Anda di halaman 1dari 16

POTENSI OLAHAN TEPUNG UBIKAYU MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

THE POTENTIAL OF PROCESSED UBIKAYU FLOUR TO SUPPORT FOOD


SECURITY

Wanti Dewayani, Arum H., Erina Septianti, Suriany, Eka Basri dan Suarni Amin

ABSTRAK
Pola konsumsi yang hanya bertumpu pada satu jenis bahan pokok merupakan salah satu
penyebab timbulnya masalah ketahanan pangan. Ubi kayu merupakan salah satu pangan lokal
terbanyak ketiga yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah pangan di Indonesia.
Kemampuan ubikayu diolah menjadi produk antara dan produk jadi dapat menciptakan
keanekaragaman konsumsi pangan. Mie merupakan makanan yang paling disukai oleh
masyarakat saat ini berasal dari terigu, dimana terigu masih diimpor. Dengan adanya tepung
ubikayu termodifikasi dapat menggantikan terigu dalam pembuatan mie. Saat ini pengolahan
mie sehat dan bebas gluten dapat dibuat dari tepung ubikayu termodifikasi dengan fortifikasi
bayam dan wortel.
Kata Kunci : mie, pangan, terigu, ubi kayu

ABSTRACT
Consumption patterns that only rely on one type of staple food are one of the causes of food
security problems. Cassava is one of the third most common local foods that can be
developed to overcome food problems in Indonesia. The ability of ubikayu to be processed
into intermediate products and finished products can create diversity in food consumption.
Noodles are the most preferred food by people today derived from flour, where flour is still
imported. With the presence of modified ubikayu flour, it can replace wheat flour in noodle
making. Currently, the processing of healthy and gluten-free noodles can be made from
modified ubikayu flour with spinach and carrot fortification.
Keywords: cassava, food, noodles, wheat,

PENDAHULUAN

Pola konsumsi yang hanya bertumpu pada salah satu jenis bahan pangan pokok,
seperti beras merupakan salah satu penyebab timbulnya masalah ketahanan pangan. Salah
satu upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi masalah tersebut adalah dengan melakukan
program penganekaragaman pangan. Program ini bisa dilakukan dengan mendorong
percepatan diversifikasi konsumsi pangan non beras berbasis sumber daya lokal (Indrayana
et al. 2018).
Salah satu pangan sumber daya lokal adalah ubi kayu. Tanaman ini merupakan salah
satu sumber pangan utama bagi masyarakat Indonesia, bersama dengan bahan pokok lainnya
seperti beras, sagu dan jagung (Hawashi et al. 2019). Ubi kayu merupakan salah satu sumber
karbohidrat utama di Indonesia yang menempati urutan ketiga setelah padi, dan jagung.
Asriani (2011) melaporkan bahwa Indonesia merupakan produsen ubi kayu terbesar keempat
di dunia setelah Nigeria, Brazil, dan Thailand. Permintaan ubi kayu dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan, baik untuk dikonsumsi langsung maupun sebagai bahan baku
berbagai industri. Angka produksi ubi kayu di Indonesia pada tahun 2011-2017 mengalami
pertumbuhan yang cukup signifikan, dimana produksi saat tahun 2017 sebesar 19,05 ton.
Peningkatan ini disebabkan oleh naiknya produktivitas yang dipengaruhi oleh produktivitas
tahun sebelumnya dan teknologi budidaya yang makin maju. Pada periode tahun tersebut
konsumsi ubi kayu juga menunjukkan peningkatan.
Produk pertanian pada umumnya bersifat musiman, mudah rusak (perishable) dan
voluminuous, sehingga petani hampir selalu pada posisi tawar yang lemah ketika berhadapan
dengan pedagang (pasar). Permasalahan umum yang dihadapi dalam upaya pemanfaatan
komoditas pangan sumber karbohidrat menjadi pangan pokok di tengah masyarakat modern
saat ini adalah pengelolaan pascapanen dan pasar. Penyimpanan hasil panen dalam bentuk
segar menghadapi risiko kerusakan yang tinggi. Oleh karena itu, teknologi pengolahan yang
mengubah produk segar menjadi produk setengah jadi seperti tepung, maupun produk olahan
siap makan yang lebih awet dapat menjadi sumbangan bagi penyelamatan hasil panen.
Penerapan teknologi pengolahan pangan akan memberikan nilai tambah ekonomi (Widowati
2010).

PERAN UBIKAYU SEBAGAI SOLUSI KETAHANAN PANGAN

Pengolahan ubikayu menjadi produk antara, seperti gaplek, pati, tepung dan serbuk
ubikayu telah lama dilakukan di daerah penghasil ubikayu, juga telah lama diteliti oleh
pemerhati, peminat pemanfaatan komoditi ubikayu. Sentuhan teknologi pengolahan dari
ubikayu segar menjadi bahan setengah jadi (intermediate product) prospektif untuk
dikembangkan karena lebih awet disimpan, penyimpanan lebih efisien, dapat menyerap umbi
segar dalam jumlah relatif besar dan fleksibel digunakan sebagai bahan baku beragam produk
pangan dan non-pangan. Seperti varietas Adira-4 yang banyak digunakan untuk pengolahan
pati di daerah Lampung, memiliki kandungan pati sekitar 21,5% basis basah (Richana dan
Suarni 1990).

Pemanfaatan tepung ubikayu antara lain pembuatan krupuk memperoleh donor


protein dengan substitusi tepung kacang tunggak. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa
penambahan 10% tepung kacang tunggak terhadap tepung ubikayu paling disukai panelis,
dengan kadar protein dan lemak krupuk mentah sekitar 5,5% dan 3%. Olahan kerupuk
merupakan makanan ringan yang disenangi anak usia tumbuh, sehingga dengan adanya
penambahan nutrisi dari bahan lain, produk krupuk akan menunjang perbaikan gizi
masyarakat (Suarni dan Yuniarti 2005). Teknologi tersebut mudah diterapkan pada
masyarakat, sehingga dapat menambah wawasan perajin dan ragam produknya.

