) DI LAHAN
KERING
BENNI SITUMORANG
Benni Situmorang
NIM A24110033
________________________
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penilitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK
Penyediaan pangan dalam jumlah yang cukup dan terjangkau harus menjadi
prioritas pembangunan nasional. Hal ini disebabkan laju pertumbuhan penduduk
yang sangat cepat dengan laju konsumsi beras melebihi rata-rata tingkat konsumsi
dunia. Produksi beras nasional mengalami penurunan sebesar 0.45 juta ton pada
tahun 2014 dari tahun sebelumnya sehingga diperlukan strategi untuk
meningkatkan produksi beras nasional yang masih berfluktuasi. Varietas unggul
yang berdaya hasil tinggi hasil pemuliaan diharapkan mampu menjadi teknologi
kunci untuk meningkatkan produktivitas padi nasional. Penelitian ini bertujuan
untuk menduga keragaman genetik, skewness dan kurtosis, nilai heritabilitas arti
luas, koefisien keragaman genetik, dan koefisien korelasi antar karakter dua
populasi F2 padi. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB
pada November 2014 hingga April 2015. Percobaan dilakukan pada lahan kering
dengan menanam dua populasi F2 hasil persilangan IR64 x Situ Patenggang dan
IR64 x Mekongga. Nilai duga heritabilitas dan koefisien keragaman genetik
memiliki nilai yang berbeda-beda pada kedua persilangan. Jumlah anakan 45 HST,
jumlah gabah bernas malai-1, jumlah gabah hampa malai-1 , bobot 100 butir dan
jumlah gabah total tanaman-1 memiliki nilai KKG dan heritabilitas yang luas hingga
sedang. Deteksi segregan transgresif dilakukan dengan seleksi langsung
berdasarkan satu karakter seleksi, yaitu jumlah gabah bernas malai -1. Terdapat 128
individu hasil seleksi berdasarkan satu karakter pada persilangan IR64 x Situ
Patenggang dan 132 individu pada persilangan IR64 x Mekongga.
BENNI SITUMORANG
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Dr Ir Sugiyanta, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Keragaman Segregan F2 Padi (Oryza Sativa) di Lahan Kering”.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menduga keragaman genetik
beberapa persilangan padi. Penelitian ini berlangsung sejak bulan November 2014
hingga bulan April 2015 di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Desta Wirnas, SP MSi
selaku dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi dan Bapak Dr
Ir Hajrial Aswidinnoor, MSc juga selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan masukan dan saran selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi
ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga atas dukungannya baik dalam bentuk moral, materi, serta doa. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Agronomi dan Hortikultura yang
telah memberi saran, semangat dan motivasi kepada penulis dan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberi dukungan penuh selama penyusunan
skripsi ini. Harapannya, hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat.
Benni Situmorang
DAFTAR ISI
1 Nilai tengah dan simpangan baku setiap karakter persilangan IR64 x Situ
Patenggang dan IR64 x Mekongga 8
2 Pendugaan aksi gen masing-masing karakter kuantitatif persilangan IR64 x
Situ Patenggang melalui analisis skewness dan kurtosis 9
3 Pendugaan aksi gen masing-masing karakter kuantitatif persilangan IR64 x
Mekongga melalui analisis skewness dan kurtosis 10
4 Nilai duga komponen ragam, KKG, heritabilitas arti luas pada persilangan
IR64 x Situ Patenggang 12
5 Nilai duga komponen ragam, KKG, heritabilitas arti luas pada persilangan
IR64 x Mekongga 12
6 Koefisien korelasi linier antar karakter pada persilangan IR64 x Situ
Patenggang 14
7 Koefisien korelasi linier antar karakter pada persilangan IR64 x Mekongga 14
8 Karakteristik jumlah gabah bernas malai-1 dua populasi F2 persilangan padi 16
9 Individu F2 yang diduga segregan transgresif persilangan IR64 x Situ
Patenggang berdasarkan satu karakter 17
10 Individu F2 yang diduga segregan transgresif persilangan IR64 x Mekongga
berdasarkan satu karakter 18
11 Diferensial seleksi dua populasi persilangan padi berdasarkan karakter
jumlah gabah bernas malai-1 19
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Masalah ketahanan pangan saat ini menjadi isu global dan menjadi agenda
utama di seluruh negara sebagai akibat adanya penyusutan lahan pertanian,
perubahan iklim global, dan pertambahan penduduk. Menurut data BPS (2010),
jumlah penduduk indonesia mencapai 237,6 juta jiwa dan akan terus meningkat
hingga tahun 2025 yang diproyeksikan mencapai 300 juta jiwa sehingga
penyediaan pangan, terutama beras, dalam jumlah yang cukup dan terjangkau harus
menjadi prioritas utama pembangunan nasional. Hal ini disebabkan beras adalah
makanan pokok lebih dari 95% penduduk indonesia dengan laju konsumsi sebesar
136 kg kapita-1 tahun-1 melebihi rata-rata tingkat konsumsi dunia 60 kg kapita -1
tahun-1. Produksi padi Indonesia pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar
0,45 juta ton atau 0,63% dari tahun 2013, yaitu dari 71,28 juta ton gabah kering
giling (GKG) menjadi 70,83 juta ton GKG (BPS 2015).
