Anda di halaman 1dari 76

PROROPOSAL

HUBUNGAN SELF-EFFICACY DENGAN TINGKAT KEPATUHAN MINUM


OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS DINOYO KOTA
MALANG

OLEH

YOVIA MARDIANAN KENDU


1608 14201 519

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Proposal ini di setujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Proposal
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama Husada Malang

Pada Tanggal : 2020

HUBUNGAN SELF-EFFICACY DENGAN TINGKAT KEPATUHAN MINUM


OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS DINOYO KOTA
MALANG

Yovia Mardiana Kendu


160814201519

dr. Dwi Soelistyoningsih, M.Biomed ( )


Penguji 1

Ns. Abdul Qodir, S.Kep., M.Kep ( )


Penguji 2

Ns. Frengky Apryanto, S.Kep., M.Kep ( )


Penguji 3

Mengetahui
Wakil Ketua 1 Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
Stikes Widyagama Husada Malang

(Jiarti Kusbandiyah, S.SiT., M.Kes)


NDP .2003.04

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Ujian Prapropsal
Praproposal ini disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Pembimbing
Praproposal STIKES Widyagama Husada Malang

HUBUNGAN SELF-EFICACAY DENGAN TINGKAT KEPATUHAN MINUM


OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS DINOYO KOTA
MALANG

Yovia Mardianan Kendu

1608 14201 519

Malang,……………….. 2019

Menyetujui

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-nya sehingga dapat terselesaikan Proposal Skripsi dengan
judul “Hubungan self-efficacy dengan tingkat kepatuhan minum obat pada
penderita hipertensi” sebagai salah satu persyaratan dalam rangka
menyelesaikan kuliah di Program Studi Ners Tahap Akademik Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Widyagama Husada Malang.

Dalam Tugas/Skripsi ini dijabarkan bagaimana hubungan sefl-efficacy


dengan tingkat kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi, sehingga
dapat menjadi bahan masukan untuk penderita hipertensi dalam mengonsumsi
obat hipertensi

Pada kesempatan ini kami sampaikan terima kasih dan perhargaan yang
penuh kepada Bapak Abdul Qodir, S.Kep., Ners., M.Kep selaku Penguji 2 dan
selaku pembimbing yang telah memberikan petunjuk, koreksi, serta saran
sehingga terwujudnya proposal ini/tugas akhir.
Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan pula kepada yang
terhormat:
1. Bapak dr. Rudy Joegijiantoro, MMRS. Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Widyagama Husada Malang.
2. Puskesmas Dinoyo, yang telah memberikan izin untuk lokasi penelitian
3. Ibu dr. Dwi Soelistyoningsih, M.Biomeb selaku penguji 1 yang telah
memberikan bimbingan, kepada penulis dalam menyusun Proposal ini
4. Bapak Abdul Qodir, S.Kep., Ners., M.Kep selaku Penguji 2 dan
pembimbing 1 yang telah memberikan bimbingan, masukan dan saran
dalam penyusun Proposal ini.
5. Bapak Frengki Apryanto, S.Kep., Ners., M.Kep selaku penguji 3 dan
pembimbing 2 yang telah memberikan bimbingan, kepada penulis dalam
menyusun Proposal ini.
6. Para dosen pengajar Program Studi Pendidikan Ners Stikes Widyagama
Husada, yang telah mengamalkan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan setimpal
atas segala amal baik yang telah diberikan semoga praproposal/tugas

iii
akhir ini berguna bagi diri kita sendiri maupun pihak lain yang
memanfaatkannya

DAFTAR ISI

iv
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI.......................................................................................................... v

DAFTAR TABEL.................................................................................................vi

DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii

DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................ix

DAFTAR SINGKATAN.........................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. LATAR BELAKANG....................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH................................................................................3

C. TUJUAN PENELITIAN.................................................................................3

D. MANFAAT PENELITIAN.............................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5

A. HIPERTENSI................................................................................................5

B. KONSEP KEPATUHAN..............................................................................23

C. KONSEP SELF-EFFICACY........................................................................29

D. KERANGKA TEORI...................................................................................38

BAB III KERANGKA KONSEP..........................................................................39

A. KERANGKA KONSEP................................................................................39

B. Hipotesis.....................................................................................................40

BAB IV METODE PENELITIAN.........................................................................41

A. Metode Penelitian.......................................................................................41

B. Populasi dan Sampel..................................................................................41

C. Sampling....................................................................................................42

D. Variabel penelitian......................................................................................42

F. Definisi Operasional....................................................................................43

G. Instrumen Penelitian..................................................................................43

H. Prosedur Pengumpulan Data.....................................................................44

v
I. Pengelolaan dan Analisa Data.....................................................................46

J. Analisa Data................................................................................................47

K. Etika Penelitian...........................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................49

PENGANTAR INFORMED CONSENT...............................................................53

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN.............Error! Bookmark not


defined.

PERSYARATAN KEASLIAN PENULISAN........................................................62

vi
DAFTAR TABEL

NO. JUDUL TABEL HALAMAN

Tabel 4.1 Definisi operasional.............................................................................42

vii
DAFTAR GAMBAR

No Judul Skema Halaman


3.1 Kerangka konsep penelitian 38

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Lampiran Halam


an
Lampiran 1 Studi Pendahuluan (Puskesmas Dinoyo Kota Malang) 53
Lampiran 2 Lembar plagiarism 54
Lampiran 3 Lembar permohonan informed consent 55
Lampiran 4 Lembar persetujuan menjadi responden 56
Lampiran 5 Lembar kuisioner 57
Lampiran 6 Syarat Keaslian Penulisan 61
Lampiran 7 Kesediaan bimbingan praproposal (pembimbing 1) 62
Lampiran 8 Ketersediaan bimbingan preproposal (pembimbing 2) 63
Lampiran 9 Lembar konsultasi pembimbing (pembimbing 2) 64
Lampiran 10 Lembar konsultasi pembimbing (pembimbing 2) 65

