)
ORGANIK DI PT. MORINGA ORGANIK INDONESIA,
BLORA, JAWA TENGAH
ABSTRACT
CHANDI TRI AKBAR. Harvest and Post-harvest Organic Moringa (Moringa
oleifera Lam.) in PT. Moringa Organik Indonesia, Blora, Central Java.
Supervised by KETTY SUKETI and JUANG GEMA KARTIKA.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
1. Kedua orang tua dan keluarga, Ayahanda (Andi), Ibunda (Setiya Asih) serta
kedua adik saya (Fata Setiandi dan Subal Baradzim) atas doa, motivasi,
semangat serta kasih sayang yang diberikan.
2. Dr. Ir. Ketty Suketi, M.Si. sebagai dosen pembimbing I dan Juang Gema
Kartika, S.P., M.Si. sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, saran, dan motivasi selama penyusunan skripsi.
3. Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama menempuh studi di IPB.
4. Ai Dudi Krisnadi selaku direktur PT. Moringa Organik Indonesia beserta
seluruh staf dan karyawan yang telah memberikan bimbingan, fasilitas dan
kesempatan untuk melaksanakan magang.
5. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura 51 yang telah membantu dan
memberi dukungan dalam menyelesaikan rangkaian kegiatan magang.
6. Seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan magang dan penulisan karya
ilmiah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi masyarakat yang menekuni bidang
pertanian khususnya tanaman kelor.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Magang 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Botani Kelor 2
Syarat Tumbuh Kelor 3
Perbanyakan Kelor 3
Budidaya Kelor 4
Kandungan dan Manfaat Kelor 6
METODE 7
Tempat dan Waktu Magang 7
Metode Pelaksanaan 7
Pengamatan dan Pengumpulan Data 8
Analisis Data dan Informasi 9
KEADAAN UMUM 9
Sejarah PT. Moringa Organik Indonesia 9
Letak Geografis dan Iklim 10
Luas Areal dan Tata Guna Lahan 10
Keadaan Tanaman dan Produksi 11
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan 12
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Aspek Teknis 13
Aspek Manajerial 23
Aspek Khusus 25
KESIMPULAN DAN SARAN 34
Kesimpulan 34
Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 39
RIWAYAT HIDUP 54
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Indonesia pada tahun 2016 memiliki jumlah penduduk sebesar 258,704,986 jiwa.
Menurut data penimbangan dan status gizi (PSG) balita tahun 2016 dengan indeks berat
badan per umur (BB/U) pada balita 0-59 bulan, terdapat persentase gizi buruk sebesar
3.4%, gizi kurang sebesar 14.4% dan gizi lebih sebesar 1.5%. Angka tersebut tidak
jauh berbeda dengan hasil PSG tahun 2015, yaitu gizi buruk sebesar 3.9%, gizi
kurang sebesar 14.9% dan gizi lebih sebesar 1.6%. Provinsi dengan gizi buruk dan
kurang tertinggi tahun 2016 adalah Nusa Tenggara Timur (28.2%) dan terendah
Sulawesi Utara (7.2%) (Sutarjo dan Budijanto, 2017). Kelor dapat menjadi salah
satu solusi untuk mengatasi permasalahan gizi buruk yang ada di Indonesia.
Kelor merupakan tanaman yang sering disebut “The Miracle Tree” karena
memiliki potensi untuk menyelesaikan permasalahan kekurangan gizi, serta
mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Kelor mengandung 539 senyawa
yang dikenal dalam pengobatan tradisional Afrika (Krisnadi, 2015). Pohon kelor
telah digunakan untuk memerangi malnutrisi, terutama di kalangan bayi dan ibu-
ibu menyusui. Satu sendok makan (8 g) serbuk daun kelor akan memenuhi sekitar
14% protein, 40% kalsium, 23% zat besi dan hampir semua kebutuhan vitamin A
untuk anak usia 1-3 tahun (Mishra et al., 2012). Daun kelor merupakan sumber
nutrisi dan energi alami yang baik. Berdasarkan hasil analisis proksimat, daun
kelor memiliki nilai gizi yang tinggi seperti phytochemical, vitamin, mineral,
protein dan asam amino. Daun kelor dapat digunakan sebagai agen antioksidan
dan antimikroba alami yang dapat diaplikasikan dalam farmasi dan makanan
(Sohaimy et al., 2015). Teknik dehidrasi merupakan cara untuk mengonsentrasikan
nutrisi dan mengawetkan sayuran daun. Daun kelor tersedia dalam jumlah banyak dan
harganya murah, serta dapat berfungsi sebagai sumber nutrisi dan dapat dikembangkan di
negara-negara yang mengalami defisiensi mikro nutrisi (Joshi dan Mehta, 2010).
Serbuk yang dibuat dari biji kelor dapat digunakan sebagai bahan penjernih air
alami yang efektif. Air hasil penjernihan dapat diminum karena serbuk biji kelor dapat
digunakan sebagai treatment antiseptik (Hidayat, 2009; Ramadhani et al., 2013). Daun
kelor juga dapat dijadikan produk kosmetik karena mengandung antiaging yang
dapat menghaluskan kulit (Sugihartini, 2017). Serbuk daun kelor juga dapat
digunakan sebagai pakan mulai dari 10-30% dari pakan konsentrat untuk
meningkatkan kandungan protein (Marhaeniyanto et al., 2015). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, daun kelor berfungsi sebagai farmakologis, yaitu
antimikroba, antijamur, antihipertensi, antihiperglikemik, antitumor, antikanker,
antiinflamasi (Toma dan Deyno, 2014).
Masyarakat Indonesia masih banyak yang belum mengetahui cara
pemanfaatan kelor, umumnya hanya dikenal sebagai salah satu menu masakan
(Aminah et al., 2015). Keterbatasan pengetahuan masyarakat mengenai manfaat
dan cara budidaya kelor, menyebabkan kegiatan konservasi yang dilakukan
masyarakat terhadap kelor masih rendah (Desiawati, 2013). Produksi tanaman
kelor dipengaruhi oleh pemangkasan, karena dengan pemangkasan akan
mendorong pertumbuhan cabang kelor (Holst, 2000). Pengetahuan terkait teknik
budidaya yang tepat dibutuhkan sehingga kelor berproduksi optimal. Metode
2
Tujuan
Pelaksanaan kegiatan magang ini memiliki tujuan umum dan khusus, meliputi:
a. Tujuan umum
1. Mempelajari teknik budidaya dan pengolahan kelor secara langsung di
PT. Moringa Organik Indonesia, Blora, Jawa Tengah.
2. Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan mahasiswa
dalam budidaya tanaman, pengelolaan produksi dan aspek manajerial
kebun.
b. Tujuan khusus
1. Mempelajari pengaruh perbedaan teknik panen terhadap produksi daun.
2. Mempelajari metode panen, pascapanen dan pengolahan kelor yang tepat
untuk menghasilkan kelor yang berkualitas.
3. Mempelajari pengaruh perlakuan pra pengeringan terhadap rendemen daun
kelor kering.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Kelor
dengan lima benang sari steril yang lebih kecil (staminodes) dan putik yang terdiri
dari satu sel ovarium. Buahnya terjumbai, linear, polong memiliki tiga sisi,
panjangnya 20-50 cm, tetapi kadang-kadang dapat memiliki panjang hingga 1 m
atau lebih. Polong biasanya mengandung hingga 26 biji, ketika muda berwarna
hijau muda dan berubah berwarna cokelat kehitaman ketika polong matang. Hasil
buah umumnya rendah selama dua tahun pertama, tetapi sejak tahun ketiga dan
seterusnya, satu pohon dapat menghasilkan antara 600 hingga 1,600 buah setiap
tahun. Kulit batang berwarna putih keabu-abuan, tebal, lembut, pecah-pecah dan
kasar (Roloff et al., 2009).
