Anda di halaman 1dari 71

PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK POWDER TERHADAP

JUMLAH DAN IMBANGAN NEUTROFIL-LIMFOSIT PADA AYAM


PETELUR FASE LAYER

SKRIPSI

ROHANDI

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2021
PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK POWDER TERHADAP
JUMLAH DAN IMBANGAN NEUTROFIL-LIMFOSIT PADA AYAM
PETELUR FASE LAYER

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana


pada Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran

ROHANDI
NPM. 200110170150

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2021

i
LEMBAR PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIASI

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Rohandi

NPM : 200110170150

JUDUL SKRIPSI : Pengaruh Pemberian Probiotik Powder terhadap

Jumlah dan Imbangan Neutrofil-Limfosit Pada Ayam

Petelur Fase Layer

Menyatakan bahwa tulisan dalam skripsi ini merupakan hasil penelitian

penulis, data dan tulisan ini bukan hasil karya orang lain, ditulis dengan

kaidah-kaidah ilmiah dan belum pernah dipublikasikan.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, tanpa tekanan

dari pihak manapun. Penulis bersedia menanggung konsekuensi hukum

apabila ditemukan kesalahan dalam pernyatan ini.

Dibuat di Sumedang, Juni 2021

Penulis,

(Rohandi)

ii
PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK POWDER TERHADAP
JUMLAH DAN IMBANGAN NEUTROFIL-LIMFOSIT PADA AYAM
PETELUR FASE LAYER

Oleh:

Rohandi
NPM. 200110170150

Menyetujui:

Prof. Dr. Ir. Lovita Adriani, M.S.


Pembimbing Utama

Dr. Ir. Diding Latipudin, M.Si.


Pembimbing Anggota

Mengesahkan:

Ir. Indrawati Yudha Asmara, S.Pt., M.Si., Ph.D., IPM.


Wakil Dekan I Fakultas Peternakan

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada


Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala Karunia, Hidayah, dan Rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Probiotik
Powder Terhadap Jumlah dan Imbangan Neutrofil-Limfosit Pada Ayam Petelur
Fase Layer”. Tujuan penulisan ini adalah untuk memenuhi syarat kelulusan Sarjana
Program Studi Ilmu Peternakan di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Penulisan Skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Lovita Adriani, MS. selaku
pembimbing utama dan Dr. Ir. Diding Latipudin, M.Si. selaku pembimbing anggota
yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam membimbing serta
memberikan dukungan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih
juga kepada para dosen pembahas, yaitu Prof. Dr. Ir. Hj. Tuti Widjastuti, MS., Novi
Mayasari, S.Pt., M.Sc., Ph.D. dan Dr. Ir. Denny Rusmana, S.Pt., M.Si., IPM. yang
telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini.
Penulis ucapkan terima kasih juga kepada Dr. Ir. Rahmat Hidayat, M.Si.,
IPM. dan Ir. Indrawati Yudha Asmara, S.Pt., M.Si., Ph.D., IPM., selaku Dekan dan
Wakil Dekan I Faakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Kemudian terima
kasih juga kepada PTUPT Dikti (BRIN) melalui Prof. Dr. Ir. Lovita Adriani, MS.
yang telah membantu mendanai penelitian ini, serta rekan-rekan satu tim penelitian
yaitu Gina Sania, Dita Wahyu M.Y., dan Asep Darmadi yang berjuang bersama
untuk menyelesaikan skripsi.
Terima kasih kepada orang tua tercinta Ibunda Satini dan Ayahanda Rawud,
Kakak-kakakku, serta seluruh keluargaku yang selalu memberikan dukungan, doa,
kasih sayang dan pengorbanan yang tiada tara. Terima Kasih juga kepada seluruh
pengurus BEM Kema Fapet Unpad 2020 Kabinet Khageswara yang telah
memberikan dukungan dan berkontribusi serta memberikan warna selama penulis

iv
diberikan kesempatan untuk memimpin satu periode kepengurusan BEM Kema
Fapet Unpad 2020.
Akhir kata, semoga semua pihak yang telah membantu penulis
mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak sebagai bentuk sumbangan
pemikiran dan informasi di Bidang Peternakan.

Sumedang, Juni 2021

Penulis

v
PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK POWDER TERHADAP
JUMLAH DAN IMBANGAN NEUTROFIL-LIMFOSIT PADA AYAM
PETELUR FASE LAYER

Rohandi

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian probiotik


powder terhadap jumlah dan imbangan neutrofil-limfosit pada ayam petelur fase
layer. Penelitian dilaksanakan selama 30 hari dari bulan Februari sampai Maret
2021 yang bertempat di peternakan ayam petelur Desa Sukarapih, Kecamatan
Sukasari, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Pengambilan sampel darah
dilakukan pada hari ke-30 penelitian, kemudian sampel diuji di Laboratorium
Klinik Pratama Multitest, Kecamatan Margahayu, Kabupaten Bandung, Provinsi
Jawa Barat. Penelitian menggunakan metode eksperimental dengan analisis
statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Terdapat 20 ekor ayam
petelur fase layer berumur 90 minggu sebagai objek penelitian dengan 4 perlakuan
pemberian probiotik powder yang dicampurkan ke dalam pakan, yaitu P0 = tanpa
pemberian probiotik powder, P1 = pemberian probiotik powder 2%, P2 =
pemberian probiotik powder 3%, P3 = pemberian probiotik powder 4%. Parameter
yang diamati pada penelitian ini yaitu jumlah dan imbangan neutrofil-limfosit pada
ayam petelur fase layer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian probiotik
powder tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap jumlah dan imbangan neutrofil-
limfosit pada ayam petelur fase layer.
Kata kunci : Ayam Petelur, Probiotik Powder, Neutrofil, Limfosit.

vi
THE EFFECT OF PROBIOTICS POWDER ON THE NUMBER
AND BALANCE OF NEUTROPHILS-LYMPHOCYTES IN
LAYER PHASE HENS

Rohandi

ABSTRACT

This research was conducted to determine the effect of probiotic powder on


the number and balance of neutrophils-lymphocytes in layer phase hens. The
research was conducted for 30 days in February to March 2021 at the laying chicken
farm in Sukarapih Village, Sukasari District, Sumedang Regency, West Java
Province. Blood sampling was carried out on the 30 day of the research, then the
samples were tested at the Laboratory of Pratama Multitest Clinic, Margahayu
District, Bandung Regency, West Java Province. The study used an experimental
method with a Completely Randomized Design (CRD). There were 20 layer phase
hens aged 90 weeks as the objects of research with 4 treatments of probiotic powder
into the feed, namely P0 = without giving probiotic powder, P1 = given 2%
probiotic powder, P2 = given 3% probiotic powder, P3 = given 4% probiotic
powder. The parameters observed in this study were number and balance of
neutrophils-lymphocytes in layer phase hens. The results showed that the provision
of probiotic powder had no significant effect (P>0,05) on the number and balance
of neutrophils-lymphocytes in layer phase hens.
Keywords : Laying Hens, Probiotic Powder, Neutrophil, Lymphocyte.

vii
DAFTAR ISI

Bab Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................... iv

ABSTRAK ........................................................................................ vi

ABSTRACT ....................................................................................... vii

DAFTAR ISI..................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................ x

DAFTAR ILUSTRASI .................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... xii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................. 2
1.3 Maksud dan Tujuan .................................................................. 2
1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................. 2
1.5 Kerangka Pemikiran ................................................................. 3
1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................... 7
II. KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Ayam Petelur ............................................................................ 8
2.2 Probiotik Powder ...................................................................... 10
2.3 Mikroba dalam Probiotik Powder ............................................ 10
2.4 Sel Darah Putih (Leukosit), Neutrofil, dan Limfosit ................ 13
2.4.1 Leukosit ............................................................................. 13
2.4.2 Neutrofil ............................................................................ 14
2.4.3 Limfosit ............................................................................. 15
III. OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian ....................................................................... 16
3.1.1 Ternak Percobaan .............................................................. 16

viii
3.1.2 Kandang Percobaan ........................................................... 16
3.1.3 Ransum Percobaan ............................................................ 16
3.1.4 Alat dan Bahan Penelitian ................................................. 17
3.2 Metode Penelitian ..................................................................... 19
3.2.1 Prosedur Penelitian ............................................................ 19
3.2.2 Peubah yanga Diamati ....................................................... 21
3.2.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik ..................... 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Neutrofil ....................... 25
4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Limfosit ........................ 28
4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Imbangan Neutrofil-Limfosit.... 31
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 34
5.2 Saran ......................................................................................... 34

RINGKASAN .......................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 37

LAMPIRAN ............................................................................................. 44

BIODATA PENULIS .............................................................................. 58

ix
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Nutrien dan EM Bahan Pakan..................................... 16


2. Susunan Ransum Basal Peneltian Ayam Petelur Fase Layer ......... 17
3. Kandungan Nutrien dan EM Basal Penelitian ................................ 17
4. Daftar Sidik Ragam ........................................................................ 22
5. Analisis Ragam Sesuai dengan Perbandingan Orthogonal
Polynomial...................................................................................... 23
6. Rataan Jumlah Neutrofil ................................................................. 25
7. Rataan Jumlah Limfosit.................................................................. 28
8. Rataan Imbangan Neutrofil-Limfosit ............................................. 31

x
DAFTAR ILUSTRASI

Nomor Halaman

1. Rataan Jumlah Neutrofil ................................................................. 26


2. Rataan Jumlah Limfosit.................................................................. 29
3. Rataan Imbangan Neutrofil-Limfosit ............................................. 32

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Diagram Alir Penelitian.................................................................. 45


2. Tahapan Pembuatan Probiotik Powder .......................................... 46
3. Analisis Statistik Jumlah Neutrofil................................................. 47
4. Analisis Statistik Jumlah Limfosit ................................................. 49
5. Analisis Statistik Imbangan Neutrofil-Limfosit ............................. 51
6. Data Bobot Ayam Petelur Fase Layer yang Digunakan Selama
Penelitian ........................................................................................ 53
7. Data Produksi Telur Penelitian....................................................... 54
8. Data Berat Telur Penelitian ............................................................ 55
9. Hasil Uji Total Plate Count (TPC) Probiotik ................................. 56
10. Suhu dan Kelembaban Lingkungan Kandang Selama Penelitian .. 56
11. Rancangan Tata Letak Percobaan .................................................. 56
12. Dokumentasi Kegiatan Penelitian .................................................. 57

xii
1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ayam petelur merupakan ternak unggas yang menghasilkan produk utama
telur dengan nilai gizi tinggi dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Meningkatnya permintaan pasar terhadap telur mendorong peternak untuk
meningkatkan produktivitasnya. Ransum sangat berperan penting terhadap
pertumbuhan dan produktivitas ayam petelur. Selain itu, umur juga berpengaruh
terhadap produktivitasnya. Ayam petelur menjelang afkir yaitu umur lebih dari 80
minggu dan telah melewati masa produktifnya, maka jumlah telur yang dihasilkan
akan semakin menurun, karena bertambahnya umur pada ternak akan menurunkan
imunitas dan produktivitasnya. Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga
imunitas ternak adalah dengan menambahkan feed additive, salah satunya dengan
menggunakan probiotik.
Probiotik merupakan mikroba hidup yang bermanfaat bagi kesehatan
ternak, karena berperan untuk menjaga keseimbangan ekosistem mikroba dalam
saluran pencernaan. Probiotik cair cukup banyak digunakan oleh peternak, namun
penggunaannya kurang efektif karena tidak terkonsumsi secara menyeluruh dan
akan tersisa di dalam tempat minum. Sedangkan probiotik dalam bentuk powder
menjadi alternatif baru yang efektif dan dapat dicampurkan ke dalam ransum.
Probiotik yang digunakan diantaranya Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus
acidophilus, Streptococcus thermophilus, dan Bifidobacterium bifidum.
Probiotik powder dapat menggunakan media fermentasi susu sapi yang
dilakukan metode pengeringan menjadi powder. Metode pengeringan sederhana
yang dapat dilakukan adalah menggunakan dry oven, namun viabilitas bakteri yang
dihasilkan rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan metode lain, seperti metode
spray drying yang diharapkan dapat menghasilkan viabilitas dan presentase
mikroba hidup selama penyimpanan lebih tinggi.
2

Imunitas ternak akan menentukan status kesehatan ternak yang berdampak


pada produktivitasnya. Indikator untuk melihat imunitas ternak dapat dilihat
melalui kadar neutrofil-limfosit yang merupakan bagian dari leukosit. Neutrofil
berperan untuk melawan infeksi bakteri, sedangkan limfosit berperan untuk
mengenali agen-agen asing dan merangsang produksi antibodi di dalam tubuh.
Apabila nilai imbangan neutrofil dan limfosit tinggi maka semakin tinggi juga
tingkat stresnya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai pengaruh pemberian probiotik powder dalam ransum terhadap
jumlah dan imbangan neutrofil-limfosit pada ayam petelur fase layer.

1.2 Identifikasi Masalah


1) Apakah pemberian probiotik powder berpengaruh terhadap jumlah dan
imbangan neutrofil-limfosit pada ayam petelur fase layer.
2) Berapa taraf pemberian probiotik powder yang menghasilkan jumlah dan
imbangan neutrofil-limfosit yang optimal pada ayam petelur fase layer.

1.3 Maksud dan Tujuan


1) Mengetahui pengaruh pemberian probiotik powder terhadap jumlah dan
imbangan neutrofil-limfosit pada ayam petelur fase layer.
2) Mengetahui taraf pemberian probiotik powder yang menghasilkan jumlah
dan imbangan neutrofil-limfosit yang optimal pada ayam petelur fase layer.