DAFTAR SINGKATAN

NO Daftar singkatan Halaman


1 WHO World Health Organization 1
3 JNC Joint National Committee 6

ix
4 AHA American Hearth Association 9
5 LDL Low Density Lipoprotein 11
6 RAAS Rennin Angiotensin Aldosterone System 13
7 ACE Angiostensi Converting Enzim 15
8 ADH Antidiuretic Hormone 15
9 NACL Natrium Chlorida 16
10 MMAS Morinsky Medication Adherence Scale 27
9 MASES-R Medication Adherence Self-Efficacy 33
Revision

x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang
berkembang setiap tahun, hal ini menjadi perhatian di negara maju
maupun di negara berkembang. Menurut World Health Organization
(WHO) pada tahun 2015 dengan jumlah kasus hipertens berkisar 1,13
milliar orang di dunia terkena penyakit hipertensi, jumlah penderita
hipertensi meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025
akan ada penderita hipertensi dengan jumlah 1,5 miliar orang yang
terkena penyakit hipertensi dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta
orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasi (Kawulusan et al.,
2019).
Di Indonesia jumlah penderita hipertensi yaitu berkisar sekitar
63.309.620 kasus hipertensi, prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran pada penduduk usia ≥18 tahun. Di Jawa Timur jumlah
penderita hipertensi pada tahu 2013 sebesar 26,3% dan terjadi
peningkatann di tahun 2018 dengan jumlah penderita hipertensi
sebesar 36,32%, (Riskesdas, 2018). Khusus di kota Malang jumlah
penderita hipertensi pada tahun 2014 berkisar sekitar 50.612 (Dinkes
Kota Malang, 2014), hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44
tahun (31,6%), umur 45-54 (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%) dan
terjadi peningkatan di tahun 2019 dengan jumlah penderita hipertensi
60.358.
Menurut Dinkes Kesehatan Kota Malang tahun 2019 prevelensi
hipertensi tertinggi yaitu di Puskesmas Dinoyo Kota Malang.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada
bulan Februari tahun 2020 di Puskesmas Dinoyo Kota Malang di
dapatkan sebanyak 2877 kunjungan penderita hipertensi setiap tahun
di Puskesmas Dinoyo Kota Malang.
Penyakit ini bila tidak di obati atau tidak patuh minum obat
dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga berakibat fatal.
Menurut penelitian (Ma et al., 2013), mengatakan bahwa
ketidakpatuhan merupakan hal yang dapat membuat terapi berpotensi
untuk gagal, hal tersebut dapat mengakibatkan komplikasi serta organ

1
tubuh bisa menjadi rusak, hal ini dapat menjadi penyebab utama
terjadinya penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung kongestif,
dan penyakit ginjal stadium akhir, dan lainnya. American Heart
Association-American Stoke Association, 2014 dalam (Kawulusan et
al., 2019) juga menjelaskan bahwa risiko hospitalisasi, re-
hospitatalisasi dan kematian dini diantara pasien hipertensi yang tidak
patuh terhadap pengobatan lebih dari lima kali lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien hipertensi yang patuh dalam
mengonsumsi obat.
Prevalensi Ketidakpatuhan terhadap pengobatan dari hasil
statistic Amerika Serikat menunjukan sebanyak setengah dari 187 juta
pasien hipertensi di Amerika Serikat tidak minum obat sesuia resep
(American Heart Association), 2014 dalam (Kawulusan et al., 2019). Di
Indonesia tingkat kepatuhan berobat dan tingkat kepatuhan kontrol
pada pasien hipertensi cukup rendah yaitu tidak sampai 50% (Amira et
al., 2018). Menurut (Riskesdas, 2018), jumlah penderita hipertensi
yang tidak rutin minum obat sebesar 32,3% sedangkan yang tidak
minum obat antihipertensi berjumlah13,3%.
Keberhasilan pengobatan pada penderita hipertensi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kepatuhan
dalam mengomsumsi obat,sehingga pasien hipertensi dapat
mengendalikan tekanan darah dalam batas normal. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan minum obat yaitu usia, jenis kelamin,
pengetahuan, tingkat pendidikan, keyakinan, pekerjaan, motivasi,
dukungan keluarga, dukungan tenaga kesehatan, (Amira et al., 2018),
Sedangkan menurut penelitian (Kawulusan et al., 2019) mengatakan
bahwa faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat salah
satunya ialah faktor pasien itu sendiri.
Keyakinan pasien terhadap sesuatu bahwa pengobatan akan
memberikan efek samping yang dirasa mengganggu, khawatir tentang
efek jangka panjang serta ketergantungan terhadap pengobatan
berpengaruh terhadap kepatuhan pasien WHO, 2003 dalam
(Kawulusan et al., 2019). Hal tersebut sejalan dengan teori kognitif
sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan Bandura (1989)

