Anda di halaman 1dari 9

Pemanfaatan Teknologi Ozon untuk memperpanjang masa

simpan beras guna mencapai swasembada beras

Sub tema : Pangan

Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi

CHEMICAL ENGINEERING ESSAY COMPETITION 2022

Disusun oleh :
Yeni Sulistyorini (5213420020)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SEMARANG
2022
Pemanfaatan Teknologi Ozon untuk memperpanjang masa simpan beras
guna mencapai swasembada beras 2030

Komoditas tanaman pangan utama yang dikonsumsi masyarakat


Indonesia adalah beras. Beras merupakan komoditi yang sangat penting karena
lebih dari 90 persen masyarakat Indonesia menjadikan beras sebagai makanan
pokok (Hasan, 2014). Di Indonesia sudah menjadi hal lumrah ketika
mengkonsumsi berbagai jenis makanan ada tambahan nasi di sampingnya. Tak
Jarang , yang dianggap abnormal sekarang menjadi normal seperti kebiasaan
makan siomai dengan nasi, batagor dengan nasi , rujak dengan nasi , topokki
dengan nasi, mie instan dengan nasi dan masih banyak lagi. Kebanyakan dari
mereka mengatakan jika belum makan nasi, berarti belum makan. Hal ini
menjadi bukti bahwa beras adalah kebutuhan pokok yang keberadaannya tidak
bisa digantikan dengan bahan pangan lain, meskipun dengan bahan pangan
yang memiliki kandungan yang sama. Menurut data Badan Pusat Statistik
(BPS) pada tahun 2018 rata-rata konsumsi beras penduduk Indonesia mencapai
111,58 kg per kapita per tahun bahkan hampir dua kali lipat dari konsumsi beras
dunia yang hanya 60 kg per kapita per tahun , hal ini menempatkan Indonesia
sebagai negara dengan konsumsi beras tertinggi di Asia bahkan dunia.
Meningkatnya jumlah penduduk yang di sertai dengan peningkatan pendidikan
dan taraf penghasilan, menyebabkan kebutuhan beras terus meningkat, baik
jumlah maupun mutunya. Oleh karena itu ketersediaan beras sebagai bahan
pangan pokok , harus selalu diutamakan dan dioptimalkan produksinya
dibandingkan bahan pangan lainnya. Hal ini menyebabkan komoditas beras
memiliki nilai yang sangat strategis, selain karena menguasai hajat hidup orang
banyak, juga dapat dijadikan parameter stabilitas ekonomi dan sosial negara.
Apabila terjadi kelangkaaan atau tidak terpenuhinya kebutuhan beras pada
masyarakat, akan berdampak pada inflasi dan gejolak social (Rohman &
Maharani, 2017).
Di Indonesia sendiri Ketika ketersediaan beras melimpah harganya akan
turun dan dan ketika ketersediaan beras tidak optimal harga beras akan
menjulang tinggi. Sehingga ketika harga beras menjulang masyarakat rela
membeli beras dengan kualitas rendah karena memiliki harga yang lebih murah.
Oleh karenanya perlu adanya solusi bagaimana agar ketika produksi beras
melimpah beras bisa disimpan dalam gudang dan tidak akan mengubah kualitas
meskipun penyimpanan dalam jangka panjang. Sehingga ketika terjadi
kelangkaan beras, pemerintah masih memiliki stok beras yang memiliki kualitas
bagus.

Ketersediaan beras sendiri sangat bergantung pada sektor pertanian yang


secara langsung merawat dan memproduksi beras dari benih hingga panen.
Pertanian mempunyai peranan penting, salah satunya adalah sebagai penyedia
kebutuhan pangan yang sangat diperlukan oleh masyarakat untuk menjamin
ketahanan pangan (Sari & Zuber, 2020). Upaya dalam mengoptimalkan
ketersediaan beras dan meningkatkan mutu beras dapat dilakukan dari proses
penyiaman benih hingga proses distribusi. Menurut Laylah & Samsuadi (2014)
Proses pengolahan padi menjadi beras antara lain meliputi kegiatan :
penerimaan hasil panen, pengeringan, pembersihan/sortasi, pengujian ,
pengemasan dan penyimpanan. Setiap kegiatan dari rangkaian proses
pengolahan gabah organik tersebut akan sangat mempengaruhi mutu/kualitas
beras organik yang dihasilkan.

