Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Sosio Agri Papua Vol 9 No 2 Desember 2020

KAJIAN SISTEM USAHATANI DENGAN METODE “SRI” TERHADAP


PRODUKTIVITAS PADI SAWAH
DI KABUPATEN TELUK BINTUNI PAPUA BARAT

Djuliati Dampa1, Tress Paiitiasina2


1)
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Papua
2)
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Papua

Email: d.dampa@unipa.ac.id; ta.pattiasina@unipa.ac.id

Abstrak

Kelangkaan pupuk anorganik dan sulitnya memperoleh varietas benih padi unggul akan menyebabkan
terjadinya penurunan produktivitas dan selanjutnya terjadi penurunan produksi. Dampaknya target swasembada
beras tidak akan tercapai. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan inovasi teknologi yang ramah
lingkungan, yaitu metode SRI (System of Rice Intensification). Tujuan kajian ini adalah mengkaji perbaikan
sistem usahatani dengan metode SRI (System of Rice Intensification) terhadap produktivitas usahatani petani di
Kabupaten Teluk Bintuni. Tujuan khusus menganalisis penggunaan pupuk organik dan anorganik yang paralel
dengan perbaikan sistem usahatani melalui jenis varietas/ galur padi, dan penggunaan sistem tanam tandur jajar
terhadap produktivitas padi di beberapa sentra produksi padi sawah di Kabupaten Teluk Bintuni. Metode yang
digunakan melalui pembuatan demplot usahatani tentang penerapan sistem pertanian semi organik dengan
berbagai varietas, galur, dan cara penanaman yang telah digunakan petani. Hasilnya menunjukkan bahwa
perbaikan sistem usahatani dengan metode System of Rice Intensification (SRI) melalui demonstrasi plot mampu
meningkatkan produktivitas padi sawah sebesar 6,48 Ton GKP/Ha/MT. Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan
produktivitas padi sawah milik masyarakat petani di Kabupaten Teluk Bintuni selama delapan tahun terakhir
sebesar 3,83 ton/ha.
Kata kunci: Padi Sawah, Produktivitas, System of Rice Intensification

Abstrack

The scarcity of inorganic fertilizers and the difficulty of obtaining superior rice seed varieties will cause
a decrease in productivity and subsequently a decrease in production. The impact is that the rice self-sufficiency
target will not be achieved. One of the efforts made is by means of environmentally friendly technological
innovation, namely the SRI (System of Rice Intensification) method. The purpose of this study is to examine the
improvement of the farming system using the SRI (System of Rice Intensification) method on farm productivity of
farmers in Bintuni Bay Regency. The specific objective is to analyze the use of organic and inorganic fertilizers
which are parallel with the improvement of the farming system through the types of rice varieties / lines, and the
use of the tandur row planting system on rice productivity in several rice production centers in Teluk Bintuni
Regency. The method used is by making a farming demonstration plot about the application of a semi-organic
farming system with various varieties, lines, and planting methods that have been used by farmers. The results
showed that the improvement of the farming system using the System of Rice Intensification (SRI) method through
the demonstration plot was able to increase the productivity of lowland rice by 6.48 tons of GKP / Ha / MT. This
result is much higher than the productivity of lowland rice belonging to the farming community in Teluk Bintuni
Regency during the last eight years of 3.83 tonnes / ha.
Keywords: Rice Paddy, Productivity, System of Rice Intensification

PENDAHULUAN

Salah satu tujuan utama pembangunan pertanian di Indonesia adalah meningkatkan


ketahanan pangan, sehingga berbagai upaya dan teroboson terus dilakukan. Sektor pertanian
dituntut harus mampu memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat disebabkan makin
bertambahnya jumlah penduduk. Selain itu melalui sektor pertanian diharapkan mampu
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani (Wardi, et al., 2016). Kebutuhan beras
sebagai salah satu sumber pangan utama penduduk Indonesia terus meningkat seiring dengan
jumlah penduduk yang terus bertambah dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,39 persen selama
6 tahun terakhir (2010-2016), juga adanya pergeseran pola konsumsi penduduk dari non beras
195
Jurnal Sosio Agri Papua Vol 9 No 2 Desember 2020