Pemuliaan tanaman merupakan suatu metode sistematik yang dilakukan
untuk merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Varietas unggul hasil pemuliaan tanaman diharapkan mampu
menjadi salah satu teknologi kunci dalam peningkatan produktivitas padi
(Sadimantara et al. 2013). Keragaman genetik dapat diperluas dengan persilangan
atau hibridisasi, yaitu menggabungkan karakter-karakter yang diinginkan dari para
tetua sehingga diperoleh populasi baru sebagai bahan seleksi dalam program
perakitan varietas unggul baru (Biswal et al. 2008). Seleksi dilakukan secara visual
dengan mengamati fenotipe tanaman untuk memisahkan genotipe-genotipe yang
unggul dari genotipe yang tidak diharapkan. Genotipe-genotipe yang dikehendaki
dapat diperoleh dengan mempertimbangkan besaran beberapa parameter genetik.
Parameter genetik yang diduga dalam penelitian ini adalah aksi gen, nilai
heritabilitas, koefisien keragaman genetik, dan koefisien korelasi.
Tingkat segregasi tertinggi pada tanaman menyerbuk sendiri terjadi pada
generasi F2 yang tergambar melalui sebaran frekuensi genotipenya (Welsh 1991).
Sebaran frekuensi tersebut dapat digunakan sebagai penduga pola pewarisan sifat
dan jumlah gen yang terlibat dalam pengendalian suatu sifat sehingga bila tidak ada
pengaruh lingkungan yang besar, suatu segregan transgresif telah ada pada generasi
F2 atau pada generasi seleksi S0 (Christiana 1996).
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor telah
melakukan penelitian pemuliaan tanaman padi dalam usaha pengembangan padi
tipe baru (PTB) sejak tahun 1999. Penelitian tersebut dilakukan dengan
menyilangkan varietas lokal dengan varietas unggul nasional dengan menguji pola
pewarisannya. Saat ini telah diperoleh beberapa populasi F2 yang harus diuji untuk
menemukan genotipe yang berdaya hasil tinggi.
2
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga parameter genetik dua
persilangan padi dan mendapatkan karakter-karakter yang dapat dijadikan kriteria
seleksi pada populasi F2 hasil dua persilangan padi.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Segregan Transgresif
karakter yang diamati dan sebagai petunjuk bagi karakter yang lain yang lebih
penting sehingga dapat melengkapi kriteria seleksi.
METODE PENELITIAN
Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga populasi tetua
dan dua populasi zuriat hasil persilangan. Tetua yang digunakan yaitu IR64, Situ
Patenggang, dan Mekongga. Pupuk yang digunakan adalah pupuk urea 250 kg ha-
1, sp 36 200 kg ha-1, KCL 100 kg ha-1 . Hama dan penyakit tanaman dikendalikan
menggunakan pestisida dan jaring. Alat yang digunakan adalah alat-alat pertanian
secara umum, label, jaring, meteran, penggaris, counter, gunting, timbangan digital,
kamera, amplop, dan alat tulis.
Prosedur Percobaan
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga populasi tetua
(IR64, Situ Patenggang, dan Mekongga) dan persilangannya (IR64 x Situ
Patenggang dan IR64 x Mekongga) yang terdiri dari populasi P 1, P2 , dan F2.
Masing-masing tetua (P1 dan P2) ditanam sebanyak 20 tanaman. Populasi F2
ditanam sebanyak 250 tanaman, sehingga tiap seri persilangan yang ditanam yaitu
sebanyak 290 tanaman. Seluruh bahan tanam ini ditanam di lahan kering.
Persiapan lahan dilakukan satu minggu sebelum tanam yang meliputi
pembersihan gulma, penggemburan menggunakan cangkul, dan pembuatan lubang
tanam menggunakan tugal. Benih padi ditanam sebanyak satu benih tiap lubang
secara langsung tanpa dilakukan penyemaian dengan jarak tanam 35 cm x 15 cm.
Pemupukan dilakukan di awal tanam dan saat 2 MST dengan cara ditabur pada alur
yang telah dibuat diantara barisan tanaman. Pemupukan pertama yaitu pupuk Urea
125 kg ha-1, SP-36 200 kg ha-1 dan KCl 100 kg ha-1 . Pemupukan kedua yaitu Urea
dengan dosis 125 kg ha-1 .
Pemeliharan yang dilakukan yaitu meliputi penyulaman, pengendalian
gulma dan hama, dan pengairan. Penyulaman dilakukan setelah satu minggu setelah
tanam (1 MST). Pengendalian gulma dilakukan secara manual menggunakan kored
dan cangkul sejak 3 MST. Pengendalian hama dilakukan sejak awal tanam
menggunakan furadan dan penyemprotan dengan pestisida dilakukan sejak 6 MST
6
hingga 14 MST. Pengairan yaitu dengan sistem tadah hujan dan menggunakan
sprinkle.
Pemanenan dilakukan secara bertahap, dimulai saat tanaman berumur 100
– 130 hari. Pemanenan menggunakan gunting yaitu dengan cara memotong batang
padi bagian atas lalu masing-masing rumpun dipisahkan dalam satu amplop.
Pengeringan dilakukan di dalam oven dengan suhu 35 oC selama ± 3 hari.
Pengamatan karakter kuantitatif dilakukan pada masing-masing tanaman
yang meliputi:
1. Tinggi tanaman vegetatif, diukur dari pangkal batang sampai daun tertinggi
pada saat tanaman berumur 45 HST.
2. Tinggi tanaman generatif, diukur dari pangkal batang sampai daun tertinggi
pada saat tanaman berumur 90 HST.