Untuk meningkatkan mutu tepung ubikayu, berbagai upaya dilakukan seperti


mengolah tepung dari bahan tape ubi kayu. Tepung tape ubikayu memiliki aroma khas bau
fermentasi, tekstur lebih halus, dapat diolah menjadi aneka olahan seperti halnya tepung ubi
kayu. (Suarni dan Richana 1994). Sebagai bahan baku tepung ubikayu, tepung tape ubikayu
perlu diketahui umur simpan hingga masih layak sebagai bahan baku olahan. Kantong kain
(karung terigu) disarankan hanya untuk kemasan tepung selama distribusi/pemasaran yang
waktunya relatif singkat. Demikian juga halnya penyimpanan tepung tape ubikayu, dengan
kemasan kantong plastik dapat bertahan lebih dari enam bulan, dengan perubahan sifat
fisikokimia masih dalam kualitas layak sebagai bahan baku olahan (Suarni dan Prastowo
1994).

Produk olahan ubikayu yang lazim dikonsumsi masyarakat masih terbatas pada
bentuk makanan tradisional, seperti ubi rebus, ubi goreng, kolak, getuk, timus dan kripik,
sehingga seringkali citranya dianggap rendah. Untuk meningkatkan citra perlu dilakukan
terobosan teknologi pengolahan pangan, maupun menggali dan mensosialisasikan
keunggulan mutu gizi serta sifat fungsionalnya.

UBI KAYU SEBAGAI PENGGANTI TERIGU UNTUK PRODUK MIE

Mie merupakan salah satu produk olahan yang lagi trend di masyarakat Indonesia dan
dunia pada umumnya. Produk mie dengan bahan baku tepung terigu sangat populer di
kalangan masyarakat Indonesia. Produk mie umumnya digunakan sebagai sumber energi
karena memiliki karbohidrat cukup tinggi (Rustandi 2011). Adapun produk mie yang beredar
di pasaran berdasarkan tahap penyajian dan kadar airnya yaitu, mie mentah/segar, mie basah,
mie kering, mie goreng dan mie instan. Produk mie merupakan salah satu jenis olahan pangan
yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia (Rosmeri et al. 2013).

Jumlah konsumsi mie penduduk Indonesia terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.
Pada tahun 2017 konsumsi mi instan Indonesia mencapai 12.620 juta bungkus, dan pada
tahun 2018 mencapai 12.250 juta bungkus (WINA, 2019). Tingginya konsumsi mie tersebut
juga diikuti oleh peningkatan produksi mie nasional. Bahan utama dari mie adalah terigu,
yang sampai saat ini bahan bakunya yaitu gandum masih diimpor. Pada tahun 2015,
Indonesia mengimpor gandum sebanyak 7.411.764 ton (senilai $ 2.082.711),

Mie umumnya dibuat dari tepung terigu sebagai bahan bakunya, namun kadar
seratnya kurang. Mahirdini dan Afifah (2016) melaporkan bahwa substitusi tepung porang
dan tepung terigu dalam pembuatan biskuit memberikan pengaruh terhadap kadar serat
pangan larut dan tak larut, kadar lemak, dan tingkat penerimaan. Meskipun kadar serat
pangan larut dan tak larut terdapat pada persentase substitusi 40% tepung porang dan 60%
tepung terigu lebih rendah dari syarat kadar serat pangan pada literatur, namun kadar serat
pangan larut dan tak larut pada substitusi 40% tepung porang dan 60% tepung terigu ini
masih lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa substitusi dan 100% tepung terigu (Dhingra et
al. 2012). Kecukupan serat kini dianjurkan semakin tinggi, mengingat banyak manfaat yang
menguntungkan untuk kesehatan tubuh, kecukupan asupan untuk serat makanan sebagai
acuan untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan dan kesehatan lainnya. Asupan serat
pangan yang dianjurkan adalah sebesar 3,5 g/hari (Gallagher 2008).

Selama ini tepung terigu masih diimpor. Keadaan ini mengakibatkan devisa negara
tersedot keluar negeri yang efek jangka panjangnya akan menyebabkan ketahanan pangan di
Indonesia akan terancam. Oleh karena itu, pencarian alternatif bahan pangan lain sebagai
substitusi pembuatan mie dan pelengkap nutrisi yang tidak ada dalam tepung terigu.

