Anda di halaman 1dari 11

PERKEMBANGAN PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS JAGUNG

MAKALAH

Diajukan untuk melengkapi tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi Pertanian


Progam Studi Ilmu Pertanian Perkebunan

Dosen Pembimbing :
Ir. Anik Suwandari, MP.

Di susun Oleh:

Canserlita Puteri H. (201510801029)


Robby Antaghfironi (201510801030)
Hepniatul Hasanah (201510801031)
Vara Valsela (201510801032)

PROGRAM STUDI ILMU PERTANIAN PERKEBUNAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jagung merupakan salah satu komoditas strategis bagi Indonesia karena
mempunyai peran sangat penting, jagung adalah salah satu makanan pokok
kedua setelah beras yang masih banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Selain itu jagung juga bisa diolah sebagai pakan ternak serta bahan baku
industri. di Indonesia pada masa yang akan datang, tidak mustahil jagung akan
dimanfaatkan sebagi bahan bakar alternatif untuk industri biofuel yang selama
ini lebih bergantung pada komoditas kelapa sawit. Oleh karena itu
pengembangan tanaman jagung harus terus ditingkatkan dan diperbaiki mulai
dari subsistem hulu (usahatani) hingga subsistem industri pengolahan hasil dan
pemasarannya. Secara historis, perkembangan produksi jagung di Indonesia
cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata sekitar 5,26% pertahun
pada 10 tahun terakhir. Luas area pada periode yang sama juga mengalami
peningkatan dengan rata-rata sebesar 111% atau sekitar 1,2 juta ton per tahun.
Kenaikan ini dapat diindikasi karena 18 juta penduduk Indonesia menjadikan
jagung sebagai makanan pokok (Subandi et al. 1988). Komoditas jagung dapat
dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk olahan, tidak hanya sebagai pangan
pokok tetapi juga sebagai lauk-pauk, makanan selingan, dan bahan setengah
jadi yang dihasilkan oleh beragam jenis industri dan skala usaha.
Sebagai bahan baku industri, jagung dapat diolah untuk menghasilkan
pakan ternak, minyak, tepung jagung, gula, dan turunannya. Semua potensi
keunggulan ini meningkat dengan tajam sehingga dapat menggandakan
permintan jagung saat ini dan masa mendatang. Oleh karena itu, produktifitas
jagung harus terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan dan
mengembangkan pengolahan menuju kemandirian pangan, pakan, energi dan
produk industri lainnya. Pada tahun 2016, kebutuhan jagung untuk pangan
dan pakan di Indonesia diperkirakan berturut-turut sebanyak 41% dan 28 %
dari total penggunaan jagung, sisanya 31% untuk penggunaan lain dan benih.
Pada saaat itu Indonesia mengalami defisit jagung sebesar 0,26 juta ton.
Pengembangan komoditas jagung di Indonesia masih mengalami beberapa
kendala mulai dari benih, kelangkan pupuk, lahan garapan sempit, dll.
Keberhasilan dalam meningkatkan budidaya usaha tani jagung tidak bisa
terlepas dari sistem agribisnis komoditas itu sendiri, karena pengembangan
komoditas jagung oleh petani sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan
pasar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kebijakan antisipatif dan strategi penggalangan petani menuju
swasembada jagung nasional?
2. Bagaimana perkembangan produksi dan industri jagung di Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kebijakan antisipatif dan strategi penggalangan petani
menuju swasembada jagung nasional.
2. Untuk mengetahui perkembangan produksi dan industri jagung di
Indonesia.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Dukungan Pemerintah Dalam Pencapaian Swasembada Jagung