1.4 Kegunaan Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah terkait
pengaruh taraf pemberian probiotik powder yang dijadikan sebagai feed additive
terhadap jumlah dan imbangan neutforil-limfosit ayam petelur fase layer. Hasil
penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi praktis kepada para
peternak, maupun sebagai sumber referensi bagi mahasiswa, peneliti, dan lainnya.
3

1.5 Kerangka Pemikiran


Ransum sangat berperan penting terhadap pertumbuhan dan produktivitas
ayam petelur, karena memiliki kandungan beberapa unsur nutrien yang esensial.
Selain itu, umur ayam juga berpengaruh terhadap kondisi fisiologis ayam yang akan
berdampak pada produktivitasnya (Purwanto dkk., 1995). Berdasarkan umurnya
ayam petelur dibagi dalam 3 fase yaitu fase starter dari Day Old Chicken (DOC)
sampai umur 6 minggu, fase grower dari umur 6 minggu sampai 14 minggu, dan
fase layer dari umur 18 minggu sampai afkir (Banong, 2012).
Setiap fase memerlukan perlakuan yang berbeda sesuai dengan keperluan
tubuh ternak untuk mendapatkan performa optimal (Yuwanta, 2004). Efisiensi
penggunaan pakan dapat dilakukan dengan pemberian bahan imbuhan (feed
additive). Feed additive digunakan dalam ransum ternak dengan tujuan untuk
meningkatkan kesehatan serta performa ternak, karena ternak yang sehat akan
menghasilkan produk yang optimal (Hashemi dan Davoodi, 2010). Salah satu feed
additive yang dapat digunakan adalah probiotik. Probiotik merupakan mikroba
hidup yang bila diberikan dalam jumlah cukup akan memberikan manfaat
kesehatan pada ternak yang mengonsumsinya (Hill dkk., 2014).
Probiotik yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Streptococcus
thermophillus, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophillus dan
Bifidobacterium bifidum. Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus
bulgaricus merupakan bakteri yang berperan untuk memberikan cita rasa, aroma,
dan tekstur. Berbeda dengan Lactobacillus acidophillus dan Bifidobacterium
bifidum yang berperan dalam menjaga kesehatan tubuh terutama pada saluran
pencernaan. Campuran Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum
dalam imbangan yang tepat dapat meningkatkan aktivitas enzim lipase hingga dua
kali lipat (Adriani, 2005). Pemberian probiotik Lactobacillus bulgaricus,
Lactobacillus acidophilus, Streptococcus thermophilus, dan Bifidobacterium
bifidum dapat digunakan dalam industri fermentasi karena menghasilkan asam
organik dan bakteriosin yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pathogen. (Ika dkk., 2019)
4

Bentuk probiotik yang cukup banyak digunakan oleh peternak adalah


probiotik cair, namun penggunaan probiotik cair ketika dicampurkan dalam air
minum ayam kurang efektif karena konsumsinya kurang optimal. Sedangkan
probiotik dalam bentuk kering menjadi alternatif baru yang efektif karena dapat
dicampurkan dalam ransum. Menurut Rona dkk. (2018) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa penambahan probiotik bentuk kering lebih baik daripada bentuk
cair, karena pakan dengan campuran probiotik kering lebih disukai oleh ayam, hal
ini disebabkan oleh partikel pakan yang relatif homogen. Partikel pakan perlakuan
probiotik cair yang relatif tidak homogen menyebabkan ayam lebih selektif dalam
mengonsumsi pakan.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Kumalasari dkk. (2020), pembuatan
probiotik powder dengan pengeringan menggunakan metode dry oven, hanya
mampu menghasilkan viabilitas bakteri berkisar pada 103-106 CFU/g. Oleh karena
itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pembuatan probiotik powder
menggunakan teknologi pengeringan yang lebih canggih, sehingga menghasilkan
produk probiotik dengan total Bakteri Asam Laktat (BAL) yang sesuai standar SNI
Yoghurt (2009) yaitu syarat minimum nilai total BAL pada yoghurt minimal 107
CFU/ml. Salah satu metode pengeringan yang dapat digunakan dalam pembuatan
yoghurt powder adalah metode spray drying, yaitu merupakan salah satu teknik
mikroenkapsulasi yang banyak digunakan dan direkomendasikan karena mampu
menguapkan air dengan cepat pada suhu yang rendah (Rigon et al., 2016).
Probiotik akan menghasilkan asam laktat dan mengubah pH saluran
pencernaan menjadi lebih rendah, sehingga hal tersebut akan mengakibatkan
pertumbuhan bakteri patogen menjadi terhambat (Wijaya dkk., 2017). Keadaan pH
yang rendah pada saluran pencernaan akan menghambat pertumbuhan bakteri
patogen dan meningkatkan fungsi enzim protease (Gabriela, 2010). Berdasarkan
hal tersebut maka pada saluran pencernaan kemudian akan banyak tumbuh mikroba
probiotik dibandingkan dengan patogen, serta akan meningkatkan kecernaan pakan
dan meningkatkan imunitas ayam petelur.
5

Bakteri probiotik dapat meningkatkan imunitas karena adanya bantuan


mukus. Melekatnya probiotik pada mukus terjadi karena suatu zat protein yang
dimiliki probiotik tersebut. Zat yang dimaksud yaitu mucus-binding-protein
(protein pengikat mukus) yang dijumpai lebih banyak BAL. Mucus-binding-
protein dapat mengenali protein antibodi dan beberapa jenis BAL sehingga dapat
meningkatkan respon imun spesifik yang mampu bertindak sebagai
imunomodulator (Perdigon, dkk., 1991).
Kondisi ayam petelur yang sehat tercermin pada produktivitas telur yang
optimal, hal ini karena ternak mampu mencerna nutrisi pakan untuk proses
metabolisme dan produktivitas telur dibandingkan ternak yang mengalami
gangguan kesehatan seperti stres. Ayam yang stres akibat terkena cekaman panas
akan mengalami penurunan produktivitas karena ayam akan lebih banyak
mengonsumsi air minum dan mengurangi konsumsi ransum (Kusnadi, 2008).
Ternak yang mengalami gangguan kesehatan dapat diketahui melalui kondisi darah,
karena darah mempunyai fungsi penting dalam pengaturan fisiologis tubuh.
Sel darah putih dan diferensilnya merupakan salah satu indikator yang pada
umumnya digunakan untuk menunjukkan status kesehatan ternak (Sugiharto dkk.,
2014). Menurut Junguera (1997) menyatakan bahwa hasil rata-rata normal leukosit
unggas berkisar antara 16000-40000 sel/μl. Setiap individu ternak terkadang
memiliki perbedaan jumlah leukosit, yang umumnya perbedaan tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor meliputi aktivitas fisiologis, umur, gizi, stres dan
lainnya. Jumlah leukosit yang menyimpang dari kondisi normal mempunyai
keterkaitan dengan kondisi kesehatan ternak tersebut (Suriansyah dkk., 2016).
Leukosit atau sel darah putih dibagi menjadi dua golongan yaitu granulosit
dan agranulosit. Granulosit adalah sel yang memiliki segmen atau lobus pada inti
sel dan granul pada sitoplasma, terdiri atas neutrofil, eosinofil, dan basofil.
Sedangkan agranulosit adalah sel yang tidak memiliki segmen atau lobus pada inti
dan tidak ada granul pada sitoplasma, terdiri atas monosit dan limfosit (Samuelson,
2007). Neutrofil adalah bagian sel darah putih kelompok granulosit yang
berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri dan proses
6

peradangan kecil lainnya serta menjadi sel yang pertama hadir ketika terjadi infeksi
di suatu bagian organ tubuh (Hewajuli dan Dharmayanti, 2015), sedangkan limfosit
adalah bagian sel darah putih pada sistem kekebalan yang memiliki peran penting
dan terpadu dalam sistem pertahanan tubuh (Nicholas, 2004).
Jumlah limfosit akan mengalami peningkatan seiring adanya antigen yang
masuk ke dalam tubuh dan mengalami proliferasi sehingga terbentuk antibodi
(Siswanto dan Soma, 2016). Limfosit terbagi menjadi 2 jenis, yaitu sel-B dan sel-
T. Fungsi sel-B sebagai antibodi adalah protein khusus yang menyerang
mikroorganisme patogen dan fungsi sel-T adalah menyerang dan membunuh
mikroorganisme patogen serta mengatur sistem kekebalan tubuh (Hendro dkk.,
2013). Jumlah normal limfosit pada ayam yaitu 30-70%, sedangkan jumlah normal
neutrofil yaitu 20-40% dari total jumlah leukosit (Heath dan Olusanya, 1985).
Selain itu menurut Dukes (1995) menyatakan bahwa sel darah putih unggas terdiri
atas 25-30% neutrofil, 55-69% limfosit, 10% monosit, 3-8% eosinofil, dan 1-4%
basofil. Tingkat ketahanan tubuh pada unggas terhadap lingkungan dengan kisaran
nilai imbangan neutrofil-limfosit 0,2 – 0,8 dengan nilai normal yaitu 0,5 (Emadi
dan Kermanshahi, 2007). Nilai imbangan neutrofil-limfosit yang semakin tinggi
maka semakin tinggi juga tingkat stresnya (Kusnadi, 2008).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan diantaranya oleh Asmara dkk.
(2019) disimpulkan bahwa pemberian probiotik berpengaruh sangat nyata terhadap
total leukosit, neutrofil dan limfosit ayam broiler. Sedangkan penelitian Wibowo
(2018) menunjukkan penambahan probiotik dalam ransum dapat meningkatkan
jumlah total leukosit dan limfosit ayam broiler. Penelitian lain dari Agus
Februansyah (2018) menghasilkan bahwa penambahan probiotik Bacillus plus
vitamin dan mineral pada level pemberian 0,1%, 0,5%, dan 1% dapat berdampak
pada peningkatan ketahanan tubuh ayam broiler yang terlihat dari total leukosit dan
diferensial leukosit terutama heterofil, eosinosil, dan limfosit.
Selain itu, beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengaruh pemberian
probiotik kepada ternak ayam telah dilakukan diantaranya oleh Gunawan dan
Sundari (2003) Penggunaan Lactobacillus acidophilus sebanyak 2% dan 4% dalam
7

ransum ayam petelur, mampu meningkatkan 5−11% produksi telur serta menekan
konversi ransum. Sedangkan penelitian dari Lutfiana dkk. (2015) menyatakan
bahwa pemberian probiotik 2% dan 3% mampu meningkatkan jumlah hemoglobin
ayam petelur dibandingkan dengan perlakuan 0% dan 1%. Penelitian terbaru yang
dilakukan oleh Kumalasari dkk. (2020), penambahan probiotik kering sebanyak 2%
dari total ransum ayam broiler berpengaruh terhadap peningkatan pertambahan
bobot badan dan giblet, penurunan lemak abdominal, serta probiotik kering
memiliki kecenderungan meningkatkan performa pertumbuhan serta menurunkan
profil lipid darah dan daging ayam broiler.
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran tersebut, maka dapat ditetapkan
hipotesis bahwa pemberian probiotik powder pada taraf 3% diperkirakan akan
memberikan pengaruh nyata dan menghasilkan jumlah dan imbangan neutrofil-
limfosit yang baik pada ayam petelur fase layer.

1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian dilaksanakan selama satu bulan pada bulan Februari sampai
Maret 2021. Proses pembuatan probiotik powder dilakukan di laboratorium Central
Universitas Padjadjaran, Sumedang. Kemudian proses feeding trial pada ayam
petelur dan pengambilan sampel darah dilakukan di peternakan ayam petelur
Sukarapi Desa Sukarapi, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang, Provinsi
Jawa Barat. Sedangkan analisis jumlah dan imbangan neutrofil-limfosit ayam
dilakukan di Laboratorium Klinik Pratama Multitest, Kecamatan Margahayu,
Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.
8

II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Ayam Petelur


Ayam petelur dibudidayakan khusus untuk menghasilkan telur secara
komersial. Terdapat dua kelompok ayam petelur yaitu tipe ayam ringan dan tipe
medium. Tipe ayam ringan memiliki ciri warna bulu putih bersih, badan ramping
serta berjengger merah umumnya bertelur dengan kerabang putih. Sedangkan tipe
ayam medium berukuran lebih besar dari tipe ayam ringan, berbulu cokelat serta
bertelur dengan kerabang cokelat (North dan Bell, 1990; Rasyaf, 2001). Menurut
Sudarmono (2003), ayam petelur memiliki sifat nervous (mudah terkejut), bentuk
tubuh ramping, cuping telinga berwarna putih, produksi telur tinggi (200
butir/ekor/tahun), efisien dalam penggunaan ransum untuk membentuk telur dan
tidak memiliki sifat mengeram. Selain khusus untuk diambil telur nya saja, ayam
petelur yang telah masa afkir (tidak memproduksi telur lagi), dapat diambil
dagingnya (dwiguna). Ayam tipe ini biasanya ayam bertipe sedang, karena
memiliki perdagingan yang cukup banyak (Abidin, 2004).
Adapun klasifikasi ayam petelur menurut Rasyaf (2003), adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Pilum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Aves
Subkelas : Neonithes
Ordo : Galliformes
Famili : Phasianidae
Genus : Gallus
Spesies : Gallus gallus
9