Tahun 2020 sangat berbeda dari tahun-tahun biasanya. Hampir semua lini sektor
usaha terdampak akibat pandemi virus COVID-19. Namun tidak bagi industri tepung terigu
di Indonesia. Harga tepung terigu cenderung stabil meski diterpa badai pandemi COVID-19.
Asosiasi Pengusaha Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) melaporkan bahwa konsumsi
tepung terigu secara nasional selama tahun 2019-2020 mengalami peningkatan sekitar 70
persen. Hal ini disebabkan pelaku industri kecil rumahan yang masih menggunakan tepung
terigu sebagai bahan masakan. Selain itu, karena adanya perubahan gaya hidup masyarakat
selama Pandemi COVID-19 yang memilih membeli makanan jadi dibandingkan masak
sendiri. Hal ini yang menjadi faktor tepung terigu menjadi stabil di saat pandemi COVID-19,
masyarakat Indonesia lebih cenderung membeli makanan jadi seperti mie ayam, mie instan
atau makanan yang menggunakan tepung yang dipesan melalui online (Abdillah 2022).
Pemerintah perlu menekan impor gandum dengan cara meningkatkan produksi ubikayu
sebagai pengganti bahan baku tepung terigu yaitu tepung termodifikasi yang saat ini sudah
mulai diproduksi di Provinsi Jawa Timur dan Sumatra Barat Indonesia (Utomo 2015).
Pada saat ini telah dikembangkan teknologi untuk membantu meningkatkan nilai
tambah komoditi ubi kayu atau singkong menjadi produk tepung termodifikasi yaitu antara
lain mocaf (modified cassava flour) atau BIMO (biologically modified cassava flour)
(Misgiyarta et. al. 2009). Salah satu bakteri yang digunakan dalam pembuatan tepung
ubikayu termodifikasi adalah bakteri asam laktat homofermentatif Lactobacillus spp
(Yulifanti et. al. 2012), atau perendaman selama 3 hari (Nugraheni et al. 2015). Cara kerja
Mikroba ini berupa penghancuran dinding sel dengan menggunakan enzim pektinolitik dan
selulolitik sehingga menyebabkan liberasi granulapati dan menghidrolisis pati menjadi asam-
asam organik (Subagio et al. 2008).
Jenis mikroba yang digunakan dapat mempengaruhi nilai gizi tepung ubikayu
termodifikasi. Selain jenis mikroba, lama fermentasi juga memengaruhi kadar amilosa dan
amilopektin yang terkandung dalam tepung ubikayu termodifikasi. Kadar amilosa dan
amilopektin ini selanjutnya dapat berpengaruh kepada rasio pengembangan terhadap produk
pangan olahan dari tepung ubikayu termodifikasi (Oboh dan Elusiyan 2007). Selain itu,
tepung ubikayu termodifikasi ini memiliki karakteristik lebih baik dalam hal derajat
viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan lebih mudah larut dibanding tepung
ubikayu biasa dan tapioka (Subagio et al. 2008). Prospek pengembangan tepung ubikayu
termodifikasi diperkirakan akan berkembang sangat baik karena dilihat dari ketersediaan
ubikayu sebagai bahan baku cukup melimpah sehingga produksi tepung ubikayu
termodifikasi dapat dilaksanakan secara kontinu. Selain itu, banyak industri makanan yang
menggunakan tepung terigu dengan harga yang semakin naik. Adanya tepung ubikayu
termodifikasi ini dengan karakteristik hampir sama dengan tepung terigu dan harga yang
relatif lebih murah membuat tepung ubikayu termodifikasi sangat potensial menjadi barang
substitusi tepung terigu (Rosmiati et al. 2018).
Kombinasi 100% tepung ubikayu termodifikasi dan 20% daun singkong menunjukkan
kandungan polifenol total tertinggi (198,8 mg setara asam galat (GAE)/100 g), kadar klorofil
total (TCC) (198 mg/ml), 2,2- difenil- 1- picrylhydrazyl (DPPH) penghambatan- tion (79%),
dan penghambatan daya antioksidan pereduksi besi (FRAP) (85%). Oleh karena itu,
penambahan tepung ubikayu termodifikasi dan daun singkong meningkatkan nilai gizi analog
beras berbasis singkong, yang dapat menjadi alternatif sehat untuk beras komersial dalam
makanan sehari-hari (Liu et al. 2022). Amalia et al. (2021) melaporkan bahwa biskuit balita
bebas gluten dengan penambahan tepung ubikayu termodifikasi dan biji rami 20% : 5%
merupakan produk terbaik dari hasil penelitian ini. Produk ini memiliki kualitas sensorik
yang berwarna coklat tua, sedikit beraroma dengan aroma yang menyenangkan, tekstur
lembut, rasa manis dan secara keseluruhan, sangat baik. Hasil uji hedonik menghasilkan nilai
rata-rata 5. Kandungan gizi yang dihasilkan (b/b) secara basah (wb): kadar air 3,79%, abu
1,71%, protein 7,89%, lemak 24,61%, karbohidrat 62,00%, dengan total energi 501,05
kkal/100 g, serat kasar 1,39%, dan kandungan omega-3 tertinggi 818,45 mg/100 g.
Tepung ubikayu termodifikasi juga mempunyai kandungan gizi yang lebih baik
dibanding tapioka, gandum dan terigu (Tabel 1).

KANDUNGAN GIZI UBI KAYU DAN TURUNANNYA SERTA GANDUM DAN


TERIGU

Tabel 1. Kandungan gizi ubi kayu, tapioka, tepung ubikayu termodifikasi, gandum dan terigu
per 100 g BDD (berat dapat dimakan)

Jenis gizi Ubi kayu Tapioka Tepung Gandum Terigu


segar ubikayu
termodifikas
i
Energi (kkal 154 363 350 327 333
Lemak total (g) 0.30 0.50 0.60 1,54 1
Vitamin A(mcg) 0 0 0 0 0
Vitamin B1 (mg) 0.06 0.04 0.02 0,383 0.10
Vitamin B2 (mg) 0.10 0 0.02 0,115 0.07
Vitamin B3 (mg) 0.50 0.40 0.7 5,464 1
Vitamin C (mg) 31 0 2 0 0
Karbohidrat (g) 36.80 88.20 85 71,18 77.20
Protein (g) 1 1.10 1.20 12,61 9
Serat pangan (g) 0.90 0.90 6 12,2 0.3
Kalsium (mg) 77 84 60 29 22
Fosfor (mg) 24 125 64 288 150
Natrium (mg) 2 1 8 2 2
Kalium (mg) 394 7.10 403 363 0
Tembaga (mcg) 300 0 100 0.26 0
Besi (mg) 1.10 1 15.80 3,19 1.30
Seng (mg) 0.40 0.10 0.6 2.65 2.80
Beta karoten (mcg) 0 0 0 0 0
Air (g) 61.40 9.10 11.90 72,57 11
Abu (g) 0.5 1.10 1.30 13,1 1

Sumber : Anonim (2022)


Pada tahun 2017 produksi ubi kayu tercatat sebanyak 19,05 juta ton dengan luas
panen sekitar 772,975 juta ha atau produktivitas rata-rata sekitar 23,35 24,65 ton/ha (BPS
2019). Produktivitas ubi kayu tersebut masih jauh dari potensi hasil beberapa varietas unggul
ubi kayu yang dapat mencapai 40–50 ton/ha (Saleh 2012). Hasil analisis Ariningsih (2016)
menunjukkan bahwa kabupaten yang ditetapkan sebagai industri ubi kayu umumnya
memiliki pangsa produksi industri besar terhadap total produksi ubi kayu di tingkat provinsi.
Namun, tidak semua kecamatan sentra di kabupaten industri ubi kayu memiliki peluang
peningkatan produktivitas karena produktivitas ubi kayu yang dicapai petani telah sangat
mendekati potensinya. Sebaliknya gandum merupakan tanaman industri yang tidak dapat
ditanam di Indonesia yang merupakan negara beriklim tropis. Sehingga Indonesia hanya
dapat mengimpor gandum untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gandum.Hal ini
menjadikan Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Mesir yang mengimpor
gandum (Utomo 2015).

