Oleh :
Kelompok 5
1
BAB 1.PENDAHULUAN
2
Panen pada saat umur optimum sangat penting untuk memperoleh mutu
beras yang baik dan menekan kehilangan hasil , apabila tanaman padi di panen
sebelum waktunya maka bulir padi masih belum bernas dengan sempurna atau
masih kopong. Dan apabila tanaman padi di panen melebihi waktunya maka bulir-
bulir padi akan berjatuhan sehingga akan memengaruhi produktivitas padi
tersebut baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dalam panen padi juga harus
memerhatikan tingkat kehilangan hasil panen (Iswari, K. 2015).
1.2 Tujuan
Untuk mengenalkan kepada praktikan tentang bagaimana kriteria panen,
cara dan perlatan panen, penanganan pasca panen serta menghitung potensi
produksi pada tanaman padi.
1.3 Manfaat
Agar praktikan mengetetahui tentang bagaimana kriteria penangan panen,
cara panen dan peralatan panen serta penanganan pasca panen yang
menghitung potensi produksi yang dihasilkan pada tanaman padi.
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan penting yang
telah menjadi makanan pokok lebih dari setengah penduduk dunia. Di Indonesia,
padi merupakan komoditas utama dalam menyokong kebutuhan pangan
masyarakat, karena negara Indonesia adalah sebagai negara dengan jumlah
penduduk yang besar untuk menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan
pangan penduduk. Oleh karena itu, kebijakan ketahanan pangan menjadi fokus
utama dalam mengatasi kebutuhan pangan di Indonesia. Tanaman padi ini
merupakan tanaman pangan yang termasuk ke dalam rumput berumpun. Sebagai
bahan pangan utama, keseimbangan produksi sangat dibutuhkan agar kualitas dan
kuantitasnya tetap terjaga. Selain itu peningkatan teknologi, perbaikan varietas,
perbaikan teknik budidaya, dan pasca panen perlu dilakukan secara
berkesinambungan agar produksi padi terus berlanjut (Sulardjo, 2014).
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan beras juga
meningkat. Hal ini mengakibatkan tingkat konsumsi beras di Indonesia juga
meningkat hingga mencapai 137 kg/kapita/tahun, sehingga dalam tahun-tahun
selanjutnya akan meningkat. Setiap tanaman pasti akan mengalami panen dan
pasca panen. Penanganan panen dan pasca panen memiliki peranan penting dalam
peningkatan jumlah produksi padi melalui penurunan hasil dan peningkatan
kualitas dan kuantitas hasil. Panen merupakan kegiatan akhir dari budidaya
tanaman atau bercocok tanam, namun panen juga merupakan kegiatan awal dari
kegiatan pasca panen, dimana dalam kegiatan ini kita melakukan persiapan
pengelolaan, penyimpanan dan pemasaran sehingga komoditas yang baru kita
panen akan sampai ditangan konsumen melalui jalur pemasaran. Saat panen yang
tepat adalah ketika biji telah masak atau 90-85% malai padi telah menguning.
Benih padi yang telah dipanen masih bercampur dengan kotoran dan benih-benih
yang tidak baik (Sri Widowati, 2015).
Masalah utama yang dihadapi petani dalam penanganan pasca panen
adalah tingginya kehilangan hasil sekitar 21% dan rendahnya mutu gabah dan
beras yang dihasilkan. Besarnya kehilanga padi dikarenakan sebagian besar petani
4
menggunakan cara-cara tradisional, ataupun sudah menggunakan peralatan
mekanis tetapi prosesnya masih kurang baik dan benar. Salah satu cara untuk
meningkatkan jumlah produksi pangan yaitu mengurangi jumlah kehilangan hasil
dalam penangana panen dan pasca panen baik secara kualitatif maupun kuantitatif
Untuk mendapatkan hasil padi yang berkualitas tinggi memerlukan waktu yang
tepat, cara panen yang benar dan penganan pasca panen yang baik karena kualitas
dan produktivitas padi yang baik adalah keinginan petani. Setiap tanaman padi
pasti akan mengalami panen dan pasca panen. Dimana kegiatan pasca panen padi
tersebut meliputi antara lain: pemanenan,perontokan, perawatan atau pengeringan,
pengangkutan, penggilingan, penyimpanan, standardisasi, pengolahan dan yang
terakhir yaitu penanganan limbah. Hal ini penting dilakukan, karena mengingat
pasca panen yang bertujuan untuk menekan kehilangan hasil, daya simpan, daya
guna komoditas pertanian, dan memperluas kesempatan kerja, serta untuk dapat
meningkatkan nilai tambah (Dewa, 2013).