3. Jumlah anakan vegetatif, total jumlah anakan setiap tanaman saat tanaman
berumur 45 HST.
4. Jumlah anakan generatif, total jumlah anakan setiap tanaman saat tanaman
berumur 90 HST.
5. Jumlah anakan produktif, jumlah anakan yang memiliki malai dari setiap
tanaman.
6. Panjang malai, diukur dari leher malai sampai ujung malai pada saat panen.
7. Jumlah gabah bernas dan hampa malai-1, yaitu jumlah gabah bernas dan
hampa setiap malai dari masing-masing tanaman.
8. Bobot 100 butir, bobot 100 gabah bernas dari masing-masing tanaman.
9. Bobot gabah bernas tanaman-1, total bobot gabah bernas dari masing-masing
tanaman.
Analisis Data
Kondisi Umum
Nilai tengah dan simpangan baku P1, P2, dan F2 pada tiap seri persilangan
disajikan pada Tabel 1. Karakter-karakter pada persilangan IR64 x Situ Patenggang
memiliki nilai tengah yang lebih tinggi dari nilai tengah kedua tetuanya, seperti
karakter tinggi tanaman 45 HST, tinggi tanaman 90 HST, panjang malai, jumlah
gabah bernas malai-1, jumlah gabah total malai -1, dan bobot 100 butir. Karakter
8
jumlah anakan 45 HST, jumlah anakan 90 HST, dan jumlah anakan produktif
memiliki nilai tengah di bawah nilai tengah kedua tetuanya dan hanya karakter
jumlah gabah hampa malai-1 yang berada di anatara nilai tengah kedua tetuanya.
Sementara hampir semua simpangan baku karakter lebih besar dari pada simpangan
baku kedua tetuanya kecuali karakter bobot gabah bernas tanaman -1. Hasil
perhitungan nilai tengah dan simpangan baku tersebut menunjukkan besarnya
ragam genetik pada populasi bersegregasi hasil persilangan IR64 x Situ
Patenggang. Karakter tinggi tanaman 45 HST dan 90 HST, panjang malai, jumlah
gabah bernas malai-1 , jumlah gabah hampa malai-1, dan jumlah gabah total malai-1
pada persilangan IR64 x Mekongga memiliki nilai tengah yang lebih tinggi dari
nilai tengah kedua tetuanya. Jumlah anakan 45 HST, jumlah anakan 90 HST, dan
jumlah anakan produktif memiliki nilai tengah yang lebih kecil dari nilai tengah
kedua tetuanya dan hanya bobot 100 butir yang memiliki nilai tengah di antara
kedua tetuanya. Simpangan baku pada persilangan IR64 x Mekongga juga memiliki
nilai yang lebih tinggi dari pada kedua tetuanya kecuali jumlah anakan 90 HST,
jumlah anakan produktif, dan bobot gabah bernas tanaman -1.
Karakter-karakter pada kedua populasi zuriat hasil persilangan yang
memiliki nilai tengah yang lebih tinggi dari pada nilai tengah kedua tetuanya adalah
karakter tinggi tanaman 45 HST, tinggi tanaman 90 HST, panjang malai, jumlah
gabah bernas malai -1, dan jumlah gabah total malai -1. Simpangan baku pada kedua
persilangan menunjukkan besarnya kisaran nilai tengah. Semakin tinggi simpangan
baku maka kisaran nilai tengah juga semakin besar. Tingginya simpangan baku atau
kisaran nilai tengah ini menandakan adanya keragaman genetik yang besar pada
kedua populasi zuriat hasil persilangan. Hampir seluruh karakter kuantitatif pada
kedua persilangan memiliki simpangan baku yang lebih tinggi dari kedua tetuanya.
Berdasarkan deskripsi nilai tengah dan simpangan baku ini secara umum
menggambarkan adanya peluang untuk memperbaiki keragaan karakter dari kedua
populasi melalui seleksi (Jambormias 2014).
