Anda di halaman 1dari 73

PENGARUH BENIH PADI (Oryza sativa L.

) BERSUBSIDI
TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN
PETANI PADI SAWAH

AZKA RADIETHYA RIEFQI


A24120064

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Benih Padi
(Oryza sativa L.) Bersubsidi terhadap Produksi dan Pendapatan Petani Padi
Sawah adalah karya saya yang dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016

Azka Radiethya Riefqi


NIM A24120064

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
AZKA RADIETHYA RIEFQI. Pengaruh Benih Padi (Oryza sativa L.)
Bersubsidi terhadap Produksi dan Pendapatan Petani Padi Sawah. Dibimbing oleh
MEMEN SURAHMAN DAN HASTUTI.

Padi merupakan komoditas utama yang terus mengalami peningkatan


permintaan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, sehingga dibutuhkan
kebijakan yang tepat agar produksi nasional meningkat dan kegiatan usahatani
dapat menguntungkan petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbandingan produksi dan pendapatan petani antara pengguna benih padi
bersubsidi dan tidak bersubsidi. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor,
yakni: Kecamatan Tenjolaya untuk responden petani pengguna benih padi
bersubsidi dan Kecamatan Dramaga untuk responden petani yang menggunakan
benih padi tidak bersubsidi. Jumlah responden penelitian sebanyak 40 petani
dengan metode purposive sampling dan melalui in depth interview menggunakan
kuesioner. Produksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: kesuburan
tanah, penggunaan pupuk organik, mutu dan varietas benih, serta keterampilan
petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani yang menggunakan benih padi
bersubsidi memiliki tingkat produktivitas dan pendapatan yang lebih tinggi.

Kata kunci: benih, pendapatan, produksi, subsidi, usahatani

ABSTRACT
AZKA RADIETHYA RIEFQI. Effect of Susidized Paddy Seeds (Oryza
sativa L.) against Production and Farmer Income. Supervised by MEMEN
SURAHMAN AND HASTUTI.

Paddy is the main commodity which continoue to experience increased


demand due to population growth, so the right policies needed in order to increase
national production and farming activities can be beneficial for farmers. This
research purposed to compare the production and income between subsidized and
unsubsidized paddy seed user. This research was conducted in the District
Tenjolaya for the respondents user of subsidized paddy seed and District Dramaga
for the respondents user of unsubsidized paddy seed. The number of survey
respondents are 40 farmer with a purposive sampling method trough in depth
interview using questionnaire. The production was influenced by several factors,
including: soil fertility, organic fertilizers, quality and variety of seed, and also the
skills of farmers. The results showed that farmers subsidized paddy seed user have
higher levels on productivity and income.

Keywords: farming activity, production, revenue, seed, subsidies


PENGARUH BENIH PADI (Oryza sativa L.) BERSUBSIDI
TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN
PETANI PADI SAWAH

AZKA RADIETHYA RIEFQI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan kuasa
dan nikmat-Nya penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
Pengaruh Benih Padi (Oryza sativa L.) Bersubsidi terhadap Produksi dan
Pendapatan Petani Padi Sawah. Karya ilmiah ini dibuat sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Departemen Agronomi dan
Hortikultura.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Memen
Surahman, M.Sc.Agr. dan Ibu Hastuti, S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberi masukan dan bantuan untuk tersusunnya karya ilmiah ini.
Ungkapan terimakasih juga diberikan kepada orang tua, adik, dan teman yang
telah banyak membantu dan memberikan dorongan sehingga karya ilmiah ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, September 2016

Azka Radiethya Riefqi


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Botani Padi 3
Deskripsi Benih 4
Kesuburan Tanah 5
Kebijakan Subsidi 5
Daftar Usulan Pembelian Benih Bersubsidi 6
Fungsi Produksi 7
Kriteria Uji Ekonometrika 8
Produksi dan Pendapatan 9
METODE PENELITIAN 10
Tempat dan Waktu Penelitian 10
Bahan dan Alat 10
Pelaksanaan Penelitian 10
Analisis Data 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Gambaran Umum Penelitian 14
Analisis Faktor Produksi Padi 29
Analisis Pendapatan Usahatani 35
SIMPULAN DAN SARAN 43
Simpulan 43
Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN 49
RIWAYAT HIDUP 61
DAFTAR TABEL

1 Umur petani berdasarkan penggunaan benih padi dan status


kepemilikan lahan 15
2 Tingkat pendidikan formal petani berdasarkan penggunaan benih
padi dan status kepemilikan lahan 15
3 Lama pengalaman usahatani berdasarkan penggunaan benih padi dan
status kepemilikan lahan 16
4 Status pekerjaan petani berdasarkan penggunaan benih padi 16
5 Jumlah tanggungan keluarga petani berdasarkan penggunaan benih
padi dan status kepemilikan lahan 17
6 Rata-rata input produksi berdasarkan penggunaan benih padi
bersubsidi 19
7 Luas lahan usahatani berdasarkan penggunaan benih padi 21
8 Rata rata produksi dan harga output padi berdasarkan penggunaan
benih padi 22
9 Deskripsi benih, hama dan penyakit, dan irigasi berdasarkan
penggunaan benih padi 23
10 Rata rata penggunaan input produksi usahatani padi berdasarkan
status kepemilikan lahan 24
11 Luas lahan usahatani padi berdasarkan status kepemilikan lahan 25
12 Rata-rata produksi dan harga output beerdasarkan status kepemilikan
lahan 25
13 Rata-rata penggunaan input produksi usahatani berdasarkan
penggunaan benih padi dan status kepemilikan lahan 26
14 Luas lahan petani padi berdasarkan penggunnaan benih padi dan
status kepemilikan lahan 27
15 Rata-rata produksi dan harga output padi berdasarkan penggunaan
benih padi bersubsdi dan status kepemilikan lahan 28
16 Rata-rata tingkat kesuburan tanah berdasarkan penggunaan benih
padi 28
17 Hasil pendugaan fungsi produksi gabungan usahatani padi 30
18 Jumlah penerimaan pekerjaan sampingan petani berdasarkan
penggunaan benih padi 36
19 Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani berdasarkan
penggunaan benih padi 37
20 Jumlah penerimaan pekerjaan sampingan petani berdasarkan status
kepemilikan lahan 38
21 Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani berdasarkan
status kepemilikan lahan 39
22 Pendapatan sampingan petani berdasarkan penggunaan benih padi
dan status kepemilikan lahan 41
23 Rata rata penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani berdasarkan
penggunaan benih padi dan status kepemilikan lahan 42
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner penelitian 49
2 Hasil pengolahan data dan fungsi produksi 55
3 Uji heterokedastisitas 56
4 Uji variance influence factor 56
5 Uji normalitas 57
6 Deskripsi padi Varietas Inpari 13 57
7 Deskripsi padi Varietas Inpari 16 58
8 Deskripsi padi Varietas Ciherang 59
9 Deskripsi padi Varietas Mekongga 60
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas unggulan utama tanaman


pangan yang pengembangannya diarahkan pada daerah sentra produksi padi.
Peningkatan produktivitas padi terutama padi sawah perlu dilakukan agar
produksi padi yang dihasilkan juga meningkat. Hal ini dikarenakan kebutuhan
terhadap beras terus meningkat sesuai dengan perkembangan penduduk sebesar
1,9% per tahun (Mahmud et al., 2010). Pendapat ini didukung oleh Riyanto et al.
(2013) bahwa sekitar 95% penduduk Indonesia masih mengandalkan beras
sebagai komoditas pangan utama dan dari tahun ke tahun kebutuhan beras di
Indonesia terus mengalami peningkatan seiring bertambahnya jumlah penduduk.
IRRI (2001) menambahkan bahwa sampai saat ini kebutuhan kalori dan protein
masih dipenuhi dari beras, yaitu masing-masing sekitar 56% dan 46%.
Badan Pusat Statistik (2015) menunjukkan bahwa produksi padi tahun
2014 (ASEM) sebanyak 70,83 juta ton gabah kering giling (GKG) mengalami
penurunan sebesar 0,45 juta ton (0.63%) dibandingkan tahun 2013. Penurunan
produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen seluas 41,61 ribu
hektar (0,30%) dan penurunan produktivitas sebesar 0,17 kuintal.hektar-1 (0,33%).
Jumlah penduduk Indonesia meningkat pada periode 2000-2006 dengan laju
pertumbuhan 1,36% per tahun sementara konsumsi beras diperkirakan 137 kg per
kapita. Apabila laju pertumbuhan penduduk diasumsikan menurun 0,03% per
tahun, maka konsumsi beras pada 2010, 2015, dan 2020 diproyeksikan berturut-
turut sebesar 32,13 juta ton, 34,12 juta ton, dan 35,97 juta ton (Puslitbang, 2014).
Padi atau beras memiliki hubungan yang erat dengan stabilitas ekonomi
dan politik. Widiarsih (2013) berpendapat bahwa apabila terjadi gejolak pada
beras yang berkaitan dengan ketersediaan pasokan maupun kenaikan harga, maka
akan berdampak bagi stabilitas politik. Hal ini menunjukkan ketersediaan dan
kestabilan harga beras merupakan salah satu kunci bagi tercapainya stabilitas
nasional, terutama stabilitas ekonomi. Berdasarkan hal tersebut perlu
dilaksanakannya suatu kebijakan yang fungsinya untuk menjaga stabilitas harga
dan ketersediaan padi. Kebijakan-kebijakan yang dapat diambil untuk
mengembangkan sektor pertanian tidak hanya insentif berupa output, namun juga
berupa input produksinya (Rachman et al., 2004). Menurut Ellis (1992) kebijakan
variabel input memiliki tiga dimensi, yaitu tingkat harga dari variabel input,
sistem pengiriman dari variabel, serta ketersediaan informasi untuk petani, namun
pada beberapa kasus terdapat dimensi keempat yaitu kredit untuk pembelian
variabel input.
Kebijakan insentif input produksi yang telah dilakukan pemerintah adalah
subsidi benih yang termasuk kedalam kebijakan input pada tingkat harga yang
diharapkan dengan adanya subsidi benih tersebut petani mendapatkan benih
dengan harga murah namun memiliki kualitas yang baik (bermutu dan
bersertifikat). Fakta dilapangan ternyata menunjukkan hal sebaliknya. Kariyasa
(2007) berpendapat bahwa kebijakan subsidi benih lewat produsen benih selama
ini kurang efektif. Hal ini terlihat dari masih banyaknya petani belum
menggunakan benih berlabel karena harganya yang relatif mahal dan kualitas
2

benih yang dihasilkan produsen belum sesuai harapan, namun adanya program
subsidi benih ini diharapkan dapat memudahkan petani untuk mendapatkan benih
dengan harga yang terjangkau. Fuadi et al. (2015) menyatakan bahwa program
subsidi benih disediakan oleh pemerintah sejak tahun 1986 dengan menugaskan
kepada PT. Sang Hyang Seri (Persero) dan PT. Pertani (Persero) untuk
mengadakan dan menyalurkan benih bersubsidi kepada petani melalui kios
penyalur benih (pola terbuka). Pola tersebut ternyata dirasakan kurang manfaatnya
karena tidak ada penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET), sehingga sejak tahun
2013 pola subsidi benih diubah menjadi pola tertutup yang disalurkan langsung
kepada kelompok tani. Alokasi anggaran untuk subsidi benih padi pada tahun
2013 mencapai Rp1.141,5 milyar, tahun 2014 sebesar Rp869,2 milyar, sedangkan
tahun 2015 hanya sebesar Rp735,2 milyar. Realisasi penyaluran benih padi
bersubsidi pada program subsidi benih 2013-2015 dirasa tidak optimal. Tahun
2013 realisasi benih padi bersubsidi hanya mencapai 34%, tahun 2014 turun
menjadi 27%, dan tahun 2015 per bulan September 2015 realisasi benih padi
bersubsidi baru mencapai 5% (Fuadi et al., 2015).
Sumber benih yang digunakan untuk pertanaman petani saat ini berasal
dari dua sumber, yaitu (i) benih yang diperoleh dari pasar atau pedagang dan
produsen benih komersial yang disebut perbenihan formal (formal seed sector),
dan (ii) benih yang berasal dari hasil panen sendiri (farm-saved seed) atau
dibeli/barter dengan petani lain yang disebut perbenihan informal (Turner, 1996).
Perbenihan formal baru dapat memasok benih padi bersertifikat sebesar 55,9%
dari kebutuhan benih sisanya 44,1% dari perbenihan informal (Direktorat
Perbenihan, 2012). Sistem perbenihan di Indonesia, mengklasifikasikan benih
menjadi empat kelas, yaitu benih penjenis, benih dasar, benih pokok, dan benih
sebar (Permentan No. 39 tahun 2006, Direktorat Perbenihan, 2009). Kuantitas
produksi benih sebar lebih tinggi dibandingkan dengan kelas benih sumber (benih
penjenis, benih dasar, benih pokok), karena benih sebar digunakan dalam
pertanaman padi untuk memproduksi beras.
Penelitian ini dilaksanakan di dua kecamatan pada Kabupaten Bogor,
yakni Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Tenjolaya. Kedua daerah ini
menghasilkan padi sebagai salah satu komoditas pertanian utama. Pemilihan
lokasi penelitian didasarkan pada penggunan benih padi bersubsidi. Suatu daerah
harus memenuhi berbagai syarat untuk mendapatkan benih padi bersubsidi, antara
lain: memiliki lahan pertanian akumulatif 10 ha per kelompok tani, tergabung
dalam kelompok tani, memiliki jaringan irigasi, menerapkan jajar legowo, dan
melakukan tanam serempak. Kabupaten Bogor mampu swasembada benih unggul
bersertifikat pada tahun 2014, yakni sebesar 124 ton dari target sebesar 114 ton,
sehingga pencapaian kinerjanya sebesar 108,77%, salah satu pencapaian kinerja
tersebut adalah produksi benih yang dihasilkan secara swadaya oleh kelompok
tani (Pemerintah Kabupaten Bogor, 2014). Kabupaten Bogor menargetkan
produksi padi sebesar 570.544 ton GKG di tahun 2014 dan dapat terealisasi
sebesar 563.705 ton GKG atau sebesar 98,80%. Kondisi tersebut mengalami
peningkatan dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2013 yaitu sebesar
92,52%. Produktivitas padi sawah mampu melampaui target sebesar 60,71 ku.ha-1
ternyata dapat terealisasikan sebesar 63,94 ku.ha-1 atau sebesar 105,32%. Kondisi
peningkatan ini disebabkan adanya penerapan paket teknologi pada sarana
produksi berupa pupuk dan benih unggul bersertifikat yang tepat guna dan tepat
3

sasaran, alat mesin pertanian, perbaikan jaringan irigasi, serta penerapan metode
budidaya yang baik (Pemerintah Kabupaten Bogor, 2015).
Sektor pertanian di Kabupaten Bogor memegang peranan penting dalam
PDRB, mengingat luasnya lahan pertanian yang dimiliki dan juga sebagian besar
desa di Kabupaten Bogor masih tergolong desa pedesaan yang menitikberatkan
pada sektor pertanian terutama komoditas padi. Luas lahan sawah di Kabupaten
Bogor tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 46.589 Ha dibandingkan
dengan tahun sebelumnya seluas 47.663 Ha. Produksi padi sawah dan padi ladang
di Kabupaten Bogor juga mengalami penurunan di tahun 2014 menjadi 517.442
ton dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 559.367 ton (BPS, 2015).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :


1. Membandingan karakteristik (penerapan teknologi budidaya) antara petani
pengguna benih padi bersubsidi dan pengguna benih padi tidak bersubsidi
2. Mengukur kandungan unsur hara (N, P, K) dan pH tanah sawah petani antara
petani pengguna benih padi bersubsidi dan pengguna benih padi tidak
bersubsidi
3. Mengukur pengaruh benih padi bersubsidi dan tidak bersubsidi terhadap
produksi dan produktivitas padi
4. Mengukur pengaruh benih padi bersubsidi dan tidak bersubsidi terhadap
pendapatan petani

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :


1. Karakteristik petani (penerapan teknologi budidaya) yang menggunakan benih
padi bersubsidi lebih baik dalam menerapkan teknologi budidaya
2. Tingkat kandungan unsur hara (N, P, K) dan pH tanah sawah yang dimiliki
petani relatif berbeda
3. Benih padi bersubsidi meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman padi
4. Benih padi bersubsidi meningkatan pendapatan petani padi

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Padi

Morfologi tanaman padi dapat dibedakan menjadi tiga subspesies, yaitu


indica, japonica, dan javanica. Berdasarkan tinggi tanaman, padi dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu padi tinggi (tinggi 1,7 m) dan padi pendek (tinggi
1 m) (Katayama, 1993). Padi merupakan tanaman rumput semusim dengan tinggi
50-130 cm. Batang berbentuk bulat, berongga, dan beruas-ruas serta berakar
serabut (Siregar, 1981). Akar tanaman padi digolongkan kedalam tipe akar serabut.
Akar primer (radikula) yang tumbuh sewaktu berkecambah selanjutnya akan
digantikan oleh akar adventif (Manurung dan Ismunadji, 1988). Daun tanaman
padi terdiri atas dua bagian utama, yaitu pelepah daun yang membungkus batang
4

dan lamina. Daun tanaman padi tersusun berselang-seling di sepanjang batang


(Grist, 1975). Batang terdiri dari beberapa ruas yang dibatasi oleh buku
(Manurung dan Ismunadji, 1988), hal ini ditambahkan oleh Grist (1975) bahwa
batang padi umumnya tegak, berbentuk silinder, halus, dan berongga kecuali pada
buku. Siregar (1981) menjelaskan bahwa bunga padi membentuk malai keluar dari
buku paling atas dengan jumlah sesuai kultivar yang berkisar antara 50-500 bunga,
sedangkan buah atau biji padi beragam bentuk, ukuran, dan warnanya.
Deskripsi Benih

Benih tanaman tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman Bab I Ketentuan
Umum Pasal 1 Ayat 4 sebagai berikut: benih tanaman yang selanjutnya disebut
benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak
dan/atau mengembangbiakkan tanaman (Widajati et al., 2013), baik bagian
generatif (true seed) maupun vegetatif, bagian vegetatif dapat berupa hasil
apomixes, akar, tuber, batang, cabang, daun, bulb, dan rhizome (Ilyas, 2012).
Menurut Sadjad, benih tanaman adalah bakal biji yang dibuahi (struktural), yang
digunakan untuk pertanaman (fungsional), sebagai sarana untuk mencapai
produksi maksimum (agronomi), wahana teknologi maju untuk mencapai
kemurnian genetik, dan sebagai produk artifisial yang sangat spesifik dan efisien
(Widajati et al., 2013).
Benih dari varietas baru yang telah dirakit dan resmi dilepas oleh Menteri
Pertanian perlu diperbanyak. Penyebaran dan distribusi benih suatu varietas
unggul yang telah resmi dilepas harus memperhatikan tata cara penyalurannya,
mulai dari lembaga yang menghasilkan varietas tersebut sampai benih diterima
oleh para konsumen. Pada jalur penyaluran benih dari penghasil benih sampai
kepada konsumen dikenal beberapa istilah kelas benih, yaitu: benih penjenis
(breeder seed), benih dasar (foundation seed), benih pokok (stock seed), dan benih
sebar (extension seed) (Ditjenbun, 2013). Lembaga yang bertanggung jawab untuk
pengadaan, distribusi, dan pemasaran benih yang terkontrol mutunya biasanya
didukung oleh kebijakan formal dan legislasi, sehingga disebut “formal seed
sector” (Ilyas, 2012).
Benih padi adalah gabah yang dihasilkan dengan cara dan tujuan khusus
untuk disemaikan menjadi pertanaman (Aksi Agraris Kanisius, 1990). Varietas
unggul baru (VUB) padi yang dianjurkan adalah Inpari-7, Inpari-8, Inpari-9,
Inpari-10, dan Gilirang. Keunggulan varietas dapat terlihat bila benih yang
ditanam bermutu (asli, murni, vigor, bersih dan sehat). Salah satu penyebab utama
rendahnya produktivitas padi karena varietas yang ditanam petani tidak mampu
lagi berproduksi lebih tinggi akibat kemampuan genetiknya yang terbatas
(Amirullah, 2011).
Benih yang disebar dan diperbanyak untuk petani harus memenuhi
beberapa persyaratan, salah satunya adalah benih harus bersertifikat. Landasan
hukum sertifikasi benih salah satunya adalah UU. No. 12 tahun 1992, tentang
sistem budidaya tanaman. Sertifikasi benih meliputi beberapa hal, yaitu
pemeriksaan lapangan, pengujian laboratorium, pelabelan, serta pengujian dan
pelabelan ulang (Disperta Kota Malang, 2014).
Aturan pelaksanaan Sertifikasi dan Pengawasan Mutu Benih Bina
ditetapkan dalam Kepmen no. 803/Kpts/OT.210/97 yang mengacu pada UU no.
5

12/1992 dan didasarkan pada pasal 33 ayat (2), pasal 35 ayat (7), pasal 37 ayat (3),
pasal 40 ayat (3) dari PP no. 44/1995. Hal penting yang ditetapkan dalam Kepmen
tersebut antara lain: keharusan sertifikasi bagi benih bina yang akan diedarkan;
instansi pelaksana sertifikasi; ketetapan warna label untuk tiap-tiap kelas benih;
ketahanan mengenai pengemasan, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran
benih bina; keharusan mendaftar bagi pengadaan benih bina; serta ketentuan
mengenai pengawasan, penilaian, dan pembatalan sertifikat (Rasaha, 1999). Benih
dapat disebar dan diperjualbelikan jika telah memenuhi persyaratan tersebut yang
ditandai dengan pemberian sertifikat pada benih yang diuji.
Kesuburan Tanah

Kesuburan tanah berhubungan langsung dengan pertumbuhan tanah, maka


penilaian kesuburan suatu tanah mutlak diperlukan. Analisis tanah merupakan
salah satu cara untuk menilai status hara dalam menilai kesuburan hara yang
mempunyai konsep bahwa tanaman akan respon terhadap permukaan bila kadar
hara tersebut kurang atau jumlah yang tersedia tidak cukup untuk pertumbuhan
yang optimal, sehingga dari analisa ini akan diperoleh rekomendasi pemupukan.
Analisis tanah dapat dilakukan di laboratorium maupun langsung dilakukan di
lapangan dengan perangkat uji tanah (kering/sawah) (Al-Jabri et al., 2011).
Pengambilan contoh pada analisis tanah harus mewakili suatu areal
tertentu. Contoh tanah yang dianalisis untuk suatu jenis hara hanya memerlukan
beberapa gram saja, itu sebabnya kesalahan dalam pengambilan contoh tanah
menyebabkan kesalahan evaluasi dan interpretasi (Rosmarkam dan Yuwono,
2002).
Secara umum kebutuhan pupuk tanaman ditentukan pula oleh bagian
tanaman yang akan dipanen. Tanaman yang diambil bunga, buah, atau bijinya
disamping unsur N (untuk pertumbuhan vegetatif) diperlukan banyak unsur P
untuk pertumbuhan generatif (pembentukan bunga, buah, ddan biji). Pada
tanaman yang menghasilkan buah dan biji yang bertepung dan bergula juga
diperlukan unsur K, contohnya: padi, jagunng, kedelai, tomat, dan buah-buahan
pada umumnya (Hardjowigeno, 2010).