A B
Gambar 1. Keragaan tanaman kelor. (a). Keragaan tanaman kelor untuk klaster
daun, (b). Bunga.
Perbanyakan Kelor
Tanaman kelor dapat diperbanyak dengan biji atau stek. Kelor umumnya
diperbanyak dengan menggunakan stek. Perbanyakan dengan stek cenderung
menghasilkan biomassa yang lebih tinggi. Perbanyakan dengan stek menghasilkan
cabang yang rimbun, sedangkan perbanyakan dengan biji tanaman cenderung tumbuh
ke atas dengan batang utama dan percabangan yang sedikit (Krisnadi, 2015).
4
Pertumbuhan tanaman kelor yang ditanam dengan biji lebih lambat dibandingkan
yang ditanam dengan stek. Hal ini dilihat berdasarkan perkembangan tinggi
tanaman dan pertambahan jumlah daun. Daun kelor yang ditanam dengan biji
berproduksi lebih rendah dibandingkan yang ditanam dengan stek pada pemangkasan
pertama (umur tanaman kelor 30 minggu) (Budiana dan Arsana, 2013).
Penanaman dengan stek batang menggunakan batang pohon yang berumur
satu tahun. Batang pohon yang digunakan berupa kayu keras dan menghindari
penggunaan batang yang masih berwarna hijau muda. Stek dapat berukuran 45-150 cm
dengan diameter 4-16 cm. Stek dapat dikeringkan dalam kondisi teduh selama tiga
hari sebelum ditanam di persemaian atau di lapangan (Amaglo, 2006). Pembibitan
kelor dengan menggunakan batang stek yang memiliki panjang 75 cm dan
diameter 5.1-6 cm menghasilkan bobot brangkasan tertinggi dan pertumbuhan
yang baik (Taqwim et al., 2018). Diameter batang stek yang semakin besar maka
peluang stek hidup semakin tinggi. Penanaman stek dilakukan dengan membuat
lubang sedalam 10-15 cm. Bagian ujung stek dipotong diagonal untuk
memperluas bidang perakaran sehingga mempercepat pertumbuhan dan memiliki
akar yang kokoh. Batang stek yang telah dipotong tidak boleh dibiarkan lebih dari
tiga hari sebelum ditanam. Sepertiga dari bagian batang terkubur di dalam tanah
saat ditanam. Waktu penanaman stek terbaik dilakukan pada akhir musim
kemarau sampai awal musim hujan (Balitbangtan, 2011).
Perbanyakan kelor dengan biji menggunakan benih yang berasal dari biji
yang sehat, tidak keriput, tidak cacat atau rusak. Biji hasil seleksi direndam dalam
air hangat dan dibiarkan selama satu malam atau sampai biji terlihat mengambang.
Biji yang sudah direndam kemudian ditiriskan dan dapat ditanam langsung atau
paling lambat satu hari setelah ditiriskan. Biji dapat berkecambah 5-12 hari setelah
tanam. Bibit yang sudah memiliki tinggi 30 cm dapat dilakukan pindah tanam
(Ikrarwati dan Rokhmah, 2016). Biji-biji yang berada pada posisi pangkal dan tengah
pada buah kelor dapat digunakan sebagai sumber benih karena memiliki viabilitas lebih
baik dibandingkan biji yang berada di ujung buah (Santoso dan Parwata, 2017). Biji
yang dihilangkan kulit luarnya dan direndam dalam air selama satu malam dapat
berkecambah dalam waktu 9-10 hari. Biji ditanam pada kedalaman 2 cm dari
permukaan tanah. Biji dapat berkecambah tetapi dalam waktu 14 hari tanpa
perlakuan benih. Persentase perkecambahan biasanya dalam kisaran 80-90%
(Amaglo, 2006).
Budidaya Kelor
Spesies kelor yang paling umum tumbuh adalah Moringa oleifera dan Moringa
stenopetala. Moringa oleifera merupakan spesies yang paling banyak dibudidayakan.
Varietas kelor baru ada dua (PKM-1 dan PKM-2) yang memiliki hasil tinggi untuk
produksi polong yang dikembangkan di India (Kaput et al., 2015). Benih kelor yang
telah disemai akan berkecambah dalam waktu dua minggu. Bibit dapat dipindah
tanamkan saat mencapai tinggi 30 cm (3-6 minggu setelah perkecambahan).
Penanaman bibit dengan tujuan produksi daun biasanya memiliki jarak tanam
yang lebih rapat dibandingkan dengan tujuan produksi benih. Produksi daun
secara intensif memiliki jarak tanam 10 cm x 10 cm atau 20 cm x 20 cm dengan
interval panen 35-45 hari, produksi semi-intensif dengan jarak tanam yang lebih
5
Staphylococcus aureus (Dima et al., 2016). Air perasan akar kelor mengandung
antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli yang
diisolasi pada ayam broiler yang menderita kolibasilosis (Darma et al., 2013).
METODE MAGANG
Metode Pelaksanaan
hasil kerja magang, pengumpulan data, dan penulisan laporan selama proses
magang berlangsung. Kegiatan yang penulis lakukan sebagai pendamping
kepala pengolahan dan pemasaran dapat dilihat pada Lampiran 3.
perlakuan. Rak pengering yang dipilih adalah rak yang berada di bagian
tengah ruangan untuk meminimalkan pengaruh posisi lampu sorot. Daun
dapat kering setelah dua hari di dalam ruang pengering dan dapat dikemas
setelah kadar air daun di bawah 5% atau hancur ketika diremas. Pengamatan
meliputi:
a. Bobot akhir daun yang sudah dikeringkan (g)
b. Rendemen daun, yaitu membagi bobot kering daun (g) dengan bobot
basah daun (g)
c. Kehilangan hasil, yaitu bobot daun yang terjatuh di ruang pengering atau
daun yang tidak ikut dikemas (g)
3. Perbedaan sistem pascapanen pada kelor untuk produksi:
a. Teh kelor
b. Serbuk daun kelor
c. Minyak biji kelor
d. Serbuk kapsul daun kelor
e. Serbuk kapsul biji kelor
Data ini diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan, meliputi
panen, perontokkan kelor, pembersihan, pengeringan, sortasi dan grading,
pengemasan, pengangkutan, penyimpanan, kehilangan hasil dan prestasi
kerja. Data sekunder diperoleh dari arsip dan studi literatur perusahaan berupa
peta lokasi wilayah, luas areal, kondisi tanah dan iklim, topografi lahan,
kondisi populasi dan produksi tanaman, data curah hujan satu tahun terakhir,
struktur organisasi dan ketenagakerjaan, serta sarana dan prasarana kebun.
KEADAAN UMUM
Luas kebun petani mitra yang ada di Blora adalah 3 ha (Gambar 2a). Kebun
terbagi menjadi lima blok dengan jumlah populasi per blok dari blok 1-5 adalah
4,352 pohon, 4,352 pohon, 3,082 pohon, 5,388 pohon dan 4,922 pohon. Lokasi
kebun berdekatan dengan unit pengering dan unit pembuat serbuk kasar. Unit
pengering berfungsi sebagai tempat untuk mengeringkan daun kelor dengan
11
kapasitas 200 kg per ruangannya. Terdapat dua ruang pengering di unit pengering
dengan 12 rak di masing-masing ruangnya. Unit pembuat serbuk kasar berfungsi
sebagai tempat menghaluskan daun kelor kering menjadi serbuk kasar 80 mesh.
