Abon Ikan. Jurnal Hasil Perikanan 7(2): 138-147
Dewi, E. N., Ibrahim, R., & Yuaniva, N. (2011). Daya simpan abon ikan nila merah
(Oreochromis niloticus trewavas) yang diproses dengan metoda penggorengan
berbeda. Jurnal Saintek Perikanan, 6(1), 6-12.
Destari, D. Sari, I., Leksono, T. 2017. Kemunduran Mutu Ikan Tongkol (Euthynnus offinis)
Segar di Pasar Modern dan Tradisional Kota Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiswa
5(1): 4-16
Dinar, L., Suyontohadi, A., Fallah, M. 2012. Penduga kelas Mutu Berdasarkan Analisa
Warna dan Bentuk Biji Pala (Myristica Fregrans Houtt) menggunakan Teknologi
Pengolahan Citra dan Jaringan Saraf Tiruan. Jurnal Keteknikan Pertanian 26(1): 53-
59
Kalang, A., Montolalu., Lita, A., dan Montolalu R. Kajian Mutu Ikan Tongkol (Euthynnus
affinis) Asap Utuh yang Dikemas Vakum dan Non Vakum Selama 2 Hari
Penyimpanan pada Suhu Kamar. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan 4(2): 75-
84
Nabila, I., Tamrin, dan Isamu, K. 2017. Karakterisasi Organoleptik, Kimia, dan Mikroba
Ikan Kayu Cakalang (katsuwonus Pelamis) dan Ikan Kayu Tongkol (Euthynnus
Affinis) yang Diproduksi di Kota Kendari. Jurnal Sains dan Teknologi Pangan 2:
530-541
Sanger, Grace. (2010). “Oksidasi Lemak Ikan Tongkol (Auxfs thazard) Asap Yang
Direndam Dalam Larutan Ekstrak Daun Sirih”. PACIFIC JOURNAL. ISSN
1907.9672. Vol.2 (5): 870 - 8733.
Sitompul, Y., Sugitha, I., Duniaaji, A. 2020. Pengaruh Lama Peredaman dalam Air Perasan
Buah Belimbig Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) dan Lama Peyimpanan Terhadap
Karakteristik Ikan Tongkol (Euthynnus affiis) pada Suhu Ruang. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Pangan 9(1): 71-80
Sri, R, A. 2019. Substitusi Kluwih (Artocarpus camansi) Terhadap Sifat Proksimat Dan
Organoleptik Abon Ikan Gabus (Channa striata). Universitas Semarang.
Utami, R. 2010. Pengaruh Variasi Kadar Gula dan Lama Pengukusan Terhadap Kualitas
Abon Katak Lembu. Skripsi. Yogyakarta.
LAMPIRAN
 Perhitungan
1. Kadar Air
Berat sampel = 2,05 gram (1:1)
2,03 gram (2:1)
Berat awal = 17,09 gram (1:1)
18,57 gram (2:1)
Berat akhir = 17,71 gram (1:1)
18,15 gram (2:1)
Berat awal−Berat akhir
Kadar air (%) = x 100
Berat sampel
17,9−17,71
Kadar air (1:1) = x 100
2,05
0,19
= x 100
2,05
= 9,26 %
18,57−18,15
Kadar air (2:1) = x 100
2,05
0,42
= x 100
2,05
= 20,48 %
2. Kadar Air
Berat sampel = 2,01 gram (1:1)
2,03 gram (2:1)
Berat awal = 66,58 gram (1:1)
43,73 gram (2:1)
Berat akhir = 67,07 gram (1:1)
44,10 gram (2:1)
Berat akhir−Berat awal
Kadar lemak (%) = x 100
Berat sampel
67,07−66,58
Kadar air (1:1) = x 100
2,01
0,49
= x 100
2,01
= 24,73 %
44,10−43,73
Kadar air (2:1) = x 100
2,03
0,37
= x 100
2,03
= 18,22 %
3. Kadar protein
Abon (1:1) (0,1 g)
mL HCl× N HCl
%N= ×100 ×14,008
berat sampel ( g )
52,4 ×0,02
¿ × 100× 14,008=8,53
100
∑ Protein=%N × 6,25=8,5 × 6,25=53,31
Abon (2:1) (0,1 g)
mL HCl× N HCl
%N= ×100 ×14,008
berat sampel ( g )
52,25× 0,02
¿ ×100 ×14,008=14,68
100
∑ Protein=%N × 6,25=14,68 ×6,25=91,43
Abon (1:1) (0,2 g)
mL HCl× N HCl
%N= ×100 ×14,008
berat sampel ( g )
72× 0,02
¿ ×100 ×14,008=14,7
100
∑ Protein=%N × 6,25=14,7 ×6,25=92,05
Abon (2:1) (0,2 g)
mL HCl× N HCl
%N= ×100 ×14,008
berat sampel ( g )
30,48× 0,02
¿ ×100 ×14,008
100
¿ 4,269
∑ Protein=%N × 6,25=4,269× 6,25=26,68
 Dokumentasi
Gambar 1. Ikan tongkol Gambar 2. persiapan bahan
segar

Gambar 3. proses
penggorengan abon Gambar 4. proses penirisan
minyak

Gambar 5. uji protein Gambar 6. produk abon ikan


tongkol substitusi kluwih

Anda mungkin juga menyukai