Tabel 1 Nilai tengah dan simpangan baku setiap karakter persilangan IR64 x Situ
Patenggang dan IR64 x Mekongga
Situ IR64 x Situ IR64 x
Karakter IR64 Mekongga
Patenggang Patenggang Mekongga
Tinggi tanaman 45 HST 69.8 ± 4.8 79.7 ± 5.2 74.2 ± 2.8 94.6 ± 9.2 91.7 ± 9.4
Tinggi tanaman 90 HST 106.7 ± 5.9 113.6 ± 7.3 109.8 ± 10.3 137.3 ± 19.5 146.7 ± 10.6
Jumlah anakan 45 HST 22.0 ± 3.3 20.7 ± 4.5 26.8 ± 2.3 11.5 ± 4.5 12.0 ± 4.2
Jumlah anakan 90 HST 23.1 ± 3.8 17.6 ± 4.0 22.5 ± 4.4 10.0 ± 4.3 10.0 ± 4.3
Jumlah anakan produktif 21.1 ± 4.1 14.1 ± 4.0 20.0 ± 4.1 10.1 ± 4.3 10.3 ± 4.3
Panjang malai 23.1 ± 1.6 22.4 ± 1.8 21.9 ± 1.2 26.3 ± 3.1 28.2 ± 2.4
Jumlah gabah bernas ma-
53.6 ± 47.2 86.6 ± 24.4 71.8 ± 21.7 107.2 ± 47.9 99.6 ± 44.8
lai-1
Jumlah gabah hampa ma-
30.4 ± 12.8 53.4 ± 19.5 54.2 ± 22.3 46.2 ± 21.6 130.7 ± 35.8
lai-1
Jumlah gabah total malai-1 84.0 ± 57.3 140.0 ± 28.6 126.0 ± 14.7 153.4 ± 48.5 230.3 ± 61.2
Bobot 100 butir 2.4 ± 0.2 2.4 ± 0.3 1.5 ± 0.2 2.8 ± 0.4 2.1 ± 0.3
Bobot gabah bernas tana-
17.0 ± 21.1 20.7 ± 9.4 28.6 ± 8.2 25.6 ± 17.8 18.7 ± 12.8
man-1
Keterangan: angka di depan dan belakang ± adalah nilai tengah dan simpangan baku
9
Populasi generasi awal (F2) persilangan IR64 x Situ Patenggang dan IR64
x Mekongga merupakan populasi bersegregasi yang terdiri individu-individu yang
beragam dan ragam menyebar tak normal untuk hampir semua karakter kuantitatif
(Tabel 3 dan Tabel 4). Karakter-karakter kuantitatif pada persilangan IR64 x Situ
Patenggang, seperti jumlah anakan 45 HST, jumlah anakan 90 HST, jumlah anakan
produktif, panjang malai, jumlah gabah hampa malai -1, bobot 100 butir, dan bobot
gabah bernas tanaman-1 menyebar platikurtik atau banyak gen aditif yang terlibat
dalam mengendalikan suatu sifat. Sementara untuk karakter tinggi tanaman 45
HST, tinggi tanaman 90 HST, jumlah gabah bernas malai-1 , dan jumlah gabah total
malai-1 menyebar leptokurtik atau sedikit segregasi gen aditif yang terlibat.
Analisis skewness dan kurtosis berperan penting dalam menentukan terjadi
atau tidaknya epistasis pada individu F2 hasil persilangan (Jambormias 2014).
Analisis skewness dan kurtosis juga akan memberikan informasi tentang sifat dasar
aksi gen (Fisher et al. 1932) dan menentukan suatu karakter dikendalikan oleh gen
mayor atau gen minor (Robson 1956). Karakter tinggi tanaman 45 HST dan jumlah
gabah total malai -1 terjadi sebaran mesokurtik dengan skewness positif
mengindikasikan bahwa aksi gen yang terjadi adalah aksi gen aditif tanpa pengaruh
gen dominan maupun epistasis. Karakter tinggi tanaman 90 HST memiliki sebaran
mesokurtik dengan skewness negatif dan bobot gabah bernas tanaman -1 juga
memiliki sebaran mesokurtik dengan skewness positif mengindikasikan bahwa aksi
gen yang terjadi adalah epistasis duplikat tanpa pengaruh aditif. Hampir
keseluruhan karakter memiliki sebaran leptokurtik atau kurva skewness yang
menjulur ke kanan dengan aksi gen epistasis koplementer.
Heritabilitas
Seleksi adalah satu tahap dalam pemuliaan tanaman. Seleksi yang akan
dilakukan terhadap karakter yang berkontribusi terhadap sifat adaptasi tanaman
akan lebih efektif apabila didasari oleh informasi genetik seperti pendugaan
heritabilitas, jumlah, dan tipe aksi gen pengendali (Poehlman dan Sleper 1995, Roy
2000). Nilai duga heritabilitas menunjukkan apakah sesuatu karakter dikendalikan
oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana
karakter tersebut dapat diturunkan ke keturunan selanjutnya (Lestari et al. 2006).
11
Nilai duga heritabilitas arti luas adalah perbandingan antara ragam genotipe total
terhadap ragam fenotipe (Borojevic 1990). Nilai heritabilitas dikategorikan tinggi
apabila 50% ≤ H ˂ 100%, sedang apabila 20% ≤ H ˂ 50%, dan rendah apabila 0%
≤ H ˂ 20% (Stanfield 1983). Roy (2000) menyatakan jika nilai duga heritabilitas
tinggi maka seleksi dilakukan pada generasi awal karena kemajuan seleksinya akan
besar. Sebaliknya, jika heritabilitasnya rendah hingga sedang maka karakter
tersebut perlu difiksasi melalui seleksi.
Persilangan IR64 x Situ Patenggang menunjukkan bahwa tinggi tanaman 45
HST, tinggi tanaman 90 HST, panjang malai, jumlah gabah bernas malai-1, dan
bobot 100 butir memiliki nilai heritabilitas yang tinggi dengan nilai heritabilitas
masing-masing sebesar 70%, 89%, 70%, 50%, dan 60% . Karakter jumlah anakan
45 HST, jumlah gabah hampa malai-1, jumlah gabah total malai-1 , dan bobot gabah
bernas tanaman-1 memiliki nilai heritabilitas yang sedang dengan nilai heritabilitas
masing-masing sebesar 27%, 46%, 30%, dan 37%. Sementara untuk karakter yang
memiliki nilai heritabilitas yang rendah adalah jumlah anakan 90 HST dan jumlah
anakan produktif dengan nilai heritabilitas sebesar 18% dan 13%.
