Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU BAHAN PANGAN

PERCOBAAN I
SEREALIA DAN KACANG KACANGAN

DI SUSUN OLEH :
NAMA : ANA BELINDA SANDY
NIM : P21119050
KELOMPOK : 6 (ENAM)
ASISTEN : IJAN SAPUTRA

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS TADULAKO
2020
A

BAB 1
SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kacang-kacangan merupakan sumber protein nabati yang penting dalam upaya perbaikan
gizi. Hal itu disebabkan oleh kandungan protein cukup tinggi, pengadaannya mudah dan relatif
murah harganya dibandingkan dengan sumber protein hewani (daging dan susu). Oleh karena itu
pengembangan kacang-kacangan sangat sesuai terutama dalam mendukung program diversifikasi
pangan yang sekaligus menyediakan sumber pangan bergizi tinggi.

Di Asia, kira-kira 90% kebutuhan kalori dan 80% kebutuhan protein dalam makanan
penduduknya dipenuhi dari tanaman, sedangkan di negara berkembang sebesar 70% kalori dan
40% protein (Wijeratne dan Nelson, 1986). Hal tersebut menunjukkan bahwa di kawasan Asia
peranan sumber protein nabati sangat penting. Komoditas kacang-kacangan menjadi semakin
penting karena merupakan sumber protein yang sangat potensial. Salah satu jenis
kacangkacangan yang cukup potensial untukdikembangkan adalah kacang tunggak.

Peningkatan pemanfaatan kacang tunggak dapat dilakukan melalui pe ngembangan cara


tradisionalmaupunpengembangan bahan panganbaru atau modifikasi. Pengolahan secara
tradisional dapat melaluifermentasi antara lain tempe, tauco dan kecap, serta tanpa fermentasi
antara lain kecambah, tahu, susu, campuran pada sayur dan beberapa makanan tradisional lain
(lepet ketan, bubur, peyek dan lauk-pauk). Pengembangan bahan pangan baru dapat melalui
pengolahan pati dan tepung kacang tunggak yang selanjutnya diolah sebagai bahan substitusi
pada pembuatan berbagai macam kue.

1.2 TUJUAN
Mengetahui sifat struktur serealia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beras
Tanaman padi merupakan jenis serealia sumber karbohidrat utama di Indonesia, makanan
pokok untuk sebagian besar penduduk yang berjumlah 25,1 juta jiwa dengan tingkat
konsumsi beras cukup tinggi 139 kg per kapita (BPS 2011). Beberapa tahun terakhir
peningkatan produksi padi mengalami stagnasi, bahkan cenderung terjadi penurunan. Dalam
kurun waktu 2010-2015 tingkat pertumbuhan produksi padi hanya mencapai kurang dari 3%
lebih rendah dibanding kurung waktu lima tahun sebelumnya (Ditjen Tanaman Pangan
2013). Produktivitas padi secara nasional pada tahun 2010 mencapai 5,01 t/ha sedikit
mengalami penurunan menjadi 4,94 t/ha pada tahun 2011 (BPS 2011). Kondisi demikian
menyebabkan Indonesia mengimpor beras sebesar 2 juta ton untuk mengisi stok pangan
nasional. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi kekurangan
persediaan pangan nasional, salah satu di antaranya adalah menggalakkan program
diversifikasi pangan yaitu melalui pemanfaatan sumber karbohirat dari tanaman lain sebagai
substitsi beras atau bentuk tepung pengganti terigu. Implementasi program tersebut
diharapkan dapat mengurangi tingkat konsumsi beras 1,5% per tahun (Arifin 2011).
Seringnya mengimpor beras untuk mengatasi kekurangan pangan domestik menjadi
penyebab program diversifikasi kurang berhasil (Widowati 2009).

