) BERSUBSIDI
TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN
PETANI PADI SAWAH
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
AZKA RADIETHYA RIEFQI. Pengaruh Benih Padi (Oryza sativa L.)
Bersubsidi terhadap Produksi dan Pendapatan Petani Padi Sawah. Dibimbing oleh
MEMEN SURAHMAN DAN HASTUTI.
ABSTRACT
AZKA RADIETHYA RIEFQI. Effect of Susidized Paddy Seeds (Oryza
sativa L.) against Production and Farmer Income. Supervised by MEMEN
SURAHMAN AND HASTUTI.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan kuasa
dan nikmat-Nya penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
Pengaruh Benih Padi (Oryza sativa L.) Bersubsidi terhadap Produksi dan
Pendapatan Petani Padi Sawah. Karya ilmiah ini dibuat sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Departemen Agronomi dan
Hortikultura.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Memen
Surahman, M.Sc.Agr. dan Ibu Hastuti, S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberi masukan dan bantuan untuk tersusunnya karya ilmiah ini.
Ungkapan terimakasih juga diberikan kepada orang tua, adik, dan teman yang
telah banyak membantu dan memberikan dorongan sehingga karya ilmiah ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Botani Padi 3
Deskripsi Benih 4
Kesuburan Tanah 5
Kebijakan Subsidi 5
Daftar Usulan Pembelian Benih Bersubsidi 6
Fungsi Produksi 7
Kriteria Uji Ekonometrika 8
Produksi dan Pendapatan 9
METODE PENELITIAN 10
Tempat dan Waktu Penelitian 10
Bahan dan Alat 10
Pelaksanaan Penelitian 10
Analisis Data 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Gambaran Umum Penelitian 14
Analisis Faktor Produksi Padi 29
Analisis Pendapatan Usahatani 35
SIMPULAN DAN SARAN 43
Simpulan 43
Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN 49
RIWAYAT HIDUP 61
DAFTAR TABEL
Latar Belakang
benih yang dihasilkan produsen belum sesuai harapan, namun adanya program
subsidi benih ini diharapkan dapat memudahkan petani untuk mendapatkan benih
dengan harga yang terjangkau. Fuadi et al. (2015) menyatakan bahwa program
subsidi benih disediakan oleh pemerintah sejak tahun 1986 dengan menugaskan
kepada PT. Sang Hyang Seri (Persero) dan PT. Pertani (Persero) untuk
mengadakan dan menyalurkan benih bersubsidi kepada petani melalui kios
penyalur benih (pola terbuka). Pola tersebut ternyata dirasakan kurang manfaatnya
karena tidak ada penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET), sehingga sejak tahun
2013 pola subsidi benih diubah menjadi pola tertutup yang disalurkan langsung
kepada kelompok tani. Alokasi anggaran untuk subsidi benih padi pada tahun
2013 mencapai Rp1.141,5 milyar, tahun 2014 sebesar Rp869,2 milyar, sedangkan
tahun 2015 hanya sebesar Rp735,2 milyar. Realisasi penyaluran benih padi
bersubsidi pada program subsidi benih 2013-2015 dirasa tidak optimal. Tahun
2013 realisasi benih padi bersubsidi hanya mencapai 34%, tahun 2014 turun
menjadi 27%, dan tahun 2015 per bulan September 2015 realisasi benih padi
bersubsidi baru mencapai 5% (Fuadi et al., 2015).
Sumber benih yang digunakan untuk pertanaman petani saat ini berasal
dari dua sumber, yaitu (i) benih yang diperoleh dari pasar atau pedagang dan
produsen benih komersial yang disebut perbenihan formal (formal seed sector),
dan (ii) benih yang berasal dari hasil panen sendiri (farm-saved seed) atau
dibeli/barter dengan petani lain yang disebut perbenihan informal (Turner, 1996).
Perbenihan formal baru dapat memasok benih padi bersertifikat sebesar 55,9%
dari kebutuhan benih sisanya 44,1% dari perbenihan informal (Direktorat
Perbenihan, 2012). Sistem perbenihan di Indonesia, mengklasifikasikan benih
menjadi empat kelas, yaitu benih penjenis, benih dasar, benih pokok, dan benih
sebar (Permentan No. 39 tahun 2006, Direktorat Perbenihan, 2009). Kuantitas
produksi benih sebar lebih tinggi dibandingkan dengan kelas benih sumber (benih
penjenis, benih dasar, benih pokok), karena benih sebar digunakan dalam
pertanaman padi untuk memproduksi beras.
Penelitian ini dilaksanakan di dua kecamatan pada Kabupaten Bogor,
yakni Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Tenjolaya. Kedua daerah ini
menghasilkan padi sebagai salah satu komoditas pertanian utama. Pemilihan
lokasi penelitian didasarkan pada penggunan benih padi bersubsidi. Suatu daerah
harus memenuhi berbagai syarat untuk mendapatkan benih padi bersubsidi, antara
lain: memiliki lahan pertanian akumulatif 10 ha per kelompok tani, tergabung
dalam kelompok tani, memiliki jaringan irigasi, menerapkan jajar legowo, dan
melakukan tanam serempak. Kabupaten Bogor mampu swasembada benih unggul
bersertifikat pada tahun 2014, yakni sebesar 124 ton dari target sebesar 114 ton,
sehingga pencapaian kinerjanya sebesar 108,77%, salah satu pencapaian kinerja
tersebut adalah produksi benih yang dihasilkan secara swadaya oleh kelompok
tani (Pemerintah Kabupaten Bogor, 2014). Kabupaten Bogor menargetkan
produksi padi sebesar 570.544 ton GKG di tahun 2014 dan dapat terealisasi
sebesar 563.705 ton GKG atau sebesar 98,80%. Kondisi tersebut mengalami
peningkatan dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2013 yaitu sebesar
92,52%. Produktivitas padi sawah mampu melampaui target sebesar 60,71 ku.ha-1
ternyata dapat terealisasikan sebesar 63,94 ku.ha-1 atau sebesar 105,32%. Kondisi
peningkatan ini disebabkan adanya penerapan paket teknologi pada sarana
produksi berupa pupuk dan benih unggul bersertifikat yang tepat guna dan tepat
3
sasaran, alat mesin pertanian, perbaikan jaringan irigasi, serta penerapan metode
budidaya yang baik (Pemerintah Kabupaten Bogor, 2015).
Sektor pertanian di Kabupaten Bogor memegang peranan penting dalam
PDRB, mengingat luasnya lahan pertanian yang dimiliki dan juga sebagian besar
desa di Kabupaten Bogor masih tergolong desa pedesaan yang menitikberatkan
pada sektor pertanian terutama komoditas padi. Luas lahan sawah di Kabupaten
Bogor tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 46.589 Ha dibandingkan
dengan tahun sebelumnya seluas 47.663 Ha. Produksi padi sawah dan padi ladang
di Kabupaten Bogor juga mengalami penurunan di tahun 2014 menjadi 517.442
ton dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 559.367 ton (BPS, 2015).