2
yang menyatakan bahwa self-efficacy (keyakinan diri) berhubungan
dengan perubahan perilaku seseorang (Behavioural Change).
Self-efficacy memberikan kontribusi terhadap pemahaman yang
lebih baik dalam proses perubahan perilaku. Self-efficacy yang tinggi
akan menganggap bahwa dirinya mampu menggunakan kemampuan
untuk mencapai suatu hasil yang baik sesuai dengan apa yang
diharapkan (Amila et al., 2018), hal ini sejalan dengan penelitian
(Kawulusan et al., 2019) yang mengatakan bahwa penderita hipertensi
dengan self-efficacy yang tinggi mempunyai peluang 11 kali
menunjukan kepatuhan minum obat yang baik dibandingkan dengan
pasien yang memiliki self-efficacy rendah.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakuakn
sebuah penelitian untuk mengetahui hubungan self-efficacy dengan
kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi di Puskesmas
Dinoyo Kota Malang.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara self-efficacy dengan kepatuhan
minum obat pada penderita hipertensi di Puskesmas Dinoyo Kota
Malang
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self-
efficacy dengan tingkat kepatuhan minum obat pada penderita
hipertensi
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden yang mengalami
hipertensi di puskesmas Dinoyo Kota Malang
b. Mengidentifikasi tingkat self-efficacy pada pasien hipertensi di
Puskesmas Dinoyo Kota Malang
c. Mengidentifikasi kepatuhan minum obat pada penderita
hipertensi di Puskesmas dinoyo Kota Malang
d. Menganalisis hubungan antara self-efficacy dengan tingkat
kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi di
Puskesmas Dinoyo Kota Malang

3
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi
semua disiplin ilmu kesehatan untuk dijadikan pedoman dalam
menangani masalah tentang kepatuhan minum obat pada
penderita hipertensi
2. Praktisi
a. STIKES Widyagama Husada Malang
Hasil penelitian ini dapat memberikan data pada mahasiwa
atau peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian
terkait kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi
b. Bagi Puskesmas Dinoyo
Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi perawat sebagai
masukan dan pertimbangan dalam menangani pasien
hipertensi dalam kepatuhan minum obat
c. Bagi responden
Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk
meningkatkan self-efficacy dengan kepatuhan minum obat
d. Bagi peneliti
Dapat memberikan pemahaman bahwa self-efficacy yang
positif dapat meningkatkan kepatuhan minum obat pada
penderita hipertensi

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
1. Definisi hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik
yang lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah sistolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit
dalam keadaan cukup istrahat/tenang. Peningkatan tekanan darah
yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat
menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner), dan otak (menyebabkan stroke) bila
tidak dideteksi secara dini dan mendapatkan pengobatan yang
memadai (Kemenkes.RI, 2014).
Hipertensi merupakan tekanan darah arteri yang persisten
yang di sebabkan oleh mekanisme patofisiologi atau tidak
diketahui penyebabnya. Hipertensi atau tekanan darah tinggi
merupakan peningkatan darah tinggi persisten yang juga dijuluki
pembunuh diam-diam atau silent killer karena tidak memiliki gejala
yang khas sehingga seseorang yang mengidap hipertensi selama
bertahun-tahun tidak menyadari sampai terjadi kerusakan organ
vital yang cukup berat bahkan dapat berakibat fatal (Amila et al.,
2018).
Tekanan darah adalah jumlah tekanan yang di gunakan dalam
aliran darah saat melewati arteri. Ketika berkontraksi, ventrikel kiri
pada jantung mendorong darah keluar dari arteri. Arteri utama
kemudian mengembang untuk menerima darah yang datang.
Lapisan otot arteri melawan tekanan, darah di dorong keluar
menuju pembuluh yang lebih kecil. Tekanan darah adalah tekanan
gabungan dari pemompaan oleh jantung, perlawanan dinding
arteri, dan penutupan katub jantung. tekanan maksimal arteri
berhubungan dengan kontraksi ventrikel kiri yang disebut tekanan
sistolik. Tekanan minimal, yang terjadi saat jantung berada pada
kondisi relaksasi maksimal disebut tekanan diastolik. (Carlos
Wade, 2016)

5
Setiap orang memerlukan tekanan darah untuk menggerakan
darah melewati sistem sirkulasi. Tekanan akan naik dan turun
dengan rentang sempit. Namun, ketika tekanan darah naik dan
tidak kembali turun, kondisi tersebut disebut sebagai tekanan
darah tinggi, pembacaan tekanan sistolik 150 dan teknan diastolik
95 (atau 150/95) umumnya menandakan tekanan darah tinggi.
Pembacaan normal sekitar 120/80, meskipun pengertian normal
berbeda pada setiap orang (Carlson Wade, 2016)
Hipertensi merupakan tekanan darah arteri yang sistematik.
Hipertensi menempatkan jantung dan arteri di bawah ketegangan
abnormal. Tekanan berlebihan secara tetap menimpa organ tubuh
yang mendapat makanan dari pasokan darah. Hasilnya, pembuluh
darah di otak bisa pecah dan menyebabkan stroke. Atau
kemampuan ginjal menyaring sampah menjadi terganggu.
Jantung, yang harus bekerja lebih keras untuk memompa darah
untuk mengimbangi peningkatan tekanan dalam arteri, mulai
menegang. Apabila kondisi ini di abaikan, tekanan darah tinggi
bisa menyebabkan kerusakan dalam tubuh yang tidak bisa di
perbaiki (Carlson Wade, 2016)
2. Klasifikasi
Hipertensi dapat di klasifikasikan berdasarkan tingginya
tekanan darah. Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah
sistolik dan diastolik di bagi menjadi 4 kriteria menurut JNC VII
(The Sevent Joint National Committee on Prevention Detection,
and Treatment of Hight Pressure) yaitu :
Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII

Klasifikasi tekanan darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal <120 <80
Prahipertensi 120-139 80-89
Stadium 1 140-159 90-99
Stadium 2 ≥160 ≥100

Sumber : (Katigbak & Fontenot, 2018)

Menurut JNC VII yang di susun oleh (Katigbak & Fontenot,


2018), batas tekanan darah yang normal adalah kurang dari
120/80 mmHg (sistolik dan diastolik), tekanan darah prahipertensi