Kemandirian dan kedaulatan pangan mensyaratkan ketahanan yang meliputi dimensi


ketersediaan, aksessibilitas, stabilitas harga dan utilisasi (keamanan pangan). Ketersediaan
pangan akan terganggu oleh perubahan iklim, artinya bahwa dengan terjadinya anomali
iklim yang ekstrim berakibat kekeringan atau kebanjiran akan mengancam ketersediaan
pangan dan diperkirakan 25,1 juta jiwa penduduk Indonesia sangat rawan pangan (Arifin
2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa tanaman serealia selain padi
yang memiliki potensi cukup besar untuk dijadikan sumber karbohidrat/pangan dengan nilai
gizi yang tidak kalah dengan beras bahkan terdapat zat gizi tertentu yang lebih tinggi
dibandingkan beras. Pemulia tanaman ke depan tertantang untuk merakit tanaman sereralia
selain padi sebagai sumber karbohidrat dan nutrisi lainnya untuk mendukung kemandirian
pangan yang aman dan berkelanjutan. Upaya ini bertitik tolak pada implementasi UU No.
41/2009 tentang kedaulatan pangan: hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat
menentukan kebijakan pangannya yang menjamin hak atas pangan bagi rakyatnya, serta
memberikan hak bagi mayarakatnya untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan
potensi sumberdaya lokal (Arifin 2011).

2.2 Kacang Tanah


Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia memiliki potensi pangan lokal
dari berbagai jenis kacang-kacangan yang berpotensi untuk menambah zat gizi dalam diet
atau menu sehari-hari. Kacang-kacangan merupakan salah satu bahan makanan sumber
protein dengan nilai gizi yang tinggi (20 – 25 g/100 g), vitamin B (thiamin, riboflavin,
niacin, asam folat), mineral (Ca, Fe, P, K, Zn, Mg, danlain-lain), dan serat. (Dostalova,
2009). Kacangkacangan juga memiliki keunggulan dari segi harga yang murah, memiliki
kandungan lemak yang umumnya baik untuk kesehatan, dan mengandung berbagai mineral
yang cukup banyak (Koswara, 2013).

Pada saat ini jenis kacang yang mendominasi pasar adalah kacang kedelai, yang sebagian
besar masih impor. Kacangkacangan lokal Indonesia seperti kacang hijau, kacang merah,
kacang kecipir, kacang tunggak, kacang jogo, kacang komak dan koro-koroan justru masih
belum banyak tergali penggunaan dan pemanfaatannya. Menurut Koswara (2013)
Sebenarnya telah banyak usaha yang dilakukan untuk mengangkat kacang-kacangan lokal
Indonesia, Tetapi hasilnya masih belum merakyat, apalagi untuk dapat disejajarkan dengan
kedelai. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha pemanfaatan kacang-kacangan local dalam
bentuk sumber pangan lainnya seperti sebagai alternative sumber protein nabati yang murah
dan dapat terjangkau oleh masyarakat Indonesia.

Kacang-kacangan lokal Indonesia dapat dimanfaatkan menjadi produk pangan darurat


(Emergency Food Product, EFP) merupakan pangan yang diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan konsumsi harian energi dan gizi apabila terjadi keadaan darurat (IOM, 1995).
Keadaan darurat yang dimaksudkan adalah banjir, longsor, gempa bumi, musim kelaparan,
kebakaran, peperangan, dan kejadian lain yang mengakibatkan manusia tidak dapat hidup
secara normal (USAID, 2001). EFP didesain untuk memiliki kandungan energi sebanyak
2100 kkal yang terdiri dari 35 - 45 persen lemak, 10 - 15 persen protein dan 40 - 50 persen
karbohidrat (Zoumas, dkk., 2002).

Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) di Indonesia merupakan komoditas pertanian


terpenting setelah kedelai yang memiliki peran strategis pangan nasional sebagai sumber
protein dan minyak nabati. Marzuki (2009) menyatakan bahwa kacang tanah mengandung
lemak 40-50%, protein 27%, karbohidrat 18%, dan vitamin. Kacang tanah dimanfaatkan
sebagai bahan pangan konsumsi langsung atau campuran makanan seperti roti, bumbu
dapur, bahan baku industri, dan pakan ternak, sehingga kebutuhan kacang tanah terus
meningkat setiap tahunnya sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk (Balitkabi 2008).

