Anda di halaman 1dari 70

PANEN DAN PASCAPANEN KELOR (Moringa oleifera Lam.

)
ORGANIK DI PT. MORINGA ORGANIK INDONESIA,
BLORA, JAWA TENGAH

CHANDI TRI AKBAR


A24140055

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Panen dan Pascapanen
Kelor (Moringa oleifera Lam.) Organik di PT. Moringa Organik Indonesia,
Blora, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2018

Chandi Tri Akbar


NIM A24140055
ABSTRAK
CHANDI TRI AKBAR. Panen dan Pascapanen Kelor (Moringa oleifera Lam.)
Organik di PT. Moringa Organik Indonesia, Blora, Jawa Tengah. Dibimbing oleh
KETTY SUKETI dan JUANG GEMA KARTIKA.

Kegiatan magang kelor di Blora ini bertujuan meningkatkan pengalaman,


kemampuan teknis dan manajerial dalam pengelolaan perusahaan pertanian.
Tujuan khususnya adalah mempelajari pengaruh perbedaan teknik panen terhadap
produksi daun dan mempelajari metode pascapanen dan pengolahan kelor yang
tepat untuk menghasilkan kelor berkualitas. Pengawasan dan sosialisasi yang
berkelanjutan terkait standar operasional prosedur penting dilakukan kepada
petani mitra untuk menjamin kualitas bahan baku yang tetap. Kriteria daun kelor
yang dapat dipanen yaitu tangkai daun sudah memiliki sudut tangkai daun antara
45o-90o, sudah muncul sedikit bakal daun di ketiak daunnya dan daun berwarna
hijau tua. Panen kelor dengan teknik pangkas cabang lebih cocok digunakan untuk
produksi pakan ternak. Kelor yang dipanen dengan teknik petik daun lebih cocok
digunakan untuk tujuan produksi pangan. Pengeringan merupakan kunci
terpenting dalam produksi kelor. Suhu ruang pengering dipertahankan 30-35 oC
dengan kelembapan dibuat hingga 46% RH selama dua hari. Perlakuan pra
pengeringan dan tanpa pra pengeringan tidak mempengaruhi persentase rendemen
daun kelor.

Kata kunci: kualitas produksi, pangkas cabang, pengeringan, petik daun

ABSTRACT
CHANDI TRI AKBAR. Harvest and Post-harvest Organic Moringa (Moringa
oleifera Lam.) in PT. Moringa Organik Indonesia, Blora, Central Java.
Supervised by KETTY SUKETI and JUANG GEMA KARTIKA.

Internship activities in Blora aims to improve the experience, technical and


managerial skill on agriculture base company. Whereas the specific purpose are
to study the effect of different leaf harvesting techniques and to study the best
technique in postharvest and processing to good quality of moringa. Sustain
supervision and sosialization about standard operational should be given to the
farmer for guaranteed quality of main ingredient. The criteria of moringa leaves
that can be harvested are: has petiole which is 45-90o angle, the bud has
appeared at it armpit and the leaf has a darker green colour. The harvest of
moringa with branch pruning more suitable to produce feeds. The harvest of
moringa by leaf picking technique is more suitable for food production. Drying is
the most important key in moringa leaf production. The drying room temperature
is maintained at 30-35 °C and moisture is made up to 46% RH for two days. Pre
drying treatment or without drying doesn’t effect percentage of moringa leaf
rendement.

Keywords: branch pruning, drying, leaf picking, quality of production


PANEN DAN PASCAPANEN KELOR (Moringa oleifera Lam.)
ORGANIK DI PT. MORINGA ORGANIK INDONESIA,
BLORA, JAWA TENGAH

CHANDI TRI AKBAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Panen
dan Pascapanen Kelor (Moringa oleifera Lam.) Organik di PT. Moringa Organik
Indonesia, Blora, Jawa Tengah. Skripsi ini merupakan hasil dari kegiatan magang
penulis pada bulan Februari sampai Juni 2018.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua dan keluarga, Ayahanda (Andi), Ibunda (Setiya Asih) serta
kedua adik saya (Fata Setiandi dan Subal Baradzim) atas doa, motivasi,
semangat serta kasih sayang yang diberikan.
2. Dr. Ir. Ketty Suketi, M.Si. sebagai dosen pembimbing I dan Juang Gema
Kartika, S.P., M.Si. sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, saran, dan motivasi selama penyusunan skripsi.
3. Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama menempuh studi di IPB.
4. Ai Dudi Krisnadi selaku direktur PT. Moringa Organik Indonesia beserta
seluruh staf dan karyawan yang telah memberikan bimbingan, fasilitas dan
kesempatan untuk melaksanakan magang.
5. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura 51 yang telah membantu dan
memberi dukungan dalam menyelesaikan rangkaian kegiatan magang.
6. Seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan magang dan penulisan karya
ilmiah.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi masyarakat yang menekuni bidang
pertanian khususnya tanaman kelor.

Bogor, September 2018

Chandi Tri Akbar


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Magang 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Botani Kelor 2
Syarat Tumbuh Kelor 3
Perbanyakan Kelor 3
Budidaya Kelor 4
Kandungan dan Manfaat Kelor 6
METODE 7
Tempat dan Waktu Magang 7
Metode Pelaksanaan 7
Pengamatan dan Pengumpulan Data 8
Analisis Data dan Informasi 9
KEADAAN UMUM 9
Sejarah PT. Moringa Organik Indonesia 9
Letak Geografis dan Iklim 10
Luas Areal dan Tata Guna Lahan 10
Keadaan Tanaman dan Produksi 11
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan 12
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Aspek Teknis 13
Aspek Manajerial 23
Aspek Khusus 25
KESIMPULAN DAN SARAN 34
Kesimpulan 34
Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 39
RIWAYAT HIDUP 54

DAFTAR TABEL

1. Produksi pertanaman kelor di kebun kelor Blora dengan luas 2.4 ha 12


2. Data perbedaan teknik panen terhadap produksi periode 1 (35 HSP) 28
3. Hasil uji-t perbedaan teknik panen terhadap produksi 29
4. Hasil uji-t perlakuan pra pengeringan terhadap rendemen daun 31
5. Analisis kelayakan usaha tani kebun kelor Blora 33
DAFTAR GAMBAR

1. Keragaan tanaman kelor 3


2. Lokasi magang kelor 11
3. Penanaman kelor dengan stek batang 14
4. Penyemaian kelor dengan biji 15
5. Aplikasi pemupukan dan pengendalian gulma 16
6. Hama dan penyakit pada tanaman kelor 17
7. Pemangkasan pada tanaman kelor 18
8. Proses panen kelor 19
9. Teknik pascapanen kelor 20
10. Pengolahan daun kering menjadi serbuk 20
11. Proses pembuatan minyak dari biji kelor 22
12. Proses pembuatan serbuk biji 22
13. Kriteria panen pada tanaman kelor 26
14. Teknik panen pada tanaman kelor 27

DAFTAR LAMPIRAN

1. Jurnal harian kegiatan magang sebagai karyawan harian di PT. Moringa


Organik Indonesia 41
2. Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping kepala produksi di
PT. Moringa Organik Indonesia 44
3. Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping kepala pengolahan dan
pemasaran di PT. Moringa Organik Indonesia 46
4. Denah lokasi magang 48
5. Denah kebun kelor Blora 49
6. Data curah hujan di Kecamatan Kunduran, Blora, Jawa Tengah 50
7. Struktur organisasi PT. Moringa Organik Indonesia 51
8. Kandungan nutrisi serbuk daun kelor PT. Moringa Organik Indonesia 52
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia pada tahun 2016 memiliki jumlah penduduk sebesar 258,704,986 jiwa.
Menurut data penimbangan dan status gizi (PSG) balita tahun 2016 dengan indeks berat
badan per umur (BB/U) pada balita 0-59 bulan, terdapat persentase gizi buruk sebesar
3.4%, gizi kurang sebesar 14.4% dan gizi lebih sebesar 1.5%. Angka tersebut tidak
jauh berbeda dengan hasil PSG tahun 2015, yaitu gizi buruk sebesar 3.9%, gizi
kurang sebesar 14.9% dan gizi lebih sebesar 1.6%. Provinsi dengan gizi buruk dan
kurang tertinggi tahun 2016 adalah Nusa Tenggara Timur (28.2%) dan terendah
Sulawesi Utara (7.2%) (Sutarjo dan Budijanto, 2017). Kelor dapat menjadi salah
satu solusi untuk mengatasi permasalahan gizi buruk yang ada di Indonesia.
Kelor merupakan tanaman yang sering disebut “The Miracle Tree” karena
memiliki potensi untuk menyelesaikan permasalahan kekurangan gizi, serta
mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Kelor mengandung 539 senyawa
yang dikenal dalam pengobatan tradisional Afrika (Krisnadi, 2015). Pohon kelor
telah digunakan untuk memerangi malnutrisi, terutama di kalangan bayi dan ibu-
ibu menyusui. Satu sendok makan (8 g) serbuk daun kelor akan memenuhi sekitar
14% protein, 40% kalsium, 23% zat besi dan hampir semua kebutuhan vitamin A
untuk anak usia 1-3 tahun (Mishra et al., 2012). Daun kelor merupakan sumber
nutrisi dan energi alami yang baik. Berdasarkan hasil analisis proksimat, daun
kelor memiliki nilai gizi yang tinggi seperti phytochemical, vitamin, mineral,
protein dan asam amino. Daun kelor dapat digunakan sebagai agen antioksidan
dan antimikroba alami yang dapat diaplikasikan dalam farmasi dan makanan
(Sohaimy et al., 2015). Teknik dehidrasi merupakan cara untuk mengonsentrasikan
nutrisi dan mengawetkan sayuran daun. Daun kelor tersedia dalam jumlah banyak dan
harganya murah, serta dapat berfungsi sebagai sumber nutrisi dan dapat dikembangkan di
negara-negara yang mengalami defisiensi mikro nutrisi (Joshi dan Mehta, 2010).
Serbuk yang dibuat dari biji kelor dapat digunakan sebagai bahan penjernih air
alami yang efektif. Air hasil penjernihan dapat diminum karena serbuk biji kelor dapat
digunakan sebagai treatment antiseptik (Hidayat, 2009; Ramadhani et al., 2013). Daun
kelor juga dapat dijadikan produk kosmetik karena mengandung antiaging yang
dapat menghaluskan kulit (Sugihartini, 2017). Serbuk daun kelor juga dapat
digunakan sebagai pakan mulai dari 10-30% dari pakan konsentrat untuk
meningkatkan kandungan protein (Marhaeniyanto et al., 2015). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, daun kelor berfungsi sebagai farmakologis, yaitu
antimikroba, antijamur, antihipertensi, antihiperglikemik, antitumor, antikanker,
antiinflamasi (Toma dan Deyno, 2014).
Masyarakat Indonesia masih banyak yang belum mengetahui cara
pemanfaatan kelor, umumnya hanya dikenal sebagai salah satu menu masakan
(Aminah et al., 2015). Keterbatasan pengetahuan masyarakat mengenai manfaat
dan cara budidaya kelor, menyebabkan kegiatan konservasi yang dilakukan
masyarakat terhadap kelor masih rendah (Desiawati, 2013). Produksi tanaman
kelor dipengaruhi oleh pemangkasan, karena dengan pemangkasan akan
mendorong pertumbuhan cabang kelor (Holst, 2000). Pengetahuan terkait teknik
budidaya yang tepat dibutuhkan sehingga kelor berproduksi optimal. Metode
2

pascapanen dan pengolahan kelor juga penting dipelajari untuk menghasilkan


produk yang berkualitas.
Potensi kelor yang tinggi dan belum banyak dibudidayakan di Indonesia, maka
penulis tertarik untuk magang di kebun kelor Blora di bawah naungan PT. Moringa
Organik Indonesia. PT. Moringa Organik Indonesia merupakan satu-satunya pusat
pelatihan kelor yang ada di Indonesia dan pelopor revolusi nutrisi dengan gerakan
kelor. Kelor dikembangkan untuk meningkatkan popularitas serta pemenuhan
kebutuhan pasar di masa yang akan datang. Beberapa aspek yang ditekankan
dalam kegiatan magang yaitu mempelajari pengaruh perbedaan teknik panen
terhadap produksi daun, mempelajari pengaruh perlakuan pra pengeringan
terhadap rendemen daun kelor kering dan mempelajari metode pascapanen dan
pengolahan kelor yang tepat untuk menghasilkan kelor yang berkualitas.

Tujuan

Pelaksanaan kegiatan magang ini memiliki tujuan umum dan khusus, meliputi:
a. Tujuan umum
1. Mempelajari teknik budidaya dan pengolahan kelor secara langsung di
PT. Moringa Organik Indonesia, Blora, Jawa Tengah.
2. Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan mahasiswa
dalam budidaya tanaman, pengelolaan produksi dan aspek manajerial
kebun.
b. Tujuan khusus
1. Mempelajari pengaruh perbedaan teknik panen terhadap produksi daun.
2. Mempelajari metode panen, pascapanen dan pengolahan kelor yang tepat
untuk menghasilkan kelor yang berkualitas.
3. Mempelajari pengaruh perlakuan pra pengeringan terhadap rendemen daun
kelor kering.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kelor

Kelor diklasifikasikan ke dalam sub kelas Dileniidae, ordo Capparales, famili


Moringaceae, genus Moringa dan spesies Moringa oleifera Lam (ITIS, 2011). Kelor
tumbuh dalam bentuk pohon (Gambar 1a), berumur panjang (perenial) dengan
tinggi 7-12 m. Batang berkayu (lignosus), tegak, berwarna putih kotor, kulit tipis,
dan permukaan kasar. Akar tunggang, berwarna putih, berbau tajam, dari dalam
berwarna kuning pucat, bergaris halus tapi terang, dan melintang. Daun majemuk,
bertangkai panjang, tersusun berseling (alternate), beranak daun gasal
(imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna hijau muda, setelah dewasa
berwarna hijau tua. Bentuk helai daun bulat telur, panjang 1-2 cm, lebar 1-2 cm,
tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, susunan pertulangan
menyirip (pinnate), permukaan atas dan bawah halus (Krisnadi, 2015). Bunga
berwarna putih (Gambar 1b), beraroma harum, biseksual, berwarna putih
kekuningan, menempel pada tangkai yang ramping, terdapat lima benang sari
3

dengan lima benang sari steril yang lebih kecil (staminodes) dan putik yang terdiri
dari satu sel ovarium. Buahnya terjumbai, linear, polong memiliki tiga sisi,
panjangnya 20-50 cm, tetapi kadang-kadang dapat memiliki panjang hingga 1 m
atau lebih. Polong biasanya mengandung hingga 26 biji, ketika muda berwarna
hijau muda dan berubah berwarna cokelat kehitaman ketika polong matang. Hasil
buah umumnya rendah selama dua tahun pertama, tetapi sejak tahun ketiga dan
seterusnya, satu pohon dapat menghasilkan antara 600 hingga 1,600 buah setiap
tahun. Kulit batang berwarna putih keabu-abuan, tebal, lembut, pecah-pecah dan
kasar (Roloff et al., 2009).

A B
Gambar 1. Keragaan tanaman kelor. (a). Keragaan tanaman kelor untuk klaster
daun, (b). Bunga.

Syarat Tumbuh Kelor

Tanaman kelor (Moringa oleifera) tumbuh dan berkembang luas di bagian


barat dan utara India serta menyebar di daerah tropis lainnya seperti Asia, Afrika,
Amerika bagian selatan dan Amerika bagian tengah (ECHO, 2006). Kelor dapat
tumbuh pada iklim tropis atau sub-tropis, ketinggian 0-2,000 m di atas permukaan
laut, irigasi dibutuhkan untuk produksi daun jika curah hujan kurang dari 800 mm
(Sauveur et al., 2010). Kelor tumbuh baik pada ketinggian tempat kurang dari 600 m
di atas permukaan laut (Radovich, 2009). Kelor tidak mentoleransi kondisi tanaman
yang terendam air dan tumbuh buruk pada tanah liat yang kering (Amaglo, 2006).
Kelor idealnya tumbuh pada Suhu 20-35 oC, curah hujan tahunan 250-1,500 mm, jenis
tanah lempung atau lempung berpasir dan pH tanah 5-9. Kelor masih dapat bertahan
hidup hingga suhu 48 oC, namun tidak mentoleransi banjir berkepanjangan dan
tumbuh buruk pada tanah liat (Palada dan Chang, 2003).