1. Kebijakan Benih Jagung
Untuk dapat meningkatkan produktivitas jagung nasional, pada dasarnya
diperlukan teknologi yang mendukung. Dalam hal ini, Kementerian Pertanian
melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian terus menerus melakukan
penelitian dan pengembangan komoditas jagung, termasuk inovasi teknologi
pembudidayaannya.Selama periode 2003-2009, Balai Penelitian Serealia Maros
telah menemukan sebanyak 6 varietas bibit jagung baru, yaitu Bima 1 sampai Bima
6. Untuk Bima 1-5 sudah diperbanyak melalui kerjasama dengan pihak swasta dan
sudah dimanfaatkan petani. Disamping itu, telah menemukan bibit jagung varietas
terbaru yang berumur pendek (85 hari) dari sebelumnya (110 hari) dengan
produktivitas yang tinggi, yaitu antara 12-13 ton/ha berdasar uji coba di 20 lokasi
di seluruh Indonesia.
Produksi jagung dapat ditingkatkan melalui peningkatan produktivitas dan
perluasan areal tanam. Untuk peningkatan produktivitas jagung dapat dicapai
dengan menanam benih varietas unggul jagung hibrida. Varietas unggul jagung
hibrida yang tersedia dan dapat digunakan oleh petani adalah varietas Semar-3 s/d
Semar-10 dan varietas Bima-1 s/d Bima-6 (Badan Litbang Pertanian, 2008).
Berdasar pada luas tanam jagung tahun 2010 seluas 4,3 juta ha, komposisi
benih jagung hibrida mencapai 54 persen, jagung komposit unggul bermutu 5
(lima) persen dan komposit non unggul 41 persen. Dalam upaya mencapai sasaran
produksi lima tahun kedepan posisi pertanaman jagung hibrida dan komposit
unggul bermutu berproduksi tinggi perlu terus ditingkatkan, sedangkan pertanaman
jagung lokal (komposit non unggul) diturunkan secara bertahap dengan tetap
memperhatikan kebutuhan untuk pangan lokal. Luas panen jagung hibrida akan
ditingkatkan dari 2,42 juta ha (2010) menjadi 3,74 juta ha pada tahun 2014 dengan
pemakaian benih 15 kg/ha (Tabel 4). Sedangkan jagung komposit dari 0,31 juta ha
pada tahun 2010 menjadi 0,71 juta ha pada tahun 2014. Luas panen jagung lokal
secara bertahap diturunkan dari 1,47 juta ha (2010) menjadi 0,49 juta ha pada tahun
2014. Pada tahun 2014, komposisi pertanaman jagung diproyeksikan 75 persen
jagung hibrida, 15 persen jagung komposit unggul bermutu dan 10 persen jagung
lokal dari total sasaran luas panen sebesar 5 juta ha. Peningkatan produktivitas
ditargetkan meningkat dari 42 ku/ha (2010) menjadi 58 ku/ha pada tahun 2014.
2. Kebijakan Pupuk
Penggunaan benih unggul bermutu seperti hibrida, adalah untuk memperoleh
produksi yang maksimal. Namunperlu didukung oleh teknik budidaya yang baik
dan tepat dan salah satu komponen penting adalah pemupukan sesuai kebutuhan
tanaman. Untuk mencapai produktivitas yang tinggi diperlukan penggunaan pupuk
dengan takaran sesuai anjuran yang ada di masing-masingwilayah. Secara umum
kebutuhan rata-rata pupuk per hektar dalam budidaya jagung hibrida adalah pupuk
urea 300 kg, NPK 200 kg, KCl 100 kg dan pupuk organik 2 ton. Sedangkan untuk
jagung komposit urea 200 kg dan NPK 100 kg. Kebutuhan pupuk secara potensial
untuk jagung hibrida pada tahun 2010 dengan sasaran seluas 2,54 juta ha adalah
0,76 juta ton urea, NPK 0,51 juta ton, KCl 0,25 juta ton, dan pupuk organik 5,08
juta ton. Sedangkan pada tahun 2014, untuk sasaran luas tanam sebesar 3,94 juta
ha perlu disediakan pupuk urea 1,18 juta ton, NPK 0,79 juta ton, KCl 0,39 juta ton
dan pupuk organik 7,89 juta ton. Mengenai perkembangan kebutuhan pupuk pada
periode tahun 2010-2014.
3. Pelaksanaan Program Swasembada Jagung
Dalam rangka peningkatan produksi jagung, beberapa program terkait dengan
swasembada jagung yang dilaksanakan oleh pemerintah melalui APBN antara lain
