Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor kelautan merupakan salah satu program unggulan Pemerintah saat ini,
program kelautan dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Kertasada Kecamatan Kalianget
Kabupaten Sumenep dengan memanfaatkan ikan hasil tangkapan nelayan setempat
menjadi olahan makanan ringan yaitu krupuk amplang. Indonesia merupakan salah
satu penghasilan lautnya sangat besar dikarenakan memiliki wilayah laut yang sangat
luas dan memiliki potensi laut yang sangat banyak. Perikanan merupakan salah satu
yang banyak diharapkan dan mampu menjadi tonggak peningkatan kesejahteraan
rakyat indonesia (Rahmawati dkk, 2013).

Krupuk amplang merupakan salah satu makanan yang berbahan dasar ikan tengiri
yang pembuatannya cukup banyak digeluti masyarakat. Krupuk amplang yang
umumnya memiliki harga jual yang cukup tinggi yang disebabkan oleh faktor harga
ikan tengiri yang tergolong mahal dipasaran dibanding dengan harga ikan jenis lain
(Sari dan Hafid, 2019). Semakin banyaknya masnyarakat yang memproduksi krupuk
amplang banyak sekali perubahan inovasi terbaru misalnya krupuk amplang dari
daging.

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai macam zat,
selain harga yang murah, absorpsi protein ikan lebih tinggi dibandingkan dengan
produk hewani lain seperti daging sapi dan ayam, karena daging ikan mempunyai
serat-serat protein lebih pendek dari pada serat-serat protein daging sapi atau ayam.
Protein ikan memberi kontribusi terbesar dalam kelompok sumber protein hewani,
sekitar 57,2% (Wahyudi dan Maharani, 2016). Penangkapan ikan tidak gampang dan
tidak terlalu sulit hanya saja tergantung pada kondisi cuaca.

Nilai Maximum Sustainable Yield (MSY) ikan tenggiri di Laut Jawa sebesar 438


ton sedangkan effort maksimum sebesar 1000 trip setara jaring insang (gill net) < 30
GT. Indeks musim Penangkapan (IMP) menunjukkan bahwa ikan tengiri melimpah
pada periode Maret sampai dengan Juni dan periode Oktober hingga Desember
sepanjang tahun (Kasin dan Triharyuni, 2016).

Kandungan gizi ikan tengiri pada 100 gr terdiri dari energi 109 kkal, lemak 2,6 g
dan protein 21,5 g. Protein merupakan molekul yang memiliki fungsi penting dalam
tubuh makhluk hidup. Protein adalah senyawa organik kompleks dengan berat molekul
tinggi (Faoziyah, 2014).

Sifat ikan tengiri yang cepat rusak serta menjadi salah satu faktor yang
mengakibatkan penurunan mutu hasil perikanan, apabila dibiarkan terlalu lama akan
mengalami perubahan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Menurut Zainuri dkk (2016)
proses pembusukan ikan di daerah tropis berlangsung lebih cepat jika dibandingkan
dengan daerah sub-tropis. Maka perlu adanya penanganan lebih lanjut atau dengan
proses pengolahan misalnya dalam proses pembuatan krupuk amplang. Kesuksesan
dalam membuat krupuk amplang Bu Ruwami suatu produk yang memiliki mutu dan
sesuai dengan standart hanya dapat diperoleh dengan menerapkan sistem pengendalian
mutu secara merata mulai dari penerimaan bahan baku, proses pengolahan hingga
hingga menjadi produk akhir. Semua ini dapat tercapai jika semua karyawan dan
semuan departemen/devisi yang mengerti, dapat memahami dan dapat menerapkan
serta ikut berpartisipasi demi mencapai produk yang sesuai dengan standart yang telah
ditetapkan.

Krupuk amplang Bu Ruwami merupakan perusahan yang bergerak dalam industri


perikanan dan makanan ringan. Krupuk Amplang Bu Ruwami adalah usaha produksi
krupuk amplang ikan tengiri yang bahan bakunya diperoleh langsung dari supplier ikan
tengiri di wilayah kalianget. Pengolahan produk hasil perikan merupakan usaha yang
sangat penting khususnya di daerah kalianget yang mayoritas masnyrakatnya mata
pencaharian. Oleh karena itu termasuk salah satu kecamatan di perlukan menjadi
upaya untuk meningkat menjadi produk krupuk amplang dengan meningkatkan
kualitas mutu serta menjamin keamanan produk dan mengekspor hasil pengolahan ikan
tengiri menjadi krupuk amplang.