ke beras. Disisi lain, terjadi konversi lahan untuk kepentingan selain pertanian berpotensi
menurunkan produksi dan produktivitas padi sawah. Hal ini menjadi salah satu penyebab
belum terpenuhinya kebutuhan pangan nasional (Susilo dan Parwito, 2013).
Teluk Bintuni merupakan salah satu kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten
Manokwari. Sebagai kabupaten baru, Teluk Bintuni menunjukkan pertumbuhan penduduk
yang cukup tinggi, yakni rata-rata sebesar 4,12 persen/tahun selama periode 10 tahun sejak
pembentukannya (tahun 2003), dan stabil sebesar rata-rata 2,6 persen/tahun selama periode 3
tahun terakhir (Tim Unipa, 2017). Pertumbuhan penduduk ini terjadi paralel dengan masuknya
berbagai investasi di kabupaten ini, seperti Tangguh LNG, eksploitasi produksi hutan kayu,
eksploitasi produksi udang, dan perkebunan kelapa sawit skala usaha besar. Bertambahnya
jumlah penduduk membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup ditinjau dari aspek kuantitas
dan kontinuitas di samping aspek kualitas produksi.
Untuk menyediakan pangan, Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni melalui Dinas
Pertanian secara bertahap melakukan upaya-upaya nyata pembangunan pertanian seperti
peningkatan luas lahan usahatani dan diversifikasi cabang-cabang usahatani. Saat ini Teluk
Bintuni termasuk wilayah yang melakukan diversifikasi pangan sumber karbohidrat, tetapi
beras yang dihasilkan dari cabang usahatani padi cenderung menjadi bahan makanan pokok
sumber karbohidrat bagi penduduk Kabupaten Teluk Bintuni.
Kecenderungan penduduk menjadikan beras sebagai makanan pokok sumber
karbohidrat diprakirakan akan terus meningkat. Namun, volume beras yang dihasilkan
Kabupaten Teluk Bintuni masih jauh dari rata-rata kebutuhan beras sebesar 106,817
kg/kapita/tahun. Pasokan beras di Kabupaten Teluk Bintuni berasal dari 4 sumber, yaitu Bulog
untuk PNS, Bulog untuk Raskin, beras lokal atau beras yang dihasilkan oleh para petani di
Bintuni, dan beras dari pihak swasta/importer, yaitu beras yang didatangkan dari luar
Kabupaten Teluk Bintuni.
Selama proses pembangunan pertanian hingga sekarang ini, di Kabupaten Teluk Bintuni
telah terdapat potensi lahan sawah berpengairan teknis kurang lebih 800 hektar, dan kurang
lebih 1 000 hektar lahan usahatani padi tadah hujan. Potensi lahan usahatani padi ini telah
mendorong komitmen pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni untuk mencanangkan “Teluk
Bintuni Swasembada Beras 2018.” Kenyataannya, swasembada beras belum terlaksana hingga
akhir 2018, namun keinginan pemerintah untuk meningkatkan produksi padi sawah terus
dilaksanakan dengan berbagai perbaikan sistem usahatani.
Permasalahan yang dihadapi petani di Kabupaten Teluk Bintuni dalam menjalankan
usahanya masih dihadapkan pada berbagai kendala diantaranya sulit memperoleh pupuk
bersubsidi bahkan mengalami kelangkaan, dan benih padi unggul sulit diperoleh. Selain itu
masalah iklim juga menjadi salah satu kendala yang dihadapi petani. Kelangkaan pupuk
menjadi sumber dampak potensial berupa tingkat penggunaan pupuk oleh petani jauh di bawah
dosis minimal. Dampak lanjutnya adalah rendahnya hasil produksi panen padi gabah/ beras
yang diperoleh petani. Akibat dampak, pendapatan usahatani rendah bahkan minus, disamping
target swasembada tidak tercapai. Kesulitan mendapatkan benih padi unggul menjadi sumber
dampak potensial berupa keterlambatan memulai proses produksi musim tanam berikutnya atau
penggunaan benih padi hasil panen sebelumnya. Dampak lanjutnya adalah rendahnya hasil
produksi panen padi gabah/ beras yang diperoleh petani. Akibat dampak menjadi lebih besar
jika terjadi secara simultan. Dikhawatirkan petani menjadi enggan untuk melakukan usahatani
padi, dan target swasembada tidak tercapai.
Perkembangan luas lahan, produksi, dan produktivitas padi sawah di Kabupaten Teluk
Bintuni 5 tahun terakhir (2010-2017) dapat dilihat pada Tabel 1. Produksi padi sawah di
Kabupaten Teluk Bintuni cenderung berfluktuasi kearah penurunan. Hal ini disebabkan
penggunaan input produksi cenderung berkurang seperti jenis varietas yang digunakan adalah
varietas turun temurun yang tersedia di wilayah sentra produksi padi, kurangnya pengairan,