Kebijakan Subsidi

Suatu kebijakan mengarah pada kerangka kerja pembangunan dan


memberikan pedoman bagi pengimplementasian tujuan-tujuan pembangunan ke
dalam beragam program. Fungsi kebijakan adalah untuk memberikan rumusan
mengenai berbagai pilihan tindakan dan prioritas yang diwujudkan dalam
program-program pelayanan sosial yang efektif untuk mencapai tujuan
pembangunan (Suharto, 2010). Kebijakan dapat dibagi menjadi kebijakan publik
dan kebijakan privat. Kebijakan publik adalah tindakan kolektif yang diwujudkan
melalui kewenangan pemerintah yang legitimate, untuk mendorong, menghambat,
melarang, atau mengatur tindakan privat sedangkan kebijakan privat adalah
tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga swasta dan tidak bersifat
memaksa kepada orang atau lembaga lain (Simatupang, 2003).
Salah satu bidang cakupan kebijakan adalah kebijakan pembangunan
pertanian, Simatupang (2003) berpendapat bahwa kebijakan pembangunan
pertanian ialah keputusan dan tindakan pemerintah untuk mengarahkan,
6

mendorong, mengendalikan, dan mengatur pembangunan pertanian guna


mewujudkan pembangunan nasional. Subejo (2007) menambahkan bahwa analisis
kebijakan pembangunan pertanian adalah usaha terencana yang berkaitan dengan
pemberian penjelasan (explanation) dan preskripsi atau rekomendasi (prescription
or recommendation) terhadap konsekuensi-konsekuensi kebijakan pembangunan
pertanian yang telah diterapkan. Teori tersebut didukung oleh Simatupang (2003)
yang menuturkan bahwa analisis kebijakan ialah proses atau kegiatan mensitesa
informasi, termasuk hasil-hasil penelitian, untuk menghasilkan opsi desain
kebijakan publik.
Kebijakan berhubungan dengan farm input and output berdasarkan skema
berikut: kebijakan luaran (kebijakan harga luaran dan kebijakan pemasaran
luaran), kebijakan masukan (kebijakan harga variabel masukan dan variabel
sistem pengiriman masukan), kebijakan kredit, kebijakan mekanisasi, kebijakan
reforma lahan, kebijakan penelitian, dan kebijakan irigasi (Ellis, 1992).
Kebijakan benih padi bersubsidi termasuk ke dalam kebijakan masukan.
Subsidi merupakan alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan atau
lembaga yang memproduksi, menjual barang dan jasa, serta memenuhi hajat
hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau
masyarakat (Munawar, 2013). Subsidi benih adalah penggantian biaya produksi
benih bersertifikat yang harus dibayar oleh pemerintah apabila benih tersebut
sudah terjual. Benih bersubsidi yang dimaksud adalah benih padi (hibrida dan non
hibrida), jagung komposit, jagung hibrida dan kedelai bersertifikat yang
diproduksi oleh PT. Sang Hyang Seri (Persero) dan PT. Pertani (Persero)
(Bappenas, 2011). Kebijakan subsidi benih mulai diberlakukan sejak 2013.
Kebijakan tersebut ditugaskan kepada BUMN di bidang pertanian sebagai
pelaksana Public Service Obligation (PSO), dengan adanya subsidi benih maka
petani bisa mendapatkan benih dengan harga yang murah.

Daftar Usulan Pembelian Benih Bersubsidi

Daftar usulan pembelian benih bersubsidi (DUPBB) merupakan salah satu


syarat pengajuan untuk mendapatkan benih padi bersubsidi. DUPBB terdiri dari
tiga rangkap, yang setiap rangkapnya ditujukan kepada: produsen benih pelaksana
PSO benih, petugas lapangan, dan kelompok tani. Petugas lapangan (KCD,
KUPTK atau petugas pertanian lainnya) menyampaikan satu berkas DUPBB
tersebut kepada Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan selanjutnya
dilakukan rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota yang ditandatangani oleh Kepala
Dinas Pertanian Kabupaten/Kota. Seluruh berkas DUPBB disimpan oleh Dinas
Pertanian Kabupaten/Kota dan BUMN pelaksana PSO Subsidi Benih untuk
kepentingan administrasi dan dokumentasi data. Rekapitulasi DUPBB tingkat
Kabupaten/Kota disampaikan kepada Kepala Dinas Pertanian Provinsi dan Pusat
melalui BUMN sebagai bahan verifikasi dokumen kegiatan benih bersubsidi
(Dirjenpangan, 2016). Mekanisme pelaksanaan program subsidi benih dimulai
dari penyusunan CPCL (calon petani calon lokasi) oleh Dinas Pertanian
Kabupaten dan dilanjutkan penyusunan DUPBB (daftar usulan pembelian benih
bersubsidi) oleh petani. Penyusunan DUPBB diawali dengan sosialisasi oleh
Dinas Pertanian dan kelompok tani (poktan) didampingi oleh petugas penyuluh
7

pertanian lapang (PPL). DUPBB dikirimkan kepada perusahaan penyedia benih


(PT. SHS dan PT. Pertani), kemudian perusahaan penyedia benih menyalurkan
benih kepada poktan sesuai DUPBB yang diajukan (Fuadi et al., 2015). Indikator
keberhasilan program subsidi benih adalah telaksanaya penjualan dan penyaluran
benih bersubsidi kepada petani/kelompok tani pelaksana kegiatan budidaya
tanaman pangan yang mengajukan DUPBB (Dirjenpangan, 2016).

Fungsi Produksi

Fungsi produksi menggambarkan hubungan teknis antara input dan output


dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan
yang menunjukkan hubungan antara output dan penggunaan input (Taman, 2006).
Debertin (1986) menjelaskan bahwa fungsi produksi didefinisikan sebagai
hubungan perubahan input menjadi output. Fungsi produksi menjelaskan
hubungan antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X).
Variabel yang dijelaskan berupa output dan variabel yang menjelaskan berupa
input. Fungsi produksi secara sistematis adalah sebagai berikut:
Y = f (X)

Keterangan:
Y = output
X = input produksi

Fungsi produksi yang pada umumnya digunakan untuk penelitian adalah


fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu
fungsi atau persamaan yang melibatkan dua variabel atau lebih. Variabel tersebut
adalah variabel dependen (Y), yaitu produk yang dihasilkan dan variabel
independen (X), yaitu penggunaan faktor produksi. Salah satu persyaratan yang
harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah
tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol karena nilai logaritma atau logaritma
natural nol adalah suatu bilangan yang nilainya tidak dapat diketahui. Hal ini
dilakukan karena data yang digunakan dalam fungsi Cobb-Douglas perlu diubah
terlebih dahulu dalam bentuk logaritma atau logaritma natural (Wicaksono, 2006).
Fungsi produksi Cobb-Douglas (Cobb-Douglas Production Function)
terdiri dari dua variabel yaitu tenaga kerja dan modal dengan asumsi constant
return to scale. Bentuk sistematis funsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai
berikut (Debertin, 1986):
Y = f(X1,X2) = A X1αX2(1-α)

Jika diubah ke dalam bentuk linear:


Ln Y = LN A + α Ln X1 + (1-α) Ln X2

Keterangan:
Y = output
X1 = tenaga kerja
X2 = modal
α = elastisitas penggunaan tenaga kerja
(1-α) = elastisitas penggunaan modal
8

Menurut Doll dan Orazmen (1984), karakteristik fungsi produksi Cobb-


Douglas yaitu:
1. Hasil penjumlahan koefisien elastisitas faktor produksi menunjukkan
homogeneus degree one atau fungsi produksi constant return to scale.
2. Fungsi produksi menunjukkan diminishing marginal return.
3. Fungsi dapat ditransformasikan dalam bentuk linear dengan melogaritmakan
atau dengan logaritma natural

Kriteria Uji Ekonometrika

Ekonometrika dapat didefinisikan sebagai ilmu sosial dimana perangkat


teori, ekonomi, matematika, dan statistik inferensial diterapkan dalam
menganalisis fenomena ekonomi. Ekonometrika juga merupakan hasil dari suatu
tinjauan tertentu tentang peran ilmu ekonomi, mencakup aplikasi statisitik
matematika atas data ekonomi guna memberikan dukungan empiris terhadap
model yang disusun berdasarkan matematika ekonomi serta memeroleh hasil
berupa angka-angka (Gujarati, 2006). Pendapat lain dijelaskan oleh Juanda (2009)
bahwa ekonometrika membahas penggunaan metode statistika atau matematika
dalam menjelaskan sistem atau perilaku ekonomi, atau penggunaan model statistik
dalam menjelaskan sistem (masalah atau perilaku) ekonomi.
Terdapat beberapa metode dalam aplikasi ekonometrika, salah satunya
adalah metode (jumlah) kuadrat (sisaan) terkecil atau lebih dikenal dengan metode
OLS (ordinary least square) yang merupakan bagian dari model regresi linear
sederhana. Metode OLS adalah metode yang umum dipakai dan mudah dikerjakan
baik secara manual maupun dengan bantuan komputer. Prinsip dasar dari metode
kuadrat terkecil ini adalah meminimkan jumlah kuadrat simpangan antara data
aktual (Yi) dengan data dugaannya (Juanda 2009).
Data yang baik adalah data yang dapat memenuhi persyaratan pengujian
evaluasi uji kriteria ekonometrika, uji yang dipakai pada penelitian ini antara lain:
1. Uji Multikolinearitas
Salah satu asumsi dari model regresi ganda adalah tidak ada hubungan
linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut. Adanya hubungan
linear sempurna dapat mengindikasikan bahwa peubah bebas tersebut
berkolinearitas ganda sempurna (perfect multicolinearity). Koefisien regresi
dari peubah bebas (yang berkorelasi) diinterpretasi untuk mengukur perubahan
Y karena perubahan peubah bebas tersebut, dengan asumsi nilai peubah bebas
lainnya sama. Akibat yang ditimbulkan dari gejala multikoliniearitas adalah
sangat sedikit data dalam sample yang nilai peubah bebas lainnya sama, saat
peubah bebas yang berkolinearitas , maka pengamatan peubah bebas lainnya
yang berpasangan kemungkinan akan berubah juga searah kolinearitasnya.
Kolinearitas sempurna mudah diketahui karena tidak mungkin menghitung
dugaan parameter (koefisien regresi maupun ragamnya) dengan metode OLS,
oleh karena itu salah satu asumsi klasik dari model regresi linier adalah tidak
ada hubungan linear sempurna antar peubah bebas (Juanda, 2009). Gejala
multikoliniearitas dapat diungkapkan dengan berbagai cara, salah satunya
adalah dengan peninjauan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Gejala
multikolinearitas tidak terjadi jika nila VIF kurang dari 10, tetapi sebaliknya
9

jika nilai VIF lebih dari 10 dan nilai tolerance lebih dari 0,10 maka terjadi
gejala multikolinearitas (Gani dan Amalia, 2015).
2. Uji Heterokedastisitas
Heterokedastisitas adalah kondisi varian dari nilai sisa yang tidak sama
(unequal) antara satu observer dengan observer lainnya sedangkan kondisi
homoskedastisitas terjadi jika varian dan nilai sisa sama (equal) antara satu
observer dengan observer lainnya. Regresi yang baik adalah regresi yang
berada dalam posisi homoskedastisitas (Gani dan Amalia, 2015). Akibat yang
terjadi jika semua asumsi klasik dalam model regresi linear terpenuhi, kecuali
masalah heterokedastisitas adalah pendugaan parameter koefisien regresi
dengan metode OLS tetap tidak bias dan masih konsisten, tetapi standar
errornya bias ke bawah serta penduga OLS sudah tidak efisien lagi (Juanda,
2009). Gani dan Amalia (2015) berpendapat bahwa metode untuk menguji
posisi kedastisitas, baik itu homos atau heteros melalui Glejser Test dan
Spearman’s Rank Correlation Test. Uji gejala homoskedastisitas pada glejser
test ditandai jika nilai probabilitas Chi-square lebih besar dari taraf α yang
digunakan.
3. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi sebuah data
mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan
bentuk lonceng (bell shaped). Data yang baik adalah data yang mempunyai
pola distribusi normal, yakni distribusi data tersebut tidak mengarah ke kanan
ataupun mengarah ke kiri (Santoso, 2010). Uji Jarque-Berra adalah salah satu
uji normalitas jenis goodness of fit test untuk mengukur apakah skewness dan
kurtosis sample sesuai dengan distribusi normal. Uji ini didasarkan pada
kenyataan bahwa nilai skewness dan kurtosis dari distribusi normal sama
dengan nol, oleh karena itu, nilai absolut dari parameter ini bisa menjadi
ukuran penyimpangan distribusi dari normal (Hidayat, 2014). Pendugaan
normalitas data dapat dilakukan dengan membandingkan antara Pvalue dengan
tingkat α yang digunakan, jika nilai Pvalue lebih kecil dari α maka dapat
disimpulkan bahwa data tidak terdistribusi normal.

Produksi dan Pendapatan

Kegiatan berproduksi merupakan kegiatan dengan lingkup yang sempit


sehingga banyak membahas aspek mikro. Peran input dapat dilihat dari segi
macam atau ketersediannya dalam waktu yang tepat, serta dapat ditinjau dari segi
efisiensi penggunaannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya senjang
produktivitas (yield gap) antara produktivitas yang seharusnya dengan
produktivitas yang dihasilkan oleh petani (Hanafie, 2010). Benih bersubsidi
diharapkan dapat meningkatkan produksi petani, hal ini sependapat dengan
penelitian Lidia (2008) bahwa faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap
produksi padi adalah luas lahan, benih, Urea, NPK, KCl, pupuk organik, furadan,
pestisida, dan tenaga kerja.
Produksi erat kaitannya dengan pendapatan, Hati (2012) berpendapat
bahwa pendapatan merupakan total harta kekayaan badan usaha pada awal
periode dan menekankan pada jumlah nilai statis pada akhir periode atau dengan
kata lain, pendapatan adalah jumlah kenaikan harta kekayaan karena perubahan
10

penilaian yang bukan diakibatkan perubahan modal dan hutang. Berdasarkan


penelitian Phahlevi (2013) faktor yang dapat memengaruhi pendapatan petani,
antara lain: luas lahan, harga, biaya produksi, dan jumlah produksi.
Benih merupakan salah satu faktor input produksi yang memengaruhi
jumlah pengeluaran usahatani. Benih bersubsidi diduga dapat meningkatkan
pendapatan petani karena dengan adanya subsidi (benih) biaya pengeluaran untuk
kegiatan usahatani dapat berkurang dengan asumsi produksi tetap atau meningkat
dibandingkan dengan menggunakan benih non-subsidi.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan April tahun


2016 di Kabupaten Bogor, yakni: Kecamatan Dramaga untuk responden yang
menggunakan benih padi tidak bersubsidi dan Kecamatan Tenjolaya untuk
responden yang menggunakan benih padi bersubsidi. Setiap lokasi diambil 20
responden, sehingga terdapat 40 responden untuk penelitian secara keseluruhan
sebagai sumber data primer. Data sekunder didapat dari lembaga atau instansi
terkait.
Bahan dan Alat

Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah perangkat uji
tanah sawah (PUTS), label, plastik, dan lain lain. Bahan penelitian yang
digunakan pada penelitian ini, terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer didapat dari hasil wawancara melalui kuesioner yang ditujukan kepada
empat puluh responden yang diberikan kepada dua kelompok petani yang berbeda.
Kelompok petani pertama berjumlah dua puluh responden yang berkategori
menggunakan benih padi bersubsidi dan kelompok petani kedua berjumlah dua
puluh responden yang berkategori menggunakan benih padi tidak bersubsidi. Data
sekunder merupakan data yang terdapat pada suatu instansi/lembaga, seperti
kantor Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian, dan instansi-instansi terkait
lainnya. Data sekunder dibutuhkan sebagai penunjang data primer untuk
pengolahan data, data yang dibutuhkan mencakup data produksi, produktivitas,
luas lahan di tempat penelitian, dan sebagainya.

Pelaksanaan Penelitian

Pemilihan Responden
Penelitian ini dimulai dengan melakukan perizinan penelitian ke Kantor
Kesatuan, Bangsa, dan Politik untuk mendapatkan surat izin melaksanakan
penelitian di kecamatan terkait. Kegiatan dilanjutkan dengan koordinasi dengan
pihak Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) kecamatan
terkait mengenai perizinan pengambilan data di lokasi yang telah dipilih. Kegiatan
ini juga bertujuan untuk berdiskusi dengan pihak BP3K mengenai wilayah desa
yang akan dijadikan tempat pengambilan data serta sebagai sarana informasi
11

mengenai kelompok tani yang menggunakan benih padi bersubsidi dan kelompok
tani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi.
Pengambilan data
Pengambilan data yang diperoleh melalui dua cara yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara yang dilakukan dengan
teknik wawancara mendalam (in-depth interview) yang berasal dari jawaban
responden berdasarkan kuesioner yang telah diberikan sebelumnya. Data sekunder
didapatkan dari laporan, dokumen maupun pustaka ke instansi/lembaga terkait
yang berhubungan dengan data penelitian. Kunjungan dapat dilakukan ke kantor
Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian, dan instansi-instansi terkait lainnya.