Unit pengolahan milik PT. Moringa Organik Indonesia berada di jalan raya
kunduran yang berfungsi sebagai tempat pengolahan produk kelor. Unit
pengolahan memiliki tempat pembuatan minyak kelor, pembuat serbuk biji,
laboratorium pembuatan kosmetik, serta tempat pengemasan dan pengepakan.
Puri Kelorina berjarak 500 m dari kebun dan berfungsi sebagai tempat pelatihan
kelor (Gambar 2b). Peta lokasi magang dapat dilihat pada Lampiran 4 dan peta
kebun kelor Blora dapat dilihat pada Lampiran 5. Kebun kelor Blora merupakan
milik petani mitra yang bekerja sama dengan perusahaan, sedangkan unit
pengolahan milik PT. Moringa Organik Indonesia.
A B
A
Gambar 2. Lokasi magang kelor. (a). Kebun kelor Blora, (b). Puri Kelorina.
sedangkan blok 5 dengan luas lahan 0.6 ha untuk bahan pakan ternak dan
pembuatan pupuk. Produksi kebun kelor Blora dapat di lihat pada Tabel 1.
Produksi basah rata-rata setiap bulannya adalah 1,962.80 kg. Terdapat dua jenis
produk yaitu serbuk kasar dan daun kering. Produksi kebun kelor Blora memiliki
rata-rata 444.8 kg daun kering yang dibuat menjadi 395.60 kg serbuk kasar dan
49.38 kg daun kering. Produksi basah mengalami penurunan pada bulan Januari
hingga 186 kg karena serangan hama ulat. Serangan hama ulat yang hebat diatasi
dengan memangkas seluruh pertanaman kelor. Tingginya serangan ulat diduga
akibat kondisi kekeringan yang cukup panjang. Dapat dilihat pada Lampiran 6,
curah hujan yang rendah terjadi dari bulan Juli sampai Desember 2017.
Tabel 1. Produksi pertanaman kelor di kebun kelor Blora dengan luas 2.4 ha
Bobot Bobot Produksi Produksi
Rendemen
Bulan basah anak kering anak serbuk daun kering
(%)
daun (kg) daun (kg) kasar (kg) (kg)
November
2,835.00 607.80 21.00 577.80 30.00
2017
Desember
2,276.00 582.10 24.00 475.40 106.70
2017
Januari
186.00 17.70 23.00 15.30 2.40
2018
Februari
2,064.00 464.50 23.00 378.40 86.10
2018
Maret
2,453.00 552.10 23.00 530.90 21.20
2018
Rata-rata 1,962.80 444.80 22.80 395.60 49.28
Sumber: Data PT. Moringa Organik Indonesia (2018).
PT. Moringa Organik Indonesia dipimpin oleh direktur yang juga berstatus
sebagai pemilik perusahaan. Direktur bertanggung jawab terhadap seluruh
kegiatan. Direktur juga bertanggung jawab terhadap kegiatan pelatihan yang
diadakan oleh PT. Moringa Organik Indonesia. Pelatihan kelor diadakan satu
bulan sekali dengan materi budidaya tanaman kelor, kelor sebagai pakan ternak
organik, usaha hidroponik dengan pupuk kelor, kelor sebagai kosmetik dan teknik
ekspor kelor ke Eropa. Perusahaan bekerja sama dengan petani mitra untuk
menerima bahan baku, berupa daun kelor kering, biji dan serbuk kasar daun kelor.
Petani mitra menerapkan standar operasional prosedur yang ditetapkan
perusahaan sehingga memiliki kualitas produk yang sama. Kegiatan pengolahan
di unit pengolahan dan kegiatan pelatihan di Puri Kelorina secara langsung
dipegang oleh perusahaan. Struktur organisasi PT. Moringa Organik Indonesia
dapat dilihat pada Lampiran 7.
Kegiatan budidaya di kebun kelor Blora milik petani mitra dipimpin oleh
kepala produksi. Kepala produksi membawahi empat bagian, yaitu unit kebun
yang terdiri atas lima blok kebun, unit pengeringan, unit pembuat serbuk kasar
13
dan administrasi. Hasil produksi berupa daun kering dan serbuk kasar dijual ke
PT. Moringa Organik indonesia untuk diolah menjadi produk sekunder.
Kegiatan pengolahan dan pemasaran dipimpin oleh kepala pengolahan dan
pemasaran. Tugas kepala pengolahan dan pemasaran adalah bagian administrasi
dan keuangan, pemasaran dan unit pengolahan produk. Kepala pengolahan dan
pemasaran mengurus unit pengolahan dan bertanggung jawab langsung kepada
direktur.
Tenaga kerja terdiri atas karyawan tetap dan karyawan tidak tetap.
Karyawan tetap dibagi menjadi dua, yaitu karyawan tetap harian dan bulanan.
Karyawan tetap harian menerima gaji setiap minggu berdasarkan jumlah
kehadirannya, sedangkan karyawan tetap bulanan menerima gaji setiap akhir
bulan tanpa memperhitungkan kehadiran. Karyawan tetap harian bekerja di bagian
unit produksi dan karyawan tetap bulanan bekerja di bagian unit pengolahan,
administrasi, pemasaran, produksi, sopir, kebersihan, pelatihan dan keamanan.
Karyawan tidak tetap adalah karyawan yang bekerja dibagian pascapanen.
Karyawan tidak tetap digaji setiap hari dengan memperhitungkan kehadiran.
Terdapat juga karyawan borongan, yaitu karyawan yang bekerja secara borongan
dengan waktu kerja jika ada panggilan pekerjaan.
Jam kerja karyawan bagian unit kebun dan unit pengolahan, yaitu pukul
08.00-16.00 WIB dengan waktu istirahat pukul 12.00-13.00 WIB. Seluruh
karyawan memiliki enam hari kerja dalam satu minggu.
Aspek Teknis
Persiapan Lahan
Kelor memiliki pertumbuhan optimal pada tanah liat berpasir. Areal yang
akan ditanami dibuat bersih dari gulma pengganggu. Lahan yang akan ditanami
kelor dibajak secara manual dengan cangkul untuk menjaga aerasi tanah tetap
baik. Pada saat pengolahan lahan diaplikasikan pupuk organik sebagai pupuk
dasar lahan. Pupuk dasar yang digunakan yaitu 10-15 ton/ha pupuk kandang sapi
atau kambing. Lahan dipersiapkan dengan membuat guludan dengan lubang
tanam yang dibuat dengan diameter 30 cm dan kedalaman 20 cm. Jarak tanam
yang digunakan yaitu 1 m x 1 m, sehingga dalam 1 ha terdapat 10,000 tanaman.
Jarak tanam yang renggang digunakan untuk memudahkan dalam pemeliharaan
dan pemanenan. Lubang tanam diisi pupuk bokashi sebanyak 1.5 kg per lubang.
Lubang yang sudah diisi pupuk kemudian disiram air.