Produktivitas rata-rata kacang tanah nasional dari tahun 2008 hingga 2012 mengalami
sedikit peningkatan. Data BPS (Badan Pusat Statistik) menyebutkan bahwa produktivitas
kacang tanah pada tahun 2008 sekitar 1.21 ton/ha, pada tahun 2012 terjadi peningkatan
menjadi 1.26 ton/ha. Produktivitas kacang tanah di Indonesia tergolong rendah, jika
dibandingkan dengan negara USA, Cina, dan Argentina yang sudah mencapai lebih dari 2
ton/ha. Peningkatan produktivitas kacang tanah di Indonesia tidak diikuti dengan
peningkatan produksi kacang tanah, produksi kacang tanah nasional masih tergolong rendah,
bahkan dari tahun 2008 hingga 2012 terus mengalami penurunan. Tahun 2008 produksi
kacang tanah sekitar 770 054 ton, dan tahun 2012 sekitar 709 063 ton. Kemampuan produksi
rata-rata hanya sekitar 1 ton/ha biji kering. Salah satu penyebab produktivitas kacang tanah
yang masih rendah karena proses pengisian polong kacang tanah belum maksimal, masih
banyak ditemukan polong yang hanya terisi setengah penuh bahkan cipo (Kasno 2005).
Hasil polong kacang tanah di tentukan oleh fotosintat yang di akumulasi ke dalam kulit dan
biji kacang tanah (Kadekoh 2007). Bahan kering untuk pengisian biji pada kacang tanah
diduga lebih banyak diperoleh dari fotosintesis selama pengisian biji (Purnamawati et al.
2010).
Permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan produksi kacang tanah nasional
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: a) Penerapan teknologi belum dilakukan dengan
baik, sehingga produktivitas belum optimal misalnya, pengolahan lahan kurang optimal
sehingga drainase buruk dan struktur tanah padat, pemeliharaan tanaman kurang optimal
sehingga serangan OPT tinggi b) Penggunaan benih bermutu masih rendah, c) Penggunaan
pupuk hayati dan organik masih rendah (Dirjen Tanaman Pangan 2012). Rendahnya hasil
kacang tanah juga dipengaruhi jumlah bulan basah kurang dari tiga bulan sehingga tanaman
mengalami kekeringan. Penurunan hasil kacang tanah akibat kekeringan berkisar atara 22-
96% tergantung pada fase pertumbuhan saat kekeringan terjadi (Harsono 2007).

Golongan kacang-kacangan mempunyai komposisi kimia yang berbeda ter gantung jenis,
sifat genetis masing-masing varietas dan lingkungan tumbuhnya (cara budidaya) serta
tingkat kemasakan biji. Protein merupakan komponen yang terpenting pada golongan
kacang-ka cangan. Kandungan protein kacang tunggak 18,3-35% (Chavan et al., 1989).
Berdasarkan lokasi akumulasinya, granula protein sebagian besar terletak pada embrio dan
kotiledon, sedangkan pada kulit biji terdapat dalam jumlah kecil. Senyawa yang penting dari
protein kacang tunggak adalah kandungan asam amino lisin, asam aspartat dan glutamat.
Lisin merupakan asam amino esensial yang sangat diperlukan untuk mencukupi kebutuhan
standar tubuh manusia dan bersifat komplementer dengan golongan serealia.

Karbohidrat merupakan komponen terbanyak yang terdapat pada kacang tunggak dengan
penyusun utamanya berupa pati. Pati sebagian besar terakumulasi pada kotiledon, berbentuk
granula dan terletak pada matrik protein. Karbohidrat kacang tunggak sebesar 56-68%
(Chavan et al., 1989)

Kacang-kacangan merupakan salah satu bahan makanan sumber protein dengan nilai gizi
yang tinggi (20 – 25 g/100 g), vitamin B (thiamin, riboflavin, niacin, asam folat), mineral
(Ca,
Fe, P, K, Zn, Mg, dan lain-lain), dan serat. (J.Dostalova, 2009). Nilai dan mutu gizi kacang
kacangnya menjadi lebih baik setelah dikecambahkan. Selama pengecambahan komponen
antigizi (tripsin inhibitor, asam pitat, pentosan, tannin) menurun dan setelah pengecambahan
terbentuk komponen fitokimia (glokosinolates, antioksidan alami yang berperan untuk
kesehatan. (M. Marto, 2010).
Proses perkecambahan kacang-kacangan yang menghasilkan kecambah (sprouts), yang
kemudian ditepungkan, ternyata dapat menghilangkan berbagai senyawa anti gizi di
dalamnya, dapat mempertahankan mutu proteinnya dan mengandung vitamin C yang cukup
tinggi (Koswara). Selain kacang-kacangan, serealia seperti beras dan jagung sangat
berpotensi untuk dikecambahkan sehingga dapat meningkatkan nilai gizi, seperti gama
amino butyric acid yang terbentuk selama perkecambahan beras. Dengan demikian selain
dapat meningkatkan mutu gizi, pengecambahan juga mampu meningkatkan komponen
fungsional. Kecambah dapat dimanfaatkan dalam bentuk segar maupun olahan seperti
ditepungkan. Penelitian Aminah dan Nurhidajah (2010) menunjukkan bahwa karakteristik
organoleptik tepung kecambah yang dibuat langsung dari kecambah yang langsung
dikeringkan kurang dapat diterima. Perlakuan blanching sebelum pengeringan kecambah
perlu di coba untuk mendapatkan karakteristik tepung kecambah yang lebih baik.

