Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN

STERILISASI EKSPLAN PADA ENDOSPERMA DURIAN


(Durio zibethinus Murr.) DAN INDUKSI KALUS SECARA IN
VITRO

Disusun Oleh :
Nama

: Muhamad Rizky Aliansyah

NIM

: 4442122621

Kelompok : 2
Kelas

: VI B

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
STERILISASI EKSPLAN PADA ENDOSPERMA DURIAN (Durio zibethinus
Murr.) DAN INDUKSI KALUS SECARA IN VITRO ini dengan baik dan tepat
waktu.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk melengkapi nilai pada
mata kuliah Kultur Jaringan pada program studi Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Laporan ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Dr. Susi Susiyanti, SP, M.Si selaku dosen Perbanyakan tanaman jurusan
Agroekoteknologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
2. Asisten Imas Nawaningsih Laboratorium mata kuliah Pemuliaan Tanaman
jurusan Agroekoteknologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
3. Perpustakaan Universitas Sultan ageng Tirtayasa selaku fasilitator materi.
4. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan dan doa
5. Semua teman-teman dan sahabat-sahabat dari program studi
Agrokoteknologi angkatan 2012
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran
dan kritik yang membangun penulis butuhkan demi kesempurnaan laporan yang akan
datang. Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya.

Serang, Mei 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan ......................................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani dan Sistematika Tanaman .............................................................4
2.2 Kultur Endosperma ..................................................................................6
2.3 Hormon BAP ............................................................................................8
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu Dan Tempat..................................................................................10
3.2 Alat Dan Bahan.......................................................................................10
3.3 Cara Kerja ..............................................................................................10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil........................................................................................................11
4.2 Pembahasan ............................................................................................11
V. PENUTUP
5.1 Simpulan.................................................................................................14
5.2 Saran.......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15
LAMPIRAN..........................................................................................................16

ii

DAFTAR TABEL

No Judul
1

Halaman
Tabel Hasil Pengamatan.............................................................

iii

11

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kultur jaringan adalah teknik pengisolasian bagian tanaman seperti organ
jaringan sel dan produksi yang selanjutnya ditumbuhkan dalam media buatan
secara aseptik sehingga bagian tersebut beregenerasi menjadi tanaman lengkap.
Pelaksanaan teknik kultur jaringan ini berdasarkan teori sel seperti yang
ditemukan oleh scheiden dan schwann, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan
autonom,

bahkan

mempunyai

kemampuan

totipotensi. Totipotesi

adalah

kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil, apabila diletakan
dalam lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh menjadi tanaman yang
sempurna (Hendaryono & Wijayani 1994).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan kultur jaringan
yaitu bahan sterilisasinya, kandungan unsur kimia dalam media, hormon yang
digunakan, substansi organik yang ditambahkan dan terang atau gelapnya saat
inkubasi. Dari sekian banyak permasalahan, yang harus diteliti dan diperhatikan
adalah sterilisasi eksplan yang ingin dikulturkan, karena sangat besar pengaruhnya
terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya
(Daisy 1994).
Menurut Sandra (2003), prinsip dasar sterilisasi eksplan adalah mensterilkan
eksplan dari berbagai mikroorganisme, tetapi eksplannya tidak ikut mati. Setiap
tanaman memerlukan perlakuan khusus sehingga sebelum mengulturkan tanaman
baru perlu melakukan percobaan sterilisasi. Sebagai patokan, konsentrasi bahan
dan waktu yang diperlukan untuk sterilisasi eksplan sebagai berikut :
1. Sterilisasi Ringan
Eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 20% selama 10 menit, lalu
bilas dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam cairan pemutih
pakaian 15% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan

direndam dalam cairan pemutih pakaian 10% selama 10 menit, lalu bilas dengan
air steril tiga kali.
2. Sterilisasi Sedang
Eksplan direndam dalam HgCl2 0.1-0.5 mg/l selama 7 menit, lalu bilas
dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian
15% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam
dalam cairan pemutih pakaian 10% selama 10 menit, lalu bilas dengan air steril
tiga kali.
3. Sterilisasi Keras
Eksplan kuljar direndam dalam HgCl2 0,1-0,5 mg/l selama 10 menit, lalu
bilas dengan air steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam alkohol 90% selama
15 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam cairan
pemutih pakaian 20% selama 10 menit, lalu dibilas dengan air steril tiga kali.
Di Indonesia terdapat banyak kultivar dan klon durian, terutama durian jenis
Durio zibethinus Murr. atau yang biasa disebut durian budidaya. Reza (2002)
melaporkan sebanyak 28 kultivar durian unggul yang ada di Indonesia.
Banyaknya kultivar durian tadi menyebabkan kesulitan untuk membedakannya,
disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai ciri kultivar durian.
Dari banyaknya kultivar durian yang ada di pasar Indonesia serta banyaknya
permintaan akan buah durian yang semakin marak di karenakan masyarakat sudah
tidak memandang buah durian sebagai si buah dengan aroma busuk. Untuk
mendapatkan