Ayam petelur memiliki 3 fase dalam hidupnya, yaitu fase starter (0-6
minggu), fase grower (6-14 minggu), dan fase layer (18 minggu – afkir) (Banong,
2012). Ayam petelur akan mulai memproduksi telur pada umur kurang lebih 22
minggu. Produksi telur akan terus meningkat dan mencapai puncak produksi pada
umur sekitar 32 sampai dengan 36 minggu. Produktivitas ayam petelur akan
optimal pada tahun pertama, namun ayam petelur dengan produktivitas yang tinggi
akan dapat mempertahankan produksinya hingga 2-3 tahun. Produktivitas ayam
petelur kemudian akan mulai menurun secara perlahan sampai mencapai 55% pada
umur sekitar 82 minggu (Wahju, 2004). Ayam petelur produktif memiliki ciri-ciri
antara lain jengger dan pial besar, lembut, mengilap, berwarna merah, mata
bercahaya, warna paruh dan kaki putih pucat, jarak antar ujung tulang dada dan
tulang pinggul empat jari atau lebih, anus berbentuk lonjong, basah dan warnanya
putih agak kebiruan. Ayam petelur akan berproduksi secara optimal pada suhu
sekitar 21̊C dan kelembaban sekitar 50-60 % (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).
Produktivitas ayam petelur dipengaruhi oleh genetik, umur, penggunaan obat dan
kandungan nutrisi dalam pakan (Wahju, 2004). Upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kecernaan pakan antara lain dengan diberikannya pakan tambahan
berupa probiotik, karena dapat berpengaruh terhadap keseimbangan mikrofloral
pada saluran pencernaan (Wijaya dkk., 2017).
Ayam sangat rentan terserang penyakit, baik itu stres karena cekaman
panas, defisiensi zat makanan maupun cemaran dari mikroorganisme (parasit,
bakteri, virus dan cendawan) yang menganggu sistem imun dan metabolisme tubuh
(Suprijanto dan Atmomarsono, 2005). Maka dari itu, kesehatan ayam petelur
menjadi faktor penting yang harus dijaga agar ayam petelur tetap sehat dan
berproduksi dengan baik. Faktor yang menjadi pengganggu kesehatan ayam petelur
salah satunya yaitu infeksi atau cemaran bakteri. Infeksi penyakit pada unggas
terbagi menjadi dua, yaitu kontagius dan non kontagius. Penyakit kontagius adalah
penyakit yang langsung di transmisi dari individu atau flock kepada individu atau
flock lain. Penyakit infeksi kontagius seperti penyakit karena virus, bakteri, riketsia
10

dan fungi. Sedangkan penyakit infeksi non kontagius seperti aspergilosis (Sujiono
Hadi dan Setiawan, 2002).
2.2 Probiotik Powder
Probiotik merupakan mikroba hidup yang bila diberikan dalam jumlah yang
cukup akan memberikan manfaat kesehatan pada host (Hill dkk., 2014). Probiotik
merupakan mikroorganisme hidup dalam bentuk kultur tunggal atau campuran yang
apabila diberikan ke manusia atau hewan akan berpengaruh baik, karena probiotik
di dalam usu manusia atau hewan akan menekan pertumbuhan bakteri patogen atau
bakteri jahat (Rajab, 2004). Probiotik digunakan sebagai alternatif antibiotik yang
mampu menurunkan stres oksidatif, meningkatkan kesehatan usus, dan
meningkatkan performa ternak. Standar minimum nilai total BAL pada susu
fermentasi minimal 107 CFU/g (SNI, 2009). Keuntungan penggunaan probiotik
pada ternak unggas dapat menghasilkan enzim yang dapat membantu pencernaan
dan dapat menghasilkan zat antibakteri untuk menekan mikroba merugikan. Selain
itu dalam system imun dan metabolisme dihasilkan nutrisi penting seperti vitamin
B dan vitamin K sebagai prekusor antioksidan (Gleeson dkk., 2012).
Huang dkk. (2017) menyatakan bahwa produk probiotik dalam bentuk
kering memiliki beberapa keunggulan dibandingkan produk cair karena dapat
memperpanjang umur simpan. Metode pengeringan yang digunakan untuk
pembuatan probiotik umumnya dengan metode pengeringan beku (freeze drying)
ataupun pengeringan semprot (spray drying) (Haryadi, 2013). Namun metode spray
drying, yaitu merupakan salah satu teknik mikroenkapsulasi yang banyak
digunakan dan direkomendasikan karena mampu menguapkan air dengan cepat
pada suhu yang rendah (Rigon et al., 2016).
2.3 Mikroba dalam Probiotik Powder
Proses pemeraman dan pembentukan aroma khas untuk hasil olahan susu
seperti yoghurt sangat dipengaruhi oleh kandungan mikroba di dalamnya. Upaya
untuk menghasilkan produk yoghurt berkualitas, diantaranya melakukan kombinasi
minimal dua macam atau lebih bakteri yang dipakai sebagai starter (Adriani dkk.,
2010). Probiotik yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari BAL yang
11

terkandung dalam yoghurt. BAL dalam pertumbuhannya menghasilkan metabolit


primer, yaitu asam laktat, diasetil, asetaldehida, dan hidrogen peroksida serta
metabolit sekunder, yaitu bakteriosin yang berpotensi sebagai antimikroba.
Menurut Adriani (2010) BAL mempunyai peran sebagai probiotik yang dapat
menekan pertumbuhan bakteri penyebab penyakit saluran pencernaan karena BAL
memproduksi senyawa antimikroba, diantaranya bakteriosin, hidrogen peroksida,
dan berbagai antibiotik alami. Bakteriosin adalah bioaktif peptida atau protein yang
memiliki aktifitas antimikroba terutama terhadap bakteri gram positif yang
berkaitan dengan kerusakan makanan maupun bakteri patogen (Lee dan Salminen,
2009). Adapun BAL yang digunakan dalam probiotik kering penelitian ini
diantaranya, Streptococcus thermophillus, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus
acidophillus, dan Bifidobacterium bifidum.
Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri gram positif dan
homofermentatif karena hanya mampu menghasilkan asam laktat pada produk
utama dari fermentasi glukosa. Bakteri ini memiliki enzim aldolase, heksosa
isomerase, dan sedikit fosfoketolase. Bakteri tergolong bakteri mesofilik dengan
kisaran suhu optimum 35-45 oC, pH 4 – 5,5, tidak tumbuh pada pH di atas 6. Asam
laktat yang dihasilkan bersifat sebagai inhibitor bagi mikroba patogen sehingga
produk fermentasi yang memiliki kadar asam laktat tinggi akan lebih tahan lama.
Streptococcus thermophilus tergolong homofermentatif yang dalam proses
fermentasinya menghasilkan lebih dari 85% asam laktat, suhu optimum
pertumbuhannya 37-42 oC, dan pH optimum 6,5 (Adriani dkk., 2010).
Menurut Vieira dkk. (2016) Lactobacillus bulgaricus menghasilkan asam
amino dan peptida pendek yang menstimulasi pertumbuhan Streptococcus
thermophilus. Streptococcus thermophilus membentuk asam format sehingga
merangsang pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus. Streptococcus thermophilus
tumbuh lebih cepat pada awal masa inkubasi dan mendominasi proses fermentasi
menghasilkan sejumlah asam laktat, asam asetat, asetaldehid, diasetil, dan asam
format. Ketersediaan asam format pada medium susu akan menstimulasi
pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus. Efek menguntungkan dari Streptococcus
12

thermophilus selain menghasilkan asam laktat, yaitu menghasilkan enzim laktase


yang berfungsi mencerna laktosa dalam susu dan menguraikan protein susu melalui
kerja enzim protease (Adriani, 2005; Adriani 2010). Menurut Adriani (2005)
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus tidak termasuk kelompok
probiotik handal karena ke dua bakteri ini jumlahnya terdeteksi sangat rendah di
usus besar.
Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri gram positif yang merupakan
spesies alami terdapat pada usus. Bakteri ini dapat tumbuh dalam suhu 35-38 oC
dan pada pH 5,5-6. Lactobacillus acidophilus dapat bertahan melintasi lambung
dan bagian atas usus halus karena toleransi dan tahan terhadap enzim pencernaan
(pH 1-5) lambung dan asam empedu. Produk akhir dari fermentasi glukosa oleh
Lactobacillus adalah asam laktat, asam asetat, dan H2O2. Lactobacillus acidophilus
hidup sepanjang saluran pencernaan dan terdapat dalam jumlah yang sangat banyak
pada usus halus. Bakteri Lactobacillus acidophilus dapat menempel pada sel-sel
epitel saluran pencernaan (Adriani, 2010).
Menurut Adriani (2010) Bifidobacterium bifidum tergolong gram positif
yang dalam proses fermentasinya dapat merombak glukosa menjadi asam asetat dan
asam laktat dengan perbandingan 3 : 2. Bakteri ini termasuk golongan
heterofermentatif, namun tidak memproduksi CO2 dari fermentasi glukosa.
Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium spp. merupakan BAL yang
memiliki ketahanan lebih baik dalam saluran pencernaan manusia. Kedua jenis
bakteri ini memproduksi asam lemak rantai pendek atau Short Chain Fatty Acid
(SCFA), asam laktat, dan senyawa antimikrobia (Awad dkk., 2008). Asam lemak
rantai pendek yang diproduksi oleh proses fermentasi bakteri berperan dalam
menstimulasi perbanyakan sel epitel usus (Gunal dkk., 2006).
Lactobacillus spp. dan Bifidobacterium spp. sebagai starter yoghurt dalam
imbangan yang tepat dapat meningkatkan aktivitas enzim lipase hingga dua kali
dibandingkan yoghurt dengan starter campuran bakteri pada umumnya (Lengkey
dan Adriani, 2009). Kandungan kolesterol di dalam darah mencit yang diberikan
yoghurt dengan starter Bifidobacterium dan L. acidophilus akan lebih rendah
13

dibandingkan bila mengonsumsi yoghurt dengan starter L. bulgaricus dan S.


thermophilus (Lengkey dan Adriani, 2009). Kandungan nutrisi utama pada pakan
yang dibutuhkan BAL meliputi karbohidrat dan protein. BAL memerlukan
karbohidrat sebagai sumber energi dan bahan pembentuk asam laktat, sedangkan
protein sebagai penyusun bagian sel untuk tumbuh (Azizah dkk., 2012), sintesis
protein, asam amino, purin, pirimidin, DNA (Deoxyribo Nukleid Acid) dan RNA
(Ribonucleic Acid) (Nisa dkk., 2008).
2.4 Sel Darah Putih (Leukosit), Neutrofil dan Limfosit
2.4.1 Leukosit
Leukosit merupakan sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan
hemopoetik untuk jenis bergranula (polimorfonuklear) dan jaringan limpatik untuk
jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi dalam system pertahanan tubuh
terhadap infeksi (Sutedjo, 2006). Menurut Junguera (1997) menyatakan bahwa
hasil rata-rata normal leukosit unggas berkisar antara 16000-40000 sel/μl. Leukosit
berfungsi untuk melindungi tubuh dari infeksi. Karena itu jumlah leukosit berubah-
ubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan jumlah benda asing yang dihadapi dalam
batas-batas yang masih dapat ditoleransi tubuh tanpa menimbulkan gangguan
fungsi (Sadikin, 2002).
Meskipun leukosit merupakan sel darah, tapi fungsi leukosit lebih banyak
dilakukan di dalam jaringan. Leukosit hanya bersifat sementara mengikuti aliran
darah ke seluruh tubuh. Apabila terjadi peradangan pada jaringan tubuh, leukosit
akan pindah menuju jaringan yang mengalami radang dengan cara menembus
dinding kapiler (Kiswari, 2014). Leukosit secara umum berkaitan dengan sistem
imun dan kekebalan tubuh. Namun keterkaitan sel darah putih masih secara umum
dan perlu dilakukan diferensiasi terlebih dahulu (Puvaldopirod dan Thaxton, 2000).
Leukosit merupakan sel yang dapat berperan dalam sistem pertahanan tubuh yang
sangat tanggap terhadap agen infeksi penyakit. Leukosit berfungsi melindungi
tubuh terhadap berbagai penyakit dengan cara fagosit dan menghasilkan antibodi
(Junguera, 1977).
14