2.3. Kacang hijau


Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan sumber protein nabati. Kandungan
protein kacang hijau sebesar 22% menempati urutan ketiga setelah kedelai dan kacang tanah
(Purwono dan Hartono, 2005). Kacang hijau berumur genjah (55-65 hari), tahan kekeringan,
variasi jenis penyakit relatif sedikit, dapat ditanam pada lahan kurang subur dan harga jual
relatif tinggi serta stabil. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2015), produksi kacang
hijau di Indonesia mengalami penurunan dari 341.342 ton tahun-1 menjadi 271.463 ton
tahun-1 (tahun 2011 dibanding 2015). Berbagai faktor menyebabkan penurunan produksi
kacang hijau, antara lain kesuburan tanah rendah, alih fungsi lahan, faktor iklim tidak
mendukung, dan praktik budidaya tidak tepat. Upaya peningkatan produktivitas kacang hijau
dapat dilakukan dengan memperbaiki efisiensi pemupukan dan jumlah tanaman per lubang
tanam. Pupuk organik mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah. Pupuk organik dapat menggemburkan tanah, memacu aktivitas
mikroorganisme tanah dan membantu pengangkutan unsur hara ke dalam akar tanaman,
meskipun ketersediaan unsur hara essensial (makro dan mikro) relatif lebih rendah daripada
pupuk anorganik (Suwahyono, 2011). Sumber pupuk organik antara lain pupuk kandang,
pupuk hijau, dan kompos. Penggunaan pupuk kandang berupa kotoran (ayam dan sapi) dapat
meningkatkan kandungan P tersedia dalam tanah sebesar 65,7% (Hossain et al., 2016).
Unsur P menjadi penting bagi kacang hijau karena kemampuannya bersimbiosis dengan
Rhizobium untuk mengubah N bebas dari udara menjadi N tersedia bagi tanaman.

Ahmad et al., (2004) menyatakan kerapatan tanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan


dan hasil biji. Jumlah tanaman per lubang dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan faktor lingkungan bagi tanaman. Kompetisi intraspesifik tanaman dapat terjadi
akibat populasi tinggi karena jarak tanam rapat (Jahan dan Hamid, 2004). Penelitian
bertujuan untuk menentukan dosis pupuk organik dan jumlah tanaman per lubang optimal
bagi pertumbuhan dan hasil kacang hijau. penyiangan, penanggulangan hama serta panen.
Pengamatan pertumbuhan vegetatif melalui pengukuran tinggi tanaman, berat kering
brangkasan melalui pengovenan selama 2x24 jam pada suhu 70 oC. Pengamatan generatif
melalui waktu muncul bunga, jumlah polong, berat 100 biji, jumlah dan berat biji per
tanaman.

Kacang-kacangan merupakan salah satu sumber protein nabati yang baik untuk dikonsumsi.
Salah satu dari jenis kacang-kacangan tersebut adalah kacang hijau. Kacang hijau memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 22,9% dan merupakan sumber mineral
yang penting antara lain kalsium dan fosfor. Kacang hijau memiliki kandungan gizi yang
lumayan tinggi dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya (Purwanti, 2008).