Gandum yang diolah menjadi tepung terigu dijadikan makanan seperti roti, mie,
biskuit, sereal dan produk industri lainnya. Selain itu gandum merupakan bahan pokok
produksi karbohidrat yang cocok sebagai pengganti beras di Indonesia karena gandum
memiliki keunggulan dibandingkan dengan makanan lain, yaitu kandungan protein gandum
lebih tinggi dibandingkan dengan padi dan jagung. Diharapkan tanaman yang juga berperan
sebagai tanaman industri olahan ini mempunyai peran strategis dalam memenuhi kebutuhan
tepung terigu di Indonesia. Selain itu, gandum merupakan komoditas pangan yang
diperdagangkan secara global pusat untuk keamanan pangan dari banyak negara (Roder et al.
2014).

Semenjak Pemerintah menetapkan Kepres No.142, impor gandum meningkat.


Peningkatan impor gandum seiring dengan peningkatan konsumsi akan kebutuhan gandum
yang merupakan bahan dasar pembuatan tepung terigu. Produk pertanian dan bahan baku
untuk industri makanan semakin sering diperdagangkan melintasi perbatasan nasional
(Sandstorm et al. 2014).

Menurut Utomo (2015) Produksi gandum Australia berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap impor gandum Indonesia dari Australia tahun 1980- 2013. Konsumsi
gandum Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor gandum Indonesia dari
Australia tahun 1980-2013. Kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor gandum
Indonesia dari Australia tahun 1980-2013. Pemerintah perlu menekan impor gandum dengan
cara meningkatkan produksi singkong sebagai pengganti bahan baku tepung terigu yaitu
tepung mocaf yang saat ini sudah mulai diproduksi di Provinsi Jawa Timur dan Sumatra
Barat Indonesia. Masyarakat perlu beralih mengkonsumsi komoditas lokal seperti jagung,
ketela pohon, umbi-umbian sebagai pengganti komoditas gandum. Pemerintah perlu menjaga
stabilitas perekonomian terutama stabilitas nilai tukar Rupiah agar tidak melemah sehingga
keberlangsungan perekonomian seperti UMKM dan usaha-usaha yang lain terutama yang
bahan bakunya impor tidak menaikkan harga barang dan jasa.

Baga dan Puspita (2013) melaporkan bahwa setiap subsistem agribisnis gandum
domestik di Indonesia masih belum saling mendukung satu sama lain, sehingga daya
saingnya menjadi lemah. Untuk memperkuat daya saingnya, agribisnis gandum dalam negeri
perlu dikembangkan lebih baik dengan memperhatikan strategi pembangunan yang telah
dirumuskan secara sadar dan dimasukkan ke dalam pemetaan arsitektur strategis.

Beberapa hasil penelitian mie dari tepung ubikayu termodifikasi

Produk pangan bebas gluten (gluten-free food) telah mendapatkan respon serius oleh
ahli pangan dunia seiring dengan meningkatnya jumlah penderita Celiac Disease (CD) atau
intoleransi terhadap gluten (Gallagher et al. 2004). Rata-rata peningkatan insiden CD
diperkirakan mencapai 9,77 %/ tahun di seluruh dunia (Lerner et al. 2015). Dengan demikian,
inovasi mie non-gluten akan turut berkontribusi terhadap peningkatan pilihan produk pangan
non-gluten. Untuk menjawab tantangan tersebut, riset mie bebas gluten terus mengalami
perkembangan melalui diversifikasi bahan baku, antara lain tepung singkong (Abidin et.al.
2013) dan Studi komposit tepung terigu dan pati singkong (rasio 70:30) terhadap kualitas
mie oleh Charles et al. (2007).

Telah dilakukan uji coba substitusi tepung terigu dengan tepung ubikayu termodifikasi
yang menunjukkan bahwa untuk menghasilkan mie kering mutu baik dapat digunakan tepung
ubikayu termodifikasi hingga 20% untuk mensubstitusi tepung terigu. Produk mie kering
tersebut memiliki karakteristik cooking time 10.64 menit, cooking loss 7.01%, daya putus
(tensile strength) 0.22N, daya patah 1.38N, hidrasi 147.89%, kecerahan warna 50.90, volume
pengembangan 1.44 cm/cm, kadar air 9.97%, kadar protein 12.53%, kadar pati 70.89%, kadar
lemak 1.87%, kadar abu 3.85% dan kadar serat kasar 3.58% dengan rerata kesukaan terhadap
warna 3.01 (agak tidak menyukai), rasa 3.50 (agak tidak menyukai), tekstur 4.00 (netral) dan
aroma 3.01 (agak tidak menyukai) (Nursasminto 2012).
Dari hasil penelitian Al-Baarri et al. (2021) diketahui bahwa penambahan ekstrak daun
spirulina dan kemangi dapat mempengaruhi tekstur mie dari tepung ubikayu termodifikasi
menjadi lebih kenyal, padat, dan tidak mudah pecah. Hasil ini terkait dengan kualitas mie dan
penerimaan konsumen.