Tingkat kekebalan tubuh dapat dilihat dari variabel darah, berupa leukosit
dan dan diferensial leukosit secara lengkap (Isroli dkk., 2009). Diferensial leukosit
merupakan kesatuan dari sel darah putih yang terdiri atas dua kelompok yaitu
granulosit (heterosinofil, eusinofil dan basophil) dan agranulosit (limfosit dan
monosit) (Cahyaningsih dkk., 2007). Tingkat kenaikan dan penurunan jumlah
leukosit dalam sirkulasi menggambarkan ketanggapan sel darah putih dalam
mencegah hadirnya agen penyakit dan peradangan (Nordenson, 2002). Faktor-
faktor yang memengaruhi jumlah leukosit dan diferensialnya antara lain umur,
faktor genetik dan kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan diantaranya yaitu
adanya infeksi dan pakan. Nutrisi (protein) dari pakan memiliki peran yang sangat
penting dalam proses pembentukan leukosit karena protein merupakan salah satu
komponen darah (Addas dkk., 2010; Etim dkk., 2014).
2.4.2 Neutrofil
Neutrofil merupakan leukosit granulosit, dibentuk di dalam sumsum tulang,
bersifat amuboid dan aktif dalam fagositosis (Jain, 1993). Neutrofil termasuk
bagian respon kekebalan nonspesifik yang bersifat cepat dan paling awal dalam
pertahanan terhadap infeksi mikroorganisme (Hewajuli dan Dharmayanti, 2015).
Jumlah neutrofil secara normal pada unggas menurut Heat dan Olusanya (1985)
yaitu 20%-40% atau (1,6-8) x103/mm3. Masa hidup neutrofil di dalam sirkulasi
dalam keadaan infeksi berat lebih pendek dibandingkan dalam keadaan normal,
yaitu hanya 6-12 jam, selanjutnya neutrofil dengan cepat menuju ke daerah infeksi.
Setelah 24 – 48 jam, fungsi neutrofil diambil alih oleh makrofag (Besung, 2009).
Neutrofil berfungsi sebagai garis pertahanan tubuh terhadap zat asing
terutama bakteri. Bersifat fagosit, yaitu menelan mikroorganisme dan sisa-sisa sel
mati serta dapat masuk ke dalam jaringan yang terinfeksi. Sirkulasi neutrofil dalam
darah yaitu sekitar 10 jam dan dapat hidup selama 1-4 hari pada saat berada dalam
jaringan ekstravaskuler (Kiswari, 2014). Peningkatan jumlah neutrofil disebut
netrofilia, yang dapat terjadi karena respon fisiologik terhadap stres. Keadaan
patologis yang menyebabkan netrofilia diantaranya infeksi akut, radang atau
inflamasi, kerusakan jaringan, gangguan metabolik dan lain-lain. Sedangkan
15

penurunan jumlah neutrofil disebut dengan neutropenia, yang ditemukan pada


penyakit virus, hipersplenisme, leukemia dan lain-lain (Riswanto, 2013).
2.4.3 Limfosit
Limfosit merupakan jenis sel darah putih yang tidak memiliki granul.
Limfosit mempunyai inti yang besar dan dan berwarna gelap dengan sedikit
sitoplasma (Soeharsono dkk., 2010). Limfosit dibentuk didalam limpa, kelenjar
limfe, timus, sumsum tulang, tonsil, dan bursa fabrisius. Limfosit terbagi menjadi
dua berdasarkan ukurannya, yaitu limfosit besar dan kecil. Menurut Heat dan
Olusanya (1985) kadar limfosit pada ayam normalnya yaitu 30%-70%.
Limfosit adalah bagian dari leukosit yang terdiri atas limfosit B (sel B) dan
limfosit T (sel T), yang berperan dalam pembentukan kekebalan spesifik.
Kekebalan spesifik ini bisa bersifat humoral dan seluler. Pada kekebalan spesifik
humoral (Humoral Mediated Immunity/HMI atau antibody-mediated immunity),
yang berperan adalah sel B. Produk dari HMI adalah antibodi (imunoglobulin),
yaitu IgA, IgG, IgM, IgE dan IgD setelah berubah menjadi sel-sel plasma (setelah
diaktifkan sel T-helper bila ada infektan). Pada kekebalan spesifik seluler (Celluler
Mediated Immunity/CMI), yang berperan adalah sel T cytoctoxic (Tc). Sel Tc adalah
sel T yang menghasilkan sitotoksik untuk menghancurkan sel yang terinfeksi agen
penyakit (Nicholas, 2004).
16

III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitan


3.1.1 Ternak Percobaan
Ternak percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah ayam petelur
strain Lohman Brown, yang memiliki fase layer menjelang afkir dengan umur 90
minggu sebanyak 20 ekor. Sampel tersebut dipelihara dalam kandang tipe semi
close house dengan bentuk battery dan sistem cages.
3.1.2 Kandang Percobaan
Penelitian dilakukan dengan mengunakan kandang battery bertingkat
dengan ukuran kandang 37 cm x 20 cm x 37 cm, cage yang digunakan sebanyak 20
unit. Setiap kandang berisi satu ekor ayam yang dilengkapi dengan tempat pakan
dan minum.
3.1.3 Ransum Percobaan
Ransum percobaan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah ransum
hasil pencampuran antara jagung, dedak, konsentrat, top mix, dan mineral makro.
Konsentrat yang digunakan merupakan konsentrat komersial yang tersusun atas
gluten jagung, pollard, tepung daging dan tulang, bungkil kedelai, minyak, kalsium
fosfat, kalsium karbonat, natrium klorida, asam amino, vitamin, trace mineral, dan
antioxidant. Formulasi ransum disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Kandungan Nutrien dan EM Bahan Pakan
EM PK LK SK Ca P
Bahan Pakan
(Kkal/Kg) ------------------(%)-----------------
Jagung 3370 8.6 3.9 2 0.02 0.1
Dedak 1630 12 13 12 0.12 0.21
Top Mix - - - - 0.6 -
Mineral Makro - - - - 32.5 1
Konsentrat 1921.947 37 6 8 12 1.5
Keterangan:
PK = Protein Kasar LK = Lemak Kasar P = Fospor
SK = Serat Kasar Ca = Calsium
17

Sumber: Kandungan zat makanan berdasarkan Scott dkk. (1982) dalam


Wahju (2015)
Tabel 2. Susunan Ransum Basal Penelitian Ayam Petelur Fase Layer
Bahan Pakan Jumlah Penggunaan (%)
Jagung 58.43
Dedak 13.41
Top Mix 0.5
Mineral Makro 1
Konsentrat 26,67
Jumlah 100,00
Sumber: Formulasi menggunakan AFOS (Software)
Tabel 3. Kandungan Nutrien dan EM Ransum Basal Penelitian
Kandungan Nutrien Bahan Standar
Jumlah
Pakan Kebutuhan
Energi Metabolis (Kkal/kg) 2700 (Min 2700)
Protein kasar (%) 16.5 (Min 16.5)
Serat kasar (%) 4.91 (Max 7)
Lemak kasar (%) 5.62 (Min 3)
Calsium (%) 3.56 (3,25 - 4,25)
Fospor (%) 0.5 (Min 0.45)
Sumber: SNI 8290.5:2016. Perhitungan jumlah menggunakan aplikasi
AFOS

3.1.4 Alat dan Bahan Penelitian


1. Alat
(1) Spray dryer dengan modifikasi vakum, digunakan untuk mengeringkan
susu fermentasi.
(2) Inkubator, digunakan untuk proses inokulasi bakteri pada susu.
(3) Lemari pendingin, digunakan untuk menyimpan susu fermentasi.
(4) Timbangan digital, digunakan untuk menimbang sampel
(5) Tabung reaksi steril, digunakan untuk proses perhitungan bakteri dan
pencampuran bahan.
(6) Cawan petri steril, digunakan untuk tempat perhitungan bakteri
(7) Kandang bentuk baterai individual dengan sistem cage sebanyak 20 unit
(8) Kertas Karton / kertas label, digunakan sebagai penanda kandang.
(9) Hygrometer, digunakan untuk mengukur kelembaban kandang.
18

(10) Thermometer, digunakan untuk mengukur suhu baik sampel dan kadang.
(11) Spuit/ Syringe, digunakan dalam pengambilan sampel darah ayam petelur.
(12) Tabung EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetyl Acid), digunakan untuk
menyimpan sampel darah yang telah diambil.
(13) Cooling box, digunakan untuk menyimpan tabung EDTA berisi sampel
darah ayam petelur.
(14) Tempat pakan dan minum berbentuk memanjang
(15) Label dan alat tulis, digunakan sebagai penanda sampel darah.
(16) Spatula/batang pengaduk, digunakan untuk mengaduk bahan.
(17) Pipet piston, digunakan untuk menghisap atau mengeluarkan darah/cairan
sampel.
(18) Hematology analyzer, digunakan untuk menganalisis kandungan neutrofil-
limfosit sampel darah.
2. Bahan
(1) Ayam petelur fase layer menjelang afkir dengan umur 90 minggu,
digunakan sebagai objek penelitian.
(2) Ransum, sebagai bahan pakan yang akan dicampur probiotik powder.
(3) Air, digunakan untuk minum ternak.
(4) Susu sapi, digunakan sebagai media fermentasi probiotik yang akan
dijadikan powder.
(5) Kultur probiotik konsorsium (Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus
thermophilus, Lactobacillus acidhophilus, Bifidobacterium bifidum)
sebanyak 5%, digunakan untuk probiotik yang akan dicampurkan dalam
susu sapi.
(6) Penyalut (susu skim dan maltodekstrin), digunakan untuk menyalut susu
sapi pada saat proses pengeringan.
(7) NaCL fisiologis steril, sebagai bahan pengenceran pada perhitungan bakteri.
(8) Plate Count Agar (PCA), sebagai media pertumbuhan bakteri.
(9) Media MRS (De Man Rogosa and Sharpe), sebagai media pendukung
pertumbuhan bakteri.
19

3.2 Metode Penelitian


3.2.1 Prosedur Penelitian
1. Persiapan Bakteri Konsorsium
Probiotik yang akan digunakan yaitu Streptococcus thermophilus,
Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium longum
sebanyak 5% (v/v) diinokulasikan ke dalam media De Man Rogosa and Sharpe
(MRS) sebanyak 250 ml lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
2. Pembuatan Susu Fermentasi Liquid
Susu segar dipanaskan (pasteurisasi) dilakukan dengan cara pemanasan
pada susu segar dengan suhu 70-80oC selama 30 menit. Susu yang telah
dilakukan pemanasan lalu didinginkan hingga mencapai suhu 37-40 ̊C kemudian
ditambahkan 5% bakteri konsorsium, kemudian dihomogenkan. Proses
fermentasi atau inkubasi dilakukan selama 24 jam dalam suhu ruang.
3. Pembuatan Susu Fermentasi Powder
Proses pembuatan susu fermentasi powder, yaitu susu cair ditambahkan
dengan bahan enkapsulan lalu ditambahkan aquades steril (1/2 dari volume total
larutan), kemudian diaduk dan dihomogenizer. Setelah homogen, campuran
dikeringkan menggunakan spray dryer dengan suhu inlet 1600C dan outlet 65-
70oC sehingga dihasilkan Susu Fermentasi dalam bentuk powder (Juniawati ett
al., 2019).
4. Analisis Viabilitas Probiotik
Pengujian viabilitas sel probiotik sebelum dan sesudah pengeringan beku
dilakukan pada media MRS agar dengan metode tuang (plate count) dengan
beberapa seri pengenceran. Mengambil 1 ml sampel sebelum dienkapsulasi
dengan ditimbang di dalam tabung reaksi steril dan 1 ml sampel setelah
dienkapsulasi, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml
NaCl fisiologis steril (10-1), membuat seri pengenceran hingga 10-10, mengambil
1 ml pada 3 pengenceran terakhir (pengenceran 10-8, 10-9,10-10) dan
memasukkan ke dalam cawan petri steril, menambahkan media plate count agar
(PCA) sebanyak 12-15 ml, kemudian dihomogenkan. Setelah agar mengeras,
20

cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 ̊C selama 24 jam.
Menghitung koloni yang tumbuh menggunakan metode TPC dan menghitung
viabilitas bakteri probiotik berdasarkan rasio jumlah bakteri per gram sesudah
dan sebelum proses enkapsulasi dan dinyatakan dalam persen (%).
5. Tahap Pemeliharaan
Percobaan menggunakan ayam petelur fase layer menjelang afkir pada umur
90 minggu yang dipelihara selama 4 minggu. Ayam petelur diberi 4 perlakuan
dan diulang sebanyak 5 kali sehingga terdapat 2 unit percobaan dengan setiap
cage berisi 1 ekor ayam petelur. Setiap kandang diberi label dengan nomor
perlakuan dan ulangan untuk memudahkan pengamatan dan pengumpulan data.
Pakan campuran probiotik diberikan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari serta
minum diberikan secara adlibitum. Tempat pakan dan tempat minum selalu
diperhatikan dan dibersihkan mencegah penyakit.
6. Pengambilan sampel darah
Ayam petelur disiapkan sebanyak 20 ekor, pengambilan sampel darah pada
hari ke-30 di pagi hari. Sampel darah diambil pada bagian vena pectoralis dengan
menggunakan spuit yang ditusukkan dari pembuluh vena bagian sayap (vena
pectoralis externa) sebanyak 3 mL. Sampel darah disimpan ke dalam tabung
EDTA 5 ml yang mengandung antikoagulan. Tabung EDTA yang berisi sampel
darah dimasukan ke dalam cooling box untuk selanjutnya dianalisis di
laboratorium.
7. Tahap Analisis
Darah yang telah ditampung, kemudian dilakukan analisis jumlah dan
imbangan neutrofil-limfosit dengan menggunakan Hematology Analyser.
21

3.2.2 Peubah yang Diamati


Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu jumlah dan imbangan
neutrofil-limfosit pada ayam petelur fase layer.

3.2.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik


Penelitian menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Ternak yang diuji yaitu ayam
petelur fase layer dengan 20 unit percobaan dan setiap unit percobaan berjumlah 1
ekor ayam. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan model
matematika dari Rancangan Acak Lengkap. Adapun perlakuan yang dicobakan
adalah sebagai berikut:
P0 = Ransum tanpa perlakuan probiotik powder
P1 = Ransum dengan penambahan probiotik powder 2%
P2 = Ransum dengan penambahan probiotik powder 3%
P3 = Ransum dengan penambahan probiotik powder 4%
Data yang diperoleh dianalisis secara statistic dengan Uji F. Model matematika
yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yij = μ + αi + εij
Keterangan:
Yij = respon hasil pengamatan karena perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ = nilai tengah populasi (rataan umum)
αi = pengaruh perlakuan (dosis) ke-i
ɛij = galat percobaan dari perlakuan ke-i pengamatan ke-j
i = perlakuan ke-i (1, 2, 3, 4)
j = ulangan ke-j (1, 2, 3, 4, 5)
Asumsi:
1. Nilai ɛij menyebar normal satu sama lain
2. Nilai harapan dari ɛij = 0
3. Ragam dari ɛij = σ2 jadi ɛij ~ NID (0,σ2)
22

Hipotesis:
H0 : Pengaruh perlakuan P0 = P1 = P2 = P3, Berarti tidak ada
pengaruh terhadap jumlah dan imbangan neutrophil-limfosit pada
ayam petelur fase layer.
H1 : Pengaruh perlakuan P0 ≠ P1 ≠ P2 ≠ P3, atau paling sedikit
terdapat satu perlakuan yang berbeda terhadap jumlah dan
imbangan neutrofil-limfosit pada ayam petelur fase layer.

