FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS KADIRI
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karna
berkat limpahan rahmat fan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas “LAPORAN PERKECAMBAHAN BENIH”
Laporan ini dibuat sebagai salah satu tugas. dan beberapa bantuan berbagai
pihak untuk menyelesaikan tantangan dan hambatan selama menyelesaikan tugas
ini. Oleh karna itu,kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dan menyusun tugas ini.
Akhir kata semoga laporan ini dapat memberikan mamfaat bagi kita sekalian
Kediri,
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami dan mempelajari teknik budidaya tanaman jagung
2. Melatih keterampilan mahasiswa dalam menentukan komponen-komponen budidaya yang baik
bagi tanaman jagung.
BAB II
METODE PRAKTIKUM
3.2.2 Bahan
1. benih jagung hibrida C.L.
1. Tanaman jagung
4.1 Hasil
Berdasrkan hasil perkecambahan yang di peroleh sebagai berikut
Tabel 4.1.1 Hasil perkecambahan
Hari Ke
Larikan 1 2 3 4 5 6 7
1 0 0 3 3 3 3 3
2 0 0 2 2 2 2 2
3 0 0 3 3 3 3 3
4 0 0 3 3 3 3 3
Total 0 0 11 11 11 11 11
4.2 Pembahasan
Jagung merupakan tanaman pangan terpenting kedua setelah padi, namun produksi
tanaman jagung masih belum mampu mencukupi kebutuhan pangan nasional sehingga
menyebabkan pemerintah harus mengimpor jagung dari luar negeri untuk memenuhi pangan
nasional. Peningkatan produksi harus dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Peningkatan produksi tanaman jagung dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi
pengelolaan tanaman terpadu. Menurut Hadijah, (2010) bahwa usahatani jagung pada lahan
kering suboptimal dan lahan kering masam melalui pendekatan penelolaan tanaman terpadu
(PTT) jagung mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani secara signifikan.
Berbagai hasil penelitian telah menghasilkan teknologi budi daya jagung dengan produktivitas
4,5-10,0 t/ha, bergantung pada potensi lahan dan teknologi produksi yang diterapkan. Teknologi
yang diterapkan harus memenuhi lima kriteria, yaitu kelayakan agronomis, keuntungan yang
akan diperoleh, kompatibilitas (kesesuaian) dengan sistem usahatani (pola dan rotasi tanam,
peralatan, dan sumber daya), kompabilitas dengan prasarana-sarana, ekonomi dan sosial
masyarakat, dan dapat diterima secara sosial-budaya. komponen teknologi yang relatif mudah
digunakan untuk meningkatkan produktivitas jagung di daerah yang tingkat produktivitasnya
rendah (<5,0 t/ ha) adalah varietas unggul komposit atau hibrida. Hal tersebut dapat difasilitasi
melalui perbaikan sistem produksi dan distribusi benih, pembentukan penangkar benih berbasis
pedesaan, dan bimbingan penerapan PTT jagung.
Peningkatan produksi hasil panen jagung dapat dilakukan dengan upaya penambahan
jumlah input yang salah satunya adalah pupuk. Pupuk merupakan faktor penting dalam
peningkatan produksi jagung. Penambahan pupuk organik pada tanaman jagung merupakan
salah satu langkah untuk meningkatkan produksi, yang kaitannya dengan kesuburan tanah.
Armando, (2009) berpendapat bahwa pemberian pupuk organik dapat memperpanjang daya
serap dan simpan air, menggemburkan lapiasan tanah sehingga dapat menigkatkan kesuburan
tanah. Tanah yang subur dapat menyebabkan akar tanaman dapat menembus lebih dalam dan
luas sehingga tanaman lebih kuat dan lebih mampu menyerap hara tanaman dan air lebih banyak
sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman meningkat.
Penigkatan produksi tanaman jagung dapat diupayakan melalui memperluas daerah
panen, sehingga semakin luas daerah panen maka semakin tinggi produksi yang diperoleh.