6
adalah 120-139/80-89 mmHg (sistolik dan diastolik), 140-159 / 90-
99 mmHg (sistolik dan diastolik) dinyatakan sebagai hipertensi
derajat 1, dan hipertensi derajat 2 dengan tekanan darah ≥160/
≥100 mmHg (sistolik dan diastolik).
3. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dikelompokan
menjadi 2 kategori yaitu : hipertensi primer dan hipertensi
sekunder menurut cawin (2009)
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang
tidak diketahui penyebabnya. Hampir 90% penderita
hipertensi esensial. Penyebab hipertensi esensial meliputi
faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik
mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan
terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriktor, resisten insulin dan lain-lain. Sedangkan
yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet,
kebiasaan merokok, stress, obesitas dan lain-lain.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh
penderita hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena
suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit
ginjal atau gangguan tiroid, hipertensi endokrin, hipertensi
renal, kelainan saraf pusat yang dapat mengakibatkan
hipertensi dari penyakit tersebut karena hipertensi
sekunder yang terkait dengan ginjal (renal hypertension).
Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan
tekanan darah tinggi karena adanya penyempitan pada
arteri ginjal, yang merupakan pembuluh darah utama
menyuplai darah kedua organ ginjal. Bila pasokan darah
menurun maka ginjal akan memproduksi berbagai zat yang
meningkatkan tekanan darah serta gangguan yang terjadi
pada tiroid juga merangsang aktivitas jantung,
meningkatkan produksi darah yang mengakibatkan

7
meningkatnya resisten pembuluh darah sehingga
mengakibatkan hipertensi. faktor pencetus terjadinya
hipertensi sekunder yaitu : penggunaan kontrasepsi oral,
coarction aorta, neurogenic (tumor otak, ensafalita,
gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan volume
intravaskuler, luka bakar, dan stress karena stress bisa
memicu sistem saraf simpatis sehingga aktivitas jantung
dan tekanan pada pembuluh darah.
4. Faktor resiko terjadinya hipertensi dapat dibedakan menjadi
dua yaitu :
a. Faktor yang tidak dapat di ubah
1) Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur,
semakin tua seseorang semakin besar risiko
terserang hipertensi. semakin bertambahnya usia
semakin tinggi pula resiko terjadinya hipertensi.
Dengan bertambahnya umur, resiko hipertensi lebih
besar sehingga prevalensi usia lanjut cukup tinggi
yaitu sekitar 40% dengan kematian 50% di atas
umur 60 tahun, arteri akan kehilangan
elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan
darah seiring bertambahnya usia, hal ini
disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuh
yang mempengaruhi pembuluh darah, hormon
serta jantung (Gita et al., 2015). Kebanyakan orang
hipertensi meningkat ketika berumur lima puluh
tahun dan enam puluh tahun (kuswardani, 2006).
2) Jenis kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara laki dan
perempuan, ternyata terdapat angka yang cukup
bervariasi. Dari laporan sugiri di Jawa tengah di
dapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan
11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatra Barat
18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan
daerah perkotaan di Jkarta di dapatkan 14,6% pria

8
dan 13,7% wanita (Yundini, 2016). Ahli lain
mengatakan bahwa pria lebih cenderung menderita
hipertensi di bandingkan wanita dengan rasio
sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik
(Kuawardani, 2006). Yundini (2006) menambahkan
bahwa wanita lebih banyak yang menderita
hipertensi di banding pria, hal ini disebabkan
karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.
3) Genetik
Seseorang yang memiliki keluarga dengan
riwayat hipertensi akan lebih cenderung
mendapatkan hipertensi. faktor keturunan, AHA
(American Heart Association) juga menjelaskan
bahwa hipertensi dasar lebih umum terjadi pada
orang dengan keluarga tekanan darah tinggi. Jika
salah satu dari anggota keluarga kita memilki
penyakit ini, kita atau saudara kandung kita memilki
50% peluang akan mengalaminya (biasanya antara
usia 40 dan 60 tahun). Jika kedua orang tua
memilki hipertensi dasar, peluang seorang anak
mengalaminya meningkat hingga 90%, (Carlson
Wade, 2016).
Menurut Susilo (2011) dari data statistic terbukti
bahwa seseorang akan memilki kemugkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya atau anggota keluarganya menderita
hipertensi. hipertensi cenderung merupakan
penyakit keturunan. Jika seseorang dari orang tua
kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup
kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkan
pula. Jika kedua orang tua atau anggota keluarga
kita mempunyai hipertensi, kemungkinan kita
mendaptkan penyakit hipertensi tersebut 60%.
4) Ras

9
Suku yang berkulit hitam lebih cendurung beresiko
mendapatkan hipertensi di bandingkan dengan
orang yang berkulit putih. Terdapat angka yang
bervariasi. Di antara orang-orang yang berkulit
hitam, ditemukan laki-laki yang berkulit hitam
sebanyak 25,7 penderita hipertensi, dan
perempuan sebanyak 28%, sedangkan laki-laki
yang berkulit putih penderita hipertensi sebanyak
12,7%, dan perempuan berlulit putih sebanyak
17,7% penderita hipertensi (Carlson Wade, 2016).
b. Faktor yang dapat di ubah
1) Merokok
Rokok juga dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi. hubungan antara rokok dengan
peningkatan resiko kardiovaskuler telah banyak di
buktikan. Selain dari lamanya, resiko merokok
terbesar tergantung pada jumlah rokok yang di
hisap perhari. Seseorang yang merokok lebih dari
sebungkus sehari hampir dua kali lebih rentan
hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok
(Rhajeng, 2009).
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan
karbondioksida dan karbon monoksida yang
dihisap melalui rokok, yang masuk kedalam arteri
dan mengakibatkan proses ateoklorosis dan
hipertensi. nikotin dalam tembaku merupakan
penyebab meningkatnya tekanan darah segera
setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain
dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-
pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan
diedarkan kealiran darah. Hanya dalam beberapa
detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi
terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada
kelenjer adrenal untuk melepas epinefrin
(adrenalin). Hormon yang kuat ini akan