Pemanenan padi sebaiknya dilakukan pada umur panen yang tepat dan
dengan cara panen yang benar. Umur panen padi yang tepat akan menghasilkan
gabah dan beras bermutu baik, sedangkan cara panen yang baik secara kuantitatif
dapat menekan kehilangan hasil. Oleh karena itu komponen teknologi pemanenan
padi perlu disiapkan dengan memperhatikan beberapa hal yaitu antara lain: (1)
umur panen, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya varietas, iklim,
dan tinggi tempat, sehingga umur panennya berbeda. Berdasarkan kadar air gabah,
padi yang dipanen pada kadar air 21-26% memberikan hasil produksi optimum
dan menghasilkan beras bermutu baik. Penentuan saat panen yang umum
dilaksanakan petani adalah didasarkan kenampakan malai, yaitu 90 – 95 % gabah
dari malai tampak bewarna kuning. (2) Alat panen yang sering digunakan dalam
pemanenan padi, adalah sabit biasa, sabit bergerigi dan ani-ani, lalu cara panen
padi tergantung kepada alat perontok yang digunakan (Lia, 2013).
Setelah padi dipanen, gabah harus segera dirontokkan dari malainya.
Tempat perontokan dapat langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah
setelah diangkut ke rumah. Perontokan ini dapat dilakukan dengan perontok
bermesin ataupun dengan tenaga manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan
5
dilakukan dengan menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang berputar.
Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi
dipukul-pukulkan agar gabah rontok. Untuk mengantisipasi agar gabah tidak
terbuang saat perontokan maka tempat perontokan harus diberi alas. Dengan alas
tersebut maka seluruh gabah diharapkan dapat tertampung. Setelah dirontokkan,
butir-butir gabah dikumpulkan di gudang penyimpanan sementara. Agar tahan
lama disimpan dan dapat digiling menjadi beras, maka gabah harus dikeringkan.
Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari. Gabah yang
dikeringkan ini dihamparkan di atas lantai semen terbuka. Penggunaan lantai
semen terbuka ini agar sinar matahari dapat secara penuh diterima gabah. Bila
tidak memiliki halaman atau tempat terbuka yang disemen maka halaman tanah
pun dapat dipakai untuk penjemuran. Namun, gabah perlu diletakkan pada alas
anyaman bambu, tikar atau lembaran plastik tebal. Hal ini dilakukan agar gabah
tidak tercampur dengan tanah. Lama jemuran tergantung iklim dan cuaca, bila
cuaca cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran hanya
berlangsung sekitar 2 – 3 hari. Namun, bila keadaan cuaca terkadang mendung
atau gerimis dan terkadang panas. Waktu penjemurannya dapat berlangsung lama
sekitar seminggu (M.Arif Hidayat, 2014).
Penggilingan dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan
beras dari kulit yang membungkusnya. Pemisahan secara tradisional
menggunakan alat sederhana, yaitu lesung dan alu. Kendala penggilingan gabah
secara tradisional adalah pengerjaannya sangat lambat, tenaga kerja yang
memadai tidak tersedia dan alatnya sulit dijumpai. Saat ini kebanyakan lesung dan
alu sudah menghilang dari kehidupan petani padi karena kehadiran alat penggiling
yang praktis dan daya kerja cepat. Pemisahan beras dari kulitnya dapat dilakukan
dengan cara modern atau dengan alat penggiling. Hasil yang diperoleh pada
penggilingan dengan alat penggiling gabah ini sama dengan cara tradisional, yaitu
pada tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada penggilingan tahap kedua,
beras akan menjadi putih bersih (Heny, 2016).
6
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.2.2 Alat
1. ATK
2. Tali rafia.
3. Kresek/plastik
4. Ajir
5. Sabit
6. Karung
7. Alat dokumentasi
7
f. Menghitung potensi produksi padi per hektare.
8
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
PEKERJAAN PANEN PADI
Penentuan Kriteria Panen Padi
1.
Tahap Pekerjaan:
- Membuat petak sampel
- Menentukan lahan yang akan dipanen
- Usia padi sudah berumur 110-115 hari
Hasil Pekerjaan:
-Padi dapat dipanen karena padi sudah menunduk.