14
Penanaman
Penanaman kelor memiliki perlakuan berbeda sesuai dengan tujuan
produksinya, yaitu produksi daun atau produksi polong. Kondisi di lapangan
hanya terdapat pertanaman untuk produksi daun. Arah barisan tanaman yang baik
ke timur-barat agar tanaman menerima penyinaran dengan baik. Kelor dapat
ditanam dengan menggunakan biji dan stek batang. Perbanyakan dengan stek
cenderung memberikan produksi biomassa yang lebih banyak karena tanaman
cenderung menghasilkan banyak cabang yang rimbun, namun pertumbuhannya
lambat. Perbanyakan dengan biji menyebabkan tanaman cenderung tumbuh keatas
dengan batang utama dan percabangan yang sedikit. Daerah yang memiliki curah
hujan tinggi yaitu lebih dari 2,000 mm per tahun lebih baik menggunakan bahan
tanam biji untuk menghindari busuk pada bahan tanam.
a. Perbanyakan dengan stek batang
Perbanyakan dengan stek batang membutuhkan batang stek (Gambar 3)
dengan tinggi kurang lebih 0.5 m dan diameter 4-5 cm. Batang stek yang
digunakan berasal dari tanaman yang sehat dan berumur lebih dari enam
bulan. Semakin besar lingkaran batang stek maka semakin besar peluangnya
untuk hidup.
tanaman sehat yang sudah diseleksi, dipanen pada waktu buah polong kelor
sudah tua, berasal dari tanaman kelor yang sudah berumur lebih dari lima
tahun dan biji telah dikeringkan dengan baik. Biji yang dipilih sebagai calon
benih adalah biji yang sehat, tidak keriput, tidak cacat atau rusak. Biji sedikit
dipecahkan sebelum ditanam untuk memudahkan proses imbibisi air agar biji
cepat tumbuh (Gambar 4a).
Biji kelor dapat disemaikan dalam polybag atau tray benih, di
persemaian atau ditanam langsung di kebun. Penyemaian secara langsung
dilakukan apabila lahan yang digunakan cukup luas dan yakin biji yang
ditanam memiliki daya berkecambah yang tinggi, sehingga tenaga kerja yang
digunakan efisien. Persemaian dengan polybag biasanya digunakan untuk
menyulam tanaman yang tidak tumbuh (Gambar 4b). Ukuran polybag yang
digunakan yaitu 13x18 cm. Media yang digunakan untuk persemaian dengan
polybag yaitu pupuk bokashi yang dicampur dengan tanah dengan
perbandingan 1 kg bokashi dicampur dengan 3 kg tanah. Lubang tanam dibuat
dengan kedalaman 2 cm agar biji dapat berkecambah dalam waktu 5-12 hari
setelah tanam. Polybag diletakkan pada tempat yang sedikit ternaungi agar
terlindung dari hujan lebat atau panas terik. Penyiraman dilakukan secara
rutin pagi dan sore hari hingga dapat dipindahkan ke pot atau lahan. Pada
tahap ini tanaman dijaga dengan baik dari belalang, rayap dan hewan lain.
Tanaman kelor muda dirawat dan ditopang dengan ajir agar tidak rebah
hingga dilakukan pindah tanam. Bibit kelor dapat dipindah tanam setelah
berumur 4-6 minggu atau ketika tinggi tanaman sudah sekitar 30 cm.
A B
A
Gambar 4. Penyemaian kelor dengan biji. (a). Pemecahan biji kelor untuk
persemaian, (b). Persemaian kelor dalam polybag.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman kelor meliputi: irigasi, pemupukan, penyiangan,
pemangkasan, pengendalian hama dan penyakit.
a. Pemupukan
Pemupukan pertama dilakukan saat persiapan lahan dengan pupuk
kandang sapi atau kambing sebanyak 10-15 ton/ha. Pemupukan rutin
dilakukan minimal tiga bulan sekali menggunakan bokashi dengan jumlah
500 kg/ha atau 50 g/tanaman (Gambar 5a). Tanah dibuat alur pupuk dan
disiram dengan asam humat dengan dosis 200 ml/ha sebelum
pengaplikasian bokashi. Asam humat digunakan sebagai pembenah tanah.
16
Bokashi terbuat dari campuran kotoran sapi, kotoran walet, daun trembesi,
air kelapa, bonggol pisang dan urine sapi. Bokashi kemudian ditimbun
dengan tanah hingga pada pertanaman terbentuk guludan. Pemupukan
biasanya dilakukan sebelum musim hujan, ketika tanaman akan memulai
suatu periode pertumbuhan yang intensif atau saat di lapangan terjadi
kerontokkan pada daun kelor. Pemupukan juga dilakukan setelah panen
dilakukan atau satu minggu sekali dengan menggunakan pupuk asam
amino dan pupuk daun. Asam amino terbuat dari daun kelor, glisina dan
metionina dari kedelai. Asam amino berfungsi untuk mempercepat waktu
panen sehingga dapat dipanen satu minggu sekali. Pupuk daun terbuat dari
campuran pupuk organik cair, bio urine dan unsur N, P dan K. Aplikasi
asam amino dan pupuk daun dengan dosis masing-masing 200 ml/ha.
Pemupukan dilakukan diluar jadwal panen, yaitu hari selasa, kamis dan
sabtu. Pemupukan dilakukan oleh 3-5 orang karyawan. Kegiatan
pemupukan dilakukan bersamaan dengan pengendalian gulma yang dapat
dilihat pada Gambar 5b, sehingga meminimalkan jumlah tenaga kerja.
A B
A
Gambar 5. Aplikasi pemupukan dan pengendalian gulma. (a). Aplikasi pupuk
bokashi, (b). Kegiatan pemupukan dan pengendalian gulma.
b. Irigasi
Irigasi diberikan secara teratur selama tiga bulan pertama setelah
tanam. Irigasi juga diperlukan untuk menghasilkan daun sepanjang tahun,
termasuk pada musim kemarau. Idealnya irigasi dilakukan pada pagi hari
untuk mengurangi penguapan. Sistem irigasi yang digunakan adalah
selang air dan sprinkler. Irigasi hanya mengandalkan air hujan pada saat
musim hujan. Kondisi di lapangan banyak pertanaman kelor yang busuk
dan akhirnya mati akibat akar yang terendam air. Pembuatan guludan
dimaksudkan untuk mencegah akar kelor terendam air. Manajemen
sumberdaya yang kurang tepat sehingga pembuatan guludan dan
pengaturan drainase belum berjalan dengan baik.
c. Pengendaliaan hama dan penyakit
Hama yang umum terdapat di lapangan adalah ulat (Gambar 6a).
Jumlah ulat pada pertanaman sangat banyak sehingga daun habis dimakan
ulat saat musim kemarau. Larva dari ngengat juga banyak menyerang
pertanaman pada malam hari. Telur dari ngengat yang menempel pada
daun juga menurunkan kualitas daun kering karena telur menetas saat daun
dikeringkan. Solusi untuk mengatasi ngengat yaitu dengan memasang
17
lampu ultra violet pada malam hari yang di bawahnya ditaruh ember berisi
air sebagai perangkap. Penyemprotan daun dengan air sebelum panen juga
dilakukan untuk mengurangi telur ngengat atau hama yang menempel pada
daun. Solusi terbaik untuk mengatasi serangan hama dengan intensitas
tinggi yaitu dengan memangkas seluruh pertanaman kelor. Penanaman
kenikir dan sereh juga dilakukan untuk meminimalkan serangan hama
sebagai pagar hidup.