10
menyempitkan pembuluh darah dan memaksa
jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan
yang lebih, setelah merokok dua batang maka baik
tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat
10 mmHg (DBFKK, 2008).
2) Konsumsi garam
Makanan asin merupakan makanan yang
mengandung natrium. Asupan nutrisi yang
berlebihan terutama dalam bentuk natrium klorida
dapat menyebabkan gangguan keseimbangan
cairan tubuh, sehingga menyebabkan hipertensi.
hal ini dapat terjadi karena pengaruh asupan garam
terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung, dan
tekanan darah. Garam menyebabkan penumpukan
cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar
sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan
volume dan tekanan darah (Elvivin, et al., 2015).
Garam atau natrium dapat menyebabkan
pembengkakan dalam dinding arteriol, yakni arteri-
arteri kecil yang membawa darah baru kaya
oksigen kebagian-bagian tubuh terjauh. Ketika
dinding pembuluh darah membengkak, hanya
tersisa sedikit ruang bagi darah untuk melaluinya.
Darah memaksa untuk masuk kedalam arteri yang
bengkak itu, mengawali dan menyebabkan
hipertensi. selain pembengkakan arteriol, garam
berlebihan menyebabkan tahanan cairan tubuh,
sehingga volume darah bertambah dan tekanan
darah semakin meningkat. Proses ini membuat
jantung menegang. (Carlson Wade, 2016).

3) Konsumsi lemak jenuh


Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat
kaitannya dengan peningkatan berat badan yang

11
beresiko terjadinya hipertensi konsumsi lemak
jenuh juga meningkatkan resiko aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah.
Konsumsi pangan sumber lemak yang tinggi
terutama lemak jenuh membuat kolesterol low
density lipoprotein (LDL) meningkatkan yang lama-
kelamaan akan tertimbun dalam tubuh dan dapat
membentuk plak di pembuluh darah. Plak tersebut
akan menyumbat pembuluh darah sehingga
mempengaruhi peningkatan tekanan darah.
Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar
kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Kadar
kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan
terjadinya endapan kolesterol dalam dinding
pembuluh darah. Akumulasi dari endapan
kolesterol apabila bertambah akan menyumbat
pembuluh nadi dan menggangu peredaran darah.
Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung
dan secara tidak langsung memperparah tekanan
darah Michael et al., 2014 dalam (zainudin et al.,
2014). Meningkatnya asupan lemak dapat
meningkatkan aktifitas sistem saraf simpatik yang
akhirnya menyebabkan hipertensi (Besse
Rawasiah & Hasanuddin, 2012).
4) Kebiasaan konsumsi minum minuman beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan kejadian
hipertensi. peminum alkohol atau seorang yang
sering minum alkohol akan cenderung mengalami
penyakit hipertensi di bandingkan dengan yang
tidak minum atau yang minum sedikit. Menurut Ali
Khomson dalam (Elvivin. et al., 2015) konsumsi
alkohol harus diwaspai karena survei menunjukan
bahwa 10% kasus hipertensi berkaitan dengan
konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan
darah akibat alkohol yaitu, peningkatan kadar

12
kortisol dan peningkatan volume sel darah merah
serta kekentalan darah merah berperan dalam
menaikan tekanan darah (Elvivin et al., 2015) .
Konsumsi minuman alkohol secara berlebihan
dapat berdampak buruk pada kesehatan jangka
panjang. Alkohol merupakan salah satu penyebab
hipertensi karena akohol memilki efek yang sama
dengan karbondioksida yang dapat meningkatkan
keasaman darah, sehingga darah menjadi kental
dan jantung di paksa untuk memompa, selain itu
juga konsumsi alkohol yang berlebih dalam jangka
panjang akan berpengaruh pada peningkatan
kadar kortisol dalam darah sehingga aktifitas
rennin-angiotensin aldosterone system (RAAS)
meningkat dan mengakibatkan tekanan darah
meningkat (Jayanti et al., 2018)
5) Obesitas
Obesitas atau kegemukan dimana berat badan
mencapai indeks massa tubuh >25 berat badan
(kg) di bagi kuadran tinngi badan (m) juga
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
hipertensi. Penelitian yang dilakukan oleh
Framingham Hearth Study menunjukan kejadian
hipertensi meningkat 2,6 kali pada subjek laki-laki
obesitas dan meningkat 2,2 kali pada subjek wanita
obesitas dibandingkan subjek dengan berat badan
normal. Obesitas dapat menimbulkan terjadinya
hipertensi melalui berbagai mekanisme, baik
secara langsung maupun tidak lansung (Sulastri et
al., 2012).
Secara langsung obesitas dapat menyebabkan
peningkatan cardiak output karena makin besar
massa tubuh makin banyak pula jumlah darah yang
beredar sehingga curah jantung ikut meningkat.
Sedangkan secara tidak langsung melalui