Teknologi pengolahan mie pada umumnya menggunakan bahan baku utama berupa
tepung terigu yang berasal dari gandum. Mie dapat diolah menggunakan bahan baku dari
tepung terigu yang dicampur dengan bahan pangan lokal lainnya, seperti tepung jagung
(Shobha et al. 2015), tepung kentang (Pu et al. 2017), tepung pisang (Charoenkul et al.
2011), dan ubi jalar (Ibitoye et al. 2013). Salah satu komponen tepung yang mempengaruhi
kualitasnya adalah pati yang terkandung di dalamnya. Sebagai bahan baku, pati harus mampu
mentolerir berbagai macam teknik pengolahan untuk memenuhi tuntutan industri pangan
yang modern dan sangat dinamis untuk menciptakan produk yang beragam (Maulani dan
Hidayat, 2016). Karakteristik mie yang menggunakan bahan baku dari tepung ubikayu secara
umum memiliki elastisitas yang cukup baik karena kandungan gluten yang terkandung di
dalamnya. Beberapa teknologi pengolahan mie bebas gluten dengan menggunakan bahan
pangan lokal dilakukan oleh Purwandari et al. (2014a; 2014b), Sabbatini et al. (2014), Garcia
et al. (2016), Herawati dan Sunarmani (2016), Mojiono et al. (2016), Rajendran (2019), dan
Herawati et al. (2019a; 2019b). Salah satu peluang untuk meningkatkan nilai tambah tepung
ubikayu adalah dengan mengolahnya menjadi produk mie bebas gluten. Mie tanpa gluten
mudah pecah dan memiliki tekstur yang kurang elastis dibandingkan mie dari tepung terigu.
Salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah produk adalah dengan menambahkan
bahan-bahan lain yang dapat meningkatkan kualitas mie yang dihasilkan. Salah satu
teknologi untuk memproduksi mie bebas gluten menggunakan teknologi ekstrusi. Beberapa
penelitian menggunakan teknologi ekstrusi telah dilakukan (Muhandri et al., 2011; Muhandri,
2012; Herawati et al., 2019a; 2019b).

Dari hasil penelitian Lala et al. (2013) Hasil penelitian menunjukkan substitusi ubikayu
termodifikasi pada mie instan yang dikehendaki adalah sebesar 25 % (62.5 gram tepung
mocaf), keseimbangan massa yang terjadi selama proses pembuatan mie instan menghasilkan
nilai rendemen tertinggi sebesar 74.078 % dengan input bahan sebesar 375.8 gram campuran
bahan dan output sebesar 278.9 gram mie instan (dengan formulasi tepung terigu : tepung
mocaf : CMC = 187.5 : 62.5 : 2.5 gram) dan pemilihan produk yang disukai panelis dalam uji
inderawi, yaitu pada perlakuan dengan substitusi mocaf 25 % (dengan formulasi persentase
tepung terigu : tepung mocaf : CMC = 75 : 25 : 1).

Penambahan jenis dan konsentrasi bahan tambahan dapat meningkatkan kadar protein
dan lemak dari mie yang dihasilkan. Mie dengan penambahan tepung kacang tanah memiliki
kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan mie dengan perlakuan lainnya.
Sedangkan mie kuning telur menghasilkan kandungan lemak yang lebih tinggi. Penambahan
telur dan hidrokoloid meningkatkan fase amorf dari hasil difraksi sinar-X yang dihasilkan.
Profil mikrostruktur mie bebas gluten menunjukkan bahwa granula pati mulai pecah dan
terjadi gelatinisasi ketika hasil pemindaian dengan mikroskop elektron) menunjukkan
granula pati sudah mulai pecah dan bergabung satu sama lain (Herawati, et al. 2021)

Potensi wortel dan bayam dalam industri mie

Sekarang ini populer diet bebas gluten (free diet gluten), diet bebas guten merupakan
diet yang tidak mengkonsumsi protein yang dihasilkan dari gandum, rye, barley dan juga oat
(havermut). Menurut penelitian, ada 1 dari 133 orang AS (1 dari 100 di Inggris dan
Australia) yang mengindap Celiac/Coeliac Disease sehingga tubuhnya alergi terhadap gluten.
Diet bebas gluten adalah satu satunya penyembuhan yang digunakan untuk mengobati
penyakit coeliac dan diet ini juga banyak digunakan orang tua untuk bantu mengurangi gejala
autisme dan gangguan belajar lainnya pada anak-anak (Sehat Indonesia 2012) sehingga
memenuhi subtitusi ubikayu termodifikasi dapat sebagai alternatif menggantikan bahan-
bahan yang mengandung gluten. Menurut Sukoco dan Bahar (2013), hasil terbaik adalah
pada perlakuan sutitusi tepung ubikayu termodifikasi 30% dan penambahan purre 110%.
Adapun kandungan gizi mie telur dari tepung ubikayu termodifikasi per 100 g keadaan
mentah adalah sebagai berikut : β-karoten 114.716,67 SI, air 68,83 %, lemak 2,11 %, abu
1,34 %, karbohidrat 26,8 %, serat 1,62 %, protein 7,82 %, dan kedaan matang adalah sebagai
berikut : β-karoten 92.000 SI, air 68,90 %, lemak 2,05 %, abu 1,32%, karbohidrat 27,46 %,
serat 1,72 %, protein 7,66 %. Berdasarkan perhitungan harga jual mie telur dari ubikayu
termodifikasi per kilogram sebesar Rp. 14.250,00 /kg.
Fortifikasi ekstrak bayam berpengaruh signifikan terhadap status antioksidan, beberapa
komposisi nutrisi (protein, gula, kolesterol, jumlah energi, zat besi, magnesium, dan vitamin
C), dan karakteristik sensorik mie basah. Mie basah bayam dengan kaya antioksidan, rendah
kalori, dan disukai oleh panelis diperoleh pada konsentrasi optimal 4 mg/mL. Dengan
demikian, ekstrak daun bayam berpotensi sebagai bahan pangan untuk mengembangkan mie
basah ekstrak bayam sebagai produk pangan fungsional yang menjanjikan di masa depan
(Susanti et al. 2021). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa harga pokok BEP produk
sebesar 3 kemasan dengan rasio B/C sebesar 1,9. Dapat disimpulkan kegiatan usaha produksi
mi bayam layak secara ekonomis untuk dijalankan ditinjau dari BEP dan B/C ratio. Kajian ini
dapat memberi informasi bahwa mi bayam berpotensi sebagai bisnis baru di bidang pangan
fungsional khususnya diversifikasi produk olahan mie yang menyehatkan (mie fungsional)
(Santoso et al. 2018).
Penggunaan karoten dalam olahan mie telah dilakukan oleh beberapa penelitian.
(Nasution et al. 2006) melaporkan bahwa pemanfaatan wortel dalam pembuatan mie basah
serta analisis mutu fisik dan mutu gizinya melalui uji organoleptik mie wortel yang disukai
pada perlakuan wortel 50 g. Marliyati et al. (2012) juga telah memanfaatkan serbuk wortel
sebagai sumber karoten pada produk mi instan dan mendapatkan kandungan gizi yang
lengkap. Sedangkan Kinetika retensi mie wortel selama penyimpanan mengikuti reaksi orde
nol dan memiliki masa simpan hingga 30 minggu, 4 hari, 4 jam Wahyuni et al. 2020).
Dewayani et al. (2022) melaporkan bahwa ada pengaruh nyata substitusi wortel dan tepung
ubi kayu terhadap daya terima panelis. Mie yang terbaik adalah substitusi terigu 40%, tepung
ubi kayu 60 % dan sari wortel 30 % dengan kadar air memenuhi SNI (33.26%), beta karoten
tertinggi (0.98 μg/g), warna disukai (skor 3.93), aroma disukai (skor 3.93), rasa disukai (skor
3.71) dan tekstur disukai (skor 3.57).