Analisis Kesuburan Tanah


Kekurangan unsur hara dalam tanah dapat diketahui dengan beberapa cara,
misalnya: analisis tanah, gejala-gejala pada pertumbuhan tanaman, analisis
tanaman, percobaan di lapangan, dan percobaan di kamar kaca. Analisis tanah
dilakukan dengan menganalisis tanah terhadap pH, kapasitas tukar kation, Ca, Mg,
K, Na, N, P, bahan organik, tekstur, dan sebagainya sehingga diketahui kadar
unsur hara tersebut di dalam tanah. Apabila kadar unsur hara yang ada dalam
tanah dibandingkan dengan kebutuhan unsur hara bagi masing-masing tanaman,
maka akan diketahui kadar unsur-unsur hara dalam keadaan sangat rendah
(kurang), rendah, sedang, atau tinggi (cukup) (Hardjowigeno, 2010).
Kegiatan ini dilakukan menggunakan alat perangkat uji tanah sawah
(PUTS) untuk mengetahui nilai pH, kandungan unsur P, unsur K, dan unsur N.
Teknis pengambilan data pada kegiatan ini dimulai dengan mengambil tanah
sawah pada sampel terpilih, lalu tanah tersebut dicampur dengan bahan kimia
yang terdapat pada alat, diaduk dan dibiarkan beberapa saat. Hasil akan terlihat
melalui indikator berupa perubahan warna dan pengabutan, indikator yang sudah
didapat dibandingkan dengan buku pedoman teknis yang tertera pada alat.
Pengambilan contoh untuk mengetahui status hara (kesuburan tanah)
menggunakan sistem composite sample, yaitu percampuran contoh yang diambil
dari areal yang dikehendaki (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Karakterisasi Petani
Kegiatan ini dilakukan dengan membandingkan karakteristik petani yang
menggunakan benih padi bersubsidi dan tidak bersubsidi. Karakteristik ini dinilai
dari pola tanam dan penggunaan input produksi. Kedua hal tersebut diarahkan
kepada keragaman penerapan teknologi budidaya. Input teknologi yang digunakan
oleh petani didata secara keseluruhan dan dibandingkan antara kedua golongan
petani.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini, antara lain: analisis
deskriptif kualitatif, analisis produktivitas, dan analisis pendapatan. Analisis
deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh melalui
teknik wawancara mendalam (in-depth interview).
Karakterisitik petani yang dibandingkan meliputi penerapan teknologi
budidaya yang diaplikasikan langsung oleh petani, data yang dihasilkan didapat
12

dari kuesioner yang diberikan kepada petani dan dianalisis secara deskriptif
kualitatif. Data kesuburan tanah dibutuhkan dengan tujuan untuk mengetahui
status kandungan unsur hara tanah yang dimiliki petani, data diperoleh dari alat
perangkat uji tanah sawah (PUTS) dan data dianalisis berdasarkan indikator yang
berada di alat tersebut. Data yang berhubungan dengan produktivitas dapat
dianalisis dengan menggunakan fungsi linier berganda sederhana, data ini
dianalisis secara kuantitatif dan dapat diolah dengan menggunakan aplikasi
program Microsoft Excel 2010 dan eviews 8. Pendapatan dapat dianalisis dengan
menggunakan persamaan pendapatan usahatani.
Produktivitas dianalisis dengan menggunakan persamaan analisis linier
berganda sederhana. Fungsi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

Ln Yi= Ln α0+α1 Ln LLi+α2 Ln BNi+α3 Ln KPSi+α4 LN UREAi+α5 Ln TSPi+α6


Ln PHONSi + α7 Ln NPKi +α8 Ln TKDKi+ α8 Ln TKLKi + D1 + D2 + D3
+ ei

Keterangan:
Yi = Produksi padi (kg/ha)
LLi = Luas lahan (ha)
BNi = Jumlah benih bersubsidi (kg/ha)
KPSi = Jumlah pupuk kompos (kg/ha)
UREAi = Jumlah pupuk urea (kg/ha)
TSPi = Jumlah pupuk TSP (kg/ha)
PHONSi = Jumlah pupuk phonska(kg/ha)
NPKi = Jumlah pupuk NPK (kg/ha)
TKDKi = Jumlah tenaga kerja dalam keluarga (HOK/ha)
TKLKi = Jumlah tenaga kerja luar keluarga (HOK/ha)
α0 = Intersep
α1,α2,α3,...α8 = Parameter variabel independen
i = Petani padi ke-(1,2,3,....n)
D1 = Dummy penggunaan benih
D2 = Dummy kepemilikan lahan
D3 = Dummy status pekerjaan usahatani
ei = Error term

Soekartawi (1995) mengemukakan bahwa penghitungan pendapatan


usahatani dapat dilakukan dengan rumus:
π = TR-TC
π = (PY .Y) - (FC+VC)

Keterangan:
π = Pendapatan usahatani (Rp)
TR = Total revenue (pendapatan usahatani) (Rp)
TC = Total cost (total biaya usahatani) (Rp)
PY = Harga jual output (Rp)
Y = Total jumlah output (Kg)
FC = Biaya tetap (Rp)
VC = Biaya variabel (Rp)
13

Soekartawi (1995) berpendapat bahwa pendapatan petani tersebut dapat


dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan biaya tunai dan pendapatan biaya total.
Pendapatan biaya tunai adalah pendapatan berdasarkan biaya yang benar-benar
dikeluarkan oleh petani, sedangkan pendapatan biaya total adalah pendapatan
yang diperoleh dengan memerhitungkan input milik keluarga dan biaya
penyusutan alat-alat produksi. Tingkat pendapatan usahatani dapat dinyatakan
dalam persamaan sebagai berikut:
π total = TR - TC
π total = TR - (Bt + Bnt)
π tunai = TR – Bt

Keterngan:
π total = Pendapatan atas biaya total
π tunai = Pendapatan atas biaya tunai
TR = Total penerimaan
BT = Biaya total (Bt +Bnt)
Bt = Biaya tunai
Bnt = Biaya non tunai

Return Cost Ratio atau R/C Ratio merupakan analisis yang dapat
digunakan untuk melihat perbedaan antara pendapatan petani yang menggunakan
benih padi bersubsidi dan tidak bersubsidi. Soekartawi (1995) mengemukakan
bahwa R/C Ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dan total biaya.
Perhitungan R/C Ratio dapat menggunakan rumus:
R/C Ratio atas biaya tunai =

R/C Ratio atas biaya total =

Keterangan:
R/C > 1 : Usahatani menguntungkan untuk dijalankan
R/C < 1 : Usahatani tidak menguntungkan untuk dijalankan
R/C = 1 : Usahatani masih menguntungkan untuk dijalankan

Hasil dari R/C Ratio yang semakin tinggi menunjukkan bahwa usahatani
tersebut semakin menguntungkan untuk dijalankan, sebaliknya jika R/C Ratio
semakin kecil menunjukkan bahwa usahatani tersebut semakin tidak
menguntungkan untuk dijalankan.
14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Penelitian

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di dua desa yang berebeda, yaitu Desa Ciherang


untuk responden yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi dan Desa
Cibitung Tengah untuk responden yang menggunakan benih padi bersubsidi.
Desa Ciherang merupakan bagian dari Kecamatan Dramaga yang memiliki luas
sebesar 251,57 ha dengan ketinggian sekitar 196 mdpl. Curah hujan rata-rata Desa
Ciherang rata-rata 250-450 mm.th-1 dengan suhu udara rata-rata 25 ⁰C-32 ⁰C.
Desa Ciherang memiliki areal persawahan seluas 151 ha dan ladang seluas 20,34
ha (Data Monografi, 2015). Hama dan penyakit yang sering menyerang
pertanaman padi di Desa Ciherang adalah tungro, penggerek batang, dan wereng
hijau. Lokasi penelitian kedua adalah Desa Cibitung Tengah yang merupakan
bagian dari Kecamatan Tenjolaya, Desa Cibitung Tengah memiliki luas wilayah
sebesar 310,085 ha dengan ketinggian sekitar 1.350 mdpl. Suhu rata-rata Desa
Cibitung Tengah adalah 27.5 ⁰C dengan elevasi lahan antara 25 ⁰ sampai 35 ⁰ dan
memiliki areal persawahan seluas 25,235 ha (Profil Desa, 2015). Semakin tinggi
suatu tempat, maka semakin rendah suhu tempat tersebut yang akan berpengaruh
pada intensitas matahari yang didapat. Radiasi matahari berhubungan dengan laju
pertumbuhan tanaman, fotosintesis, pembukaan (reseptivitas) bunga, dan aktivitas
lebah penyerbuk. Pembukaan bunga dan aktivitas lebah ditingkatkan oleh radiasi
matahari yang cerah, wilayah yang sering berawan kurang baik untuk produksi
benih. Perrmukaan lahan ekuator sering menerima total radiasi yang kurang dari
lahan berlatitude 10-20 mdpl (Guslim, 2007). Hama dan penyakit yang sering
menyerang pertanaman padi adalah tungro, penggerek batang, wereng hijau, dan
walang sangit.

Karakteristik Responden

1. Karakterisitik Umum Petani Berdasarkan Penggunaan Benih Padi dan


Status Kepemilikan Lahan

Petani yang menggunakan benih padi bersubsidi mayoritas berada di


rentang usia produktif hingga usia lanjut, yakni pada selang umur 41-70 tahun
sedangkan pada petani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi didominasi
oleh petani dengan umur lanjut (61-70 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa
mayoritas responden penelitian sudah memiliki pemiikiran dan pemilihan yang
matang terkait faktor-faktor produksi yang digunakan untuk kegiatan usahatani
berdasarkan kategori usianya, sehingga dapat meningkatkan produksi dan
pendapatan petani. Data ini juga menunjukkan bahwa kegiatan usahatani
didominasi oleh petani yang menyewa lahan milik orang lain untuk memenuhi
kegiatan bercocok tanam mereka, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
15

Tabel 1. Umur petani berdasarkan penggunaan benih padi dan status kepemilikan
lahan
Selang Umur Subsidi Total Non Subsidi Total
No
Petani (Tahun) Pemilik Penyewa (Orang) Pemilik Penyewa (Orang)
(Orang) (Orang) (Orang) (Orang)
1 21-30 0 0 0 1 1 2
2 31-40 0 1 1 2 1 3
3 41-50 1 5 6 1 1 2
4 51-60 1 5 6 3 2 5
5 61-70 0 6 6 1 6 7
6 71-80 0 1 1 0 1 1
Total 2 18 20 8 12 20
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

Tingkat pendidikan formal petani terbanyak adalah sekolah dasar (SD).


Keseluruhan data menjelaskan bahwa tingkat pendidikan petani tertinggi adalah
pendidikan setara SMA, yang dimiliki oleh petani penyewa lahan pengguna benih
padi bersubsidi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa petani pengguna benih padi
bersubsidi dengan status penyewa lahan memiliki pengetahuan yang lebih baik
mengenai kegiatan usahatani dibandingkan dengan kategori petani lain yang akan
memengaruhi tingkat produksi dan pendapatan yang akan diterima oleh petani, hal
ini tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Tingkat pendidikan formal petani berdasarkan penggunaan benih padi
dan status kepemilikan lahan
Tingkat Subsidi Total Non Subsidi Total
No
Pendidikan Pemilik Penyewa (Orang) Pemilik Penyewa (Orang)
Petani (Orang) (Orang) (Orang) (Orang)
1 Tidak 0 0 0 1 3 4
Sekolah
2 SD 1 15 16 7 8 15
3 SMP 1 2 3 0 1 1
4 SMA 0 1 1 0 0 0
Total 2 18 20 8 12 20
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

Sebagian besar petani memiliki pengalaman bertani selama 0-10 tahun,


baik untuk pengguna benih padi bersubsidi maupun pengguna benih padi non
subsidi. Hal tersebut menjelaskan bahwa petani relatif masih baru dalam
menjalankan kegiatan usahatani padi, namun pada kelompok petani penyewa
lahan terdapat beberapa selang waktu pengalaman bertani yang dapat
menunjukkan bahwa kategori petani ini sudah memiliki pengalaman yang lebih
lama dalam menjalankan usahatani sehingga dapat meningkatkan hasil produksi
dan penerimaan petani, hal ini ditunjukkan pada Tabel 3.
16

Tabel 3. Lama pengalaman usahatani berdasarkan penggunaan benih padi dan


status kepemilikan lahan
Lama
Subsidi Non Subsidi
No Pengalaman Total Total
(Tahun) Pemilik Penyewa (Orang) Pemilik Penyewa (Orang)
(Orang) (Orang) (Orang) (Orang)
1 0-10 2 11 13 5 3 8
2 11-20 0 3 3 1 4 5
3 21-30 0 3 3 1 1 2
4 31-40 0 0 0 0 2 2
5 41-50 0 0 0 1 0 1
6 51-60 0 1 1 0 2 2
Total 2 18 20 8 12 20
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

Sebagian besar petani menjadikan kegiatan bertani padi sebagai pekerjaan


utama mereka, kategori penyewa lahan pada petani yang menggunakan benih padi
bersubsidi maupun menggunakan benih padi tidak bersubisdi menjadi kategori
yang paling banyak menjadikan kegiatan usahatani nya sebagai pekerjaan utama.
Hal ini mengasumsikan bahwa kegiatan usahatani petani sampel dapat berjalan
secara optimal dan mendapat perhatian penuh dari petani sehingga kegiatan
usahatani dapat berjalan dengan baik, hal ini terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4. Status pekerjaan petani berdasarkan penggunaan benih padi

Status Subsidi Total Non Subsidi Total


No
Pekerjaan Pemilik Penyewa (Orang) Pemilik Penyewa (Orang)
Petani (Orang) (Orang) (Orang) (Orang)
1 Utama 2 17 19 6 11 17
2 Sampingan 0 1 1 2 1 3
Total 2 18 20 8 12 20
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

Perbedaan terjadi pada jumlah keluarga yang harus ditanggung antara


petani pengguna benih padi bersubsidi dengan yang menggunakan benih padi
tidak bersubsidi. Petani yang menggunakan benih padi bersubsidi memiliki
jumlah tanggungan keluarga yang lebih banyak dibandingkan yang menggunakan
benih padi tidak bersubsidi, sedangkan berdasarkan kategori status kepemilikan
lahan, petani penyewa lahan memiliki jumlah tanggungan keluarga yang lebih
banyak dibandingkan pemilik lahan. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan
bahwa perlu adanya praktik kerja yang lebih efektif dan penggunaan input
produksi terencana dengan baik untuk menghasilkan output yang lebih tinggi pada
kategori petani pengguna benih bersubsidi dengan status penyewa lahan karena
tingginya jumlah keluarga yang harus ditanggung dibandingkan kategori petani
lain, hal ini tertera pada Tabel 5.
17

Tabel 5. Jumlah tanggungan keluarga petani berdasarkan penggunaan benih padi


dan status kepemilikan lahan

Jumlah
Subsidi Non Subsidi
No Tanggungan Total Total
Keluarga Pemilik Penyewa (Orang) Pemilik Penyewa (Orang)
(Orang) (Orang) (Orang) (Orang) (Orang)
1 0 0 0 0 3 2 5
2 1 0 3 3 0 3 3
3 2 0 3 3 3 1 4
4 3 0 1 1 1 2 3
5 4 1 4 5 1 2 3
6 5 1 3 4 0 2 2
7 6 0 3 3 0 0 0
8 7 0 0 0 0 0 0
9 8 0 0 0 0 0 0
10 9 0 0 0 0 0 0
11 10 0 1 1 0 0 0
Total 2 18 20 8 12 20
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

` Karakteristik responden terdiri dari lima informasi umum, yakni: umur


petani, tingkat pendidikan formal, lama pengalaman usahatani, status pekerjaan,
dan jumlah tanggungan keluarga. Kategori yang diperbandingkan pada
karakteristik responden berdasarkan gabungan antara penggunaan benih padi dan
status kepemilikan lahan, yang terdiri atas: petani yang menggunakan benih padi
bersubsidi (pemilik lahan dan penyewa lahan) dan petani yang menggunakan
benih padi tidak bersubsidi (pemilik lahan dan penyewa lahan).
Umur petani seluruh kategori petani didominasi oleh umur produktif sehingga
mampu mengusahakan kegiatan usahataninya dengan baik, umur yang tergolong
ke dalam umur produktif berada pada rentang 15-64 tahun. Tingkat pendidikan
formal juga didominasi oleh tingkat pendidikan sekolah dasar (SD), meskipun
terdapat beberapa petani yang berpendidikan SMP dan SMA. Keseluruhan
kategori petani tergolong baru dalam mengusakan kegiatan usahataninya, yang
berkisar antara 0-10 tahun meskipun terdapat beberapa petani yang sudah
memiliki pengalaman hingga 51-60 tahun. Petani cenderung melaksanakan
kegiatan usahataninya sebagai pekerjaan utama, namun bervariasi dalam jumlah
anggota keluarga yang harus ditanggung dalam melaksanakan kegiatan
usahataninya. Kesimpulan yang didapat adalah keseluruhan kategori petani
cenderung memiliki karakteristik yang sama, namun petani yang menggunakan
benih padi bersubsidi (pemilik lahan dan penyewa lahan) harus meningkatkan
produksi dan pendapatannya lebih tinggi karena jumlah keluarga yang harus
ditanggung lebih banyak dibandingkan petani kategori lain.
18

2. Karakteristik Usahatani Padi Berdasarkan Penggunaan Benih Padi

2.1 Input Produksi Padi

Input produksi yang digunakan oleh petani pada penelitian ini, antara lain:
benih, pupuk kompos, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCl,
pupuk phonska, pupuk NPK kujang, pestisida, dan tenaga kerja yang berasal dari
dalam maupun luar keluarga. Terdapat variasi penggunaan input produksi yang
digunakan dalam jumlah maupun jenis. Input produksi berupa benih, pupuk kimia
(urea, KCl, phonska), dan tenaga kerja digunakan dalam jumlah yang lebih kecil
oleh petani pengguna benih padi bersubsidi dibanding oleh petani kategori lain.
Jumlah yang lebih banyak digunakan para petani penerima benih padi bersubsidi
pada input produksi berupa pupuk organik (pupuk kompos dan kandang), pupuk
NPK kujang, pupuk TSP dan pestisida pestisida. Data menunjukkan bahwa terjadi
perbedaan input produksi yang digunakan oleh kedua kategori petani, yakni tidak
digunakannnya pupuk NPK Kujang dan pestisida padat oleh petani yang
menggunakan benih padi tidak bersubsidi, hal ini ditunjukkan pada Tabel 6.
Penggunaan tenaga kerja yang lebih rendah pada petani yang menggunakan benih
padi bersubsidi dibandingkan kategori petani lain mampu meningkatkan produksi
padi yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan karena petani pengguna benih padi
bersubsidi sudah menerapkan konsep mekanisasi pada pengelolaan lahannya,
sedangkan pada petani kategori lain masih ada yang menggunakan tenaga manual
atau hewan ternak untuk pengelolaan lahannya. Contoh penerapan teknologi
mekanisasi salah satunya adalah penggunaan traktor untuk pembajakan
sawah .pada kegiatan pengolahan tanah. Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa penerapan mekanisasi dapat meningkatkan hasil produksi
tanpa menggunakan banyak tenaga kerja yang akan berpengaruh pada besaran
biaya yang dikeluarkan oleh petani.
Harga pembelian antara petani yang menggunakan benih padi bersubsidi
dan menggunakan benih padi tidak bersubsidi juga berbeda di antara kedua
kelompok tersebut. Data pada tabel menunjukkan bahwa input produksi berupa
benih, berbagai pupuk, pestisida, serta tenaga kerja memiliki harga beli yang lebih
rendah pada petani padi yang menggunakan benih padi bersubsidi dibandingkan
jumlah yang harus dibayarkan oleh petani kategori lain. Harga beli yang lebih
rendah menguntungkan petani yang menggunakan benih padi bersubsidi, karena
biaya produksi yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani dapat lebih rendah
dibandingkan kategori petani lainnya.
Produksi yang dihasilkan oleh kedua kategori petani dipengaruhi oleh
beberapa aspek, diantaranya: benih yang digunakan (mutu dan varietas),
kesuburan tanah, sistem tanam, dan penggunaan pupuk organik. Aspek tersebut
akan memengaruhi tingkat produksi kedua kategori petani yang dijelaskan pada
Tabel 8. Benih yang digunakan oleh petani pengguna benih bersubsidi sudah
seluruhnya bersertifikat, sedangkan kategori petani lain tidak seluruh petani
menggunakan benih padi bersertifikat. Andini (2012) menjelaskan bahwa
penggunaan benih bersertifikat merupakan salah satu faktor pendukung untuk
meningkatkan mutu dan hasil produksi. Kualitas benih dengan mutu yang baik
juga menentukan peningkatan produksi dan produktivitas padi. Benih bersertifikat
memiliki beberapa keunggulan, yakni: keseragaman pertumbuhan, pembungaan,
19

dan pemasakan buah sehingga dapat dipanen sekaligus; rendemen beras tinggi dan
mutunya seragam; serta meningkatkan mutu produksi yang dihasilkan.
Tabel 6. Rata-rata input produksi berdasarkan penggunaan benih padi bersubsidi