Perbanyakan Kelor

Tanaman kelor dapat diperbanyak dengan biji atau stek. Kelor umumnya
diperbanyak dengan menggunakan stek. Perbanyakan dengan stek cenderung
menghasilkan biomassa yang lebih tinggi. Perbanyakan dengan stek menghasilkan
cabang yang rimbun, sedangkan perbanyakan dengan biji tanaman cenderung tumbuh
ke atas dengan batang utama dan percabangan yang sedikit (Krisnadi, 2015).
4

Pertumbuhan tanaman kelor yang ditanam dengan biji lebih lambat dibandingkan
yang ditanam dengan stek. Hal ini dilihat berdasarkan perkembangan tinggi
tanaman dan pertambahan jumlah daun. Daun kelor yang ditanam dengan biji
berproduksi lebih rendah dibandingkan yang ditanam dengan stek pada pemangkasan
pertama (umur tanaman kelor 30 minggu) (Budiana dan Arsana, 2013).
Penanaman dengan stek batang menggunakan batang pohon yang berumur
satu tahun. Batang pohon yang digunakan berupa kayu keras dan menghindari
penggunaan batang yang masih berwarna hijau muda. Stek dapat berukuran 45-150 cm
dengan diameter 4-16 cm. Stek dapat dikeringkan dalam kondisi teduh selama tiga
hari sebelum ditanam di persemaian atau di lapangan (Amaglo, 2006). Pembibitan
kelor dengan menggunakan batang stek yang memiliki panjang 75 cm dan
diameter 5.1-6 cm menghasilkan bobot brangkasan tertinggi dan pertumbuhan
yang baik (Taqwim et al., 2018). Diameter batang stek yang semakin besar maka
peluang stek hidup semakin tinggi. Penanaman stek dilakukan dengan membuat
lubang sedalam 10-15 cm. Bagian ujung stek dipotong diagonal untuk
memperluas bidang perakaran sehingga mempercepat pertumbuhan dan memiliki
akar yang kokoh. Batang stek yang telah dipotong tidak boleh dibiarkan lebih dari
tiga hari sebelum ditanam. Sepertiga dari bagian batang terkubur di dalam tanah
saat ditanam. Waktu penanaman stek terbaik dilakukan pada akhir musim
kemarau sampai awal musim hujan (Balitbangtan, 2011).
Perbanyakan kelor dengan biji menggunakan benih yang berasal dari biji
yang sehat, tidak keriput, tidak cacat atau rusak. Biji hasil seleksi direndam dalam
air hangat dan dibiarkan selama satu malam atau sampai biji terlihat mengambang.
Biji yang sudah direndam kemudian ditiriskan dan dapat ditanam langsung atau
paling lambat satu hari setelah ditiriskan. Biji dapat berkecambah 5-12 hari setelah
tanam. Bibit yang sudah memiliki tinggi 30 cm dapat dilakukan pindah tanam
(Ikrarwati dan Rokhmah, 2016). Biji-biji yang berada pada posisi pangkal dan tengah
pada buah kelor dapat digunakan sebagai sumber benih karena memiliki viabilitas lebih
baik dibandingkan biji yang berada di ujung buah (Santoso dan Parwata, 2017). Biji
yang dihilangkan kulit luarnya dan direndam dalam air selama satu malam dapat
berkecambah dalam waktu 9-10 hari. Biji ditanam pada kedalaman 2 cm dari
permukaan tanah. Biji dapat berkecambah tetapi dalam waktu 14 hari tanpa
perlakuan benih. Persentase perkecambahan biasanya dalam kisaran 80-90%
(Amaglo, 2006).

Budidaya Kelor

Spesies kelor yang paling umum tumbuh adalah Moringa oleifera dan Moringa
stenopetala. Moringa oleifera merupakan spesies yang paling banyak dibudidayakan.
Varietas kelor baru ada dua (PKM-1 dan PKM-2) yang memiliki hasil tinggi untuk
produksi polong yang dikembangkan di India (Kaput et al., 2015). Benih kelor yang
telah disemai akan berkecambah dalam waktu dua minggu. Bibit dapat dipindah
tanamkan saat mencapai tinggi 30 cm (3-6 minggu setelah perkecambahan).
Penanaman bibit dengan tujuan produksi daun biasanya memiliki jarak tanam
yang lebih rapat dibandingkan dengan tujuan produksi benih. Produksi daun
secara intensif memiliki jarak tanam 10 cm x 10 cm atau 20 cm x 20 cm dengan
interval panen 35-45 hari, produksi semi-intensif dengan jarak tanam yang lebih
5

renggang 50 cm x 100 cm dengan interval panen 50-60 hari, dan produksi


agroforestry menggunakan jarak tanam 2-4 m antar baris dengan interval panen
60 hari. Pemanenan dapat dilakukan dengan memetik daunnya tanpa memotong
batang atau pucuk dan dengan memotong bagian batang atau pucuk dengan
ketinggian 0.5-1 m dari permukaan tanah (Leone et al., 2015).
Dosis pupuk N sebesar 521 kg/ha/tahun memberikan hasil bobot kering daun dan
kandungan protein tertinggi pada tanaman kelor (Mendieta-Araica et al., 2012).
Menurut Biswas (2010) pemupukan dilakukan tiga bulan setelah tanam, dengan
pemberian 50 g N, 20 g P2O5, 25 g K2O dan 5 kg vermikompos per tanaman.
Irigasi diperlukan untuk produksi daun sepanjang tahun, termasuk selama
musim kemarau. Pengairan juga diperlukan agar pertumbuhan optimal, irigasi
dilakukan selama tiga bulan pertama setelah pembenihan. Irigasi dilakukan pada
pagi, sore atau malam hari sehingga mengurangi penguapan. Penggunaan mulsa
atau penyiangan yang sangat dangkal dapat mengurangi penguapan saat terjadi
kelangkaan air (Sauveur et al., 2010). Penanaman dengan kepadatan yang tinggi
membuat pengendalian gulma intensif pada awal produksi. Pengendalian gulma
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap produksi setelah tanaman tumbuh
besar (Amaglo, 2006). Hama yang umum menyerang kelor adalah belalang,
jangkrik dan ulat. Serangan hama biasanya terjadi pada awal musim kering.
Serangan hama dapat diatasi dengan memotong kembali batang pohon, tanpa
meninggalkan daun tumbuh (Sauveur et al., 2010). Penyakit yang paling banyak
menyerang tanaman kelor adalah serangan jamur, terutama jamur Cercospora sp
dan Septoria lycopersici. Bintik-bintik cokelat dapat muncul pada daun dan
kemudian menyebar menutupi seluruh permukaan daun, menyebabkan daun
menguning dan mati. Fungisida nabati dapat digunakan untuk mengatasi jamur
(Krisnadi, 2015).
Pemangkasan pada kelor dapat membentuk percabangan, meningkatkan
hasil panen, dan memudahkan proses panen. Kelor akan tumbuh lurus dan polong
hanya tumbuh pada batang utama, jika dibiarkan tumbuh tanpa memotong batang
utama. Pemangkasan juga membuat polong mudah dijangkau dari tanah.
Pemangkasan tunas apikal dilakukan ketika pohon memiliki tinggi 1-2 m.
Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan pisau pemotong tajam atau parang
untuk membuat potongan halus (Palada dan Chang, 2003).
Kelor dapat dipanen setelah tanaman memiliki tinggi 1.5-2 m, yang biasanya
membutuhkan waktu 60-90 hari di tanah yang subur. Panen daun dapat dilakukan
dengan memotong tangkai daun secara manual dengan pisau tajam pada 20-45 cm di
atas permukaan tanah. Pemanenan dengan cara ini akan mendorong pertumbuhan tunas
baru. Panen selanjutnya bisa dilakukan setiap 35-40 hari (Amaglo, 2006). Panen yang
baik dilakukan pada pagi atau sore hari. Sebelum dipanen daun dipastikan tidak
berembun untuk menghindari busuk selama transportasi (Sauveur et al., 2010). Kelor
bisa ditanam padat (50-75 tanaman per meter persegi) dan dipanen setiap 75 hari
(Sanchez et al., 2006). Panen daun dilakukan dengan mematahkan tangkai daun dari
cabang. Jika kelor ditanam pada jarak yang lebih rapat dengan kepadatan yang tinggi,
pemanenan dilakukan dengan memotong batang sekitar 10-20 cm di atas permukaan
tanah. Daun yang lebih tua dipetik karena lebih cocok untuk membuat serbuk daun
kering. Tangkai daun akan terlepas selama proses pengayakan. Pascapanen kelor untuk
sayuran segar dilakukan dengan mengikat daun dan ditempatkan di bawah naungan
untuk mempertahankan kesegaran (Palada dan Chang, 2003).
6

Kandungan dan Manfaat Kelor

Daun kelor kering mengandung 19 asam amino, 10 diantaranya sebagai


asam amino penting yaitu treonina, tirosina, metionina, valina, fenilalanina,
isoleusina, leusina, histadina, lisina dan triptofan. Nilai asam amino tertinggi
adalah alanina, yang memiliki nilai 3.03% dan kandungan paling sedikit adalah
sisteina yaitu 0.01%. Daun kelor kering mengandung unsur makro, yaitu kalsium
sebesar 3.65%, potasium 1.50% dan fosfor 0.30% (Moyo et al., 2011). Daun
kelor mengandung zat kimia, seperti minyak behen, minyak terbang, emulsin,
alkaloida, serta vitamin A, B1, B2 dan C. Kelor mengandung lebih dari 90 nutrisi,
48 jenis antioksidan dan 36 senyawa antiinflamasi sehingga dapat digunakan
sebagai obat herbal untuk penyembuhan hepatitis b (Wahyuni et al., 2013).
Daun kelor mengandung protein kasar yang cukup besar dan karbohidrat.
Daunnya juga mengandung minyak mentah dalam jumlah yang cukup besar, serat,
abu, lemak kasar dan asam lemak. Daun kelor mengandung mineral penting
seperti Ca, K, Na, Fe, Mn, Zn, P, Mg dan Cu (Ogbe dan Affiku, 2011). Hasil uji
fitokimia pada daun kelor menunjukkan adanya kandungan senyawa alkaloida,
flavonoida, fenolat, triterpenoida/steroida, dan tanin (Putra et al., 2016). Daun kelor
juga dilaporkan mengandung senyawa fenolat seperti flavonoid, asam galat, kuersetin
dan kaempferol yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi (Radiansah et al., 2013).
Berdasarkan skrining fitokimia ekstrak etanol kulit batang kelor mengandung
senyawa metabolit sekunder berupa steroida, flavonoid, alkaloida, fenol, dan tanin
(Ikalinus et al., 2015).
Daun kelor dalam bentuk tablet memiliki peran yang signifikan dalam
menurunkan kadar glukosa darah penderita diabetes karena mengandung senyawa
alkaloida dan steroida (Giridhari et al., 2011). Konsentrat protein daun kelor
efektif dalam mensubstitusi komponen susu pada biskuit untuk penanganan balita
penderita kekurangan energi protein (KEP) karena daun kelor memiliki kualitas
nutrisi yang lebih baik dibandingkan dengan protein susu, baik kualitatif maupun
kuantitatif (Kholis dan Hadi, 2010). Ekstrak daun kelor dapat digunakan sebagai
agen antihiperlipidemia dan dimasukan dalam diet sebagai suplemen gizi
(Ogbuehi et al., 2014). Daun kelor mengandung protein tinggi serta lipid sebesar
4.58% sehingga dapat meningkatkan palatabilitas makanan dengan menyerap dan
mempertahankan rasa (Kar et al., 2013). Ekstrak etanol biji kelor efektif dalam
pengobatan asma karena menunjukkan antialergi dan berpotensi sebagai penstabil
sel mast (Thakur dan Verma, 2013).
Biji kelor dapat dimanfaatkan sebagai bahan penjernih air karena
mengandung protein bermuatan positif yang berperan sebagai polielektrolit
kationik dan penting sebagai agen penjernih air (Hidayat, 2009). Serbuk biji kelor
memiliki sifat alami koagulan yang terbukti dapat digunakan untuk pengolahan air
limbah tekstil dan pemurnian air tanah (Hendrawati et al., 2016). Koagulan serbuk
biji kelor dapat menurunkan kadar Pb, penurunan intensitas warna dan penurunan
kekeruhan dalam air sumur gali (Nugroho et al., 2014). Ekstrak daun dan ranting
kelor dapat digunakan pada tingkat 2% dan 3% untuk merangsang produksi
biomassa tanaman eruca, pigmen fotosintetik yang disempurnakan, gula total,
protein total, hormon pertumbuhan (auksin, giberelin dan sitokinin) dan berbagai
elemen mineral penting (N, K, Ca, Mg, P dan Fe) (Abdalla, 2013). Ekstrak daun
kelor memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan
7

Staphylococcus aureus (Dima et al., 2016). Air perasan akar kelor mengandung
antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli yang
diisolasi pada ayam broiler yang menderita kolibasilosis (Darma et al., 2013).

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Magang dilaksanakan di dua tempat, yaitu magang budidaya di kebun kelor


Blora milik petani mitra dengan luas 3 ha dan magang pengolahan di unit
pengolahan, PT. Moringa Organik Indonesia, Blora, Jawa Tengah. Kegiatan ini
berlangsung selama empat bulan dimulai pada tanggal 8 Februari hingga 5 Juni
2018.

Metode Pelaksanaan

Metode magang yang dilaksanakan adalah bekerja di lapangan dengan


mengikuti sistem yang ditetapkan oleh perusahaan. Pelaksanaan pekerjaan di
lapangan atau di kantor sesuai dengan tingkatan pekerjaan yang diizinkan mulai
dari karyawan harian selama dua bulan, pendamping kepala produksi selama satu
bulan hingga pendamping kepala pengolahan dan pemasaran selama satu bulan.
Mahasiswa magang yang bekerja di lapangan tidak dipandang status sebagai
mahasiswa melainkan bekerja selayaknya sebagai karyawan perusahaan.
Beberapa tahapan kegiatan yang dilaksanakan antara lain:
1. Orientasi lapang
Kegiatan yang pertama dilakukan untuk mengenal perusahaan lebih dekat
mengenai lokasi, sistem kerja yang dijalankan, dan pengarahan lebih lanjut
mengenai segala aktivitas perusahaan.
2. Bekerja sebagai karyawan harian
Kegiatan ini dilaksanakan selama dua bulan pertama magang. Kegiatan yang
dilaksanakan meliputi penyulaman, pemupukan, pengairan, pruning,
pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, panen, penanganan
pascapanen hingga pengolahan. Kegiatan yang penulis lakukan sebagai
karyawan harian dapat dilihat pada Lampiran 1.
3. Pendamping kepala produksi
Kegiatan ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu bulan ketiga magang.
Adapun pekerjaan yang dilaksanakan yaitu mengawasi kinerja karyawan di
unit kebun, unit pengering dan unit pembuat serbuk kasar, serta membuat
perencanaan dan melakukan evaluasi kegiatan produksi. Kegiatan yang
penulis lakukan sebagai pendamping kepala produksi dapat dilihat pada
Lampiran 2.
4. Pendamping kepala pengolahan dan pemasaran
Kegiatan ini dilaksanakan pada satu bulan terakhir magang. Kegiatan yang
dilaksanakan yaitu mengawasi kinerja karyawan dan melakukan evaluasi
kegiatan di unit pengolahan. Diskusi juga dilakukan dengan direktur tentang
8

hasil kerja magang, pengumpulan data, dan penulisan laporan selama proses
magang berlangsung. Kegiatan yang penulis lakukan sebagai pendamping
kepala pengolahan dan pemasaran dapat dilihat pada Lampiran 3.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Kegiatan magang yang dilaksanakan merupakan kegiatan yang bertahap dari


bekerja sebagai karyawan harian sampai dengan pengumpulan data. Data yang
dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari
hasil kegiatan wawancara dan diskusi dengan direktur, kepala produksi, kepala
pengolahan dan pemasaran, karyawan, serta hasil pengamatan langsung di
lapangan.
Aspek khusus yang dipelajari adalah :
1. Pengaruh perbedaan teknik panen terhadap produksi daun kelor
Percobaan dilakukan dengan satu faktor, yaitu teknik panen. Terdapat
dua taraf terdiri dari teknik panen petik daun dan panen pangkas cabang.
Perlakuan dilakukan pada sepuluh tanaman yang dipanen dengan teknik petik
daun dan sepuluh tanaman yang dipanen dengan teknik pangkas cabang yang
berada di blok yang sama. Panen dilakukan selama tiga periode, satu periode
panen yaitu 35 hari. Pengamatan dilakukan setiap minggu untuk teknik panen
petik daun dan 35 hari sekali untuk teknik panen pangkas cabang. Hasil
pengamatan dengan teknik panen petik daun dijumlahkan dari minggu
pertama hingga minggu kelima pada setiap periode panen, kemudian
dibandingkan dengan hasil pengamatan dengan teknik panen pangkas cabang.
Pemanenan dilakukan pada interval lima minggu dengan cara memotong
cabang yang terbentuk sepanjang 5 cm dari pangkal cabang menggunakan
gunting stek yang mengacu pada Mitariastini (2016) dan pemanenan dengan
interval satu minggu dengan cara petik daun mengacu pada standar
operasional prosedur perusahaan. Pengamatan meliputi:
a. Jumlah daun panenan, jumlah daun tripinnate saat panen
b. Jumlah cabang panenan, cabang yang dipanen dihitung jumlahnya per
tanaman
c. Bobot basah brangkasan (g), bobot semua bagian tanaman yang
dipangkas saat panen
d. Bobot basah anak daun (g), anak daun yang ditimbang merupakan
helaian anak daun tanpa tangkai daun dan tangkai anak daun yang
berwarna hijau (daun yang berwarna kuning tidak dihitung)
2. Pengaruh perbedaan perlakuan pra pengeringan terhadap rendemen daun
kelor kering
Percobaan dilakukan dengan satu faktor, yaitu pra pengeringan. Taraf
percobaan ada dua, yaitu daun yang masuk pengering dengan perlakuan pra
pengeringan dan tanpa pra pengeringan. Pra pengeringan adalah daun
dimasukan ruang pengering dua jam lebih awal serta ruangan diberi
perlakuan dengan menyalakan kipas angin dan exhaust fan. Proses
pengeringan dimulai bersamaan dengan periode 44 jam. Percobaan diulang
tiga kali mengikuti jadwal pengeringan yang ada di perusahaan. Percobaan
dilakukan pada satu rak yang berkapasitas 2 kg untuk masing-masing
9

perlakuan. Rak pengering yang dipilih adalah rak yang berada di bagian
tengah ruangan untuk meminimalkan pengaruh posisi lampu sorot. Daun
dapat kering setelah dua hari di dalam ruang pengering dan dapat dikemas
setelah kadar air daun di bawah 5% atau hancur ketika diremas. Pengamatan
meliputi:
a. Bobot akhir daun yang sudah dikeringkan (g)
b. Rendemen daun, yaitu membagi bobot kering daun (g) dengan bobot
basah daun (g)
c. Kehilangan hasil, yaitu bobot daun yang terjatuh di ruang pengering atau
daun yang tidak ikut dikemas (g)
3. Perbedaan sistem pascapanen pada kelor untuk produksi:
a. Teh kelor
b. Serbuk daun kelor
c. Minyak biji kelor
d. Serbuk kapsul daun kelor
e. Serbuk kapsul biji kelor
Data ini diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan, meliputi
panen, perontokkan kelor, pembersihan, pengeringan, sortasi dan grading,
pengemasan, pengangkutan, penyimpanan, kehilangan hasil dan prestasi
kerja. Data sekunder diperoleh dari arsip dan studi literatur perusahaan berupa
peta lokasi wilayah, luas areal, kondisi tanah dan iklim, topografi lahan,
kondisi populasi dan produksi tanaman, data curah hujan satu tahun terakhir,
struktur organisasi dan ketenagakerjaan, serta sarana dan prasarana kebun.