Menurut Bustami, (2012) Kalau kita lihat produksi jagung Indonesia dibandingkan dunia, data
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan)
diperoleh bahwa produksi jagung nasional mencapai 17,6 juta ton pipilan kering dengan luas
panen 4,8 juta hektar (ha). Diketahui dari angka tersebut, produksi jagung Indonesia masih jauh
dari Amerika Serikat dan China, sebagai negara pengekspor jagung pertama dan kedua dunia.
Dua negara tersebut menyediakan 79,3 juta hektar dan 74,3 juta ha lahan untuk tanaman jagung.
Dari luas lahan 4.8 juta ha, indonesia masih mengimpor 3,144 juta ton, sementara tahun 2010
hanya 1,9 juta ton. Sedangkan tahun ini, impor diperkirakan hanya setengahnya, yaitu 1,5 juta
ton jika target produksi tercapai. Impor jagung selama ini dari Amerika Serikat, Brazil,
Argentina, India, Thailand, dan Myanmar. BPS memprediksi, produksi jagung nasional tahun
2012 diperkirakan sebesar 18,95 juta ton pipilan kering atau mengalami peningkatan sebesar
1,30 juta ton dibandingkan 2011. Peningkatan produksi diperkirakan di Jawa sebesar 0,80 juta
ton dan di luar Jawa sebesar 0,51 juta ton. Peningkatan produksi terjadi karena adanya perkiraan
luas panen seluas 132,78 ribu hektar dan produktivitas sebesar 1,74 kwintal/hektar. Selain itu
menurut pendapat Sutoro, (2012) upaya peningkatan produksi jagung adalah mengembangkan
varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan adaptif pada kondisi lingkungan tertentu. Benih
unggul (Hibrida) merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan peningkatan
produksi jagung adalah kondisi benih yang ditanam. Jagung hibrida mampu berproduksi lebih
tinggi daripada jagung bersari bebas. Hal ini dapat dipahami karena jagung hibrida memiliki gen-
gen dominan yang dapat mengekspresikan hasil tinggi berdasarkan heterosis.
Benih yang baik (unggul) merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap
produksi jagung yang diperoleh. Maka dari itu pengadaan benih sebelum ditanam harus
diketahui beberapa teknik pengadaan benih antara lain mengetahui kualitas benih itu sendiri.
Tiga hal penting yang berkaitan dengan kualitas benih adalah 1) teknik produksi benih
berkualitas, 2) teknik mempertahankan kualitas benih yang telah dihasilkan dan pendistribusian
benih dan 3) teknik deteksi atau mengukur kualitas benih. Selanjutnya, tiga kriteria kualitas
benih yang perlu diketahui adalah, a) kualitas genetik, yaitu kualitas benih yang ditentukan
berdasarkan identitas genetik yang telah ditetapkan oleh pemulia dan tingkat kemurnian dari
varietas yang dihasilkan, identitas benih yang dimaksud tidak hanya ditentukan oleh tampilan
benih, tetapi juga fenotipe tanaman, b) kualitas fisiologi, yaitu kualitas benih yang ditentukan
oleh daya berkecambah/daya tumbuh dan ketahanan simpan benih, c) kualitas fisik, ditentukan
oleh tingkat kebersihan, keseragaman biji dari segi ukuran maupun bobot, kontaminasi dari benih
tanaman lain atau biji gulma, dan kadar air.