Tabel 4. Daftar Sidik Ragam


Sumber Keragaman Db JK KT Fhit F0,05
Perlakuan (P) p–1=3 JKP KTP KTP /
Galat (G) p(U-1)=16 JKG KTG KTG
Total (U.p–1)=19 JKT

Keterangan:
db : Derajat bebas
JK : Jumlah Kuadrat
KT : Kuadrat Tengah
G : Galat
P : Perlakuan
p : Banyak perlakuan
U : Banyak ulangan

Kaidah keputusan:
1) Jika Fhitung ≤ Ftabel 0,05 artinya perlakuan tidak berpengaruh nyata (non
significant), terima H0 dan tolak H1.
2) Jika Fhitung > Ftabel 0,05 artinya perlakuan berpengaruh nyata (significant), tolak
H0 dan terima H1.
Selanjutnya data respon penelitian akan dianalisis dengan menggunakan
metode ortogonal polinomial. Suatu derajat polinomial ke-n digunakan untuk
mengetahui hubungan antara peubah respon Y dan peubah prediktor X diujikan
sebagai berikut:
Y = α + β1X + β2X2 + …. + βnXn
23

Perhitungan untuk mendapatkan koefisien orthogonal polynomial untuk


derajat polynomial pertama (linier), derajat polynomial kedua (kuadratik) dan
derajat polynomial ketiga (kubik), sebagai berikut:
L = a + X1
Q1 = b + cX1 + Xi2
C1 = d + eX1 + f X12 + X12
Tabel 5. Analisis Ragam Sesuai dengan Perbandingan Orthogonal Polynomial

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Statistik


Keragaman Bebas Kuadrat Tengah (KT) Uji F
(db) (JK)
Perlakuan t–1 JKP KTP F
Linier 1 JKP1 KTP1 F1
Kuadratik 1 JKP2 KTP2 F2
Kubik 1 JKP3 KTP3 F3
Kuartik 1 JKP4 KTP4 F4
Galat Sisa JKG KTG
Percobaan
Total n-1 JKT
Penentuan derajat polinomial didasarkan pada kontras-kontras ortogonal
yang nyata, sehingga akan didapatkan hubungan fungsi respon antar perlakuan
sesuai dengan derajat polinomial yang signifikan.
Apabila hasil analisis ragam menunjukkan terdapat pengaruh perlakuan
terhadap respon/parameter yang diukur, analisis dilanjutkan dengan menggunakan
uji kontras orthogonal, dengan formula matematik sebagai berikut:
Kontras ber-db tunggal merupakan fungsi linear (L) dari jumlah-jumlah
perlakuan:

L = TCiJi = C1J1 + C2J2 + ... + CtJt

Dimana:
Ci = koefisien kontras ke-i
Ji = jumlah nilai pengamatan ke-i
t = banyaknya perlakuan jumlah koefisien kontras (TCi) = 0
r = jumlah lokal kontrol/ulangan
24

JK kontras linear (JKL) ber-db tunggal dihitung sebagai berikut:

𝐿2 𝐿2
𝐽𝐾𝐿 =
𝑟(𝑇𝐶𝑖2 ) 𝑟𝐾

K = TCi2

Dua kontras ber-db tunggal dikatakan ortogonal bila jumlah perkalian silang
(JPS) dari koefisien keduanya = 0, sebagai berikut:
L1 = C11J1 + C12J2 + ... + C1tJt
L2 = C21J 1+ C22J2 + ... + C2tJt
JPS = C11J21’ + C12J22 + ... + C1tJ2t = 0
Kemudian suatu grup kontras p berderajat bebas tunggal dimana p >2
dikatakan ortogonal mutual. Jika setiap pasangan dan semua pasangan kontras yang
ada didalam grup ini bersifat ortogonal. Untuk suatu percobaan dengan t perlakuan
jumlah maksimum dari kontras ortogonal mutual ber-db tunggal yang dapat
dibentuk adalah sebanyak t-1 = db = v perlakuan. Jumlah JK dan kontras-kontras
ini = JK perlakuan.
JKL1 + JKL2 + ... + JKLv = JK perlakuan
Menurut kontras ber-db tunggal ini, pengujian dapat dilakukan terhadap
semua tipe perbandingan grup yang direncanakan sebelum percobaan. Grup – grup
ini dapat terdiri dari satu atau lebih kontras ber-db tunggal.
25

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Neutrofil

Berdasarkan hasil penelitian ini, pengaruh pemberian probiotik powder


terhadap kadar neutrofil pada ayam petelur fase layer dapat dilihat pada tabel 6
berikut:
Tabel 6. Rataan Jumlah Neutrofil
Perlakuan
Ulangan
P0 P1 P2 P3
-----------------------------------(%)----------------------------------
1 4 1 2 1
2 1 3 7 3
3 5 1 5 2
4 3 5 3 1
5 1 6 2 2
Rataan 2,8 3,2 3,8 1,8
Keterangan:
P0 = Tanpa pemberian probiotik powder
P1 = Ransum dengan penambahan probiotik powder 2%
P2 = Ransum dengan penambahan probiotik powder 3%
P3 = Ransum dengan penambahan probiotik powder 4%

Berdasarkan tabel 6, dapat dilihat bahwa rataan jumlah neutrofil terendah


diperoleh pada perlakuan P3 yaitu 1,8%, sedangkan rataan jumlah neutrofil
tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 yaitu 3,8%. Kemudian rataan jumlah
neutrofil berturut-turut dari yang terbesar, yaitu P2 (3,8%), P1 (3,2%), P0 (2,8%),
dan P3 (1,8%).
Pengaruh perlakuan pemberian probiotik powder terhadap jumlah neutrofil
pada ayam petelur fase layer lebih jelasnya dapat dilihat di ilustrasi 1.
26

Rataan Jumlah Neutrofil


4 3,8

3,5 3,2
3 2,8

2,5
1,8
%

1,5

0,5

0
P0 P1 P2 P3
Perlakuan

Ilustrasi 1. Rataan Jumlah Neutrofil

Berdasarkan analisis sidik ragam yang dilakukan bahwa perlakuan tidak


berpengaruh nyata terhadap jumlah neutrofil (P>0,05). Tabel 6 menunjukkan hasil
penelitian bahwa jumlah neutrofil berada di bawah kisaran normal yaitu P0 (2,8%),
P1 (3,2%), P2 (3,8%), dan P3 (1,8%). Jumlah normal neutrofil pada ayam
umumnya sebesar 20-40% dari total leukosit (Heat dan Olusanya, 1985), sedangkan
menurut Dukes (1995) menyatakan bahwa jumlah neutrofil pada unggas yaitu
sebesar 25-30% dari total leukosit.
Neutrofil memiliki fungsi utama sebagai garis pertahanan pertama dalam
melawan benda asing khususnya melawan infeksi penyakit pada ternak. Selain
melakukan fagositosis terhadap benda asing, neutrofil juga akan memakan jaringan
tubuh yang rusak atau mati (Tizard, 2000). Neutrofil menyerang patogen dengan
cara migrasi ke daerah-daerah yang sedang mengalami serangan, menembus
dinding pembuluh dan menelan patogen untuk dihancurkan (Hutasoit, 2010).
Ketika tidak ada infeksi maka tidak berpengaruh terhadap peningkatan jumlah
neutrofil (Wulandari dkk., 2014), karena peningkatan presentase neutrofil
disebabkan oleh infeksi bakterial (Sugiharto dkk., 2014).
27

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian probiotik powder


terhadap jumlah neutrofil dengan perlakuan P0 (kontrol), P1 (2% probiotik
powder), P2 (3% probiotik powder), dan P3 (4% probiotik powder) berada di bawah
kisaran normal. Jumlah neutrofil yang berada di bawah kisaran normal diduga
karena faktor umur ayam yang diteliti sudah tua atau menuju afkir, sehingga tidak
mampu memproduksi neutrofil secara optimal. Sesuai dengan pendapat Devi dkk.
(2019) bahwa faktor-faktor yang memengaruhi jumlah diferensial leukosit antara
lain kondisi lingkungan, umur, dan kandungan nutrisi pakan. Penelitian yang
dilakukan oleh Nasrullah dkk. (2020) pada ayam petelur berumur 40 minggu tanpa
perlakuan menunjukkan rataan jumlah neutrofil sebesar 12,8%. Penelitian lain
dilakukan oleh Sukmana (2019) pada ayam petelur berumur 85 minggu tanpa
perlakuan menunjukkan rataan jumlah neutrofil sebesar 4,6%. Sedangkan
penelitian ini dilakukan pada ayam petelur berumur 90 minggu tanpa perlakuan
menunjukkan rataan jumlah neutrofil sebesar 2,8%. Sehingga melalui hasil dari
beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa umur ayam petelur dapat
memengaruhi penurunan jumlah neutrofil.
Pemberian probiotik powder pada perlakuan P3 menghasilkan rataan
jumlah neutrofil paling rendah yaitu 1,8%, dibandingkan perlakuan P0 (2,8%), P1
(3,2%) dan P2 (3,8%). Hal ini diduga karena adanya respon ayam petelur terhadap
taraf pemberian probiotik powder pada perlakuan P3 (4% probiotik powder). Sesuai
dengan pernyataan Adriani (2010) bahwa probiotik berperan dalam menekan
pertumbuhan bakteri penyebab penyakit saluran pencernaan karena bakteri asam
laktat memproduksi antimikroba diantaranya bakteriosin, hidrogen peroksida, dan
berbagai antibiotik alami. Keberadaan antimikroba yang dihasilkan oleh probiotik
pada perlakuan P3 yaitu pemberian probiotik powder sebanyak 4% dapat
membantu meringankan kerja neutrofil dalam menghambat pertumbuhan bakteri
patogen, sehingga kerja neutrofil dalam memfagositosis berkurang dan kadarnya
menurun (1,8% neutrofil). Dibandingkan dengan pemberian probiotik powder pada
perlakuan P0 (kontrol), P1 (2% probiotik powder), dan P2 (3% probiotik powder)
yang cenderung menghasilkan rataan jumlah neutrofil pada kisaran yang sama,
28

yaitu berturut-turut 2,8%, 3,2%, dan 3,8%. Dijelaskan juga oleh Lee dan Salminen
(2009) bahwa bakteriosin merupakan bioaktif peptida atau protein yang memiliki
aktifitas antimikroba terutama terhadap bakteri gram positif yang berkaitan dengan
kerusakan makanan maupun bakteri patogen.

4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Limfosit

Berdasarkan hasil penelitian ini, rataan jumlah limfosit pada ayam petelur
fase layer yang diberi probiotik powder dapat dilihat pada tabel 7 berikut:
Tabel 7. Rataan Jumlah Limfosit
Perlakuan
Ulangan
P0 P1 P2 P3
-----------------------------------(%)----------------------------------
1 89 93 94 93
2 96 90 83 93
3 91 94 88 94
4 84 89 92 88
5 94 86 92 93
Rataan 90,8 90,4 89,8 92,2
Keterangan:
P0 = Tanpa pemberian probiotik powder
P1 = Ransum dengan penambahan probiotik powder 2%
P2 = Ransum dengan penambahan probiotik powder 3%
P3 = Ransum dengan penambahan probiotik powder 4%

Berdasarkan tabel 7, dapat dilihat bahwa rataan jumlah limfosit tertinggi


diperoleh pada perlakuan P3 yaitu 92,2%, sedangkan rataan jumlah limfosit
terendah diperoleh pada perlakuan P2 yaitu 89,8%. Kemudian rataan jumlah
limfosit berturut-turut dari yang terbesar, yaitu P3 (92,2%), P0 (90,8%), P1
(90,4%), dan P2 (89,8%).
Pengaruh perlakuan pemberian probiotik powder terhadap jumlah limfosit
pada ayam petelur fase layer lebih jelasnya dapat dilihat di ilustrasi 2.
29