Subsidi Non Subsidi


Harga Harga
No Input Produksi Satuan Jumlah/Ha Jumlah/Ha
Satuan Satuan
(Rp) (Rp)
1 Benih Kg 36,20 3.320,00 65,85 8.900,00
2 Pupuk Kompos Kg 759,09 1.000,00 416,67 1.200,00
Pupuk
3 Kandang Kg 800,00 500,00 759,26 207,44
4 Pupuk Urea Kg 158,33 1.950,00 453,83 2.555,55
5 Pupuk TSP Kg 195,24 2.171,43 186,33 2.906,25
6 Pupuk KCl Kg 150,00 2.300,00 200,00 3.000,00
7 Pupuk Phonska Kg 221,57 2.358,82 850,00 1.089,00
8 Pupuk NPK Kg 100,00 2.500,00 0,00 0,00
Kujang
9 Pestisida padat g 202,28 291,43 0,00 0,00
10 Pestisida cair ml 930,83 349,75 746,31 125,71
11 Tenaga Kerja HOK 25,13 48.000,00 52,83 65.000,00
Pria Dalam
Keluarga
12 Tenaga Kerja HOK 1,84 24.000,00 57,25 25.000,00
Wanita Dalam
Keluarga
13 Tenaga Kerja HOK 39,82 48.000,00 62,12 65.000,00
Pria Luar
Keluarga
14 Tenaga Kerja HOK 53,62 24.000,00 83,15 25.000,00
Wanita Luar
Keluarga
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

Varietas yang digunakan oleh petani pengguna benih padi bersubsidi


adalah mekongga sedangkan petani pengguna benih padi tidak bersubsidi
menggunakan benih padi varietas inpari 13, inpari 16, dan ciherang. BPTP NAD
(2009) menjelaskan bahwa pada lahan basah (sawah irigasi), curah hujan bukan
merupakan faktor pembatas tanaman padi. Suhu yang optimum untuk
pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 24⁰- 29 ⁰C. Tanaman padi dapat
tumbuh pada berbagai tipe tanah. Reaksi tanah (pH) optimum berkisar anatara 5,5
– 7,5 dengan ketinggian 0-1.500 mdpl. Berdasarkan hal tersebut, kedua kategori
petani sudah mengusahakan usahatani sesuai dengan syarat tumbuh dan spesifik
lokasi dengan yang anjuran untuk pertanaman padi dalam suhu dan ketinggian
lokasi penanaman.
Penggunaan sisitem tanam jajar legowo pada petani yang menggunakan
benih padi bersubsidi berdampak pada tingkat output padi yang dihasilkan. Sistem
20

tanam yang digunakan oleh petani pengguna benih padi bersubsidi adalah jajar
legowo dengan perbandingan 2:1, sedangkan petani yang menggunakan benih
padi tidak bersubsidi mengunakan sistem tanam konvensional dengan jarak tanam
20 x 20 cm. BBPP Ketindan (2015) menjelaskan bahwa tujuan dari cara tanam
jajar legowo 2:1 adalah memanfaatkan radiasi surya bagi tanaman pinggir,
tanaman relatif aman dari serangan tikus karena lahan lebih terbuka, menekan
serangan penyakit karena rendahnya kelembaban dibandingkan dengan cara
tanam biasa, populasi meningkat 30%, pemupukan lebih efisien, pengendalian
hama penyakit dan gulma lebih mudah dilakukan dibandingkan cara tanam
konvensional. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan benih dan pupuk dalam
jumlah yang lebih rendah pada petani pengguna benih padi bersubsidi dapat
menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi dibandingkan petani kategori lain.
Kedua kategori petani melakukan aplikasi pupuk organik pada kegiatan
usahatani, namun petani yang menggunakan benih padi bersubsidi
mengaplikasikan pupuk organik dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan
kategori petani lain. Pupuk organik yang digunakan kedua kelompok tani adalah
pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari jerami hasil dari
pertanaman sebelumnya, sedangkan pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk
kandang asal kotoran kambing. Hardjiwigeno (2010) mengemukakan bahwa
kotoran kambing memiliki kandungan N dan K dua kali lebih banyak
dibandingkan pupuk kotoran sapi. Kandungan unsur P sepenuhnya dikandung
oleh kotoran hewan dalam bentuk padat sedangkan kandungan N dan K
ditemukan pada kotoran hewan dalam bentuk cair (urine).
Bahan organik memiliki beberapa manfaat, yakni: sebagai granulator
untuk memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara (N,P,S, dan unsur mikro),
menambah kemampuan tanah untuk menahan air, menambah kemampuan tanah
untuk menahan unsur-unsur hara, serta sumber energi bagi mikroorganisme.
(Hardjowigeno, 2010).
Petani pengguna benih padi bersubsidi menggunakan tenaga kerja dalam
jumlah yang lebih kecil dibandingkan kategori petani lain. Hal ini disebabkan
adanya praktik mekanisasi pertanian dalam pengelolaan usahatani serta tingkat
pengetahuan budidaya yang lebih baik. Priyanto (1997) berpendapat bahwa
mekanisasi merupakan aplikasi teknologi dan manajemen penggunaan berbagai
jenis alat mesin pertanian, mulai dari pengolahan tanah, penanaman, penyediaan
air, pemupukan, perawatan tanaman, pemungutan hasil sampai ke produk yang
siap dipasarkan. Aplikasi mekanisasi bertujuan untuk menangani pekerjaan yang
sulit dilakukan secara manual, meningkatkan produktivitas sumberdaya manusia,
efisien dalam penggunaan input produksi, meningkatkan kualitas dan
produktivitas, serta memberikan nilai tambah penggunanya. Berdasarkan hal
tersebut, penggunaan tenaga kerja yang relatif rendah pada petani pengguna benih
padi bersubsidi dapat menghasilkan output produksi yang tinggi.

2.2 Luas Lahan Usahatani Padi

Luas lahan dapat memengaruhi kegiatan usahatani berupa penggunaan


input produksi maupun produksi yang dihasilkan. Semakin besar luas lahan, maka
input yang digunakan juga akan semakin banyak, namun juga akan menghasilkan
produksi yang lebih tinggi jika praktik usahatani dilakukan dengan baik dan
21

efisien. Terjadi luas pengusahaan lahan yang berbeda antara petani yang
menggunakan benih padi bersubsidi maupun menggunakan benih padi tidak
bersubsidi. Pengusahaan lahan pada petani yang menggunakan benih padi
bersubsidi lebih luas dibanding kategori petani lainnya, yaitu mayoritas petani
memiliki lahan seluas 5.001-10.000 m2. Petani yang menggunakan benih padi
tidak bersubsdi mengusahakan lahan yang lebih sempit yaitu didominasi oleh luas
lahan 0-5.000 m2. Data tersebut mengindikasikan bahwa petani yang
menggunakan benih padi bersubsidi menggunakan input produksi yang lebih
banyak dengan perkiraan hasil produksi yang lebih tinggi, hal ini ditunjukkan
pada Tabel 7.
Tabel 7. Luas lahan usahatani berdasarkan penggunaan benih padi

Subsidi Non Subsidi


No Luas Lahan (m2)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(Orang) (%) (Orang) (%)
1 0-5.000 5 25,00 15 75,00
2 5.001-10.000 11 55,00 5 25,00
3 10.001-15.000 2 10,00 0 0,00
4 15.001-20.000 2 10,00 0 0,00
Total 20 100,00 20 100,000
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

2.3 Output Usahatani Padi

Hasil output yang dijual petani berupa gabah kering dan dijual kepada
pedagang pengumpul, pabrik pengolahan, atau konsumsi pribadi. Terdapat
perbedaan antara produksi yang dihasilkan dan harga output yang ditawarkan.
Hasil output petani yang menggunakan benih padi bersubsidi lebih tinggi
dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi.
Rendahnya produksi yang dihasilkan oleh petani non subsidi disebabkan oleh
beberapa hal, salah satunya adalah kondisi lingkungan di sekitar area penanaman
yang kurang baik pada musim tanam terakhir (gangguan hama, ketersediaan air,
dan lain sebagainya). Harga output ternyata menunjukkan hasil yang sebaliknya,
petani yang menggunakan benih padi bersubsidi mampu memberikan penawaran
yang lebih baik sehingga harga output gabah kering yang dijual mampu lebih
tinggi dari kategori petani lainnya, hal ini ditunjukkan pada Tabel 8.
Perbedaan produksi yang dihasilkan oleh petani disebabkan karakteristik
benih yang digunakan dan sistem penanaman, meskipun hama dan penyakit
tanaman serta ketersediaan irigasi di kedua lokasi relatif tidak berbeda. Varietas
benih yang digunakan oleh petani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi
telah sesuai anjuran, berbeda dengan benih yang digunakan petani pengguna benih
padi bersubsidi yang cenderung tidak sesuai dalam hal ketinggian lokasi. Hasil
produksi yang rendah pada petani pengguna benih tidak bersubsidi disebabkan
karena sebagian petani melakukan kegiatan budidaya dengan menggunakan benih
yang tidak memiliki kelas serta tidak berlabel. Benih tersebut didapatkan petani
dari hasil penanaman sebelumnya yang tidak ditujukan sebagai benih di awal
penanaman. Petani pengguna benih padi bersubsidi memiliki sistem tanam yang
lebih baik, yakni sistem jajar legowo yang mampu menghasilkan output produksi
22

lebih tinggi karena adanya rekayasa efek pinggir tanaman. Harga output padi
kedua kategori patani menunjukkan angka yang berbeda. Hal ini dapat disebabkan
salah satunya oleh akses lokasi penanaman. Petani yang menggunakan benih padi
tidak bersubsidi berlokasi lebih dekat ke jalan umum sehingga lebih mudah dalam
hal keterjangkauan maupun distribusi. Kemudahan akses ini menyebabkan harga
output petani pengguna benih padi tidak bersubsidi lebih tinggi dibandingkan
kategori petani lainnya. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 8.
Rata-rata produksi yang dihasilkan oleh kedua kategori petani ternyata tidak
hanya ditentukan oleh penggunaan benih, baik dari segi mutu maupun varietas.
Aspek lain yang turut memengaruhi tingkat produksi output adalah kesuburan
tanah, sistem tanam, penggunaan pupuk organik, penggunaan mekanisasi
pertanian, serta tingkat pengetahuan petani dalam menjalankan kegiatan usahatani.
Tabel 8. Rata rata produksi dan harga output padi berdasarkan penggunaan benih
padi

Produktivitas Harga Output


No Penggunaan Benih Padi
(Kg/Ha) (Rp/Kg)
1 Subsidi 7.318,35 3.420,00
2 Non Subsidi 5.913,65 3.575,00
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

2.4 Deskripsi Input Benih, Hama dan Penyakit Tanaman, dan Irigasi
Usahatani Padi

Kegiatan usahatani antara petani yang menggunakan benih padi bersubsidi


dan menggunakan benih padi tidak bersubsidi berbeda dari segi input produksi
berupa benih (varietas, kelas, dan label), hama dan penyakit yang menyerang
pertanaman padi, serta ketersediaan jaringan irigasi. Petani yang menggunakan
benih padi bersubsidi menggunakan benih padi dengan varietas mekongga. Benih
padi yang didapat oleh petani pengguna benih padi bersubsidi merupakan bantuan
langsung dari pemerintah, sehingga benih tersebut dapat terjamin kualitasnya.
Kelas benih yang digunakan adalah extension seed (benih sebar) yang memiliki
label berwarna biru.
Varietas mekongga memiliki potensi hasil hingga 8,4 ton.ha-1 dengan
lokasi tanaman terbaik berupa sawah dataran rendah hingga ketinggian 500 mdpl.
Varietas benih yang digunakan oleh petani yang menggunakan benih padi tidak
bersubsidi cukup beragam, varietas yang digunakan adalah ciherang, inpari 13,
dan inpari 16. Benih padi tersebut berasal dari toko pertanian terdekat maupun
hasil produksi petani lain, sehingga terkadang benih yang dipakai oleh petani
tidak memiliki label dan sertifikat. Varietas ciherang memiliki potensi hasil
hingga 5,0-8,5 ton.ha-1 dengan kondisi penanaman terbaik pada lokasi sawah
beririgasi dataran rendah hingga ketinggian 500 mdpl, varietas inpari 13 memiliki
potensi hasil 8,0 ton.ha-1, sedangkan inpari 16 memiliki potensi hasil 7,6 ton.ha-1
dengan lokasi penanaman terbaik pada sawah tadah hujan dataran rendah hingga
ketinggian 600 mdpl. Inpari 16 merupakan varietas padi yang dominan digunakan
oleh petani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi, varietas tersebut
memiliki produktivitas yang lebih rendah dibandingkan varietas mekongga yang
digunakan oleh petani yang menggunakan benih bersubsidi. Hal tersebut
23

berpengaruh pada hasil produksi yang lebih rendah pada petani yang tidak
menggunakan benih bersubsidi, data ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 9. Deskripsi benih, hama dan penyakit, dan irigasi berdasarkan penggunaan
benih padi

Penggunaan Benih Padi


No Jenis
Subsidi Non Subsidi
1 Varietas Mekongga Inpari 13, Inpari 16,
Ciherang
2 Kelas Benih ES ES, tidak berkelas
3 Label Benih Biru Biru, tidak berlabel
4 Hama dan Tungro, penggerek batang, Tungro, penggerek
Penyakit walang sangit, hawar daun batang, wereng hijau
Tanaman
5 Irigasi Ada Ada
6 Sistem Tanam Jajar Legowo (40 x 20 x 12,5) Konvensional (20 x
cm 20) cm
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

Hama dan penyakit yang menyerang pertanaman kedua kelompok petani


relatif sama yakni: tungro, penggerek batang, dan lain lain. Hama tersebut
ditanggulangi dengan penggunaan pestisida cair maupun pestisida padat. Jaringan
irigasi petani yang menggunakan benih padi bersubsidi dan menggunakan benih
padi tidak bersubsidi sudah memadai, sehingga sawah petani dapat teraliri air
dengan baik meskipun beberapa petani harus membayar biaya irigasi untuk
mengairi sawah tersebut, hal ini dijelaskan pada Tabel 9.
Petani yang menggunakan benih padi bersubsidi memiliki tingkat produksi
yang lebih tinggi dibandingkan kategori petani lain disebabkan juga oleh
penggunaan sistem tanam jajar legowo. BBPP Ketindan (2015) menjelaskan
bahwa penanaman padi dengan sistem jajar legowo dapat meningkatkan
produktivitas padi. Sistem tanam ini memanipulasi lokasi pertanaman sehingga
pertanaman akan memiliki jumlah tanaman pinggir yang lebih banyak dengan
adanya barisan kosong. Sistem tanam ini juga meningkatkan jumlah populasi
dengan pengaturan jarak tanam, penanaman dengan sistem jajar legowo 2:1 dapat
meningkatkan produksi sebesar 30%.

3. Karakteristik Usahatani Padi Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan

3.1 Input Produksi Padi


Jumlah dan harga input produksi yang digunakan oleh kategori petani
pemilik lahan dan penyewa lahan ditunjukkan pada Tabel 10. Terdapat perbedaan
jumlah, harga, dan jenis input produksi yang digunakan oleh kedua kategori petani.
Penggunaan pupuk kandang lebih banyak digunakan dan diterima oleh petani
pemilik lahan, sedangkan petani penyewa lahan lebih dominan dalam penggunaan
pupuk kimia. Harga pembelian input produksi juga menunjukkan bahwa petani
pemilik lahan mengeluarkan harga pembelian yang lebih tinggi dibandingkan
petani penyewa lahan, kecuali untuk input produksi berupa pupuk phonska dan
24

pestisida cair. Penggunaan benih pada petani yang memiliki lahan juga
menunjukkan jumlah yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan benih
oleh kelompok petani yang lainnya. Terjadi perbedaan penggunaan jenis input
produksi, yaitu pupuk KCl, pupuk NPK Kujang, dan pestisida padat, hal ini tertera
pada Tabel 10.
Tabel 10. Rata rata penggunaan input produksi usahatani padi berdasarkan status
kepemilikan lahan

Pemilik Lahan Penyewa Lahan


Input Harga Harga
No Satuan Jumlah/Ha Jumlah/Ha
Produksi Satuan Satuan
(Rp) (Rp)
1 Benih Kg 61,74 7.310,00 65,45 5.710,00
Pupuk
2 Kompos Kg 500,00 1.100,00 760,00 1.620,00
Pupuk
3 Kandang Kg 1142,86 250,00 404,76 216,75
4 Pupuk Urea Kg 289,15 2.344,44 353,73 2.203,45
5 Pupuk TSP Kg 115,58 3.000,00 223,43 2.430,43
6 Pupuk KCl Kg 0,00 0,00 190,00 2.440,00
7 Pupuk Kg 483,33 1.896,33 211,11 2.366,67
Phonska
8 Pupuk NPK Kg 0,00 0,00 100,00 2.500,00
Kujang
9 Pestisida g 0,00 0,00 202,28 291,43
padat
10 Pestisida ml 1.191,11 213,33 854,81 266,96
cair
11 Tenaga HOK 69,16 60.750,00 29,22 54.448,27
Kerja
Pria Dalam
Keluarga
12 Tenaga HOK 48,27 25.000,00 8,83 24.333,33
Kerja
Wanita
Dalam
Keluarga
13 Tenaga HOK 40,16 60.142,86 29,62 54.296,30
Kerja
Pria Luar
Keluarga
14 Tenaga HOK 138,91 24.750,00 47,40 24.379,31
Kerja
Wanita Luar
Keluarga
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
25

Tingginya penggunaan pupuk kompos dan pupuk kandang sebagai bahan


organik bermanfaat untuk mengembalikan kesuburan tanah, sedangkan pupuk
kimia dapat memberikan respon pertumbuhan yang baik pada tanaman, data juga
menunjukkan bahwa petani pemilik lahan lebih banyak menggunakan pekerja
dalam menjalankan kegiatan usahataninya, baik itu tenaga kerja di dalam maupun
luar keluarga, hal ini terdapat pada Tabel 10.

3.2 Luas Lahan Usahatani Padi

Perbedaan luasan pengusahaan lahan terjadi antara petani yang memiliki


lahan dengan petani yang menyewa lahan. Luas pengusahaan lahan petani pemilik
lahan didominasi pada selang luas 0-5.000 m2 sedangkan pada kategori petani
penyewa lahan luas pengusahaan lahan didominasi pada luasan 5.001-10.000 m2,
hal ini ditunjukkan pada Tabel 11. Keseluruhan data menunjukkan bahwa status
kepemilikan lahan didominasi oleh petani penyewa lahan, hal ini disebabkan
karena mayoritas lahan yang diusahakan di daerah tersebut sudah tidak lagi
menjadi milik warga sekitar, melainkan lahan milik warga kota-kota besar, seperti
Jakarta dan Bandung.
Tabel 11. Luas lahan usahatani padi berdasarkan status kepemilikan lahan
Status Kepemilikan Lahan
Pemilik Lahan Penyewa Lahan
No Luas Lahan (m2)
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase
(Orang) (Orang) (%)
1 0-5.000 8 80,00 12 42,86
2 5.001-10.000 2 20,00 14 50,00
3 10.001-15.000 0 0,00 2 7,14
4 15.001-20.000 0 0,00 2 7,14
Total 10 100,00 28 100,00
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

3.3 Output Usahatani Padi

Output yang dihasilkan berupa gabah kering yang dijual ke berbagai


macam tempat maupun sebagai konsumsi pribadi. Terlihat bahwa petani yang
menyewa lahan memiliki jumlah produksi yang lebih tinggi dibandingkan
kategori petani lain. Hal ini dapat disebabkan oleh penggunaan pupuk input
produksi yang lebih efektif dan efisien dalam penggunaan dibandingkan
kelompok petani pemilik lahan.
Tabel 12. Rata-rata produksi dan harga output berdasarkan status kepemilikan
lahan
Produksi Harga Output
No Status Kepemilikan Lahan
(Kg/ha) (Rp/Kg)
1 Pemilik Lahan 6.114,29 3.411,11
2 Penyewa Lahan 6.705,46 3.600,00
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
26

Harga output menunjukkan hasil yang sama, yakni petani dengan status
penyewa lahan memiliki kemampuan penawaran yang baik sehingga harga output
yang ditawarkan lebih tinggi dibandingkan petani yang memiliki lahan serta hasil
outputnya yang lebih tinggi, hal ini ditunjukkan pada Tabel 12.

4. Karakteristik Usahatani Padi berdasarkan Penggunaan Benih Padi


Bersubsidi dan Status Kepemilikan Lahan

4.1 Input Produksi Padi

Terdapat perbedaan penggunaan input produksi dari setiap kategori petani.