Analisis Data dan Informasi

Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif.


Data primer dan sekunder yang bersifat kuantitatif (numeric) seperti hasil
produksi daun kelor dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif
menggunakan rata-rata dan standar deviasi, sedangkan data yang bersifat kualitatif
dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Data hasil pengamatan
pengaruh perbedaan teknik panen terhadap produksi kelor dan pengaruh perlakuan
pra pengeringan terhadap rendemen daun kelor kering diuji menggunakan uji
Independent T-test.

KEADAAN UMUM

Sejarah PT. Moringa Organik Indonesia

PT. Moringa Organik Indonesia lahir dari gerakan swadaya masyarakat,


tentang penanaman dan pemanfaatan tanaman kelor sebagai solusi malnutrisi di
Indonesia. Gerakan ini sebagai bentuk dukungan masyarakat di sekitar hutan Jawa
dan Madura terhadap gerakan nasional sadar gizi dalam rangka percepatan
pencapaian MDGs 2015. CV. Moringa Indonesia terbentuk secara resmi pada
tanggal 18 Juni 2013, berdasarkan akta notaris Ira Anggraini, nomor 22 di
10

Sumenep, Madura. Perusahaan awalnya berada di Madura karena ingin


mengembangkan tanaman kelor yang sudah banyak terdapat di sana. Tuntutan
budidaya organik membuat pengembangan kelor dilakukan di daerah lain, mulai
dari pengolahan tanah hingga terbentuk kebun kelor organik yang tidak tercampur
dengan tanaman lainnya, terutama tanaman tembakau (Krisnadi, 2018).
PT. Moringa Organik Indonesia mengelola kebun kelor milik anggota
dengan luas lebih dari 1,000 ha di banyak tempat. Perusahaan bekerjasama dengan
petani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Moringa Indonesia (APMI). Sentra
pengembangan kelor berada di tiga lokasi yaitu Madura, Blora dan NTT. Luasnya
kebun kelor yang dikelola, sehingga menjamin pasokan bahan baku. Akumulasi
dari kondisi tanah, iklim mikro dan pola budidaya tanaman kelor di beragam
tempat tersebut, menghasilkan perpaduan yang khas dan tercermin dalam
kandungan nutrisinya (Krisnadi, 2018).
Masyarakat memiliki minat yang tinggi terhadap tanaman kelor, sehingga
perusahaan ingin memperkenalkan tanaman kelor dalam aplikasi kehidupan
masyarakat di pedesaan. Puri Kelorina didirikan sebagai pusat pelatihan kelor, di
Desa Ngawenombo, Kunduran, Blora. Kegiatan di Puri Kelorina pada dasarnya
terbagi menjadi dua, yaitu kunjungan dan pelatihan. Berdirinya pusat pelatihan
kelor, membuat informasi tentang tanaman kelor tersebar, baik dalam hal
penggunaanya sebagai asupan gizi keluarga dalam bentuk makanan dan minuman,
sebagai pakan ternak, sebagai pupuk organik dan bahan kosmetik. Perusahaan
telah memiliki lebih dari 100 gerai yang membantu dalam mendekatkan produk-
produk turunan tanaman kelor kepada konsumen di seluruh Indonesia (Krisnadi,
2018).

Letak Geografis dan Iklim

Kebun kelor Blora terletak di Desa Ngawenombo, Kecamatan Kunduran,


Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Letak geografis kebun kelor Blora, yaitu antara
06o58’48.15”-07o09’2.76” LS dan 111o11’42.47”-111o18’59.25” BT. Kebun kelor
Blora berbatasan dengan Desa Kedungwaru disebelah barat, sebelah selatan
berbatasan dengan Desa Sendang Wates, sebelah timur berbatasan dengan Desa
Balong dan merupakan daerah tropis. Kebun kelor Blora mulai dibudidayakan
tanggal 15 Agustus 2015.
Kabupaten Blora memiliki curah hujan rata-rata 1,496 mm/tahun,
kelembapan udara rata-rata 34-44%, suhu rata-rata 36-41 oC dan memiliki
intensitas cahaya 7,633 lux. Jenis tanah di Blora merupakan tanah entisol (silt). Jenis
tanah entisol tergolong tanah yang biasanya kurang subur (Martha et al., 2016).

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

Luas kebun petani mitra yang ada di Blora adalah 3 ha (Gambar 2a). Kebun
terbagi menjadi lima blok dengan jumlah populasi per blok dari blok 1-5 adalah
4,352 pohon, 4,352 pohon, 3,082 pohon, 5,388 pohon dan 4,922 pohon. Lokasi
kebun berdekatan dengan unit pengering dan unit pembuat serbuk kasar. Unit
pengering berfungsi sebagai tempat untuk mengeringkan daun kelor dengan
11

kapasitas 200 kg per ruangannya. Terdapat dua ruang pengering di unit pengering
dengan 12 rak di masing-masing ruangnya. Unit pembuat serbuk kasar berfungsi
sebagai tempat menghaluskan daun kelor kering menjadi serbuk kasar 80 mesh.
Unit pengolahan milik PT. Moringa Organik Indonesia berada di jalan raya
kunduran yang berfungsi sebagai tempat pengolahan produk kelor. Unit
pengolahan memiliki tempat pembuatan minyak kelor, pembuat serbuk biji,
laboratorium pembuatan kosmetik, serta tempat pengemasan dan pengepakan.
Puri Kelorina berjarak 500 m dari kebun dan berfungsi sebagai tempat pelatihan
kelor (Gambar 2b). Peta lokasi magang dapat dilihat pada Lampiran 4 dan peta
kebun kelor Blora dapat dilihat pada Lampiran 5. Kebun kelor Blora merupakan
milik petani mitra yang bekerja sama dengan perusahaan, sedangkan unit
pengolahan milik PT. Moringa Organik Indonesia.

A B
A
Gambar 2. Lokasi magang kelor. (a). Kebun kelor Blora, (b). Puri Kelorina.

Keadaan Tanaman dan Produksi

Kelor ditanam secara organik di lahan yang sebelumnya tidak pernah


digunakan untuk budidaya anorganik. Bibit untuk pertanaman menggunakan
aksesi yang berasal dari NTT. Pengelolaan kebun kelor Blora milik petani mitra
mengikuti standar operasional prosedur yang ditetapkan oleh PT. Moringa
Organik Indonesia, dimulai dari pemilihan lokasi, pengolahan tanah minimal,
pemupukan dengan pupuk organik yang dibuat sendiri, pemilihan benih, pola
tanam dan pemeliharaan yang bebas dari residu kimia. PT. Moringa Organik
Indonesia menerapkan pola produksi yang unik, yaitu menetapkan satu kebun dan
satu unit pengolahan untuk satu mitra. Pola produksi tersebut memberikan
kenyamanan kepada mitra usaha seolah memiliki kebun dan unit pengolahan
pribadi. Pola produksi ini dipertahankan sesuai dengan kesepakatan dengan mitra
usaha. Kebutuhan daun untuk keperluan produksi diperoleh dari kebun kelor
organik yang ada di Blora dan Madura. Biji diproduksi di kebun organik kelor
yang ada di NTT dan Madura. Kebun organik kelor yang berada di Madura dan
NTT merupakan milik petani mitra dengan standar operasional prosedur produksi
yang sama. PT. Moringa Organik Indonesia menerima bahan baku berupa daun
kering, serbuk kasar atau biji dari petani mitra, sedangkan perusahaan fokus dalam
pengolahannya. Produksi kebun kelor Blora dibagi menjadi empat tujuan, yaitu
blok 1-4 dengan luas 2.4 ha untuk produksi daun kering dan serbuk halus
12

sedangkan blok 5 dengan luas lahan 0.6 ha untuk bahan pakan ternak dan
pembuatan pupuk. Produksi kebun kelor Blora dapat di lihat pada Tabel 1.
Produksi basah rata-rata setiap bulannya adalah 1,962.80 kg. Terdapat dua jenis
produk yaitu serbuk kasar dan daun kering. Produksi kebun kelor Blora memiliki
rata-rata 444.8 kg daun kering yang dibuat menjadi 395.60 kg serbuk kasar dan
49.38 kg daun kering. Produksi basah mengalami penurunan pada bulan Januari
hingga 186 kg karena serangan hama ulat. Serangan hama ulat yang hebat diatasi
dengan memangkas seluruh pertanaman kelor. Tingginya serangan ulat diduga
akibat kondisi kekeringan yang cukup panjang. Dapat dilihat pada Lampiran 6,
curah hujan yang rendah terjadi dari bulan Juli sampai Desember 2017.

Tabel 1. Produksi pertanaman kelor di kebun kelor Blora dengan luas 2.4 ha
Bobot Bobot Produksi Produksi
Rendemen
Bulan basah anak kering anak serbuk daun kering
(%)
daun (kg) daun (kg) kasar (kg) (kg)
November
2,835.00 607.80 21.00 577.80 30.00
2017
Desember
2,276.00 582.10 24.00 475.40 106.70
2017
Januari
186.00 17.70 23.00 15.30 2.40
2018
Februari
2,064.00 464.50 23.00 378.40 86.10
2018
Maret
2,453.00 552.10 23.00 530.90 21.20
2018
Rata-rata 1,962.80 444.80 22.80 395.60 49.28
Sumber: Data PT. Moringa Organik Indonesia (2018).

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

PT. Moringa Organik Indonesia dipimpin oleh direktur yang juga berstatus
sebagai pemilik perusahaan. Direktur bertanggung jawab terhadap seluruh
kegiatan. Direktur juga bertanggung jawab terhadap kegiatan pelatihan yang
diadakan oleh PT. Moringa Organik Indonesia. Pelatihan kelor diadakan satu
bulan sekali dengan materi budidaya tanaman kelor, kelor sebagai pakan ternak
organik, usaha hidroponik dengan pupuk kelor, kelor sebagai kosmetik dan teknik
ekspor kelor ke Eropa. Perusahaan bekerja sama dengan petani mitra untuk
menerima bahan baku, berupa daun kelor kering, biji dan serbuk kasar daun kelor.
Petani mitra menerapkan standar operasional prosedur yang ditetapkan
perusahaan sehingga memiliki kualitas produk yang sama. Kegiatan pengolahan
di unit pengolahan dan kegiatan pelatihan di Puri Kelorina secara langsung
dipegang oleh perusahaan. Struktur organisasi PT. Moringa Organik Indonesia
dapat dilihat pada Lampiran 7.
Kegiatan budidaya di kebun kelor Blora milik petani mitra dipimpin oleh
kepala produksi. Kepala produksi membawahi empat bagian, yaitu unit kebun
yang terdiri atas lima blok kebun, unit pengeringan, unit pembuat serbuk kasar
13

dan administrasi. Hasil produksi berupa daun kering dan serbuk kasar dijual ke
PT. Moringa Organik indonesia untuk diolah menjadi produk sekunder.
Kegiatan pengolahan dan pemasaran dipimpin oleh kepala pengolahan dan
pemasaran. Tugas kepala pengolahan dan pemasaran adalah bagian administrasi
dan keuangan, pemasaran dan unit pengolahan produk. Kepala pengolahan dan
pemasaran mengurus unit pengolahan dan bertanggung jawab langsung kepada
direktur.
Tenaga kerja terdiri atas karyawan tetap dan karyawan tidak tetap.
Karyawan tetap dibagi menjadi dua, yaitu karyawan tetap harian dan bulanan.
Karyawan tetap harian menerima gaji setiap minggu berdasarkan jumlah
kehadirannya, sedangkan karyawan tetap bulanan menerima gaji setiap akhir
bulan tanpa memperhitungkan kehadiran. Karyawan tetap harian bekerja di bagian
unit produksi dan karyawan tetap bulanan bekerja di bagian unit pengolahan,
administrasi, pemasaran, produksi, sopir, kebersihan, pelatihan dan keamanan.
Karyawan tidak tetap adalah karyawan yang bekerja dibagian pascapanen.
Karyawan tidak tetap digaji setiap hari dengan memperhitungkan kehadiran.
Terdapat juga karyawan borongan, yaitu karyawan yang bekerja secara borongan
dengan waktu kerja jika ada panggilan pekerjaan.
Jam kerja karyawan bagian unit kebun dan unit pengolahan, yaitu pukul
08.00-16.00 WIB dengan waktu istirahat pukul 12.00-13.00 WIB. Seluruh
karyawan memiliki enam hari kerja dalam satu minggu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan magang yang dilakukan bersama petani mitra, yaitu kegiatan


budidaya, meliputi: persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen dan
pascapanen. Kegiatan yang dilakukan bersama PT. Moringa Organik Indonesia,
yaitu kegiatan pengolahan.

Aspek Teknis

Persiapan Lahan
Kelor memiliki pertumbuhan optimal pada tanah liat berpasir. Areal yang
akan ditanami dibuat bersih dari gulma pengganggu. Lahan yang akan ditanami
kelor dibajak secara manual dengan cangkul untuk menjaga aerasi tanah tetap
baik. Pada saat pengolahan lahan diaplikasikan pupuk organik sebagai pupuk
dasar lahan. Pupuk dasar yang digunakan yaitu 10-15 ton/ha pupuk kandang sapi
atau kambing. Lahan dipersiapkan dengan membuat guludan dengan lubang
tanam yang dibuat dengan diameter 30 cm dan kedalaman 20 cm. Jarak tanam
yang digunakan yaitu 1 m x 1 m, sehingga dalam 1 ha terdapat 10,000 tanaman.
Jarak tanam yang renggang digunakan untuk memudahkan dalam pemeliharaan
dan pemanenan. Lubang tanam diisi pupuk bokashi sebanyak 1.5 kg per lubang.
Lubang yang sudah diisi pupuk kemudian disiram air.
14

Penanaman
Penanaman kelor memiliki perlakuan berbeda sesuai dengan tujuan
produksinya, yaitu produksi daun atau produksi polong. Kondisi di lapangan
hanya terdapat pertanaman untuk produksi daun. Arah barisan tanaman yang baik
ke timur-barat agar tanaman menerima penyinaran dengan baik. Kelor dapat
ditanam dengan menggunakan biji dan stek batang. Perbanyakan dengan stek
cenderung memberikan produksi biomassa yang lebih banyak karena tanaman
cenderung menghasilkan banyak cabang yang rimbun, namun pertumbuhannya
lambat. Perbanyakan dengan biji menyebabkan tanaman cenderung tumbuh keatas
dengan batang utama dan percabangan yang sedikit. Daerah yang memiliki curah
hujan tinggi yaitu lebih dari 2,000 mm per tahun lebih baik menggunakan bahan
tanam biji untuk menghindari busuk pada bahan tanam.
a. Perbanyakan dengan stek batang
Perbanyakan dengan stek batang membutuhkan batang stek (Gambar 3)
dengan tinggi kurang lebih 0.5 m dan diameter 4-5 cm. Batang stek yang
digunakan berasal dari tanaman yang sehat dan berumur lebih dari enam
bulan. Semakin besar lingkaran batang stek maka semakin besar peluangnya
untuk hidup.

Gambar 3. Penanaman kelor dengan stek batang

Penanaman stek dilakukan dengan membuat lubang sedalam 10-15 cm.