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Padi
12/1992 dan didasarkan pada pasal 33 ayat (2), pasal 35 ayat (7), pasal 37 ayat (3),
pasal 40 ayat (3) dari PP no. 44/1995. Hal penting yang ditetapkan dalam Kepmen
tersebut antara lain: keharusan sertifikasi bagi benih bina yang akan diedarkan;
instansi pelaksana sertifikasi; ketetapan warna label untuk tiap-tiap kelas benih;
ketahanan mengenai pengemasan, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran
benih bina; keharusan mendaftar bagi pengadaan benih bina; serta ketentuan
mengenai pengawasan, penilaian, dan pembatalan sertifikat (Rasaha, 1999). Benih
dapat disebar dan diperjualbelikan jika telah memenuhi persyaratan tersebut yang
ditandai dengan pemberian sertifikat pada benih yang diuji.
Kesuburan Tanah
Kebijakan Subsidi
Fungsi Produksi
Keterangan:
Y = output
X = input produksi
Keterangan:
Y = output
X1 = tenaga kerja
X2 = modal
α = elastisitas penggunaan tenaga kerja
(1-α) = elastisitas penggunaan modal
8
jika nilai VIF lebih dari 10 dan nilai tolerance lebih dari 0,10 maka terjadi
gejala multikolinearitas (Gani dan Amalia, 2015).
2. Uji Heterokedastisitas
Heterokedastisitas adalah kondisi varian dari nilai sisa yang tidak sama
(unequal) antara satu observer dengan observer lainnya sedangkan kondisi
homoskedastisitas terjadi jika varian dan nilai sisa sama (equal) antara satu
observer dengan observer lainnya. Regresi yang baik adalah regresi yang
berada dalam posisi homoskedastisitas (Gani dan Amalia, 2015). Akibat yang
terjadi jika semua asumsi klasik dalam model regresi linear terpenuhi, kecuali
masalah heterokedastisitas adalah pendugaan parameter koefisien regresi
dengan metode OLS tetap tidak bias dan masih konsisten, tetapi standar
errornya bias ke bawah serta penduga OLS sudah tidak efisien lagi (Juanda,
2009). Gani dan Amalia (2015) berpendapat bahwa metode untuk menguji
posisi kedastisitas, baik itu homos atau heteros melalui Glejser Test dan
Spearman’s Rank Correlation Test. Uji gejala homoskedastisitas pada glejser
test ditandai jika nilai probabilitas Chi-square lebih besar dari taraf α yang
digunakan.
3. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi sebuah data
mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan
bentuk lonceng (bell shaped). Data yang baik adalah data yang mempunyai
pola distribusi normal, yakni distribusi data tersebut tidak mengarah ke kanan
ataupun mengarah ke kiri (Santoso, 2010). Uji Jarque-Berra adalah salah satu
uji normalitas jenis goodness of fit test untuk mengukur apakah skewness dan
kurtosis sample sesuai dengan distribusi normal. Uji ini didasarkan pada
kenyataan bahwa nilai skewness dan kurtosis dari distribusi normal sama
dengan nol, oleh karena itu, nilai absolut dari parameter ini bisa menjadi
ukuran penyimpangan distribusi dari normal (Hidayat, 2014). Pendugaan
normalitas data dapat dilakukan dengan membandingkan antara Pvalue dengan
tingkat α yang digunakan, jika nilai Pvalue lebih kecil dari α maka dapat
disimpulkan bahwa data tidak terdistribusi normal.
METODE PENELITIAN
Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah perangkat uji
tanah sawah (PUTS), label, plastik, dan lain lain. Bahan penelitian yang
digunakan pada penelitian ini, terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer didapat dari hasil wawancara melalui kuesioner yang ditujukan kepada
empat puluh responden yang diberikan kepada dua kelompok petani yang berbeda.
Kelompok petani pertama berjumlah dua puluh responden yang berkategori
menggunakan benih padi bersubsidi dan kelompok petani kedua berjumlah dua
puluh responden yang berkategori menggunakan benih padi tidak bersubsidi. Data
sekunder merupakan data yang terdapat pada suatu instansi/lembaga, seperti
kantor Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian, dan instansi-instansi terkait
lainnya. Data sekunder dibutuhkan sebagai penunjang data primer untuk
pengolahan data, data yang dibutuhkan mencakup data produksi, produktivitas,
luas lahan di tempat penelitian, dan sebagainya.
Pelaksanaan Penelitian
Pemilihan Responden
Penelitian ini dimulai dengan melakukan perizinan penelitian ke Kantor
Kesatuan, Bangsa, dan Politik untuk mendapatkan surat izin melaksanakan
penelitian di kecamatan terkait. Kegiatan dilanjutkan dengan koordinasi dengan
pihak Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) kecamatan
terkait mengenai perizinan pengambilan data di lokasi yang telah dipilih. Kegiatan
ini juga bertujuan untuk berdiskusi dengan pihak BP3K mengenai wilayah desa
yang akan dijadikan tempat pengambilan data serta sebagai sarana informasi
11
mengenai kelompok tani yang menggunakan benih padi bersubsidi dan kelompok
tani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi.
Pengambilan data
Pengambilan data yang diperoleh melalui dua cara yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara yang dilakukan dengan
teknik wawancara mendalam (in-depth interview) yang berasal dari jawaban
responden berdasarkan kuesioner yang telah diberikan sebelumnya. Data sekunder
didapatkan dari laporan, dokumen maupun pustaka ke instansi/lembaga terkait
yang berhubungan dengan data penelitian. Kunjungan dapat dilakukan ke kantor
Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian, dan instansi-instansi terkait lainnya.
Karakterisasi Petani
Kegiatan ini dilakukan dengan membandingkan karakteristik petani yang
menggunakan benih padi bersubsidi dan tidak bersubsidi. Karakteristik ini dinilai
dari pola tanam dan penggunaan input produksi. Kedua hal tersebut diarahkan
kepada keragaman penerapan teknologi budidaya. Input teknologi yang digunakan
oleh petani didata secara keseluruhan dan dibandingkan antara kedua golongan
petani.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini, antara lain: analisis
deskriptif kualitatif, analisis produktivitas, dan analisis pendapatan. Analisis
deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh melalui
teknik wawancara mendalam (in-depth interview).
Karakterisitik petani yang dibandingkan meliputi penerapan teknologi
budidaya yang diaplikasikan langsung oleh petani, data yang dihasilkan didapat
12
dari kuesioner yang diberikan kepada petani dan dianalisis secara deskriptif
kualitatif. Data kesuburan tanah dibutuhkan dengan tujuan untuk mengetahui
status kandungan unsur hara tanah yang dimiliki petani, data diperoleh dari alat
perangkat uji tanah sawah (PUTS) dan data dianalisis berdasarkan indikator yang
berada di alat tersebut. Data yang berhubungan dengan produktivitas dapat
dianalisis dengan menggunakan fungsi linier berganda sederhana, data ini
dianalisis secara kuantitatif dan dapat diolah dengan menggunakan aplikasi
program Microsoft Excel 2010 dan eviews 8. Pendapatan dapat dianalisis dengan
menggunakan persamaan pendapatan usahatani.