KESIMPULAN

Ubi kayu merupakan salah satu pangan lokal terbanyak ketiga dapat dikembangkan
untuk mengatasi masalah pangan di Indonesia. Kemampuan ubikayu diolah menjadi produk
antara dan produk jadi dapat menciptakan keanekaragaman konsumsi pangan. Mie
merupakan makanan yang paling disukai oleh masyarakat saat ini berasal dari terigu, dimana
terigu masih diimpor. Dengan adanya tepung tepung ubikayu termodifikasi dapat
menggantikan terigu dalam pembuatan mie. Saat ini pengolahan mie sehat dan bebas gluten
dapat dibuat dari tepung tepung ubikayu termodifikasi dengan fortifikasi bayam dan wortel.

DAFTAR PUSTAKA

Abdilah, H. (2021). APTINDO pastikan harga tepung terigu stabil di tengah pandemi.
https://www.infoindonesia.id/read/2021/02/16/1877/aptindo-pastikan-harga-tepung-
terigu-stabil-di-tengah-pandemi. Akses 19 Nov. 22
Abidin, A.Z., C. Devi, dan Adeline (2013). Development of wet noodles based on cassava
flour. J. Eng. Technol. Sci. 45 (1) : 97-111.

Amalia, L., R. H.B. Setiarto, G. W. Nuraulia, and N. Mariyani (2021). Chemical


characteristics and organoleptic of gluten-free toddler biscuits from mung bean flour,
modified cassava flour and flaxseed. Food Research 5(3): 342–50.

Al-Baarri, A.N., Widayat, A M Legowo, A.A. Mawarid, A. Dewanti, N.D.J. Zain , Z.A.
Rohma, F,P. Lestari, dan W. Pangestika (2022). The Visible Characteristic of Modified
Cassava Flour-Noodle after Treatment with Mineral Salt. IOP Conference Series:
Earth and Environmental Science 1024(1).

Anonim (2022). Nilai gizi ubikayu, tapioka, mocaf, gandum dan terigu.
https://nilaigizi.com/gizi. akses 22 Oktober 2022

Ariningsih, E. (2016). Peningkatan IOP produksi ubi kayu berbasis kawasan di Provinsi
Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Analisis Kebijakan Pertanian. 14(2): 125-148

Asriani PS. 2011. Analisis daya saing ekspor ubikayu Indonesia. Agroland. 18(1):65-70.

Baga, L.M. dan Puspita, A.A.D. (2013) Analisis daya saing dan strategi pengembangan
agribisnis, Jurnal Agribisnis Indonesia. 1(1) : 9–26.

Charles, A.L., T.C. Huang, P.Y. Lai, Chen, P.P. Lee dan Y.H. Chang. 2007. Study of wheat
flour–cassava starch composite mix and the function of Cassava Mucilage in Chinese
noodles. Food Hydrocolloids 21 : 368-378. doi:10.1016/j.foodhyd.2006.04.008.

Charoenkul, N., Uttapap, D.W., Pathipanawat, W., Takeda, Y. (2011). physicochemical


characteristics of starches and flours from cassava varieties having different cooking
root texture. LWT-Food Science and Technology. 44(8): 1774–1781

Dewayani, W., Suriany, Muslimin dan, A.N. P. Islam (2022). Kajian subtitusi tepung
ubikayu dan wortel pada pembuatan mie dalam mendukung pemanfaatan pangan lokal.
Laporan hasil penelitian BPTP Sulawesi Selatan.

Dhingra D., Michael M., dan Rajput H. (2012). Dietary fibre in foods: A Review. J Food
Sci Technol. 49(3):255-266

Herawati, H., Kamsiati, E. and Sunarmani (2021) ‘Formulation of Food Ingredients (Peanut
Flour, Egg Yolks, Egg Whites, and Guar Gum) to the Characteristics of Gluten-Free
Noodles’, International Journal of Technology, 12(3):602–612.
doi.org/10.14716/ijtech.v12i3.4139.

Gallagher M.L. (2008). The nutrients and their metabolism. In: Mahan LK, Escott-Stump S.
Krause’s Food and Nutrition Therapy.12th ed. Canada: Saunders Elsevier : 47-73.