Penyakit yang paling banyak menyerang tanaman kelor di lapangan
adalah ganoderma (Gambar 6b). Gejala tanaman kelor yang terserang
ganoderma yaitu daun akan menguning, batang membusuk dan akhirnya
tanaman mati. Ganoderma dapat menyebar ke pertanaman lain.
Pengendalian dilakukan dengan mencabut tanaman kelor dan mencangkul
bekas pertanaman yang terserang ganoderma, tanah disemprot dengan
tricoderma dengan dosis 200 ml/ha dan lubang dibiarkan 2-3 hari terpapar
sinar matahari. Pengendalian hama dan penyakit biasanya dilakukan
dengan penyemprotan pestisida nabati yang terbuat dari daun mimba,
sereh, daun sirsak dan empon-empon. Pestisida nabati diaplikasikan
setelah panen berlangsung atau satu minggu sekali pada daun dengan dosis
200 ml/ha.
A B
A
Gambar 6. Hama dan penyakit pada tanaman kelor. (a). Hama ulat, (b) Tanaman
kelor yang terserang ganoderma.
d. Penyiangan
Penyiangan untuk pertanaman kelor yang intensif dilakukan empat
kali dalam setahun dengan frekuensi yang lebih tinggi saat musim hujan.
Penyiangan biasanya dilakukan bersamaan dengan pemupukan karena
gulma akan tertimbun dengan pembuatan guludan, sehingga dapat
meminimalkan jumlah tenaga kerja. Gulma yang terdapat di kebun juga
diatasi dengan memanfaatkan masyarakat sekitar yang membutuhkan
gulma untuk pakan ternak.
e. Pemangkasan
Kelor cenderung tumbuh secara vertikal hingga ketinggian 3-4 m.
Pemangkasan awal dilakukan ketika tanaman kelor berumur tiga bulan
setelah tanam dengan tinggi pangkasaan 75 cm dari permukaan tanah.
Pemangkasan awal ini akan memicu pertumbuhan cabang lateral sehingga
meningkatkan produksi. Batang utama dapat dipotong dengan golok atau
18
gergaji tepat di atas sebuah mata cabang. Pemotongan di ruas batang akan
menyebabkan batang busuk dan memicu pertumbuhan penyakit dan
parasit. Pemangkasan batang utama dilakukan saat tanaman sudah
berumur dua tahun dengan menebang batangnya hingga memiliki
ketinggian 20 cm dari permukaan tanah. Setelah pemangkasan awal untuk
membentuk pohon, secara rutin akan dilakukan pemangkasan
pemeliharaan. Pemangkasan pemeliharaan dilakukan ketika tanaman
sudah memiliki tinggi lebih dari 150 cm atau saat tanaman sudah sulit
untuk dipanen dan memiliki produktivitas yang rendah (Gambar 7a).
Pemangkasan pemeliharaan dilakukan dengan memotong cabang kira-kira
10 cm dari pangkal cabang (Gambar 7b). Pemangkasan pemeliharaan rata-
rata dilakukan setiap dua bulan sekali.
A B
A
Gambar 7. Pemangkasan pada tanaman kelor. (a). Pangkas pemeliharaan,
(b). Tanaman kelor hasil pangkas cabang.
Panen
Kelor dipanen dengan cara memetik daun yang sudah berwarna hijau tua
dan tanpa cacat pada daunnya (Gambar 8a). Daun hijau tua dipilih karena
memiliki biomassa yang maksimal. Daun dikumpulkan pada bak penampung
hingga penuh dan dibawa untuk dirontokkan atau dipisahkan antara anak daun
dari tangkainya (Gambar 8b). Proses pemanenan yang baik dilakukan pagi atau
sore hari. Panen di lapangan dilakukan dari pagi hingga siang hari untuk
memenuhi kebutuhan daun. Kegiatan panen dilakukan 35 hari setelah
pemangkasan cabang atau batang dan dapat dipanen kembali setiap minggunya.
Panen dilakukan pada hari senin, rabu dan jumat setiap minggunya dengan rotasi
pada setiap blok. Bobot daun yang sudah dirontokkan adalah 200 kg setiap kali
panen. Jumlah 200 kg yang diambil mengikuti kapasitas ruang pengering. Panen
dapat dilakukan satu minggu lima kali, namun kondisi listrik yang kurang stabil
membuat kedua ruang pengering tidak dapat digunakan dengan optimal. Panen
dilakukan oleh 4-6 orang tenaga pemanen. Daun dimasukan ke dalam ruang
pengering sebelum empat jam dari daun dipetik agar mutu daun tetap baik.
19
A B
A
Gambar 8. Proses panen kelor. (a). Panen kelor dengan teknik petik daun, (b) Pengangkutan
hasil panen.
Pascapanen
Daun kelor dikirim ke unit pengering segera setelah dipetik dengan bak
penampung dan tidak dibiarkan menumpuk untuk menghindari kerusakan karena
panas. Daun kelor yang dibiarkan menumpuk tinggi dan lama, akan menimbulkan
panas yang dapat merusak fisik daun dan kandungan nutrisinya. Daun segar yang
sampai di unit pengering dimasukkan ke dalam bak pencucian dengan ozonizer
untuk menghilangkan kotoran, debu dan bagian tanaman lainnya. Daun kelor yang
sudah bersih kemudian disimpan dalam rak penampungan agar air yang masih
menempel pada daun dapat benar-benar hilang, sehingga ketika masuk ruang
pengering tidak ada air yang terbawa. Daun kelor segar dan bersih, dipisahkan
dari ranting dan tangkainya atau dirontokkan (Gambar 9a). Daun kelor yang
kuning, berbintik putih, masih muda atau rusak dipisahkan dan dibuang. Rata-rata
kadar air daun yang sudah dirontokkan atau kadar air daun awal sebelum
dikeringkan adalah 40.5% yang diperiksa dengan moisture tester. Perontokkan
daun biasanya dikerjakan oleh 8-20 orang tenaga wanita.
Pengeringan dilakukan di dalam ruang pengering tertutup dengan suhu
rendah terkontrol antara 30-35 oC dan kelembapan dibuat hingga 46% RH selama
dua hari sampai benar-benar kering atau kadar air daun di bawah 5%. Kelembapan
rata-rata ruang pengering saat awal pengeringan adalah 84% RH. Daun kelor
dihamparkan dalam rak-rak khusus dengan ketebalan tidak lebih dari 2 cm
(Gambar 9b). Daun kelor dibolak-balik agar kering merata setiap tiga jam sekali
selama proses pengeringan. Sortasi masih dilakukan saat pengeringan untuk
memisahkan tangkai daun yang masih terbawa. Proses pengeringan ini merupakan
proses yang sangat vital dalam seluruh rangkaian proses pengolahan daun kelor.
Daun kelor akan menjadi kuning kecokelatan dan bahkan tumbuh jamur, akibat
dari pengeringan yang terlalu lama, kelembapan yang tinggi karena aliran udara
yang buruk atau suhu ruangan yang kurang tepat. Daun kelor kering yang baik,
yaitu berwarna hijau, benar-benar kering dan tanpa tangkai daun. Kegiatan
pengeringan diawasi oleh tiga orang karyawan untuk memastikan ruang pengering
tetap menyala dan membolak-balik daun. Daun kelor kering kemudian disimpan
dalam plastik foodgrade yang tertutup rapat dan terjaga dari udara masuk. Stok
daun kelor kering ini disimpan untuk digunakan dalam proses selanjutnya, yaitu
proses pengemasan teh daun kelor dan pembuatan serbuk daun kasar.