Selain nilai duga heritabilitas dalam arti luas, koefisien keragaman genetik
(KKG) juga menjadi salah satu parameter penentu apakah suatu karakter dapat
dijadikan kriteria seleksi atau tidak (Yunianti 2010). Menurut Puspitasari (2011)
koefisien keragaman genetik digunakan untuk menduga luas atau tidaknya
keragaman genetik yang dimiliki masing-masing karakter. Bila tingkat keragaman
genetik sempit maka keragaman antar individu dalam populasi relatif seragam,
sehingga seleksi untuk perbaikan sifat menjadi kurang efektif. Sebaliknya, apabila
keragaman genetik semakin luas, maka peluang keberhasilan seleksi dalam
meningkatkan frekuensi gen yang diinginkan semakin besar pula (Allard 1960).
Nilai KKG sempit (0−10%), sedang (10−20%) dan luas (> 20%) (Knight 1979).
Populasi dasar dengan keragaman genetik yang tinggi merupakan bahan
pemuliaan yang penting untuk perakitan varietas unggul. Seleksi pada populasi
dasar yang memiliki keragaman genetik yang tinggi akan memberikan respon yang
baik karena variasi genetik yang tinggi akan memberikan peluang besar untuk
mendapatkan kombinasi persilangan yang tepat dengan gabungan sifat-sifat yang
baik (Suprapto dan Kairudin 2007).
Berdasarkan perhitungan nilai KKG (Tabel 5), jumlah anakan 45 HST,
jumlah gabah bernas malai-1, jumlah gabah hampa malai -1, dan bobot gabah bernas
tanaman-1 memiliki nilai KKG yang luas. Tinggi tanaman 90 HST, jumlah anakan
90 HST, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah total malai -1, dan
bobot 100 butir memiliki nilai KKG yang tergolong rendah. Sementara hanya
karakter tinggi tanaman 45 HST yang memiliki nilai KKG yang sempit.
12
Tabel 4 Nilai duga komponen ragam, KKG, heritabilitas arti luas pada persilangan
IR64 x Situ Patenggang
KKG
Karakter 𝜎2p 𝜎2e 𝜎2g HBS (%)
(%)
Tinggi tanaman 45 HST 84.17 25.18 58.99 8 70
Tinggi tanaman 90 HST 380.61 43.03 337.58 13 89
Jumlah anakan 45 HST 20.55 14.95 5.60 21 27
Jumlah anakan 90 HST 18.76 15.37 3.39 18 18
Jumlah anakan produktif 18.52 16.18 2.34 15 13
Panjang malai 9.71 2.94 6.78 10 70
Jumlah gabah bernas malai-1 2 294.81 1 151.73 1 143.07 32 50
Jumlah gabah hampa malai-1 465.15 250.79 214.36 32 46
Jumlah gabah total malai-1 2 352.57 1 638.30 714.26 17 30
Bobot 100 butir 0.15 0.06 0.09 11 60
Bobot gabah bernas total tanaman-1 315.59 198.46 117.13 42 37
Keterangan: 𝜎2p: ragam fenotipe; 𝜎2e: ragam lingkungan; 𝜎2g: ragam genetik; KKG: koefisien
keragaman genetik; HBS: heritabilitas arti luas
Tabel 5 Nilai duga komponen ragam, KKG, heritabilitas arti luas pada persilangan
IR64 x Mekongga
KKG HBS
Karakter 𝜎2p 𝜎2e 𝜎2g
(%) (%)
Tinggi tanaman 45 HST 87.93 13.48 74.46 9 85
Tinggi tanaman 90 HST 111.66 60.77 50.89 5 46
Jumlah anakan 45 HST 17.46 7.72 9.73 26 56
Jumlah anakan 90 HST 18.28 16.84 1.44 12 8
Jumlah anakan produktif 18.55 16.67 1.88 13 10
Panjang malai 5.65 1.88 3.76 7 67
Jumlah gabah bernas malai-1 2 007.12 1 027.24 979.88 31 49
Jumlah gabah hampa malai-1 1 279.31 286.16 993.15 24 78
Jumlah gabah total malai-1 109 790.07 21 066.35 88 723.71 26 81
Bobot 100 butir 0.11 0.15 0.07 12 58
Bobot gabah bernas total tanaman-1 162.60 153.75 8.85 16 5
Keterangan: 𝜎2p: ragam fenotipe; 𝜎2e: ragam lingkungan; 𝜎2g: ragam genetik; KKG: koefisien
keragaman genetik; HBS: heritabilitas arti luas
Berdasarkan nilai koefisien korelasi bahwa jumlah gabah hampa malai-1 berkorelasi
nyata namun berkebalikan yang ditandai dengan nilai negatif. Hal ini menunjukkan
bahwa penurunan jumlah gabah hampa malai-1 akan meningkatkan bobot bernas
total tanaman-1. Karakter tinggi tanaman 45 HST, tinggi tanaman 90 HST, jumlah
anakan 90 HST, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah total
tanaman-1 , bobot 100 butir, dan bobot gabah bernas total tanaman-1 juga berkorelasi
positif dan sangat nyata terhadap jumlah gabah bernas total malai -1, kecuali jumlah
gabah hampa malai -1 yang juga berkorelasi negatif dan nyata terhadap jumlah gabah
bernas malai -1.