Rataan Jumlah Limfosit


95
94
93 92,2
92
90,8
91 90,4
89,8
%

90
89
88
87
86
85
P0 P1 P2 P3
Perlakuan

Ilustrasi 2. Rataan Jumlah Limfosit

Berdasarkan analisis sidik ragam yang dilakukan, menunjukkan bahwa


perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah limfosit (P>0,05). Tabel 7
menunjukkan hasil penelitian bahwa jumlah limfosit berada di atas kisaran normal
yaitu P0 (90,8%), P1 (90,4%), P2 (89,8%), dan P3 (92,2%). Menurut Heath dan
Olusanya (1985) menyatakan bahwa jumlah normal limfosit pada ayam umumnya
adalah 30-70% dari total leukosit, sedangkan menurut Dukes (1995) menyatakan
bahwa kadar limfosit pada unggas sebesar 55-69% dari total leukosit.
Limfosit adalah bagian dari leukosit yang terdiri dari limfosit T (sel T) dan
limfosit B (sel B), yang berperan dalam pembentukan kekebalan spesifik yang bisa
bersifat humoral dan seluler. Sel B berperan pada kekebalan spesifik humoral
(Humoral Mediated Immunity/HMI) yang memproduksi antibodi (imunoglobulin).
Sedangkan sel T cytoytoxic (Tc) berperan pada kekebalan spesifik seluler (Cellular
Mediated Immunity/CMI). Sel Tc adalah sel T yang menghasilkan sitotoksik untuk
menghancurkan sel yang terinfeksi agen penyakit (Nicholas, 2004). Jumlah limfosit
akan mengalami peningkatan seiring adanya antigen yang masuk ke dalam tubuh
dan mengalami poliferasi sehingga terbentuk antibodi (Siswanto dkk., 2016).
Jumlah limfosit berbanding terbalik dengan jumlah neutrofil, apabila neutrofil
30

rendah maka limfosit akan tinggi karena memproduksi antibodi untuk


meningkatkan kekebalan tubuh ayam (Asmara dkk., 2019).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian probiotik powder
terhadap jumlah limfosit dengan perlakuan P0 (kontrol), P1 (2% probiotik powder),
P2 (3% probiotik powder), dan P3 (4% probiotik powder) berada di atas kisaran
normal. Jumlah limfosit yang berada di atas kisaran normal diduga karena faktor
umur ayam yang diteliti sudah tua atau menuju afkir, sehingga ayam memproduksi
limfosit lebih banyak. Sesuai dengan pernyataan Suryandari (2019) bahwa semakin
bertambahnya umur ayam petelur maka mengakibatkan semakin tebalnya bagian
korteks pada folikel dan sel limfosit semakin banyak. Penelitian yang dilakukan
oleh Nasrullah dkk. (2020) pada ayam petelur berumur 40 minggu tanpa perlakuan
menunjukkan rataan jumlah limfosit sebesar 80,2%. Penelitian lain dilakukan oleh
Sukmana (2019) pada ayam petelur berumur 85 minggu tanpa perlakuan
menunjukkan rataan jumlah limfosit sebesar 82,9%. Sedangkan penelitian ini
dilakukan pada ayam petelur berumur 90 minggu tanpa perlakuan menunjukkan
rataan jumlah limfosit sebesar 90,8%. Sehingga melalui hasil dari beberapa
penelitian tersebut menunjukkan bahwa umur ayam petelur dapat memengaruhi
peningkatan jumlah limfosit.
Pemberian probiotik powder pada perlakuan P3 menghasilkan rataan
jumlah limfosit paling tinggi yaitu 92,2%, dibandingkan perlakuan P0 (90,8%), P1
(90,4%), dan P2 (89,8%). Hal ini diduga karena adanya respon ayam petelur
terhadap taraf pemberian probiotik powder pada perlakuan P3 (4% probiotik
powder). Penggunaan probiotik dapat meningkatkan BAL dalam saluran
pencernaan yang mempunyai kemampuan memodulasi produksi sitokin sebagai
metabolit penghasil antibodi dari makrofag monosit, mitogen dan antigen yang
mendorong poliferasi limfosit (Rohyati, 2012). Keberadaan probiotik pada
perlakuan P3 yaitu pemberian probiotik powder sebanyak 4% dapat meningkatkan
jumlah limfosit sebesar 92,2%. Dibandingkan dengan pemberian probiotik powder
pada perlakuan P0 (kontrol), P1 (2% probiotik powder), dan P2 (3% probiotik
powder) yang cenderung menghasilkan rataan jumlah limfosit pada kisaran yang
31

sama, yaitu berturut-turut 90,8%, 90,4%, dan 89,8%. Dijelaskan juga oleh Perdigon
dan Alvarez (1992), bahwa probiotik juga memiliki fungsi merangsang sel T untuk
melepaskan limfokin yang penting peranannya dalam proses poliferasi dan
diferensiasi sel B. Menurut Roitt (1972) sel B merupakan sel yang dihasilkan bursa
fabricius dan bertanggung jawab dalam sintesa antibodi.

4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Imbangan Neutrofil-Limfosit


Berdasarkan hasil penelitian ini, rataan jumlah dan imbangan neutrofil-
limfosit pada ayam petelur fase layer yang diberi probiotik powder dapat dilihat
pada tabel 8 berikut:
Tabel 8. Rataan Imbangan Neutrofil-Limfosit
Perlakuan
P0 P1 P2 P3
-----------------------------------(%)----------------------------------
Neutrofil 2,8 3,2 3,8 1,8
Limfosit 90,8 90,4 89,8 92,2
Imbangan
0,031 0,035 0,042 0,020
N/L
Keterangan: P0 = Tanpa pemberian probiotik powder
P1 = Ransum dengan penambahan probiotik powder 2%
P2 = Ransum dengan penambahan probiotik powder 3%
P3 = Ransum dengan penambahan probiotik powder 4%
Berdasarkan tabel 8, dapat dilihat bahwa rataan imbangan neutrofil-limfosit
tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 yaitu 0,042, sedangkan rataan imbangan
neutrofil-limfosit terendah diperoleh pada perlakuan P3 yaitu 0,020. Kemudian
rataan jumlah neutrofil-limfosit berturut-turut dari yang terbesar, yaitu P2 (0,042),
P1 (0,035), P0 (0,031), dan P3 (0,020).
Pengaruh perlakuan pemberian probiotik powder terhadap imbangan
neutrofil-limfosit pada ayam petelur fase layer lebih jelasnya dapat dilihat di
ilustrasi 3.
32

Rataan Imbangan Neutrofil-Limfosit


0,045 0,042
0,04
0,035
0,035
0,031
Nilai Imbangan

0,03
0,025
0,02
0,02
0,015
0,01
0,005
0
P0 P1 P2 P3
Perlakuan

Ilustrasi 3. Rataan Imbangan Neutrofil-Limfosit

Berdasarkan analisis sidik ragam yang dilakukan, menunjukkan bahwa


perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap imbangan neutrofil-limfosit (P>0,05).
Tabel 8 menunjukkan hasil penelitian bahwa rataan imbangan neutrofil-limfosit
berada di bawah kisaran normal yaitu P0 (0,031), P1 (0,035), P2 (0,042), dan P3
(0,02). Menurut Emadi dan Kermanshahi (2007) tingkat ketahanan tubuh pada
unggas terhadap lingkungan kisaran nilai imbangan neutrofil-limfositnya adalah
sekitar 0,2 – 0,8 dengan nilai normal yaitu 0,5. Sedangkan menurut Sturkie (2000)
Imbangan neutrofil-limfosit normal yaitu antara 0,32-0,50.
Imbangan neutrofil-limfosit (N/L) merupakan indikator tingkat stres pada
ayam yang dapat dilihat melalui perbandingan antara kadar neutrofil dan limfosit.
Sesuai yang disampaikan oleh Sugito dan Delima (2009) bahwa nilai imbangan
neutrofil-limfosit dapat dijadikan indikator terjadinya stres pada ayam, kondisi stres
akan terlihat apabila nilai tersebut berada di atas kisaran normal. Faktor yang
memengaruhi imbangan neutrofil-limfosit yaitu pakan, penyinaran, umur, dan suhu
lingkungan (Mashaly dkk., 2004).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian probiotik powder
terhadap imbangan neutrofil-limfosit dengan perlakuan P0 (kontrol), P1 (2%
33

probiotik powder), P2 (3% probiotik powder), dan P3 (4% probiotik powder)


berada di bawah kisaran normal. Imbangan neutrofil-limfosit yang berada di bawah
kisaran normal diduga karena ayam petelur dalam penelitian ini tidak mengalami
stres, karena semakin tinggi nilai imbangan neutrofil-limfosit maka semakin tinggi
tingkat stres yang dialami oleh ayam (Kusnadi, 2008). Kondisi ayam petelur yang
sehat dapat terlihat dari data produksi telur (lampiran 6) dan berat telur (lampiran
7) ayam dalam penelitian ini yang cenderung meningkat setelah pemberian
perlakuan probiotik powder.
Penggunaan probiotik powder dapat memberikan efek positif terhadap
kesehatan ayam, karena probiotik dapat meningkatkan jumlah limfosit yang
berperan dalam memproduksi antibodi. Sesuai yang disampaikan oleh Nicholas
(2004) Limfosit adalah bagian dari leukosit yang terdiri dari sel T dan sel B, yang
berperan dalam pembentukan kekebalan spesifik yang bisa bersifat humoral dan
seluler. Sel B berperan pada kekebalan spesifik humoral (Humoral Mediated
Immunity/HMI) yang memproduksi antibodi (imunoglobulin). Sedangkan sel T
cytoytoxic (Tc) berperan pada kekebalan spesifik seluler (Cellular Mediated
Immunity/CMI). Sel Tc adalah sel T yang menghasilkan sitotoksik untuk
menghancurkan sel yang terinfeksi agen penyakit.
34

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemberian probiotik powder tidak berpengaruh terhadap jumlah dan
imbangan neutrofil-limfosit ayam petelur fase layer.
2. Pemberian probiotik powder pada taraf 2%, 3%, dan 4% tidak memberikan
pengaruh terhadap jumlah dan imbangan neutrofil-limfosit ayam petelur
fase layer.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pemberian probiotik powder
dalam ransum ayam petelur fase layer untuk mengetahui pengaruh terhadap jumlah
dan imbangan neutrofil-limfosit. Namun, waktu pemberian perlakuan probiotik
powder perlu diperpanjang untuk menghasilkan pengaruh yang lebih optimal.
35

RINGKASAN

Ayam petelur merupakan ternak unggas yang menghasilkan produk utama


telur. Produktivitas ayam petelur sangat dipengaruhi oleh ransum dan umurnya.
Ayam petelur menjelang afkir cenderung menurun produktivitasnya, karena
bertambahnya umur pada ayam akan menurunkan imunitas dan produktivitasnya.
Pemberian probiotik powder bertujuan untuk meningkatkan imunitas dan
produktivitsnya. Neutrofil dan limfosit merupakan bagian dari leukosit yang dapat
dijadikan sebagai indikator untuk melihat kondisi kesehatan ternak.
Neutrofil berperan untuk melawan infeksi bakteri, jika kadar neutrofil
rendah (neutropenia) maka akan lebih mudah terkena infeksi bakteri. Sedangkan
limfosit berperan untuk mengenali agen-agen asing dan merangsang produksi
antibodi di dalam tubuh. Apabila nilai imbangan neutrofil dan limfosit tinggi maka
semakin tinggi juga tingkat stresnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian probiotik
powder dalam ransum terhadap jumlah dan imbangan neutrofil-limfosit pada ayam
petelur fase layer.
Penelitian menggunakan ayam petelur fase layer yang berumur 90 minggu
sebanyak 20 ekor ayam. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan berupa pemberian probiotik
powder ke dalam ransum ayam dengan empat perlakuan yaitu P0 (0%), P1 (2%),
P2 (3%), dan P3 (4%), yang kemudian dilakukan lima kali ulangan. Hasil analisis
statistik menunjukkan bahwa pemberian probiotik powder pada berbagai perlakuan
yaitu 2%, 3%, dan 4% tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap jumlah dan
imbangan neutrofil-limfosit pada ayam petelur fase layer.
Penyebab dari hasil tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor yang
memengaruhi pertumbuhan neutrofil dan limfosit pada darah ayam petelur fase
layer. Hal tersebut diduga akibat faktor dari umur ayam petelur yang sudah tua atau
menjelang afkir. Probiotik akan menghasilkan asam organik berupa asam laktat
yang akan membantu menurunkan pH menjadi rendah, sehingga mengakibatkan
36

pertumbuhan bakteri patogen menjadi terhambat. Probiotik juga mengandung


mucus-binding-proten yang dapat mengenali protein antibodi, sehingga dapat
meningkatkan respon imun spesifik yang mampu bertindak sebagai
immunomodulator.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pemberian probiotik powder
tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah dan imbangan neutrofil-limfosit ayam
petelur fase layer, dan pemberian probiotik powder pada taraf 2%, 3%, dan 4%
tidak memberikan pengaruh nyata. Sehingga penggunaan taraf pemberian perlu
ditingkatkan dan waktu pemberian perlakuan probiotik powder perlu diperpanjang
untuk menghasilkan pengaruh yang lebih optimal.
37

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2004. Meningkatkan Produksi Ayam Ras Petelur. Agromedia Pustaka.


Jakarta.

Addas, P. A., David, I. Edward, A. Zira dan Midak. 2012. Effect of age, sex and
management system on some haematological parameters of intensively and
semi-intensively kept chicken in Mubi. Adam State, Nigeria. Iranian J. of
App. Anim. Sci. 2 (3) : 277-282.

Adriani, Lovita. 2005. Bakteri Probiotik Sebagai Starter dan Implikasi Efeknya
Terhadap Kualitas Yoghurt, Ekosistem Saluran Pencernaan dan Biokimia
Darah Mencit. Disertasi Program Pasca Sarjana. Universitas Padjadjaran,
Bandung.

2010. Yoghurt Sebagai Probiotik. Laboratorium Fisiologi dan Biokimia,


Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran Bandung.

Adriani, L dan HW. Lengkey. 2010. Probiotic Bacteria as Yoghurt Starter abd its
Implication Effect to the Pathogenic and Non Pathogenic Bacteria in Mice
Gastrointestinal. Lucrari Stiintifice, 53 (12): 262-266.

Asmara, M. P., Purnama E.S., Siswanto, dan Sri Suharyati. 2019. Pengaruh
Suplementasi Probiotik yang Berbeda pada Air Minum Terhadap Total
Leukosit dan Diferensial Leukosit Broiler. Jurnal Riset dan Inovasi
Peternakan Vol 3(2): 22-27.

Awad, W.A., K. Ghareeb, S. Nitch, S. Pasteiner, S.A Raheem, dan J. Bohm. 2008.
Efect of Dietary Inclusion of Probiotic, Prebiotic and Symbiotic on
Intestinal Glucose Absorbtion of Broiler Chickens. International Journal of
Poultry Science 7: 688-691.

Azizah, N., A.N Al-Baarri, dan S. Mulyani. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi
Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas pada Proses Fermentasi
Bioetanol dari Whey dengan Substitusi Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan 1(2): 72-77.

Badan Standardisasi Nasional. 2009. Yoghurt (SNI 2981: 2009). BSN, Jakarta.

Banong, S. 2012. Manajemen Industri Ayam Ras Petelur. Masagena Press.


Makasar.