Gallagher, E., T.R. Gormley, dan E.K. Arendt (2004). Recent advances in the formulation of
gluten-free cereal-based products. Trends in food science and technology, 15 : 143-
152. doi:10.1016/j.tifs.2003.09.012.
Garcia, L.G.C., Silva, A.H.S., Cunha, P.D., Damiani, C., 2016. Preparation of Gluten-Free
Noodles Incorporated of Jabuticaba Peel Flour. Journal of Food and Nutrition Research,
Volume 4(2), pp. 82–87

Hawashi, M., Aparamarta, H., Widjaja, T., Gunawan, S. (2019). Optimization of solid state
fermentation conditions for cyanide content reduction in cassava leaves using response
surface methodology. International Journal of Technology. 10(3): 624–633

Herawati, H., Kamsiati, E., Bachtiar, M. (2019a). Effect of formulation technology on


characteristics and prices of cassava instant noodles seasoning gluten free. In: IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science. Volume 519

Herawati, H., Kamsiati, E., Bachtiar, M., (2019b). Modification of process and formulations
technology to the characteristics of hanjeli gluten free noodles. In: IOP Conference
Series: Earth and Environmental Science. Volume 519

Herawati, H., Sunarmani, (2016). Gluten-free noodle and pasta process production
technology. In: The International Food Conference 2016, Surabaya, October 20–21,
Indonesia

Ibitoye, W.O., Afolabi, M.O., Otegbayo, B.O., Akintola, A.C. (2013). Preliminary studies of
the chemical composition and sensory properties of sweet potato starch-wheat flour
blend noodles. Nigerian Food Journal. 31(2): 48–51

Indrayana, K., M.P. Sirappa, dan Ricky (2018). Diversifikasi pengolakan ubi kayu dalam
meningkatkan ketahanan pangan di Sulawesi Barat. J. Agrotan 4(1): 37-45.
Lala, F.H., B. Susilo, N. Komar (2013). Uji Karakteristik Mie Instan Berbahan-Baku Tepung
Terigu dengan Substitusi Mocaf. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. 1(2) : 11-20.

Lerner, A., P. Jeremias, dan T. Matthias (2015). The world incidence of celiac disease is
increasing: A review. ,International Journal of Recent Scentific Research 6(7) : 5491-
5496.

Liu, C. Y., R. Amani, S. Sulaiman, K. Mahmood, F. Ariffin, A. M. Nafchi (2022).


Formulation and characterization of physicochemical, functional, morphological, and
antioxidant properties of cassava-based rice analogue. Food Science and Nutrition
10(5): 1626–37.

Mahirdini, S. dan D.N. Afifah. (2016). Pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung
porang (amorphophallus oncopphyllus) terhadap kadar protein, serat pangan, lemak,
dan tingkat penerimaan biskuit. Jurnal Gizi Indonesia. 5(1) : 42-49

Marliyati, S. A., Sulaeman, A., & Rahayu, M. P. (2012). Aplikasi Serbuk Wortel Sebagai Sub
Β-Karoten Alami Pada Produk Mi Instan. Jurnal Gizi Dan Pangan. 7(2): 127–134.
https://doi.org/10.25182/jgp.2012.7.2.127- 134

Maulani, R.R. dan Hidayat, A. (2016). Characterization of the functional properties of


hydroxypropylated and cross-linked arrowroot starch in various acidic ph mediums.
International Journal of Technology. 7(1): 176–184
Misgiyarta, Suismono dan Suyanti (2009). Tepung kasava bimo kian
prospektif. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 31(4):1-4

Mojiono, Nurtama, B., Budijanto, S., (2016). Pengembangan Mi Bebas Gluten dengan
Teknologi Ekstrusi (Development of Gluten-Free Noodles using Extrusion
Technology). PANGAN, Volume 25(2) :125–136

Muhandri, T., Ahza, A.B., Syarief, R., Sutrisno. (2011). Optimization of Corn Noodle
Extrusion using Response Surface Methodology. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan,
Volume 22(2) : 97–104

Muhandri, T., (2012). Mekanisme Proses Pembuatan Mi Berbahan Baku Jagung (Mechanism
of Process Noodle from Corn). Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian, Volume 8(2):
71–79

Nasution, Z., Bakkara, T., & Manalu, M. (2006). Pemanfaatan Wortel (Daucus carrota)
dalam Pembuatan Mie Basah Serta Analisa Mutu Fisik dan Mutu Gizinya. Jurnal
Ilmiah PANNMED, 1(1): 9–13.
Nugraheni, M., T. H. W. Handayani dan A. Utama. (2015). Pengembangan Mocaf
(Modified Cassava Flour) untuk Peningkatan Diversifikasi Pangan dan Ekonomi
Pasca Erupsi Merapi. Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Inotek, 19(1) :
52-69

Nursasminto, Rudi P. (2012). Pengaruh Proporsi Penggunaan Tepung Komposit (Terigu,


Mocaf, Edamame) terhadap Sifat Fisik Kimia dan Organoleptik Mie Kering. Skripsi.
THP-FTP Universitas Brawijaya. Malang

Oboh, G. dan Elusiyan, C.A. (2007). Changes in the nutrient and antinutrient content of
microfungi fermented cassava flour produced from low- and medium cyanide variety
of cassava tuber. African Journal of Biotechnology 6 (18): 2150-2157

Pu, H., Luo, C., Zhang, H., Wei, J., Huang, J., Wang, L., Liu, S., Chen, X. (2017). Effects of
potato/wheat flours ratio on mixing properties of dough and quality of noodles. Journal
of Cereal Science, 76 : 236–242

Purwandari, U., Hidayati, D., Tamam, B., Arifin, S., (2014a). Gluten-free Noodle Made from
Gathotan (an Indonesian Fungal Fermented Cassava) Flour: Cooking Quality, Textural,
and Sensory Properties. International Food Research Journal, Volume 21(4) : 1615–
1621