buah

yang

bagus

dari

bibit

induk

yang

bagus

untuk

perkembangbiakan secara konvensional sangatlah susah. Maka dari pada itu


perbanyakan melalui endospema adalah jalan yang di pilih guna untuk
mendapatkan hasil yang maksimal serta di harapkan menjadi durian yang berbuah
tanpa biji yang bisa semakin membuat nilai tambah pada durian tersebut.
Endosperma adalah jaringan triploid yang terdapat pada biji, hasil dari
penyatuan dua inti polar gamet betina dengan satu inti gamet jantan, yang berbeda
dengan embrio dalam jumlah kromosomnya. Endosperma merupakan massa sel
parenchym yang relative homogen, tanpa adanya elemen jaringan pembuluh, sel2

selnya bervariasi dalam ukuran, pembelahan, pemisahan kromosom, dan


poliploidinya. Endosperma terdapat pada individu yang mencakup lebih dari 81%
pada tumbuhan berbunga (Johri dan Bhojwani, 1977; Johri et al., 1980; Thomas
dan Chaturvedi, 2008). Fungsi endosperma adalah memelihara embrio selama
pertumbuhan pada fase heterofit dan memberikan sumber energi selama
perkecambahan dan pertumbuhan embrio (Johri dan Bhojwani, 1977). Jaringan
endosperma ada yang habis dikonsumsi seluruhnya oleh embrio ketika biji
menjadi tua, biji tumbuhan tersebut disebut non endosperma, tetapi bila
endospermanya tetap ada ketika biji menjadi tua sebagai makanan cadangan
dalam bentuk tepung, lemak atau protein, disebut biji yang endosperma (Johri dan
Bhojwani, 1977; Johri et al., 1980). Kultur endosperma secara in vitro akan
mendapatkan tanaman triploid karena endosperma adalah jaringan triploid. Pada
tumbuhan yang bijinya non endosperma, pengambilan eksplan endospermanya
ketika biji belum tua.
Kultur endosperma merupakan suatu teknik alternatif untuk menghasilkan
tanaman triploid secara langsung, hanya melalui satu pentahapan (Lakshmi,
1987). Tanaman triploid hasil kultur endosperma kemungkinan lebih unggul
dibandingkan dengan hasil persilangan, disebabkan tidak tereduksinya inti polar
(2n) waktu fusi pada pusat sel megagametofit (Knight dan Alston, 1969).
Keberhasilan kultur endosperma secara in vitro dipengaruhi oleh banyak faktor, di
antaranya umur endosperma penyertaan zigot embrio, pencoklatan (browning),
dan umur kultur.
1.2. Tujuan
Mahasiswa mengetahui proses sterilisasi eksplan pada endosperma Durian
Durio Zibethinus Murr.) dan Induksi Kalus Secara In Vitro.