20
A B
A
Gambar 9. Teknik pascapanen kelor. (a). Kegiatan perontokkan daun, (b). Pengeringan
daun kelor.
A B
A
Gambar 10. Pengolahan daun kering menjadi serbuk. (a) Pembuatan serbuk kasar,
(b) Serbuk kasar daun kelor 80 mesh.
Pengolahan
a. Teh daun kelor
Daun kelor kering disortir sehingga ukurannya seragam dan
penampakan fisiknya sama. Teh daun kelor yang baik berwarna hijau dan
memiliki kadar air di bawah 5%. Teh daun kelor kemudian dikemas dan
diberi label dalam kemasan aluminium foil dengan ketebalan 80 µ. Berat
kemasan 20 g atau dapat disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Teh daun
kelor memiliki daya simpan hingga enam bulan.
b. Serbuk daun kelor
Daun kelor kering dihaluskan dengan menggunakan mesin pembuat
serbuk yang terbuat dari stainless steel. Pembuatan serbuk dilakukan sebanyak
tiga kali untuk mendapatkan hasil serbuk daun yang halus dan memudahkan dalam
21
pengayakan. Serbuk daun kelor disaring dengan ayakan yang terbuat dari stainless
steel untuk menghasilkan serbuk daun dengan tingkat kehalusan diatas 80 mesh
dan memisahkan butiran yang masih kasar. Terdapat dua produk serbuk kelor
yaitu, serbuk dengan tingkat kehalusan 200 mesh dan 500 mesh. Serbuk yang
lolos saringan, kemudian dikemas dalam kemasan aluminium foil dengan
ketebalan 125 µ untuk didistribusikan atau disimpan sebagai stok. Kemasan
serbuk daun kelor ada beberapa jenis, yaitu kemasan yang berbobot 250 g,
300 g, 500 g, 1 kg, 5 kg, 10 kg dan 20 kg. Kemasan yang beragam
disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Serbuk daun kelor memiliki daya
simpan hingga satu tahun. Serbuk daun kelor biasanya digunakan sebagai
campuran makanan dan minuman.
c. Serbuk kapsul daun kelor
Serbuk daun kelor dengan tingkat kehalusan 500 mesh dimasukan ke
dalam kapsul. Proses memasukan serbuk ke dalam kapsul dilakukan dengan
menggunakan alat pengisi kapsul yang terbuat dari stainless steel dan
dilakukan dalam kondisi steril. Kapsul kemudian dikemas di dalam botol
plastik dan diberi label. Kemasan untuk kapsul daun kelor ada dua, yaitu
botol yang berisi 50 kapsul dan 100 kapsul. Serbuk kapsul daun kelor
digunakan sebagai suplemen herbal.
d. Benih kelor
Benih kelor menggunakan biji yang berasal dari tanaman kelor yang
sudah berumur lebih dari lima tahun. Benih diambil dari polong yang sudah
matang dan kering dari pohon. Biji dikemas dan diberi label dalam kemasan
aluminium foil dengan ketebalan 80 µ untuk kemasan 100 g dan 125 µ untuk
kemasan 1 kg. Biji yang digunakan sebagai benih juga dapat dikonsumsi
karena sudah tersertifikasi halal.
e. Minyak biji kelor
Biji kelor dikupas secara manual untuk diambil kernelnya atau bagian
dalam biji yang berwarna putih (Gambar 11a). Kernel kelor kemudian
dijemur dalam rak-rak dengan suhu maksimal 40 oC. Kandungan air dalam
kernel sangat mempengaruhi kualitas minyak yang dihasilkan. Kernel yang
ditumbuhi jamur akan membuat minyak berwarna cokelat gelap dan bukan
kuning keemasan. Kernel yang telah kering diperas dengan mesin peras uril
yang terbuat dari stainless steel dengan tekanan 20-60 PSi selama 15 menit
yang akan menghasilkan minyak kelor yang bercampur dengan bubur biji dan
ampas biji (Gambar 11b). Mesin dapat menampung 2.5 kg kernel kering
setiap kali pemerasan. Kernel kelor dengan kualitas yang baik dapat
menghasilkan 2.1 liter minyak dari pemerasan 10 kg kernel kelor. Minyak
hasil perasan kemudiaan diendapkan selama 15 hari untuk memisahkan bubur
biji dan minyak murninya. Pemisahan secara alami ini menjamin tetap
terjaganya kualitas minyak biji kelor karena air dan polutan lainnya turut
mengendap dalam bubur biji. Sifat biji kelor adalah koagulan yang dapat
menjernihkan dan mengendapkan kotoran, serta bakteri dan jamur. Minyak
biji kelor murni yang telah terpisah secara alami dikemas dalam botol kaca 20 ml
dan botol plastik untuk kemasan 100 ml. Minyak biji kelor memiliki daya
simpan hingga lima tahun. Minyak biji kelor dapat digunakan sebagai obat
dan kosmetik.
22
A B
A
Gambar 11. Proses pembuatan minyak dari biji kelor. (a). Pemisahan kernel
dari kulit biji, (b). Pemerasan kernel biji kelor untuk
menghasilkan minyak.
A B
A
Gambar 12. Proses pembuatan serbuk biji. (a). Mesin pembuat serbuk biji dan
daun dengan tingkat kehalusan 200 mesh dan 500 mesh, (b). Serbuk
biji kelor.
plastik dan diberi label. Kemasan untuk kapsul biji kelor ada dua, yaitu botol
yang berisi 50 kapsul dan 100 kapsul. Serbuk kapsul daun kelor digunakan
sebagai suplemen herbal.
Pemasaran
Bahan baku berupa daun kering dan serbuk kasar dari petani mitra dijual ke
PT. Moringa Organik Indonesia. Daun kering diberi harga Rp65,000.00/kg
sedangkan serbuk kasar diberi harga Rp75,000.00/kg.
Sistem penjualan yang diterapkan PT. Moringa Organik Indonesia yaitu
sistem terputus. Perusahaan mengirimkan produk berdasarkan pesanan kemudian
pihak pemesan menyeleksi dan melakukan perhitungan ulang terhadap produk.
Produk dikirim menggunakan jasa pengiriman barang.
Saluran pemasaran yang dimiliki PT. Moringa Organik Indonesia yaitu
rantai pemasaran yang pendek. Penggunaan rantai pemasaran pendek lebih
menguntungkan karena proses pendistribusian produk cepat dan harga dari
produsen ke konsumen tidak terlampau jauh. Produk disalurkan ke lebih dari 100
gerai yang ada di seluruh Indonesia, reseller dan konsumen langsung. Informasi
produk disebarkan melalui website PT. Moringa Organik Indonesia, cerita dari
orang ke orang lain yang sudah merasakan manfaat dari produk, melalui program
sosial dan pelatihan kelor.
Harga yang ditetapkan ada tiga, yaitu harga gerai, reseller dan eceran. Harga
gerai diberikan ketika pembelian barang minimal Rp5,000,000.00 dan
berkomitmen membuka gerai di daerah tertentu. Harga reseller diberikan setelah
pembelian produk minimal Rp2,000,000.00 atau telah mengikuti pelatihan kelor.
Harga eceran merupakan harga standar penjualan. Pemesanan dilakukan dengan
menghubungi langsung kepala pengolahan dan pemasaran.