Tabel 6 Koefisien korelasi linier antar karakter pada persilangan IR64 x Situ
Patenggang
100
TT45 TT90 JA45 JA90 JAP PM GB GH GT
BTR
TT90 0.69**
JA45 0.11tn 0.01tn
JA90 0.16* 0.08tn 0.88**
JAP 0.18** 0.11tn 0.80** 0.90**
PM 0.49** 0.54** 0.18** 0.30** 0.39**
GB 0.49** 0.53** 0.16* 0.25** 0.33** 0.62**
GH -0.05tn -0.07tn 0.08tn 0.05tn 0.08tn -0.01tn -0.19*
GT 0.46** 0.49** 0.20** 0.27** 0.36** 0.61** 0.90** 0.25**
100
0.22** 0.29** 0.05tn 0.06tn 0.11tn 0.35** 0.27** -0.08tn 0.23**
BTR
BBT 0.46** 0.45** 0.45** 0.58** 0.68** 0.67** 0.76** -0.15* 0.69** 0.26**
Keterangan: TT45: tinggi tanaman 45 HST; TT90: tinggi tanaman 90 HST; JA45: jumlah anakan
45 HST; JA90: jumlah anakan 90 HST; JAP: jumlah anakan produktif; PM: panjang
malai; GB: jumlah gabah bernas malai-1; GH: jumlah gabah hampa malai-1; GT: jumlah
gabah total malai-1; 100BTR: bobot 100 butir; BBT: bobot gabah bernas total tanaman-
1 *
; : berkorelasi nyata pada taraf 5%; **: berkorelasi nyata pada taraf 1%; tn: tidak
berkorelasi nyata
Tabel 7 Koefisien korelasi linier antar karakter pada persilangan IR64 x Mekongga
TT45 TT90 JA45 JA90 JAP PM GB GH GT 100BTR
TT90 0.57**
JA45 0.27** 0.21**
JA90 0.21** 0.23** 0.88**
JAP 0.23** 0.25** 0.85** 0.96**
PM 0.39** 0.70** 0.35** 0.30** 0.28**
GB 0.23** 0.52** 0.33** 0.29** 0.26** 0.74**
GH 0.18* 0.34** 0.11tn 0.11tn 0.14tn 0.47** 0.16*
GT 0.31** 0.59** 0.39** 0.35** 0.35** 0.81** 0.78** 0.69**
100BTR 0.39** 0.67** 0.21** 0.25** 0.25** 0.59** 0.50** 0.12tn 0.44**
BBT 0.25** 0.47** 0.66** 0.68** 0.70** 0.52** 0.69** 0.15tn 0.61** 0.43**
Keterangan: TT45: tinggi tanaman 45 HST; TT90: tinggi tanaman 90 HST; JA45: jumlah anakan
45 HST; JA90: jumlah anakan 90 HST; JAP: jumlah anakan produktif; PM: panjang
malai; GB: jumlah gabah bernas malai-1; GH: jumlah gabah hampa malai-1; GT: jumlah
gabah total malai-1; 100BTR: bobot 100 butir; BBT: bobot gabah bernas total tanaman-
1 *
; : berkorelasi nyata pada taraf 5%; **: berkorelasi nyata pada taraf 1%; tn: tidak
berkorelasi nyata
Korelasi yang terjadi merupakan hasil akhir dari semua pengaruh gen yang
bersegregasi atau faktor lingkungan yang mengendalikan karakter-karakter yang
berkorelasi. Korelasi positif terjadi bila gen gen yang mengendalikan dua karakter
yang berkorelasi tersebut meningkatkan keduanya, sedangkan korelasi negatif bila
15
terjadi berlawanan (Falconer 1989). Apabila terdapat dua sifat yang diamati
menunjukkan korelasi yang positif, maka dapat dijelaskan bahwa seiring bertambah
besar atau bertambah banyaknya suatu sifat akan selalu diikuti oleh bertambah
besar atau bertambah banyaknya sifat yang lain. Karakter-karakter komponen hasil
yang berkorelasi positif dan sangat nyata pada kedua persilangan dapat dijadikan
sebagai kriteria seleksi.
Hampir semua karakter komponen hasil yang diamati pada persilangan
IR64 x Mekongga berkorelasi positif dan sangat nyata terhadap bobot bernas total
tanaman-1 , kecuali jumlah gabah hampa malai -1 yang berkorelasi tidak nyata
terhadap bobot bernas total tanaman-1 . Jumlah gabah bernas malai -1 juga berkorelasi
positif dan sangat nyata terhadap semua karakter yang diamati, artinya setiap
peningkatan komponen-komponen hasil tersebut akan meningkatkan bobot bernas
malai-1. Hal ini sejalan dengan penilitian yang dilaksanakan oleh Rachmawati
(2014) bahwa beberapa karakter yang diamati memiliki korelasi positif terhadap
daya hasil, seperti jumlah malai dan jumlah anakan. Jumlah daun berhubungan
langsung dengan jumlah anakan, jadi semakin banyak jumlah anakan maka semakin
bertambah pula jumlah daunnya. Daun berfungsi penting terhadap penerimaan dan
penyerapan cahaya untuk proses fotosintesis. Semakin tinggi kegiatan fotosintesis
maka semakin tinggi fotosintat yang akan menambah bobot atau mutu hasil
(Rachmawati 2014). Akhtar et al. (2011) juga menyebutkan dalam penelitiannya
bahwa jumlah gabah malai-1 dan bobot 100 butir berkorelasi positif dan nyata
terhadap hasil.
Seleksi
tersebut memiliki nilai KKG yang luas dan nilai heritabilitas yang tinggi pada kedua
persilangan. Karakter terpilih itu juga berkorelasi sangat nyata dan positif terhadap
bobot 100 butir dan bobot bernas tanaman -1 berdasarkan analisis koefisien korelasi.
Karakter jumlah gabah bernas malai-1 yang pada persilangan IR64 x Mekongga
dikendalikan oleh banyak gen dengan aksi gen aditif, artinya bahwa karakter ini
akan diwariskan kepada generasi berikutnya.