Penanaman dengan cara menancapkan langsung batang stek ke tanah kurang
baik karena dapat merusak bagian kulit ujung batang sehingga mengganggu
tempat pertumbuhan akar. Pada bagian ujung stek dipotong diagonal untuk
memperluas bidang pertumbuhan akar sehingga tanaman dapat tumbuh
dengan cepat dan memiliki perakaran yang kokoh. Batang stek yang telah
dipotong tidak boleh dibiarkan lebih dari tiga hari. Sepertiga dari batang
terkubur dalam tanah ketika ditanam. Waktu penanaman stek batang terbaik
adalah pada akhir musim kemarau sampai awal musim hujan. Penanaman
dengan stek di lapangan menggunakan bahan tanam dari hasil pemangkasan
kelor yang sudah tidak produktif. Stek batang umumnya digunakan untuk
penyulaman pertanaman kelor yang mati.
b. Perbanyakan dengan biji
Kelor yang ditanam dengan biji perlu disiang dengan teratur karena
pertumbuhannya sangat lambat dan sangat rentan terhadap persaingan dengan
gulma pada awal pertumbuhan. Biji yang akan ditanam berasal dari biji
15

tanaman sehat yang sudah diseleksi, dipanen pada waktu buah polong kelor
sudah tua, berasal dari tanaman kelor yang sudah berumur lebih dari lima
tahun dan biji telah dikeringkan dengan baik. Biji yang dipilih sebagai calon
benih adalah biji yang sehat, tidak keriput, tidak cacat atau rusak. Biji sedikit
dipecahkan sebelum ditanam untuk memudahkan proses imbibisi air agar biji
cepat tumbuh (Gambar 4a).
Biji kelor dapat disemaikan dalam polybag atau tray benih, di
persemaian atau ditanam langsung di kebun. Penyemaian secara langsung
dilakukan apabila lahan yang digunakan cukup luas dan yakin biji yang
ditanam memiliki daya berkecambah yang tinggi, sehingga tenaga kerja yang
digunakan efisien. Persemaian dengan polybag biasanya digunakan untuk
menyulam tanaman yang tidak tumbuh (Gambar 4b). Ukuran polybag yang
digunakan yaitu 13x18 cm. Media yang digunakan untuk persemaian dengan
polybag yaitu pupuk bokashi yang dicampur dengan tanah dengan
perbandingan 1 kg bokashi dicampur dengan 3 kg tanah. Lubang tanam dibuat
dengan kedalaman 2 cm agar biji dapat berkecambah dalam waktu 5-12 hari
setelah tanam. Polybag diletakkan pada tempat yang sedikit ternaungi agar
terlindung dari hujan lebat atau panas terik. Penyiraman dilakukan secara
rutin pagi dan sore hari hingga dapat dipindahkan ke pot atau lahan. Pada
tahap ini tanaman dijaga dengan baik dari belalang, rayap dan hewan lain.
Tanaman kelor muda dirawat dan ditopang dengan ajir agar tidak rebah
hingga dilakukan pindah tanam. Bibit kelor dapat dipindah tanam setelah
berumur 4-6 minggu atau ketika tinggi tanaman sudah sekitar 30 cm.

A B
A
Gambar 4. Penyemaian kelor dengan biji. (a). Pemecahan biji kelor untuk
persemaian, (b). Persemaian kelor dalam polybag.

Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman kelor meliputi: irigasi, pemupukan, penyiangan,
pemangkasan, pengendalian hama dan penyakit.
a. Pemupukan
Pemupukan pertama dilakukan saat persiapan lahan dengan pupuk
kandang sapi atau kambing sebanyak 10-15 ton/ha. Pemupukan rutin
dilakukan minimal tiga bulan sekali menggunakan bokashi dengan jumlah
500 kg/ha atau 50 g/tanaman (Gambar 5a). Tanah dibuat alur pupuk dan
disiram dengan asam humat dengan dosis 200 ml/ha sebelum
pengaplikasian bokashi. Asam humat digunakan sebagai pembenah tanah.
16

Bokashi terbuat dari campuran kotoran sapi, kotoran walet, daun trembesi,
air kelapa, bonggol pisang dan urine sapi. Bokashi kemudian ditimbun
dengan tanah hingga pada pertanaman terbentuk guludan. Pemupukan
biasanya dilakukan sebelum musim hujan, ketika tanaman akan memulai
suatu periode pertumbuhan yang intensif atau saat di lapangan terjadi
kerontokkan pada daun kelor. Pemupukan juga dilakukan setelah panen
dilakukan atau satu minggu sekali dengan menggunakan pupuk asam
amino dan pupuk daun. Asam amino terbuat dari daun kelor, glisina dan
metionina dari kedelai. Asam amino berfungsi untuk mempercepat waktu
panen sehingga dapat dipanen satu minggu sekali. Pupuk daun terbuat dari
campuran pupuk organik cair, bio urine dan unsur N, P dan K. Aplikasi
asam amino dan pupuk daun dengan dosis masing-masing 200 ml/ha.
Pemupukan dilakukan diluar jadwal panen, yaitu hari selasa, kamis dan
sabtu. Pemupukan dilakukan oleh 3-5 orang karyawan. Kegiatan
pemupukan dilakukan bersamaan dengan pengendalian gulma yang dapat
dilihat pada Gambar 5b, sehingga meminimalkan jumlah tenaga kerja.

A B
A
Gambar 5. Aplikasi pemupukan dan pengendalian gulma. (a). Aplikasi pupuk
bokashi, (b). Kegiatan pemupukan dan pengendalian gulma.

b. Irigasi
Irigasi diberikan secara teratur selama tiga bulan pertama setelah
tanam. Irigasi juga diperlukan untuk menghasilkan daun sepanjang tahun,
termasuk pada musim kemarau. Idealnya irigasi dilakukan pada pagi hari
untuk mengurangi penguapan. Sistem irigasi yang digunakan adalah
selang air dan sprinkler. Irigasi hanya mengandalkan air hujan pada saat
musim hujan. Kondisi di lapangan banyak pertanaman kelor yang busuk
dan akhirnya mati akibat akar yang terendam air. Pembuatan guludan
dimaksudkan untuk mencegah akar kelor terendam air. Manajemen
sumberdaya yang kurang tepat sehingga pembuatan guludan dan
pengaturan drainase belum berjalan dengan baik.
c. Pengendaliaan hama dan penyakit
Hama yang umum terdapat di lapangan adalah ulat (Gambar 6a).
Jumlah ulat pada pertanaman sangat banyak sehingga daun habis dimakan
ulat saat musim kemarau. Larva dari ngengat juga banyak menyerang
pertanaman pada malam hari. Telur dari ngengat yang menempel pada
daun juga menurunkan kualitas daun kering karena telur menetas saat daun
dikeringkan. Solusi untuk mengatasi ngengat yaitu dengan memasang
17

lampu ultra violet pada malam hari yang di bawahnya ditaruh ember berisi
air sebagai perangkap. Penyemprotan daun dengan air sebelum panen juga
dilakukan untuk mengurangi telur ngengat atau hama yang menempel pada
daun. Solusi terbaik untuk mengatasi serangan hama dengan intensitas
tinggi yaitu dengan memangkas seluruh pertanaman kelor. Penanaman
kenikir dan sereh juga dilakukan untuk meminimalkan serangan hama
sebagai pagar hidup.
Penyakit yang paling banyak menyerang tanaman kelor di lapangan
adalah ganoderma (Gambar 6b). Gejala tanaman kelor yang terserang
ganoderma yaitu daun akan menguning, batang membusuk dan akhirnya
tanaman mati. Ganoderma dapat menyebar ke pertanaman lain.
Pengendalian dilakukan dengan mencabut tanaman kelor dan mencangkul
bekas pertanaman yang terserang ganoderma, tanah disemprot dengan
tricoderma dengan dosis 200 ml/ha dan lubang dibiarkan 2-3 hari terpapar
sinar matahari. Pengendalian hama dan penyakit biasanya dilakukan
dengan penyemprotan pestisida nabati yang terbuat dari daun mimba,
sereh, daun sirsak dan empon-empon. Pestisida nabati diaplikasikan
setelah panen berlangsung atau satu minggu sekali pada daun dengan dosis
200 ml/ha.

A B
A
Gambar 6. Hama dan penyakit pada tanaman kelor. (a). Hama ulat, (b) Tanaman
kelor yang terserang ganoderma.

d. Penyiangan
Penyiangan untuk pertanaman kelor yang intensif dilakukan empat
kali dalam setahun dengan frekuensi yang lebih tinggi saat musim hujan.
Penyiangan biasanya dilakukan bersamaan dengan pemupukan karena
gulma akan tertimbun dengan pembuatan guludan, sehingga dapat
meminimalkan jumlah tenaga kerja. Gulma yang terdapat di kebun juga
diatasi dengan memanfaatkan masyarakat sekitar yang membutuhkan
gulma untuk pakan ternak.
e. Pemangkasan
Kelor cenderung tumbuh secara vertikal hingga ketinggian 3-4 m.
Pemangkasan awal dilakukan ketika tanaman kelor berumur tiga bulan
setelah tanam dengan tinggi pangkasaan 75 cm dari permukaan tanah.
Pemangkasan awal ini akan memicu pertumbuhan cabang lateral sehingga
meningkatkan produksi. Batang utama dapat dipotong dengan golok atau
18

gergaji tepat di atas sebuah mata cabang. Pemotongan di ruas batang akan
menyebabkan batang busuk dan memicu pertumbuhan penyakit dan
parasit. Pemangkasan batang utama dilakukan saat tanaman sudah
berumur dua tahun dengan menebang batangnya hingga memiliki
ketinggian 20 cm dari permukaan tanah. Setelah pemangkasan awal untuk
membentuk pohon, secara rutin akan dilakukan pemangkasan
pemeliharaan. Pemangkasan pemeliharaan dilakukan ketika tanaman
sudah memiliki tinggi lebih dari 150 cm atau saat tanaman sudah sulit
untuk dipanen dan memiliki produktivitas yang rendah (Gambar 7a).
Pemangkasan pemeliharaan dilakukan dengan memotong cabang kira-kira
10 cm dari pangkal cabang (Gambar 7b). Pemangkasan pemeliharaan rata-
rata dilakukan setiap dua bulan sekali.

A B
A
Gambar 7. Pemangkasan pada tanaman kelor. (a). Pangkas pemeliharaan,
(b). Tanaman kelor hasil pangkas cabang.

Panen
Kelor dipanen dengan cara memetik daun yang sudah berwarna hijau tua
dan tanpa cacat pada daunnya (Gambar 8a). Daun hijau tua dipilih karena
memiliki biomassa yang maksimal. Daun dikumpulkan pada bak penampung
hingga penuh dan dibawa untuk dirontokkan atau dipisahkan antara anak daun
dari tangkainya (Gambar 8b). Proses pemanenan yang baik dilakukan pagi atau
sore hari. Panen di lapangan dilakukan dari pagi hingga siang hari untuk
memenuhi kebutuhan daun. Kegiatan panen dilakukan 35 hari setelah
pemangkasan cabang atau batang dan dapat dipanen kembali setiap minggunya.
Panen dilakukan pada hari senin, rabu dan jumat setiap minggunya dengan rotasi
pada setiap blok. Bobot daun yang sudah dirontokkan adalah 200 kg setiap kali
panen. Jumlah 200 kg yang diambil mengikuti kapasitas ruang pengering. Panen
dapat dilakukan satu minggu lima kali, namun kondisi listrik yang kurang stabil
membuat kedua ruang pengering tidak dapat digunakan dengan optimal. Panen
dilakukan oleh 4-6 orang tenaga pemanen. Daun dimasukan ke dalam ruang
pengering sebelum empat jam dari daun dipetik agar mutu daun tetap baik.
19

A B
A
Gambar 8. Proses panen kelor. (a). Panen kelor dengan teknik petik daun, (b) Pengangkutan
hasil panen.

Pascapanen
Daun kelor dikirim ke unit pengering segera setelah dipetik dengan bak
penampung dan tidak dibiarkan menumpuk untuk menghindari kerusakan karena
panas. Daun kelor yang dibiarkan menumpuk tinggi dan lama, akan menimbulkan
panas yang dapat merusak fisik daun dan kandungan nutrisinya. Daun segar yang
sampai di unit pengering dimasukkan ke dalam bak pencucian dengan ozonizer
untuk menghilangkan kotoran, debu dan bagian tanaman lainnya. Daun kelor yang
sudah bersih kemudian disimpan dalam rak penampungan agar air yang masih
menempel pada daun dapat benar-benar hilang, sehingga ketika masuk ruang
pengering tidak ada air yang terbawa. Daun kelor segar dan bersih, dipisahkan
dari ranting dan tangkainya atau dirontokkan (Gambar 9a). Daun kelor yang
kuning, berbintik putih, masih muda atau rusak dipisahkan dan dibuang. Rata-rata
kadar air daun yang sudah dirontokkan atau kadar air daun awal sebelum
dikeringkan adalah 40.5% yang diperiksa dengan moisture tester. Perontokkan
daun biasanya dikerjakan oleh 8-20 orang tenaga wanita.
Pengeringan dilakukan di dalam ruang pengering tertutup dengan suhu
rendah terkontrol antara 30-35 oC dan kelembapan dibuat hingga 46% RH selama
dua hari sampai benar-benar kering atau kadar air daun di bawah 5%. Kelembapan
rata-rata ruang pengering saat awal pengeringan adalah 84% RH. Daun kelor
dihamparkan dalam rak-rak khusus dengan ketebalan tidak lebih dari 2 cm
(Gambar 9b). Daun kelor dibolak-balik agar kering merata setiap tiga jam sekali
selama proses pengeringan. Sortasi masih dilakukan saat pengeringan untuk
memisahkan tangkai daun yang masih terbawa. Proses pengeringan ini merupakan
proses yang sangat vital dalam seluruh rangkaian proses pengolahan daun kelor.
Daun kelor akan menjadi kuning kecokelatan dan bahkan tumbuh jamur, akibat
dari pengeringan yang terlalu lama, kelembapan yang tinggi karena aliran udara
yang buruk atau suhu ruangan yang kurang tepat. Daun kelor kering yang baik,
yaitu berwarna hijau, benar-benar kering dan tanpa tangkai daun. Kegiatan
pengeringan diawasi oleh tiga orang karyawan untuk memastikan ruang pengering
tetap menyala dan membolak-balik daun. Daun kelor kering kemudian disimpan
dalam plastik foodgrade yang tertutup rapat dan terjaga dari udara masuk. Stok
daun kelor kering ini disimpan untuk digunakan dalam proses selanjutnya, yaitu
proses pengemasan teh daun kelor dan pembuatan serbuk daun kasar.
20

A B
A
Gambar 9. Teknik pascapanen kelor. (a). Kegiatan perontokkan daun, (b). Pengeringan
daun kelor.

Daun kelor kering dihaluskan dengan menggunakan mesin pembuat serbuk


yang terbuat dari stainless steel (Gambar 10a). Serbuk daun kelor disaring dengan
ayakan yang terbuat dari stainless steel untuk menghasilkan serbuk daun dengan
tingkat kehalusan 80 mesh (Gambar 10b) dan memisahkan butiran yang masih kasar.
Serbuk kasar yang dihasilkan kemudian dikirim ke PT. Agaricus Sido Makmur
Sentosa (ASIMAS) untuk menghasilkan serbuk daun kelor dengan tingkat
kehalusan 200 mesh dan 500 mesh.

A B
A
Gambar 10. Pengolahan daun kering menjadi serbuk. (a) Pembuatan serbuk kasar,
(b) Serbuk kasar daun kelor 80 mesh.

Pengolahan
a. Teh daun kelor
Daun kelor kering disortir sehingga ukurannya seragam dan
penampakan fisiknya sama. Teh daun kelor yang baik berwarna hijau dan
memiliki kadar air di bawah 5%. Teh daun kelor kemudian dikemas dan
diberi label dalam kemasan aluminium foil dengan ketebalan 80 µ. Berat
kemasan 20 g atau dapat disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Teh daun
kelor memiliki daya simpan hingga enam bulan.
b. Serbuk daun kelor
Daun kelor kering dihaluskan dengan menggunakan mesin pembuat
serbuk yang terbuat dari stainless steel. Pembuatan serbuk dilakukan sebanyak
tiga kali untuk mendapatkan hasil serbuk daun yang halus dan memudahkan dalam
21

pengayakan. Serbuk daun kelor disaring dengan ayakan yang terbuat dari stainless
steel untuk menghasilkan serbuk daun dengan tingkat kehalusan diatas 80 mesh
dan memisahkan butiran yang masih kasar. Terdapat dua produk serbuk kelor
yaitu, serbuk dengan tingkat kehalusan 200 mesh dan 500 mesh. Serbuk yang
lolos saringan, kemudian dikemas dalam kemasan aluminium foil dengan
ketebalan 125 µ untuk didistribusikan atau disimpan sebagai stok. Kemasan
serbuk daun kelor ada beberapa jenis, yaitu kemasan yang berbobot 250 g,
300 g, 500 g, 1 kg, 5 kg, 10 kg dan 20 kg. Kemasan yang beragam
disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Serbuk daun kelor memiliki daya
simpan hingga satu tahun. Serbuk daun kelor biasanya digunakan sebagai
campuran makanan dan minuman.
c. Serbuk kapsul daun kelor
Serbuk daun kelor dengan tingkat kehalusan 500 mesh dimasukan ke
dalam kapsul. Proses memasukan serbuk ke dalam kapsul dilakukan dengan
menggunakan alat pengisi kapsul yang terbuat dari stainless steel dan
dilakukan dalam kondisi steril. Kapsul kemudian dikemas di dalam botol
plastik dan diberi label. Kemasan untuk kapsul daun kelor ada dua, yaitu
botol yang berisi 50 kapsul dan 100 kapsul. Serbuk kapsul daun kelor
digunakan sebagai suplemen herbal.
d. Benih kelor
Benih kelor menggunakan biji yang berasal dari tanaman kelor yang
sudah berumur lebih dari lima tahun. Benih diambil dari polong yang sudah
matang dan kering dari pohon. Biji dikemas dan diberi label dalam kemasan
aluminium foil dengan ketebalan 80 µ untuk kemasan 100 g dan 125 µ untuk
kemasan 1 kg. Biji yang digunakan sebagai benih juga dapat dikonsumsi
karena sudah tersertifikasi halal.
e. Minyak biji kelor
Biji kelor dikupas secara manual untuk diambil kernelnya atau bagian
dalam biji yang berwarna putih (Gambar 11a). Kernel kelor kemudian
dijemur dalam rak-rak dengan suhu maksimal 40 oC. Kandungan air dalam
kernel sangat mempengaruhi kualitas minyak yang dihasilkan. Kernel yang
ditumbuhi jamur akan membuat minyak berwarna cokelat gelap dan bukan
kuning keemasan. Kernel yang telah kering diperas dengan mesin peras uril
yang terbuat dari stainless steel dengan tekanan 20-60 PSi selama 15 menit
yang akan menghasilkan minyak kelor yang bercampur dengan bubur biji dan
ampas biji (Gambar 11b). Mesin dapat menampung 2.5 kg kernel kering
setiap kali pemerasan. Kernel kelor dengan kualitas yang baik dapat
menghasilkan 2.1 liter minyak dari pemerasan 10 kg kernel kelor. Minyak
hasil perasan kemudiaan diendapkan selama 15 hari untuk memisahkan bubur
biji dan minyak murninya. Pemisahan secara alami ini menjamin tetap
terjaganya kualitas minyak biji kelor karena air dan polutan lainnya turut
mengendap dalam bubur biji. Sifat biji kelor adalah koagulan yang dapat
menjernihkan dan mengendapkan kotoran, serta bakteri dan jamur. Minyak
biji kelor murni yang telah terpisah secara alami dikemas dalam botol kaca 20 ml
dan botol plastik untuk kemasan 100 ml. Minyak biji kelor memiliki daya
simpan hingga lima tahun. Minyak biji kelor dapat digunakan sebagai obat
dan kosmetik.
22