Produktivitas dianalisis dengan menggunakan persamaan analisis linier
berganda sederhana. Fungsi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Keterangan:
Yi = Produksi padi (kg/ha)
LLi = Luas lahan (ha)
BNi = Jumlah benih bersubsidi (kg/ha)
KPSi = Jumlah pupuk kompos (kg/ha)
UREAi = Jumlah pupuk urea (kg/ha)
TSPi = Jumlah pupuk TSP (kg/ha)
PHONSi = Jumlah pupuk phonska(kg/ha)
NPKi = Jumlah pupuk NPK (kg/ha)
TKDKi = Jumlah tenaga kerja dalam keluarga (HOK/ha)
TKLKi = Jumlah tenaga kerja luar keluarga (HOK/ha)
α0 = Intersep
α1,α2,α3,...α8 = Parameter variabel independen
i = Petani padi ke-(1,2,3,....n)
D1 = Dummy penggunaan benih
D2 = Dummy kepemilikan lahan
D3 = Dummy status pekerjaan usahatani
ei = Error term
Keterangan:
π = Pendapatan usahatani (Rp)
TR = Total revenue (pendapatan usahatani) (Rp)
TC = Total cost (total biaya usahatani) (Rp)
PY = Harga jual output (Rp)
Y = Total jumlah output (Kg)
FC = Biaya tetap (Rp)
VC = Biaya variabel (Rp)
13
Keterngan:
π total = Pendapatan atas biaya total
π tunai = Pendapatan atas biaya tunai
TR = Total penerimaan
BT = Biaya total (Bt +Bnt)
Bt = Biaya tunai
Bnt = Biaya non tunai
Return Cost Ratio atau R/C Ratio merupakan analisis yang dapat
digunakan untuk melihat perbedaan antara pendapatan petani yang menggunakan
benih padi bersubsidi dan tidak bersubsidi. Soekartawi (1995) mengemukakan
bahwa R/C Ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dan total biaya.
Perhitungan R/C Ratio dapat menggunakan rumus:
R/C Ratio atas biaya tunai =
Keterangan:
R/C > 1 : Usahatani menguntungkan untuk dijalankan
R/C < 1 : Usahatani tidak menguntungkan untuk dijalankan
R/C = 1 : Usahatani masih menguntungkan untuk dijalankan
Hasil dari R/C Ratio yang semakin tinggi menunjukkan bahwa usahatani
tersebut semakin menguntungkan untuk dijalankan, sebaliknya jika R/C Ratio
semakin kecil menunjukkan bahwa usahatani tersebut semakin tidak
menguntungkan untuk dijalankan.
14
Karakteristik Responden
Tabel 1. Umur petani berdasarkan penggunaan benih padi dan status kepemilikan
lahan
Selang Umur Subsidi Total Non Subsidi Total
No
Petani (Tahun) Pemilik Penyewa (Orang) Pemilik Penyewa (Orang)
(Orang) (Orang) (Orang) (Orang)
1 21-30 0 0 0 1 1 2
2 31-40 0 1 1 2 1 3
3 41-50 1 5 6 1 1 2
4 51-60 1 5 6 3 2 5
5 61-70 0 6 6 1 6 7
6 71-80 0 1 1 0 1 1
Total 2 18 20 8 12 20
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Jumlah
Subsidi Non Subsidi
No Tanggungan Total Total
Keluarga Pemilik Penyewa (Orang) Pemilik Penyewa (Orang)
(Orang) (Orang) (Orang) (Orang) (Orang)
1 0 0 0 0 3 2 5
2 1 0 3 3 0 3 3
3 2 0 3 3 3 1 4
4 3 0 1 1 1 2 3
5 4 1 4 5 1 2 3
6 5 1 3 4 0 2 2
7 6 0 3 3 0 0 0
8 7 0 0 0 0 0 0
9 8 0 0 0 0 0 0
10 9 0 0 0 0 0 0
11 10 0 1 1 0 0 0
Total 2 18 20 8 12 20
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Input produksi yang digunakan oleh petani pada penelitian ini, antara lain:
benih, pupuk kompos, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCl,
pupuk phonska, pupuk NPK kujang, pestisida, dan tenaga kerja yang berasal dari
dalam maupun luar keluarga. Terdapat variasi penggunaan input produksi yang
digunakan dalam jumlah maupun jenis. Input produksi berupa benih, pupuk kimia
(urea, KCl, phonska), dan tenaga kerja digunakan dalam jumlah yang lebih kecil
oleh petani pengguna benih padi bersubsidi dibanding oleh petani kategori lain.
Jumlah yang lebih banyak digunakan para petani penerima benih padi bersubsidi
pada input produksi berupa pupuk organik (pupuk kompos dan kandang), pupuk
NPK kujang, pupuk TSP dan pestisida pestisida. Data menunjukkan bahwa terjadi
perbedaan input produksi yang digunakan oleh kedua kategori petani, yakni tidak
digunakannnya pupuk NPK Kujang dan pestisida padat oleh petani yang
menggunakan benih padi tidak bersubsidi, hal ini ditunjukkan pada Tabel 6.
Penggunaan tenaga kerja yang lebih rendah pada petani yang menggunakan benih
padi bersubsidi dibandingkan kategori petani lain mampu meningkatkan produksi
padi yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan karena petani pengguna benih padi
bersubsidi sudah menerapkan konsep mekanisasi pada pengelolaan lahannya,
sedangkan pada petani kategori lain masih ada yang menggunakan tenaga manual
atau hewan ternak untuk pengelolaan lahannya. Contoh penerapan teknologi
mekanisasi salah satunya adalah penggunaan traktor untuk pembajakan
sawah .pada kegiatan pengolahan tanah. Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa penerapan mekanisasi dapat meningkatkan hasil produksi
tanpa menggunakan banyak tenaga kerja yang akan berpengaruh pada besaran
biaya yang dikeluarkan oleh petani.
Harga pembelian antara petani yang menggunakan benih padi bersubsidi
dan menggunakan benih padi tidak bersubsidi juga berbeda di antara kedua
kelompok tersebut. Data pada tabel menunjukkan bahwa input produksi berupa
benih, berbagai pupuk, pestisida, serta tenaga kerja memiliki harga beli yang lebih
rendah pada petani padi yang menggunakan benih padi bersubsidi dibandingkan
jumlah yang harus dibayarkan oleh petani kategori lain. Harga beli yang lebih
rendah menguntungkan petani yang menggunakan benih padi bersubsidi, karena
biaya produksi yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani dapat lebih rendah
dibandingkan kategori petani lainnya.
Produksi yang dihasilkan oleh kedua kategori petani dipengaruhi oleh
beberapa aspek, diantaranya: benih yang digunakan (mutu dan varietas),
kesuburan tanah, sistem tanam, dan penggunaan pupuk organik. Aspek tersebut
akan memengaruhi tingkat produksi kedua kategori petani yang dijelaskan pada
Tabel 8. Benih yang digunakan oleh petani pengguna benih bersubsidi sudah
seluruhnya bersertifikat, sedangkan kategori petani lain tidak seluruh petani
menggunakan benih padi bersertifikat. Andini (2012) menjelaskan bahwa
penggunaan benih bersertifikat merupakan salah satu faktor pendukung untuk
meningkatkan mutu dan hasil produksi. Kualitas benih dengan mutu yang baik
juga menentukan peningkatan produksi dan produktivitas padi. Benih bersertifikat
memiliki beberapa keunggulan, yakni: keseragaman pertumbuhan, pembungaan,
19
dan pemasakan buah sehingga dapat dipanen sekaligus; rendemen beras tinggi dan
mutunya seragam; serta meningkatkan mutu produksi yang dihasilkan.