Besung, K.N.I. 2009. Pegagan (Centella asiatica) sebagai Alternatif Pencegahan


Infeksi pada Ternak. Buletin Veteriner Udayana Vol. 1(2): 61-62.
38

Cahyaningsih, U., Malichatin. H dan Y. E. Hedianto. 2007. Diferensial Leujosit


pada Ayam setelah Diinfeksi Eimeria tanella dan pemmberian Serbuk Kunyit
(Curcuma domestica) Dosis Bertingkat. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal: 593-599.
Devi Y.J.A, Moenek, Aven B. Oematan, dan Novianti N. Toelle. 2019. Total
Leukosit dan Diferensial Leukosit Darah Ayam Kampung yang Terpapar
Ascaridia galli Secara Alami. PARTNER. Vol. 24(2): 991-997.
Dukes, E. H. 1995. The Physology of Domestic Animal. Tth Ediition. Mmestoc
Publishing Associats Cornell University Press. Ithac. New York.

Emadi, M., and Kermanshahi, H. 2007. Effect of Turmeric Rhizome Powder on


Immunity Responses of Broiler Chickens. J Anim Vet Adv, 6(6): 833-6.

Etim, N., E. Enyinihi, U. Akpabio dan Edem. 2014. Effects of Nutrition on


Haematology of Rabbits. A review. J. European Sci. 10(3): 413-423.

Februansyah, A. 2018. Total Leukosit dan Diferensial Leukosit Ayam Broiler yang
Diberi Probiotik Bacillus Plus Vitamin dan Mineral. Skripsi Fakultas
Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Semarang.

Gabriela, C. R. 2010. Effect Of a Synbiotic Feed Additive Supplementation on


Laying Hens Performance and Eggs Quality. J. Veterinary. Vol 53: 89-93.

Gleeson, M., N. C. Bishop, M. Oliveira, T. McCauley, P. Tauler, and C. Lawrence.


2012. Effects of a Lactobacillus Salivarius Probiotic Intervention on
Infection, Cold Symptom Duration and Severity, and Mucosal Immunity in
Endurance Athletes. International Journal of Sport Nutrition and Exercise
Metabolism, 22(4), 235–242.

Gunal, M., G. Yayli, O. Kaya, N. Karahan, and O. Sulak. 2006. The Effect of
Antibiotics Growth Promotor, Probiotic or Organic Acid Suplementation
on Perfomance, Intestinal Microflora and Tissue of Broilers. International
Journal of Poultry Science 5: 149-155.

Gunawan dan M.M.S. Sundari. 2003. Pengaruh Penggunaan Probiotik dalam


Ransum terhadap Produktivitas Ayam. Jurnal Wartazoa. 13(3): 92-98.

Haryadi, Nurliana, dan Sugito. 2013. Nilai pH dan Jumlah Bakteri Asam Laktat
Kefir Susu Kambing Setelah Difermentasi dengan Penambahan Gula
dengan Lama Inkubasi yang Berbeda. Jurnal Medika Veterinaria. Vol. 7,
No. 1.
39

Hashemi, S.R. dan H. Davoodi, 2010. Phytogenics as New Class of Feed Additive
in Poultry Industry. Journal of Animal and Veterinary Advances, 9: 2295-
2304.

Heath, E. dan S. Olusanya. 1985. Anatomi and Physiology of Tropical Livestock.


Longmann Singapore Publishers Pte. Ltd. Singapore.

Hendro, L. Adriani, dan Diding, L. 2013. Pengaruh Pemberian Lengkuas (Alpinia


Galanga) terhadap Kadar Neutrofil dan Limfosit Ayam Broiler. Seminar
Nasional Peternakan Berkelanjuta 5. ISBN: 978 602 95808 9 1. Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran. Sumedang.

Hewajuli, D.A. dan Dharmayanti. 2015. Peran Sistem Kekebalan Non-Spesifik dan
Spesifik pada Unggas terhadap Newcastle Disease. Wartazoa. 25 (3): 135-
14.

Hill, C., F. Guarner, G. Reid, GR. Gibson, DJ. Merenstein, dan B. Pot. 2014. The
International Scientific Association for Probiotics and Prebiotics
Consensus Statement on the Scope and Appropriate Use of the Term
Probiotic. Nature Reviews Gastroenterology and Hepatology, 11, 506-514.

Huang S, M.L Vignolles, X.D Chen, Y. Le Loir, G. Jan, and P. Schuck. 2017. Spray
Drying of Probiotics and Other Foodgrade Bacteria: A review. Trends in
Food Science & Technology.

Hutasoit, Berliana. 2010. Respon Sel Darah Putih (Leukosit) Ayam Pedaging
Terhadap Vaksin Gumboro Ibd-Vac® Dengan Aplikasi Yang Berbeda.
Skripsi Fakultas Pertanian Dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau. Pekanbaru.

Ika, R., Nurkhasanah dan, Ika., 2019. Optimasi Komposisi Lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcus thermophilus pada Yogurt Terfortifikasi Buah Lakum
(Cayratia trifolia (L.) Domin) sebagai Antibakteri terhadap Escherichia
coli. Pharmaceutical Sciences and Research (PSR), 6(2) : 99-106.

Isroli, S. Susanti, E. Widiastuti, T. Yudiarti, dan Sugiarto. 2009. Observasi


Beberapa Variabel Hematologis Ayam Kedu pada Pemeliharaan Intensif.
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

Jain, N. C.1993. Essential of Vetenary Hematology. Philadelphia: Lea and Febiger.

Junguera, L. C. 1977. Basic Histology. Edisi 8. McGraw-Hill. New York.


40

Juniawati, Miskiyah dan Ayu K., 2019. Penambahan Enkapsulan Dalam Proses
Pembuatan Yoghurt Powder Probiotik Dengan Metode Spray Drying.
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol. 16. No.2.
Kartasudjana, R dan E. Suprijatna, 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar
Swadaya. Jakarta

Kiswari, Rukman. 2014. Hematologi dan Transfusi. Jakarta: Erlangga.

Kumalasari, C., I. Setiawan, dan L. Adriani. 2020. Pengaruh Pemberian Probiotik


Kering Berbasis Susu Sapi, Kacang Hijau, dan Kedelai terhadap Performa
Ayam Broiler. Jurnal Peternakan Indonesia. Vol. 22(2): 110-118.

Kusnadi, Engkus. 2008. Pengaruh Temperatur Kandang terhadap Konsumsi


Ransum dan Komponen Darah Ayam Broiler. Journal of Indonesian
Tropical Animal Agriculture (JITAA). 33(3): 197-202.

Lee, Y.K., dan S. Salminen. 2009. Handbook of Probiotics and Prebiotics. Second
Edition. New Jersey, USA.

Lengkey H.A.W dan L. Adriani. 2009. Effects of Milk Fermented with


Lactobacillus Acidophillus and Bifidobacterium on Yoghurt Quality and
Glucose Content. Lucrări Științifice –vol. 52 seria Medicină Veterinară.

Lutfiana, K., T. Kurtini, dan M. Hartono. 2015. Pengaruh Pemberian Probiotik dari
Mikroba Lokal terhadap Gambaran Darah Ayam Petelur. Jurnal Ilmiah
Peternakan Terpadu. Vol. 3(3): 151-156.

Mashaly, M.M., Hendricks G.L., Kalama M.A., Gehad A.E., Abbas A.O., Patterson
P.H. 2004. Effect of Heat Stress on Production Parameters and Immune
Responses of Commercial Laying Hens. Poult Sci 83: 889-894.

Nasrullah, Isroli, dan Sugiharto. 2020. Pengharuh Penambahan Jamu dalam


Ration terhadap Profil Darah Putih dalam Darah Ayam Petelur. Jurnal Sain
Peternakan Indonesia. Vol 15(3): 315-319.

Nicholas, F. W. 2004. Pengantar Genetika Veteriner. Pustaka Wira Usaha Muda.


Bogor.

Nisa, F.C., J. Kusnadi, dan R. Chrisnasari. 2008. Viabilitas dan Deteksi Subletal
Bakteri Probiotik pada Susu Kedelai Fermentasi Instan Metode
Pengeringan Beku. Jurnal Teknologi Pertanian 9(1): 40-51.

Nordenson, N. J. 2002. White Blood Cell Count and Differential. http://www.


Lifesteps .com/gm. Atoz/ency/white_blood_cell_count_and_differential.
jsp. [April 2021].
41

North, M. O. dan D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th


ed Conectitut. Avi Publishing.

Perdigon, G. dan S. Alvarez. 1992. Probiotics and the Immune State. IIn Probiotic
the Scientific Basic. Edited by R. Fuller. Chapman & Hall. Pp. 145-180.

Perdigon, G., M. Eugenia, S. Petrino dan M. Valverde, 1991. Effect of Oral


Administration Of Lactobacillus casei On Various Biological Functions Of
The Host. Food and Agricultural Immunology, 3(2): 93.

Purwanto B.P., Santoso A.B., Murfi A. 1995. Fisiologi Lingkungan. Fakultas


Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Puvaldolpirod, S. and J. P. Thaxton. 2000. Model of Phsycological Stress in


Chickens 1. Edisi Kelima. Quantitative Evaluation. Departement of Poultry
Science, Mississipi State University. 79: 391-395.

Rajab, F.2004. Isolasi dan Seleksi Bakteri Probiotik dari Lingkungan Tambak dan
Hatchery untuk pengendalian Penyakit Vibriosis pada Larva Udang Windu.
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.

Rasyaf, M. 2001. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-XX. Penebar Swadaya.


Jakarta.

2003. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rigon, R.T., Norena C.P.Z. 2016. Microencapsulation by Spray Drying of


Bioactive Compounds Extract from Blackberry (Rubus Fruticosus). Journal
Food Science Technology. 53(3): 1515-1524.

Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta: Alfameda


& Kenal Medika.

Rohyati, Eni. 2012. Gambaran Mikroskopis Nekrosa Sel dan Deplesi Folikel
Limfoid Bursa Fabricius Ayam Broiler Pasca Pemberian Probiotik B-mix
dan Infeksi Salmonella enteritidis. PARTNER. Vol 19(1): 83-91.

Roitt, I. M. 1972. Essensial Immunology. 2nd Printing, London.

Rona W. P., Osfar S., dan Irfan H.D. 2018. Evaluasi Penambahan Probiotik
(Lactobacillus sp) Cair dan Padat dalam Pakan terhadap Penampilan
Produksi Ayam Petelur. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 28(3): 203-212.

Sadikin, M. 2002. Biokimia Darah. Jakarta: Widia Medika.


42

Samuelson DA. 2007. Textbook of Veterinary Histology. Missouri: Elsevier.

Siswanto, Sulabda I. N., and Soma, I. G. 2016. Titer Antibodi dan Hitung Jenis
Leukosit Ayam Potong Jantan Pasca Vaksinasi Virus Newcastle Disease.
Indonesia Medicus Veterinus, 5(1): 89-95.

Soeharsono, K.A. Kamil. E. Hernawan, L. Adriani, A. Mushawwir. 2010. Fisiologi


Ternak: Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi, dan Interaksi Organ pada
Hewan. Widya Padjadjaran. Bandung.

Sudarmono, A.S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Petelur. Kanisius.


Yogyakarta.

Sukmana, D.M.A. 2019. Pengaruh Penggunaan Tepung Umbi Wortel pada


Ransum Ayam Petelur terhadap Skor Warna Kuning Telur dan Rasio
Neutrofil Limfosit. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Sumedang.

Standardisasi Nasional Indonesia (SNI). 2016. SNI 8290.5:2016, Pakan Ayam Ras
Petelur – Bagian 5: Masa Produksi (Layer). Badan Standardisasi Nasional
(BSN). Jakarta.

Sturkie, P. D. 2000. Avian Physiology. 4th Ed. Spinger-Verlag, New York.

Sugiharto, S., B. B. Jansen, M. S. Hademan, dan C. Lauridsen. 2014. Comparisonof


Casein and Whey in Diets on Performance, Immune Response and
Metabolic Profile of Weanling Pigs Challenged with Esherichia coli F4.
Can. J. Anim. Sci. 94: 479-491.

Sugito dan Delima, M. 2009. Dampak Cekaman Panas terhadap Pertambahan


Bobot Badan, Rasio Heterofil Limfosit dan Suhu Tubuh Ayam Broiler. J.
Ked. Hewan. 3(1): 218-226.

Sujiono, H., dan Seriawan. 2002. Ayam Kampung Petelur. Penebar Swadaya.
Yogyakarta.

Suprijatno dan Atmomarsono. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Suriansyah., I. B. K. Ardana., M. S. Anthara dan L. D. Anggreni. 2016. Leukosit


Ayam Pedaging Setelah Diberikan Paracetamol. J. Indonesia Medicus
Veterinus (5) 2 : 165-174.

Suryandari, Annisa. 2019. Kontaminasi Aflatoksin pada Pakan terhadap Berat dan
Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Ayam Petelur. Skripsi Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.
43

Sutedjo, A. 2006. Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Hasil Laboratorium.


Yogyakarta: Amara Books.

Swenson, M. J., dan O. R. William. 1993. Duke’s Physiology of Domestic Animals.


11th Edition. Publishing Assocattes a Division of Cornell University, Ithaca
and London. 118-119.

Tizard, I. R. 2000. Veterinary Immunology and Introduction. Saundres. US.

Vieira, GRAS, M. Soares, N.C.B Ramirez, D.D Schleder, B.C da Silva, J.L.P
Mourino, E.R Andreatta, and F.N Vieira. 2016. Lactic Acid Bacteria Used
as Preservative in Fresh Feed For Marine Shrimp Maturation. Pesq
Agropec Bras 51:1799-1805.