Dalam memproduksi benih jagung bersari bebas, ada dua aspek penting yang perlu
mendapat perhatian, yaitu standar lapangan dan standar laboratorium. Standar lapangan: Isolasi
jarak 300 m atau isolasi waktu 30 hari dan campuran varietas lain (CVL) maksimum 2% untuk
benih dasar dan benih pokok, sedangkan untuk benih sebar 3%. Standar laboratorium: Kadar air
maksimum 12%, benih murni minimum 98%, kotoran benih maksimum 2%, CVL maksimum
0% untuk benih dasar, 0,1% untuk benih pokok, dan 1,0% untuk benih sebar, biji tanaman
lainnya 0,5% untuk benih dasar dan benih pokok, 1,0% untuk benih sebar, daya tumbuh
minimum 80%. Standar lapangan berupa isolasi jarak atau isolasi waktu diperlukan untuk
mencegah terjadinya persilangan dengan varietas lain. Standar laboratorium selain diperlukan
untuk menjamin kemurnian genetik benih, juga diperlukan untuk menjamin mutu fisiologis benih
sehingga memiliki daya tumbuh yang tinggi, lebih vigor, dan tahan terhadap organisme
pengganggu tanaman. Teknik produksi benih jagung umumnya hampir sama dengan teknik
produksi jagung secara komersial, walaupun ada beberapa tambahan kebutuhan yang unik untuk
memproduksi benih. Pertama, kualitas benih harus lebih baik daripada kualitas biji, kesuburan
lahan lebih seragam untuk memudahkan seleksi terhadap tipe galur yang menyimpang da
fasilitas pendukung mudah tersedia saat dibutuhkan, seperti tenaga kerja untuk pemotongan
bunga jantan (detasseling), perawatan, panen, dan pascapanen (Saenong dkk, 1999).
Jarak tanam memiliki pengaruh terhadap produksi tanaman karena jarak tanam
menentukan pertumbuhan gulma, hama, dan penyakit yang akan berkompetisi dengan tanaman
pokok. Jarak tanam berhubungan dengan luas atau ruang tumbuh yang ditempatinya dalam
penyediaan unsur hara, air dan cahaya. Jarak tanam yang terlalu lebar kurang efisien dalam
pemanfaatan lahan, bila terlalu sempit akan terjadi persaingan yang tinggi yang mengakibatkan
produktivitas rendah. Pengaturan kepadatan populasi tanaman dan pengaturan jarak tanam pada
tanaman budidaya dimaksudkan untuk menekan kompetisi antara tanaman. Setiap jenis tanaman
mempunyai kepadatan populasi tanaman yang optimum untuk mendapatkan produksi yang
maksimum. Apabila tingkat kesuburan tanah dan air tersedia cukup, maka kepadatan populasi
tanaman yang optimum ditentukan oleh kompetisi di atas tanah daripada di dalam tanah atau
sebaliknya. Berbagai pola pengaturan jarak tanam pada tanaman jagung telah banyak dilakukan
untuk memperoleh hasil produksi yang optimal. Menurut pendapat Nurlaili, (2010) bahwa
penggunaan jarak tanam pada tanaman jagung dipandang perlu, karena untuk mendapatkan
pertumbuhan tanaman yang seragam, distribusi unsur hara yang merata, efektivitas penggunaan
lahan, memudahkan pemeliharaan, menekan pada perkembangan hama dan penyakit juga untuk
mengetahui berapa banyak benih yang diperlukan pada saat penanaman. Penggunaan jarak tanam
yang terlalu rapat antara daun sesama tanaman saling menutupi akibatnya pertumbuhan tanaman
akan tinggi memanjang karena bersaing dalam mendapatkan cahaya sehingga akan menghambat
proses fotosentesis dan produksi tanaman tidak optimal.
Silaban dkk, (2013) dalam penelitiannya diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa
dengan jarak tanam yang lebih rapat (J1 = 70cm x 10cm) dapat meningkatkan pertumbuhan
vegetatif yaitu tinggi tanaman. Pertumbuhan tinggi tanaman yang pesat disebabkan oleh ruang
tumbuh tanaman yang semakin sempit sehingga kompetisi cahaya antar individu semakin besar.
Sedangkan bahwa penggunaan jarak tanam yang semakin rapat maka jumlah daun semakin
sedikit. Hal ini disebabkan dengan jarak tanam yang rapat maka akan terjadi saling tumpang
tindih pada daun tanaman. Selanjutnya tanaman akan merespon dengan mengurangi
pembentukan daun.
Berdasarkan pada hasil observasi lapang tentang ”Budidaya Tanaman Jagung” yang
dilakukan di Desa Jenggawah, Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember diperoleh data bahwa
penggunaan jarak tanam oleh petani jagung mayoritas adalah 75 x 20 cm. Jarak tanam yang ideal
untuk tanaman jagung adalah 50 x 60 cm – 50 x 80 cm, bila dilihat dari ketentuan tentang jarak
tanama tanama jagung yang dilakukan oleh petani kurang sesuai, akan tetapi hampir sesuai.