Tabel 6. Rata-rata input produksi berdasarkan penggunaan benih padi bersubsidi
tanam yang digunakan oleh petani pengguna benih padi bersubsidi adalah jajar
legowo dengan perbandingan 2:1, sedangkan petani yang menggunakan benih
padi tidak bersubsidi mengunakan sistem tanam konvensional dengan jarak tanam
20 x 20 cm. BBPP Ketindan (2015) menjelaskan bahwa tujuan dari cara tanam
jajar legowo 2:1 adalah memanfaatkan radiasi surya bagi tanaman pinggir,
tanaman relatif aman dari serangan tikus karena lahan lebih terbuka, menekan
serangan penyakit karena rendahnya kelembaban dibandingkan dengan cara
tanam biasa, populasi meningkat 30%, pemupukan lebih efisien, pengendalian
hama penyakit dan gulma lebih mudah dilakukan dibandingkan cara tanam
konvensional. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan benih dan pupuk dalam
jumlah yang lebih rendah pada petani pengguna benih padi bersubsidi dapat
menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi dibandingkan petani kategori lain.
Kedua kategori petani melakukan aplikasi pupuk organik pada kegiatan
usahatani, namun petani yang menggunakan benih padi bersubsidi
mengaplikasikan pupuk organik dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan
kategori petani lain. Pupuk organik yang digunakan kedua kelompok tani adalah
pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari jerami hasil dari
pertanaman sebelumnya, sedangkan pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk
kandang asal kotoran kambing. Hardjiwigeno (2010) mengemukakan bahwa
kotoran kambing memiliki kandungan N dan K dua kali lebih banyak
dibandingkan pupuk kotoran sapi. Kandungan unsur P sepenuhnya dikandung
oleh kotoran hewan dalam bentuk padat sedangkan kandungan N dan K
ditemukan pada kotoran hewan dalam bentuk cair (urine).
Bahan organik memiliki beberapa manfaat, yakni: sebagai granulator
untuk memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara (N,P,S, dan unsur mikro),
menambah kemampuan tanah untuk menahan air, menambah kemampuan tanah
untuk menahan unsur-unsur hara, serta sumber energi bagi mikroorganisme.
(Hardjowigeno, 2010).
Petani pengguna benih padi bersubsidi menggunakan tenaga kerja dalam
jumlah yang lebih kecil dibandingkan kategori petani lain. Hal ini disebabkan
adanya praktik mekanisasi pertanian dalam pengelolaan usahatani serta tingkat
pengetahuan budidaya yang lebih baik. Priyanto (1997) berpendapat bahwa
mekanisasi merupakan aplikasi teknologi dan manajemen penggunaan berbagai
jenis alat mesin pertanian, mulai dari pengolahan tanah, penanaman, penyediaan
air, pemupukan, perawatan tanaman, pemungutan hasil sampai ke produk yang
siap dipasarkan. Aplikasi mekanisasi bertujuan untuk menangani pekerjaan yang
sulit dilakukan secara manual, meningkatkan produktivitas sumberdaya manusia,
efisien dalam penggunaan input produksi, meningkatkan kualitas dan
produktivitas, serta memberikan nilai tambah penggunanya. Berdasarkan hal
tersebut, penggunaan tenaga kerja yang relatif rendah pada petani pengguna benih
padi bersubsidi dapat menghasilkan output produksi yang tinggi.
efisien. Terjadi luas pengusahaan lahan yang berbeda antara petani yang
menggunakan benih padi bersubsidi maupun menggunakan benih padi tidak
bersubsidi. Pengusahaan lahan pada petani yang menggunakan benih padi
bersubsidi lebih luas dibanding kategori petani lainnya, yaitu mayoritas petani
memiliki lahan seluas 5.001-10.000 m2. Petani yang menggunakan benih padi
tidak bersubsdi mengusahakan lahan yang lebih sempit yaitu didominasi oleh luas
lahan 0-5.000 m2. Data tersebut mengindikasikan bahwa petani yang
menggunakan benih padi bersubsidi menggunakan input produksi yang lebih
banyak dengan perkiraan hasil produksi yang lebih tinggi, hal ini ditunjukkan
pada Tabel 7.
Tabel 7. Luas lahan usahatani berdasarkan penggunaan benih padi
Hasil output yang dijual petani berupa gabah kering dan dijual kepada
pedagang pengumpul, pabrik pengolahan, atau konsumsi pribadi. Terdapat
perbedaan antara produksi yang dihasilkan dan harga output yang ditawarkan.
Hasil output petani yang menggunakan benih padi bersubsidi lebih tinggi
dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi.
Rendahnya produksi yang dihasilkan oleh petani non subsidi disebabkan oleh
beberapa hal, salah satunya adalah kondisi lingkungan di sekitar area penanaman
yang kurang baik pada musim tanam terakhir (gangguan hama, ketersediaan air,
dan lain sebagainya). Harga output ternyata menunjukkan hasil yang sebaliknya,
petani yang menggunakan benih padi bersubsidi mampu memberikan penawaran
yang lebih baik sehingga harga output gabah kering yang dijual mampu lebih
tinggi dari kategori petani lainnya, hal ini ditunjukkan pada Tabel 8.
Perbedaan produksi yang dihasilkan oleh petani disebabkan karakteristik
benih yang digunakan dan sistem penanaman, meskipun hama dan penyakit
tanaman serta ketersediaan irigasi di kedua lokasi relatif tidak berbeda. Varietas
benih yang digunakan oleh petani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi
telah sesuai anjuran, berbeda dengan benih yang digunakan petani pengguna benih
padi bersubsidi yang cenderung tidak sesuai dalam hal ketinggian lokasi. Hasil
produksi yang rendah pada petani pengguna benih tidak bersubsidi disebabkan
karena sebagian petani melakukan kegiatan budidaya dengan menggunakan benih
yang tidak memiliki kelas serta tidak berlabel. Benih tersebut didapatkan petani
dari hasil penanaman sebelumnya yang tidak ditujukan sebagai benih di awal
penanaman. Petani pengguna benih padi bersubsidi memiliki sistem tanam yang
lebih baik, yakni sistem jajar legowo yang mampu menghasilkan output produksi
22
lebih tinggi karena adanya rekayasa efek pinggir tanaman. Harga output padi
kedua kategori patani menunjukkan angka yang berbeda. Hal ini dapat disebabkan
salah satunya oleh akses lokasi penanaman. Petani yang menggunakan benih padi
tidak bersubsidi berlokasi lebih dekat ke jalan umum sehingga lebih mudah dalam
hal keterjangkauan maupun distribusi. Kemudahan akses ini menyebabkan harga
output petani pengguna benih padi tidak bersubsidi lebih tinggi dibandingkan
kategori petani lainnya. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 8.