-105 hst pada usia tersebut baru dapat dikatakan musim panen atau
siap panen
Keterangan:
9
3. Perontokan Padi Dengan Tangan
Tahapan Pekerjaan:
- Memasukan padi yang telah dipotong kedalam sak atau karung
- Memukul padi didalam sak atau karung menggunakan bambu
- Biji padi yang telah rontok dimasukkan kedalam plastic
Hasil Pekerjaan:
Berupa gabah yang telah terpisah dari batang dan daun padi
Penghitungan hasil padi per ukuran luas petak sampel:
1 ha x 0,1 kg
1x1m
1 : 0,001 x 0,1 kg = 1000 kg/ha
= 1 ton/ha
Keterangan:
10
Kelompok Berat hasil produksi Potensi hasil produksi
Kelompok 1 0,5 kg 1 ha ÷ 1x1 x 0,5 kg
1 ÷ 0,0001 x 0,0005 ton
= 5 ton/ha
Kelompok 2 3 ons 1 ha ÷ 1x1 x 0,3 kg
1 ÷ 0,0001 x 0,0003 ton
= 3 ton/ha
Kelompok 3 1 ons 1 ha ÷ 1x1 x 0,1 kg
1 ÷ 0,0001 x 0,0001 ton
= 1 ton/ha
Kelompok 4 0,5 kg 1 ha ÷ 1x1 x 0,5 kg
1 ÷ 0,0001 x 0,0005 ton
= 5 ton/ha
Kelompok 5 5 ons 1 ha ÷ 1x1 x 0,5 kg
1 ÷ 0,0001 x 0,0005 ton
= 5 ton/ha
4.2 PEMBAHASAN
Panen padi harus dilakukan pada umur yang tepat, menggunakan alat dan
mesin yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi dan ergonomis
serta menerapkan sistem panene yang tepat. Ketidaktepatan dalam pemanenan
padi mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu hasil yang rendah.
Misalnya saja memanen padi lebih awal atau melebihi batas waktu yang biasanya,
hal ini mampu menurunkan jumlah produksi padi. Pemanenan padi dilakukan
pada umur panen yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. 90-95 % dari gabah tampak kuning.
b. Malai berumur 30-35 hari setelah berbunga merata.
c. Kadar air garam 22-26 % yang diukur dengan moisture tester.
d. Umur padi antara 110-115 hari setelah tanam.
Pada Agroteknopark Jubung bahwa padi yang ada disana telah memenuhi
syarat atau kriteria panen padi seperti malai padi mulai menunduk yang bisa
11
diartikan bahwa padi tersebut memiliki bulir-bulir padi ayang bernas. Ketika butir
gabah ditekan tersa keras dan apabila dikupas maka akan tampak isi butir gabah
berwarna putih dan keras bila digigit. Dan ciri lain yang dimiliki adalah warna
daun yang menguning serta umur yang lebih dari 110 hari.
Berdasarkan penelitian yang kelompok kami lakukan, kami menggunakan
sampel dengan ukuran 1 m x 1 m. Luas lahan 1 m 2 tersebut menghasilkan 0.1 kg
berat gabah. Penghitungan hasil padi per ukuran luas petak yaitu dengan luas
lahan dibagi dengan luas sampel kemudian dikalikan dengan berat dari hasil luas
sampel yang diperoleh. Luas lahan yang digunakan yaitu 1 hektar atau 10.000
m2 kemudian dibagi dengan luas lahan sampel yaitu 1 m 2 sehingga didapatkan
hasil 10.000, dikali dengan hasil sampel 0,1 kg sehingga menghasilkan 1000.
Penghitungan potensi produksi dilakukan dengan ukuran Ton/Ha sehingga
dihasilkan potensi produksi padi dengan luas lahan 1 hektar yaitu 1 Ton/Ha.
Pada proses perontokan padi di Agroteknopark Jubung, para petani
disana menggunakan mesin yang bernama power threasher. Power threser ini
merupakan mesin perontok padi yang menggunakan sumber tenaga penggerak
enjin. Berikut ini cara penggunaan power threser :
a. Pemotongan tangkai pendek disarankan untuk merontok dengan mesin
perontok tipe “throw in” dimana semua bagian yang akan dirontok
masuk ke dalam ruang perontok.