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Durian


Buah durian yang berasal dari pohon durian (Durio zibethinus L.) banyak
tumbuh di hutan maupun di kebun milik penduduk. Ciri buahnya, bentuknya besar
bulat/oval dengan aroma rasa, baunya khas dan menjadi buah primadona yang
banyak disukai masyarakat Indonesia umumnya. Buahnya besar dan berduri
dengan kulit buah yang keras dan tebal hampir seperempat bagian dari buahnya
merupakan bagian yang dibuang begitu saja sampai akhirnya menjadi busuk.
Apabila dilihat dari karakteristik bentuk dan sifat-sifat kulitnya, sebenarnya
banyak manfaat yang dapat dihasilkan dari kulit buahnya misalnya untuk bahan
campuran papan partikel, papan semen, arang briket, arang aktif, filler, campuran
untuk bahan baku obat nyamuk dan lain-lain (Soedarya, 2009).
Buah durian merupakan tanaman daerah tropis, karenanya dapat tumbuh
baik di Indonesia. Panjang buah durian yang matang bisa mencapai 30-45 cm
dengan lebar 20-25 cm, dan berat antara 1,5-2,5 kg. Setiap buah berisi 5 juring
yang di dalamnya terletak 1-5 biji yang diselimuti daging buah yang berwarna
putih, krem, kuning, atau kuning tua. Tiap varietas durian menentukan besar
kecilnya ukuran buah, rasa, tekstur, dan ketebalan daging (Nazaruddin, 1994).
Durian banyak disebutkan sebagai pohon hutan dan biasanya berukuran sedang
hingga besar yang tingginya mencapai 50 m dan umurnya dapat mencapai
puluhan hingga ratusan tahun. Bentuk pohonnya (tajuk) mirip segitiga dengan
kulit batangnya berwarna merah coklat gelap, kasar, dan kadang terkelupas. Buah
durian memiliki alat kelamin jantan dan betina dalam 1 bunga sehingga tergolong
bunga sempurna. Aroma dari buahnya cukup menyengat. Buahnya berduri dan
bila dibelah di dalam buahnya terdapat ruang-ruang yang biasanya berjumlah
lima. Setiap ruangan berisi biji (pongge) yang dilapisi daging buah yang lembut,
manis, dan berbau merangsang. Jumlah daging buahnya pun beragam tetapi
ratarata 2-5 buah. Warna buahnya bervariasi dari putih, krem, kuning sampai
kemerahan (Widyastuti dkk., 1993).

klasifikasi dari durian yaitu sebagai berikut :


Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Class

: Dicotyledoneae

Ordo

: Malvales

Familia

: Bombacaceae

Genus

: Durio

Spesies

: Durio zibethinus L.

2.1.1. Morfologi Tanaman Duren


Tumbuhan berbentuk pohon, tinggi 27 - 40 m. Akar tunggang. Batang
berkayu, silindris, tegak, kulit pecah - pecah, permukaan kasar, percabangan
simpodial, bercabang banyak, arah mendatar. Daun tunggal, bertangkai pendek,
tersusun berseling, permukaan atas berwarna hijau tua - bawah cokelat
kekuningan, bentuk jorong hingga lanset, panjang 6,5 - 25 cm, lebar 3 - 5 cm,
ujung runcing, pangkal membulat, permukaan atas mengkilat, permukaan bawah
buram, tidak pernah meluruh, bagian bawah berlapis bulu halus berwarna cokelat
kemerahan. Bunga muncul di batang atau cabang yang sudah besar, bertangkai,
kelopak berbentuk lonceng berwarna putih hingga cokelat keemasan. Buah bulat
atau lonjong, kulit dipenuhi duri-duri tajam, warna coklat keemasan atau kuning,
bentuk biji lonjong, berwarna cokelat, berbuah setelah berumur 5 - 12 tahun.
Perbanyakan Generatif (biji) (Soedarya, 2009). Nama daerah durian yaitu
deureuyan (Aceh), duren (Gayo), drotong (Batak), kadu (Sunda), duren (Jawa),
dhurin (Madura), dahuyan (Dayak), duren (Bali), aduria (Bima), duria
(Gorontalo), durian (Sangir), duriang (Makasar),duliango (Buol), duriang (Bugis),
duria (Ternate), duria (Tidore), dulen (Seram) (Anonim, 2010).

2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Durian


Durian sangat baik ditanam di daerah yang berketinggian antara 400-600
mdpl. Meskipun demikian, patokan ini tidak terlalu ketat. Di dataran rendah dan
daerah yang berketinggian 1.000 mdpl durian masih bisa berbuah dengan baik
walaupun buahnya tidak selebat tanaman pada ketinggian yang tepat. Tanah yang
paling cocok untuk penanaman durian yaitu tanah yang subur, gembur dan tidak
bercadas. Kedalaman air tanah yang dinginkan durian antara 1-2 m. Derajat
kemasaman tanah sebaiknya berada pada kisaran 6-7. Tanaman durian lebih
menyukai daerah yang lembap dengan curah hujan merata sepanjang tahun. Curah
hujan rata-ratanya minimum 100 mm/bulan dengan bulan basah minimum
sembilan bulan. Musim kemarau yang melebihi tiga bulan dapat berakibat jelek
terhadap pertumbuhan bunga atau buahnya. Bahkan, dalam keadaan parah bunga
atau buahnya bisa berguguran (Setiawan, 2000).
2.2. Kultur Endosperma
Endosperma adalah jaringan triploid yang terdapat pada biji, hasil dari
penyatuan dua inti polar gamet betina dengan satu inti gamet jantan, yang berbeda
dengan embrio dalam jumlah kromosomnya. Endosperma merupakan massa sel
parenchym yang relative homogen, tanpa adanya elemen jaringan pembuluh, selselnya bervariasi dalam ukuran, pembelahan, pemisahan kromosom, dan
poliploidinya. Endosperma terdapat pada individu yang mencakup lebih dari 81%
pada tumbuhan berbunga (Johri dan Bhojwani, 1977; Johri et al., 1980; Thomas
dan Chaturvedi, 2008).