Rata-rata produksi yang dihasilkan oleh kedua kategori petani ternyata tidak
hanya ditentukan oleh penggunaan benih, baik dari segi mutu maupun varietas.
Aspek lain yang turut memengaruhi tingkat produksi output adalah kesuburan
tanah, sistem tanam, penggunaan pupuk organik, penggunaan mekanisasi
pertanian, serta tingkat pengetahuan petani dalam menjalankan kegiatan usahatani.
Tabel 8. Rata rata produksi dan harga output padi berdasarkan penggunaan benih
padi
2.4 Deskripsi Input Benih, Hama dan Penyakit Tanaman, dan Irigasi
Usahatani Padi
berpengaruh pada hasil produksi yang lebih rendah pada petani yang tidak
menggunakan benih bersubsidi, data ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 9. Deskripsi benih, hama dan penyakit, dan irigasi berdasarkan penggunaan
benih padi
pestisida cair. Penggunaan benih pada petani yang memiliki lahan juga
menunjukkan jumlah yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan benih
oleh kelompok petani yang lainnya. Terjadi perbedaan penggunaan jenis input
produksi, yaitu pupuk KCl, pupuk NPK Kujang, dan pestisida padat, hal ini tertera
pada Tabel 10.
Tabel 10. Rata rata penggunaan input produksi usahatani padi berdasarkan status
kepemilikan lahan
Harga output menunjukkan hasil yang sama, yakni petani dengan status
penyewa lahan memiliki kemampuan penawaran yang baik sehingga harga output
yang ditawarkan lebih tinggi dibandingkan petani yang memiliki lahan serta hasil
outputnya yang lebih tinggi, hal ini ditunjukkan pada Tabel 12.
Jumlah pemakaian input produksi yang lebih tinggi pada petani non
subsidi dibandingkan kategori petani lain mengindikasikan bahwa kategori petani
27
ini belum dapat merencanakan penggunaan input produksi dengan baik sehingga
lebih merugikan dari segi ekonomi, hal ini terdapat pada Tabel 13.
Kedua kategori petani sudah menerapkan penggunaan pupuk organik pada
kegiatan usahataninya, namun kategori petani yang menggunakan benih
bersubsidi mengaplikasikan pupuk organik dalam jumlah yang lebih banyak.
Hardjowigeno (2010) menjelaskan bahwa keuntungan penggunaan pupuk organik
adalah selain menambah hara dapat pula memperbaiki struktur tanah,
meningkatkan kapasitas tukar kation, menambah kemampuan tanah menahan air,
dan meningkatkan kegiatan biologi tanah. Pada beberapa tanah masam, pupuk
organik dapat meningkatkan pH tanah (menetralkan Al dengan membentuk
kompleks Al-organik). Pupuk organik juga dapat meningkatkan ketersediaan
unsur mikro, misalnya melalui khelat unsur mikro ddengan bahan organik, selain
itu pupuk organik tidak menimbulkan polusi lingkungan.
Tabel 15. Rata-rata produksi dan harga output padi berdasarkan penggunaan benih
padi bersubsdi dan status kepemilikan lahan
Data menunjukkan bahwa tanah petani sampel didominasi oleh tanah yang
memiliki kandungan nitrogen sangat tinggi, pemakaian pupuk urea yang tepat
29
berada di daerah rasional (daerah II). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin
meningkatnya luas lahan, maka total output produksi yang dihasilkan semakin
besar. Hasil uji-t menunjukkan bahwa luas lahan berpengaruh nyata terhadap
fungsi produksi pada α 10 persen. Rata-rata luas pengusahaan lahan petani yang
digunakan dalam kegiatan usahatani seluas 0,64 ha.
2. Benih (X2)
Benih memiliki nilai positif dengan besaran koefisien regresi 0,00437. Hal
ini menunjukkan bahwa dengan penambahan input berupa benih sebesar satu
persen akan meningkatkan produksi padi sebesar 0,00437 persen. Nilai koefisien
regresi menunjukkan elastisitas (0 ≤ Ep ≤ 1), data menunjukkan bahwa
penggunaan benih berada di daerah rasional (daerah II). Hal ini mengindikasikan
bahwa semakin meningkatnya penggunaan benih, maka total output produksi
yang dihasilkan semakin besar. Hasil uji-t menunjukkan bahwa penggunaan benih
berpengaruh tidak nyata terhadap fungsi produksi pada α 10 persen. Rata-rata
penggunaan benih padi bersubsidi oleh petani sebanyak 49,59 kg per ha selama
satu musim tanam. Varietas benih yang digunakan oleh petani pengguna benih
padi bersubsidi adalah mekongga, sedangkan varietas benih yang digunakan oleh
petani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi adalah inpari 13, inpari 16,
dan ciherang.
Mutu benih yang tinggi dicirikan oleh tingkat kemurnian tinggi, daya
berkecambah tinggi, vigor tinggi, dan bebas dari penyakit seedborne. Penggunaan
benih bermutu rendah akan menghasilkan penanaman yang tidak seragam dengan
persentase tumbuh rendah dan menjadi sumber inokulum bagi penyakit terbawa
benih (seedborne) tertentu (Ilyas, 2012). Hasil produksi padi yang meningkat
seiring dengan meningkatnya penggunaan benih mengindikasikan bahwa
mayoritas petani telah menggunakan benih bermutu pada kegiatan usahatani.
3. Pupuk Kompos (X3)
Pupuk kompos memiliki nilai positif dengan besaran nilai koefisien regresi
0,00012. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan input sebesar satu
persen akan meningkatkan produksi padi sebesar 0,00012 persen. Nilai koefisien
regresi menunjukkan elastisitas (0 ≤ Ep ≤ 1), data menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk kompos berada di daerah rasional (daerah II). Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya penggunaan pupuk kompos,
maka total output produksi padi yang dihasilkan juga meningkat. Hasil uji-t
menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kompos berpengaruh nyata terhadap
fungsi produksi pada α 10 persen. Rata-rata penggunaan pupuk kompos oleh
petani sebanyak 2.598,61 kg per ha pada satu musim tanam.
Kompos adalah bahan organik yang dibusukkan pada suatu tempat yang
terlindungi dari matahari dan hujan, diatur kelembabannya dengan menyiram air
bila terlalu kering (Hardjowigeno, 2010). Pupuk kompos yang digunakan petani
berasal dari jerami sisa hasil pertanaman padi. Pupuk kompos dapat menaikkan
produksi karena sifatnya yang tidak meracuni tanah jika diaplikasikan secara terus
menerus. BPTP Kaltim (2011) berpendapat bahwa pemanfaatan jerami dalam
kaitannya untuk menyediakan hara dan bahan organik tanah adalah dengan
merombaknya menjadi kompos. Hasil analisa laboratorium BPTP Kaltim
menunjukkan bahwa kompos jerami memiliki kandungan hara setara dengan 41,2
kg urea dan 4,5 kg SP-36 per ton kompos. Jumlah hara ini dapat memenuhi lebih
dari setengah kebutuhan pupuk kimia petani. Hardjowigeno (2010) berpendapat
32
diserap tanaman, serta menaikkan daya serap tanah terhadap air, sehingga
menjaga ketersediaan air dalam tanah.