13
perangsangan aktivitas sistem saraf simpatis dan
Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS) oleh
mediator seperti hormon, sitoksin, adipoki, dsb.
Salah satunya adalah hormon aldesteron yang
terkait erat dengan retensi air dan natrium sehingga
volume darah meningkat (Sulastri et al., 2012)
Hipertensi dan obesitas umumnya mempunyai
karakteristik adanya ekspansi volume plasma dan
kenaikan curah jantung (cardiok output),
hyperinsulinemia dan resitensi insulin, peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatis, retensi natrium dan
disregulasi salt regulating hormone, Lilyasary
dalam (Hasanah et al., 2016).
6) Olahraga
Olahraga banyak di hubungkan dengan
kejadian hipertensi. Hal ini dapat terjadi di
karenakan orang yang kurang beraktivitas akan
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung
lebih tinggi sehingga otot jantung akan harus
bekerja lebih keras pada tiap kontraksi. Makin
keras dan sering otot jantung memompa, maka
makin beasr tekanan yang di bebankan pada arteri
(Chowdhury et al., 2008).
Olahraga teratur membuat jantung kita sehat
sehingga terhindar dari hipertensi. di karenakan
olahraga istonik dan teratur dapat menurunkan
tekanan perifer yang akan menurunkan tekanan
darah. Olahraga secara tertur juga dapat
menurunkan resiko aterosklerosis yang merupakan
salah satu penyebab hipertensi. Selain itu juga,
dengan melakukan olahraga yang teratur
khususnya aerobik seperti jalan cepat, joging,
bersepeda, renang dan senam dapat menurunkan
tekanan darah sebanyak 5-10 mmHg, namun olah
raga tidak di anjurkan pada penderita hipertensi

14
yang memiliki tekanan darah sistolik lebih dari 170
mmHg dan diastolik lebih dari 110 mmHg,
(Chowdhury et al., 2008).
7) Stress
Stress juga dikaitkan dengan hipertensi. hal ini
stress akan memicu terjadinya kenaikan tekanan
darah adrenalin. Stress akan menstimulasi saraf
simpatis akan muncul peningkatan tekanan darah
dan curah jantung yang meningkat. Stress akan
bertambah tinggi jika resistensi pembuluh darah
perifer dan curah jantung meningkat yang sehingga
menstimulasi syaraf simpatis. Sehingga stress akan
bereaksi pada tubuh yang antara lain yaitu
peningkatan denyut jantung dan meningkatnya
tekanan darah. Reaksi ini muncul ketika tubuh
bereaksi secara cepat yang tidak digunakan, maka
akan dapat memicu terjadinya penyakit yang
termasuk penyakit hipertensi, (Ardian, 2018).
Stress adalah yang kita rasakan saat tuntutan
emosi, fisik atau lingkungan mudah di atasi atau
melebihi daya dan kemampuan kita untuk
mengatasinya dengan effektif. Stress adalah
respon kita terhadap pengaruh-pengaruh dari luar
seperti stress dalam pekerjaan meliputi beban
kerja, fasilitas kerja yang tidak memadai, peran
dalam pekerjaan yang tidak jelas, tanggung jawab
yang tidak jelas, masalah dalam hubungan dengan
orang lain, tuntutan kerja, dan tuntutan keluarga.
Akan tetapi stress bukanlah pengaruh-pengaruh
yang datng dari luar itu (Kiki , 2012).

5. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui
terbentuknya angiostensin II dari angiotensin I oleh angiostensi I

15
converting enzim (ACE). ACE memegang peran fisiologi penting
dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang di produksi di hati. Selanjutnya oleh
hormon renin akan di ubah menjadi angiotensin I. oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I di ubah menjadi angiotensin
II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama
adalah meningkatkan sekresi hormon antideuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH di produksi di hipotalamus (kelenjer pituitari) dan
bekerja pada ginjal untuk mengatur osmalalitasnya dan volume
urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
dieksresikan ke luar tubuh (antideuresis), sehingga menjadi
pekat dan tinggi osmalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume
cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah
meningkat yang pada akhitrnya akan meningkatkan tekanan
darah.(Sylvestris, 2017)
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteran dari
korteks adrenal. Aldosterone merupakan hormon steroid yang
memilki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume
cairan ektraseluler, aldosterone akan mengurangi eksresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsobsi dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pathogenesis
dari hipertensi esensial merupakan multifactorial dan sangat
komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah
terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator
hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, caliber
vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh
darah dan stimulasi neural.
Pathogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa
faktor meliputi faktor genetik, asupan garam diet, tingkat stress
dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.
perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari

16
hipertensi yang kadang-kadang muncul menjadi hipertensi yang
persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi
persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi,
dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung,
ginjal, retina, dan susunan saraf pusat, (Sylvestris, 2017)
Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien
10-30 tahun (dengan meningkatkan curah jantung) kemudian
menjadi hipertensi dini pasien umur 20-40 tahun (dimana
tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada
umur 30-50 tahun dan akhirnya hipertensi dengan komplikasi
pada usia 40-60 tahun.
Hipertensi merupakan suatu sifat kompleks yang disebabkan
oleh interaksi beberapa faktor seperti faktor genetik dan faktor
lingkungan yang mempengaruhi dua variabel hemodinamik yaitu
curah jantung dan resistensi perifer total. Curah jantung
merupakan faktor yang menentukan nilai tekanan darah sistolik
dan resistesi perifer total yang dapat menentulkan nilai tekanan
darah diastolik. Peningkatan tekanan darah terjadi karena
kenaikan curah jantung atau kenaikan resistensi perifer total.
Ginjal memiliki peranan dalam sistem renin angiotensin-
aldosteron. (Sylvestris, 2017)
6. Tanda dan gejala
Tingginya tekanan darah merupakan salah satu gejala
hipertensi. Hipertensi esensial harus diwaspadai di karenakan
para penderita hipertensi tidak merasakan adanya gejala.
Hipertensi esensial berjalan dengan tanpa gejala, dan baru
timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ seperti pada
ginjal, mata, otak dan jantung (Flack & Adekola, 2019).
Perjalanan hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi
mungkin tidak menunjukan gejala selama bertahun-tahun. Masa
laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi
kerusakan organ yang bermakna. Gejala yang biasa ditemukan
adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat
ditengkuk, sukar tidur dan berkunang-kunang. Hipertensi apabila
tidak disadari oleh penderita dan tidak dirawat dapat