Aspek Manajerial
Karyawan Harian
Karyawan harian pada petani mitra secara umum terbagi menjadi: karyawan
kebun, karyawan perontok daun, karyawan pengeringan dan karyawan pembuat
serbuk daun kasar. Karyawan harian pada PT. Moringa Organik Indonesia terbagi
menjadi: karyawan pembuat minyak, karyawan pembuat serbuk biji, karyawan
laboratorium, karyawan pengemasan dan karyawan pengepakan. Karyawan kebun
adalah pekerja yang bertanggung jawab terhadap kegiatan budidaya pada lima
blok yang ada di kebun dengan tugas penanaman, penyulaman, pemupukan,
pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, pemangkasan dan panen.
Karyawan perontok daun terdiri dari pekerja wanita yang bertanggung jawab
dalam sortasi daun dan memisahkan anak daun dari tangkainya. Karyawan
pengeringan bertanggung jawab terhadap proses pengeringan daun kelor dengan
tugas mengontrol pengeringan daun dan menjaga kebersihan ruang pengering.
24
unit pengering yang membawahi tiga orang karyawan harian, pekerjaan dalam
unit pembuat serbuk daun kasar yang membawahi satu orang karyawan harian dan
kegiatan perontokkan daun yang membawahi 8-20 pekerja borongan selama
menjadi pendamping kepala kebun. Luas kebun yang diawasi mencapai 3 ha.
Penulis juga mengawasi kondisi pertanaman kelor terkait hama dan penyakit.
Penulis melakukan pengawasan sesuai standar operasional prosedur yang
ditetapkan oleh perusahaan. Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan sebagai asisten
kepala produksi, belum adanya perencanaan dan jadwal kegiatan produksi
menyebabkan banyak keterlambatan kegiatan produksi sehingga kegiatan belum
berjalan optimal. Perencanaan awal dan pembuatan jadwal kegiatan produksi
diperlukan agar kegiatan dapat berjalan dengan teratur dan dapat dilakukan
evaluasi setiap tahunnya.
Aspek Khusus
Panen
Perencanaan Panen
Perencanaan panen merupakan hal penting karena berkaitan dengan jumlah
produksi yang ingin dicapai oleh perusahaan. Perencanaan panen juga berkaitan
26
A B
G
Gambar 13. Kriteria panen pada tanaman kelor. (a). Sudut tangkai daun 45o
dengan bakal daun yang masih kecil, (b). Sudut tangkai daun ± 90o
dengan bakal daun yang sudah besar
Organisasi Panen
Proses pemanenan dilaksanakan oleh pemanen dari pukul 07.00-12.00 WIB
karena perusahaan mengejar target 200 kg daun yang sudah dirontokkan setiap
kali proses pengeringan, padahal menurut Mishra et al. (2012), daun kelor mudah
kehilangan kelembapan setelah panen, panen yang baik dapat dilakukan di pagi
hari dan menyelesaikan proses pascapanen di hari yang sama.
27
A B
Gambar 14. Teknik panen pada tanaman kelor. (a). Teknik panen pangkas cabang,
(b). Teknik panen petik daun.
Pengamatan teknik panen dilakukan selama tiga periode panen. Data yang
didapat pada pengamatan periode panen pertama (Tabel 2) tidak dapat dianalisis
karena pada periode pertama kondisi tanaman masih baru dipangkas dan daun
belum siap dipanen hingga 35 hari setelah pangkas (HSP). Teknik panen petik
daun periode pertama hanya memiliki satu data, yaitu data pengamatan satu kali
panen. Panen petik daun diamati sebanyak lima kali panen untuk setiap periode.
Panen pertama dilakukan bersamaan pada 35 HSP untuk teknik pangkas cabang
dan petik daun.
Tabel 2. Data perbedaan teknik panen terhadap produksi periode 1 (35 HSP)
Parameter
Perlakuan Jumlah Jumlah Bobot Bobot anak
cabang daun brangkasan (g) daun (g)
Teknik panen petik
daun 6.10 29.60 150.60 96.40
Teknik panen
pangkas cabang 5.00 19.60 211.00 61.70
28
Pengawasan Panen
Quality control merupakan salah satu cara agar kegiatan panen dan
pascapanen dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Quality control yang
diterapkan yaitu quality control pengeringan. Quality control pengeringan
merupakan pemeriksaan kualitas daun yang dipanen meliputi warna daun,
kelayuan daun dan kondisi daun dari hama dan penyakit. Daun yang dipanen
hanya daun yang sudah berwarna hijau tua. Namun menurut Mishra et al. (2012)
daun muda dan tua keduanya cocok untuk membuat serbuk daun kering.
Penumpukan daun hasil panen menyebabkan terjadinya proses pelayuan,
sehingga daun agak sulit untuk dirontokkan. Berdasarkan penelitian Sayekti (2016)
waktu pelayuan daun kelor yang lama menyebabkan tingginya senyawa antioksidan
yang hilang selama proses pelayuan. Menurut standar operasional prosedur
perusahaan, daun hasil panen masuk ruang pengering maksimal empat jam setelah
daun dipanen dan tinggi tumpukan hasil panen tidak boleh lebih dari 20 cm serta
disusun berdasarkan pangkal tangkainya.
Daun yang berwarna kuning dan terserang hama serta penyakit dipisahkan
sebelum masuk ruang pengering. Pekerja yang memisahkan anak daun dari
tangkainya (perontok daun) merupakan pekerja yang sama dalam menyeleksi
daun. Pekerja perontok daun merupakan pekerja borongan yang mengejar target
30
Pengeringan
Teknik Pengeringan
Pengeringan oleh PT. Moringa Organik Indonesia dilakukan dengan suhu
rendah terkontrol, menggunakan ruang pengering dan terhindar dari cahaya
matahari. Menurut Adu-Gyamfi dan Mahami (2014), mayoritas produsen kelor
menggunakan ruang pengering untuk mengeringkan daun karena jika
menggunakan metode pengeringan mekanik atau dengan panas matahari akan
terjadi pencucian nutrisi. Suhu ruang pengering dipertahankan 30-35 oC dan
kelembapan dibuat hingga 46% RH. Energi panas didapat dari lampu sorot 300 Watt
dan kelembapan diatur dengan alat dehumidifier. Berdasarkan penelitian Fitriani
(2016), semakin tinggi suhu pengeringan maka akan semakin rendah aktivitas
antioksidannya dan dapat merusak antioksidan pada daun. Menurut Adu-Gyamfi
dan Mahami (2014), suhu pengeringan ruangan (28-32 oC) lebih rendah daripada suhu
pengeringan mekanis (50-55 oC) dan pengeringan matahari (35-55 oC), sehingga
peningkatan kelembapan dapat mendukung pertumbuhan mikroba.
Standar operasional prosedur pengeringan yang diterapkan perusahaan dapat
mengonsentrasikan nutrisi pada daun kering dan menjaga produk dari kontaminasi
mikroba yang dibuktikan dari pengujian kandungan serbuk daun kelor yang
terdapat pada Lampiran 8. Pengaturan suhu dan kelembapan merupakan kunci
terpenting dalam pengeringan daun kelor. Menurut Dima et al. (2016) daun kelor
pada dasarnya memiliki sifat antimikroba.