Para petani telah berupaya untuk memaksimalkan produksi beras yaitu


dengan pemberian pupuk, penyemprotan hama ,penggunaan bibit yang unggul
dan penyediaan irigasi yang baik. Namun hal tersebut belum bisa menjamin
bahwa ketersediaan beras akan melimpah dan memiliki kualitas yang baik
padahal tanaman padi adalah tanaman yang mudah dalam perawatan dan bisa
tumbuh di berbagai jenis tanah, melihat struktur tanah dan geografis Indonesia
dan Sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani
seharusnya Indonesia menjadi negara dengan produksi beras tertinggi .
Kenyataannya produksi beras di Indonesisa belum mampu mencukupi
kebutuhan per kapita yang harusnya dikonsumsi masyarakat. Oleh karena itu
Pemerintah mengantisipasi kelangkaan beras dengan memperbesar cadangan
dan/atau mengimpor beras. Jumlah impor beras yang dilakukan mengalami
fluktuasi dari periode tahun 2007 sampai tahun 2017. Pada tahun 2011
mengalami pertumbuhan impor beras yang paling besar sebesar 300% atau
2750476,2 ton, tetapi mengalami penurunan di tahun 2012 dan 2013 masing-
masing sebesar -34,18% (1810372,3 ton) dan -73,89% (472664,7 ton) dan
impor beras mengalami penurunan yang cukup besar di tahun 2017 yaitu
sebesar -76,21% atau menjadi 305274,6 ton (Rahayu & Febriaty, 2019).
Kebijakan impor mungkin membuat cadangan pangan di Indonesia akan aman
selama beebrapa tahun ,namun dalam penerapannya justru menimbulkan
banyak pertentangan dan penolakan dari kalangan para petani, menurut para
petani kebijakan ini tidak menyelesaikan permasalahan kurangnya ketersedian
beras di Indonesia, kebijakan ini justru akan membuat produksi dalam negeri
akan memiliki harga jual yang rendah karena beras impor memiliki kualitas
yang lebih unggul, sehingga masyarakat Indonesia banyak yang memilih untuk
membeli beras impor, hl ini akan menyebabkan kerugian pada para petani padi
di Indonesia. Alternatif lain yang sebaiknya dilakukan pemerintah guna
menstabilkan ketersediaan beras di Indonesia adalah dengan memperbesar
cadangan ketersediaan beras dalam negeri dengan proses penyimpanan beras
dalam jumlah yang banyak .

Proses penyimpanan beras adalah langkah yang penting dalam tahap


pascapanen. Penyimpanan beras dilakukan karena padi dipanen secara musiman
,sementara beras dibutuhkan setiap hari. Penyimpanan beras juga penting
dilakukan sebagai ketersediaan pangan untuk mengatasi masa-masa sulit seperti
kemarau panjang dan banjir yang terkadang membuat para petani gagal panen.
Penyimpanan beras dilakukan untuk mempertahankan agar beras dalam kondisi
yang baik dalam jangka waktu tertentu. Penyimpanan dilakukan dalam karung
yang bertujuan untuk memudahkan identifikasi stok bahan yang disimpan
(Laylah & Samsuadi ,2014). Strategi penyimpanan beras juga merupakan usaha
dalam menjaga ketersediaan beras di masa yang akan datang, Apalagi para
petani biasanya menanam padi saat musim hujan , hal Ini dikarenakan pada
masa pertumbuhan awal tanaman padi membutuhkan air yang banyak. Ketika
musim hujan kuantitas padi yang di panen jauh lebih banyak dari pada ketika
kemarau. Sehingga dengan kemelimpahan padi yang di panen perlu
penyimpanan yang baik supaya padi bertahan dalam jangka waktu yang
panjang.

Penyimpanan sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari beras,


ketika penyimpanan tidak sesuai standar maka akan menyebabkan kerusakan
pada beras. Penurunan kualitas beras disebabkan kelembaban tinggi yang
menyebabkan munculnya bakteri, tumbuhnya jamur dan diikuti oleh lahirnya
banyak kutu dalam beras tersebut , selain itu akan munculnya beberapa
pengganggu seperti tikus dan serangga-serangga yang dapat memakan beras
sehingga akan menyebabkan mutu beras menjadi turun (Laylah & Samsuadi,
2014).

Menurut penelitian Pangerang & Rusyanti (2018) menyatakan bahwa


penyimpanan padi /beras dapat merubah sifat fisik dan komposisi kimia beras
yang terdampak pada mutu giling, ketanakan, rasa, gizi dan juga nilai komersial
dari beras itu sendiri. Perubahan -perubahan yang terjadii karena ada reaksi-
reakasi enzimatis yang terjadi pada pati, protein,dan lipida beras. Kondisi
penyimpanan yang paling mempengaruhi proses perusakan beras adalah
kelembaban, kadar air, kadar amilosa, dan varietas beras. Pemilihan jenis
material karung untuk penyimpanan juga berpengaruh pada percepatan
kerusakan beras .

