Anda di halaman 1dari 2

1.

1 latar belakang
Dua krisis besar yang sedang melanda dunia saai ini adalah
krisis pangan dan krisis energi. Krisis energi dipicu oleh kian
menipisnya energi yang berasal dari bahan bakar fosil, sedangkan
krisis pangan dipicu oleh fenomena pemanasan global dan tidak
meratanya distribusi pangan. Kebutuhan pangan merupakan
penggerak esensial roda perekonomian masyarakat dunia sehingga
ketika isu perubahan iklim mencuat, hal tersebut tidak ayal
memunculkan kekhawatiran tersendiri pada persoalan ketahanan
pangan.
Untuk menghadapi krisis tersebut dibutuhkan komoditi alternatif
untuk diversifikasi bahan pangan maupun. Indonesia memiliki potensi
pangan lokal yang luar biasa besar akan tetapi walaupun stok pangan
banyak tersedia, potensi tersebut belum termanfaatkan dengan baik.
Indonesia masih banyak melakukan impor untuk bahan-bahan
makanan pokok, padahal impor tersebut seharusnya dapat ditekan,
bahkan ditiadakan dengan cara lebih mengoptimalkan potensi sumber
pangan lokal yang ada di Indoensia. Ini dapat digolongkan sebagai
salah satu faktor utama yang menyebabkan kegiatan dalam ketahanan
pangan menjadi tidak maksimal. Fenomena tersebut kemudian
berdampak pada tidak stabilnya ketahanan pangan negara Indonesia.
Ubi kayu, jagung, sagu, kelapa sawit, jarak pagar, sebenarnya sangat
potensial digunakan untuk diversifikasi pangan. Akan tetapi, masalah
yang saat ini ada adalah perhatian pemerintah dan masyarakat
terhadap pengembangan potensi pangan lokal masih sangatlah
kurang, seringkali sudah muncul tetapi lebih banyak dalam seminar
dan lokakarya serta pernyataan-pernyataan yang menjanjikan tetapi
tidak berlanjut dalam implementasi. Hal ini mungkin disebabkan baik
pemerintah maupun masyarakat dalam berbagai profesi belum terlalu
menyadari bagaimana pentingnya pengembangan potensi pangan
lokal untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional untuk
kedepannya.
Sukun atau Artocarpus altilis (Park.) Fosberg merupakan jenis
tanaman serbaguna yang mempunyai nilai ekonomis karena
menghasilkan buah dengan kandungan gizi yang tinggi. Jenis ini
potensial untuk dikembangkan sebagai komoditas penghasil bahan
pangan lokal bagi masyarakat. Buah sukun dapat diolah menjadi
bermacam-macam menu makanan, sehingga dapat menunjang
ketahanan pangan dan
program diversifikasi pangan yang senantiasa digalakan oleh
pemerintah (Departemen Pertanian, 2003; Widowati, 2003; Kartono,
2004). Berkurangnya pasokan bahan makanan pokok dan mahalnya
harga bahan-bahan pokok, menjadikan buah sukun sebagai salah satu
sumber pangan alternatif yang sangat berguna (Kedaulatan Rakyat,
2008).
Sukun memiliki kandungan gizi yang baik, terutama sebagai
sumber karhohidrat (302 kalori per 100 g), sukun sangat potensiai
untuk diversifikasi pangan. Hal ini ditunjang dengan ketahanan
tanaman sukun terhadap hama dan penyebaran tanaman sukun yang
merata di seluruh Indonesia. Tepung sukun mengandung 84%
karbohidrat, 9,9% air, 2,8% abu, 3,6% protein dan 0,4 % lemak (BB
Pasca Panen, 2009). Di Indonesia sebenarnya sukun sudah lama
menjadi salah satu bahan makanan, tetapi hanya sebatas bahan
pangan sekunder, seperri keripik sukun, sukun goreng, tape sukun,
sukun rebus, pastel sukun, dan lain-lain. Padahal sukun menyimpan
keunggulan untuk dijadikan sebagai salah satu altemalif bahan
makanan pokok. Pemanfaatan buah sukun yang masih terbatas ini
disebabkan kurangnya informasi mengenai komoditi sukun serta cara
dan peralatan pengolahan pasca panen.

Di Indonesia tanaman sukun banyak berkembang di sebagian


besar daerah kepulauan. Hal ini disebabkan karena kondisi daerah
kepulauan mendukung untuk budidaya tanaman sukun. Sukun juga
sangat cocok dengan agroekosistem yang banyak mendapat sinar
matahari basah dan dapat berkembang pada ketinggian sampai sekitar
700 m di atas permukaan laut. Tanaman sukun bahkan tetap dapat
berkembang meskipun curah hujan relatif kurang (Edison, 2009;
Supriati, 2010). Pohon sukun mulai berbuah setelah berumur lima
sampai tujuh tahun dan akan terus berbunga hingga umur 50 tahun
dengan produktivitas cukup tinggi. Dalam satu tahun akan diperoleh
buah sukun sebanyak 400 buah pada umur 5 sampai 6 tahun, dan 700-
800 buah per tahun pada umur 8 tahun (Solikhah, 2013). Dengan
tingginya kandungan gizi dalam sukun dan Penyebaran tanaman
sukun di Indonesia yang sangat luas, yang tersebar mulai dari Aceh
sampai Papua. Hal tersebut merupakan potensi yang sangat besar
untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan makan pokok alternatif
(Widowati 2003).

1.2 Tujuan
Tujuan dari sosialisasi pada guru guru PAUD Al-Furqon Jember ini
adalah sebagai berikut.
Untuk memperkenalkan definisi dan ruang lingkup pangan lokal.
Untuk memperkenalkan potensi sukun sebagai pangan lokal.
Untuk memperkenalkan definisi ketahanan pangan.
Untuk memperkenalkan definisi diversifikasi pangan.
Untuk meningkatkan konsumsi pangan lokal.

1.3 Manfaat
Manfaat dari sosialisasi pada guru guru PAUD Al-Furqon
Jemberini adalah sebagai berikut.
Dapat mengetahui definisi dan ruang lingkup pangan lokal.
Dapat mengetahui potensi sukun sebagai pangan lokal
Dapat mengetahui definisi ketahanan pangan.
Dapat mengetahui definisi diversifikasi pangan.
Dapat lebih menyukai pangan lokal.

Anda mungkin juga menyukai