8. Tenaga Kerja Dalam Keluarga (X8)
Tenaga kerja dalam keluarga memiliki nilai negatif dengan besaran nilai
koefisien regresi sebesar 0,00849. Hal ini menunjukkann bahwa dengan
penambahan input sebesar satu persen akan menurunkan produksi padi sebesar
0,00849 persen. Nilai koefisien regresi menunjukkan elastisitas (Ep ≤ 0), data
menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja dalam keluarga berada di daerah
tidak rasional (daerah III). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya
penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, maka total output produksi yang
dihasilkan akan semakin menurun. Asumsi kejadian tersebut adalah adanya
jumlah pekerja dalam keluarga yang tetap, sebagai contoh jumlah pekerja pada
luas lahan 0,2 ha dengan jumlah pekerja dalam keluarga 0,5 ha relatif dalam
jumlah yang tetap, karena adanya keterbatasan jumlah individu pada suatu
keluarga. Tingkat pengetahuan teknik budidaya pada tenaga kerja dalam keluarga
juga dapat memengaruhi tingkat produksi yang dihasilkan, jika tingkat
pengetahuan petani pada suatu teknik praktik budidaya (pola tanam,
penanggulangan hama dan penyakit tanaman, teknik pasca panen, dan lain lain)
belum memadai, maka peningkatan jumlah pekerja dapat mengakibatkan pada
penurunan nilai produksi. Hasil uji-t menunjukkan bahwa penggunaan tenaga
kerja dalam keluarga berpengaruh nyata terhadap fungsi produksi pada α 10
persen. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam keluarga sebesar 37,85 HOK per
ha pada satu musim tanam.
9. Tenaga Kerja Luar Keluarga (X9)
Tenaga kerja luar keluarga memiliki nilai negatif degan besaran nilai
koefisien regresi sebesar 0,00018. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
penambahan input sebesar satu persen akan menurunkan produksi padi sebesar
0,00018 persen. Nilai koefisien regresi menunjukkan elastisitas (Ep ≤ 0), data
menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja di luar keluarga berada di daerah
irasional (daerah III). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya
penggunaan tenaga kerja luar keluarga, maka total output produksi padi yang
dihasilkan akan menurun, hal ini dapat disebabkan oleh tingkat pengetahuan
budidaya padi yang kurang. Beberapa petani yang menggunakan benih padi tidak
bersubsidi masih menggunakan benih yang tidak bersertifikat pada kegiatan
usahataninya serta penggunaan yang kurang bijak dalam pemberian pestisida
sehingga dapat mencemari tanah yang berdampak pada penurunan produksi. Hasil
uji-t menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja luar keluarga berpengaruh
tidak nyata terhadap fungsi produksi pada α 10 persen. Rata-rata penggunaan
tenaga kerja luar keluarga sebesar 49,67 HOK per ha pada satu musim tanam.
10. Dummy Penggunaan Benih Bersubsidi (D1)
Penggunaan benih padi bersubsidi memiliki nilai positif dengan besaran
nilai koefisien regresi sebesar 0,44833 dan berpengaruh nyata terhadap fungsi
produksi pada α 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa petani yang
menggunakan input berupa benih padi bersubsidi memiliki tingkat produksi yang
lebih baik dari petani yang menggunakan benih padi tidak bersubsidi. Hal ini
disebabkan karena benih bersubsidi yang diterima dan digunakan petani
seluruhnya telah memiliki sertifikat sehingga benih bersubsidi merupakan benih
unggul, sedangkan benih padi non-subsidi yang digunakan petani tidak seluruhnya
35
memiliki sertifikat sehingga beberapa petani yang menggunakan benih padi tidak
bersubsidi, tidak menggunakan benih yang unggul pada kegiatan usahatani.
11. Dummy Kepemilikan Lahan (D2)
Kepemilikan lahan memiliki nilai negatif dengan besaran nilai koefisien
regresi sebesar 0,43310 dan berpengaruh nyata terhadap terhadap fungsi produksi
pada α 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa petani yang menyewa lahan
dapat mengusahakan kegiatan usahatani secara lebih efektif dibandingkan petani
yang memiliki lahan. Petani dengan status menyewa lahan memiliki tingkat
produksi padi yang lebih baik dibandingkan petani pemilik lahan (Tabel 12). Hal
ini diasumsikan karena petani yang menyewa lahan mampu menggunakan input
produksi yang lebih efisien sesuai dengan luas lahan yang dimiliki (benih, pupuk,
dan sebagainya) sehingga tidak ada input produksi yang kekurangan maupun
berlebih dan berdampak pada hasil output yang baik. Penggunaan pupuk secara
tepat, salah satunya tepat dosis dapat menjaga lahan agar tetap subur dan
menunjang pertumbuhan tanaman, hal ini ditunjukkan pada Tabel 10.
12. Dummy Status Pekerjaan Usahatani (D3)
Status pekerjaan usahatani memiliki nilai positif dengan besaran nilai
koefisien regresi sebesar 0,02298 dan berpengaruh tidak nyata terhadap fungsi
produksi pada α 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa petani yang
menjadikan kegiatan usahatani sebagai pekerjaan utama mampu mengelola
usahanya lebih baik dibandingkan petani yang menjadikan kegiatan usahatani
sebagai pekerjaan sampingan. Hal ini disebabkan petani yang menjadikan
kegiatan ini sebagai pekerjaan utama dapat lebih fokus, memiliki curahan waktu
yang lebih banyak, serta tidak terpengaruh oleh pekerjaan lain di luar usahatani
dibandingkan petani yang menjadikan kegiatan ini sebagai pekerjaan sampingan.
Penerimaan
No Penggunaan Benih Padi
(Rp)
1 Subsidi 1.856.250,00
2 Non Subsidi 1.519.230,77
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
menggunakan benih padi bersubsidi memiliki penerimaan 2,18 kali lebih besar
atas biaya tunai dan 2,02 kali lebih besar atas biaya total sedangkan petani yang
menggunakan benih padi tidak bersubsidi memiliki penerimaan 1,55 kali lebih
besar atas biaya tunai dan 1,40 kali lebih besar atas biaya total. Berdasarkan
perhitungan R/C ratio tersebut kegiatan usahatani yang dilaksanakan oleh petani
yang menggunakan benih padi bersubsidi memiliki keuntungan yang lebih besar
dibandingkan petani kategori lain, hal ini terdapat pada Tabel 19.