196
Jurnal Sosio Agri Papua Vol 9 No 2 Desember 2020

serangan hama penyakit, dan rendahnya dosis pupuk yang diberikan akibat tidak tersedianya
pupuk bersubsidi di lokasi usahatani. Hal ini ditunjang oleh pendapat Irawan (2005) yang
menuliskan melambatnya laju pertumbuhan produksi padi nasional disebabkan oleh adanya
kompetisi dalam penggunaan lahan, perubahan iklim yang ekstrim, degradasi sumberdaya
pertanian, terbatasnya dukungan infrastruktur pertanian, serta tidak adanya terobosan teknologi
padi secara signifikan.
Tabel 1 Perkembangan Produksi dan Produktivitas Aktual Untuk Usahatani Padi
Sawah Periode 2010-2017 di Kabupaten Teluk Bintuni
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
2010 448,00 1760,8 3,93
2011 320,00 1440,0 4,5
2012 304,00 1185,6 3,9
2013 410,00 1626,5 3,97
2014 370,00 1429,0 3,86
2015 306,00 1063,0 3,47
2016 165,00 649,0 3,93
2017 427,00 1549,0 3,08
Rataan 343,75 1337,9 3,83
Sumber: BPS Teluk Bintuni Berbagai Tahun
Berdasarkan permasalahan dan kebutuhan serta melihat adanya potensi untuk
peningkatan produksi padi sawah, pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni melakukan upaya
pengembangan dan peningkatan produksi melalui perbaikan input produksi dan perbaikan
sistem tanam. Hal ini dilakukan agar terwujud swasembada beras dan terciptanya ketahanan
pangan di Kabupaten Teluk Bintuni serta memperkuat ekonomi rumahtangga warga
masyarakat melalui pengembangan tanaman padi di kampung-kampung sentra produksi padi
dalam wilayah Kabupaten Teluk Bintuni dan sekitarnya.
Kesenjangan antara potensi dan produksi aktual akan terus berlanjut bila tidak ada
perubahan dalam sistem usahatani. Kekhawatiran tentang keberlanjutan, dan kekurangan sosial
dan teknis dari Revolusi Hijau, akan memunculkan sejumlah strategi produksi (Mishra, 2011;
Barah, 2009). Salah satu inovasi teknologi yang ramah lingkungan adalah dengan metode SRI
(System of Rice Intensification). SRI merupakan praktek manajemen intensif produksi beras
untuk meningkatkan produksi dan keuntungan serta pengurangan biaya. Secara khusus, SRI
berperan terhadap konservasi tanah, air dan keanekaragaman hayati dan pemanfaatan biologis
kekuatan energi tanaman dan matahari. Keberlanjutan hasil SRI memiliki kepentingan
ekonomi makro dan mikro. Dengan kata lain, keberlanjutan hasil SRI tingkat masyarakat akan
memastikan produksi yang stabil sehingga mencapai ketahanan pangan, sementara
keberlanjutan ekonomi akan mendorong petani untuk mengadopsi teknologi tersebut (RAO,
2011). Keuntungan dari metode SRI yaitu produksi meningkat minimal 50% dari budidaya
konvensional, mengurangi kebutuhan benih 80-90%, dan mengurangi kebutuhan air 50%
(Wayayok, et al., 2014). Penelitian yang dihasilkan oleh Anugrah, et al. (2008), metode SRI
mampu meningkatkan produktivitas, pendapatan, efisiensi produksi, dan pangsa harga produk
yang lebih tinggi.
Peningkatan produksi dengan metode SRI di Kabupaten Teluk Bintuni dilakukan melalui
perbaikan pola produksi usahatani mengarah pada pertanian padi semi organik dengan
penggunaan benih unggul dan penerapan tandur jajar. Peralihan pertanian non-organik menjadi
pertanian yang berbasis pertanian organik di tingkat petani adalah akibat dari kelangkaan pupuk
yang disebabkan oleh produksi yang rendah dan distribusi yang tidak lancar. Pertanyaannya
apakah dengan metode SRI dapat meningkatkan produktivitas usahatani padi sawah petani?
Berdasarkan latar belakang masalah, maka secara umum tujuan kegiatan adalah mengkaji
perbaikan sistem usahatani dengan metode SRI (System of Rice Intensification) terhadap
produktivitas usahatani petani di Kabupaten Teluk Bintuni. Secara khusus, penulisan ini
197
Jurnal Sosio Agri Papua Vol 9 No 2 Desember 2020

bertujuan menganalisis penggunaan pupuk organik dan anorganik yang paralel dengan
perbaikan sistem usahatani melalui jenis varietas/ galur padi, dan penggunaan sistem tanam
tandur jajar terhadap produktivitas padi di beberapa sentra produksi padi sawah di Kabupaten
Teluk Bintuni.

METODOLOGI PENELITIAN

Penerapan metode SRI dengan perbaikan input benih dan cara tanam di Kabupaten
Teluk Bintuni dilaksanakan di dua sentra produksi padi yakni Distrik Manimeri dan Distrik
Tembuni. Pemilihan dua distrik menjadi contoh dalam pembuatan demplot berdasarkan
produksi padi sawah paling tinggi dari 4 sentra produksi padi. Kegiatan utama yang dilakukan
adalah pembuatan demplot usahatani padi sawah. Lahan sawah yang ditetapkan sebagai lahan
demplot adalah lahan sawah yang memiliki kriteria sebagai lahan demplot.
Kriteria lahan demplot adalah:
1. Letaknya strategis yakni di lokasi yang menjadi lintasan perjalanan petani dan keluarganya
dalam melakukan naktivitas rutinnya tiap hari.
2. Letaknya strategis yakni di lokasi yang menjadi lintasan perjalanan petani dan keluarganya
dalam melakukan aktivitas rutinnya tiap hari.
3. Areal lahan diharapkan tetap ada air dengan debit yang cukup untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman padi sawah, walaupun jaringan irigasi yang sementara direhabilitasi
di Distrik Manimeri belum berfungsi baik .
Petani yang terlibat dalam budidaya padi sawah adalah petani yang juga memenuhi
kriteria sebagai petani demplot. Kriteria yang digunakan sebagai petani demplot adalah sebagai
berikut:
1. Petani pemilik lahan demplot adalah juga penggarap, dan menempatkan pertanian pangan
sebagai mata pencaharian utama.
2. Petani pemilik penggarap lahan usahatani padi ini memiliki kemampuan cepat untuk
mengadaptasi teknik budidaya padi organik.
3. Petani pemilik penggarap lahan ini mampu menjelaskan dan memberi pembelajaran kepada
petani lainnya tentang teknik budidaya padi organik.
Berdasarkan kriteria tersebut kemudian ditetapkan empat areal lahan demplot dan
empat orang petani pemilik penggarap untuk penyelenggaraan demplot usaha pertanian padi
organik yang tersebar pada 4 (empat) kampung yaitu dua kampung di Distrik Manimeri
(Kampung Waraitama dan Banjar Ausoi) dan dua kampung di Distrik Tembuni (Kampung
Bangun Hardjo dan Bangun Mulyo). Lahan sawah yang digunakan untuk membuat demplot
adalah lahan sawah milik petani seluas 2 Ha dimana masing-masing demplot memiliki luas
sebesar 0,5 hektar.
Kegiatan berlangsung selama 6 (enam) bulan mulai dari persiapan hingga pemanenan
hasil. Rancangan demplot demplot usahatani padi organik di Kabupaten Teluk Bintuni
didasarkan pada beberapa hal yaitu:
a. Pengertian demplot usahatani padi, yaitu sebagai sebuah metode penyuluhan pertanian yang
mempertontonkan kepada masyarakat petani padi tentang teknik budidaya tanaman padi
sawah
b. Kelangkaan pupuk anorganik.