Fungsi endosperma adalah memelihara embrio selama pertumbuhan pada


fase heterofit dan memberikan sumber energi selama perkecambahan dan
pertumbuhan embrio (Johri dan Bhojwani, 1977). Jaringan endosperma ada yang
habis dikonsumsi seluruhnya oleh embrio ketika biji menjadi tua, biji tumbuhan
tersebut disebut non endosperma, tetapi bila endospermanya tetap ada ketika biji
menjadi tua sebagai makanan cadangan dalam bentuk tepung, lemak atau protein,
disebut biji yang endosperma (Johri dan Bhojwani, 1977; Johri et al., 1980).
Kultur endosperma secara in vitro akan mendapatkan tanaman triploid karena
endosperma adalah jaringan triploid. Pada tumbuhan yang bijinya non
endosperma, pengambilan eksplan endospermanya ketika biji belum tua. Tanaman
triploid (2n = 3x) adalah tanaman yang jumlah kromosomnya kelipatan tiga dari
kromosom dasarnya (3n), buahnya kebanyakan tidak berbiji atau berbiji tapi steril.
Tanaman triploid tidak diinginkan bila bertujuan untuk menghasilkan benih yang
komersial, tetapi sangat berharga karena memberikan nilai tambah ekonomi yang
tinggi dalam memperbaiki kualitas dan kuantitas buah, yaitu buahnya tidak
berbiji, lebih besar dan hasilnya lebih produktif, seperti pada buah pisang, apel,
jeruk, anggur, papaya (Sanford, 1983; Thomas dan Chaturvedi, 2008).
Tanaman triploid memberikan keuntungan lain, yaitu pertumbuhan
tanamannya lebih cepat dan bunganya lebih besar, seperti pada Petunia axillaris
(Gupta, 1982), atau dapat dipanen lebih awal dan mendapatkan biomasa kayu
yang lebih besar, seperti pada Populus tremuloides untuk bahan baku kertas (Johri
et al., 1980; Thomas dan Chaturvedi, 2008). Di Indonesia, petai cina (Leucaena
glauca) triploid menghasilkan biomasa daun yang lebih besar untuk pakan ternak
(Komunikasi pribadi dengan Dr. Brewbaker, Profesor Pemulia Tanaman
University of Hawaii), bawang merah triploid untuk mendapatkan umbi yang
lebih besar (Sulistyaningsih, 1999), sedang diteliti semangka triploid (Ir. Sunyoto,
Litbang Pertanian), manga Arumanis dan Gedong Gincu triploid (Dr. Wiendi,
IPB), cendana triploid (Dr. Sukamto, Puslit Biologi-LIPI).
Kultur endosperma merupakan suatu teknik alternatif untuk menghasilkan
tanaman triploid secara langsung, hanya melalui satu pentahapan (Lakshmi,
1987). Tanaman triploid hasil kultur endosperma kemungkinan lebih unggul