Penerimaan
No Status Kepemilikan Lahan
(Rp)
1 Pemilik Lahan 1.744.500,00
2 Penyewa Lahan 1.661.904,76
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Kepemilikan Lahan
Penyewa
Uraian Pemilik Lahan Persentase Persentase
Lahan
(Rp/Ha/MT) (%) (%)
(Rp/Ha/MT)
Penerimaan 22.601.015,76 25.801.560,76
Biaya Tunai
TKPLK 2.415.337,26 22,19 1.608.256,41 9,91
TKWLK 3.438.022,50 31,58 1.155.579,29 7,12
Benih 451.319,40 4,15 373.719,50 2,30
Pupuk Kompos 550.000,00 5,05 1.231.200,00 7,59
Pupuk Kandang 285.715,00 2,62 87.731,73 0,54
Pupuk Urea 677.894,83 6,23 779.426,37 4,80
Pupuk TSP 346.740,00 3,19 543.030,97 3,35
Pupuk KCl 0,00 0,00 463.600,00 2,86
Pupuk Phonska 916.553,18 8,42 499.627,70 3,08
Pupuk NPK Kujang 0,00 0,00 250.000,00 1,54
PBB 331.400,00 3,04 374.264,70 2,31
Pestisida Padat 0,00 0,00 58.950,46 0,36
Pestisida Cair 254.099,50 2,33 228.200,08 1,41
Sewa Alat Olah 350.000,00 3,22 309.253,00 1,91
Tanah
Sewa Lahan 0,00 0,00 7.241.896,00 44,63
Pengairan 50.000,00 0,46 45.000,00 0,28
Biaya Tunai 10.067.081,66 92,48 15.249.736,22 93,99
Biaya Non Tunai
Biaya Penyusutan
Cangkul 88.013,80 0,81 119.399,30 0,74
Sabit 111.953,33 1,03 119.407,31 0,74
Garpu 32.500,00 0,30 0,00 0,00
Sprayer 55.000,00 0,51 141.103,70 0,87
Total Penyusutan 287.467,13 2,64 379.910,31 2,34
TKPDK 201.934,00 1,85 204.198,00 1,26
TKWDK 42.045,50 0,39 11.067,40 0,07
Biaya Non Tunai 818.913,76 7,52 975.086,02 6,01
Biaya Total 10.885.995,42 100,00 16.224.822,24 100,00
Pendapatan Atas 12.533.934,10 10.551.824,54
Biaya Tunai
Pendapatan Atas 11.715.020,34 9.576.738,52
Biaya Total
R/C Biaya Tunai 2,25 1,69
R/C Biaya Total 2,08 1,59
Keterangan : Penerimaan = (jumlah output * harga jual) + pendapatan sampingan
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
40
Tabel 22. Pendapatan sampingan petani berdasarkan penggunaan benih padi dan
status kepemilikan lahan
Tabel 23. Rata rata penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani berdasarkan
penggunaan benih padi dan status kepemilikan lahan
Penggunaan Benih Padi
Uraian Subsidi Non Subsidi
Pemilik (SM) Penyewa (SS) Pemilik (NM) Penyewa (NS)
Penerimaan (Rp) 31.955.840,00 24.550.360,00 21.860.147,98 27.051.146,67
Biaya Tunai
TKPLK 267.090,90 233.154,70 210.714,30 86.696,13
TKWLK 370.454,50 231.178,60 137.337,70 143.526,90
Benih 114.375,00 148.706,50 567.825,00 597.087,50
Pupuk Kompos 550.000,00 898.337,00 0,00 500.004,00
Pupuk Kandang 625.000,00 250.000,00 220.000,00 72.249,28
Pupuk Urea 180.000,00 482.561,82 857.975,00 1.358.673,20
Pupuk TSP 0,00 393.826,41 346.740,00 757.292.44
Pupuk KCl 0,00 431.250,00 0,00 600.000,00
Pupuk Phonska 690.000,00 499.627,70 925.650,00 0,00
Pupuk NPK
Kujang 0,00 166.675,00 0,00 0,00
PBB 0,00 365.676,47 0,00 0,00
Pestisida Padat 0,00 58.950,46 0,00 0,00
Pestisida Cair 600.000,00 326.135,49 124.400,00 80.660,48
Ternak 0,00 200.000,00 350.000,00 583.333.33
Sewa Lahan 0,00 7.038.933,00 0,00 7.735.344,00
Pengairan 50.000,00 50.000,00 50.000,00 50.000,00
Biaya Tunai 3.446.920,40 11.775.013,16 3.790.642,40 12.939.867,26
Biaya Non Tunai
Cangkul 26.833,33 149.777,70 118.138,70 69.689,12
Sabit 19.166,67 23.578,43 116.655,00 123.568,07
Garpu 0,00 0,00 32.500,00 0,00
Sprayer 55.000,00 135.474,40 0,00 214.285,50
Total Penyusutan 101.000,00 308.830,53 267.293,70 407.542,69
TKPDK 100.363,60 183.904,30 227.326,80 219.314,00
TKWDK 0,00 9.550,24 52.556,82 12.547,35
Biaya Non Tunai 302.363,00 811.115,60 814.471,02 1.046.946,73
Biaya Total 3.749.284,00 12.586.128,76 4.605.113,42 13.986.813,99
Pendapatan Atas
Biaya Tunai 28.508.919,60 12.775.346,84 18.069.505,58 14.111.279,41
Pendapatan Atas
Biaya Total 28.206.566,00 11.964.231,24 17.255.034,56 13.064.332,68
R/C Biaya Tunai 9,27 2,08 5,77 2,09
R/C Biaya Total 8,52 1,95 4,75 1,93
Keterangan : Penerimaan = (jumlah output * harga jual) + pendapatan sampingan
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Simpulan
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan kepada petani dalam
menjalankan kegiatan usahatani, yakni:
1. Meningkatan hasil produksi usahatani padi secara maksimal melalui upaya:
meningkatkan luas lahan, menggunaan pupuk kompos, pupuk TSP, dan
menggunakan benih padi bersubsidi. Peningkatan produksi akan
meningkatkan pendapatan petani.
2. Meningkatkan pendapatan yang diterima oleh petani dengan cara beralih dari
penggunaan benih padi non subsidi ke penggunaan benih padi bersubsidi dan
memperbaiki penerapan teknologi budidaya dalam menjalankan kegiatan
usahatani padi.
44
DAFTAR PUSTAKA
[Disperta Kota Malang] Dinas Pertanian Kota Malang. 2014. Sertifikasi benih.
http://pertanian.malangkota.go.id [14 Oktober 2015].
Doll J.P. dan Orazem F. 1984. Production Economics Theory with Applications.
Second Edition. John Wiley & Sons Inc., New York.
Ellis F. 1992. Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge
University Press, Cambridge.
Fuadi A., Surahman M., Satoto, Setiawan S., Yasin A., Hastuti, Setiawan C.,
Khairunas dan Marwoso. 2015. Evaluasi Efektivitas Program Subsidi
Benih Padi 2013-2015. Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian,
Jakarta.
Gani I. dan Amalia S. 2015. Alat Analisis Data: Aplikasi Statistik untuk
Penelitian Bidang Ekonomi dan Sosial. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Grist D.H. 1975. Rice: 5th edition. Longman, London,.
Gujarati D.N. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika: Jilid 1. Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Guslim. 2007. Agroklimatologi. USU Press, Medan.
Hanafie R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta.
Hati N.P. 2012. Tinjauan atas penerapan PSAK no. 23 tentang pengakuan
pendapatan pada perusahaan daerahjasa dan kepariwisataan provinsi Jawa
Barat. Tugas Akhir. Program Akutansi Diploma III Fakultas Ekonomi.
Universitas Widyatama.