198
Jurnal Sosio Agri Papua Vol 9 No 2 Desember 2020

c. Perbedaan pandangan antar para teknokrat tentang penggunaan pupuk pada usahatani padi
sawah di Kabupaten Teluk Bintuni.
d. Kebimbangan petani menetapkan varitas padi sawah yang akan ditanam.
e. Cara tanam yang digunakan
Berdasarkan kelima faktor di atas maka rancangan umum demplot teknik budidaya
padi sawah disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rancangan Demplot Teknik Budidaya Padi Organik di Distrik- Distrik Sentra
Produksi Beras di Kabupaten Teluk Bintuni
Cara Pupuk Varitas/GalurPadi
Penanaman Jenis Pupuk Proporsi (%) Menur Cigelis Pilihan Petani
Tapak Macan Organik (kg) 75
Urea (kg) 25
NPK (kg) 25
KODE (A) (B) (C)
Organik (kg) 50
Urea (kg) 50
NPK (kg) 50
KODE (D) (E) (F)
Legowo Organik (kg) 75
Urea (kg) 25
NPK (kg) 25
KODE (G) (H) (I)
Organik (kg) 50
Urea (kg) 50
NPK (kg) 50
KODE (J) (K) (L)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penerapan Metode “SRI” pada Budidaya Padi Sawah


Pengolahan Tanah
Waktu pelaksanaan pengolahan tanah tidak serempak dilakukan oleh keempat petani
demplot atau kampung-kampung lokasi demplot. Petani demplot di Kampung Waraitama
mengolah tanah pada pertengahan bulan Oktober 2016, Kampung Banjar Ausoi pada awal
bulan Oktober 2016, Kampung Bangun Harjo pada awal bulan November 2016, dan Kampung
Bangun Mulyo pada bulan September 2016. Perbedaan ini disebabkan perbedaan tingkat
kemudahan petani untuk mendapatkan air pengairan.
Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan hand tractor yang diperoleh dari
bantuan Dinas Pertanian Kabupaten Teluk Bintuni kepada kelompok tani. Walaupun demikian,
tenaga kerja petani dengan menggunakan cangkul masih diperlukan untuk merapihkan bagian-
bagian tertentu dari tanah yang telah diolah dengan menggunakan hand tractor. Penggunaan
hand tractor ini diatur oleh masing-masing ketua kelompok tani berdasarkan hasil kesepakatan
bersama anggota kelompok tani. Penggunaan hand tractor oleh anggota kelompok tani
dilakukan secara bergiliran, dengan beberapa kewajiban yang harus dipenuhi. Kewajiban ini
berkaitan dengan biaya penggunaan traktor yakni iuran kas kelompok tani, pengadaan bahan
bakar, dan upah driver(operator) jika petani tidak membajaknya sendiri.
Pembajakan setiap areal sawah dilakukan dua kali sebelum tanam dalam setiap musim
tanam. Pertama, membongkar tanah dengan menggunakan bajak atau singkal. Kedua,
menggemburkan tanah sampai dengan pelumpuran, dengan menggunakan rotary.Secara visual

199
Jurnal Sosio Agri Papua Vol 9 No 2 Desember 2020

kegiatan pembajakan sawah Demplot teknik budidaya padi sawah organik, dapat dilihat pada
foto cuplikan kegiatan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kegiatan Pengolahan Tanah