adalah :
1.Pelaksanaan program SLPTT Jagung Hibrida
Kegiatan SLPTT merupakan sekolah lapangan bagi petani untuk menerapkan
teknologi usahatani dengan penggunaan input produksi yang efisien menurut
spesifik lokasi. Keberhasilan program ini, maka pada tahun 2010 dikembangkan
pada areal seluas 150.000 ha dan tahun 2014 menjadi 250.000 ha. Pada
pelaksanaannya masih dihadapkan pada penentuan calon lokasi, terutama
permasalahan penetapan kriteria kelas kelompok tani. Antisipasinya, diperlukan
peran dan fungsi PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) di setiap wilayah
pengembangan yang kinerjanya seperti pola sistem pelatihan dan kunjungan
(LAKU) agar kelompok tani menjadi aktif dan mandiri
2.Sertifikasi Benih oleh BPSB (Badan Pengawasan Sertifikasi Benih)
Benih bermutu dan berlabel cenderung memiliki daya tumbuh dan vigor yang
tinggi, sehingga dapat tumbuh lebih cepat, seragam dan tegar, karena kemurnian
varietasnya terjamin. Sejalan dengan kondisi tersebut, maka peranan BPSB dalam
kelembagaan perbenihan terus dikembangkan mulai dari pusat sampai ke daerah.
Untuk membudayakan petani menggunakan benih unggul bermutu, perlu didukung
ketersediaan benih di tingkat usahatani yang terjamin dengan tingkat harga yang
relatif murah.
3.Pemanfaatan Lahan Tidur
Permasalahan yang dihadapi adalah tidak jelasnya aturan main dalam
mengelola lahan tidur yang dikuasai perkebunan dan kehutanan, sehingga
pemanfaatan lahan dari seluas 100 ribu hektar pada tahun 2010 menjadi 350 ribu
hektar pada tahun 2014 diperlukan adanya mediasi oleh pemerintah.
4.Pengembangan Kemitraan
Dalam kemitraan diperlukan adanya keinginan dan kepercayaan kedua belah
pihak yang kuat, seperti keberhasilan agribisnis jagung di Provinsi Gorontalo yang
kinerjanya berjalan baik dari mulai tingkat usahatani sampai ke pemasaran hasil
karena adanya peran positif pemerintah daerah sebagai fasilitator.
5.Penggantian Varietas
Dengan program ini diharapkan varietas lokal yang ditanam petani secara
bertahap diganti dengan varietas unggul baru melalui bantuan berupa program
BLBU (Bantuan Langsung Benih Unggul) dan CBN (Cadangan Benih Nasional).
Untuk BLBU tahun 2010 ditargetkan untuk areal seluas 300 ribu hektar sehingga
tahun 2014 menjadi 473 ribu hektar. Sedangkan untuk CBN tahun 2010 akan
dikembangkan jagung hibrida seluas 250 ribu hektar dan jagung komposit 42 ribu
hektar,sehingga untuk tahun 2014 jagung hibrida menjadi 189 ribu hektar,
sedangkan jagung komposit seluas 62 ribu hektar.
6.Subsidi Harga Benih Jagung Hibrida dan Jagung Komposit
Dalam pengadaan benih sebenarnya pemerintah telah memberikan subsidi
untuk benih jagung hibrida dan komposit yang diterimakan kepada produsen benih.
Namun, bagi petani masih dirasakan harga tersebut relatif tinggi. Untuk
mendorong animo petani diperlukan keberpihakan pemerintah sehingga harga
benih di tingkat petani dapat terjangkau secara wajar, sehingga kasus menggunakan
benih jagung hibrida dari turunannya dapat dikurangi.
7.Penanganan Pasca Panen
Kebijakan pemerintah dengan bantuan alat pemipil dan pengering serta
penyimpan/silo, dimana pada tahun 2010 dibagikan sebanyak 66.000 unit pemipil
dan 2.920 unit pengering, sehingga pada tahun 2014 telah tersebar alat pemipil
sebanyak 165.000 unit dan pengering sebanyak 7.300 unit yang tersebar di sentra-
sentra produksi jagung. Untuk menghindari salah sasaran, maka penerima bantuan
adalah kelompok tani yangtergabung pada gapoktan. Dengan pola tersebut,
pemanfaatannya akan tepat sasaran dan sangat membantu dalam proses pemasaran
hasil yang dikelola kelompok tani.