Hidayat A. 2014. Jarque-Berra. http:// http://www.statistikian.com [16 Juni 2016].
Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih: Teori dan Hasil-hasil Penelitian .IPB
Press, Bogor.
Irawati A.I. 2007. Meningkatkan efektifitas pupuk majemuk phonska untuk
tanaman bayam dengan penambahan bahan organic pada latosol Dramaga.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[IRRI] International Rice Research Institute. 2001. Dampak dan Kedepan. Sekilas
Kerjasama Indonesia. IRRI, Jakarta.
Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor.
Kariyasa K. 2007. Usulan pola kebijakan pemberian dan pendistribusian benih
padi bersubsidi. Analisis Kebijakan Pertanian. 5(4): 304-319.
Katayama T.C. 1993. Morphologycal and taxonomical characters of cultivated
rices (Oryza sativa L.). In. T. Matsuo and K. Hoshikawa (Eds.). Science
of the Rice Plant (Vol 1) Morphology. Food and Agriculture Policy
Research Center, Tokyo.
Lidia T.P. 2008. Analisis efisiensi usahatani padi benih bersubsidi di Kecamatan
Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat: pendekatan stochastic
production frontier. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mahmud Y., Nurlenawati N. dan Sugiarto. 2010. Pengaruh macam perlakuan
benih terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas unggul baru
tanaman padi (Oryza sativa L.) di lahan sawah irigasi Kecamatan
Tempuran Kabupaten Karawang. Solusi. 9(17): 53-63.
Manurung S.O. dan Ismunadji M. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi. Dalam.:
Ismunadji M., Partohardjono S., Syam M. dan Widjono A, (Eds.). Padi
Buku 1. Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.
46
Wicaksono Y. 2006. Seri Solusi Bisnis Berbasis TI: Aplikasi Excel dalam
Menganalisis Data. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Widajati E., Murniati E., Palupi E.R., Kartika T., Suhartanto M.R. dan Qadir A.
2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. IPB Press, Bogor.
Widiarsih D. 2013. Pengaruh Sektor Komoditi Beras terhadap Inflasi Bahan
Makanan. http://ejournal.unri.ac.id [30 September 2015].
48
LAMPIRAN
49
LAMPIRAN
Tanggal Wawancara
No. Responden
Nama Responden
Alamat
Tanda Tangan
Desa/Kelurahan
Kecamatan
Kabupaten
Provinsi
A. Karakteristik Responden
1. Nama Responden :
2. Umur Responden : Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan*)
4. Pendidikan Terakhir :
a. SD c. SMA e. Sarjana
b. SMP d. Diploma f. Lainnya, sebutkan......
5. Pekerjaan Pokok :
a. Petani d. Pegawai BUMN
b. Wiraswasta e. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
c. Karyawan Swasta f. Lainnya, sebutkan.....
6. Pekerjaan Sampingan :
Besarnya pendapatan Rp..........................
7. Jumlah Tanggungan Keluarga : orang
B. Karakteristik Usahatani
1. Sistem usahatani : padi organik/ semiorganik/ anorganik *)
Alasan : 1. Harga komoditas tinggi, 2. Memenuhi kebutuhan keluarga, 3.
Ikut petani lain mengikuti program pemerintah, 4. Biaya lebih murah, 5.
Lainnya,.......
2. Waktu tanam : bulan........
50
Sumber Input
Harga Total (subsidi/non-
Jenis Input Satuan Volume Satuan Nilai subsidi)*
(Rp) (Rp)
1 2 3
A. Benih
B. Pupuk
1. Pupuk Kompos
2. Pupuk Kandang
3. Urea
4. TSP
5. KCl
6.
7.
C. Obat-obatan/pestisida
1. Padat
a................................
b................................
2. Cair
a................................
b................................
D. Irigasi/air
E. Lainnya
Total Input Produksi
51
Keterangan:
1. Input produksi modal sendiri
2. Input produksi dari kelompok tani
3. Lainnya
8. Tenaga kerja yang digunakan :
No. Kegiatan Jum Jumlah Jumlah Upah Biaya Sewa (Rp)
lah TK TK (Rp/hari)
Waktu
TK dalam Luar
penyele
tota Keluar Keluar
saian
l ga ga
(jumlah
(ora (orang) (orang)
*hari)
ng) k p l Lp P
L P L P (jam) (jam) Traktor Ternak
Persiapan
1
Lahan
Pembersihan
lahan
Pengelolaan
lahan
2 Persemaian
Persemaian
benih
Pemupukan
Pembuatan
bedengan
3 Penanaman
4 Pemeliharaan
Penyiangan 1
Penyiangan 2
Penyiangan 3
Pemupukan 1
Pemupukan 2
Pemupukan 3
Penyemprotan 1
Penyemprotan 2
Penyemprotan 3
5 Pemanenan
Panen
Pengangkutan
6 Total
52
14. Kinerja penyaluran serta penggunaan benih di tingkat petani diukur dengan 6
indikator tepat berikut ini: (a) Tepat Jumlah, (b) Tepat Tempat, (c) Tepat
Jenis, (d) Tepat Harga, (e) Tepat Mutu dan (f) Tepat Waktu. Definisi masing-
masing indikator tepat tersebut tercantum dalam tabel di bawah ini.
Bagaimana menurut bapak/ibu benih yang sedang digunakan saat ini
berdasarkan 6 tepat :
54
Penilaian
Definisi dari Keterangan
No Indikator Tepat Tidak
Indikator (wajib diisi)
Tepat
1. Tepat Varietas yang sesuai
Varietas dengan keinginan
petani
2 Tepat Jumlah benih sesuai
Jumlah dengan kebutuhan
areal tanam
3 Tepat Sesuai dengan masa
Waktu tanam
TERIMAKASIH
55
Jarque-Bera 2.002605
1
Probability 0.367401
0
-1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6
Status: Komersial
Kontak: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Sumber: Balitbangtan (2011)
59
Status: Komersial
Kontak: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Sumber: Balitbangtan (2010)
60
Status: Komersial
Kontak: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Sumber: Balitbangtan (2004)
61
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda
Maynanto Hoessein dan Ibunda Bekti Noverlia. Penulis dilahirkan di Jakarta pada
tanggal 20 September 1994. Tahun 2012 penulis lulus dari SMAN 4 Kota
Tangerang Selatan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai staf di Departemen
Budaya, Olahraga, dan Seni BEM Fakultas Pertanian pada tahun 2014 serta wakil
ketua Himpunan Profesi Agronomi dan Hortikultura pada tahun 2014. Penulis
juga pernah menjadi asisten praktikum Pengendalian Gulma tahun 2015 dan juga
berhasil mendapatkan pembiayaan DIKTI dalam kegiatan Program Kreativitas
Mahasiswa serta beasiswa dari Djarum Foundation pada tahun 2015. Penulis juga
ikut serta dalam kegiatan Kuliah Kerja Profesi yang bertempat di Desa Surodadi,
Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara pada tahun 2015 sebagai koordinator
kecamatan. Penulis juga menjabat sebagai wakil ketua pelaksana Festival Bunga
dan Buah Nusantara Internasional tahun 2016.