Nurlaili, (2010) mengatakan bahwa penggunaan jarak tanam jagung hibrida sebaiknya 50 x 20
cm dan 50 x 40 cm dengan dua benih per lubang. Jarak tanam yang ideal untuk tanaman jagung
yaitu 50 x 60 cm. Sedangkan penggunaan jarak tanam yang baik pada tanaman jagung 50 x 40
cm dan 50 x 80 cm dengan satu tanaman. Sebaliknya penggunaan jarak tanam yang terlalu lebar
akan mengurangi efektivitas penggunaan lahan dan memberikan kesempatan pertumbuhan
gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang tidak dikehendaki keberadaannya pada areal budidaya
tanaman, karena gulma dan tanaman budidaya mempunyai persyaratan tumbuh yang sama dalam
memperoleh cahaya, unsur hara, air, suhu udara dan ruang tumbuh sehingga menyebabkan
persaingan antara gulma pada tanaman budidaya. Gulma juga menjadi penyebab hilangnya hasil
produksi pertanian yang hampir setara dengan resiko serangan hama dan penyakit. Masalah
serangan hama dan penyakit tanaman umumnya bersifat temporal. Sementara masalah yang
ditimbulkan oleh gulma bersifat tetap dan berulang.
Berdasarkan pada hasil observasi lapang tentang ”Budidaya Tanaman Jagung” yang
dilakukan di Desa Jenggawah, Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember diperoleh data bahwa
pemupukan tanaman jagung dilakukan oleh petani dengan menggunakan jenis pupuk anorganik
berupa pupuk Urea. Dosis yang diberikan oleh petani adalah 160 kg per m2/ha, dengan periode
pemupukan sekitar 2 – 3 kali selama satu musim tanam. Pemupukan dilakukan pada saat tanam
dengan dosis 60 kg per m 2/ha dan 100 kg m2/ha pada tanaman usia 45 HST. Hasil jagung dapat
ditingkatkan dengan pemupukan yang tepat, baik dosis dan waktu maupun jenis pupuk yang
diberikan. Hara N, P, dan K merupakan hara makro yang sangat penting bagi pertumbuhan
tanaman. Sumber hara N, P dan K dapat berasal dari pelapukan mineral tanah, bahan organik, air
irigasi, dan pemupukan. Sedangkan menurut Kasno dan Kustaman, (2013) pemberian pupuk
NPK 15-15-15 nyata meningkatkan bobot pipilan kering biji jagung. Pemupukan NPK majemuk
15-15-15 sebanyak 50 kg/ha nyata meningkatkan bobot pipilan kering biji jagung. Bobot pipilan
kering biji jagung tertinggi dicapai pada pemupukan 300 kg/ha NPK 15-15-15 dan nyata
dibandingkan dengan dosis 50 kg/ha. Dengan demikian dapat dikatakan dosis optimum NPK 15-
15-15 untuk tanaman jagung adalah 300 kg/ha + 250 kg urea/ ha dengan bobot pipilan kering biji
jagung 6,05 t/ha. Pupuk NPK majemuk tidak dapat digunakan secara mandiri, harus ditambah
pupuk urea sebagai sumber N. Kesimpulan dadi hasil tersebut adalah kegiatan pemupukan
tanaman jagung oleh petani di Desa Jengggawah, Kabupaten Jember masih kurang tepat, karena
hanya mnggunakan pupuk Urea dengan dosis 160 kg / ha, sedangkan sesuai standart pemupukan
tanaman jagung adalah 300 kg NPK (Phonska)/ha + 250 kg urea/ ha.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasrkan hasil observasi lapang di Desa Jenggawah, Kabupaten Jember tentang budidaya
tanaman pangan dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahawa.
1. Usaha peningkatan produksi tanaman jagung dapat diupayakan dengan penambahan luas areal
panen, penyediaan benih unggul, aplikasi pupuk secara tepat dan penambahan bahan organik
yang cukup dan pengelolaan tanaman terpadu.