Pembibitan
Bibit padi yang digunakan petani demplot dalam pembibitan adalah jenis/varitas
Menur dan Cigeulis yang diunggulkan oleh konsultan pertanian Tangguh LNG, dan
mengakomodasi 1 (satu) varitas unggulan petani pada masing-masing kampung lokasi
Demplot. Varitas unggulan petani ini berbeda antar kampung yakni Varitas Ciherang di
Kampung Waraitama, Sintanur di Kampung Banjar Ausoi, dan IR-64 di Kampung Bangun
Harjo maupun Kampung Bangun Mulyo.
Teknik pembibitan yang diterapkan petani meliputi lima jenis pekerjaan yang dilakukan
petani secara bertahap. Masing-masing, mulai dari penyiapan lahan, pengolahan tanah,
perlakuan benih, penaburan benih, dan pemeliharaan pembibitan. Penyiapan lahan mencakup
pekerjaan penebasan vegetasi/rumput, dan pembersihan hasil tebasan vegetasi. Hasil tebasan
vegetasi diangkut dan ditempatkan jauh dari areal lahan calon tempat pembibitan. Hal ini
penting untuk menghindari tumpukan hasil tebasan vegetasi yang menjadi sarang atau inang
berbagai jenis hama bibit padi. Luas lahan yang dipersiapkan untuk menyediakan bibit pada
usahatani padi sawah rata-rata 10 meter persegi. Luas lahan yang dipersiapkan oleh setiap
petani Demplot berkisar antara 20 m2 sampai dengan 30 m2.
Lokasi lahan dibedakan menjadi dua jenis yakni pada salah satu bagian areal sawah
Demplot, dan di luar areal sawah Demplot. Di Kampung Banjar Ausoi, Bangun Harjo, dan
Kampung Bangun Mulyo ditempatkan pada salah satu bagian areal lahan Demplot. Di
Kampung Waraitama, areal pembibitan ditempatkan di luar areal sawah Demplot.
Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul untuk membongkar tanah
agar menjadi gembur, dan membentuk guludan atau bedengan. Selanjutnya tanah yang telah
gembur ini digenangi air irigasi untuk memudahkan proses pelumpuran. Tanah yang telah
menjadi lumpur ini dibentuk menjadi guludan/bedengan yang dilengkapi saluran air irigasi.
Cara ini diterapkan petani Demplot di Kampung Waraitama, Bangun Harjo dan Kampung
Bangun Mulyo. Di Kampung Banjar Ausoi, benih tidak ditabur di atas guludan tetapi pada
wadah berukuran luas kurang lebih 30 cm x 50 cm. Jumlah wadah yang digunakan sebanyak
70 buah.
Perlakuan benih padi yang dilakukan petani adalah perendaman dalam air bersih yang
sesuai kriteria air irigasi. Perendaman dilakukan dalam wadah karung selama 8 sampai 10 jam,
sebelum ditabur di atas permukaan guludan berupa media lumpur yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Penaburan dilakukan merata atau tidak tertumpuk pada bagian-bagian tertentu di
atas permukaan media lumpur. Hal ini penting untuk menghindari persaingan antar individu
tanaman padi dalam hal pengambilan unsur hara dan energi sinar matahari untuk menciptakan
pertumbuhan dan perkembangan bibit tanaman padi.

200
Jurnal Sosio Agri Papua Vol 9 No 2 Desember 2020

Pemeliharaan pembibitan mencakup kegiatan pengairan, dan pengendalian hama


penyakit tanaman, Pengairan dilakukan secara periodik sesuai tahapan pertumbuhan dan
perkembangan bibit tanaman padi. Tahap pertama, selama periode pembentukan vegetatif
seperti batang dan daun. Tahap terakhir, selama periode pencabutan bibit tanaman padi. Hal
ini diperlukan untuk menjamin media tanaman berada dalam kondisi yang lunak, sehingga
memudahkan pencabutan bibit tanaman padi. Pencabutan bibit tanaman padi dilakukan setelah
30 – 40 hari penaburan benih.
Asal benih unggulah konsultan pertanian Tangguh LNG yakni Menur dan Cigeulis
diperoleh dari hasil kerjasama dengan Dinas Pertanian Kabupaten Teluk Bintuni yang
disalurkan melalui PPL Kampung Banjar Ausoi. Setiap varitas dialokasi 10 kg tiap Demplot,
dengan harga Rp 10 000.-/kg. Selengkapnya keragaan pembibitan padi sawah yang dilakukan
petani Demplot, dapat dilihat pada foto cuplikan keragaan pembibitan padi sawah, seperti pada
Gambar 15.