A B
A
Gambar 11. Proses pembuatan minyak dari biji kelor. (a). Pemisahan kernel
dari kulit biji, (b). Pemerasan kernel biji kelor untuk
menghasilkan minyak.

f. Serbuk biji kelor


Kernel kelor kering yang sudah diambil minyaknya dihaluskan dengan
menggunakan mesin pembuat serbuk yang terbuat dari stainless steel
(Gambar 12a). Rata-rata dari 26.13 kg bobot biji kelor, terjadi penyusutan
bobot 34% yaitu menjadi 17.31 kg setelah dikupas kulit biji atau kernelnya.
Pembuatan serbuk dilakukan sebanyak tiga kali untuk menjamin hasil serbuk biji
yang halus dan memudahkan dalam pengayakan. Serbuk biji kelor disaring dengan
ayakan yang terbuat dari stainless steel untuk menghasilkan serbuk daun dengan
tingkat kehalusan 200 mesh (Gambar 12b) dan memisahkan butiran yang masih
kasar. Serbuk yang lolos saringan, kemudian dikemas dalam kemasan
aluminium foil dengan ketebalan 125 µ untuk didistribusikan atau disimpan
sebagai stok. Serbuk biji kelor digunakan sebagai bahan kosmetik dan
suplemen dalam kapsul.

A B
A
Gambar 12. Proses pembuatan serbuk biji. (a). Mesin pembuat serbuk biji dan
daun dengan tingkat kehalusan 200 mesh dan 500 mesh, (b). Serbuk
biji kelor.

g. Kapsul biji kelor


Serbuk biji kelor dengan tingkat kehalusan 200 mesh dimasukan ke
dalam kapsul. Proses memasukan serbuk ke dalam kapsul dilakukan dengan
menggunakan alat pengisi kapsul yang terbuat dari stainless steel dan
dilakukan dalam kondisi steril. Kapsul kemudian dikemas di dalam botol
23

plastik dan diberi label. Kemasan untuk kapsul biji kelor ada dua, yaitu botol
yang berisi 50 kapsul dan 100 kapsul. Serbuk kapsul daun kelor digunakan
sebagai suplemen herbal.

Pemasaran
Bahan baku berupa daun kering dan serbuk kasar dari petani mitra dijual ke
PT. Moringa Organik Indonesia. Daun kering diberi harga Rp65,000.00/kg
sedangkan serbuk kasar diberi harga Rp75,000.00/kg.
Sistem penjualan yang diterapkan PT. Moringa Organik Indonesia yaitu
sistem terputus. Perusahaan mengirimkan produk berdasarkan pesanan kemudian
pihak pemesan menyeleksi dan melakukan perhitungan ulang terhadap produk.
Produk dikirim menggunakan jasa pengiriman barang.
Saluran pemasaran yang dimiliki PT. Moringa Organik Indonesia yaitu
rantai pemasaran yang pendek. Penggunaan rantai pemasaran pendek lebih
menguntungkan karena proses pendistribusian produk cepat dan harga dari
produsen ke konsumen tidak terlampau jauh. Produk disalurkan ke lebih dari 100
gerai yang ada di seluruh Indonesia, reseller dan konsumen langsung. Informasi
produk disebarkan melalui website PT. Moringa Organik Indonesia, cerita dari
orang ke orang lain yang sudah merasakan manfaat dari produk, melalui program
sosial dan pelatihan kelor.
Harga yang ditetapkan ada tiga, yaitu harga gerai, reseller dan eceran. Harga
gerai diberikan ketika pembelian barang minimal Rp5,000,000.00 dan
berkomitmen membuka gerai di daerah tertentu. Harga reseller diberikan setelah
pembelian produk minimal Rp2,000,000.00 atau telah mengikuti pelatihan kelor.
Harga eceran merupakan harga standar penjualan. Pemesanan dilakukan dengan
menghubungi langsung kepala pengolahan dan pemasaran.

Aspek Manajerial

Penulis bekerja sebagai karyawan harian lepas, pendamping kepala produksi


dan pendamping kepala pengolahan dan pemasaran selama mengikuti magang.
Penulis mempelajari aspek manajerial dalam mengelola kebun dengan petani
mitra dan unit pengolahan dengan PT. Moringa Organik Indonesia.

Karyawan Harian
Karyawan harian pada petani mitra secara umum terbagi menjadi: karyawan
kebun, karyawan perontok daun, karyawan pengeringan dan karyawan pembuat
serbuk daun kasar. Karyawan harian pada PT. Moringa Organik Indonesia terbagi
menjadi: karyawan pembuat minyak, karyawan pembuat serbuk biji, karyawan
laboratorium, karyawan pengemasan dan karyawan pengepakan. Karyawan kebun
adalah pekerja yang bertanggung jawab terhadap kegiatan budidaya pada lima
blok yang ada di kebun dengan tugas penanaman, penyulaman, pemupukan,
pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, pemangkasan dan panen.
Karyawan perontok daun terdiri dari pekerja wanita yang bertanggung jawab
dalam sortasi daun dan memisahkan anak daun dari tangkainya. Karyawan
pengeringan bertanggung jawab terhadap proses pengeringan daun kelor dengan
tugas mengontrol pengeringan daun dan menjaga kebersihan ruang pengering.
24

Karyawan pembuat serbuk bertanggung jawab terhadap proses pembuatan serbuk


daun kering dan biji sehingga tetap berkualitas. Karyawan pembuat minyak
bertanggung jawab dalam proses pembuatan minyak dari kernel kelor. Karyawan
laboratorium bertanggung jawab dalam pembuatan produk kosmetik kelor.
Karyawan pengemasan bertanggung jawab mengemas seluruh produk dan
memberi label pada produk. Karyawan pengepakan bertanggung jawab mengepak
produk sehingga siap untuk dikirim.
Karyawan harian mulai bekerja dari pukul 08.00-16.00 WIB dengan interval
waktu istirahat selama satu jam yaitu pukul 12.00-13.00 WIB. Berdasarkan upah
yang diberikan terbagi menjadi upah bulanan dan harian, serta upah borongan
yang diberikan kepada pekerja perontok daun sesuai jumlah daun yang didapatkan
dengan harga Rp2,000.00 per kilogramnya. Selama menjadi karyawan harian
selama dua bulan, penulis telah mengikuti berbagai pekerjaan sebagai pekerja
kebun, pekerja perontok daun, pekerja pengeringan, pekerja pembuat serbuk,
pekerja pembuatan minyak, pekerja laboratorium dan pekerja pengemasan.
Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan unit produksi, manajemen sumberdaya masih
kurang optimal dan masih kurangnya jumlah tenaga kerja sehingga jadwal
kegiatan belum berjalan dengan baik. Hanya terdapat enam orang karyawan untuk
mengerjakan seluruh tahapan budidaya tanaman. Standar jumlah tenaga kerja
diperlukan untuk setiap unit produksi dan pengolahan, serta penerapan spesifikasi
kerja sehingga kegiatan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Pendamping Kepala Produksi


Magang sebagai pendamping kepala produksi merupakan magang di lokasi
petani mitra. Kepala produksi mengemban tugas mengelola kebun untuk
mencapai target produksi perusahaan, mengawasi kinerja karyawan, mengawasi
kinerja unit pengering dan bertanggung jawab langsung terhadap direktur. Kepala
produksi bertugas membuat perencanaan produksi dan mengatur sumberdaya
manusia agar tercapainya target perusahaan yang ditetapkan, serta melaporkan
seluruh perkembangan dalam areal kebun dan pengeringan, serta produksi daun
kering dan serbuk daun kasar setiap bulannya terhadap direktur.
Perencanaan produksi yang dibuat oleh kepala produksi meliputi semua
aspek terutama budidaya tanaman. Perencanaan produksi dimulai dari penanaman,
pemeliharaan, hingga panen dan pascapanen. Kepala kebun menentukan bahan
tanam yang digunakan dan waktu penanaman pada bagian penanaman.
Perencanaan bagian pemeliharaan termasuk penentuan jenis, dosis, waktu
pemupukan, serta jenis dan dosis pemakaian pestisida. Waktu dan jumlah yang
akan dipanen ditentukan saat perencanaan panen serta perlakuan pascapanen
hingga barang dikirim ke unit pengolahan. Organisasi produksi dilakukan dengan
membagi pekerja menjadi tiga unit produksi, yaitu unit kebun, unit pengeringan
dan unit pembuatan serbuk kasar. Penggerakan (actuating) produksi dilakukan
dengan memberikan tugas kepada setiap unit produksi sesuai perencanaan
sehingga target produksi tercapai. Pengawasan (controlling) produksi juga perlu
dilakukan dengan memberikan pengawasan yang intensif kepada kinerja
karyawan pada setiap unit produksi sesuai standar operasional yang ditetapkan
sehingga kualitas produk tetap terjaga.
Penulis melakukan pengawasan terhadap seluruh pekerjaan dalam kebun
yang membawahi enam karyawan harian yang bekerja di kebun, pekerjaan dalam
25

unit pengering yang membawahi tiga orang karyawan harian, pekerjaan dalam
unit pembuat serbuk daun kasar yang membawahi satu orang karyawan harian dan
kegiatan perontokkan daun yang membawahi 8-20 pekerja borongan selama
menjadi pendamping kepala kebun. Luas kebun yang diawasi mencapai 3 ha.
Penulis juga mengawasi kondisi pertanaman kelor terkait hama dan penyakit.
Penulis melakukan pengawasan sesuai standar operasional prosedur yang
ditetapkan oleh perusahaan. Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan sebagai asisten
kepala produksi, belum adanya perencanaan dan jadwal kegiatan produksi
menyebabkan banyak keterlambatan kegiatan produksi sehingga kegiatan belum
berjalan optimal. Perencanaan awal dan pembuatan jadwal kegiatan produksi
diperlukan agar kegiatan dapat berjalan dengan teratur dan dapat dilakukan
evaluasi setiap tahunnya.

Pendamping Kepala Pengolahan dan Pemasaran


Kepala pengolahan dan pemasaran mengemban tugas mengelola unit
pengolahan, mengawasi kinerja karyawan, menerima pesanan dari konsumen dan
menentukan jumlah produk yang diproduksi, memeriksa laporan penjualan serta
bertanggung jawab langsung terhadap direktur. Kepala pengolahan dan pemasaran
menerima pesanan langsung dari konsumen via telepon, sehingga dapat
ditentukan jumlah produk yang akan diproduksi untuk dijual dan penyimpanan
stok.
Perencanaan pengolahan yang dibuat oleh kepala pengolahan dan
pemasaran dengan menentukan jumlah bahan baku dan produk yang dihasilkan
sesuai permintaan konsumen. Organisasi pengolahan dilakukan dengan membagi
pekerja menjadi pekerja pembuat minyak, pekerja pembuat serbuk, pekerja
pembuat kosmetik, pekerja pengemasan dan pengepakan. Penggerakan (actuating)
pengolahan dilakukan melalui koordinasi dengan karyawan terkait jumlah
produksi dilakukan via telepon setiap harinya. Pengawasan (controlling) kinerja
karyawan dilihat dari laporan kegiatan pekerja.
Penulis mempelajari pekerjaan pengolahan dan pemasaran diantaranya line-
up, mengabsensi pekerja, mengatur alur pekerjaan karyawan, mengawasi kinerja
karyawan sampai selesai termasuk di dalamnya kegiatan pengolahan seperti
pembuatan serbuk, pembuatan minyak, pembuatan kosmetik, pengemasan dan
pengepakan selama menjadi pendamping kepala pengolahan dan pemasaran.
Penulis juga belajar bagaimana sistem pemasaran produk yang diterapkan. Penulis
melakukan pengawasan yang membawahi sembilan karyawan harian. Penulis
melakukan pengawasan dengan melihat kualitas pekerjaan karyawan agar sesuai
dengan tugas yang dijalankan atau diperintahkan oleh kepala pengolahan dan
pemasaran.

Aspek Khusus

Panen

Perencanaan Panen
Perencanaan panen merupakan hal penting karena berkaitan dengan jumlah
produksi yang ingin dicapai oleh perusahaan. Perencanaan panen juga berkaitan
26

dengan biaya operasional yang dikeluarkan oleh perusahaan. Perencanaan panen


bertujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja dan kesiapan di lapangan.
Perencanaan panen dibuat dengan melihat kapasitas ruang pengering, karena kelor
dijual dalam bentuk daun kering. Kebun memiliki luas 3 ha yang dibagi menjadi
lima blok, namun dari luasan tersebut belum semuanya dapat dipanen dengan
optimal. Perencanaan produksi yang belum dibuat oleh kepala produksi
menjadikan rotasi panen tidak berjalan dengan teratur setiap bloknya.
Kapasitas mesin pengering hanya dapat menampung 200 kg daun yang sudah
dirontokkan per dua hari pengeringan, menyebabkan masih banyak daun yang telat
dipanen. Berdasarkan hasil pengamatan, kelor menghasilkan rata-rata 61.4 g daun yang
sudah dirontokkan per tanamannya, sehingga dibutuhkan 3,258 tanaman untuk
memenuhi kapasitas ruang pengering. Jarak tanam yang digunakan adalah 1 m x 1 m,
sehingga terdapat 10,000 tanaman kelor per hektarnya dengan potensi produksi sebesar
614 kg daun yang sudah dirontokkan dalam satu kali panen. Kapasitas ruang
pengering 200 kg dan pengeringan dilakukan satu minggu tiga kali, maka
perbandingan jumlah luasan kebun yang dimiliki dengan kapasitas ruang
pengering kurang efisien. Produksi rata-rata daun yang sudah dirontokkan
perbulannya adalah 1,962 kg (Tabel 1). Kapasitas ruang pengering perlu
ditingkatkan sehingga pemanfaatan hasil panen dapat berjalan dengan baik.
Kriteria daun yang dapat dipanen yaitu tangkai daun yang sudah memiliki sudut
tangkai daun antara 45o-90o, sudah muncul sedikit bakal daun di ketiak daunnya
(Gambar 13a), daun berwarna hijau tua. Panen kelor yang baik dilakukan pagi
atau sore hari. Daun yang telat dipanen ditandai dengan warna daun yang mulai
menguning dan sudah tumbuh bakal daun pada ketiak daun dengan ukuran cukup
besar (Gambar 13b).

A B
G

Gambar 13. Kriteria panen pada tanaman kelor. (a). Sudut tangkai daun 45o
dengan bakal daun yang masih kecil, (b). Sudut tangkai daun ± 90o
dengan bakal daun yang sudah besar

Organisasi Panen
Proses pemanenan dilaksanakan oleh pemanen dari pukul 07.00-12.00 WIB
karena perusahaan mengejar target 200 kg daun yang sudah dirontokkan setiap
kali proses pengeringan, padahal menurut Mishra et al. (2012), daun kelor mudah
kehilangan kelembapan setelah panen, panen yang baik dapat dilakukan di pagi
hari dan menyelesaikan proses pascapanen di hari yang sama.
27

Menurut standar operasional prosedur PT. Moringa Organik Indonesia bagian


panen dan pascapanen, panen dilakukan di pagi hari (pukul 7.00-10.00 WIB) atau sore
hari (pukul 15.00-17.00 WIB). Proses panen yang lama disebabkan karena jumlah
pekerja panen yang sedikit. Setiap kali panen hanya terdapat 4-6 orang tenaga
pemanen. Tenaga kerja di unit kebun hanya terdapat enam orang untuk
mengerjakan seluruh kegiatan budidaya. Standar jumlah tenaga kerja dibutuhkan
untuk budidaya kelor sehingga memudahkan untuk membuat perencanaan
produksi. Pelaksanaan standar operasional prosedur perusahaan pada petani mitra
yang kurang sesuai juga menyebabkan penurunan kualitas daun.