Hal tersebut terlihat bahwa petani yang menggunakan benih padi bersubsidi baik
itu pemilik maupun penyewa menggunakan input produksi berupa benih, pupuk
kimia, dan tenaga kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan petani yang
menggunakan benih padi tidak bersubsidi pada kedua status kepemilikan lahan.
Petani yang menggunakan benih padi bersubsidi terlihat mulai menerapkan aspek
lingkungan pada praktik usahataninya, terlihat pada penggunaan pupuk organik
yang cukup tinggi. Pemakaian pupuk organik berpengaruh pada perbaikan
kesuburan tanah sehingga dapat meningkatkan output yang dihasilkan.
Tabel 13. Rata-rata penggunaan input produksi usahatani berdasarkan penggunaan
benih padi dan status kepemilikan lahan
Penggunaan Benih Padi
Subsidi Non Subsidi
No Input Produksi Satuan
Pemilik Penyewa Pemilik Penyewa
Lahan Lahan Lahan Lahan
1 Benih Kg 37,50 44,39 67,80 64,55
2 Pupuk Kompos Kg 500,00 816,67 0,00 416,67
3 Pupuk Kandang Kg 1.250,00 500,00 1.100,00 333,33
4 Pupuk Urea Kg 100,00 245,37 343,19 524,24
5 Pupuk TSP Kg 0,00 195,24 115,58 267,28
6 Pupuk KCl Kg 0,00 187,50 0,00 200,00
7 Pupuk Phonska Kg 300,00 211,11 850,00 0,00
8 Pupuk NPK Kujang Kg 0,00 66,67 0,00 0,00
9 Pestisida padat g 0,00 202,28 0,00 0,00
10 Pestisida cair ml 1.500,00 947,59 1.036,67 630,16
11 Tenaga Kerja Pria
Dalam Keluarga HOK 17,25 26,01 86,46 34,48
12 Tenaga Kerja Wanita
Dalam Keluarga HOK 0,00 1,84 48,27 22,80
13 Tenaga Kerja Pria
Luar Keluarga HOK 49,50 38,69 157,93 14,21
14 Tenaga Kerja Wanita
Luar Keluarga HOK 82,30 50,43 157,78 42,44
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

Jumlah pemakaian input produksi yang lebih tinggi pada petani non
subsidi dibandingkan kategori petani lain mengindikasikan bahwa kategori petani
27

ini belum dapat merencanakan penggunaan input produksi dengan baik sehingga
lebih merugikan dari segi ekonomi, hal ini terdapat pada Tabel 13.
Kedua kategori petani sudah menerapkan penggunaan pupuk organik pada
kegiatan usahataninya, namun kategori petani yang menggunakan benih
bersubsidi mengaplikasikan pupuk organik dalam jumlah yang lebih banyak.
Hardjowigeno (2010) menjelaskan bahwa keuntungan penggunaan pupuk organik
adalah selain menambah hara dapat pula memperbaiki struktur tanah,
meningkatkan kapasitas tukar kation, menambah kemampuan tanah menahan air,
dan meningkatkan kegiatan biologi tanah. Pada beberapa tanah masam, pupuk
organik dapat meningkatkan pH tanah (menetralkan Al dengan membentuk
kompleks Al-organik). Pupuk organik juga dapat meningkatkan ketersediaan
unsur mikro, misalnya melalui khelat unsur mikro ddengan bahan organik, selain
itu pupuk organik tidak menimbulkan polusi lingkungan.

4.2 Luas Lahan


Tabel 14. Luas lahan petani padi berdasarkan penggunnaan benih padi dan status
kepemilikan lahan
Penggunaan Benih Padi
Subsidi Subsidi
No Luas Lahan (m2)
Pemilik Pemilik Pemilik Pemilik
Lahan Lahan Lahan Lahan
1 0-5.000 0 6 8 7
2 5.001-10.000 2 9 0 5
3 10.001-15.000 0 2 0 0
4 15.001-20.000 0 1 0 0
Total 2 18 8 12
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

Terjadi perbedaan pengusahaan luas lahan antara petani yang


menggunakan benih padi bersubsidi dengan petani yang menggunakan benih padi
tidak bersubsidi. Petani yang menggunakan benih padi bersubsidi memiliki
pengusahaan lahan yang lebih luas yaitu 5.001-10.000 m2 sedangkan petani yang
menggunakan benih padi tidak bersubsidi didominasi oleh petani yang
mengusahakan lahan antara 0-5.000 m2. Terdapat beberapa petani pada kategori
pemilik maupun penyewa lahan yang mengusahakan lahan dengan luasan yang
lebih luas, luas lahan yang luas ini dapat memengaruhi tingkat produksi yang
dihasilkan maupun tingkat pendapatan yang diterima, hal ini dijelaskan pada
Tabel 14.

4.3 Output Padi

Petani yang menggunakan benih padi bersubsidi memiliki tingkat output


produksi yang lebih tinggi dibandingkan kategori petani lain, hal ini dapat terjadi
karena adanya praktik usahatani yang lebih baik, yakni penggunaan pupuk
organik. Harga yang ditawarkan oleh petani relatif berimbang meskipun terdapat
perbedaan tingkat produksi yang relatif besar, hal ini ditunjukkan pada Tabel 15.
28

Tabel 15. Rata-rata produksi dan harga output padi berdasarkan penggunaan benih
padi bersubsdi dan status kepemilikan lahan

Penggunaan Benih Padi


Subsidi Non Subsidi
Pemilik Lahan (Kg/Ha/MT) 8.000,00 5.642,86
Harga Satuan (Rp/Kg) 3.788,23 3.541,67
Penyewa Lahan (Kg/Ha/MT) 6.705,46 7.112,96
Harga Satuan (Rp/Kg) 3.500,00 3.625,00
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

5. Kesuburan Tanah Berdasarkan Penggunaan Benih Padi Bersubsidi

Tingkat kesuburan tanah yang diukur berdasarkan kandungan nitrogen,


fosfat, kalium, dan tingkat keasaman tanah. Kandungan nitrogen diwakili oleh
penggunaan pupuk urea, kandungan phospat diwakili oleh pupuk TSP, dan
kandungan kalium diwakili oleh penggunaan pupuk KCl.
Unsur-unsur hara tanaman diserap oleh tanaman dari dari tanah ke bagian
atas tanaman, kemudian dilepaskan kembali melalalui sisa-sisa tanaman yang
jatuh di permukaan tanah, dan masuk ke dalam tanah kembali bersama air
perkolasi, dan siap untuk diserap oleh tanaman kembali. Siklus unsur hara
membantu mengontrol keseimbangan asam-basa dan larutan bahan-bahan yang
melapuk dalam horison tanah yang terbentuk (Hardjowigeno, 2010).
Tabel 16. Rata-rata tingkat kesuburan tanah berdasarkan penggunaan benih padi

Subsidi Non Subsidi


No Unsur Kandungan Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(Orang) (%) (Orang) (%)
1 Nitrogen Rendah 1 5,26 0 0,00
Sangat
Tinggi 19 94,74 20 100,00
Total 20 100,00 20 100,00
2 Phospat Rendah 1 5,26 4 20,00
Sedang 9 42,11 15 75,00
Tinggi 10 52,63 1 5,00
Total 20 100,00 20 100,00
3 Kalium Sedang 2 10,53 2 10,00
Tinggi 18 89,47 18 90,00
Total 20 100,00 20 100,00
4 Ph Masam 7 36,84 0 0,00
Agak 13 63,16 12 60,00
Masam
Netral 0 0,00 8 40,00
Total 20 100,00 20 100,00
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

Data menunjukkan bahwa tanah petani sampel didominasi oleh tanah yang
memiliki kandungan nitrogen sangat tinggi, pemakaian pupuk urea yang tepat
29

dapat menanggulangi permasalahan kandungan nitrogen yang sangat tinggi.


Kandungan phospat ditemukan berbeda pada kedua kategori tanah petani, tanah
petani yang menerima subsidi benih memiliki kandungan phospat sedang hingga
tinggi, sedangkan petani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi mayoritas
tanahnya memiliki kandungan phospat rendah hingga sedang yang berhubungan
langsung dengan praktik penggunaan pupuk TSP oleh petani. Kandungan kalium
kedua kategori petani relatif sama, yakni memiliki kandungan yang tinggi. Terjadi
perbedaan tingkat keasaman tanah (pH) pada kedua kategori petani, yakni pada
petani yang menggunakan benih padi bersubsidi memiliki pH tanah masam
hingga agak masam sedangkan pada kategori petani lain memiliki pH agak masam
hingga netral. Perbaikan kandungan tanah akibat kandungan kalium tinggi bisa
diatasi dengan mengurangi pemakaian pupuk KCl, sedangkan penanggulangan
masalah keasaman tanah menurut Hardjowigeno (2010) adalah dengan dinaikkan
pH nya dengan menambahkan kapur ke dalam tanah, sedangkan tanah yang
terlalu alkalis dapat diurunkan pH nya dengan penambahan belerang.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara kandungan phospat dan
keasaman tanah (pH) diantara kedua kelompok petani. Hardjowigeno (2010)
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara fosfat dengan pH tanah. Faktor yang
mempengaruhi tersedianya P baik yang telah berada di dalam tanah, maupun
diberikan ke tanah sebagai pupuk (TSP) terikat oleh unsur-unsur Al dan Fe
sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman. Unsur P apabila terikat oleh Al
maka terbentuklah senyawa Varisit yang sukar larut. Pada tanah-tanah yang
alkalis (pH) tinggi pupuk TSP yang diberikan akan diikat oleh Ca atau CaCO3-
yang sukar larut. Berdasarkan hal tersebut petani pengguna benih padi bersubsidi
memiliki kendala pada penggunaan fosfat. Hal tersebut dapat ditanggulanngi
dengan pemberian pupuk organik asal jerami yang mengandung 4,5 kg SP-36 per
ton kompos (BPTP Kaltim, 2011), penggunaan pupuk kandang padat yang
mengandung 3 kg P2O5 per ton pupuk kandang yang seluruhnya terdapat pada
kotoran padat (Hardjowigeno, 2010), serta penggunaan pupuk NPK Kujang
sebagai pupuk majemuk tambahan untuk pertanaman padi petani.

Analisis Faktor Produksi Padi

Analisis fungsi produksi padi petani secara keseluruhan melalui fungsi


produksi Cobb-Douglas. Faktor-faktor produksi yang digunakan untuk
menunjukkan tingkat produksi padi (Y), antara lain luas lahan (X1), jumlah benih
(X2) yang digunakan pada satu musim tanam, jumlah penggunaan pupuk kompos
(X3) pada satu musim tanam, jumlah urea (X4) yang digunakan pada satu musim
tanam, jumlah pupuk TSP (X5) yang digunakan dalam musim tanam, jumlah
pupuk phonska (X6) yang digunakan dalam satu musim tanam, jumlah
penggunaan pupuk NPK kujang (X7) dalam satu musim tanam, jumlah
penggunaan tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja dalam keluarga (X8) dan
tenaga kerja luar keluarga (X9), variabel dummy untuk petani yang menerima
benih bersubsidi dan nol untuk petani yang tidak menggunakan benih (D1),
variabel dummy untuk petani yang memiliki lahan dan nol untuk petani yang
menyewa lahan (D2) dalam menjalankan kegiatan usahatani, dan variabel dummy
untuk petani yang menjadikan kegiatan usahatani padi sebagai pekerjaan utama
dan nol untuk petani yang menjadikan pekerjaan sampingan (D3).
30

Tabel 17. Hasil pendugaan fungsi produksi gabungan usahatani padi


Standar
Input Produksi Koefisien t-hitung P VIF
Error
Konstanta 7,19517 0,47264 15,22336 0,00000
Luas lahan (X1) 0,87261 0,23277 3,74882 0,00090* 2,88
Benih (X2) 0,00437 0,00488 0,89595 0,37820 3,14
Pupuk kompos
0,00012 0,00005 2,42355 0,02230* 1,74
(X3)
Pupuk urea (X4) -0,00075 0,00056 -1,33065 0,19440 4,42
Pupuk TSP (X5) 0,00164 0,00082 2,01392 0,05410* 2,59
Pupuk phonska
0,00018 0,00051 0,36232 0,71990 1,64
(X6)
Pupk NPK 0,00136 0,00290 0,46745 0,64390 1,46
kujang (X7)
Tenaga kerja -0,00849 0,00189 -4,49410 0,00010* 1,75
dalam keluarga
(X8)
Tenaga kerja -0,00018 0,00073 -0,24509 0,80820 1,45
luar keluarga
(X9)
Penggunaan
0,44833 0,24016 1,86681 0,07280* 3,61
Benih (D1)
Kepemilikan
-0,43310 0,19860 -2,18077 0,03810* 1,85
lahan (D2)
Status Pekerjaan 0,02298 0,26289 0,08743 0,93100 1,56
Usahatani (D3)
R-squared 0,90 Durbin-Watson stat 2,18
Adjusted
0,86 Prob(F-statistic) 0,00
R-squared
F-statistic 20,69
Keterangan: *= signifikan pada taraf α 10 %
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

Pendugaan model fungsi produksi padi dengan menggunakan model


Cobb-Douglas dapat dijabarkan sebagai berikut:
Ln Y = 7,19517 + 0,87261 Ln X1 + 0,00437 Ln X2 + 0,00012 Ln X3 – 0,00075 Ln
X4 + 0,00164 Ln X5 + 0,00018 Ln X6 + 0,00136 Ln X7 – 0,00849 Ln X8 –
0,00018 Ln X9 + 0,44833 D1 – 0,43310 D2 + 0,02298 D3.
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa keseluruhan variabel memiliki
koefisien positif pada taraf 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas
(input produksi) memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap variabel
terikat (jumlah produksi padi). Pengaruh input produksi terhadap produksi dengan
statistik uji t-hitung, dijelaskan sebagai berikut:
1. Luas Lahan (X1)
Luas lahan memiliki nilai positif dengan besaran koefisien regresi 0,87261.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan input luas lahan sebesar satu
persen akan meningkatkan produksi padi sebesar 0,87261 persen. Nilai koefisien
regresi menunjukkan elastisitas (0 ≤ Ep ≤ 1), data menunjukkan bahwa luas lahan
31

berada di daerah rasional (daerah II). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin
meningkatnya luas lahan, maka total output produksi yang dihasilkan semakin
besar. Hasil uji-t menunjukkan bahwa luas lahan berpengaruh nyata terhadap
fungsi produksi pada α 10 persen. Rata-rata luas pengusahaan lahan petani yang
digunakan dalam kegiatan usahatani seluas 0,64 ha.
2. Benih (X2)
Benih memiliki nilai positif dengan besaran koefisien regresi 0,00437. Hal
ini menunjukkan bahwa dengan penambahan input berupa benih sebesar satu
persen akan meningkatkan produksi padi sebesar 0,00437 persen. Nilai koefisien
regresi menunjukkan elastisitas (0 ≤ Ep ≤ 1), data menunjukkan bahwa
penggunaan benih berada di daerah rasional (daerah II). Hal ini mengindikasikan
bahwa semakin meningkatnya penggunaan benih, maka total output produksi
yang dihasilkan semakin besar. Hasil uji-t menunjukkan bahwa penggunaan benih
berpengaruh tidak nyata terhadap fungsi produksi pada α 10 persen. Rata-rata
penggunaan benih padi bersubsidi oleh petani sebanyak 49,59 kg per ha selama
satu musim tanam. Varietas benih yang digunakan oleh petani pengguna benih
padi bersubsidi adalah mekongga, sedangkan varietas benih yang digunakan oleh
petani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi adalah inpari 13, inpari 16,
dan ciherang.
Mutu benih yang tinggi dicirikan oleh tingkat kemurnian tinggi, daya
berkecambah tinggi, vigor tinggi, dan bebas dari penyakit seedborne. Penggunaan
benih bermutu rendah akan menghasilkan penanaman yang tidak seragam dengan
persentase tumbuh rendah dan menjadi sumber inokulum bagi penyakit terbawa
benih (seedborne) tertentu (Ilyas, 2012). Hasil produksi padi yang meningkat
seiring dengan meningkatnya penggunaan benih mengindikasikan bahwa
mayoritas petani telah menggunakan benih bermutu pada kegiatan usahatani.
3. Pupuk Kompos (X3)
Pupuk kompos memiliki nilai positif dengan besaran nilai koefisien regresi
0,00012. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan input sebesar satu
persen akan meningkatkan produksi padi sebesar 0,00012 persen. Nilai koefisien
regresi menunjukkan elastisitas (0 ≤ Ep ≤ 1), data menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk kompos berada di daerah rasional (daerah II). Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya penggunaan pupuk kompos,
maka total output produksi padi yang dihasilkan juga meningkat. Hasil uji-t
menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kompos berpengaruh nyata terhadap
fungsi produksi pada α 10 persen. Rata-rata penggunaan pupuk kompos oleh
petani sebanyak 2.598,61 kg per ha pada satu musim tanam.
Kompos adalah bahan organik yang dibusukkan pada suatu tempat yang
terlindungi dari matahari dan hujan, diatur kelembabannya dengan menyiram air
bila terlalu kering (Hardjowigeno, 2010). Pupuk kompos yang digunakan petani
berasal dari jerami sisa hasil pertanaman padi. Pupuk kompos dapat menaikkan
produksi karena sifatnya yang tidak meracuni tanah jika diaplikasikan secara terus
menerus. BPTP Kaltim (2011) berpendapat bahwa pemanfaatan jerami dalam
kaitannya untuk menyediakan hara dan bahan organik tanah adalah dengan
merombaknya menjadi kompos. Hasil analisa laboratorium BPTP Kaltim
menunjukkan bahwa kompos jerami memiliki kandungan hara setara dengan 41,2
kg urea dan 4,5 kg SP-36 per ton kompos. Jumlah hara ini dapat memenuhi lebih
dari setengah kebutuhan pupuk kimia petani. Hardjowigeno (2010) berpendapat
32

bahwa pupuk organik tidak mencemari lingkungan sehingga sangat dianjurkan


oleh para pencinta lingkungan. Oleh karena itu, konsep organic farming yang
menganjurkan pemupukan hanya dengan pupuk organik dan tidak menggunakan
pupuk anorganik yang dapat mencemari lingkungan mulai banyak dikembangkan.
Hal tersebut yang menyebabkan bertambahnya tingkat produksi seiring dengan
bertambahnya penggunaan pupuk kompos.
4. Pupuk Urea (X4)
Pupuk urea memiliki nilai negatif dengan besaran nilai koefisien regresi
sebesar 0,00075. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan input sebesar
satu persen akan menurunkan produksi padi sebesar 0,00075 persen. Nilai
koefisien regresi menunjukkan elastisitas (Ep ≤ 0), data menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk urea berada di daerah tidak rasional (daerah III). Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya penggunaan pupuk urea, maka
total output produksi padi yang dihasilkan akan mengalami penurunan.
Penggunaan pupuk urea yang berlebih dapat menjadi salah satu alasan penurunan
hasil produksi, tabel 16 menginformasikan bahwa tanah petani didominasi oleh
kandungan nitrogen yang tinggi, sehingga penambahan pupuk urea yang berlebih
dapat membahayakan tanaman. Wahid (2003) menjelaskan dalam penelitiannya
bahwa berdasarkan anjuran, N cukup diberikan sebanyak 90-120 kg/ha atau setara
dengan 200-260 kg/ha, sedangkan pada penelitian ini rata-rata penggunaan pupuk
urea sebanyak 283,40 kg per ha pada satu musim tanam. Hal ini yang menjadi
salah satu penyebab penurunan produksi padi, teori ini didukung oleh Stevens et
al. (1999) bahwa pemberian pupuk N yang berlebihan pada padi dapat
meningkatkan kerusakan tanaman akibat serangan hama dan penyakit,
memperpanjang umur tanaman, dan menyebabkan kerebahan. Hasil uji-t
menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea berpengaruh tidak nyata terhadap
fungsi produksi pada α 10 persen.
5. Pupuk TSP (X5)
Pupuk TSP memiliki nilai positif dengan besaran nilai koefisien regresi
sebesar 0,00164. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan input sebesar
satu persen akan meningkatkan produksi padi sebesar 0,00164 persen. Nilai
koefisien regresi menunjukkan elastisitas (0 ≤ Ep ≤ 1), data menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk TSP berada di daerah rasional (daerah II). Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya penggunan pupuk TSP, maka
total output produksi padi yang dihasilkan juga akan semakin meningkat. Hasil
uji-t menunjukkan bahwa penggunaan pupuk TSP berpengaruh nyata terhadap
fungsi produksi pada α 10 persen. Rata-rata penggunaan pupuk TSP sebanyak
162,15 kg per ha pada musim tanam terakhir.
Pupuk TSP (Triple Superphospate) atau TS memiliki rumus kimia
Ca(H2PO4)2 dengan kadar P2O5 yang berkisar antara 46-48% dan bekerja secara
perlahan (slow release) sehingga dianjurkan untuk pemupukan sebelum tanam.
Pupuk TSP tergolong ke dalam pupuk yang terbentuk dari unsur phospat dengan
fungsi, antara lain: pembelahan sel; pembentukan, bunga, buah, dan biji;
mempercepat pematangan; memperkuat batang agar tidak mudah roboh;
perkembangan akar, tahan terhadap penyakit, dan lain sebagainya (Hardjowigeno,
2010). Berdasarkan manfaat tersebut pemberian pupuk TSP dapat menstimulasi
pertumbuhan serta menghasilkan pertanaman padi yang baik, sehingga berdampak
pada hasil produksi yang meningkat.
33