Oleh karena itu untuk menjaga kualitas dan kuantitas beras selama di
simpan dalam gudang agar tetap terjaga dalam jangka waktu panjang salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah pengawetan pada beras, pengawetan yang
dilakukan bukan menggunakan bahan kimia atau penggunaan ruang
penyimpanan khusus . Pengawetan menggunakan teknologi ozon yang
berpotensi untuk pengawetan beras. Ozon merupakan bagian terkecil dari
atmosfer bumi (hanya 0.03% dari seluruh total volume atmosfer), pada lapisan
atmosfer ozon berfungsi sebagai penyaring (filter) dan pelindung terhadp
masuknya terhadap masuknya sinar ultraviolet dari matahari (Syafarudin &
Novia, 2013). Ozone merupakan molekul yang terdiri dari tiga atom oksigen
yang secara alamiah dapat terbentuk melalui radiasi sinar ultraviolet pancaran
sinar matahari ().Ozon sering disebut sebagai green technology atau teknologi
ramah lingkungan, karena cepat terurai menjadi oksigen dan tidak
meninggalkan residu . Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mampu
memanfaatkan keberadaan molekul ozon secara tidak langsung untuk
diaplikasikan di bidang kesehatan, pangan , dan pertanian dan industry (Pratama
et al., 2016)

Di bidang pertanian Teknologi ozon mulai dikembangkan pada 2005


dan telah diujicobakan untuk mengawetkan tomat pascapanen di Balai
Penelitian Sayuran Departemen Pertanian di Lembang, Bandung pada 2006.
Penggunaan ozon untuk pengawetan bahan makanan dipilih karena ozon yang
memiliki sifat sebagai desinfektan dan detoksifikan. Sebagai desinfektan
ozondapat membunuh kuman, bakteri, virus, jamur, spora, lumut, dan zat
organik lainnya (Saragih, 2018). Ozon bersifat sebagai oksidator kuat yang
dapat digunakan untuk mengurangi mikroorganisme (desinfektan) pada
bahan pangan dalam fase gas ataupun air, serta berperan sebagai agen
pemutih (decolorasi) pada produk tepung. Teknologi ozon dapat diaplikasikan
dengan air ataupun secara langsung dalam bentuk gas (Farizha et al., 2022).
Teknologi ozon tidak menimbulkan efek negatif karena dapat berubah langsung
menjadi oksigen, sehingga tidak ada zat yang tertinggal di makanan.

Pengawetan beras dengan teknologi ozon menggunakan ozon dalam


fasa gas, fase gas ini lebih di sarankan karena ozon akan menyerap dan
menyebar ke semua permukaan beras dengan kebih cepat. Jika menggunakan
ozon liquid maka diperlukan treatment khusus agar beras kembali kering seperti
semula, oleh karenanya untuk mengefisiensikan waktu dan biaya digunakan
ozon dalam fasa gas.Ozon yang dihasilkan berasal dari udara bebas yang
dialirkan ke dalam reactor dengan kecepatan tertentu , kemudian udara bebas
yang telah bereaksi di dalam reactor akan menghasilkan ozon , dan ozon pun
akan keluar dair reactor begitu seterusnya (Rijal & Nur, 2015)

Prose pengawetan beras memerlukan alat khusus untuk ozonisasi


berbentuk silinder ,beras nantinya akan di tempatkan pada media silinder
kemudian gas ozon dialirakan menggunakan selang udara melalui bagian bawah
media sampel beras. Beras hasil ozonisasi selama 90 menit terbukti
mampu membunuh bakteri 58,41% dibandingkan beras tanpa perlakuan.
Pengawetan dengan ozon ini menjadikan beras bertahan dalam jangka waktu
lama karena bakteri , jamur dan parasit nantinya akan terbunuh ketika diberikan
ozon. Mekanisme ozon dalam membunuh mikroorganisme yaitu dengan
mengoksidasi kelompok sulfhidril dan asam amino dari enzim, kemudian ozon
mengoksidasi asam lemak tak jenuh sehingga terjadi lisis (Farizha et al., 2022).
Selain itu Ozon ini juga mampu menghilangkan pestisida berbahaya yang
menempel pada beras, mempertahankan mutu beras, menghilangkan bau yang
tidak sedap dan menghilangkan kontaminasi logam . Dengan ozonisasi beras
yang dihasilkan akan memiliki warna yang tetap putih bening dan memiliki
rasa (tekstur) yang lebih pulen seperti nasi baru. Tekstur dan bau beras akan
tetap sama meskipun penyimpanan sudah lama. Ketika kualitas dan mutu beras
tetap baik , maka kuantitas juga akan tetap terjaga karena tidak ada beras yang
rusak / tidak layak konsumsi.Ozoniasi juga sangat aman digunakan, meskipun
jumlah/volume yang diberikan untuk pengawetan bahan pangan melebihi
standar tidak akan mengakibatkan efek bahaya untuk di konsumsi , karena
kandungan ozon sendiri akan hilang dan terurai menjadi molekul oksigen
Kembali, sehingga tidak meninggalkan residu pada bahan pangan (Farizha et
al., 2022) .