Pengaruh Perbedaan Teknik Panen terhadap Produksi


Panen di kebun kelor Blora dilakukan dengan teknik panen petik daun. Cara
panen kelor ada dua, yaitu teknik pangkas cabang mengacu pada penelitian
Mitariastini (2016) dengan tujuan panen untuk sayur segar (Gambar 14a) dan
teknik petik daun yang mengacu standar operasional prosedur PT. Moringa
Organik Indonesia (Gambar 14b).

A B

Gambar 14. Teknik panen pada tanaman kelor. (a). Teknik panen pangkas cabang,
(b). Teknik panen petik daun.
Pengamatan teknik panen dilakukan selama tiga periode panen. Data yang
didapat pada pengamatan periode panen pertama (Tabel 2) tidak dapat dianalisis
karena pada periode pertama kondisi tanaman masih baru dipangkas dan daun
belum siap dipanen hingga 35 hari setelah pangkas (HSP). Teknik panen petik
daun periode pertama hanya memiliki satu data, yaitu data pengamatan satu kali
panen. Panen petik daun diamati sebanyak lima kali panen untuk setiap periode.
Panen pertama dilakukan bersamaan pada 35 HSP untuk teknik pangkas cabang
dan petik daun.

Tabel 2. Data perbedaan teknik panen terhadap produksi periode 1 (35 HSP)
Parameter
Perlakuan Jumlah Jumlah Bobot Bobot anak
cabang daun brangkasan (g) daun (g)
Teknik panen petik
daun 6.10 29.60 150.60 96.40
Teknik panen
pangkas cabang 5.00 19.60 211.00 61.70
28

Perlakuan dibandingkan dengan melihat nilai P-value untuk mengetahui


pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diuji. Besarnya pengaruh perlakuan
terhadap parameter dilihat dari hasil persentase perbandingan kedua teknik panen
untuk setiap parameter yang diuji. Berdasarkan hasil uji perbedaan teknik panen
terhadap produksi (Tabel 3), diperoleh perlakuan teknik panen tidak
mempengaruhi jumlah cabang. Jumlah daun pada perlakuan teknik panen petik
daun memiliki rata-rata lebih tinggi sebesar 149% pada periode dua dan 105%
pada periode tiga dari pada tanaman yang dipanen dengan teknik pangkas cabang.
Tanaman yang dipanen dengan teknik pangkas cabang menggunakan banyak
energinya untuk pembentukan cabang baru selama proses perkembangannya
hingga tanaman tersebut dapat dipanen kembali. Sesuai dengan pernyataan Holst
(2000), tanaman kelor yang dipanen dengan cara dipangkas maka semakin banyak
cabang yang terbentuk sehingga semakin banyak daun yang tumbuh.
Daun kelor yang dipanen dengan teknik pangkas cabang dapat
dikelompokan berdasarkan lapisannya. Lapisan atas atau pucuk merupakan daun
muda dengan warna hijau muda, pada lapisan tengah merupakan daun dengan usia
sedang atau medium yang memiliki warna hijau dan lapisan terbawah merupakan
daun dengan usia tertua dengan warna hijau gelap. Pemanfaatan daun muda atau
pucuk dari tanaman kelor digunakan untuk konsumsi sehari-hari dalam skala
rumah tangga, sedangkan untuk skala industri akan sulit untuk diimplementasikan
karena jumlah pucuk setiap pohon terbatas (Sugianto, 2016). Tanaman yang
dipanen dengan teknik panen petik daun memiliki rata-rata bobot brangkasan
lebih tinggi sebesar 146% pada periode kedua dan 52% pada periode ketiga
dibandingkan yang dipanen dengan menggunakan teknik pangkas cabang. Bobot
brangkasan pada teknik panen petik daun mengalami penurunan pada periode
ketiga, sejalan dengan penurunan jumlah daun (Tabel 3). Bobot brangkasan pada
perlakuan teknik pangkas cabang mengalami peningkatan walaupun sama-sama
terjadi penurunan terhadap jumlah daun pada periode ketiga.
Produksi kelor dapat dilihat dari bobot anak daunnya. Tanaman yang
dipanen dengan teknik panen petik daun memiliki rata-rata bobot anak daun lebih
tinggi sebesar 402% pada periode kedua dan 229% pada periode ketiga dari pada
teknik panen pangkas cabang. Teknik panen petik daun pada periode ketiga
mengalami penurunan 29%, sedangkan dengan teknik panen pangkas cabang
mengalami peningkatan sebesar 8% pada periode ketiga. Panen kelor dengan
teknik panen petik daun terus mengalami penurunan produksi setelah periode
panen kedua. Pemangkasan perlu dilakukan karena produktivitas tanaman rendah
dan tanaman terlalu tinggi untuk dipanen. Kelor yang dipanen dengan teknik
pangkas cabang menyisakan cabang, tangkai daun dan daun muda yang terbuang.
Kelor yang dipanen dengan teknik petik daun yang hanya menyisakan tangkai
daun. Panen kelor dengan teknik pangkas cabang lebih cocok digunakan untuk
tujuan produksi pakan ternak sehingga tidak ada bagian tanaman yang terbuang
dengan menggunakan jarak tanam yang lebih rapat untuk meningkatkan produksi.
Kelor yang dipanen dengan teknik petik daun lebih cocok digunakan untuk tujuan
produksi pangan. Sesuai dengan pernyataan Amaglo et al. (2006), jarak tanam
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan dan produksi kelor dengan
memperhatikan pemupukan untuk produksi yang berkelanjutan. Berdasarkan
penelitian Gross (2012), kepadatan tanaman yang tinggi menghasilkan biomassa
tanaman yang lebih tinggi dan batang yang lebih panjang, tetapi diameter
29

batangnya lebih kecil. Kepadatan tanaman yang lebih rendah menghasilkan


biomassa tanaman yang lebih rendah, tetapi menghasilkan pertumbuhan tanaman
individu yang lebih tinggi yang ditunjukkan dari hasil diameter batang yang lebih
tebal.

Tabel 3. Hasil uji-t perbedaan teknik panen terhadap produksi


Perlakuan Periode 2 Periode 3
Jumlah cabang
Teknik panen petik daun 5.10 4.50
Teknik panen pangkas cabang 5.30 3.50
P-value 0.87tn 0.18tn
Jumlah daun
Teknik panen petik daun 52.70 38.10
Teknik panen pangkas cabang 21.10 18.50
P-value 0.00** 0.00**
Bobot brangkasan (g)
Teknik panen petik daun 549.00 399.00
Teknik panen pangkas cabang 223.00 261.00
P-value 0.00** 0.02*
Bobot anak daun (g)
Teknik panen petik daun 335.40 238.60
Teknik panen pangkas cabang 66.70 72.50
P-value 0.00** 0.00**
Keterangan: **: berpengaruh sangat nyata pada α = 1%, *: berpengaruh nyata pada α = 5%,
tn: tidak nyata.

Pengawasan Panen
Quality control merupakan salah satu cara agar kegiatan panen dan
pascapanen dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Quality control yang
diterapkan yaitu quality control pengeringan. Quality control pengeringan
merupakan pemeriksaan kualitas daun yang dipanen meliputi warna daun,
kelayuan daun dan kondisi daun dari hama dan penyakit. Daun yang dipanen
hanya daun yang sudah berwarna hijau tua. Namun menurut Mishra et al. (2012)
daun muda dan tua keduanya cocok untuk membuat serbuk daun kering.
Penumpukan daun hasil panen menyebabkan terjadinya proses pelayuan,
sehingga daun agak sulit untuk dirontokkan. Berdasarkan penelitian Sayekti (2016)
waktu pelayuan daun kelor yang lama menyebabkan tingginya senyawa antioksidan
yang hilang selama proses pelayuan. Menurut standar operasional prosedur
perusahaan, daun hasil panen masuk ruang pengering maksimal empat jam setelah
daun dipanen dan tinggi tumpukan hasil panen tidak boleh lebih dari 20 cm serta
disusun berdasarkan pangkal tangkainya.
Daun yang berwarna kuning dan terserang hama serta penyakit dipisahkan
sebelum masuk ruang pengering. Pekerja yang memisahkan anak daun dari
tangkainya (perontok daun) merupakan pekerja yang sama dalam menyeleksi
daun. Pekerja perontok daun merupakan pekerja borongan yang mengejar target
30

jumlah daun yang tinggi sehingga kurang memperhatikan standar operasional


prosedur yang ditetapkan. Pemberian informasi dan pengawasan yang lebih
intensif dibutuhkan terkait standar operasional prosedur perusahaan kepada
pekerja sehingga kualitas daun tetap terjaga.

Pengeringan

Pengeringan merupakan hal terpenting dalam produksi kelor. Kualitas dari


produk kelor bergantung dari teknik pengeringan daun, karena berpengaruh
terhadap jumlah nutrisi. Teknik pengeringan yang diterapkan oleh PT. Moringa
Organik Indonesia menghasilkan daun kering yang tetap berwarna hijau dan
nutrisi yang terkandung di dalam daun tetap terjaga. Menurut Moyo et al. (2011)
mengeringkan daun membantu untuk mengonsentrasikan nutrisi. Daun kering
dapat digunakan ketika pangan langka atau dapat diangkut ke daerah di mana
kelor tidak dibudidayakan. Menurut Joshi dan Mehta (2010), pengeringan adalah
salah satu strategi yang paling mungkin untuk mengawetkan sayuran yang bersifat
musiman dan mudah rusak. Daun kelor tersedia banyak dan murah. Daun kelor
juga dapat berfungsi sebagai sumber nutrisi dan dapat digunakan untuk
memerangi malnutrisi.

Teknik Pengeringan
Pengeringan oleh PT. Moringa Organik Indonesia dilakukan dengan suhu
rendah terkontrol, menggunakan ruang pengering dan terhindar dari cahaya
matahari. Menurut Adu-Gyamfi dan Mahami (2014), mayoritas produsen kelor
menggunakan ruang pengering untuk mengeringkan daun karena jika
menggunakan metode pengeringan mekanik atau dengan panas matahari akan
terjadi pencucian nutrisi. Suhu ruang pengering dipertahankan 30-35 oC dan
kelembapan dibuat hingga 46% RH. Energi panas didapat dari lampu sorot 300 Watt
dan kelembapan diatur dengan alat dehumidifier. Berdasarkan penelitian Fitriani
(2016), semakin tinggi suhu pengeringan maka akan semakin rendah aktivitas
antioksidannya dan dapat merusak antioksidan pada daun. Menurut Adu-Gyamfi
dan Mahami (2014), suhu pengeringan ruangan (28-32 oC) lebih rendah daripada suhu
pengeringan mekanis (50-55 oC) dan pengeringan matahari (35-55 oC), sehingga
peningkatan kelembapan dapat mendukung pertumbuhan mikroba.
Standar operasional prosedur pengeringan yang diterapkan perusahaan dapat
mengonsentrasikan nutrisi pada daun kering dan menjaga produk dari kontaminasi
mikroba yang dibuktikan dari pengujian kandungan serbuk daun kelor yang
terdapat pada Lampiran 8. Pengaturan suhu dan kelembapan merupakan kunci
terpenting dalam pengeringan daun kelor. Menurut Dima et al. (2016) daun kelor
pada dasarnya memiliki sifat antimikroba.
Bagian tanaman kelor yang dikeringkan hanya anak daunnya saja. Tangkai daun
dipisahkan ketika dikeringkan karena hanya anak daun yang memiliki kandungan
nutrisi yang tinggi. Kandungan nutrisi akan berkurang per satuan bobot jika dilakukan
pembuatan serbuk dengan mencampurkan anak daun dan tangkai daunnya. Tangkai
daun hasil sortasi tidak dibuang, tetapi dimanfaatkan sebagai pakan sapi. Tangkai daun
kelor juga mengandung antinutrisi sehingga tidak ikut dikeringkan. Kandungan
antinutrisi pada tanaman kelor perlu diteliti lebih lanjut terkait jumlah antinutrisi pada
kelor yang dapat merugikan. Menurut Ogbe dan Affiku (2011) daun kelor sendiri
31

mengandung antinutrisi seperti tanin, phytates, inhibitor tripsin, saponin, oksalat dan
sianida dengan kadar yang rendah. Namun tingkat antinutrisi yang terdeteksi dalam
daun kelor sangat rendah. Berdasarkan penelitian Ferreira et al. (2008) biji dan batang
kelor mengandung tannin, saponin dan alkaloid yang secara biologis penting bagi daun
dan batang, namun dengan kadar yang tidak beracun untuk ruminansia.

Pengaruh Pra Pengeringan terhadap Rendemen Daun Kelor Kering


Daun basah masuk ke dalam ruang pengering secara bertahap. Rata-rata terdapat
dua sesi masuknya daun ke ruang pengering yaitu pukul 11.00 dan 13.00 WIB. Daun
yang lebih dahulu masuk ruang pengering mendapatkan perlakuan pra
pengeringan, yaitu dengan menyalakan kipas angin dan exhaust fan pada ruang
pengering. Pra pengeringan dimaksudkan untuk menjaga kelembapan ruangan dan
mencegah daun terfermentasi. Pengeringan dimulai bersamaan dan periode
pengeringan berlangsung 44 jam atau kurang lebih dua hari. Dua sesi masuknya
daun ke pengering terjadi karena empat faktor, yaitu: adanya target daun basah
yang dikeringkan yaitu 200 kg, proses perontokkan daun dilakukan secara
manual, tenaga kerja perontok daun merupakan pekerja borongan sehingga jumlah
daun yang dirontokkan tidak tetap dan daun kelor masuk ruang pengering
maksimal empat jam sejak daun dipanen. Perbedaan waktu masuknya daun ke
ruang pengering juga menyebabkan waktu keringnya daun pada setiap rak tidak
sama. Pengemasan daun kering dilakukan saat semua daun kering sempurna.
Perlakuan dibandingkan dengan melihat nilai P-value untuk melihat
pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diuji. Besarnya pengaruh perlakuan
terhadap parameter dilihat dari hasil persentase perbandingan perlakuan pra
pengeringan dan tanpa pra pengeringan untuk setiap parameter yang diuji.
Perlakuan pra pengeringan tidak mempengaruhi kualitas daun kering dari segi
jumlah air pada daun. Bobot kering dan rendemen daun tanpa pra pengeringan
lebih tinggi sebesar 10% dan 13% dari daun yang dikeringkan dengan pra
pengeringan (Tabel 4). Perlakuan pra pengeringan tidak harus dilakukan sehingga
waktu pengeringan menjadi dua jam lebih cepat, dengan melakukan penambahan
pekerja panen, pekerja perontok daun dan pekerja pengering. Perlakuan pra
pengeringan dan tanpa pra pengeringan tidak mempengaruhi persentase rendemen
daun kelor.

Tabel 4. Hasil uji-t perlakuan pra pengeringan terhadap rendemen daun


Parameter
Perlakuan
Bobot kering (g) Rendemen (%)
Pra pengeringan 457.70 0.22
Tanpa pra pengeringan 504.30 0.25
P-value 0.21tn 0.21tn
Keterangan: **: berpengaruh sangat nyata pada α = 1%, *: berpengaruh nyata pada α= 5%,
tn: tidak nyata.

Kehilangan Hasil
Kehilangan hasil terjadi dalam proses pengeringan daun kelor. Kehilangan
hasil disebabkan karena cara penanganan daun saat di ruang pengering yang
kurang tepat. Daun yang terjatuh ke lantai saat daun dimasukan ke dalam rak
32

pengering merupakan penyumbang terbesar kehilangan hasil. Daun yang sudah


terjatuh tidak boleh ikut dikemas karena telah terkontaminasi. Pengemasan daun
kering secara manual menyebabkan masih terdapat daun yang tidak terangkut,
karena daun yang berada pada sudut dan sisi rak cukup sulit untuk diambil. Rata-
rata terjadi kehilangan hasil sebesar 1,403.3 g daun kering setiap kali proses
pengeringan. Harga daun kering oleh petani mitra adalah Rp75,000.00 sehingga
terjadi kerugian sebesar Rp105,247.00 setiap kali proses pengeringan dari daun
yang tidak ikut dikemas. Teknis penanganan pengeringan yang tepat diperlukan
untuk meminimalkan kehilangan hasil, misalnya menggunakan mesin pengisap
untuk mengemas daun dari rak pengering ke dalam plastik.

Pembuatan Serbuk

Pembuatan serbuk merupakan proses menggiling daun kering menjadi


serbuk daun. Kelor dalam bentuk serbuk dapat meningkatkan daya simpan hingga
satu tahun. Kelor dalam bentuk daun kering hanya memiliki daya simpan enam
bulan. Berdasarkan penelitian Mishra et al. (2012), serbuk daun kelor dapat
menyerap kembali kelembapan selama atau setelah digiling. Kondisi panas atau
terkena cahaya dapat menurunkan kandungan nutrisi. Serbuk daun kelor dapat
disimpan hingga enam bulan dalam kondisi berikut: bersih, serbuk dalan kondisi
kering yang disimpan dalam wadah kedap udara, terlindung dari cahaya dan
kelembapan, serta disimpan di bawah suhu 24 °C.
Pembuatan serbuk daun yang dilakukan di unit produksi petani mitra hanya
sampai pembuatan serbuk kasar. Serbuk daun kasar (80 mesh) dihaluskan kembali
menjadi 200 mesh dan 500 mesh di PT. Agaricus Sido Makmur Sentosa
(ASIMAS). Serbuk daun dari petani mitra juga disterilisasi untuk meminimalkan
kontaminasi mikroba. Sterilisasi dilakukan untuk menjaga kualitas serbuk daun
karena perusahaan tidak dapat menjamin petani mitra menerapkan standar
operasional prosedur perusahaan dengan baik.