Keamanan pangan sangat penting dalam dalam proses produksi krupuk amplang
karena Pangan yang tidak aman akan menyebabkan penyakit yang disebut  foodborne
disease, yaitu segala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang
mengandung bahan atau senyawa beracun atau organisme patogen. Beberapa Negara
menjadikan masalah keamanan pangan sebagai salah satu isu yang perlu di atur secara
wajib (Mandatory). Oleh karena itu Praktik Kerja Lapang (PKL) ini sudah di
laksanakan di krupuk amplang Bu Ruwami untuk mengetahui proses penanganan dan
pengolahan ikan tengiri menjadi krupuk amplang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krupuk
Krupuk merupakan makanan favorit masyarakat di berbagai kalangan. Tak
jarang kita sering melihat krupuk manjadi pendamping makanan masyarakat di saat
makan. Akan tetapi sedikit diantara masyarakat yang peduli akan kemanan pangan
pada krupuk. Padahal masih sering dijumpai produsen yang membuat krupuk
dengan menggunakan Bleng atau gendar. Bleng atau gendar tersebut merupakan
bahan tambahan pangan yang dilarang oleh pemerintah, yang dikenal dengan nama
boraks (Laila, 2015). Kerupuk tersebar hampir ke segenap pelosok Indonesia serta
digemari oleh semua lapisan masyarakat meskipun dengan nama dan campuran
bahan yang berbeda. Rasanya yang renyah dan gurih membuat makanan ini banyak
disukai oleh berbagai kalangan masyarakat. Banyak sekali penjual krupuk yang ada
di pasar tersebut. Oleh karena itu para penjual harus membuat atau mempersiapkan
krupuk sebaik mungkin sehingga krupuknya laku. Para pembeli akan tertarik
dengan krupuk yang teksturnya renyah sehingga penjual melakukan berbagai cara
untuk membuat krupuk mereka dapat mempunyai tekstur yang renyah.
Krupuk merupakan makanan ringan pelengkap makan yang seringkali tidak
boleh ketinggalan. Tanpa makanan ringan ini orang sering merasa ada yang kurang
dalam menu makannya. Rawon, soto, nasi goreng, rujak cingur adalah menu
makanan yang sering disertai dengan krupuk. Krupuk sangat beragam jenisnya,
baik bahan baku maupun bahan pemberi cita rasanya. Bahan utama krupuk ada
yang terbuat dari singkong seperti samiler, bisa tepung beras, tepung terigu atau
pun kanji Sementara itu, bahan pemberi rasa krupuk juga beragam, di antaranya
ialah ikan, udang, terasi atau bawang putih (Tri dan Frida, 2018).

2.2 Amplang

Amplang merupakan jenis kerupuk ikan dengan bahan dasar daging, ikan
tengiri, tepung tapioka, dan bahan tambahan seperti telur ayam, garam, gula,
penyedap rasa, dan soda (Anhar dan Wardanu, 2016). Amplang merupakan jenis
makanan yang diolah melalui proses penghancuran (ikan fillet), pencampuran,
percetakkan dan penggorengan. Bahan pengikat yang sering digunakan dalam
pembuatan amplang adalah bahan yang mengandung karbohidrat seperti tepung
terigu, tepung beras, tepung jagung, tepung tapioka, tepung ubi jalar dan tepung
sagu, Amplang biasa menggunakan ikan yang tinggi protein yaitu ikan tenggiri
dikarenakan rasa gurihnya lebih kuat (Wulandari dkk, 2018). Oleh sebab itu krupuk
amplang banyak di sukai oleh masnyarat kebutuhan krupuk amplang akan semakin
meningkat sejalan dengan peminatnya semakin banyak.

2.3 Krupuk Amplang Bu Ruwami


Usaha krupuk amplang ini merupakan industri rumah tangga yang mulai
digeluti oleh masyarakat setempat sejak sekitar tahun 2008. Hingga saat ini
terdapat sekitar 8 (delapan) pengusaha krupuk amplang, yang diantaranya adalah
Bu Ruwami. Jumlah produksi krupuk amplang tiap minggu oleh Mitra usaha
tergolong kecil. Tiap Mitra membutuhkan rata-rata 25 kg ikan tengiri sebagai
bahan baku utama krupuk amplang, sehingga 3 (tiga) Mitra totalnya membutuhkan
100 Kg. Biaya yang dibutuhkan untuk setiap kali proses produksi (Mahmud dkk,
2017). Krupuk amplang hasil produksi Bu Ruwami beda dengan krupuk amplang
yang lain selain rasanya yang enak dan gurih juga tidak ada pembolongan di dalam
krupuk amplang selain itu orang yang pertama kali mempunyai pemikiran untuk
membuat krupuk amplang berbahan dasar ikan tengiri di Desa Kartasada ialah Bu
Ruwami sampai saat ini krupuk amplang produksi Bu Ruwami sudah banyak di
kenal masnyarakat.
Prospek penjualan produk krupuk amplang sangat menjanjikan dan sangat
berpotensi dipasarkan ke luar daerah Kabupaten Sumenep, sehingga usaha dari
para Mitra ini layak untuk dikembangkan dalam hal jumlah dan kualitas produksi
serta pada perluasan. Produksi krupuk amplang diperkirakan dapat terus
berlangsung hingga di masa yang akan datang, kebutuhan ikan tengiri sebagai
bahan pokok krupuk amplang tersedia didaerah setempat dalam jumlah yang besar.
Namun pada saat musim tertentu ikan tengiri sangat sulit diperoleh. Diperlukan
media penyimpanan yang baik untuk menyimpan stok ikan tengiri dalam waktu
yang lebih lama, sehingga dapat mengantisipasi minimnya hasil tangkapan ikan
tengiri oleh nelayan setempat.