Gambar 2. Pembibitan Padi Sawah Demplot


Penanaman
Waktu penanaman tanaman padi dilakukan setelah bibit berumur 18 hari sampai 25 hari.
Selain ditentukan oleh umur bibit, waktu tanam dipengaruhi pula oleh perkiraan petani tentang
ketersediaan air irigasi selama proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi.
Berdasarkan kedua pertimbangan ini, waktu tanaman padi Demplot berbeda-beda antar petani
atau kampung. Selengkapnya, waktu tanam padi sawah Demplot pada setiap kampung lokasi
Demplot disajikan pada Tabel 3.
Penanaman serempak belum dapat diwujudkan sebagaimana diharapkan oleh para ahli
pertanian padi sawah. Idealnya waktu tanam serempak itu dapat dilakukan pada bulan
September seperti yang dilakukan petani Demplot di Kampung Bangun Mulyo. Cara
penanaman yang diterapkan sesuai dengan rancangan Demplot. Ada dua cara penanaman yang
akan digunakan yaitu jajar legowo dan tapak macan. Jarak tanam berkisar antara 23 cm sampai
dengan 25 cm antar tanaman.
Tabel 3 Waktu Tanam Padi Sawah Demplot Teknik Budidaya Padi Sawah Organik di
Kampung-Kampung Sentra Produksi Beras di Kabupaten Teluk Bintuni
No Kampung Waktu Tanam
1 Waraitama 13 November 2016
2 Banjar Ausoi 01 November 2016
3 Bangun Harjo 23 November 2016
4 Bangun Mulyo 23 September 2016
Pemeliharaan
Pemeliharaan mencakup kegiatan pemupukan, pengendalian hama penyakit tanaman,
dan penyiangan rumput. Selain itu juga dilakukan pemberian air irigasi sesuai kebutuhan
tanaman padi sawah. Pemupukan dilakukan berdasarkan rancangan demplot yang telah
201
Jurnal Sosio Agri Papua Vol 9 No 2 Desember 2020

ditetapkan, yaitu mengkombinasikan dosis 50 persen masing-masing pupuk anorganik dan


organik, serta 75 persen pupuk organik, 25 persen pupuk anorganik. Penyiangan rumput
dilakukan petani dengan menggunakan sistem kimiawi yakni menggunakan herbisida.
Penggunaan herbisida dilakukan dengan hati-hati yakni mempertimbangkan ketersediaan air
irigasi yang cukup. Penggunaan herbisida pada kondisi air irigasi tidak tersedia berdampak
pada gangguan pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi sawah. Keadaan ini terjadi di
Kampung Banjar Ausoi yakni tanaman padi galur Menur mengalami ganggunan pertumbuhan
dan perkembangan.
Pengendalian hama penyakit tanaman menggunakan beberapa jenis pestisida. Jenis
pestisida yang digunakan disesuaikan hasil interview tim pengelola program dengan petani
Demplot sebelum perancangan Demplot. Walaupun demikian, terdapat beberapa jenis
pestisida yang digunakan sesuai kebutuhan selama proses pertumbuhan dan perkembangan
tanaman padi sawah berlangsung.
Panen hasil
Cara panen hasil produksi padi dilakukan dengan mengandalkan mekanisasi pertanian,
mulai dari pemotongan batang padi sampai dengan perontokan gabah, dan pengepakan. Cara
ini dilakupan petani Demplot di Kampung Waraitama, Banjar Ausoi, dan Kampung Bangun
Harjo. Di Kampung Bangun Mulyo, panen hasil dilakukan dengan cara semi mekanis.
Pemotongan batang padi dilakukan dengan menggunakan sabit, tetapi perontokan gabah
dilakukan dengan menggunakan mesin. Waktu panen tidak berlangsung serempak, sama
seperti waktu tanam yang telah dilakukan sebelumnya.Selengkapnya keragaan kegiatan panen
hasil produksi padi Demplot dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kegiatan Pemanenan Hasil Produksi Padi Demplot


Produktivitas Usahatani Padi Sawah Metode SRI Berdasarkan Hasil Demplot Tahun
2016
Produktivitas usahatani padi sawah menggunakan metode SRI melalui Demplot teknik
budidaya padi sawah organik Musim Tanam (MT) akhir tahun 2016 di Kabupaten Teluk
Bintuni disajikan seperti pada Tabel 3.
Produktivitas hasil padi sawah Gabah Kering Panen (GKP) tanpa membedakan
variabel-variabel: varitas/galur dan dosis pupuk serta tandur jajar sebesar 6,48 Ton/Ha/MT
lebih tinggi di bandingkan produktivitas selama periode 5 (lima) tahun (2010-2014) yang
dilaporkan BPS Kabupaten Teluk Bintuni, rata-rata 4,03 Ton/Ha/MT. Perbedaan tingkat
produktivitas ini ternyata jauh lebih besar dibandingkan Hasil Kajian Tim Unipa (2015) sebesar
1,66 Ton/Ha/MT. Rendahnya tingkat produksi padi sawah pada tahun 2015 disebabkan dua
faktor utama yakni kelangkaan pupuk (anorganik), dan kelangkaan air irigasi. Wardhana
(2009) menuliskan penerapan metode SRI pada budidaya padi sawah dapat menghemat