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

2015. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wijaya, Y., Suprijatna, E., dan S. Kismiati. 2017. Penggunaan Limbah Industri
Jamu dan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus sp.) sebagai Sinbiotik untuk
Aditif Pakan Terhadap Kualitas Interior Telur Ayam Ras Petelur. Jurnal
Peternakan Indonesia. Vol. 19(2): 47-54.

Wibowo, A. S. 2018. Total Leukosit dan Diferensial Leukosit Ayam Broiler yang
Diberi Probiotik Kapang Chrysonilia crassa dalam Ransum. Skripsi
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Semarang.

Wulandari, S., E. Kusumanti, dan Isroli. 2014. Jumlah Leukosit dan Diferensial
Leukosit Ayam Broiler Setelah Penambahan Papain Kasar dan Dalam
Ransum. Animal Agriculture Journal. Vol. 3(4): 517-522.

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. UGM Press. Yogyakarta.


44

LAMPIRAN
45

Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian

Pembuatan Probiotik
Powder

Pemeliharaan Ayam Petelur


Fase Layer

Pemberian probiotik Powder


dalam ransum

Tanpa Pemberian Probiotik Probiotik Probiotik


Probiotik 2% 3% 4%

Pengambilan sampel darah hari


ke-30

Pengujian Sampel
46

Lampiran 2. Tahapan Pembuatan Probiotik Powder

Susu Segar

Pasteurisasi
T= 90°C, s =15 menit

Pendinginan
T= 40-45°C
Bakteri
Probiotik
Konsorsium
Inokulasi

Inkubasi
T= 40°C, s = 15 jam

Analisa
Probiotik Liquid Viabilitas
Aquades ½ dari
volume total
larutan dan
enkapsulan
Homogenizer

Spray drying
Tinlet 150°C, Toutlet = 60-65°C

Probiotik Powder Analisa Viabilitas


47

Lampiran 3. Analisis Statistik Jumlah Neutrofil


Perlakuan
Ulangan
P0 P1 P2 P3
-----------------------------------(%)----------------------------------
1 4 1 2 1
2 1 3 7 3
3 5 1 5 2
4 3 5 3 1
5 1 6 2 2
Jumlah 14 16 19 9
Rataan 2,8 3,2 3,8 1,8

Perhitungan Tabel Sidik Ragam


(ΣY)2
➢ FK =
tr
(58)2
=
20
= 168,2
➢ JK Total = ΣYij 2 − FK
= (42 + 12 + ⋯ + 22 ) − 168,2
= 65,8
ΣYi 2
➢ JK Perlakuan = − FK
r
(14)2 +(16)2 +(19)2 +(9)2
= 5
− 168,2

= 10,6
➢ JK Galat = JKT − JKP
= 65,8 − 10,6
= 55,2
➢ db Perlakuan = t − 1
=4−1
=3
➢ db Total = tr − 1
= (4 𝑥 5) − 1 = 19
➢ db Galat = t 𝑥 (r − 1)
48

= 4 𝑥 (5 − 1)
= 16
JKP 10,6
➢ KT Perlakuan = db P = = 3,53
3
JKG 55,2
➢ KT Galat = db G = = 3,45
16
KTP 3,53
➢ F Hitung = KTG = 3,45 = 1,023

Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Neutrofil

Sumber keragaman Db JK KT Fhit Ftab0,05


Perlakuan 3 10,6 3,53 1,023 3,24
Galat 16 55,2 3,45
Total 19 65,8
Keterangan: F hitung < F tabel, terima H0 artinya perlakuan tidak berpengaruh nyata.
49

Lampiran 4. Analisis Statistik Jumlah Limfosit


Perlakuan
Ulangan
P0 P1 P2 P3
-----------------------------------(%)----------------------------------
1 89 93 94 93
2 96 90 83 93
3 91 94 88 94
4 84 89 92 88
5 94 86 92 93
Jumlah 454 452 449 461
Rataan 90,8 90,4 89,8 92,2

Perhitungan Tabel Sidik Ragam


(ΣY)2
➢ FK =
tr
(1783)2
=
20
= 164892,8
➢ JK Total = ΣYij 2 − FK
= (892 + 962 + ⋯ + 932 ) − 164892,8
= 243,2
ΣYi 2
➢ JK Perlakuan = − FK
r
(454)2 +(419)2 +(449)2 +(461)2
= − 164892,8
5

= 15,6
➢ JK Galat = JKT − JKP
= 243,2 − 15,6
= 227,8
➢ db Perlakuan = t − 1
=4−1
=3
➢ db Total = tr − 1
= (4 𝑥 5) − 1 = 19
50

➢ db Galat = t 𝑥 (r − 1)
= 4 𝑥 (5 − 1)
= 16
JKP 15,6
➢ KT Perlakuan = db P = = 5,2
3
JKG 227,8
➢ KT Galat = db G = = 14,24
16
KTP 5,2
➢ F Hitung = KTG = 14,24 = 0,365

Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Limfosit

Sumber keragaman Db JK KT Fhit Ftab0,05


Perlakuan 3 15,6 5,2 0,365 3,24
Galat 16 227,8 14,24
Total 19 243,4
Keterangan: F hitung < F tabel, terima H0 artinya perlakuan tidak berpengaruh nyata.
51

Lampiran 5. Analisis Statistik Imbangan Neutrofil-Limfosit

Perlakuan
Ulangan
P0 P1 P2 P3
1 0,045 0,011 0,021 0,011
2 0,010 0,033 0,084 0,032
3 0,055 0,011 0,057 0,021
4 0,036 0,056 0,033 0,011
5 0,011 0,070 0,022 0,022
Jumlah 0,157 0,181 0,217 0,097
Rataan 0,031 0,035 0,042 0,020

Perhitungan Tabel Sidik Ragam


(ΣY)2
➢ FK =
tr
(0,652)2
=
20
= 0,021255
➢ JK Total = ΣYij 2 − FK
= (0,0452 + 0,0102 + ⋯ + 0,0222 ) − 0,021255
= 0,009189
ΣYi 2
➢ JK Perlakuan = − FK
r
(0,157)2 +(0,181)2 +(0,217)2 +(0,097)2
= − 0,021255
5

= 0,001526
➢ JK Galat = JKT − JKP
= 0,009189 − 0,001526
= 0,007662
➢ db Perlakuan = t − 1
=4−1
=3
➢ db Total = tr − 1
= (4 𝑥 5) − 1 = 19
➢ db Galat = t 𝑥 (r − 1)
52

= 4 𝑥 (5 − 1)
= 16
JKP 0,001526
➢ KT Perlakuan = db P = = 0,000509
3
JKG 0,007662
➢ KT Galat = db G = = 0,000479
16
KTP 0,000509
➢ F Hitung = KTG = 0,000479 = 1,062435

Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Imbangan Neutrofil-


Limfosit

Sumber keragaman Db JK KT Fhit Ftab0,05


Perlakuan 3 0,0015 0,00051 1,062 3,24
Galat 16 0,0077 0,00048
Total 19 0,0092
Keterangan: F hitung < F tabel, terima H0 artinya perlakuan tidak berpengaruh nyata.
53

Lampiran 6. Data Bobot Ayam Petelur Fase Layer yang Digunakan Selama
Penelitian

Perlakuan Hari ke-0 Hari ke-30


-------------------------(gram)------------------------
P0U1 1801 1708
P0U2 1884 1746
P0 P0U3 1652 1842
P0U4 1821 1940
P0U5 1775 1929
Rataan 1786.6 1833
P1U1 1464 1686
P1U2 2082 1928
P1 P1U3 1853 1824
P1U4 1506 1938
P1U5 2057 1924
Rataan 1792.4 1860
P2U1 1922 1828
P2U2 1791 1790
P2 P2U3 1795 1829
P2U4 2659 1978
P2U5 1506 1953
Rataan 1934.6 1875.6
P3U1 1974 1805
P3U2 1765 1953
P3 P3U3 1560 1702
P3U4 1630 1941
P3U5 1548 1760
Rataan 1695.4 1832.2
54

Lampiran 7. Data Produksi Telur Penelitian

Penelitian Pasca Penelitian


Perlakuan Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4
-------------(butir)------------ ----------------(butir)---------------
P0U1 3 5 5 3 6 5 5 1
P0U2 0 0 1 5 3 1 0 0
P0U3 4 3 4 4 6 5 4 3
P0U4 0 0 0 0 0 0 0 0
P0U5 2 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 9 8 10 12 15 11 9 4
Rataan 1.8 1.6 2 2.4 3 2.2 1.8 0.8
P1U1 0 2 4 3 2 5 6 4
P1U2 5 5 5 4 3 4 3 4
P1U3 4 2 4 3 0 3 3 5
P1U4 5 6 7 6 6 5 4 5
P1U5 3 4 4 4 3 4 3 4
Jumlah 17 19 24 20 14 21 19 22
Rataan 3.4 3.8 4.8 4 2.8 4.2 3.8 4.4
P2U1 6 5 6 5 6 3 5 5
P2U2 4 4 0 3 5 4 4 0
P2U3 0 0 0 1 4 5 5 4
P2U4 4 4 4 3 2 0 0 0
P2U5 5 5 5 5 6 6 3 4
Jumlah 19 18 15 17 23 18 17 13
Rataan 3.8 3.6 3 3.4 4.6 3.6 3.4 2.6
P3U1 3 6 6 5 5 5 5 5
P3U2 4 5 6 6 6 6 5 4
P3U3 4 6 7 6 5 6 6 2
P3U4 0 0 0 0 5 5 5 4
P3U5 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 11 17 19 17 21 22 21 15
Rataan 2.2 3.4 3.8 3.4 4.2 4.4 4.2 3
55

Lampiran 8. Data Berat Telur Penelitian

Penelitian Pasca Penelitian


Perlakuan Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4
-------------(gram)------------- -------------(gram)-------------
P0U1 246 408 395 221 479 400 398 85
P0U2 0 0 55 334 210 65 0 0
P0U3 298 229 287 282 431 387 285 221
P0U4 0 0 0 0 0 0 0 0
P0U5 129 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 673 637 737 837 1120 852 683 306
Rataan 134,6 127,4 147,4 167,4 224 170,4 136,6 61,2
P1U1 0 140 307 232 157 372 469 306
P1U2 385 384 385 301 237 305 222 308
P1U3 270 128 257 205 0 188 189 314
P1U4 364 451 474 434 417 341 289 366
P1U5 209 278 262 277 207 284 207 285
Jumlah 1228 1381 1685 1449 1018 1490 1376 1579
Rataan 245,6 276,2 337 289,8 203,6 298 275,2 315,8
P2U1 386 329 385 320 379 200 319 317
P2U2 307 316 0 244 381 316 323 0
P2U3 0 0 0 58 235 313 311 248
P2U4 282 294 285 219 142 0 0 0
P2U5 360 389 381 387 446 456 381 301
Jumlah 1335 1328 1051 1228 1583 1285 1334 866
Rataan 267 265,6 210,2 245,6 316,6 257 266,8 173,2
P3U1 203 419 421 345 340 346 346 346
P3U2 228 252 352 354 337 357 290 241
P3U3 264 396 459 417 340 400 414 133
P3U4 0 0 0 0 258 272 280 232
P3U5 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 695 1067 1232 1116 1275 1375 1330 952
Rataan 139 213,4 246,4 223,2 255 275 266 190,4
56

Lampiran 9. Hasil Uji Total Plate Count (TPC) Probiotik

No Sampel Nilai TPC (CFU/g)


1 Probiotik Liquid 1,6 x 108
2 Probiotik Powder 1,6 x 107

Lampiran 10. Suhu dan Kelembaban Lingkungan Kandang Selama Penelitian

Suhu Kelembaban
Minggu
Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore
I 26 28 28 77 73 68
II 23 26 25 81 75 74
III 25 27 26 81 81 84
IV 26 27 25 86 85 89
Rataan 25 27 26 81 78 79

Lampiran 11. Rancangan Tata Letak percobaan

P0 P1 P2 P3 P0 P1 P2 P3 P0 P1
U1 U2 U3 U4 U5 U1 U2 U3 U4 U5

P2 P3 P0 P1 P2 P3 P0 P1 P2 P3
U1 U2 U3 U4 U5 U1 U2 U3 U4 U5
57

Lampiran 12. Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Proses pengeringan probiotik


Proses pembuatan probiotik liquid dengan metode Spray Drying

Proses pencampuran ransum basal Proses pemberian pakan


dengan probiotik powder

Proses pengambilan sampel darah Proses penimbangan ayam


58

BIODATA PENULIS

Penulis memiliki nama lengkap Rohandi,


dilahirkan di Cirebon pada tanggal 10 November 1997.
Penulis merupakan anak bungsu dari pasangan suami
istri Ibu Satini dan Bapak Rawud. Penulis memulai
pendidikan dasar formal di SDN 2 Gebang Mekar pada
tahun 2004-2010. Penulis melanjutkan pendidikan
SLTP di SMPN 1 Gebang pada tahun 2010-2013,
kemudian pendidikan SLTA di SMAN 1 Babakan pada
tahun 2013-2016. Tahun 2017 melalui jalur SBMPTN
terdaftar sebagai salah satu peserta yang lulus dan menjadi mahasiswa Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran. Penulis merupakan penerima Beasiswa
BIDIKMISI dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Kemenristekdikti) Republik Indonesia pada tahun 2017-2021.
Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan organisasi
kemahasiswaan baik di Fakultas maupun Universitas dan perlombaan baik tingkat
regional maupun nasional. Capaian yang pernah diperoleh selama kuliah adalah
menjadi Ketua BEM Kema Fapet Unpad 2020, Juara 1 Mahasiswa Berprestasi
Fapet Unpad 2020, dan terpilih sebagai Ajudan Milenial Gubernur Jawa Barat
dalam program Jabar Future Leaders Batch 3.

Sumedang, Juni 2021

Rohandi

Anda mungkin juga menyukai