6. Pupuk Phonska (X6)


Pupuk phonska memiliki nilai positif dengan besaran nilai koefisien
regresi sebesar 0,00018. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan input
sebesar satu persen akan meningkatkan produksi padi sebesar 0,00018 persen.
Nilai koefisien regresi menunjukkan elastisitas (0 ≤ Ep ≤ 1), data menunjukkan
bahwa penggunaan pupuk phonska berada di daerah rasional (daerah II). Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya penggunaan pupuk phonska,
maka total produksi padi yang dihasilkan juga akan semakin meningkat. Hasil uji-
t menunjukkan bahwa penggunaan pupuk phonska berpengaruh tidak nyata
terhadap fungsi produksi pada α 10 persen. Rata-rata penggunaan pupuk phonska
sebanyak 217,60 kg per ha pada satu musim tanam.
Pupuk phonska/pupuk majemuk NPK (SNI 02-2803-2000) memiliki
kandungan N 15%, P2O5 15%, K2O 15%, S 10%, serta kadar air maksimal 2%
(Petrokimia Gresik, 2012). Pupuk phonska memiliki keunggulan, yakni: pupuk
memiliki butiran yang homogen; setiap butir pupuk phonska mengandung unsur
hara utama, yakni nitrogen, fosfor, dan kalium yang diperkaya unsur belerang
dalam bentuk larut air sehingga mudah diserap akar tanaman; dapat digunakan
untuk semua jenis tanaman serta pada berbagai kondisi lahan, iklim, dan
lingkungan; serta penggunaan pupuk phonska menjamin diterapkannya teknologi
pemupukan berimbang sehingga dapat meningkatkan produksi dan mutu hasil
pertanian (Irawati, 2007). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa tingkat
produksi padi yang dihasilkan akan meningkat seiring dengan adanya
penambahan pupuk phonska.
7. Pupuk NPK Kujang (X7)
Pupuk NPK kujang memiliki nilai positif dengan besaran nilai koefisien
regresi sebesar 0,00136. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan input
sebesar satu persen akan meningkatkan produksi padi sebesar 0,00136 persen.
Nilai koefisien regresi menunjukkan elastisitas (0 ≤ Ep ≤ 1), data menunjukkan
bahwa penggunaan pupuk NPK kujang berada di daerah rasional (daerah II). Hal
ini mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya penggunaan pupuk NPK
kujang, maka total output produksi yang dihasilkan juga akan semakin meningkat.
Hasil uji-t menunjukkan bahwa penggunaan pupuk NPK kujang berpengaruh
tidak nyata terhadap fungsi produksi pada α 10 persen. Rata-rata penggunaan
pupuk NPK kujang sebanyak 100 kg per ha pada musim tanam terakhir.
Pupuk NPK Kujang merupakan pupuk majemuk yang memiliki kandungan
unsur makro dan mikro yang seimbang sesuai dengan tingkat kesuburan tanah,
kebutuhan hara tanaman, dan tingkat hasil yang ingin dicapai. Kandungan hara
yang terkandung pada pupuk NPK Kujang, antara lain: N 15%, P2O5 15%, K2O
15% (Pupuk Kujang, 2012). Data hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
produksi padi akan meningkat seiring dengan penambahan volume pupuk NPK
kujang yang diaplikasikan. Peningkatan produksi padi terjadi melalui beberapa
manfaat yang diberikan oleh pupuk NPK Kujang, Pupuk Kujang (2012)
berpendapat bahwa pupuk dapat mempengaruhi sifat fisik tanah menjadi gembur
sehingga mendukung pertumbuhan akar, mencegah kehilangan unsur hara dan
meningkatkan ketersediaan unsur hara yang siap diserap tanaman melalui
peningkatan kapasitas tukar kation (KTK) tanah oleh bahan organik, mengandung
unsur hara makro dan mikro lengkap, sehingga memperkaya unsur hara yang siap
34

diserap tanaman, serta menaikkan daya serap tanah terhadap air, sehingga
menjaga ketersediaan air dalam tanah.
8. Tenaga Kerja Dalam Keluarga (X8)
Tenaga kerja dalam keluarga memiliki nilai negatif dengan besaran nilai
koefisien regresi sebesar 0,00849. Hal ini menunjukkann bahwa dengan
penambahan input sebesar satu persen akan menurunkan produksi padi sebesar
0,00849 persen. Nilai koefisien regresi menunjukkan elastisitas (Ep ≤ 0), data
menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja dalam keluarga berada di daerah
tidak rasional (daerah III). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya
penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, maka total output produksi yang
dihasilkan akan semakin menurun. Asumsi kejadian tersebut adalah adanya
jumlah pekerja dalam keluarga yang tetap, sebagai contoh jumlah pekerja pada
luas lahan 0,2 ha dengan jumlah pekerja dalam keluarga 0,5 ha relatif dalam
jumlah yang tetap, karena adanya keterbatasan jumlah individu pada suatu
keluarga. Tingkat pengetahuan teknik budidaya pada tenaga kerja dalam keluarga
juga dapat memengaruhi tingkat produksi yang dihasilkan, jika tingkat
pengetahuan petani pada suatu teknik praktik budidaya (pola tanam,
penanggulangan hama dan penyakit tanaman, teknik pasca panen, dan lain lain)
belum memadai, maka peningkatan jumlah pekerja dapat mengakibatkan pada
penurunan nilai produksi. Hasil uji-t menunjukkan bahwa penggunaan tenaga
kerja dalam keluarga berpengaruh nyata terhadap fungsi produksi pada α 10
persen. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam keluarga sebesar 37,85 HOK per
ha pada satu musim tanam.
9. Tenaga Kerja Luar Keluarga (X9)
Tenaga kerja luar keluarga memiliki nilai negatif degan besaran nilai
koefisien regresi sebesar 0,00018. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
penambahan input sebesar satu persen akan menurunkan produksi padi sebesar
0,00018 persen. Nilai koefisien regresi menunjukkan elastisitas (Ep ≤ 0), data
menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja di luar keluarga berada di daerah
irasional (daerah III). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya
penggunaan tenaga kerja luar keluarga, maka total output produksi padi yang
dihasilkan akan menurun, hal ini dapat disebabkan oleh tingkat pengetahuan
budidaya padi yang kurang. Beberapa petani yang menggunakan benih padi tidak
bersubsidi masih menggunakan benih yang tidak bersertifikat pada kegiatan
usahataninya serta penggunaan yang kurang bijak dalam pemberian pestisida
sehingga dapat mencemari tanah yang berdampak pada penurunan produksi. Hasil
uji-t menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja luar keluarga berpengaruh
tidak nyata terhadap fungsi produksi pada α 10 persen. Rata-rata penggunaan
tenaga kerja luar keluarga sebesar 49,67 HOK per ha pada satu musim tanam.
10. Dummy Penggunaan Benih Bersubsidi (D1)
Penggunaan benih padi bersubsidi memiliki nilai positif dengan besaran
nilai koefisien regresi sebesar 0,44833 dan berpengaruh nyata terhadap fungsi
produksi pada α 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa petani yang
menggunakan input berupa benih padi bersubsidi memiliki tingkat produksi yang
lebih baik dari petani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi. Hal ini
disebabkan karena benih bersubsidi yang diterima dan digunakan petani
seluruhnya telah memiliki sertifikat sehingga benih bersubsidi merupakan benih
unggul, sedangkan benih padi non-subsidi yang digunakan petani tidak seluruhnya
35

memiliki sertifikat sehingga beberapa petani yang menggunakan benih padi tidak
bersubsidi, tidak menggunakan benih yang unggul pada kegiatan usahatani.
11. Dummy Kepemilikan Lahan (D2)
Kepemilikan lahan memiliki nilai negatif dengan besaran nilai koefisien
regresi sebesar 0,43310 dan berpengaruh nyata terhadap terhadap fungsi produksi
pada α 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa petani yang menyewa lahan
dapat mengusahakan kegiatan usahatani secara lebih efektif dibandingkan petani
yang memiliki lahan. Petani dengan status menyewa lahan memiliki tingkat
produksi padi yang lebih baik dibandingkan petani pemilik lahan (Tabel 12). Hal
ini diasumsikan karena petani yang menyewa lahan mampu menggunakan input
produksi yang lebih efisien sesuai dengan luas lahan yang dimiliki (benih, pupuk,
dan sebagainya) sehingga tidak ada input produksi yang kekurangan maupun
berlebih dan berdampak pada hasil output yang baik. Penggunaan pupuk secara
tepat, salah satunya tepat dosis dapat menjaga lahan agar tetap subur dan
menunjang pertumbuhan tanaman, hal ini ditunjukkan pada Tabel 10.
12. Dummy Status Pekerjaan Usahatani (D3)
Status pekerjaan usahatani memiliki nilai positif dengan besaran nilai
koefisien regresi sebesar 0,02298 dan berpengaruh tidak nyata terhadap fungsi
produksi pada α 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa petani yang
menjadikan kegiatan usahatani sebagai pekerjaan utama mampu mengelola
usahanya lebih baik dibandingkan petani yang menjadikan kegiatan usahatani
sebagai pekerjaan sampingan. Hal ini disebabkan petani yang menjadikan
kegiatan ini sebagai pekerjaan utama dapat lebih fokus, memiliki curahan waktu
yang lebih banyak, serta tidak terpengaruh oleh pekerjaan lain di luar usahatani
dibandingkan petani yang menjadikan kegiatan ini sebagai pekerjaan sampingan.

Analisis Pendapatan Usahatani

Perhitungan pendapatan usahatani dilaksanakan di Kecamatan Ciherang


(responden petani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi) dan Kecamatan
Tenjolaya (responden petani yang menggunakan benih padi bersubsidi),
Kabupaten Bogor. Analisis pendapatan usahatani dikelompokkan menjadi tiga
kategori yang berbeda, yakni: penggunaan benih padi bersubsidi (subsidi dan non
subsidi), status kepemilikan lahan (pemilik dan penyewa lahan), serta gabungan
antara penggunaan benih padi bersubsidi dengan status kepemilikan lahan.

Analisis Pendapatan Berdasarkan Penggunaan Benih Padi Bersubsidi


Petani yang menggunakan benih padi bersubsidi mendapatkan penerimaan
yang lebih tinggi dibandingkan petani yang menggunakan benih padi tidak
bersubsidi dalam satuan ha pada setiap musim tanam, hal ini dapat dilihat pada
Tabel 19. Perbedaan jumlah penerimaan yang didapatkan oleh dua kelompok
dipengaruhi oleh jumlah output yang dihasilkan dan harga penjualan output
tersebut. Petani yang menggunakan benih padi bersubsidi mampu menghasilkan
output yang lebih tinggi dibandingkan petani yang menggunakan benih padi tidak
bersubsidi, namun petani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi menjual
hasil outputnya dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan kelompok petani
yang menggunakan benih padi bersubsidi, hal ini ditunjukkan pada Tabel 8.
Tingkat produksi output yang lebih tinggi pada petani pengguna input produksi
36

dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya penggunaan pupuk organik


dengan volume lebih tinggi, penggunaan pupuk kimia yang lebih rendah, serta
akses irigasi yang lebih memadai dibandingkan petani yang menggunakan benih
padi tidak bersubsidi. Penggunaan pupuk organik sebagai pengganti pupuk kimia
dapat menjaga ketersediaan unsur hara dan kesuburan tanah, sehingga akan
berdampak pada tingkat produksi yang lebih tinggi.
Tabel 18. Jumlah penerimaan pekerjaan sampingan petani berdasarkan
penggunaan benih padi

Penerimaan
No Penggunaan Benih Padi
(Rp)
1 Subsidi 1.856.250,00
2 Non Subsidi 1.519.230,77
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

Penerimaan petani juga dipengaruhi oleh penerimaan pekerjaan sampingan


petani. Data menunjukkan bahwa petani yang menggunakan benih padi bersubsidi
memiliki penghasilan dari pekerjaan sampingan yang lebih tinggi dibandingkan
kategori petani lainnya. Hal ini memengaruhi penerimaan serta pendapatan kedua
kategori petani, data tertera pada Tabel 18. Pekerjaan sampingan kedua kategori
petani cukup beragam, yakni: peternak, jasa transportasi, usaha skala rumah
tangga, dan lain sebagainya.
Biaya yang dikeluarkan oleh petani dibedakan menjadi biaya tunai dan
biaya non tunai. Pengeluaran biaya tunai lebih tinggi dikeluarkan oleh petani yang
menggunakan benih padi tidak bersubsidi, hal ini disebabkan oleh penggunaan
tenaga kerja, pupuk kimia, serta penyewaan alat yang lebih tinggi dibandingkan
petani yang menggunakan benih bersubsidi, kelompok petani ini cenderung
mengeluarkan biaya tunai nya untuk pembelian pupuk organik, sewa lahan dan
pembayaran pajak, hal ini ditunjukkan pada Tabel 19. Penggunaan pupuk kimia
pada kelompok petani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi berdampak
pada kandungan hara yang cukup tinggi pada tanah petani tersebut seperti yang
tertera pada Tabel 16.
Biaya non tunai yang lebih tinggi dikeluarkan oleh petani yang
menggunakan benih padi tidak bersubsidi, hal ini disebabkan oleh kepemilikan
alat pertanian yang lebih beragam, sehingga berdampak pada biaya penyusutan
yang dikeluarkan serta penggunaan pekerja dalam keluarga yang lebih banyak
dibanding kelompok petani yang menggunakan benih padi bersubsidi. Perbedaan
jumlah pengeluaran yang dikeluarkan oleh kedua kelompok petani berdampak
pada perbedaan pendapatan yang diterima. Petani yang menggunakan benih padi
bersubsidi menerima pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan petani yang
menggunakan benih padi tidak bersubsidi, baik pendapatan atas biaya tunai
maupun pendapatan atas biaya total per ha pada setiap musim tanam, namun benih
hanya berkontribusi dalam jumlah yang kecil pada pengeluaran biaya tunai, yakni:
0,90% pada petani pengguna benih padi bersubsidi dan 3,63% pada petani yang
menggunakan benih padi tidak bersubsidi. Data tertera pada Tabel 19.
37

Tabel 19. Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani berdasarkan


penggunaan benih padi

Penggunaan Benih Padi


Uraian Subsidi Persentase Non Subsidi Persentase
(Rp/Ha/MT) (%) (Rp/Ha/MT) (%)
Penerimaan 26.885.007,00 22.660.529,00
Biaya Tunai
TKPLK 1.911.360,00 14,36 4.037.800,00 25,01
TKWLK 1.286.880,00 9,67 2.078.750,00 12,88
Benih 120.184,00 0,90 586.065,00 3,63
Pupuk Kompos 759.090,00 5,70 500.004,00 3,10
Pupuk Kandang 400.000,00 3,00 157.500,89 0,98
Pupuk Urea 308.743,50 2,32 1.159.785,26 7,18
Pupuk TSP 423.949,99 3,18 541.521,56 3,35
Pupuk KCl 345.000,00 2,59 600.000,00 3,72
Pupuk Phonska 522.643,75 3,93 925.650,00 5,73
Pupuk NPK Kujang 250.000,00 1,88 0,00 0,00
PBB 381.250,00 2,86 302.333,00 1,87
Pestisida Padat 58.950,46 0,44 0,00 0,00
Pestisida Cair 325.557,79 2,45 93.818,63 0,58
Sewa Alat 200.000,00 1,50 456.250,00 2,83
Olah lahan
Sewa Lahan 5.000.000,00 37,56 3.000.000,00 18,58
Pengairan 50.000,00 0,38 150.000,00 0,93
Biaya Tunai 12.343.609,43 92,72 14.589.478,34 90,37
Biaya Non Tunai
Biaya Penyusutan
Cangkul 137.483,20 1,03 82.733,09 0,51
Sabit 23.114,04 0,17 36.337,14 0,23
Garpu 0,00 0,00 32.500,00 0,20
Sprayer 124.744,40 0,94 214.285,50 1,33
Total Penyusutan 285.341,64 2,14 365.895,73 2,27
TKPDK 340.641,80 2,56 585.371,00 3,63
TKWDK 58.000,00 0,44 237.689,00 1,47
Biaya Non Tunai 969.325,08 7,28 1.554.851,46 9,63
Biaya Total 13.312.934,57 100,00 16.144.329,80 100,00
Pendapatan Atas 14.541.397,51 8.071.051,16
Biaya Tunai
Pendapatan Atas 13.572.072,43 6.516.199,70
Biaya Total
R/C Biaya Tunai 2,18 1,55
R/C Biaya Total 2,02 1,40
Keterangan: Penerimaan = (jumlah output * harga jual) + pendapatan sampingan
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

R/C ratio menggambarkan perbandingan penerimaan dan pengeluaran


petani yang berdampak pada tingkat keuntungan kegiatan usahatani. Petani yang
38

menggunakan benih padi bersubsidi memiliki penerimaan 2,18 kali lebih besar
atas biaya tunai dan 2,02 kali lebih besar atas biaya total sedangkan petani yang
menggunakan benih padi tidak bersubsidi memiliki penerimaan 1,55 kali lebih
besar atas biaya tunai dan 1,40 kali lebih besar atas biaya total. Berdasarkan
perhitungan R/C ratio tersebut kegiatan usahatani yang dilaksanakan oleh petani
yang menggunakan benih padi bersubsidi memiliki keuntungan yang lebih besar
dibandingkan petani kategori lain, hal ini terdapat pada Tabel 19.