2.4 Proses Pembuatan Krupuk Amplang Ikan Tengiri


Kabupaten sumenep tidak hanya terkenal dengan tempat tempat wisata reliji.
Ada banyak hal yang tak kalah indah dan menjadi semacam ciri khas kabupaten
sumenep, salah satunya yang menjadi ciri khas terletak pada kulinernya, yaitu
berupa cemilan ringan yaitu krupuk amplang. Amplang merupakan jenis kerupuk
ikan dengan bahan dasar daging, ikan tengiri, tepung tapioka, dan bahan tambahan
seperti telur ayam, garam, gula, penyedap rasa, dan soda.
Proses krupuk amplang sangat sederhana. Ikan tengiri segar buang insan dan
duri ikan tengiri kemudian bilas dengan air bersih lalu ambil dagingnya, kemudian
di giling. Setelah daging ikan digiling kemudian di campur dengan bumbu dan
tepung, kemudian di aduk hingga rata. Adonan dibentuk dengan tangan dan pisau
untuk memotong adonan yang sudah di bentuk sesuai dengan keinginan, semua
pekerja yang mengaduk dan membentuk amplang umumnya perempuan,
sedangkan laki-laki hanya kebagian membersihkan ikan. Membuat campuran
hingga siap digoreng dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran yang hanya di miliki
pekerja perempuan. Selesai dibentuk dimasukkan kedalam wadah yang berisi
minyak goreng agar krupuk amplang tidak melekat agar mudah di pisah, kemudian
dimasukkan ke penggorengan dan setelah dingin dikemas kemudian dijual.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

2.1. Tempat dan Waktu


Tempat Kegiatan PKL dilaksanakan di Desa Kertasada Kecamatan Kalianget
Kabupaten Sumenep. Sedangkan waktu pelaksanaan yaitu, selama tgl 14 Januari 2020
hingga 02 Februari 2020.

2.2. Metode Pengumpulan Data


1. Observasi dan Pengamatan Langsung
Observasi dan pengamatan langsung merupakan teknik pengumpulan data
yang terjun langsung ke lapangan untuk mengetahui langsung proses dan kegiatan
lainnya (Mukhtar, 2017).
Teknik ini dilakukan dengan cara mengamati secara menyeluruh proses
pengolahan produk yang ada di perusahaan mulai dari pengadaan bahan baku,
proses produksi sampai pada produk jadi dan siap di distribusikan. Selain itu juga
mengamati ke lokasi fasilitas produksi dan utilitas.
2. Wawancara
Wawancara adalah kegiatan untuk memperoleh data dengan narasumber
yang terlibat dan memiliki peranan pentin, narasumber harus berkompeten dapat
memiliki pengalaman, dan dapat bertanggung jawab atas jawabannya (Munthe,
2015).
Teknik ini dilakukan dengan cara pengumpulan data melalui tanya jawab
secara langsung yang dilaksanakan dengan pihak-pihak yang bersangkutan ,
dengan karyawan pabrik untuk menyusun laporan ini.
3. Dokumentasi
Teknik ini dilakukan dengan cara pencarian dan pengumpulan data
pelengkap untuk menunjang penulisan laporan yang dilakukan dengan cara
mempelajari data atau catatan-catatan yang ada hubungannya dengan perusahaan
dan kegiatan perusahaan.
4. Studi Literatur
Teknik ini dilakukan dengan cara pengumpulan data dan informasi dari
bukubuku literatur, internet, jurnal serta sumber-sumber pustaka lain yang erat
kaitannya dengan kegiatan perusahaan terutama yang berkaitan dengan masalah
yang dibahas.
2.3. Jadwal kegiatan
Adapun pelaksanaan Praktik Kerja Lapang (PKL) disajikan pada tabel
dibawah ini.
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Aktivitas Praktik Kerja Lapang.