17
mengakibatkan kematian karena dapat mengakibatkan penyakit
jantung, infark miokardium, stroke dan gagal ginjal. Deteksi dini
dan perawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah mordalitas
dan mortalitas (Flack & Adekola, 2019). Jika hipertensi berat atau
yang sudah menahun dan jika tidak di obati, bisa timbul gejala
seperti berikut ini :
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual dan muntah
4. Sesak nafas
5. Gelisah
6. Mimisan
7. Rasa berat di tengkuk
8. Mata berkunang-kunang
9. Sukar tidur
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul pada penderita hipertensi
menurut (Huang et al., 2018) yaitu :
a) Payah Jantung
Payah jantung (kongestive heart failure) adalah
kondisi jantung tidak mampu lagi memompa darah
yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi karena
kerusakan otot jantung atau sistem listrik jantung.
b) Stroke
Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadi
stroke, karena tekanan darah yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah
menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh
darah otak, maka terjadi pendarahan otak yang dapat
berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat
sumbatan dari gumpalan darah yang macet
dipembuluh yang sudah menyempit
Hipertensi kronis akan menyebabkan infark
miokard, infark miokard menyebabkan kebutuhan

18
oksigen pada miokardium tidak terpenuhi kemudian
menyebabkan iskemia jantung serta terjadilah infark
c) Kerusakan ginjal
Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan
aliran darah yang menuju ginjal, yang berfungsi
sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya
gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit
cairan dan membuang kembali kedarah.
d) Kerusakan penglihatan
Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya
pembuluh darah di mata, sehingga mengakibatkan
penglihatan menjadi kabur atau buta. Pendarahan
pada retina mengakibatkan pandangan menjadi kabur,
kerusakan organ mata dengan memeriksa fundus
mata untuk menemukan perubahan yang berkaitan
dengan hipertensi yaitu retinopati pada hipertensi.
Kerusakan yang terjadi pada bagian otak, jantung,
ginjal dan juga mata yang mengakibatkan penderita
hipertensi mengalami kerusakan organ mata yaitu
pandangan menjadi kabur. Komplikasi yang bisa
terjadi dari penyakit hipertensi menurut (Yang et al.,
2016) adalah tekanan darah tinggi dalam jangka waktu
yang lama akan merusak endotel arteri dan
mempercepat atherosclerosis. Komplikasi dari
hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti
jantung, mata ginjal, otak, dan pembuluh darah besar.
Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit
serebrosvaskuler (stroke, transiet ischemic attack),
penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal
ginjal, dementina, dan atriasi fibrasi.(Ma, et al., 2013).

8. Penatalaksanan
a. Penatalaksaan farmokologi
Di bawah ini merupakan obat antihipertensi yang
dianjurkan oleh JNC VII yaitu :

19
1. Deuretika thiazide
Biasanya merupakan obat pertama yang diberikan
untuk mengobati hipertensi. Deuretik membantu ginjal
membuang garam dan air, yang akan mengurangi
volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan
tekanan darah. Deuretik juga menyebabkan pelebaran
pembuluh darah. Deuretik menyebabkan hilangnya
kalium melalui air kemih sehingga kadang diberikan
tambahan kalium atau obat penahan kalium.
Deuretik sangat efektif pada :
1) Orang kulit hitam
2) Lanjut usia
3) Kegemukan
4) Penderita gagal ginjal atau penyakit ginjal
menahun.
2. Penghambat adrenegenergik merupakan sekelompok
obat yang terdiri dari alfa-bloker, beta-blocker, dan
alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat efek
sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah
sistem saraf yang dengan segera akan memberikan
respons terhadap stress, dengan cara meningkatkan
tekanan darah.
Yang paling sering digunakan adalah beta-blocker,
yang efektif diberikan kepada :
1) Penderita usia muda
2) Penderita yang pernah mengalami serangan
jantung
3) Penderita dengan denyut jantung yang cepat
4) Angina pectoris (nyeri dada)
5) Sakit kepla migren
3. Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-
inhibitor)
Menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara
melebarkan arteri. Obat ini efektif diberikan kepada :
1) Orang kulit putih

20
2) Usia muda
3) Penderita gagal jantung
4) Penderita dengan protein dalam air kemihnya
yang disebabkan oleh penyakit ginjal menahun
atau penyakit ginjal diabetic
5) Pria yang menderita impotensi sebagai efek
samping dari obat yang lain
4. Angiotensi-II-blocker menyebabkan penurunan
tekanan darah dengan suatu mekanisme yang mirip
dengan ACE-inhibitor.
5. Antagonis kalsium
Obat tersebut dapat menyebabkan melebarnya
pembuluh darah. Obat dari golongan ini hampir selalu
digunakan sebagai tambahan terhadap obat
antihipertensi lainnya.
6. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna)
memerlukan obat yang menurunkan tekanan darah
tinggi dengan segera.
Beberapa obat bisa menurunkan tekanan darah
dengan cepat dan sebagian besar diberikan secara
intravena (melalui pembuluh), yaitu :
1) Diazoxide
2) Nitroprusside
3) Nitroglycerin
4) Labetalol

Nifedipine merupakan kalsium antagonis dengan


kerja yang sangat cepat dan bisa diberikan per oral
(ditelan), tetapi obat ini bisa menyebabkan hipotensi
sehingga pemberian harus diawasi secara ketat.
Setiap obat antihipertensi mempunyai efektivitas
yang berbeda-beda dan keamanan dalam pengobatan
hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu : faktor sosio-
ekonomi, profil faktor risiko kardiovaskuler, ada
tidaknya kerusakan organ target, ada tidaknya