Analisis Pendapatan Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan


Penerimaan yang didapat oleh petani penyewa lahan lebih tinggi
dibandingkan petani yang menjalankan kegiatan usahatani sebagai pemilik lahan,
hal ini dapat dilihat pada Tabel 21. Perbedaan penerimaan yang didapat oleh
petani dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah tingkat produksi output
dan harga jual output. Petani penyewa lahan cenderung memiliki tingkat output
yang lebih baik dan harga jual yang lebih tinggi dibandingkan petani yang
memiliki lahan, hal tersebut dijelaskan pada Tabel 12. Perbedaan input terjadi
pada penggunaan pupuk organik pada petani pemilik lahan, pupuk organik
memiliki kandungan yang baik untuk tanah sehingga tidak meracuni tanah dan
dapat menjaga kesuburan tanah dalam jangka panjang. Petani yang menyewa
lahan cenderung menggunakan pupuk kimia yang lebih banyak dibandingkan
petani pemilik lahan, hal ini akan berdampak pada penurunan kesuburan tanah
dalam periode jangka panjang, meskipun pupuk kimia dapat menghasilkan output
yang baik pada periode awal penggunaan, data ini tertera pada Tabel 10.
Tabel 20. Jumlah penerimaan pekerjaan sampingan petani berdasarkan status
kepemilikan lahan

Penerimaan
No Status Kepemilikan Lahan
(Rp)
1 Pemilik Lahan 1.744.500,00
2 Penyewa Lahan 1.661.904,76
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

Penerimaan yang didapatkan petani juga didapat dari total penerimaan


pekerjangan sampingan petani. Tabel menunjukkan bahwa petani pemilik lahan
memiliki penerimaan pekerjaan sampingan yang lebih tinggi dibandingkan
kategori petani lainnya, data tertera pada Tabel 20. Perbedaan jumlah penerimaan
pekerjaan sampingan kedua kategori petani tidak terlalu besar, sehingga
penerimaan terbesar masih dimiliki oleh petani penyewa lahan.
Biaya total dibagi atas biaya tunai dan biaya non tunai. Pengeluaran biaya
total kegiatan usahatani pada kelompok petani yang memiliki lahan dan petani
penyewa lahan memiliki jumlah yang berbeda. Petani pemilik lahan cenderung
mengeluarkan biaya untuk kegiatan usahataninya dalam jumlah yang lebih kecil
pada biaya tunai maupun biaya non tunai dibandingkan petani penyewa lahan. Hal
tersebut yang menyebabkan biaya total yang dikeluarkan petani penyewa lahan
jauh lebih besar dibandingkan petani pemilik lahan, data ditunjukkan pada Tabel
21.
39

Tabel 21. Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani berdasarkan


status kepemilikan lahan

Kepemilikan Lahan
Penyewa
Uraian Pemilik Lahan Persentase Persentase
Lahan
(Rp/Ha/MT) (%) (%)
(Rp/Ha/MT)
Penerimaan 22.601.015,76 25.801.560,76
Biaya Tunai
TKPLK 2.415.337,26 22,19 1.608.256,41 9,91
TKWLK 3.438.022,50 31,58 1.155.579,29 7,12
Benih 451.319,40 4,15 373.719,50 2,30
Pupuk Kompos 550.000,00 5,05 1.231.200,00 7,59
Pupuk Kandang 285.715,00 2,62 87.731,73 0,54
Pupuk Urea 677.894,83 6,23 779.426,37 4,80
Pupuk TSP 346.740,00 3,19 543.030,97 3,35
Pupuk KCl 0,00 0,00 463.600,00 2,86
Pupuk Phonska 916.553,18 8,42 499.627,70 3,08
Pupuk NPK Kujang 0,00 0,00 250.000,00 1,54
PBB 331.400,00 3,04 374.264,70 2,31
Pestisida Padat 0,00 0,00 58.950,46 0,36
Pestisida Cair 254.099,50 2,33 228.200,08 1,41
Sewa Alat Olah 350.000,00 3,22 309.253,00 1,91
Tanah
Sewa Lahan 0,00 0,00 7.241.896,00 44,63
Pengairan 50.000,00 0,46 45.000,00 0,28
Biaya Tunai 10.067.081,66 92,48 15.249.736,22 93,99
Biaya Non Tunai
Biaya Penyusutan
Cangkul 88.013,80 0,81 119.399,30 0,74
Sabit 111.953,33 1,03 119.407,31 0,74
Garpu 32.500,00 0,30 0,00 0,00
Sprayer 55.000,00 0,51 141.103,70 0,87
Total Penyusutan 287.467,13 2,64 379.910,31 2,34
TKPDK 201.934,00 1,85 204.198,00 1,26
TKWDK 42.045,50 0,39 11.067,40 0,07
Biaya Non Tunai 818.913,76 7,52 975.086,02 6,01
Biaya Total 10.885.995,42 100,00 16.224.822,24 100,00
Pendapatan Atas 12.533.934,10 10.551.824,54
Biaya Tunai
Pendapatan Atas 11.715.020,34 9.576.738,52
Biaya Total
R/C Biaya Tunai 2,25 1,69
R/C Biaya Total 2,08 1,59
Keterangan : Penerimaan = (jumlah output * harga jual) + pendapatan sampingan
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
40

Tingginya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani penyewa lahan


dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah jumlah penggunaan pupuk
kimia dengan volume yang lebih banyak dibandingkan petani pemilik lahan, hal
ini dijelaskan pada Tabel 10. Biaya sewa lahan merupakan faktor pembeda antara
petani yang memiliki lahan dan petani yang menyewakan lahan, besarnya biaya
sewa lahan pada petani penyewa lahan berpengaruh pada biaya non tunai
kelompok petani tersebut. Jumlah produksi output dan harga jual pada petani
penyewa lahan lebih tinggi dibandingkan kategori petani lain, namun biaya sewa
pada kategori petani penyewa lahan menyebabkan rendahnya pendapatan yang
diterima oleh petani.
Besarnya biaya total memengaruhi pendapatan yang diterima oleh kedua
kelompok petani (pemilik lahan dan penyewan lahan), baik pendapatan atas biaya
tunai maupun pendapatan atas biaya total. Pengeluaran biaya tunai dan biaya non
tunai yang lebih kecil pada petani pemilik lahan berdampak pada pendapatan atas
biaya tunai dan pendapatan atas biaya total yang lebih tinggi dibandingkan petani
penyewa lahan per ha pada setiap musim tanam, hal ini dijelaskan pada Tabel 21.
R/C ratio menggambarkan perbandingan penerimaan dan pengeluaran
oleh petani yang memiliki lahan maupun petani penyewa lahan. Petani yang
memiliki lahan memiliki penerimaan 2,25 kali lebih besar dari biaya tunai dan
2,08 kali lebih besar dari biaya total yang dikeluarkan sedangkan petani penyewa
lahan mendapatkan penerimaan 1,69 kali lebih besar atas biaya tunai dan 1,59 kali
lebih besar atas biaya total yang dikeluarkan, hal ini tertera pada Tabel 21.
Berdasarkan perhitungan R/C ratio tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan
usahatani yang dilaksanakan oleh petani pemilik lahan memiliki keuntungan yang
lebih besar dibandingkan petani yang menyewa lahan untuk kegiatan usaha
taninya per ha pada setiap musim tanam.

Analisis Pendapatan Berdasarkan Penggunaan Benih Padi dan Status


Kepemilikan Lahan
Analisis pendapatan ini merupakan perpaduan antara kelompok petani
berdasarkan penggunaan benih padi dan status kepemilikan lahan yang terbagi
menjadi, petani pengguna benih bersubsidi yang memiliki lahan (SM), petani
pengguna benih padi bersubsidi penyewa lahan (SS), petani yang menggunakan
benih padi tidak bersubsidi dan memiliki lahan (NM), serta petani yang
menggunakan benih padi tidak bersubsidi dan menyewa lahan (NS). Penerimaan
yang didapatkan oleh petani memiliki jumlah yang berbeda di antara keempat
kelompok petani, penerimaan tertinggi didapatkan oleh petani SM sedangkan
pendapatan paling kecil diterima oleh petani NM, hal ini dapat dilihat pada Tabel
23. Penerimaan petani dipengaruhi oleh tingkat output yang dihasilkan dan harga
jual output, tingkat output tertinggi dihasilkan oleh petani SM serta harga jual
tertinggi juga dimiliki oleh petani SM, secara keseluruhan tingkat produksi terbaik
dimiliki oleh petani yang menggunakan benih padi bersubsidi, hal ini dapat dilihat
pada Tabel 15.
Penerimaan petani juga didapat dari pendapatan sampingan petani sebagai
peternak, penyedia jasa transportasi, dan lain sebagainya. Tabel menunjukkan
pendapatan sampingan petani relatif sama, namun petani pemilik lahan yang
menggunakan benih padi tidak bersubsidi memiliki pendapatan sampingan paling
tinggi dibandingkan kategori petani lain. Data ini ditunjukkan pada Tabel 22.
41

Tabel 22. Pendapatan sampingan petani berdasarkan penggunaan benih padi dan
status kepemilikan lahan

Penggunaan Benih Padi


Subsidi (Rp) Non Subsidi (Rp)
Pemilik Lahan (Rp) 1.650.000,00 1.875.000,00
Penyewa Lahan (Rp) 1.081.250,00 1.266.666,67
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

Tingkat produksi dipengaruhi oleh teknik budidaya yang dilakukan, petani


SM cenderung menggunakan pupuk organik yang lebih dominan serta mengganti
pupuk kimia tunggal menjadi pupuk phonska. Pupuk phonska merupakan pupuk
kimia majemuk yang dapat menggantikan pupuk tunggal serta lebih ekonomis
dalam pengeluaran biaya dan penggunaannya. Teknik budidaya petani SS, NM,
dan NS tidak terlalu jauh berbeda, namun petani SS menggunakan tambahan
pupuk organik dengan jumlah lebih banyak sebagai tambahan pupuk kimia yang
digunakan dibandingkan petani NM dan NS, hal ini yang menyebabkan petani
pengguna benih padi bersubsidi (SM dan SS) menghasilkan tingkat output padi
yang lebih tinggi, data disajikan pada Tabel 13.
Teknik budidaya yang berbeda diantara kelompok petani juga terlihat dari
jumlah benih padi yang digunakan. Petani SM ddan SS menggunakan benih padi
dengan jumlah yang lebih rendah dibandingkan petani NM dan NS yang
menggunakan benih padi dengan jumlah hampir dua kali lebih banyak. Perbedaan
ini dipengaruhi oleh kebiasaan petani dan kondisi lingkungan sekitar area
penanaman. Banyaknya hama pada lahan petani yang menggunakan benih tidak
bersubsidi (NM dan NS) menyebabkan petani cenderung menanam bibit padi
lebih banyak, yakni 3-5 bibit padi per lubang tanam dibandingkan petani SM dan
SS yang hanya menananm sebanyak 1-2 bibit per lubang tanam sebagai bentuk
antisipasi kegagalan panen, data ini terdapat pada Tabel 13.
Biaya total terdiri dari biaya tunai dan biaya non tunai dengan besaran
yang berbeda pada setiap kelompok petani. Pengeluaran untuk biaya tunai pada
kelompok petani yang menggunakan benih padi bersubsidi (SM dan SS) lebih
tinggi dibandingkan kelompok petani lainnya, hal ini disebabkan oleh penggunaan
pupuk organik dan pestisida dengan volume yang tinggi sedangkan petani yang
tidak menggunakan benih padi bersubsidi (NM dan NS) cenderung mengeluarkan
biaya untuk pembelian pupuk kimia dan pemeliharaan alat-alat penunjang
usahatani.
Biaya penyewaan lahan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
biaya non tunai pada kelompok petani penyewa lahan (SS dan NS), selain itu
kepemilikan alat pertanian yang beragam menajadi faktor lain yang berdampak
pada biaya penyusutan. Petani yang menyewa lahan (SS dan NS) cenderung
memiliki alat penunjang budidaya yang lebih beragam, sehingga menghasilkan
biaya penyusutan yang lebih tinggi. Biaya total yang lebih tinggi secara
kelesuruhan dimiliki oleh petani dengan status penyewa lahan, yakni petani SS
dan NS, data ini tertera pada Tabel 23.
42

Tabel 23. Rata rata penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani berdasarkan
penggunaan benih padi dan status kepemilikan lahan
Penggunaan Benih Padi
Uraian Subsidi Non Subsidi
Pemilik (SM) Penyewa (SS) Pemilik (NM) Penyewa (NS)
Penerimaan (Rp) 31.955.840,00 24.550.360,00 21.860.147,98 27.051.146,67
Biaya Tunai
TKPLK 267.090,90 233.154,70 210.714,30 86.696,13
TKWLK 370.454,50 231.178,60 137.337,70 143.526,90
Benih 114.375,00 148.706,50 567.825,00 597.087,50
Pupuk Kompos 550.000,00 898.337,00 0,00 500.004,00
Pupuk Kandang 625.000,00 250.000,00 220.000,00 72.249,28
Pupuk Urea 180.000,00 482.561,82 857.975,00 1.358.673,20
Pupuk TSP 0,00 393.826,41 346.740,00 757.292.44
Pupuk KCl 0,00 431.250,00 0,00 600.000,00
Pupuk Phonska 690.000,00 499.627,70 925.650,00 0,00
Pupuk NPK
Kujang 0,00 166.675,00 0,00 0,00
PBB 0,00 365.676,47 0,00 0,00
Pestisida Padat 0,00 58.950,46 0,00 0,00
Pestisida Cair 600.000,00 326.135,49 124.400,00 80.660,48
Ternak 0,00 200.000,00 350.000,00 583.333.33
Sewa Lahan 0,00 7.038.933,00 0,00 7.735.344,00
Pengairan 50.000,00 50.000,00 50.000,00 50.000,00
Biaya Tunai 3.446.920,40 11.775.013,16 3.790.642,40 12.939.867,26
Biaya Non Tunai
Cangkul 26.833,33 149.777,70 118.138,70 69.689,12
Sabit 19.166,67 23.578,43 116.655,00 123.568,07
Garpu 0,00 0,00 32.500,00 0,00
Sprayer 55.000,00 135.474,40 0,00 214.285,50
Total Penyusutan 101.000,00 308.830,53 267.293,70 407.542,69
TKPDK 100.363,60 183.904,30 227.326,80 219.314,00
TKWDK 0,00 9.550,24 52.556,82 12.547,35
Biaya Non Tunai 302.363,00 811.115,60 814.471,02 1.046.946,73
Biaya Total 3.749.284,00 12.586.128,76 4.605.113,42 13.986.813,99
Pendapatan Atas
Biaya Tunai 28.508.919,60 12.775.346,84 18.069.505,58 14.111.279,41
Pendapatan Atas
Biaya Total 28.206.566,00 11.964.231,24 17.255.034,56 13.064.332,68
R/C Biaya Tunai 9,27 2,08 5,77 2,09
R/C Biaya Total 8,52 1,95 4,75 1,93
Keterangan : Penerimaan = (jumlah output * harga jual) + pendapatan sampingan
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani berpengaruh pada


pendapatan yang diterima oleh petani setiap kelompok. Petani SM memiliki
pendapatan atas biaya tunai yang paling tinggi sedangkan petani SS memiliki
pendapatan yang terendah. Pendapatan atas biaya total tertinggi dimiliki oleh
petani SM sedangkan pendapatan atas biaya total terendah dimiliki oleh petani NS,
hal ini ditunjukkan pada Tabel 23.
43

R/C ratio menunjukkan perbandingan antara penerimaan dan pengeluaran


petani di setiap kelompok. Petani SM memiliki penerimaan 9,27 kali lebih besar
atas biaya tunai dan 8,52 kali lebih besar atas biaya total, petani SS memiliki
penerimaan 2,08 kali lebih besar atas biaya tunai dan 1,95 kali lebih besar atas
biaya total, petani NM memiliki penerimaan sebesar 5,77 kali lebih besar atas
biaya tunai dan 4,75 kali lebih besar atas biaya total, serta petani NS memiliki
penerimaan 2,09 kali lebih besar atas biaya total dan 1,93 kali lebih besar atas
biaya total, data ini ditunjukkan pada Tabel 23. Hasil R/C ratio mengindikasikan
bahwa petani pemilik lahan yang menggunakan benih padi bersubsidi memiliki
keuntungan paling besar dari berbagai aspek (penggunaan benih, status
kepemilikan lahan, biaya tunai, dan biaya total) dibandingkan kategori petani lain.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai


berikut:
1. Petani pengguna benih padi bersubsidi memiliki teknik budidaya yang lebih
baik, hal ini ditunjukkan oleh penggunaan input produksi yang lebih efektif
dan penggunaan sisitem tanam jajar legowo.
2. Kesuburan tanah kedua kategori petani (pengguna dan non pengguna benih
bersubsidi) berbeda dalam hal kandungan phospat dan keasaman tanah,
sedangakan untuk kandungan nitrogen dan kalium relatif tidak berbeda.
3. Petani yang menggunakan benih padi bersubsidi memiliki tingkat produksi
output yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang menggunakan
benih padi tidak bersubsidi, namun tingkat produksi juga dipengaruhi oleh
aspek lain, seperti: mutu benih, kesuburan tanah, teknologi budidaya,
penggunaan pupuk organik, serta tingkat pengetahuan dan keterampilan petani.
4. Analisis pendapatan menunjukkan bahwa petani yang menggunakan benih
bersubsidi memiliki tingkat pendapatan yang lebih baik dibandingkan petani
yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi, meskipun benih hanya
berkontribusi dalam jumlah yang kecil pada biaya yang dikeluarkan oleh
petani dalam menjalankan kegiatan usahatani.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan kepada petani dalam
menjalankan kegiatan usahatani, yakni:
1. Meningkatan hasil produksi usahatani padi secara maksimal melalui upaya:
meningkatkan luas lahan, menggunaan pupuk kompos, pupuk TSP, dan
menggunakan benih padi bersubsidi. Peningkatan produksi akan
meningkatkan pendapatan petani.
2. Meningkatkan pendapatan yang diterima oleh petani dengan cara beralih dari
penggunaan benih padi non subsidi ke penggunaan benih padi bersubsidi dan
memperbaiki penerapan teknologi budidaya dalam menjalankan kegiatan
usahatani padi.
44

3. Perlu diadakannya penelitian lanjutan mengenai efisiensi input-input produksi


yang digunakan untuk meningkatkan produksi padi dan pendapatan petani,
serta adanya perbandingan produksi berdasarkan varietas padi yang digunakan
sebagai rekomendasi pemilihan varietas benih padi bersubsidi di Kabupaten
Bogor.

DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agraris Kanisius. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius, Yogyakarta.


Al-Jabri, Widowati M. dan Elviati L.R. 2011. Petunjuk penggunaan perangkat uji
tanah rawa. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Amirullah. 2011. Teknik produksi benih padi. http://sulsel.litbang.pertanian.go.id
[29 September 2015].
Andini R. 2012. Analisis produktivitas padi dengan menggunakan benih sertifikat
dan benih non sertifikat di Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang.
Economics Development Analysis Journal. 1(2): 1-6.
[Balitbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2000. Varietas
ciherang. http://www.litbang.pertanian.go.id/ [3 Juni 2016].
_____________________________________________________. 2001. Varietas
inpari 16 Pasundan. http://www.litbang.pertanian.go.id/ [3 Juni 2016].
[BB Padi] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2010. Deskripsi Varietas Padi.
Kementerian Pertanian, Jakarta.
[BBPP Ketindan]. Balai Besar Pelatihan Pertanian. 2015. Sistem jajar legowo
dapat meningkatkan produktivitas padi.
http://bbppketindan.bppsdmp.pertanian.go.id/ [29 Agustus 2015].
[BPPN] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2011. Laporan kajian
strategis kebijakan subsidi pertanian yang efektif, efisien, dan berkeadilan.
http://www.bappenas.go.id/ [30 September 2015].
[BPTP NAD] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nanggroe Aceh Darussalam.
2009. Budidaya tanaman padi. http://nad.litbang.pertanian.go.id/ [29
Agustus 2016].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi padi tahun 2014 (angka sementara)
diperkirakan turun 0.63 persen. http://www.bps.go.id [13 Oktober 2015].
___________________. 2015. Statistik Daerah Kabupaten Bogor 2015. CV Prima,
Bogor, Indonesia.
Debertin D.L. 1986. Agriculture Production Economics. Macmillian Publishing
Company, New York.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Kelas-kelas benih.
http://ditjenbun.pertanian.go.id/ [29 September 2015].
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2016. Petunjuk teknis subsidi benih tahun
anggaran 2016. http://tanamanpangan.pertanian.go.id [27 Juli 2016].
Direktorat Perbenihan. 2009. Persyaratan dan Tatacara Sertifikasi Benih Bina
Tanaman Pangan. Jakarta, Indonesia.
Direktorat Perbenihan. 2012. Laporan Tahunan Direktorat Perbenihan Ditjen
Tanaman Pangan Tahun 2012. Jakarta, Indonesia.
45

[Disperta Kota Malang] Dinas Pertanian Kota Malang. 2014. Sertifikasi benih.
http://pertanian.malangkota.go.id [14 Oktober 2015].
Doll J.P. dan Orazem F. 1984. Production Economics Theory with Applications.
Second Edition. John Wiley & Sons Inc., New York.
Ellis F. 1992. Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge
University Press, Cambridge.
Fuadi A., Surahman M., Satoto, Setiawan S., Yasin A., Hastuti, Setiawan C.,
Khairunas dan Marwoso. 2015. Evaluasi Efektivitas Program Subsidi
Benih Padi 2013-2015. Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian,
Jakarta.
Gani I. dan Amalia S. 2015. Alat Analisis Data: Aplikasi Statistik untuk
Penelitian Bidang Ekonomi dan Sosial. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Grist D.H. 1975. Rice: 5th edition. Longman, London,.
Gujarati D.N. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika: Jilid 1. Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Guslim. 2007. Agroklimatologi. USU Press, Medan.
Hanafie R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta.
Hati N.P. 2012. Tinjauan atas penerapan PSAK no. 23 tentang pengakuan
pendapatan pada perusahaan daerahjasa dan kepariwisataan provinsi Jawa
Barat. Tugas Akhir. Program Akutansi Diploma III Fakultas Ekonomi.
Universitas Widyatama.
Hidayat A. 2014. Jarque-Berra. http:// http://www.statistikian.com [16 Juni 2016].
Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih: Teori dan Hasil-hasil Penelitian .IPB
Press, Bogor.
Irawati A.I. 2007. Meningkatkan efektifitas pupuk majemuk phonska untuk
tanaman bayam dengan penambahan bahan organic pada latosol Dramaga.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[IRRI] International Rice Research Institute. 2001. Dampak dan Kedepan. Sekilas
Kerjasama Indonesia. IRRI, Jakarta.
Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor.
Kariyasa K. 2007. Usulan pola kebijakan pemberian dan pendistribusian benih
padi bersubsidi. Analisis Kebijakan Pertanian. 5(4): 304-319.
Katayama T.C. 1993. Morphologycal and taxonomical characters of cultivated
rices (Oryza sativa L.). In. T. Matsuo and K. Hoshikawa (Eds.). Science
of the Rice Plant (Vol 1) Morphology. Food and Agriculture Policy
Research Center, Tokyo.
Lidia T.P. 2008. Analisis efisiensi usahatani padi benih bersubsidi di Kecamatan
Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat: pendekatan stochastic
production frontier. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mahmud Y., Nurlenawati N. dan Sugiarto. 2010. Pengaruh macam perlakuan
benih terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas unggul baru
tanaman padi (Oryza sativa L.) di lahan sawah irigasi Kecamatan
Tempuran Kabupaten Karawang. Solusi. 9(17): 53-63.
Manurung S.O. dan Ismunadji M. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi. Dalam.:
Ismunadji M., Partohardjono S., Syam M. dan Widjono A, (Eds.). Padi
Buku 1. Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.
46