12
e. Jerami akan berputar-putar di dalam ruang perontok, tergesek terpukul
dan terbawa oleh gigi perontok dan sirip pembwa menuju pintu
pengeluaran jerami.
f. Butiran padi yang rontok dari jerami akan jatuh melalui saringan
perontok, sedang jerami akan terdorong oleh plat pendorong ke pintu
peng-eluaran jerami.
g. Butiran padi, potongan jerami dan kotoran yang lolos dari saringan
perontok akan jatuh ke ayakan dengan bergoyang dan juga terhembus
oleh kipas angin.
i. Benda yang lebih besar dari butiran padi akan terpisah melalui ayakan
yang berlubang, sedangkan butir padi akan jatuh dan tertampung pada
pintu pengeluaran padi bernas.
Kelebihan dari penggunaan dengan cara mekanis ini adalah kapasitas kerja
lebih besar dan efisiensi kerja lebih tinggi. Selain itu tenaga untuk operasional
tidak membutuhkan tenaga banyak bisa dilakukan dengan 1 orang. Namun disisi
lain ada kekurangan dari penggunaan dengan cara mekanis ini yaitu biasa
produksi atau yang dikeluarkan lebih besar.
Pasca panen setelah melakukan panen, maka tanaman padi yang telah di
pangkas ditumpuk dan dikmpulkan. Penumpukan dan pengumpulan merupakan
tahap pasca panen setelah tanaman padi di panen, kemudian tanaman padi tersebut
dilakukan perontokan. Di Agroteknopark Jubung, padi yang sudah di panen di
bawa ke suatu tempat untuk dilakukan perontokan menggunakan mesin
perontok power thresher. Hasil panen padi yang telah dirontokkan oleh pekerja
atau petani dibawa ke perusahaan. Disana padi akan diproses untuk diolah
menjadi kebutuhan pangan berupa beras ataupu di ambil benihnya untuk ditanam
kembali. Padi yang telah diolah menjadi beras, kemudian dijual ke pasar lokal
baik dalam kota maupun diluar kota.
13
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Padi siap panen memenuhi kriteria-kriteria pemanenan padi, seperti umur,
kadar air, bernas atau tidaknya, daun menguning atau belum.
2. Acara praktikum pemanenan padi di Agroteknopark Jubung dilakukan dengan
cara manual yaitu dengan menggunakan alat berupa sabit.
3. Cara perontokan yang dilakukan menggunakan mesin perontok power threaser.
Untuk hasil panen, gabah padi diolah hingga menjadi beras ataupu benih. Beras
yang mereka peroleh, lalu kemudian mereka jual ke pasar lokal baik dalam kota
maupun di luar kota.
5.2 Saran
Pada praktikum panen dan pasca panen berjalan dengan lancar, namun
pada saat proses perontokan padi dengan mesin tidak semua praktikan dapat
melakukannya dikarenakan yaitu praktikan nya terlalu banyak jadi yang ditunjuk
untuk melihat proses perontokan padi hanya 2 orang saja tiap golongan, jadi
praktikan yang lain kurang memiliki pengetahuan dang kurang tahu akan proses
perontokan padi tersebut.
14
DAFTAR PUTAKA
Dewa, K. S. S. 2013. Teknologi Panen Dan Pascapanen Padi: Kendala Adopsi dan
Kebijakan Strategi Pengembangan. Jurnal Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. 10(4): 331-346.
Hasbi. 2013. Perbaikan Teknologi Pascapanen Padi di Lahan Suboptimal. Jurnal Lahan
Suboptimal 1 (2) : 186-196.
Heny, H. 2016. Mekanisme Dan Kinerja Pada Sistem Perontokan Padi. Jurnal
Penelitian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. 1(4): 54-67.
Iswari, K. 2015. Kesiapan Teknologi Panen Dan Pascapanen Padi Dalam Menekan
Kehilangan Hasil Dan Meningkatkan Mutu Beras. Litbang Pertanian, 31 (2) : 58-
68
Lia, D., dan Sujianto. 2013. Evaluasi dan Kebijakan Penanganan Pasca Panen Tanaman
Padi. Jurnal Administrasi Pembangunan. 1(3): 219-233.
M. Arif, H. 2014. Inovasi Teknologi Untuk Pengelolaan Padi (Oryza sativa) Pada
Proses Pengeringan dan Penggilingan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan.
Jurnal Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal. 1(4):259-264.
Sulardjo. 2014. Penanganan Pascapanen Padi. Jurnal Litbank Pertanian. 1(8): 215-232.
15
LAMPIRAN
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29