Analisis Usaha Tani

Pendapatan usaha tani dapat digambarkan oleh hasil analisis penerimaan


atas biaya yang dikeluarkan (R/C rasio) pada kegiatan usaha tani. Perhitungan
R/C rasio digunakan untuk melihat besarnya penerimaan yang akan diperoleh
petani dari setiap biaya yang dikeluarkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa
usaha tani kelor dengan luas 2.4 ha tergolong layak dan menguntungkan untuk
diusahakan berdasarkan nilai R/C rasio sebesar 1.3 dalam satu bulan pengolahan
(Tabel 5). Produksi daun basah di kebun kelor Blora dengan luas 2.4 ha sebesar
1,962.8 kg per bulan (Tabel 1). Angka tersebut termasuk rendah karena
berdasarkan perhitungan produktivitas di lapangan, kelor memiliki produkvitas
614 kg/ha dalam sekali panen. Kelor di kebun kelor Blora dapat dipanen satu minggu
sekali, jadi dengan luas kebun 2.4 ha memiliki potensi produksi 5,894.4 kg per bulan.
Potensi produksi yang tinggi namun belum semua dapat termanfaatkan
dengan baik. Hal tersebut terjadi karena kondisi listrik yang kurang stabil
sehingga dari dua ruang pengering yang ada hanya satu ruang pengering yang
digunakan. Keuntungan yang didapat petani mitra setiap bulannya sebesar
Rp9,126,466.00. Nilai R/C rasio sebesar 1.3 menandakan penambahan biaya
33

usaha sebesar 1% akan memperoleh pemasukan sebesar 1.3%. Peningkatan


kapasitas ruang pengering dapat meningkatkan keuntungan usaha tani dan potensi
produksi di kebun dapat termanfaatkan dengan optimal.

Tabel 5. Analisis kelayakan usaha tani kebun kelor Blora


Jumlah
No Rincian Volume Satuan Harga (Rp)
(Rp)
A Biaya tetap
1 Penyusutan
0.8 %/bulan 500,000 4,000
peralatan
2 Penyusutan ruang
0.4 %/bulan 100,000,000 400,000
pengering
3 Penyusutan lahan 0.4 %/bulan 60,000,000 240,000
4 Penyusutan
jaringan irigasi 1.0 %/bulan 84,000,000 840,000
sprinkler
Total 1,484,000
B Biaya variabel
1 Pupuk dan
1.0 paket/bulan 1,000,000 1,000,000
pestisida nabati
2 Listrik 3,658.2 kWH/bulan 1,467 5,366,667
3 Tenaga kerja
6.0 orang/bulan 780,000 4,680,000
budidaya
4 Tenaga kerja
pengering dan 4.0 orang/bulan 1,950,000 7,800,000
pembuat serbuk
5 Tenaga kerja
1,963.0 kg/bulan 1,500 2,944,200
perontok daun
6 Transportasi 1.0 paket/bulan 466,667 466,667
Total 22,257,534
C Penerimaan
usaha tani
Serbuk kasar 396.0 kg/bulan 75,000 29,670,000
Daun kering 49.2 kg/bulan 65,000 3,198,000
Total 32,868,000
Total biaya (biaya
tetap + biaya 23,741,534
variabel)
Keuntungan
(penerimaan
9,126,466
usaha tani – total
biaya)
R/C rasio 1.3
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kegiatan magang di PT. Moringa Organik Indonesia meningkatkan


kemampuan teknis dan manajemen penulis dalam kegiatan budidaya tanaman
kelor.
2. Kriteria daun kelor yang dapat dipanen yaitu tangkai daun sudah memiliki
sudut tangkai daun antara 45o-90o, sudah muncul sedikit bakal daun di ketiak
daunnya dan daun berwarna hijau tua.
3. Pengawasan dan sosialisasi yang berkelanjutan terkait standar operasional
prosedur penting dilakukan kepada petani mitra untuk menjamin kualitas
bahan baku yang tetap.
4. Panen kelor dengan teknik pangkas cabang lebih cocok digunakan untuk
tujuan produksi pakan. Kelor yang dipanen dengan teknik petik daun lebih
cocok digunakan untuk tujuan produksi pangan.
5. Pengeringan merupakan kunci terpenting dalam produksi kelor untuk pangan.
Suhu ruang pengering dipertahankan 30-35 oC dan kelembapan dibuat hingga
46% RH.
6. Perlakuan pra pengeringan dan tanpa pra pengeringan tidak mempengaruhi
persentase rendemen daun kelor.

Saran

1. PT. Moringa Organik Indonesia perlu memberikan pengawasan yang intensif


terkait penerapan standar operasional prosedur perusahaan yang sudah
ditetapkan kepada petani mitra sehingga kualitas produk tetap terjaga.
2. Standar jumlah tenaga kerja terkait budidaya kelor perlu dibuat sehingga
memudahkan dalam membuat perencanaan produksi.
3. Perlu penelitian lebih lanjut terkait jarak tanam yang tepat untuk kelor yang
dipanen dengan teknik pangkas cabang sehingga berproduksi optimum.
4. Waktu pengeringan dapat menjadi dua jam lebih cepat, jika dilakukan
penambahan jumlah pekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Abdalla, M.M. 2013. The potential of Moringa oleifera extract as a biostimulant


in enhancing the growth, biochemical and hormonal contents in rocket
(Eruca vesicaria subsp. sativa) plants. Int. J. Plant Physiol. Biochem.
5(3):42-49.
Adu-Gyamfi, A., T. Mahami. 2014. Effect of drying method and irradiation on
the microbiological quality of moringa leaves. Int. J. Food Sci. Nutr.
3(2): 91-96.
35

Amaglo, N. 2006. How to produce moringa leaves efficiently. Moringa and other
highly nutritious plant resources: strategies, standards and markets for a
better impact on nutrition in Africa. International Workshop on Moringa.
Accra, 16-18 November 2006.
Amaglo, N.K., G.M. Timpo, W.O. Ellis, R.N. Bennett. 2006. Effect of spacing
and harvest frequency on the growth and leaf yield of moringa (Moringa
oleifera Lam.), a leafy vegetable crop. Moringa and other highly nutritious
plant resources: strategies, standards and markets for a better impact on
nutrition in Africa. International Workshop on Moringa. Accra, 16-18
November 2006.
Aminah, S., T. Ramdhan, M. Yanis. 2015. Kandungan nutrisi dan sifat
fungsional tanaman kelor (Moringa oleifera). Buletin Pertanian Perkotaan
5(2):35-44.
[Balitbangtan] Badan Litbang Pertanian NTB. 2011. Teknologi budidaya kelor.
http://ntb.litbang.pertanian.go.id [30 Agustus 2017].
Biswas, B.C. 2010. Cultivation of medicinal plant success stories of two farmers.
Fertilizer Marketing News 41(3):1-5.
Budiana, I.N., I.G.K.D. Arsana. 2013. Kajian budidaya tanaman kelor (Moringa
oleifera) sebagai sayuran alternatif pemanfaatan sumber daya genetik lokal
di Bali. Dalam E.T. Susila, P. Basundana, Taryono, E. Sulistyaningsih,
M. Nurudin, S.M. Rohman, D. Widianto, D.W. Respatie (Eds). Prosiding
Seminar Nasional. Pengembangan dan Pemanfaatan IPTEKS untuk
Kedaulatan Pangan. Yogyakarta, 2014.
Darma, B., W.I. Sudira, H. Mahatmi. 2013. Efektivitas perasan akar kelor
(Moringa oleifera) sebagai pengganti antibiotik pada ayam broiler yang
terkena kolibasilosis. Indonesia Medicus Veterinus 2(3):331-346.
Desiawati, D. 2013. Tinjauan konservasi kelor (Moringa oleifera Lam.): studi
kasus di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dima, L.L.R., Fatmawati, W.A. Lolo. 2016. Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun
kelor (Moringa oleifera L.) terhadap bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi 5(2):282-289.
[ECHO] Educational Concerns of Hunger Organization. 2006. Moringa. Florida,
USA. http://www.echonet.org/ [12 Januari 2018].
Ferreira, P.M.P., D.F. Farias, J.T.D.A. Oliveira, A.S.F.U. Carvalho. 2008.
Moringa oleifera: bioactive compounds and nutritional potential. Rev.
Nutr. 21(4):431-437.
Fitriani, N. 2016. Aktivitas antioksidan teh kombinasi daun anting-anting dan
daun kelor dengan variasi suhu pengeringan. Skripsi. Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Giridhari, V.V.A., D. Malathi, K. Geetha. 2011. Anti diabetic property of
drumstick (Moringa oleifera) leaf tablets. Int. J. Health Nutr. 2(1):1-5.
Gopalakrishnan, L., K. Doriya, D.S. Kumar. 2016. Moringa oleifera: A review
on nutritive importance and its medicinal application. Food Science and
Human Wellness 5:49–56.
36

Gross, M. 2012. A study of the initial establishment of multi-purpose moringa


(Moringa oleifera Lam) at various plant densities, their effect on biomass
accumulation and leaf yield when grown as vegetable. Afr. J. Plant Sci.
6(3):125-129.
Hendrawati, I.R. Yuliastri, Nurhasni, E. Rohaeti, H. Effendi, L.K. Darusman.
2016. The use of Moringa oleifera seed powder as coagulant to improve
the quality of waste water dan ground water. Earth and Environmental
Science 31:1-10.
Hidayat, S. 2009. Protein biji kelor sebagai bahan aktif penjernih air. Biospecies
2(2): 12-17.
Holst, S. 2000. Moringa: Nature’s Medicine Cabinet. Sierra Sunrise Publishing,
California, USA.
Ikalinus, R., S.K. Widyastuti, N.L.E. Setiasih. 2015. Skrining fitokimia ekstrak
etanol kulit batang kelor (Moringa oleifera). Indonesia Medicus
Veterinus 4(1)71-79.
Ikrarwati, N.A. Rokhmah. 2016. Budidaya Okra dan Kelor dalam Pot. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Jakarta, ID.
[ITIS] Integrated Taxonomic Information System. 2011. Moringa oleifera Lam.
http://www.itis.gov/ [20 Juni 2018].
Joshi, P., D. Mehta. 2010. Effect of dehydration on the nutritive value of
drumstick leaves. J. Metabolomics Syst. Biol. 1(1):5-9.
Kaput, C., H. Locke, T. Georges. 2015. Moringa: Export Market Potential for
Smallholder Farmers in Haiti. The Smallholder Farmers Alliance, Haiti,
HT.
Kar, S., A. Mukherjee, M. Ghosh, D.K. Bhattacharyya. 2013. Utilization of
moringa leaves as valuable food ingredient in biscuit preparation. IJASE.
1(1):29-37.
Kholis, N., F. Hadi. 2010. Pengujian bioassay biskuit balita yang disuplementasi
konsentrat protein daun kelor (Moringa oleifera) pada model tikus
malnutrisi. Jurnal Teknologi Pertanian 11(3):144-151.
Krisnadi, A.D. 2015. Kelor Super Nutrisi. Morindo Moringa Indonesia, Blora, ID.
Krisnadi, A.D. 2018. Profil. Moringa Organik Indonesia, Blora, ID.
Leone, A., A. Spada, A. Battezzati, A. Schiraldi, J. Aristil, S. Bertoli. 2015. Cultivation,
genetic, ethnopharmacology, phytochemistry and pharmacology of Moringa
oleifera leaves: an overview. Int. J. Mol. Sci. 16(1):12791-12835.
Marhaeniyanto, E., R. Sugeng, S. Susanti. 2015. Pemanfaatan daun kelor untuk
meningkatkan produksi ternak kelinci new zealand white. Buana Sains
15(2):119-126.
Martha, D.A.B., E. Prihastanti, S. Haryanti. 2016. Perbedaan kadar glukosa,
karotenoid dan biomassa alang-alang (Imperata cylindrica L. Beauv)
yang tumbuh di daerah ternaungi di Kecamatan Kunduran Blora dan
Ungaran Timur Semarang. Buletin Anatomi dan Fisiologi 1(1):59-67.
Mendieta-Araica, B., E. Sporndly, N. Reyes-Sa´nchez, F.S. Salmero´n-Miranda,
M. Halling. 2013. Biomass production and chemical composition of
Moringa oleifera under different planting densities and levels of nitrogen
fertilization. Agroforest Syst. 87:81-92.
Mishra, S.P., P. Singh, S. Singh. 2012. Processing of Moringa oleifera leaves
for human consumption. Bull. Env. Pharmacol. Life Sci. 2(1):28-31.
37

Mitariastini, N.L.G. 2016. Pertumbuhan dan produksi beberapa aksesi kelor


(Moringa oleifera Lam.) pada interval pemanenan berbeda. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Moyo, B., P.J. Masika, A. Hugo, V. Muchenje. 2011. Nutritional characterization
of moringa (Moringa oleifera Lam.) leaves. Afr. J. Biotechnol. 10(60):12925-
12933.
Nugroho, B.A., S.S. Miswadi, N.B. Santosa. 2014. Penggunaan serbuk biji kelor
untuk menurunkan kadar Pb, kekeruhan dan intensitas warna. Indo. J.
Chem. Sci 3(3):174-178.
Ogbe, A.O., J.P. Affiku. 2011. Proximate study, mineral and anti-nutrient
composition of Moringa oleifera leaves harvested from Lafia, Nigeria:
potential benefits in poultry nutrition dan health. JMBFS. 1(3):296-308.
Ogbuehi, I., E. Adikwu, D. Oputiri. 2014. Lipid lowering and appetite suppressive
effect of leaves of Moringa oleifera Lam. in rats. Br. J. Pharmacol. Toxicol.
5(3):103-108.
Palada, M.C., L.C. Chang. 2003. International cooperators’guide: suggested
cultural practicesfor moringa. AVRDC. Pub. 03-545:1-5. http://miracle
trees.org/ [12 Januari 2018].
Putra, I.W.D.P., A.A.G.O. Dharmayudha, L.M. Sudimartini. 2016. Identifikasi
senyawa kimia ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera L) di Bali.
Indonesia Medicus Veterinus 5(5):464-473.
Radiansah, R., N. Rahman, S. Nuryanti. 2013. Ekstrak daun kelor (Moringa
oleivera) sebagai alternatif untuk menurunkan kadar gula darah pada
mencit. J. Akad. Kim 2(2):54-61.
Radovich, T. 2009. Farm and Forestry Production and Marketing Profile for
Moringa (Moringa oleifera). C.R. In Elevitch (Eds). Specialty Crops for
Pacific Isldan Agroforestry. Permanent Agriculture Resources (PAR),
Holualoa. http:// agroforestry. net/scps [12 Januari 2018].
Ramadhani, S., T.A. Sutanhaji, B.R. Widiatmono. 2013. Perbandingan efektivitas
tepung biji kelor (Moringa oleifera lamk), poly aluminium chloride (PAC),
dan tawas sebagai koagulan untuk air jernih. Jurnal Keteknikan Pertanian
Tropis dan Biosistem 1(3):186-193.
Roloff, A., H. Weisgerber, U. Lang, B. Stimm. 2009. Moringa oleifera Lam,
1785. Enzyklopadie der Holzgewachse 40:1-8.
Sanchez, N.R., S. Ledin, I. Ledin. 2006. Biomass production and chemical
composition of Moringa oleifera under different management regimes in
Nicaragua. Agroforestry System 66: 231-242.
Santoso, B.B., I.G.M.A. Parwata. 2017. Viabilitas biji dan pertumbuhan bibit
kelor (Moringa oleifera Lam.). JSTL. 3(2):1-8.
Sauveur, A.D.S., M. Broin, S. Noamesi, N. Amaglo, M. Adevu, M. Glover
Amengor, G. Dosu, P. Adjepong, S. Adam, P. Attipoe. 2010. Growing and
Processing Moringa Leaves. Moringa News and MAG, Ghana, GH.
Sayekti, E.D. 2016. Aktivitas antioksidan teh kombinasi daun katuk dan daun
kelor dengan variasi suhu pengeringan. Skripsi. Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Sugianto, A.K. 2016. Kandungan gizi daun kelor (Moringa oleifera) berdasarkan
posisi daun dan suhu penyeduhan. Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
38