2.4. Kacang Tolo


Kacang tolo adalah salah satu jenis kacang-kacangan yang sudah dikenal oleh masyarakat.
Kandungan protein kacang tolo berkisar antara 18,3 – 25,53% yang berpotensi sebagai
bahan pangan protein nabati, energi 342 (kkal), lemak 1,4 g, karbohidrat 61,6 g, kalsium 77
mg, dan fosfor 449 mg. Keunggulan kacang tolo adalah kadar lemaknya lebih rendah
sehingga dapat meminimalisasi efek penggunaan produk pangan berlemak (Rosida, 2013).
juga disebut kacang tunggak yang hanya dimanfaatkan dalam bentuk biji tua, karena kulit
polongnya keras. Hasil penelitian Ratnaningsih, dkk (2008), menunjukkan bahwa kacang tolo dapat
digunakan sebagai bahan pembuatan tempe, dengan kadar karbohidrat dan protein lebih tinggi
daripada tempe kedelai, sebesar 41,27% dan 44,30%, serta rasa lebih gurih dibandingkan berbahan
baku kedelai. Supaya masyarakat dapat mengenal pemanfaatan kacang tolo secara beragam, maka
perlu dikembangkan cara pengolahannya sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal, salah
satunya sebagai bahan dalam pembuatan es krim.

Kacang tolo (Vigna unguiculata (L) Walp.) banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di Jawa Tengah
khuusnya Daerah Istimewa Jogyakarta sebagai bahan campuran gudek. Kacang ini sering juga
disebut kacang tunggak yang hanya dimanfaatkan dalam bentuk biji tua, karena kulit polongnya
keras.

Berdasarkan hasil penelitian Carvalho (2012) pada 30 genotipe cowpea tentang kandungan gizinya,
ternyata kisaran gizi yang terdapat pada cowpea sangat beragam yaitu kandungan proteinnya
antara 20-27,8 %, karbohidratnya antara 33-51%, Seratnya antara 19-36 %. Jadi jika kacang tolo
dapat dikembangkan dengan pemuliaan konvensional, maka kandungan gizinya dapat ditingkatkan
pula guna diversifikasi kedele. Karena berdasarkan Anonim (2010) bahwa kandungan protein
kacang tunggak di Indonesia adalah 22,9%, sedangkan jenis di Afrika berdasarkan Rachie dan
Robert (2012)kisaran yang dijumpai di lapangan bahwa kandungan proteinnya 23- 27%. Kandungan
protein yang cukup tinggi ini ternyata dapat mengambil bagian didalam perbaikan gizi masyarakat,
terutama kebutuhan protein nabati. Berbagai penyakit yang disebabkan oleh jamur, dilapangan
banyak menyerang tanaman kacang. Penyakit ini mudah menyerang tanah yang kondisi fisiknya
kurang baik, dan suhu udaranya tinggi. Walaupun demikian, rata-rata hasil nasional kacang tunggak
masih rendah, yakni ± 1 t/ha, sedangkan di Afrikai seperti Ghana hasilnya rata-ratanya 3,3 t/ha
(Agble, 1971). Apalagi di Indonesia dengan kondisinya lembab, dengan temperatur relatif agak
tinggi, sebagai media yang sangat baik untuk perkembangan penyakit pada kacanmg tolo,
walaupun tidak sampai mematoikan seperti pada tanaman lain, minimal dapat mengurangi hasil.
BAB III
METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada pukul 08.00 a.m, tanggal 22 Desember 2020 Via Zoom
3.2. Alat dan Bahan
Alat : Mikrometer, timbangan, gelas ukur, jangka sorong dan cawan petri, beaker
gelas, pemanas air, termometer
Bahan : Beras, kacang tanah, kacang tolo, kacang hijau
3.3. Prosedur kerja
Catat warna tiap-tiap bahan dan gambar bentuknya secara utuh, lalu ukur panjang, lebar, dan
tebal masing-masing bahan, timbang sebanyak 100 butir bahan dan nyatakan berat bahan
dalam gr/100 butir
BAB IV
HASIL DAN PENGAMATAN
4.1 Hasil Pengamatan
a. Pengamatan Struktur dan Sifat Fisik
1. Beras
Warna dan Bentuk Ukuran Berat
Putih dan ramping P(6,61 mm) Berat 100 butir : 5 gr
  L(2,3 cm) butir utuh : 2 gr
  T(2,3) butir patah : 1 gr
Panjang sebelum
  di- butir asing : 1 gr
  masak (6,61 mm)  
  Panjang setelah di-  
  masak (6,71 mm)  

2. Kacang Tanah
Warna dan
Warna dan Bentuk Warna dan Bentuk
Bentuk
Coklat dan bulat,
P(12,8) Berat 100 butir : 39 gr
bul-
berat kotoran :0,005
at lonjong, dll. L(7,025)
gr
berat kerusakan :
  T(7,025)
0,351 gr