Purwandari, U., Khoiri, A., Muchlis, M., Noriandhita, B., Zeni, N.F., Lisdayana, N., Fauziah,
E., (2014b). Textural, Cooking Quality, and Sensory Evaluation of Gluten-Free Noodle
Made from Breadfruit, Konjac, or Pumpkin Flour. International Food Research Journal,
Volume 21(4) : 1623–1627

Rosmeri, V. I., Monica, B. N., dan Budiyati, C. S. (2013). Pemanfaatan Tepung Umbi
Gadung (Dioscorea hispida Dennst) dan Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour)
Sebagai Bahan Substitusi dalam Pembuatan Mie Basah, Mie Kering, Dan Mie Instan.
Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 2(2): 246–256.
Richana, N. dan Suarni. (1990). Pengaruh pengemasan dan penyimpanan tepung ubikayu dan
campurannya. Laporan Hasil Penelitian Mekanisasi dan Teknologi 1989/1990. Balittan
Maros. hlm. 95–99.

Roder, M., Tornley, P., Campbell, G., & Larkin, A. B. (2014). Emissions associated with
meeting the future global wheat demand: A case study of UK production under climate
change constraints. Environmental Science & Policy, 39: 13-24.

Rosmiati,M., R. R. Maulani, A. Dwiartama. (2018). Efisiensi usaha dan nilai tambah


pengolahan ubi kayu menjadi modified cassava flour (mocaf) pada Kelompok Wanita
Tani Medal Asri, Desa Sukawangi Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang.
Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17(1) :14-20. DOI: 10.5614/sostek.itbj.2018.17.1.2

Rustandi, D. (2011). Powerful UKM: Produksi Mie. PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Solo. 124 Hal.

Sabbatini, S.B., Sanchez, H.D., Torre, M.A., Osella, C.A., (2014). Design of a Premix for
Making Gluten Free Noodles. International Journal of Nutrition and Food Sciences,
Volume 3(5) : 488–492

Santoso, S.I. , S. Susanti, H. Rizqiati, A. Setiadi, S. Nurfadillah (2018). Potensi usaha mi


bayam sebagai diversifikasi produk mi sehat. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 7 (3):
127-131. https://doi.org/10.17728/jatp.2690

Shobha, D., Vijayalakshmi, D., Puttaramnaik, K.J.E., Asha., (2015). Effect of Maize Based
Composite Flour Noodles on Functional, Sensory, Nutritional and Storage Quality.
Journal of Food Science and Technology, Volume 52(12) : 8032–8040

Saleh N. (2012). Pengendalian hama penyakit terpadu pada ubikayu. Iptek Pertanian Seri 1.
Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sandstorm, V., Saikku, L., Antikainen, R., Sokka, L., dan Kauppi, P.( 2014). Changing
impact of import and export on agricultural land use: The case of Finland
1961–2007. Agriculture, Ecosystems & Environment,, 188 : 163-168.

Santoso. S.I. , S.Susanti2, H.i Rizqiati2 , A. Setiadi1 , S. Nurfadillah. (2018). Potensi Usaha
Mi Bayam sebagai Diversifikasi Produk Mi Sehat. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 7
(3) 2018 : 127-131. ©Indonesian Food Technologists
https://doi.org/10.17728/jatp.2690

Sehat Indonesia. (2012). Seputar alergi.: Sehat Indonesia :http://www.sehatindonesia.com

Suarni dan N. Richana. (1993). Teknologi pembuatan tepung tape ubikayu sebagai bahan
makanan. Hasil Penelitian Pascapanen dan Mekanisasi Tahun XII-1992/1993. Balai
Penelitian Tanaman Pangan Maros. hlm. 98-102.

Suarni dan B. Prastowo. (1994). Pengaruh jenis kemasan terhadap perubahan sifat fisiko-
kimia tepung tape ubikayu selama penyimpanan. Agrimek. Penelitian Teknik Pertanian.
6 (1): 56- 62.
Suarni dan Yuniarti. (2005). Perbaikan mutu nutrisi kerupuk berbasis tepung ubikayu dengan
tepung kacang tunggak. Prosiding seminar nasional dukungan inovasi teknologi dalam
akselerasi pengembangan agribisnis industrial pedesaan, Malang, 13 Dec 2005. hal
399-403.

Subagio, A. (2006). Ubi Kayu Substitusi berbagai Tepung-tepungan. Food Review 1(3): 18-
22.

Sukoco, D.H. dan A. Bahar. (2013). Pengaruh Subtitusi Tepung Mocaf (Modified Cassava
Flour) dan Penambahan Puree Wortel (Daucus Carota L) terhadap Sifat Organoleptik
Mie Telur E- Journal Boga. 02(3) : 25-33

Susanti, S. et al. 2021. “Antioxidant Status, Nutrition Facts, and Sensory of Spinach Extract
Fortified Wet Noodles.” Food Research 5(6): 266–73.

Wahyuni, P., N. K. Sumarni, Prismawiryanti, dan J. Hardi. (2020). Retensi Ekstrak Karoten
pada Olahan Mie Wortel (Daucus carrota L.). KOVALEN: Jurnal Riset Kimia, 6(2),
2020: 99-105

Widowati, S. (2011). Diversifikasi Konsumsi Pangan Berbasis Ubi Jalar. PANGAN, 20(1) :
49-61.

WINA (2019). Global demand for instant noodles. World Instant Noodles Association.
https:// instantnoodles.org/en/noodles/market.html (diakses 9 Juni 2019)

Utomo, I.P. (2015). Analisis faktor-faktor yang memengaruhi impor gandum indonesia dari
australia tahun 1980-2013. Economics Development Analysis Journal 4(2):264-272

Yulifanti R., E. Ginting, dan J. S. Utomo. (2012). Tepung Kasava Modifikasi sebagai
Bahan Subsitusi Terigu Mendukung Diversifikasi Pangan. Buletin Palawija, 23 : 1-12

Anda mungkin juga menyukai