202
Jurnal Sosio Agri Papua Vol 9 No 2 Desember 2020

penggunaan air irigasi sekitar 50% (irigasi intermitten selama fase vegetatif). Berdasarkan hasil
percobaan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Padi Internasional (IRRI) pada tahun 1991
menunjukkan bahwa dari rata-rata produksi padi sebesar 3,40 ton gabah per hektar, air
memberikan kontribusi sebesar 26%, pupuk sebesar 21% dan faktor lainnya seperti bibit,
pestisida dan tenaga kerja memberikan kontribusi sebesar 53%.
Faktor lain yang menjadi penyebab rendahnya hasil produksi panen tahun 2015, adalah
kesulitan petani menetapkan alternatif tandur jajar dan varitas/galur yang digunakan dalam
proses usahatani padi sawah. Hasil Demplot menunjukkan berbagai temuan sebagai dasar
untuk membuat berbagai alternatif untuk memperkecil permasalahan peningkatan produktivitas
padi sawah, seperti di bawah ini.
Semua varitas padi sawah demplot yang ditanam dengan tandur jajar “tapak macan”
tampak lebih responsif terhadap dosis pupuk organik sebesar 75 persen, seperti ditunjukkan
dengan capaian produktivitas tertinggi yakni 6,33 Ton GKP/Ha/MT. Respon terbesar diberikan
oleh varitas Sintanur di Distrik Manimeri dengan capaian produktivitas mencapai 7,49 Ton
GKP/Ha/MT, menyusul Ciherang di Distrik Manimeri (7,07 Ton GKP/Ha/MT) dan Menur
(6,68 Ton GKP/Ha/MT).
Tabel 3 Produktivitas Usahatani Padi Sawah Dengan Metode SRI Tahun 2016
Produktivitas (Ton/Ha)
Tapak Macan Legowo
Varietas/Galur
Dosis Pupuk Organik Dosis Pupuk Organik
75% 50% 75% 50%
Menur
Distrik Manimeri 6,68 5,21 5,03 6,02
Distrik Tembuni 6,67 9,06 4,67 8,56
Rata-rata 6,68 7,13 4,85 7,29
Cigeulis
Distrik Manimeri 6,09 6,51 5,86 5,53
Distrik Tembuni 5,82 5,7 4,74 4,97
Rata-rata 5,95 6,11 5,30 5,25
IR-64
Distrik Tembuni 4,54 5,24 5,3 5,29
Sintanur
Distrik Manimeri 7,49 8,04 5,45 5,59
Ciherang
Distrik Manimeri 7,07 5,49 6,94 5,69
Rata-rata Teluk Bintuni 6,33 6,50 5,35 6,02
Sumber: Data Primer (diolah), 2016
Hasil penelitian juga menunjukkan responsibilitas semua varietas/galur tanaman padi
sawah dengan tandur jajar “tapak macan” terhadap dosis pupuk organik sebesar 75 persen tidak
jauh berbeda dengan dosis pupuk organik sebesar 50 persen. Produktivitas yang diperoleh
mencapai 6,50 Ton GKP/Ha/MT. Respons terbesar diberikan oleh Galur Menur di Distrik
Tembuni sebesar 9,06 Ton GKP/Ha/MT. Keadaan ini memberi petunjuk bahwa peran tandur
jajar “tapak macan” dalam peningkatan produksi padi sawah Demplot menjadi sangat penting.
Semua varitas padi sawah Demplot yang ditanam dengan menggunakan tandur jajar
“legowo “ juga responsif terhadap penggunaan pupuk organik dengan dosis 75 persen maupun
50 persen. Namun respons ini lebih rendah dibandingkan dengan respons padi sawah Demplot
203
Jurnal Sosio Agri Papua Vol 9 No 2 Desember 2020

yang menggunakan tandur jajar “tapak macan”. Data ini memberi petunjuk bahwa penggunaan
tandur jajar “tapak macan” lebih responsif di bandingkan tandur jajar “legowo”. Penggunaan
tandur jajar “legowo” dengan pupuk organik yang diberikan pada dosis 50 persen ternyata
lebih responsif di bandingkan dosis 75 persen. Produktivitas tertinggi diberikan oleh galur
Menur di Distrik Tembuni sebesar 8,56 Ton GKP/Ha/MT.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, menunjukkan bahwa metode SRI yang diterapkan
oleh petani bila dikombinasikan dengan menggunakan pupuk organik akan meningkatkan
produktivitas padi sawah di Teluk Bintuni. Meskipun dalam penelitian ini tidak dilakukan
pengujian sifat fisik dan kimia tanah, namun berdasarkan hasil penelitian Bakri, et al. (2010)
menunjukkan perlakuan pemupukan 50% dosis pupuk anorganik + 200 kg pupuk organik hayati
menghasilkan bobot basah tanaman, bobot kering tanaman, bobot basah akar, bobot kering akar,
jumlah anakan produktif, bobot 1000 butir gabah, serapan N, P dan K lebih tinggi dibanding
dengan perlakuan pemupukan lainnya. Populasi Azotobacter, mikrob pelarut fosfat dan total
mikrob tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan pupuk anorganik dan organik hayati. Hasil
gabah pada perlakuan pemupukan 50% pupuk anorganik + 200 kg pupuk organik hayati tidak
berbeda dengan pemupukan 100% pupuk anorganik, sehingga dosis pupuk anorganik dapat
dikurangi hingga 50% dengan aplikasi 200 kg pupuk organik hayati.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho dan Cahyo (2016)
bahwa pemberian pupuk NPK 15-15-15 dengan penambahan pupuk hayati pada tanaman padi
metode SRI menghasilkan kandungan unsur hara tanah tertinggi N-total (0,29%), P-tersedia
(26,31 ppm), K-tersedia (0,58 me 100 g-1) pada umur 50 HST dan kandungan unsur hara tanah
pada kedalaman 0-20 cm lebih tinggi dibandingkan dengan kedalaman 20-40 pada semua
waktu pengamatan. Pemberian pupuk NPK 15-15-15 dengan penambahan pupuk hayati pada
tanaman padi metode SRI memperoleh hasil tertinggi pada bobot 1000 biji (30,31 g) atau
produksi (8,4 t ha-1) gabah kering panen.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan perbaikan sistem usahatani
dengan metode System of Rice Intensification (SRI) melalui demonstrasi plot mampu
meningkatkan produktivitas padi sawah sebesar 6,48 Ton GKP/Ha/MT. Hasil ini jauh lebih
tinggi dibandingkan produktivitas padi sawah milik masyarakat petani di Kabupaten Teluk
Bintuni selama delapan tahun terakhir sebesar 3,83 ton/ha. Namun, hasil ini baru dilakukan 1
musim tanam.