Bagian tanaman kelor yang dikeringkan hanya anak daunnya saja. Tangkai daun
dipisahkan ketika dikeringkan karena hanya anak daun yang memiliki kandungan
nutrisi yang tinggi. Kandungan nutrisi akan berkurang per satuan bobot jika dilakukan
pembuatan serbuk dengan mencampurkan anak daun dan tangkai daunnya. Tangkai
daun hasil sortasi tidak dibuang, tetapi dimanfaatkan sebagai pakan sapi. Tangkai daun
kelor juga mengandung antinutrisi sehingga tidak ikut dikeringkan. Kandungan
antinutrisi pada tanaman kelor perlu diteliti lebih lanjut terkait jumlah antinutrisi pada
kelor yang dapat merugikan. Menurut Ogbe dan Affiku (2011) daun kelor sendiri
31
mengandung antinutrisi seperti tanin, phytates, inhibitor tripsin, saponin, oksalat dan
sianida dengan kadar yang rendah. Namun tingkat antinutrisi yang terdeteksi dalam
daun kelor sangat rendah. Berdasarkan penelitian Ferreira et al. (2008) biji dan batang
kelor mengandung tannin, saponin dan alkaloid yang secara biologis penting bagi daun
dan batang, namun dengan kadar yang tidak beracun untuk ruminansia.
Kehilangan Hasil
Kehilangan hasil terjadi dalam proses pengeringan daun kelor. Kehilangan
hasil disebabkan karena cara penanganan daun saat di ruang pengering yang
kurang tepat. Daun yang terjatuh ke lantai saat daun dimasukan ke dalam rak
32
Pembuatan Serbuk
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Amaglo, N. 2006. How to produce moringa leaves efficiently. Moringa and other
highly nutritious plant resources: strategies, standards and markets for a
better impact on nutrition in Africa. International Workshop on Moringa.
Accra, 16-18 November 2006.
Amaglo, N.K., G.M. Timpo, W.O. Ellis, R.N. Bennett. 2006. Effect of spacing
and harvest frequency on the growth and leaf yield of moringa (Moringa
oleifera Lam.), a leafy vegetable crop. Moringa and other highly nutritious
plant resources: strategies, standards and markets for a better impact on
nutrition in Africa. International Workshop on Moringa. Accra, 16-18
November 2006.
Aminah, S., T. Ramdhan, M. Yanis. 2015. Kandungan nutrisi dan sifat
fungsional tanaman kelor (Moringa oleifera). Buletin Pertanian Perkotaan
5(2):35-44.
[Balitbangtan] Badan Litbang Pertanian NTB. 2011. Teknologi budidaya kelor.
http://ntb.litbang.pertanian.go.id [30 Agustus 2017].
Biswas, B.C. 2010. Cultivation of medicinal plant success stories of two farmers.
Fertilizer Marketing News 41(3):1-5.
Budiana, I.N., I.G.K.D. Arsana. 2013. Kajian budidaya tanaman kelor (Moringa
oleifera) sebagai sayuran alternatif pemanfaatan sumber daya genetik lokal
di Bali. Dalam E.T. Susila, P. Basundana, Taryono, E. Sulistyaningsih,
M. Nurudin, S.M. Rohman, D. Widianto, D.W. Respatie (Eds). Prosiding
Seminar Nasional. Pengembangan dan Pemanfaatan IPTEKS untuk
Kedaulatan Pangan. Yogyakarta, 2014.
Darma, B., W.I. Sudira, H. Mahatmi. 2013. Efektivitas perasan akar kelor
(Moringa oleifera) sebagai pengganti antibiotik pada ayam broiler yang
terkena kolibasilosis. Indonesia Medicus Veterinus 2(3):331-346.
Desiawati, D. 2013. Tinjauan konservasi kelor (Moringa oleifera Lam.): studi
kasus di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dima, L.L.R., Fatmawati, W.A. Lolo. 2016. Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun
kelor (Moringa oleifera L.) terhadap bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi 5(2):282-289.
[ECHO] Educational Concerns of Hunger Organization. 2006. Moringa. Florida,
USA. http://www.echonet.org/ [12 Januari 2018].
Ferreira, P.M.P., D.F. Farias, J.T.D.A. Oliveira, A.S.F.U. Carvalho. 2008.
Moringa oleifera: bioactive compounds and nutritional potential. Rev.
Nutr. 21(4):431-437.
Fitriani, N. 2016. Aktivitas antioksidan teh kombinasi daun anting-anting dan
daun kelor dengan variasi suhu pengeringan. Skripsi. Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Giridhari, V.V.A., D. Malathi, K. Geetha. 2011. Anti diabetic property of
drumstick (Moringa oleifera) leaf tablets. Int. J. Health Nutr. 2(1):1-5.
Gopalakrishnan, L., K. Doriya, D.S. Kumar. 2016. Moringa oleifera: A review
on nutritive importance and its medicinal application. Food Science and
Human Wellness 5:49–56.
36
Legenda
Keterangan:
Kebun : I (blok 1), II (blok 2), III (blok 3), IV (blok 4), V (blok 5)
Unit Pengering : I (ruangan 1), II (ruangan 2)
50
Direktur
Kepala
Kepala Unit Pengolahan
Produksi Pelatihan dan
Pemasaran
Unit
Unit Pembuatan Unit
Unit Kebun Administrasi Pemasaran Administrasi Distribusi
Pengeringan Serbuk Pengolahan
Kasar
51
52
ASAM AMINO
32 Aspartat 32,006.83 ppm SIG
33 Glutamat 29,305.61 ppm SIG
34 Serina 9,435.72 ppm SIG
35 Glisina 11,906.73 ppm SIG
36 Histidina 6,252.59 ppm SIG
53
Lampiran 8. Lanjutan
Laboratorium
No Kandungan nutrisi Nilai Satuan
penguji
37 Arginina 13,398.70 ppm SIG
38 Treonina 8,605.36 ppm SIG
39 Alanina 15,262.89 ppm SIG
40 Prolina 19,607.69 ppm SIG
41 Valina 14,576.56 ppm SIG
42 Metionina 3,687.79 ppm SIG
43 Isoleusina 11,327.12 ppm SIG
44 Leusina 18,352.47 ppm SIG
45 Fenilalanina 15,510.73 ppm SIG
46 Lisina (Lysine HCL) 11,509.12 ppm SIG
Kandungan lainnya
47 Polifenol 24,649.44 ppm SIG
48 EGCG 381.25 mg/100 g SIG
Sumber : Data PT. Moringa Organik Indonesia
Keterangan :
BBIA : Balai Besar Industri Agro, Bogor
SIG : PT. Saraswanti Indo Genetech
Farmasi UNAIR : Unit Layanan Pengujian Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga
54
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak pertama dari bapak Andi dan ibu Setiya Asih. Penulis
dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 Februari 1997. Tahun 2014 penulis lulus dari
SMA Negeri 46 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima di
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis aktif di beberapa organisasi dan kepanitiaan selama mengikuti
perkuliahan. Organisasi yang pernah penulis ikuti antara lain: Tutor Sebaya asrama
TPB IPB pada tahun 2014-2015, Bina Desa KM IPB pada tahun 2014-2016, ketua
Departemen Internal Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura
(HIMAGRON) pada tahun 2016-2017. Kepanitiaan yang diikuti antara lain, sebagai
ketua panitia Brilliant Competition asrama TPB IPB pada tahun 2014, ketua
panitia Festival Ramadhan Ciaruten Ilir (FERARI) pada tahun 2015 dan staf acara
Fruit Indonesia pada tahun 2016.
Penulis juga menerima beasiswa dari Karya Salemba Empat pada tahun
2016-2017. Asisten praktikum yang penulis ikuti, yaitu Biologi PPKU pada tahun
ajaran 2016/2017 dan 2017/2018, serta asisten Dasar-dasar Agronomi pada tahun
ajaran 2017/2018.