Menurut Hidayah et al (2020) menyatakan bahwa aplikasi teknologi


ozon pada produk pangan memiliki beberapa keunggulan yaitu 1) aman, karena
tidak mengandung zat toksin dan telah mendapat pengakuan dari USFDA
sebagai Generally Recognized As Safe sejak tahun 1997, dan dikategorikan
oleh USDA sebagai ‘bahan organik’; 2) Ramah lingkungan karena tidak
meninggalkan residu, secara singkat dapat terdekomposisi menjadi oksigen; 3)
Mampu menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan patogen; 4) Mampu
menurunkan residu pestisida; 5) Mempertahankan atau bahkan meningkatkan
viabilitas benih selama penyimpanan; dan 6) Memperpanjang umur simpan
komoditas pertanian.
Oleh karena Ozonisasi tidak terlalu berpengaruh terhadap karakteristik
fisik maupun kimia pada beras, sehingga penyimpanan teknologi ozon aman
untuk digunakan , dan sebaiknya segera di lakukan pengembangan lebih lanjut
agar tercipta swasembada beras di Indonesia dengan penyimpanan cadangan
beras dalam negeri yang melimpah, teknologi ini harus diterapkan di sektor-
sektor pertanian dan dikenalkan pada para petani. Dengan melimpahnya
produksi beras dalam negeri diiringi dengan treatmen dan teknologi yang
mendukung diharapkan mampu menjaga ketahanan pangan di Indonesia untuk
waktu kedepan sehingga menekan ketergantungan impor beras yang sebagian
besar merugikan petani dalam negeri.

DAFTAR PUSTAKA

Farizha, K. M., Legowo, A. M., & Pratama, Y. (2022). Aplikasi Teknologi Ozon
Pada Bahan Pangan. Jurnal Teknologi Pangan, 5(1), 27-29.

Hassan, Z. H. (2014). Aneka tepung berbasis bahan baku lokal sebagai sumber
pangan fungsional dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk
pangan lokal. Jurnal Pangan, 23(1), 93-107.

Hidayah, R., Oktaningrum, G. N., Dini, D., Anomsari, S. D., & Ambarsari, I.
(2020). Efektivitas Sosialisasi Aplikasi teknologi Ozon Pada
Penyimpanan Benih Kedelai di Kabupaten Grobogan.

Laylah, N., & Samsuadi, S. (2014). Studi Lama Penyimpanan Gabah Organik
Terhadap Mutu Beras Organik di PPLH Seloliman Mojokerto. Jurnal
Galung Tropika, 3(2).
Pangerang, F., & Rusyanti, N. (2018). Karakteristik dan mutu beras lokal
kabupaten bulungan kalimantan utara. Canrea Journal: Food
Technology, Nutritions, and Culinary Journal, 107-117.

Pratama, Y., Adianti, A., Prastiwi, D., Khasanah, R., Muhlisin, Z., & Nur, M.
(2016). Penerapan Teknologi Plasma dengan Memanfaatkan Rancang
Bangun Ozone Generator untuk Pengawetan Cabai Merah (Capsicum
Annuum L.) Guna Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Youngster
Physics Journal, 5(2), 69-74.

Rahayu, S. E., & Febriaty, H. (2019, October). Analisis perkembangan produksi


beras dan impor beras di Indonesia. In Prosiding Seminar Nasional
Kewirausahaan (Vol. 1, No. 1, pp. 219-226).

Rijal, S., & Nur, M. (2015). Analisa Pengaruh Ozonisasi Hasil Lucutan Plasma
Berpenghalang Dielektrik pada Beras terhadap Perubahan Amilografi,
Kekerasan, dan Warna. Youngster Physics Journal, 4(1), 61-66.

Rohman, A., & Maharani, A. D. (2017). Proyeksi kebutuhan konsumsi pangan


beras di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Caraka Tani: Journal of
Sustainable Agriculture. Universitas Sebelas Maret, 29.

Saragih, B. (2018). Agribisnis: Paradigma baru pembangunan ekonomi berbasis


pertanian. Pt Penerbit Ipb Press.

Sari, I. P., & Zuber, A. (2020). Kearifan Lokal Dalam Membangun Ketahanan
Pangan Petani. Journal of Development and Social Change, 3(2), 25-35.

Syafarudin, A., & Novia, N. (2013). Produksi ozon dengan bahan baku oksigen
menggunakan alat ozon generator. Jurnal Teknik Kimia, 19(2).

Anda mungkin juga menyukai