dibandingkan dengan hasil persilangan, disebabkan tidak tereduksinya inti polar


(2n) waktu fusi pada pusat sel megagametofit (Knight dan Alston, 1969).
Keberhasilan kultur endosperma secara in vitro dipengaruhi oleh banyak faktor, di
antaranya umur endosperma penyertaan zigot embrio, pencoklatan (browning),
dan umur kultur.
Umur endosperma saat dikultur umumnya merupakan fase kritis terhadap
respon pertumbuhannya secara in vitro (Nag dan Johri, 1971; Tao et al., 2009).
Eksplan endosperma yang umurnya terlalu muda atau telah melewati kisaran fase
meristematisnya, umumnya tidak respon bila dikultur. Endosperma muda pada
fase sel-selnya masih meristematis, umumnya akan respon positif bila dikultur,
seperti pada kelapa (Kumar et al., 1985; Ceniza et al., 1992; Sukamto, 1996),
jeruk besar dan apel (Wang dan Chang, 1978; Mu dan Liu, 1978), Morus alba
(Thomas et al., 2000), Azadirachta indica (Chaturvedi et al., 2003), endosperma
jagung respon pada umur 8-12 hari setelah penyerbukan (HSP) (Sternheimer
1954; Straus dan LaRue, 1954; Tamaski dan Ullstrup, 1958). Endosperma
blackberry 28 HSP (Cantoni et al., 2009), endosperma Citrus grandis cv White
Siamese 84-98 HSP (Gmitter et al., 1990), cv Tosa-Buntan 85-95 HSP (Yang et
al., 2000), endosperma Citrus sinensis cv Hongjiang respon pada 98-119 HSP
(Chen et al., 1990), cv Ridge Pineapple 84-98 HSP (Gmitter et al.,
1990),endosperma rye grass 9-10 HSP (Norstog, 1956), padi 4-7 HSP (Nakano et
al., 1975), tetapi endosperma padi yang tua juga respon (Bajaj et al., 1980).
Endosperma ketimun 7-10 HSP (Nakajima, 1962), endosperma tomat 21 HSP
(Kagan-Zur et al., 1990), endosperma walnut respon pada 56 HSP (Tulecke et al.,
1988).
2.3. Hormon BAP
Zulkarnain (2009) mengungkapkan bahwa dalam teknik kultur jaringan,
kehadiran zat pengatur tumbuh sangat nyata pengaruhnya. Sangat sulit untuk
menerapkan teknik kultur jaringan pada upaya perbanyakan tanaman tanpa
melibatkan zat pengatur tumbuhnya. Zat pengatur tumbuh (ZPT) didefinisikan
sebagai senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (10-6-10-5
mM) yang disintesiskan pada bagian tertentu tanaman dan pada umumnya

diangkut ke bagian lain tanaman dimana zat tersebut menimbulkan tanggapan


secara biokimia, fisiologis dan morfologis (Wattimena, 1988). Dua golongan zat
pengatur tumbuh yang penting dalam kultur jaringan yaitu auksin dan sitokinin.
Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam
kultur sel dan organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang
diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen menentukan
arah perkembangan suatu kultur (Gunawan, 1987).
Sitokinin merupakan senyawa organik yang menyebabkan pembelahan sel
yang dikenal dengan proses sitokinesis. Menurut Wattimena (1988), sitokinin
mempengaruhi berbagai proses fisiologis di dalam tanaman terutama mendorong
pembelahan sel. Selain itu menurut Armini (1991), sitokinin juga berpengaruh
dalam ploriferasi tunas ketiak, penghambatan pertumbuhan akar dan induksi umbi
mikro pada kentang. Sitokinin yang biasa digunakan adalah kinetin, zeatin, 2iP
(N6-2-Isopentanyl Adenin) , BAP (6-Benzyl Amino Purin), PBA, 2C 1-4 PU, 2.6C1-4 dan TDZ (thidiazuron) (Gunawan, 1987). 6-Benzyl amino purine (BAP)
merupakan sitokinin sintesis yang memiliki berat molekul sebesar 225.26 dengan
rumus molekul C12H11N5. Wattimena (1988) menambahkan bahwa BAP
merupakan turunan adenin yang disubstitusi pada posisi 6 adalah yang memiliki
aktivitas kimia paling aktif.
Aktivitas sitokinin tergantung juga dari aktivitas fitohormon yang lainnya,
terutama auksin baik dalam efek menghambat maupun efek yang mendorong
pembelahan sel (Wattimena, 1988). Sitokinin dan auksin memiliki peran yang
sangat penting dalam hal menginduksi tunas adventif. Nisbah keduanya akan
menentukan apakah suatu kalus akan membentuk tunas adventif, akar, atau tunas
adventif dan akar (Armini et al., 1991).