Nilai tengah tetua pada kedua persilangan dapat dilihat pada Tabel 9. Nilai
tengah IR64, Situ Patenggang, dan Mekongga yaitu masing-masing sebesar 53.6,
86.6, dan 71.8. Seleksi segregan transgresif berdasarkan karakter jumlah gabah
bernas malai-1 dilakukan dengan memilih tanaman yang memiliki nilai tengah yang
lebih tinggi dari pada nilai tengah kedua tetuanya. Individu-individu F3 terpilih
yang terduga segregan transgresif tersebut perlu diverifikasi kebenarannya melalui
tanam baris untuk menentukan nilai tengah dan ragamnya.
Segregan transgresif dapat diprediksi dan diamati pada zuriat suatu generasi
persilangan awal. Periode seleksi yang panjang dapat diperpendek dengan
mendeteksi segregan transgresif di generasi awal. Oleh karena itu, mendeteksi
segregan transgresif di generasi awal juga dapat meningkatkan efisiensi seleksi
dalam kegiatan pemuliaan tanaman.
Keragaan generasi F2 yang lebih baik dari kedua tetuanya serta keragaman
dan heritabilitas yang tinggi menunjukkan keunggulan komponen hasil generasi F2
terhadap kedua tetua yang mengindikasikan daya hasil yang tinggi pada generasi
F2. Keragaman dan heritabilitas yang tinggi juga mengindikasikan masih adanya
peluang untuk meningkatkan daya hasil dalam program seleksi.
Berdasarkan hasil seleksi satu karakter pada persilangan IR64 x Situ
Patenggang terdapat 128 tanaman yang diduga sebagai segregan transgresif.
Segregasi transgresif adalah segregasi gen pada sifat-sifat kuantitatif dari individu
hasil persilangan yang memiliki jangkauan sebaran yang melampaui jangkauan
sebaran kedua tetuanya (Poehlman dan Sleper 1996). Sementara pada persilangan
IR64 x Mekongga terdapat 132 individu yang memiliki sebaran di atas sebaran
tetuanya.
Tujuan pelaksanaan seleksi setelah persilangan untuk pemuliaan galur
adalah untuk meningkatkan frekuensi genotipe segregan transgresif yang
dikehendaki dari dalam populasi homozigositas dan heterozigositas pada setiap
generasi sehingga diperoleh genotipe segregan transgresif homozigot untuk semua
gen yang telah mengalami fiksasi. Segregasi transgresif membentuk dua gugus
segregan transgresif dalam spektrum sebaran, yaitu lebih kecil dari sebaran tetua
dengan keragaan rendah dan lebih besar dari sebaran tetua dengan keragaan tinggi
(Jambormias dan Riry 2009).
Diferensial Seleksi
Kesimpulan
Saran
hara dan tingkat kehomogenan lahan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh
lingkungan agar tidak terlalu besar. Pengendalian gulma dan hama pada masa
pemeliharaan sebaiknya dilakukan secara lebih intensif karena dapat
mempengaruhi hasil yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Fisher RA, Immer FR, Tedin O. 1932. The genetical interpretation of statistics of
the third degree in the study of quantitative inheritance. Genetics.
17(2):107-124.
Gould FW. 1968. Morfologi dan fisiologi tanaman padi. [Internet]. [diunduh 2015
Jul 09]. Tersedia pada:http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/
bbpadi_2009_itkp_11.pdf.
Grist DH. 1960. Rice Formerly Agricultural Economist, Colonial Agricultural
Service, Malaya. London (GB): Longmans Green and Co Ltd.
Harahap Z, Siregar H, Siwi BH. 1972. Rice Breeding. Filipina (PH): International
Rice Research Institute.
Hayward G. 1990. Applied genetics. Hampshire (GB): Macmillan Education Ltd.
Herawati R, Purwoko BS, Dewi IS. 2009. Keragaman genetik dan karakter
agronomi galur haploid ganda padi gogo dengan sifat-sifat tipe baru hasil
kultur antera. J Agron Indonesia. 37(2):87-94.
[IRRI] International Rice Research Institute. 2001. Sekilas Kerja Sama Indonesia-
IRRI, Dampak dan Tantangan ke Depan. Filipina (PH): IRRI.
Jambormias E. 2014. Analisis genetik dan segregasi transgresif berbasis
kekerabatan untuk potensi hasil dan panen serempak kacang hijau
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Jambormias E, Riry J. 2009. Penyesuaian data dan penggunaan informasi
kekerabatan untuk mendeteksi segregan transgresif sifat kuantitatif pada
tanaman menyerbuk sendiri (suatu pendekatan dalam seleksi). J Budidaya
Pertanian. 5(1):11-18.
Kasno A. 1983. Pendugaan parameter genetik sifat-sifat kuantitatif kacang tanah
(Arachis hypogeae L. Merr) pada beberapa lingkungan tumbuh dan
penggunaannya dalam seleksi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Knight R. 1979. Quantitive Genetic Statistics and Plant Breeding. Brisbane (AU):
Vice-Chancellors Committee.
Lestari AD, Dewi W, Qosim WA, Rahardja M, Rostini N, Setiamihardja R. 2006.
Keragaman dan heritabilitas 10 genotip pada cabai besar (Capsicum
annuum L.). Jurnal Produksi Tanaman. 2(4):301-307.