Saran
1. Mengulangi pelaksanan demplot teknik budidaya padi sawah metode SRI 1 musim tanam
agar dapat menentukan komposisi pupuk yang tepat untuk menghasilkan produktivitas
tertentu.
2. Mensosialisasi hasil demplot budidaya padi sawah dengan metode SRI kepada petani di
kampung-kampung sentra produksi padi di Kabupaten Teluk Bintuni.
3. Bagi pemerintah dan lembaga swasta dapat bekerjasama mengembangkan metode SRI
dengan berbagai teknik budidaya di beberapa Kabupaten sentra produksi padi sawah di
Papua Barat.

204
Jurnal Sosio Agri Papua Vol 9 No 2 Desember 2020

4. Perlu penelitian lanjutan untuk menganalisis efisiensi teknis dan alokatif penerapan metode
SRI dengan mengkombinasikan penggunaan teknologi mekanisasi dan tenaga kerja paralel
dengan penggunaan pupuk organik dan anorganik.

DAFTAR PUSTAKA

Anugrah IW, Sumedi dan I Putu Wardana. 2008. Gagasan Dan Implementasi System of Rice
Intensification (SRI) Dalam Kegiatan Budidaya Padi Ekologis (BPE). Analisis
Kebijakan Pertanian. Volume 6 No. 1, Maret 2008: 75-99.
Badan Pusat Statistik. 2015. Kabupaten Teluk Bintuni Dalam Angka Tahun 2015. BPS Teluk
Bintuni.
Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Daerah Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2018. BPS
Teluk Bintuni.
Bakrie, MM, Iswandi Anaz, Sugiyanta, dan Komaruddin Idris. 2010. Aplikasi Pupuk
Anorganik Dan Organik Hayati Pada Budidaya Padi Sri (System of Rice
Intensification). Jurnal Tanah Lingkungan Vol. 12 (2), Oktober 2010: 25-32.
Barah, B.C. 2009. Economic and Ecological Benefits of System of Rice Intensification (SRI)
in Tamil Nadu. Agricultural Economics Research Review Vo. 22 July-Desember
2009, 209-214.
Mishra A,Max Whitten,Jan Willem Ketelaar &V. M. Salokhe. 2011. The System of Rice
Intensification (SRI): a challenge for science, and an opportunity for farmer
empowerment towards sustainable agriculture. International Journal of Agricultural
Sustainability Volume 4, 2006 - Issue 3 Pages 193-212.
Nugroho, VA, dan Cahyo Prayogo, 2016. Dapatkah Status Unsur Hara Dan Produktivitas
Tanaman Padi Metode Sri (System of Rice Intensification) Ditingkatkan? Jurnal
Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 3 No 2: 365-374.
Rao, RIVY. 2011. Estimation of Efficiency, Sustainability and Constraints in SRI (System of
Rice Intensification) vis-a-vis Traditional Methods of Paddy. Cultivation in North
Coastal Zone of Andhra Pradesh. Agricultural Economics Research Review Vol. 24
July-December, 325-331.
Susilo E, dan Parwito. 2013. Tumpang Sari Padi Gogo dan Kedelai Dengan Konsep LEISA:
Limbah Pertanian Sebagai Pupuk Organik. Jurnal Agroqua Vol. 11(2), Desember
2013: 21-30.
Tim Unipa, 2015. Kajian Pengembangan Pola Produksi dan Sistem Tataniaga Beras Untuk
Pengembangan Program Swasembada Beras di Kabupaten Teluk Bintuni. Laporan
Penelitan.
Tim Unipa, 2016. Program Mendukung Teluk Bintuni Mandiri Pangan; Program TIEDP
Primary Sector Tahun 2016. Laporan Akhir Pelaksanaan.
Wardhana, L.D.W. 2009. Peningkatan Efisiensi Irigasi melalui Budidaya Padi Metode System
of Rice Intensification (SRI) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wayayok, A., Soom, M.A.M., Abdan, K. and Mohammed, U. 2014. Impact of Mulch on Weed
Infestion in System of Rice Intensification (SRI) Farming. Agriculture and Agricultural
Science Procedia 2, 253-360.

205

Anda mungkin juga menyukai