2. Pesrsiapan benih sebelum ditanam harus diawali dengan pemeriksaan kualitas benih yang
memiliki kriteria unggul, sehat, dan berdaya tumbuh tinggi. Selain itu benih diusahakan harus
bebas dari gangguan hama dan penyakit.
3. Jarak tanam sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman jagung karena kaitannya dengan
persaingan antar populasi atau dengan gulma dalam hal perbutan nutrisi, cahaya, dan ruang
tumbuh tanaman.
4. dosis pupuk yang diberikan oleh petani jagung di Desa Jenggawah, Kabupaten Jember tidak
sesuai dengan ketentuan atau standart pemupukan yang ada.
5.2 Saran
Kegiatan praktikum sudah berjalan sesuai rencana dan harapan kita semua, namun
didalam pelaksanaan praktikum masih terdapat beberapa kendala tentang pengetahuan praktikan
tentang budidaya tanaman jagung yang masih kurang. Alangkah baiknya jika praktikan memiliki
wawasan yang sedikit luas tentang budidaya tanaman jagung sehingga dapat membantu petani
dalam memecahkan berbagai masalah dalam berbudidaya tanaman jagung.
DAFTAR PUSTAKA
Agato dan Narsih. 2011. Pengembangan Hasil Pertanian (Jagung) Menjadi Produk Susu Jagung
Dan Kerupuk Jagung. Teknologi pangan, 2(1): 86-94.
Amin, M, dan Zaenaty. 2012. Respon Petani Terhadap Gelar Teknologi Budidaya Jagung Hibrida Bima
5 Di Kabupaten Dongggala. Agrika, 6(1): 34-47.
Armando, Y.,G. 2009. Peningkatan Produktivitas Jagung Pada Lahan Kering Utisol Melalui
Penggunaan Bokashi Serbuk Gergaji Kayu. Akta agrosia, 12(2): 124-129.
Bianca, M.,C. H,V. Es. J, Melkonian. 2012. Adapt-N Increased Grower Profits and Decreased
Environmental N Losses in 2011 Strip Trials. Cornell, 22(2): 1-24.
Bustami, G. 2012. Upya Peningkatan Produski dan Pasar Luar Negeri. Jakarta: Warta ekspor.
Hadijah, A.,D. 2010. Peningkatan Produksi Jagung melalui Penerapan Inovasi Pengelolaan Tanaman
Terpadu. Iptek tanaman pangan, 5(1): 64-73
Jemrish, H.,H. Sonabi, D, Prajitno, A. Syukur. Pertumbuhan Dan Hasil Jagung Pada Berbagai
Pemberian Pupuk Nitrogen Di Lahan Kering Regosol. Ilmu pertanian, 16(1): 77-89.
John, S.B, Lang, D, Barker. 2011. Sulfur Fertilization Response in Iowa Corn Production. Better crop,
95(2): 8-11.
Kasno, A, T, Rostaman. 2013. Serapan Hara dan Peningkatan Produktivitas Jagung dengan Aplikasi
Pupuk NPK Majemuk. Tanaman pangan, 32(3): 179-186.
Marliah, A, Jumini, Jamilah. 2010. Pengaruh Jarak Tanam Antar Barisan Pada Sistem Tumpangsari
Beberapa Varietas Jagung Manis Dengan Kacang Merah Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil.
Agrista, 14(1): 30-39.
Nelson dan Kaisi. 2011. Agronomic and Economic Evaluation Of Various Furrow Irrigation Strategies
For Corn Production Under Limited Water Supply. Soil and water, 66(2): 114-121.
Nurlaili,. 2010. Respon Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L.) dan Gulma Terhadap Berbagai
Jarak Tanam. Agronobis, 2(4): 19-29.
Ross, R. Bender, J, W, Hegele, Matias, Ruffo, F, E, Below. 2013. Modern Corn Hybrids’ Nutrient
Uptake Patterns. Better crop, 97(1): 7-11.
Saenong, S. M, Azrai, R, Arif, Rah,awati. 1999. Pengelolaan Benih Jagung. Maros, 1(1): 145-174.