Limbongan YL, Aswidinnoor H, Purwoko BS, Trikoesoemaningtyas. 2008.
Pewarisan sifat toleransi padi sawah (Oryza sativa L.) terhadap cekaman
suhu rendah. Bul Agron. 36(2):111-117.
Mahmud I, Kramer HH. 1951. Segregation for yield, height, and maturity folowing
a soybean cross. J Agron. 43(12):605-609.
Makarim AK, Suhartatik E. 2009. Morfologi dan fisiologi tanaman padi. [Internet].
[diunduh 2015 Jul 09]. Tersedia pada: http://www.litbang.deptan.go.id/
special/padi/bbpadi_2009_itkp_11.pdf.
Mahendra W. 2010. Pola segregasi karakter agronomi tanaman kedelai (Glycine
max L. Merrill) generasi F2 hasil persilangan wilis x B3570. J Agrotek
Tropika. 1(1):8-13.
Murata Y. 1969. Morfologi dan fisiologi tanaman padi. [Internet]. [diunduh 2015
Jul 09]. Tersedia pada: http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/
bbpadi_2009_itkp_11.pdf.
Natawijaya A. 2012. Analisis genetik dan seleksi generasi awal segregan gandum
(Triticum aestivum L.) berdaya hasil tinggi [tesis]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
22
Poelhman JM, Sleper DA. 1995. Pola pewarisan adaptasi kedelai (Glycine max L.
Merrill) terhadap cekaman naungan berdasarkan karakter morfo-fisiologi
daun. Bul Agron. 36(1):1-7.
_____________________. 1996. Penyuaian data dan penggunaan informasi
kekerabatan untuk mendeteksi segregan transgresif sifat kuantitatif pada
tanaman menyerbuk sendiri. Jurnal Budidaya Pertanian. 5(1):11-18.
Purwono, Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Puspitasari W. 2011. Pendugaan parameter genetik dan seleksi karakter agronomi
dan kualitas sorgum di lahan masam [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rachmawati R, Kuswanto, Purnamaningsih SL. 2014. Uji kesegaman dan analisis
sidik lintas antara karakter agronomis dengan hasil pada tujuh genotip Padi
Hibrida Javonica. Jurnal Produksi Tanaman. 2(4):292-300.
Robson DS. 1956. Application of K 4 statistic to genetic variance component
analyses. Biometrics. 12(4):433-444.
Roy D. 2000. Plant Breeding: Analysis and Exploitation of Variation. Calcutta
(IN): Narosa Publishing House.
Sadimantara GR, Widarsih A, Muhidin. 2013. Seleksi beberapa progeni hasil
persilangan padi gogo (Oryza sativa L.) berdasarkan karakter pertumbuhan
tanaman. Jurnal Agroteknos. 3(1):48-52.
Siregar H. 1981. Morfologi dan fisiologi tanaman padi. [Internet]. [diunduh 2015
Jul 09]. Tersedia pada: http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/
bbpadi_2009_itkp_11.pdf.
Stanfield WD. 1983. Theory And Problems of Genetics 2nd Schain’s Outline Series.
New Delhi (IN): Mc Grow thill Book Co.
Suprapto, Kairudin MD. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen, dan
kemajan genetik kedelai (Glycine max Merrill) pada ultisol. JIPI. 9(2):183-
190.
Susanto U, Daradjat AA, Suprihatno B. 2003. Perkembangan pemuliaan padi sawah
di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 22(3):125-131.
Sutjahjo SH, Rustikawati, Sandhi SG AW. 2007. Kajian genetik dan seleksi
genotipe S5 kacang hijau (Vigna radiata) menuju kultivar berdaya hasil
tinggi dan serempak panen. Agrin. 11(1):10-18.
Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta (ID): PT Gramedia
Pustaka Utama.
Wasim MP. 2002. A study of rice in the major growing countries of the world their
growth instability and world share. Pakistan Economic and Social Review.
40(2):153-183.
Welsh JR. 1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Mogea JP,
penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Fundamental of
Plant Genetics and Breeding.
Wirnas D, Sobir, Surahman R. 2005. Pengembangan kriteria seleksi pada pisang
(Musa sp.) berdasarkan analisis lintas. Bul Agron. 33(3):48-54.
Wirnas D, Widodo I, Sobir, Trikoesoemaningtyas, Sopandie D. 2006. Pemilihan
karakter agronomi untuk menyusun indeks seleksi pada 11 populasi kedelai
generasi F6. Bul Agron. 34(1):19-24.
Yoshida S. 1981. Morfologi dan fisiologi tanaman padi. [Internet]. [diunduh 2015
23
LAMPIRAN
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Tahan
Tekstur nasi : Sedang
Kadar amilosa : 23,93%
Indeks glikemik : 53.7
Bobot 1000 butir : 26.5-27.5 gram (KA 14%)
Ketahanan terhadap
Penyakit : Tahan terhadap blas Diferensial
Sifat khusus : Aromatik, respon terhadap pemupukan sehingga mampu
dikembangkan di sawah
Anjuran tanam : Lahan kering musim hujan, tumpangsari, lahan tipe tanah
Aluvial dan Podsolik ketinggian tidak lebih dari 300 m dpl
Pemulia : Ismail BP, Atiti D.S, Yamin S., Z. A. Simanullang, dan Aan
A. Daradjat
Lampiran 3 Alur pendugaan aksi gen dengan analisis skewness dan kurtosis
(Jambormias 2014)
27
RIWAYAT HIDUP