III. BAHAN DAN METODE


3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Kultur Jaringan kali ini dengan judul Sterilisasi Eksplan Pada
Endosperma Durian (Durio zibethinus) Dan Induksi Kalus Secara In Vitro, waktu
yang digunakan pada hari Kamis, 9 April 2015 dimulai pada pukul 13.00 WIB s/d
selesai yang bertempat di Laboratorium Bioteknologi lantai 1 Fakultas Pertanian
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang-Banten.
3.2. Alat dan Bahan:
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu botol kultur,
laminar air flow, lampu bunsen, pinset, alumunium foil, sill, pisau sedangkan
bahan-bahan yang digunakan yaitu aquades, biji durian var. abu atau lebu, alkohol
96%, Larutan fungisida, media MS 2 4 D 1ppm, 2ppm dan 3ppm, PVP, tween.3.3.
3.3. Pelaksanaan
1. Tanaman atau biji durian yang disterilkan
2. Cuci dengan air mengalir (hilangkan bulu-bulu eksplan)
3. Rendam 30 menit didalam tween
4. Rendam dengan larutan bakterisida 2 gr/ 100 ml selama 1 jam bilas dengan
aquades sampai tidak berbusa
5. Rendam dengan larutan fungisida selama 1 jam
6. Bilas dengan aquades
3.4. Parameter Pengamatan
1. Waktu muncul kalus (MST)
2. Warna kalus
3. Struktur kalus
4. Presentasi Kontaminasi (%)
Pengamatan dilakukan selama 2 minggu ( 1 MST dan 2 MST)

10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil
1 MST

2 MST

Waktu muncul kalus

Warna kalus

Putih kekuningan

Struktur kalus

kompak

Persentase kontaminasi

0%

12.5%

Gambar

4.2

Pembahasan
Pada Praktikum ini Kegiatan kultur jaringan sangat erat kaitannya dengan

kondisi steril. Kondisi steril ini sangat menentukan sekali terhadap keberhasilan
kegiatan kultur. Sterilisasi ini dilakukan dari mulai alat-alat dan eksplan yang akan
digunakan, ruang kultur hingga praktikan semuanya harus dalam keadaan steril.
Kegiatan penanaman pun tidak jauh dari kondisi steril / aseptik karena dengan
kondisi seperti ini kemungkinan berhasil lebih besar dan kegagalan / kontaminasi
sedikit bahkan tidak ada. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunawan (1988) yang
menyatakan bahwa kontaminasi yang terjadi pada kultur jaringan merupakan
momok yang cukup mengganggu proses kultur jaringan. Namun kontaminasi juga
dapat dicegah dengan perlakuan-perlakuan yang aseptik.
Menurut Susilowati (2001) sumber kontaminasi dapat berasal dari eksplan
tumbuhan, organisme kecil yang masuk ke dalam media, alat yang tidak steril dan
lingkungan kerja yang kotor. Sehingga harus dilakukan sterilisasi lingkungan
kerja, alat-alat, media dan bahan tanaman. Sebelumnya, tangan praktikan
disemprot alkohol terlebih dahulu sebelum melakukan penanaman dengan tujuan
supaya bakteri atau jamur yang terbawa bisa mati. Alat-alat seperti pinset dan
scalpel pun di sterilkan dulu dengan mencelupkan ke alkohol kemudian dibakar
11

sampai nyala apinya hilang (setiap alat tersebut akan digunakan terlebih dahulu
disterilkan dengan cara seperti itu). Eksplan Durian diambil dari bagian bijinya
kemudian

dipotong menjadi 3 bagian dengan panjang 1 cm per bagian.

Alumunium foil penutup botol dibuka kemudian mulut botol diflamir dengan
bunsen. Disamping itu, eksplan diambil dengan menggunakan pinset dan
langsung ditanam. Saat penanaman berlangsung usahakan posisi eksplan berada
ditengah media dan sedikit masuk ke media. Setelah itu, botol ditutup lagi dengan
alumunium foil dan dieratkan dengan plastik. Langkah tersebut terus dilakukan
hingga semua eksplan tertanam. Botol- botol yang sudah ditanamani eksplan
disimpan di rak inkubasi kultur dengan kondisi lingkungan yang mendukung
untuk pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Laminair Air Flow ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, diantaranya:
a. Sebaiknya tidak meletakan lampu alkohol terlalu dekat dengan filter.
b. Sebaiknya tidak menumpuk alat-alat, botol-botol media, dan benda- benda
lain di depan tempat tempat kerja Laminair Air Flow agar tidak
menghalangi aliran udara.
c. Sebaiknya tidak mencelupkan alat tanam dengan nyala api ke dalam
alkohol. Alat tanam yang baru saja diambil dari botol berisi alkohol dan
dibakar di lampu alkohol akan tetap menyala sampai akohol yang melekat
di alat tanam tersebut habis terbakar. Nyala api alkohol yang terdapat pada
alat tanam tersebut tidak terlihat jelas di tempat yang terang.
d. Sebaiknya tidak mendekati lampu alkohol dengan tangan yang baru saja
disemprot alkohol.
e. Sampah-sampah bekas penanaman dibersihkan dari Laminair Air Flow.
Jenis tanaman yang dikulturkan adalah Durian yang merupakan tanaman
tahunan. Pengamatan dilakukan selama kurang lebih 1 minggu, pada pengamatan
pertama, eksplan pada botol kultur mengalami browning dengan persentase
kontaminasi 0 %, tak terkontaminasi browning berwarna putih bening
Keberhasilan ini tak terlepas dari mengikuti tahapan dengan baik dan selalu
memperhatikan dasar teknis yang dilakukan dari mulai sterilisasi alat, bahan dan
juga saat penanaman yang dalam keadaan steril