2.2 Perkembangan Produksi dan Industri Jagung di Indonesia


Kegiatan yang dilakukan untuk peningkatan produksi jagung diarahkan untuk
membangun dan mengembangkan kawasan/sentra produksi, meningkatkan
efisiensi usahatani melalui inovasi teknologi, memanfaatkan sumberdaya alam
secara optimal, memberdayakan petani serta masyarakat pedesaan,
mengembangkan kelembagaan dan kemitraan, mengembangan sarana–prasarana,
memperluas areal tanam, dan mengembangan sistem perbenihan perlindungan
tanaman (Badan Litbang Pertanian, 2018).
1. Perkembangan Produksi Jagung
Perkembangan pertanian merupakan bagian yang prioritas karena menyangkut
hajat hidup sebagian besar masyarakat di pedesaan dan merupakan salah satu tiang
penyangga perekonomian daerah. Dalam pembangunan pertanian, jagung
merupakan salah satu komuditi unggulan di samping tanaman padi, kedelai, ketela
pohon, kacang hijau, dan lainnya. Pengembangan usahatani jagung membutuhkan
ketersediaan lahan, tenaga kerja yang cukup, modal, dan sarana serta prasarana
yang memadai.
Bila dilihat dari pertumbuhan produksi, pertumbuhan tertinggi ditunjukkan
oleh pulau Sumatera dengan rata-rata pertumbuhan 11,42 persen per tahun. Kedua
adalah Kalimantan dengan tingkat pertumbuhan 8,42 persen per tahun, disusul oleh
pulau Sulawesi dengan tingkat pertumbuhan 7,09 persen per tahun. Sedangkan
pulau lainnya pertumbuhannya dibawah 5 persen per tahun, yaitu pulau Jawa &
Madura, Bali & Nusatenggara serta Maluku & Irian Jaya masing-masing
pertumbuhannya berturut-turut 4,61, 4,28 dan 1,12 persen per tahun.
Beberapa propinsi di pulau Sumatera yang memiliki peluang cukup besar untuk
ditingkatan produksi jagungnya adalah Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Utara
dan Riau, hal ini karena selama 11 tahun terakhir propinsi ini menunjukkan tingkat
pertumbuhan produksi relatif cukup tinggi yaitu rata-rata diatas 12 persen per tahun.
Sedangkan di pulau Kalimantan propinsi yang memberi harapan untuk ditingkatkan
adalah propinsi Kalimantan Barat dengan rata-rata peningkatan produksi 10,77
persen per tahun. Di Sulawesi peluang peningkatan produksi yang paling besar
adalah di propinsi Sulawesi Tengah dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 16,06
persen.
Dalam peningkatan produksi jagung dalam negeri dapat dilakukan melalui
upaya intensifikasi maupun ekstensifikasi. Upaya ekstensifikasi dapat dilakukan
dibeberapa propinsi di pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, sedangkan upaya
intensifikasi melalui peningkatan produktivitas terutama dapat dilakukan di sentra
produksi jagung baik di Jawa maupun luar Jawa. Menurut hasil penelitian Swastika
dkk (2001), senjang hasil antara rata-rata produksi yang dicapai petani saat ini
dengan potensi hasil kemampuan lahan masih cukup lebar, terutama terjadi di
propinsi Lampung, Jawa timur, Nusa Tenggara Timur maupun Sulawesi Selatan.
2. Perkembangan Industri Jagung
Pengolahan bertujuan untuk meningkatkan dayaguna, dayasimpan, dan nilai
bahan/ komoditi. Variasi pengolahan sangat banyak mulai dari pembersihan dan
pemilahan di kebun sampai dengan pengolahan fisik/kimiawi di pabrik. Dari
perspektif ekonomi, pada setiap tingkatan pengolahan akan terbentuk nilai tambah
sebagai kompensasi terhadap biaya yang dikeluarkan. Banyak produk yang dapat
dihasilkan dari jagung baik pakan, pangan dan energi. Sebagai ilustrasi industri
pengolahan dan pembentukan nilai tambah akan dikemukan pengolahan untuk
pakan, pati, etanol dan sirup fruktosa. Pemanfaatan jagung untuk pakan melalui
pengolahan basah akan menghasilkan produk samping berupa lembaga yang dapat
diolah untuk menghasilkan minyak.
Pati adalah produk utama dari jagung yang mempunyai pasar dan kegunaan
yang luas baik untuk pangan, energi dan industri kimia. Produksi etanol dari jagung
adalah salah satu langkah penting yang dilakukan oleh beberapa negara seperti
Amerika Serikat, Korea dan Cina untuk mengatasi atau mengantisipasi kekurangan
bahan bakar fosil. Industri sirup fruktosa jagung terus meningkat baik di Amerika,
Cina dan Eropa. Pertumbuhan yang pesat ini akan menyebabkan peningkatan
permintaan bahan baku sehingga kebutuhan pasokan jagung akan meningkat.
Indonesia berpeluang mengisi peningkatan permintaan jagung sekaligus menjadi
produsen sirup fruktosa jagung.
Produk pangan (jajanan) dari jagung sangat beragam dan disukai oleh
konsumen. Tortila/kerupuk jagung dapat dikembangkan untuk memberikan pilihan
bagi mereka yang menyukai produk makanan ringan yang praktis dan siap santap.
Emping jagung adalah biji jagung yang dipres tipis seperti emping atau dalam
bentuk yang lebih baik disebut corn flake. Meskipun belum membudaya di
Indonesia, keberadaannya semakin berkembang dan berdampak positif dalam
usaha diversifikasi menu makanan dengan menambahkan bahan tambahan seperti
coklat, susu dan selai. Cookies jagung menggunakan bahan dasar dari tepung
jagung atau maizena, biasa disebut sebagai kue semprit karena dibuat dengan cara
ditekan atau disemprotkan. Berbagai produk pangan lain dapat dibuat dari tepung
jagung tergantung pada jenis jagungnya. Kastengels jagung, bolu kukus jagung,
dodol jagung, susu jagung dan mie jagung. Pengembangan produk turunan pangan
ini mempunyai potensi pasar yang besar sehingga dapat memperkuat ketahanan
pangan dan ekonomi.
BAB 3. KESIMPULAN