Sugihartini, N. 2017. Formulasi krim ekstrak daun kelor (Moringa oleifera)


sebagai sediaan antiaging. Periodical of Dermatology dan Venereology.
29(1):1-7.
Sohaimy, S.A.E., G.M. Hamad, S.E. Mohamed, M.H. Amar, R.R.A. Hindi.
2015. Biochemical and functional properties of Moringa oleifera leaves
dan their potential as a functional food. Glo. Adv. Res. J. Agric. Sci.
4(4):188-199.
Sutarjo, U.S., D. Budijanto. 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Taqwim, A., W. Astiko, B.B. Santoso. 2018. Pengaruh panjang dan diameter stek
batang terhadap pertumbuhan bibit kelor (Moringa oleifera Lam.). CROP
AGRO. Hlm. 1-15.
Thakur, S., A. Verma. 2013. Antihistaminic effect of Moringa oleifera seed
extract. IJPRAS. 2(1):56-59.
Toma, A., S. Deyno. 2014. Phytochemistry and pharmacological activities of
Moringa oleifera. IJP. 1(4):222-231.
Wahyuni, S., A.M. Asrikan, M.C.U. Sabana, S.W.N. Sahara, T. Murtiningsih, R.
Putriningrum. 2013. Uji manfaat daun kelor (Moringa oleifera Lamk)
untuk mengobati penyakit hepatitis b. Jurnal KesMaDaSka. Juli:100-103.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jurnal harian kegiatan magang sebagai karyawan harian di PT. Moringa Organik Indonesia
Prestasi kerja (satuan/HK)
Tanggal Uraiaan kegiatan Lokasi Keterangan
Penulis Karyawan Standar
08/02/2018 Pengenalan kebun dan unit pengolahan - - - Kebun dan -
pabrik
09/02/2018 Pembibitan - - - Green house Pelatihan
10/02/2018 Pembuatan serbuk biji 9 kg 11 kg 20 kg Pabrik -
11/02/2018 Libur hari minggu - - - - -
12/02/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 209 kg 209 kg 200 kg Kebun Kerja tim
13/02/2018 Penyulaman dan kontrol pengeringan - - - Kebun
14/02/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 205 kg 205 kg 200 kg Kebun Kerja tim
15/02/2018 Pemupukan dan pengendalian gulma Kebun blok 5 -
16/02/2018 Libur tahun baru imlek - - - - -
17/02/2018 Pembuatan serbuk kasar 18 kg 20 kg 20 kg Kebun Kerja tim
18/02/2018 Libur hari minggu - - - - -
19/02/2018 Pembuatan sabun muka dan pengepakan 50 pak 50 pak - Pabrik Kerja tim
20/02/2018 Pengemasan minyak dan kapsul 50 pak 50 pak - Pabrik Kerja tim
21/02/2018 Pembuatan kezai dan pengemasan minyak 50 pak 50 pak - Pabrik Kerja tim
22/02/2018 Pengemasan teh daun 50 pak 50 pak - Pabrik Kerja tim
23/02/2018 Pengemasan serbuk minuman kelor 100 pak 100 pak - Pabrik Kerja tim
24/02/2018 Pengemasan teh daun dan benih 50 pak 50 pak - Pabrik Kerja tim
25/02/2018 Libur hari minggu - - - Puri -
26/02/2018 Pelatihan - - - Puri -
27/02/2018 Pelatihan - - - Puri -
28/02/2018 Pelatihan - - - Puri -
41
Lampiran 1. Lanjutan
42

Prestasi kerja (satuan/HK)


Tanggal Uraian kegiatan Lokasi Keterangan
Penulis Karyawan Standar
01/03/2018 Pelatihan - - - Puri -
02/03/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 204 kg 204 kg 200 kg Kebun Kerja tim
03/03/2018 Pendamping kunjungan tamu dari Trubus 3 jam - - Kebun dan -
pabrik
04/03/2018 Libur hari minggu - - - - -
05/03/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 205 kg 205 kg 200 kg Kebun Kerja tim
06/03/2018 Kontrol pengering 7 jam 7 jam 7 jam Kebun
07/03/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 205 kg 205 kg 200 kg Kebun Kerja tim
08/03/2018 Kontrol pengering 7 jam 7 jam 7 jam Kebun -
09/03/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 201 kg 201 kg 200 kg Kebun Kerja tim
10/03/2018 Pembuatan serbuk kasar dan kontrol 20 kg 20 kg 20 kg Kebun -
pengering
11/03/2018 Libur hari minggu - - - - -
12/03/2018 Pembuatan minyak dan pengemasan teh 50 pak 50 pak - Pabrik Kerja tim
13/03/2018 Pembuatan serbuk biji 20 kg 20 kg 20 kg Pabrik -
14/03/2018 Pengemasan kapsul dan teh daun 60 pak 60 pak - Pabrik Kerja tim
15/03/2018 Pengamatan - - - Kebun blok 4 -
16/03/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 209 kg 209 kg 200 kg Kebun Kerja tim
17/03/2018 Libur hari raya nyepi - - - - -
18/03/2018 Pendampingan kunjungan tamu dari Pati - - - - -
21/03/2018 Sosialisasi pertanian organik dan agen hayati - - - Rembang -
22/03/2018 Pengamatan dan kontrol pengering - - - Kebun -
Lampiran 1. Lanjutan
Prestasi kerja (satuan/HK)
Tanggal Uraian kegiatan Lokasi Keterangan
Penulis Karyawan Standar
23/03/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 207 kg 207 kg 200 kg Kebun Kerja tim
24/03/2018 Panen pangkas 72.5 kg 72.5 kg - Kebun blok 2 -
25/03/2018 Libur hari minggu - - - - -
26/03/2018 Pembuatan minyak 2 liter 2 liter 2 liter Pabrik -
27/03/2018 Pengemasan serbuk daun 75 pak 75 pak - Pabrik -
28/03/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 207 pak 207 pak 200 kg Kebun Kerja tim
29/03/2018 Pengamatan dan kontrol pengering - - - - -
30/03/2018 Perontokkan daun 7 kg 13 kg 10 kg Kebun -
31/03/2018 Pembuatan serbuk daun kasar 20 kg 24 kg 24 kg Kebun -
01/04/2018 Supervisi I - - - Puri -
02/04/2018 Supervisi II - - - Kebun -
06/04/2018 Pengeringan 40 kg 50 kg 50 kg Kebun -
07/04/2018 Pembuatan serbuk daun kasar 24 kg 24 kg 24 kg Kebun -
08/04/2018 Libur hari minggu - -
09/04/2018 Perontokkan daun 8 kg 10 kg 10 kg Kebun -
10/04/2018 Pembuatan serbuk daun kasar 24 kg 24 kg 24 kg Kebun -
11/04/2018 Pengeringan 44 kg 50 kg 50 kg Kebun -
12/04/2018 Pengamatan - - - Kebun -
13/04/2018 Perontokkan daun 9 kg 12 kg 10 kg - -
43
Lampiran 2. Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping kepala produksi di PT. Moringa Organik Indonesia
44

Prestasi kerja penulis


Tanggal Uraiaan kegiatan Jumlah KH yang Luas areal yang Lama kegiatan Lokasi
diawasi (orang) diawasi (Ha) (jam)
19/03/2018 Diskusi dan evaluasi kegiatan di unit produksi - - 7 KUD Kunduran
20/03/2018 Diskusi dan evaluasi kegiatan produksi - - 3 Puri
30/04/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 30 0.6 7 Kebun
01/05/2018 Libur hari buruh - - - -
02/05/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 30 0.6 7 Kebun
03/05/2018 Pembuatan serbuk daun, kontrol pengering, 9 0.2 7
Kebun
pemupukan dan pengendalian gulma
04/05/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 28 0.6 7 Kebun
05/05/2018 Izin kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa - - - -
(PKM)
06/05/2018 Libur hari minggu - - - -
07/05/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 31 0.6 7 Kebun
08/05/2018 Pembuatan serbuk daun kasar, kontrol 9 0.2 7
pengering, pemupukan dan pengendalian Kebun
gulma
09/05/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 29 0.6 7 Kebun
10/05/2018 Libur kenaikan Isa Almasih - - - -
11/05/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 30 0.6 7 Kebun
12/05/2018 Izin kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa - - - -
(PKM)
13/05/2018 Libur hari minggu - - - -
27/05/2018 Libur hari minggu - - - -
Lampiran 2. Lanjutan
Prestasi kerja penulis
Tanggal Uraian kegiatan Jumlah KH yang Luas areal yang Lama kegiatan Lokasi
diawasi (orang) diawasi (Ha) (jam)
28/05/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 30 0.6 7 Kebun
29/05/2018 Kontrol pengering, pembuatan serbuk kasar dan 7 0.2 7 Kebun
pemupukan
30/05/2018 Izin kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa - - - -
(PKM)
31/05/2018 Izin kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa - - - -
(PKM)
01/06/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 30 0.6 7 Kebun
02/06/2018 Pembuatan Verbuk kasar, kontrol 9 0.2 7 Kebun
pengering dan pemupukan
03/06/2018 Libur hari minggu - - - -
04/06/2018 Panen, perontokkan daun dan pengeringan 30 0.6 7 Kebun
05/06/2018 Evaluasi kegiatan magang - - 3 Puri
45
Lampiran 3. Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping kepala pengolahan dan pemasaran di PT. Moringa Organik Indonesia
46

Prestasi kerja penulis


Tanggal Uraian kegiatan Jumlah KH yang Luas areal yang Lama kegiatan Lokasi
diawasi (orang) diawasi (Ha) (jam)
03/04/2018 Uji pengering - - 6 Puri
04/04/2018 Uji pengering - - 7 Puri
05/04/2018 Uji pengering - - 3 Puri
14/04/2018 Pengarahan dan evaluasi unit pengolahan - - 3 Puri
15/04/2018 Libur hari minggu - - - -
16/04/2018 Pembuatan minyak, kosmetik, pengemasan 9 - 7 Pabrik
dan pengepakan
17/04/2018 Pembuatan minyak, pembuatan serbuk biji, 9 - 7 Pabrik
kosmetik, pengemasan dan pengepakan
18/04/2018 Pembuatan minyak, kosmetik, pengemasan 9 - 7 Pabrik
dan pengepakan
19/04/2018 Pembuatan serbuk biji, kosmetik, pengemasan 9 - 7 Pabrik
dan pengepakan
20/04/2018 Pengemasan dan pengepakan 9 - 7 Pabrik
21/04/2018 Kosmetik, pengemasan dan pengepakan 9 - 7 Pabrik
22/04/2018 Libur hari minggu - - - -
23/04/2018 Pembuatan minyak, kosmetik, pengemasan 9 - 7 Pabrik
dan pengepakan
24/04/2018 Pembuatan serbuk biji, kosmetik, pengemasan 8 - 7 Pabrik
dan pengepakan
25/04/2018 Pembuatan minyak, kosmetik, pengemasan 8 - 7 Pabrik
dan pengepakan
Lampiran 3. Lanjutan
Prestasi kerja penulis
Tanggal Uraian kegiatan Jumlah KH yang Luas areal yang Lama kegiatan Lokasi
diawasi (orang) diawasi (Ha) (jam)
26/04/2018 Kosmetik, pengemasan dan pengepakan 9 - 7 Pabrik
27/04/2018 Kosmetik, pengemasan dan pengepakan 7 - 7 Pabrik
28/04/2018 Izin kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa - - - -
(PKM)
29/04/2018 Libur hari minggu - - - -
14/04/2018 Pembuatan minyak, pembuatan serbuk biji, 9 - 7 Pabrik
kosmetik, pengemasan dan pengepakan
15/04/2018 Kosmetik, pengemasan dan pengepakan 7 - 7 Pabrik
17/04/2018 Pembuatan minyak, pengemasan dan pengepakan 9 - 7 Pabrik
18/04/2018 Kosmetik, pengemasan dan pengepakan 9 - 7 Pabrik
19/05/2018 Kosmetik, pengemasan dan pengepakan 9 - 7 Pabrik
20/05/2018 Libur hari minggu - - - -
21/05/2018 Pembuatan minyak, kosmetik, pengemasan 9 - 7 Pabrik
dan pengepakan
22/05/2018 Pembuatan serbuk biji, kosmetik, pengemasan dan 9 - 7 Pabrik
pengepakan
23/05/2018 Pembuatan minyak, kosmetik, pengemasan 9 - 7 Pabrik
dan pengepakan
24/05/2018 Kosmetik, pengemasan dan pengepakan 9 - 7 Pabrik
25/05/2018 Kosmetik, pengemasan dan pengepakan 9 - 7 Pabrik
26/05/2018 Evaluasi kegiatan pengolahan - - 3 Pabrik
47
48

Lampiran 4. Denah lokasi magang

Legenda

Provinsi : Jawa Timur


Kabupaten : Blora
Kecamatan : Kunduran
: Lokasi magang
49

Lampiran 5. Denah kebun kelor Blora

Unit Unit Pembuat


Pengering Serbuk

Keterangan:
 Kebun : I (blok 1), II (blok 2), III (blok 3), IV (blok 4), V (blok 5)
 Unit Pengering : I (ruangan 1), II (ruangan 2)
50

Lampiran 6. Data curah hujan di Kecamatan Kunduran, Blora, Jawa Tengah


Bulan Tahun Curah hujan (ml) Jumlah hari hujan
Januari 2017 900.00 16.00
Februari 2017 890.00 14.00
Maret 2017 855.00 10.00
April 2017 530.00 6.00
Mei 2017 235.00 4.00
Juni 2017 370.00 8.00
Juli 2017 0.00 0.00
Agustus 2017 45.00 2.00
September 2017 30.00 3.00
Oktober 2017 0.00 0.00
November 2017 0.00 0.00
Desember 2017 0.00 0.00
Januari 2018 750.00 15.00
Februari 2018 900.00 14.00
Maret 2018 410.00 6.00
Rata-rata 394.33 6.53
Sumber : Data kantor Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Ngawenombo
Lampiran 7. Struktur organisasi PT. Moringa Organik Indonesia

Direktur

Kepala
Kepala Unit Pengolahan
Produksi Pelatihan dan
Pemasaran

Unit
Unit Pembuatan Unit
Unit Kebun Administrasi Pemasaran Administrasi Distribusi
Pengeringan Serbuk Pengolahan
Kasar
51
52

Lampiran 8. Kandungan nutrisi serbuk daun kelor PT. Moringa Organik


Indonesia
Laboratorium
No Kandungan nutrisi Nilai Satuan
penguji
Proksimat
1 Protein (N x 6.25) 26.30 % BBIA
2 Karbohidrat 48.40 % BBIA
3 Lemak 6.57 % BBIA
4 Kadar air 7.05 % BBIA
5 Energi 358.00 Kal/100 g BBIA
6 Serat makanan (Dietary 31.40 % BBIA
Fiber)
7 Staphylococcus aureus Negatif Farmasi UNAIR
8 Pseudomonas Negatif Farmasi UNAIR
aeruginosa
9 Escherichia coli Negatif Farmasi UNAIR
10 Salmonella sp. Negatif Farmasi UNAIR
11 Candida albicans Negatif Farmasi UNAIR
Vitamin
12 Vitamin A 186.00 IU/100 g BBIA
13 Vitamin B1 45.50 mg/kg BBIA
14 Vitamin B2 100.00 mg/kg BBIA
15 Vitamin B6 3.32 mg/kg BBIA
16 Vitamin C <2.00 mg/kg BBIA
17 Vitamin D 2.14 ug/100 g BBIA
18 Vitamin E 87.30 mg/100 g BBIA
Asam
19 Asam Folat <0.25 mg/kg BBIA
20 Asam Oleat 0.48 % BBIA
Mineral
21 Kalsium (Ca) 36.70 mg/100 g BBIA
22 Kalium (K) 1,206.00 mg/100 g BBIA
23 Natrium (Na) 109.00 mg/100 g BBIA
24 Magnesium (Mg) 319.00 mg/100 g BBIA
25 Fospor (P) 227.00 mg/100 g BBIA
26 Besi (Fe) 60.50 mg/100 g BBIA
27 Tembaga (Cu) 4.95 mg/kg BBIA
28 Seng (Zn) 16.00 mg/kg BBIA
29 Kromium (Cr) <0.006 mg/kg BBIA
30 Mangan (Mn) 68.90 mg/kg BBIA
31 Selenium (Se) 0.10 mg/kg BBIA

ASAM AMINO
32 Aspartat 32,006.83 ppm SIG
33 Glutamat 29,305.61 ppm SIG
34 Serina 9,435.72 ppm SIG
35 Glisina 11,906.73 ppm SIG
36 Histidina 6,252.59 ppm SIG
53

Lampiran 8. Lanjutan
Laboratorium
No Kandungan nutrisi Nilai Satuan
penguji
37 Arginina 13,398.70 ppm SIG
38 Treonina 8,605.36 ppm SIG
39 Alanina 15,262.89 ppm SIG
40 Prolina 19,607.69 ppm SIG
41 Valina 14,576.56 ppm SIG
42 Metionina 3,687.79 ppm SIG
43 Isoleusina 11,327.12 ppm SIG
44 Leusina 18,352.47 ppm SIG
45 Fenilalanina 15,510.73 ppm SIG
46 Lisina (Lysine HCL) 11,509.12 ppm SIG
Kandungan lainnya
47 Polifenol 24,649.44 ppm SIG
48 EGCG 381.25 mg/100 g SIG
Sumber : Data PT. Moringa Organik Indonesia

Keterangan :
 BBIA : Balai Besar Industri Agro, Bogor
 SIG : PT. Saraswanti Indo Genetech
 Farmasi UNAIR : Unit Layanan Pengujian Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga
54

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak pertama dari bapak Andi dan ibu Setiya Asih. Penulis
dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 Februari 1997. Tahun 2014 penulis lulus dari
SMA Negeri 46 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima di
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis aktif di beberapa organisasi dan kepanitiaan selama mengikuti
perkuliahan. Organisasi yang pernah penulis ikuti antara lain: Tutor Sebaya asrama
TPB IPB pada tahun 2014-2015, Bina Desa KM IPB pada tahun 2014-2016, ketua
Departemen Internal Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura
(HIMAGRON) pada tahun 2016-2017. Kepanitiaan yang diikuti antara lain, sebagai
ketua panitia Brilliant Competition asrama TPB IPB pada tahun 2014, ketua
panitia Festival Ramadhan Ciaruten Ilir (FERARI) pada tahun 2015 dan staf acara
Fruit Indonesia pada tahun 2016.
Penulis juga menerima beasiswa dari Karya Salemba Empat pada tahun
2016-2017. Asisten praktikum yang penulis ikuti, yaitu Biologi PPKU pada tahun
ajaran 2016/2017 dan 2017/2018, serta asisten Dasar-dasar Agronomi pada tahun
ajaran 2017/2018.

Anda mungkin juga menyukai