3. Kacang Tolo
Warna dan Bentuk Warna dan Bentuk Warna dan Bentuk
Coklat dan bulat, Berat 100 butir : 73,616
bul- P(7,3) gr
at lonjong, dll. L(3,014) berat kotoran : 0,91 g
  T(5,014) berat kerusakan : 5,230 g

4. Kacang Hijau
Warna dan
Warna dan Bentuk Warna dan Bentuk
Bentuk
hijau dan bulat P(6,1) Berat 100 butir : 5,9 gr
  L(4,024) berat kotoran : 0,096 gr
berat kerusakan : 4,736
  T(4,024)
gr

b. Pengamat ,Mutu
1. % Kotoran
N
o Nama Smpel % Kotoran
1 Beras 1 gr
2 Kacang Tanah 0,005 g
3 kacang Tolo 0,901
4 kacang Hijau 0,096

2. % Kerusakan
N
o Nama Smpel % Kerusakan
1 Beras 1 gr
2 Kacang Tanah 0,351 g
3 kacang Tolo 5,230 g
4 kacang Hijau 4,736 g

3. Densitas Kambah
N
o Nama Smpel Densitas Kambah
1 Beras  
2 Kacang Tanah 61,0 g/ml
3 kacang Tolo 73,616 g/mg
4 kacang Hijau 0,866 g/ml

4. Daya Serap Air


N
o Nama Sampel Daya Serap Air
1 Beras  
     
Berat awal (2,015) setelah
2 kacang tanah di
    masak (2,498)
berat awal (2,032) setelah
3 Kacang tolo di
    masak (5,230)
berat awal (2,039) setelah
4 kacang hijau di
    masak (3,181)

5. Rasio Pengembangan
N
o Nama Sampel Rasio pengembangan
1 Beras  
     
2 kacang tanah setelah dimasak 12,6 mm,
    sebelum dimasak 5,25 mm
setelah dimasak 10,25
3 Kacang tolo mm,
    sebelum dimasak 6,1
4 kacang hijau setelah dimasak 5,25 mm
    sebelum dimasak 7,3
BAB V
KESIMPULAN DAN ARAN
5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang bisa didapat dari praktikum kali ini adalah :

1. Serealia merupakan sejenis tanaman pangan berupa perdu yang ditanam di sawah atau
ladang dengan bentuk rumput-rumputan sedangkan  Kacang-kacangan sejenis tanaman
pangan berupa perdu yang ditanam di sawah atau ladang dengan bentuk polong-polongan.
2. Sampel yang paling berat dari semua bahan yang kami ukur dalam praktikum ini yaitu
kacang tolo sebesar 73,616 gram sebanyak 100 butir

5.2. Saran
Saran saya pada paraktikum kali ini adalah kurang efisiennya praktikum kali ini dikarenakan
dilaksanakan melalui via zoom yang dimana materinya kurang masuk pada praktikan.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Tiga Serangkai. Solo
Antarlina,S.S, Rahmianna,AA, Sudaryono, Sudarsono, Tastra. 2001 Utilization of soybean
sprout flour as raw material in weaning food processing. Balai Penelitian Tanaman
Kacang-kangan dan Umbiumbian, Malang (Indonesia).
Apriyantono, A., Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedarnawati, Slamet Budiyanto. 1992.
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB. Bogor
Gasol, 2007. Beras Kecambah. http:// gasolpertanianorganik.com
Kayahara,H. Beras Kecambah, Shinshu University di Nagano, Japan
Koswara, Kacang-Kacangan Sumber Serat yang Sangat Tinggi. E-Book Pangan
Pangestuti, Andarwulan, N.; Koswara, S. Potensi kecambah kedelai sebagai sumber protein,
asam folat, dan asam lemak tidak jenuh dalam produk sarapan bergizi untuk anak
PDII-LIPI (Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia) diakses pada tanggal 20 September 2010 http://garuda.dikti.go.id/jurnal
Rahayu, P.W. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan
dan Gizi FTP IPB Bogor
Sutrisno Koswara www.Ebookpangan.com
LEMBAR ASISTENSI

NAMA : ANA BELINDA SANDY


NIM : P21119050
KELOMPOK : 6
ASISTEN : IJAN SAPUTRA

No Hari/Tanggal Koreksi Paraf


       
       
       
       
       
       
       
       
       
       
       
       
       
       
       
       
       
       
       
     
       

Anda mungkin juga menyukai