Dari hasil analisis strategi pengembangan agribisnis jagung, dapat


disimpulkan bahwa agribisnis jagung memiliki faktor internal baik kekuatan
maupun kelemahan, serta faktor eksternal baik peluang maupun ancaman.
Beberapa faktor kekuatan yang dimiliki di antaranya adalah bahwa sentra produksi
jagung yang terpusat di Jawa, potensi SDA dan kondisi iklim yang beragam dan
memiliki keunggulan komparatif, jagung memiliki banyak manfaat, keunggulan
pakan jagung untuk unggas, serta usaha tani jagung yang relatif mudah. Sementara,
peluang pengembangan yang dimiliki berupa dukungan sistem distribusi dan
pemasaran hingga ke konsumen akhir, perdagangan jagung antar daerah dan antar
negara berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi sosial, kebutuhan pasokan
jagung untuk pangan dan pakan cukup tinggi, memiliki peluang nilai tambah
agribisnis jagung di dalam negeri maupun di luar negeri, persaingan pemanfaatan
sumberdaya air dan ketidakpastian iklim, penyediaan pangan hanya terfokus pada
beras, sehingga pengetahuan masyarakat akan konsumsi pangan dan gizi masih
terbatas, pasar cenderung monopsoni/ oligoponi.
Secara menyeluruh, strategi pengembangan ke depan perlu memberikan
prioritas utama pada pengembangan agribisnis jagung yang berdaya saing,
berkerakyatan dan berkelanjutan. Hal ini perlu didukung oleh peningkatan
efektivitas dan kualitas kinerja pemerintah, serta pengembangan sarana dan
prasarana distribusi untuk meningkatkan keterjangkauan masyarakat rawan
pangan, sehingga dapat memberikan implikasi terhadap pengembangan
diversifikasi usaha di pedesaan baik secara vertikal (dari hulau hingga hilir
pertanian) maupun horizontal (jenis komoditas dan bidang usaha).
DAFTAR PUSTAKA

Aldillah, R. 2017. Strategi pengembangan agribisnis jagung di Indonesia. Analisis


kebijakan pertanian. 15(1): 43-66.
Badan Litbang Pertanian. 2008. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada Sawah
Tadah Hujan. Pedoman bagi Penyuluh Pertanian. Departemen
Pertanian. Jakarta. 23.
Bantacut, T., M.T. Akbar, dan Y.R. Firdaus. 2015. Pengembangan Jagung untuk
Ketahanan Pangan, Industri dan Ekonomi Corn Development for
Food Security, Industry and Economy. Pangan. 24(2): 135-148.
Hundoyo, A., dan I. Nurrmayasari. 2019. Peningkatan prosuktivitas jagung di
Indonesia. Indonesian Journal of Socio Economics Volume. 1(2):
102-108.
Subandi, I. Manwan, dan A. Blumeschein. 1988. Jagung: teknologi produksi dan
pasca panen. Bogor (ID): Economic and Social Commission for
Asia and the pacific (ESCAP).
Sudana, W. Perkembangan Jagung Pada Dekade Terakhir Serta Peluang
Pengembangan Kedepan. Peneliti pada Balai Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian (BP2TP) Bogor. 1-20.
Zakaria,A,K. 2011. KEBIJAKAN ANTISIPATIF DAN STRATEGI
PENGGALANGAN PETANI MENUJU SWASEMBADA
JAGUNG NASIONAL. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume
9.No 3,: 261-274.

Anda mungkin juga menyukai