Pelaksanaan Bulan/Minggu Ke-


N Nama Novembe Desembe Januari Februari Maret
o Kegiatan r r
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penulisan
proposal
2 Konsultasi
proposal
3 Aktivitas
Lapang
4 Penulisan
dan
konsultasi
laporan
5 Ujian

6 Revisi

7 Pengumpula
n Laporan
PKL
DAFTAR PUSTAKA

Rahmawati, M., Fitri, A. D. P., & Wijayanto, D. (2013). Analisis hasil tangkapan per
upaya penangkapan dan pola musim penangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) di
Perairan Pemalang. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and
Technology, 2(3), 213-222.
Sari, H., & Hafid, A. (2019). PENGEMBANGAN USAHA KERUPUK AMPLANG
BANDENG UNTUK MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT DESA
POLEJIWA KECAMATAN MALANGKE BARAT KABUPATEN LUWU
UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN. Panrita Abdi-Jurnal Pengabdian
pada Masyarakat, 3(2), 161-169.
Wahyudi, R., & Maharani, E. T. W. (2017). Profil protein pada ikan tenggiri dengan
variasi penggaraman dan lama penggaraman dengan menggunakan metode
SDS-PAGE. In PROSIDING SEMINAR NASIONAL & INTERNASIONAL.
Kasim, K., & Triharyuni, S. (2016). Status pemanfaatan dan musim penangkapan ikan
tenggiri (Scomberomorus spp.) di Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia, 20(4), 235-242.
Faoziah, A. R. (2014). Pembuatan Glutamate Alami Menggunakan Ikan Tenggiri Sebagai
Alternatif Bumbu Penyedap Rasa Non Msg. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad, 9-14.
Zainuri, A. M., Hadiantoro, S., & Prihanta, W. (2016). PENGEMBANGAN KAWASAN
MINAPOLITAN MELALUI PEMBERDAYAAN UKM PENGOLAHAN
IKAN PASCA PRODUKSI. Research Report, 552-565.
Muchtar, M. M. (2017). ANALISIS PERILAKU ASERTIF ANAK JALANAN DI KOTA
KENDARI. Journal Ilmu KOMUNIKASI UHO, 2(2).
Munthe, A. P. (2015). Pentingnya Evaluasi Program di Institusi Pendidikan: Sebuah
Pengantar, Pengertian, Tujuan dan Manfaat. Scholaria: Jurnal Pendidikan Dan
Kebudayaan, 5(2), 1-14.
Muharrami, L. K. (2015). Analisis kualitatif kandungan boraks pada krupuk
puli di kecamatan kamal. J pena Sains, 2(2).

Wardhani, T., & Anggraeni, F. D. (2018). IPTEK BAGI MASYARAKAT


KELOMPOK USAHA KRUPUK PULI DI DESA TOYOMARTO,
KECAMATAN SINGOSARI, KABUPATEN MALANG. Teknologi
Pangan: Media Informasi Dan Komunikasi Ilmiah Teknologi
Pertanian, 9(1), 51-58.

Anhar, M., & Wardanu, A. P. (2016). Analisa Preferensi Konsumen


Terhadap Kerupuk Amplang Produksi Toko OBIC di Kabupaten
Ketapang. Jurnal Sistem Teknik Industri, 18(1), 9-14.

Wulandari, W., Hermanto, H., & Isamu, K. T. (2018). STUDI PENGARUH


PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA YANG BERBEDA TERHADAP
SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK AMPLANG IKAN BETE-BETE
(Leiognathus equulus). Jurnal Fish Protech, 1(2).

Yunus, M., & Maknunah, J. (2017). Peningkatan Usaha Krupuk Amplang


Di Desa Kertasada Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep. Jurnal
Dedikasi, 14, 35-39.
Anhar, M., & Wardanu, A. P. (2016). Analisa Preferensi Konsumen
Terhadap Kerupuk Amplang Produksi Toko OBIC di Kabupaten
Ketapang. Jurnal Sistem Teknik Industri, 18(1), 9-14.

Fatmawati, F., & Mardiana, M. (2014). Analisa tepung ikan gabus sebagai
sumber protein. OCTOPUS: JURNAL ILMU PERIKANAN, 3(1), 236-243.

Rohimah, I. (2014). Analisis energi dan protein serta uji daya terima biskuit
tepung labu kuning dan ikan lele.

Pradita Dwi Rumana, D. (2016). KARAKTERISTIK AMPLANG LELE


DUMBO (Clarias gariepinus) YANG DIBUAT DENGAN VARIASI
JENIS DAN JUMLAH PATI.

Kelautan, P., & untuk Mendukung, P. P. J. T. (2013). Industrialisasi


KP. Pusat Data Statistik dan Informasi Sekretariat Jendral KKP, 96-97.

Anda mungkin juga menyukai