12

13

V. SIMPULAN DAN SARAN


5.1. Simpulan
Simpulan yang dapat diperoleh yaitu :

Endosperma adalah jaringandtriploid yang terdapat pada biji, hasil dari


penyatuan dua inti polar gamet betina dengan satu inti gamet jantan, yang
berbeda dengan embrio dalam jumlah kromosomnya. Endosperma
merupakan massa sel parenchym yang relatif homogen, tanpa adanya
elemen

jaringan

pembuluh,

sel-selnya

bervariasi

dalam

ukuran,

pembelahan, pemisahan kromosom, dan poliploidinya.

Kultur endosperma secara in vitro akan mendapatkan tanaman triploid


karena endosperma adalah jaringan triploid. Pada tumbuhan yang bijinya
non endosperma, pengambilan eksplan endospermanya ketika biji belum
tua. Tanaman triploid (2n = 3x) adalah tanaman yang jumlah
kromosomnya kelipatan tiga dari kromosom dasarnya (3n), buahnya
kebanyakan tidak berbiji atau berbiji tapi steril.

5.2. Saran
Dalam praktikum sebaiknya dilakukan dengan

benar agar tidak terjadi

kesalahan dalam melakukan prosedur kerja dan untuk pengerjaan bahan kimia
gunakan standart keselamatan yang sudah disediakan laboratorium.

14

DAFTAR PUSTAKA
Armini, N. M., G. A. Wattimena dan L. W. Gunawan. 1991. Perbanyakan
tanaman. Hal 17-149. Dalam: Tim Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman
(Eds.). Bioteknologi Tanaman 1. Pusat Antar Universitas Bioteknologi.
Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Chaturvedi, R., M. K. Razdana, and S. S. Bhojwania. 2003. An Efficient
Protocol for the Production of Triploid Plants from Endosperm Callus of
Neem, Azadirachta indica A. Juss. J. of Plant Physiol. 160:557-564.
George E.F, P. D. Sherrington. 1984. Plant propagation by tissue culture :
Handbook and Directory of Comercial Laboratories. England: Exegetics
Limited.
Gunawan, L. W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 252 hal.
Gunawan L.W. 1988. Teknik kultur jaringan tumbuhan. Laboratorium Kultur
Jaringan Tumbuhan. IPB. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Depdikbud.
Gunawan, L.W. 1995. Teknik Kultur Jaringan In Vitro dalam Hortikultura.
Penebar Swadaya: Jakarta
Hidayat.2007.Induksi Pertumbuhan Eksplan Endosperm Ulin dengan IAA dan
Kinetine.Jurnal Agritrop, 26 (4) : 147 - 152 (2007) issn : 0215 8620.
Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 145 hal.
Yang, X., K. Akira, and H. Kojiro. 2000. Callus Induction and Embryoid
Regeneration from the Endosperm Culture of Tosa-Buntan Pummelo (Citrus
grandis L. Osb.). Environ. Control in Biol. 38(4):241-246.

LAMPIRAN

15

Gambar

Keterangan
Sterilisasi alat pinset dan pisau
sebelum melakukan pemotongan
dan penanaman eksplan dengan
api Bunsen

Pemotongan bagian endosperm


biji durian untuk eksplan

Penanaman eksplan yang telah


dipilih ke dalan botol kultur
dengan menggunakan pinset yang
steril

Botol
kultur
ditutup
menggunakan alumunium foil
dan wrap dengan rapat

Hasil eksplan seminggu setelah


tanam di ruang kultur

15

Anda mungkin juga menyukai