Munawar D. 2013. Memahami pengertian dan kebijakan subsidi dalam APBN.


http://www.bppk.kemenkeu.go.id [30 September 2015].
[Pemkab Bogor] Pemerintah Kabupaten Bogor. 2015. Publikasi kinerja dinas
pertanian dan kehutanan Kabupaten Bogor 2014. http://bogorkab.go.id
[15 November 2015].
Peraturan Menteri Pertanian No. 39/Permentan /OT.140 /8/2006 tentang Produksi,
Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina.
Petrokimia Gresik. 2012. Phonska dan NPK. http://www.petrokimia-gresik.com
[10 Agustus 2016].
Phahlevi R. 2013. Faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan petani padi sawah
di Kota Padang Panjang. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pembangunan.
Universitas Negeri Padang. Padang.
Priyanto A. 1997. Penerapan mekanisasi pertanian. Bul. Keteknikan Pertanian.
11(1): 54-58.
Pupuk Kujang. 2012. Rincian Produk. http://www.pupuk-kujang.co.id [10
Agustus 2016].
[Puslitbang Tanaman Pangan] Pusat Pengembangan dan Penelitian Tanaman
Pangan. 2014. Produksi padi menuju 2020.
http://pangan.litbang.pertanian.go.id [13 Oktober 2015].
Rachman B., Simatupang P. dan Sudaryanto T. 2004. Efisiensi dan daya saing
sistem usahatani padi. http://pse.litbang.pertanian.go.id [13 September
2015].
Rasaha C.A. 1999. Refleksi Pertanian. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, Indonesia.
Riyanto W., Ridwansyah M. dan Umiyati E. 2013. Permintaan beras di Provinsi
Jambi (penetapan partial adjustment model). Jur. Perspektif Pembiayaan
dan Pembangunan Daerah. 1(1): 11-20.
Rosmarkam A. dan Yuwono N.W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius,
Yogyakarta.
Santoso S. 2010. Statistik Multivariat. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Simatupang P. 2003. Analisis Kebijakan: Konsep dasar dan prosedur pelaksanaan.
Analisis Kebijakan Pertanian. 1(1): 1-21.
Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya, Bogor.
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia (UI- Press), Jakarta.
Stevens G., Hefner S. and Tanner E. 1999. Monitoring Crop Nitrogen in Rice
Using Portable Chlorophyll Meters. Missouri Rice form 1997−98.
University of Missouri-Delta Center.
Subejo. 2007. Memahami dan mengkritisi kebijakan pembangunan pertanian di
Indonesia. http://web.iaincirebon.ac.id [30 September 2015].
Suharto E. 2010. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji Masalah
dan Kebijakan Sosial. CV Alfabeta, Bandung.
Tasman A. 2006. Ekonomi Produksi, Teori, dan Aplikasi. Chandra Pratama,
Jambi.
Turner M.R. 1996. Problems of privatizing the seed supply in self-pollinated garin
crops. In: H. van Amstel, J. W. T. Bottema, M. Sidik and C. E. Van
Santen (Eds.). Integrating Seed Systems for Annual Food Crops, CGPRT
No. 32:17-29.
Wahid A.S. 2003. Peningkatan efisiensi pupuk nitrogen pada padi sawah dengan
metode bagan warna daun. J. Lit. Pertanian. 22(4): 156-161.
47

Wicaksono Y. 2006. Seri Solusi Bisnis Berbasis TI: Aplikasi Excel dalam
Menganalisis Data. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Widajati E., Murniati E., Palupi E.R., Kartika T., Suhartanto M.R. dan Qadir A.
2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. IPB Press, Bogor.
Widiarsih D. 2013. Pengaruh Sektor Komoditi Beras terhadap Inflasi Bahan
Makanan. http://ejournal.unri.ac.id [30 September 2015].
48

LAMPIRAN
49

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner penelitian

PENGARUH BENIH BERSUBSIDI TERHADAP


PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI
SAWAH (Oryza sativa L.)
Oleh Azka Radiethya Riefqi (A24120064)
Departemen Agronomi dan Hortikultura – Fakultas
Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Tanggal Wawancara
No. Responden
Nama Responden
Alamat

Tanda Tangan

Desa/Kelurahan
Kecamatan
Kabupaten
Provinsi

A. Karakteristik Responden
1. Nama Responden :
2. Umur Responden : Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan*)
4. Pendidikan Terakhir :
a. SD c. SMA e. Sarjana
b. SMP d. Diploma f. Lainnya, sebutkan......
5. Pekerjaan Pokok :
a. Petani d. Pegawai BUMN
b. Wiraswasta e. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
c. Karyawan Swasta f. Lainnya, sebutkan.....
6. Pekerjaan Sampingan :
Besarnya pendapatan Rp..........................
7. Jumlah Tanggungan Keluarga : orang

B. Karakteristik Usahatani
1. Sistem usahatani : padi organik/ semiorganik/ anorganik *)
Alasan : 1. Harga komoditas tinggi, 2. Memenuhi kebutuhan keluarga, 3.
Ikut petani lain mengikuti program pemerintah, 4. Biaya lebih murah, 5.
Lainnya,.......
2. Waktu tanam : bulan........
50

Musim tanam terakhir : a. Hujan b. Kemarau


Banyaknya penanaman dalam 1 tahun ......... kali
3. Pengalaman bertani :.............tahun
4. Tergabung dalam kelompok tani : 1. Ya 2. Tidak
Jika ya, nama kelompok tani.........................................., tergabung sejak
tahun............... Peran dalam kelompok tani sebagai..........
5. Apakah bapak/ibu menerima atau menanam benih bersubsidi?
a. Ya, karena ............................................................................................
b. Tidak, karena ......................................................................................
6. Jenis lahan pertanian yang ditanami :

Jenis Lahan Luas (ha) menurut Status Penguasaannya


No
Pertanian Milik Sendiri Sewa Bagi hasil Lainnya
1 Sawah irigasi
2 Sawah non-irigasi
3 Tadah hujan
4 Tegalan
5

7. Input produksi yang digunakan :

Sumber Input
Harga Total (subsidi/non-
Jenis Input Satuan Volume Satuan Nilai subsidi)*
(Rp) (Rp)
1 2 3
A. Benih
B. Pupuk
1. Pupuk Kompos
2. Pupuk Kandang
3. Urea
4. TSP
5. KCl
6.
7.
C. Obat-obatan/pestisida
1. Padat
a................................
b................................
2. Cair
a................................
b................................
D. Irigasi/air
E. Lainnya
Total Input Produksi
51

Keterangan:
1. Input produksi modal sendiri
2. Input produksi dari kelompok tani
3. Lainnya
8. Tenaga kerja yang digunakan :
No. Kegiatan Jum Jumlah Jumlah Upah Biaya Sewa (Rp)
lah TK TK (Rp/hari)
Waktu
TK dalam Luar
penyele
tota Keluar Keluar
saian
l ga ga
(jumlah
(ora (orang) (orang)
*hari)
ng) k p l Lp P
L P L P (jam) (jam) Traktor Ternak
Persiapan
1
Lahan
Pembersihan
lahan
Pengelolaan
lahan
2 Persemaian
Persemaian
benih
Pemupukan
Pembuatan
bedengan
3 Penanaman
4 Pemeliharaan
Penyiangan 1
Penyiangan 2
Penyiangan 3
Pemupukan 1
Pemupukan 2
Pemupukan 3
Penyemprotan 1
Penyemprotan 2
Penyemprotan 3
5 Pemanenan
Panen
Pengangkutan
6 Total
52

9. Biaya usahatani lainnya :

No. Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)


1. Biaya Pengairan
2. Pajak (PBB)
3. Bunga Pinjaman
4. Biaya Sewa Lahan
5. ............................
6 ............................

10. Penyusutan peralatan yang digunakan :


No. Jenis Alat Jumlah Nilai Waktu Masa Biaya
(Buah) Pembelian Pembelian Pakai Penyusutan
(Rp) (tahun) (tahun) (Rp)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Total Penyusutan

11. Penanganan hasil panen dan pascapanen :


Uraian Satuan Volume Persentase Harga Nilai (Rp)
(%) (Rp/Kg)
Total Produksi Padi
-Dijual
1. Pedagang Pengumpul
2. Pabrik Pengolahan
3. KUD
4. Gapoktan
5. Pasar
6. Lainnya...............
-Disimpan untuk
konsumsi
-Lainnya...........
Total Produksi Lain-
lain
1. Sekam
2. Bekatul
3. Jerami
4. Lainnya...............
a .......................
Total Penanganan Hasil
53

12. Sumber modal usahatani selama musim tanam terakhir :


No. Sumber Modal Jumlah Share Alasan
(Rp) (%)
1. Sendiri
2. Pinjaman dari bank komersial
3. Kredit program
4. Pinjaman dari pedagang input
5. Pedagang pengumpul
6. Pelepas uang (rentenir)
7. Saudara
8. Hibah dari pemerintah/swasta
9. Lainnya...............
Jumlah Modal

13. Penggunaan benih oleh petani

Kelas Warna Harga


Varietas Total
Benih Label per Volume
No. Benih yang Satuan biaya
(SS/ES) satuan Penggunaan
digunakan (Rp)
(Rp)
1 Kg
2 Kg
3 Kg
Keterangan: SS (Stock Seed) = Benih Pokok = Warna Ungu ATAU ES
(Extention Seed) = Benih Sebar = Warna Biru

14. Kinerja penyaluran serta penggunaan benih di tingkat petani diukur dengan 6
indikator tepat berikut ini: (a) Tepat Jumlah, (b) Tepat Tempat, (c) Tepat
Jenis, (d) Tepat Harga, (e) Tepat Mutu dan (f) Tepat Waktu. Definisi masing-
masing indikator tepat tersebut tercantum dalam tabel di bawah ini.
Bagaimana menurut bapak/ibu benih yang sedang digunakan saat ini
berdasarkan 6 tepat :
54

Penilaian
Definisi dari Keterangan
No Indikator Tepat Tidak
Indikator (wajib diisi)
Tepat
1. Tepat Varietas yang sesuai
Varietas dengan keinginan
petani
2 Tepat Jumlah benih sesuai
Jumlah dengan kebutuhan
areal tanam
3 Tepat Sesuai dengan masa
Waktu tanam

4 Tepat Benih yang memiliki


Mutu mutu tinggi (daya
tumbuh, bersih, dan
murni)
5 Tepat Sesuai daya beli
Harga petani

6 Tepat kondisi dimana Benih


Tempat tersedia di dekat/di
sekitar lokasi
usahatani (jarak)

Catatan Kesuburan Tanah Petani :

TERIMAKASIH
55

Lampiran 2. Hasil pengolahan data dan fungsi produksi


Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 06/10/16 Time: 23:29
Sample: 1 40
Included observations: 40

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

Konstanta 7,19517 0,47264 15,22336 0,00000


Luas Lahan 0,87261 0,23277 3,74882 0,00090
Benih 0,00437 0,00488 0,89595 0,37820
Pupuk Kompos 0,00012 0,00005 2,42355 0,02230
Pupuk Urea -0,00075 0,00056 -1,33065 0,19440
Pupuk TSP 0,00164 0,00082 2,01392 0,05410
Pupuk Phonska 0,00018 0,00051 0,36232 0,71990
Pupuk NPK 0,00136 0,00290 0,46745 0,64390
Tenaga Kerja
-0,00849 0,00189 -4,49410 0,00010
Dalam
Keluarga
Tenaga Kerja
-0,00018 0,00073 -0,24509 0,80820
Luar
Keluarga
Penggunaan
0,44833 0,24016 1,86681 0,07280
Benih
Padi
Status
-0,43310 0,19860 -2,18077 0,03810
Kepemilikan
Lahan
Status Pekerjaan 0,02298 0,26289 0,08743 0,93100
Usahatani

R-squared 0,901932 Mean dependent var 7,913052


Adjusted R- 0,858346
S.D. dependent var 1,061962
squared
S.E. of 0,399690
Akaike info criterion 1,260705
regression
Sum squared 4,313316
Schwarz criterion 1,80959
resid
Log likelihood -12,21409 Hannan-Quinn criter. 1,459164
F-statistic 20,69318 Durbin-Watson stat 2,175886
Prob(F-statistic) 0
56

Lampiran 3. Uji heterokedastisitas

Heteroskedasticity Test: Glejser

F-statistic 0,890579 Prob. F(12,27) 0,5666


Obs*R-squared 11,34286 Prob. Chi-Square(12) 0,4998
Scaled explained SS 8,524276 Prob. Chi-Square(12) 0,7429

Lampiran 4. Uji variance influence factor


Variance Inflation Factors
Date: 06/10/16 Time: 23:31
Sample: 1 40
Included observations: 40

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

Konstanta 0,223388 55,93366 NA


Luas Lahan 0,054182 8,409825 2,88
Benih 2,38E-05 17,77675 3,14
Pupuk Kompos 2,60E-09 2,137227 1,74
Pupuk Urea 3,17E-07 10,78451 4,42
Pupuk TSP 6,67E-07 5,061767 2,60
Pupuk Phonska 2,56E-07 2,259441 1,64
Pupuk NPK 8,40E-06 1,577722 1,46
Tenaga Kerja Dalam 3,57E-06 2,847492 1,75
Keluarga
Tenaga Kerja Luar 5,33E-07 1,686291 1,45
Keluarga
Penggunaan Benih 0,057675 7,220578 3,61
Padi
Status Kepemilikan 0,039441 2,468876 1,85
Lahan
Status Pekerjaan 0,069110 15,57384 1,56
Usahatani
57

Lampiran 5. Uji normalitas


7
Series: Residuals
6 Sample 1 40
Observations 40
5
Mean 8.33e-17
Median 0.012189
4 Maximum 0.578230
Minimum -0.962436
3 Std. Dev. 0.332563
Skewness -0.519358
2 Kurtosis 3.350187

Jarque-Bera 2.002605
1
Probability 0.367401

0
-1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6

Lampiran 6. Deskripsi padi Varietas Inpari 13

Bentuk beras Panjang dan ramping

Bentuk tanaman Tegak


Tektur nasi Pulen
Kadar amilosa 22,40%
Rata-rata hasil 6,59 t/ha
Potensi hasil 8,0 t/ha
Umur tanaman 103 hari
Tinggi tanaman 101 cm
Jumlah anakan produktif 17 batang

Ketahanan terhadap hama Tahan hama


wereng wereng biotipe 1, 2, dan 3

Tahun dilepas 2009

Sumber : BB Padi (2010)


58

Lampiran 7. Deskripsi padi Varietas Inpari 16

Komoditas: Padi Sawah


Tahun: 2011
Anakan Produktif: +/- 17 malai
Asal: Ciherang/Cisadane//Ciherang
Bentuk gabah: Ramping
Bentuk Tanaman: Tegak
Berat 1000 butir: +/- 25,9 gram
Golongan: Cere
Jumlah gabah per malai: +/- 104 butir
Kadar amilosa: +/- 22,7 %
Kerebahan: Toleran
Kerontokan: Sedang
Nomor pedigri: BP3412-2E-12-3-3-1*B
Permukaan daun: Kasar
Posisi daun: Tegak
Posisi daun bendera: Tegak
Potensi hasil: 7,6 ton/ha GKG
Rata-rata hasil: 6,3 ton/ha GKG
Tekstur nasi: Pulen
Tinggi Tanaman: +/- 102 cm
Umur tanaman: +/- 118 hari setelah sebar
Warna batang: Hijau
Warna daun: Hijau
Warna gabah: Kuning bersih
Warna kaki: Hijau
Warna lidah daun: Tidak berwarna
Warna telinga daun: Tidak berwarna
Keterangan: Umur tanaman 118 hari. Potensi hasil 7,6 ton/ha.
Tekstur nasi pulen. Ketahanan terhadap hama : Agak
rentan terhadap Wereng Batang Coklat biotipe 1 dan
2, rentan biotipe 3. Ketahanan terhadap penyakit :
Tahan terhadap Hawar Daun Bakteri patotipe III,
agak tahan terhadap patotipe IV danpatotipe VIII,
tahan terhadap penyakit blas ras 033, agak tahan
terhadap penyakit blas ras 073, rentan terhadap ras
133 dan 173, serta rentan terhadap virus tungro.
Cocok ditanam di ekosistem sawah tadah hujan
dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl.

Status: Komersial
Kontak: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Sumber: Balitbangtan (2011)
59

Lampiran 8. Deskripsi padi Varietas Ciherang

Komoditas: Padi Sawah


Tahun: 2000
Anakan Produktif: 14-17 batang
Anjuran: Cocok ditanam pada musim hujan dan
kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dpl
Asal Persilangan: IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131-3-1-
///IR64/////IR64
Bentuk Gabah: Panjang ramping
Bobot: 1000 butir = 27-28 gr
Dilepas Tahun: 2000
Golongan: Cere
Hasil: 5 -8,5 t/ha
Nomor Pedigri: S3383-Id-Pn-41-3-1
Tahan Hama: Wereng coklat biotipe 2 dan 3
Tahan Penyakit: Bakteri Hawar Daun (HDB) strain III dan IV
Tekstur Nasi: Pulen
Tinggi Tanaman: 107-115 cm
Umur Tanaman: 116-125 hari
Warna Gabah: Kuning bersih
Keterangan: Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan
biotipe 3. Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan
IV. Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah
sampai 5000 m dpl.

Status: Komersial
Kontak: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Sumber: Balitbangtan (2010)
60

Lampiran 9. Deskripsi padi Varietas Mekongga

Komoditas: Padi Sawah


Tahun: 2004
Kisaran Hasil: 6 ton/ha
Rasa Nasi: Pulen
Umur Panen: 116-125 hari
Keterangan: Umur tanaman : 116–125 hari, Bentuk tanaman : Tegak, Tinggi
tanaman : 91–106 cm, Anakan produktif : 13–16 batang, Warna
kaki : Hijau, Warna batang : Hijau, Warna telinga daun : Tidak
berwarna, Warna lidah daun : Tidak berwarna, Warna daun :
Hijau, Muka daun : Agak kasar, Posisi daun : Tegak, Daun
bendera : Tegak, Bentuk gabah : Ramping panjang, Warna
gabah : Kuning bersih, Kerontokan : Sedang, Tekstur nasi :
Pulen, Kadar amilosa : 23 %, Indeks glikemik : 88, Bobot 1000
butir : 28 g, Rata-rata hasil : 6,0 t/ha, Potensi hasil : 8,4 t/ha,
Ketahanan terhadap Hama : • Agak tahan terhadap wereng
coklat biotipe 2 dan 3, Penyakit : • Agak tahan terhadap hawar
daun bakteri strain IV, Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan
sawah dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl.

Status: Komersial
Kontak: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Sumber: Balitbangtan (2004)
61

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda
Maynanto Hoessein dan Ibunda Bekti Noverlia. Penulis dilahirkan di Jakarta pada
tanggal 20 September 1994. Tahun 2012 penulis lulus dari SMAN 4 Kota
Tangerang Selatan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai staf di Departemen
Budaya, Olahraga, dan Seni BEM Fakultas Pertanian pada tahun 2014 serta wakil
ketua Himpunan Profesi Agronomi dan Hortikultura pada tahun 2014. Penulis
juga pernah menjadi asisten praktikum Pengendalian Gulma tahun 2015 dan juga
berhasil mendapatkan pembiayaan DIKTI dalam kegiatan Program Kreativitas
Mahasiswa serta beasiswa dari Djarum Foundation pada tahun 2015. Penulis juga
ikut serta dalam kegiatan Kuliah Kerja Profesi yang bertempat di Desa Surodadi,
Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara pada tahun 2015 sebagai koordinator
kecamatan. Penulis juga menjabat sebagai wakil ketua pelaksana Festival Bunga
dan Buah Nusantara Internasional tahun 2016.

Anda mungkin juga menyukai