21
penyakit penyerta, variasi individu dari respon pasien
terhadap obat antihipertensi, kemungkinan adanya
interaksi obat lain, kemampuan obat menurunkan
risiko penyakit kardiovaskuler berdasarkan bukti
ilmiah.
Kepatuhan minum obat pada pengobatan
hipertensi sangat penting karena dengan minum obat
antihipertensi secara teratur, dapat mengontrol
tekanan darah penderita hipertensi sehingga dalam
jangka panjang, risiko kerusakan oragn-organ penting
tubuh, seperti jantung, ginjal, dan otak dapat dikurangi.
Oleh karena itu, diperlukan pemilihan obat yang tepat
agar dapat meningkatkan kepatuhan dan mengurangi
resiko kematian.
b. Penatalaksaan non-farmokolgi
1) Mengatasi obesitas
Resiko terjadinya hipertensi pada obesitas 5 kali
jauh lebih tinggi di bandingkan dengan seseorang
yang memiliki berat badan normal, sedangkan pada
penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memilki
berat badan lebih (overweight). Dengan demikian
obesitas harus dikendalikan dengan menurunkan berat
bada. Obesitas dapat melakukan dengan diet rendah
lemak, namun kaya dengan serat dan protein.
Obesitas dianjurkan untuk minum suplemen potassium
dan kalsium. Minyak ikan yang kaya dengan asam
lemak omega 3 dianjurkan bagi penderita obesitas.
Diskusikan dengan dokter/ahli gizi sebelum melakukan
diet.
2) Mengurangi asupan garam
Penderita hipertensi harus memperhatikan
kebiasaan makan makanan dengan memilki
kandungan garam yang tinggi, karena asupan garam
yang dikurangi secara drastis akan sulit dilaksanakan.

22
Asupan garam sebaiknya dikurangi 5 gram (1 sendok
teh) perhari pada saat masak
3) Hindari stress
Ciptakan suasana yang menyenangkan pada
penderita hipertensi. perkenalkan berbagai metode
relaksasi seperti yoga atau meditasi untuk dapat
mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat
menurunkan tekanan darah.
4) Memperbaiki gaya hidup sehat
Penderita hipertensi dianjurkan untuk melakukan
olahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat
selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali dalam
seminggu. Kebiasaan merokok dihentikan dan
mengurangi minum minuman beralkohol. Hipertensi
biasanya terjadi pada segala usia, namun sering
dijumpai pada usia 35 tahun atau lebih. Bertambahnya
umur tekanan darah sedikit meningkat karena
disebabkan oleh perubahan alami jantung, pembuluh
darah dan hormon. Perubahan ini juga disertai oleh
faktor-faktor lain maka dapat memicu terjadinya
hipertensi.
B. Konsep Kepatuhan
1. Definsi
Kepatuhan minum obat adalah faktor terbesar yang
mempengaruhi kontrol tekanan darah. Patuh adalah suka
menurut perintah, taat pada perintah sedangkan kepatuhan
adalah perilaku sesuai aturan dan disiplin. Menurut (Saad et al.,
2018), mendefiniskan kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat
penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang
disarankan oleh dokter atau orang lain.
2. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat
Menurut (Sukma Noor Amira et al., 2018) faktor yang
mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah :
1. Pendidikan

23
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhklak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan klien dapat
meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan
tersebut merupakan pendidikan yang aktif.
2. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepatuhan seseorang dalam
mengonsumsi obat. Tingginya tingkat pengetahuan akan
menunjukan bahwa sesorang telah mengetahui, mengerti
dan memahami maksud dari pengobatan yang di
jalaninya
3. Self-efficacy
Keyakinan merupakan salah satu yang mempengaruhi
keptuhan minum obat pada penderita hipertensi.
keyakinan merupakan keyakinan atau kepercayaan
seseorang untuk mencapai Sesuatu yang ingin di capai.
Dengan tingginya kepercayaan diri seseorang maka akan
menunjukan perilaku kepatuhan minum obat.
4. Motivasi
Motivasi merupakan faktor yang mempengaruhi
kepatuahan minum obat pada penderita hipertensi.
motivasi merupakan proses yang menjelaskan intensitas,
arah dan ketekunan seseorang untuk mencapai
tujuannya, dalam hal ini adalah untuk mencapai tingkat
kesembuhannya. Dengan tingginya motivasi seseorang
akan menunjukan tingginya kebutuhan maupun dorongan
individu untuk mencapai sebuah tujuan yang diinginkan.
5. Dukungan keluarga
Dukungan keluarga merupaka faktor yang
mempengaruhi kepatuhan minum obat pada penderita

24
hipertensi. dukungan keluarga merupakan sikap,
tindakan dan penerimaan terhadap penderita hipertensi.
Penderita hipertensi memerlukan pengobatan seumur
hidup, hal ini dukungan sosial dari orang lain sangat
diperlukan dalam menjalani pengobatannya. Dukungan
dalam keluarga dan teman-teman dapat membantu
seseorang dalam menjalankan program-program
kesehatan dan juga secara umum orang yang menerima
penghiburan, perhatian dan pertolongan yang mereka
butuhkan dari seseorang atau orang lain.
Sedangkan menurut (WHO, 2015), faktor yang mempengaruhi
kepatuhan yaitu, sebagai berikut :
1. Socioeconomic-related factors
Meliputi status sosial pnederita, fasilitas kesehatan yang
jauh dan tidak memadai, kemiskinan, rendahnya
pengetahuan, dukungan sosial yang tidak memadai,
biayaya kesehatan yang mahal, perubahan lingkungan,
dan masalah keluarga
2. Health care team/ helath system-related factors
Meliputi rendahnya pembangunan kesehatan, kurangnya
distribusi obat, rendahnya pengetahuan tenaga
kesehatan, dan komunikasi yang terlalu singkat antara
dokter dan pasien.
3. Condition-related factors
Faktor kondisi yang sedang dihadapi pasien yaitu
keparahan penyakit, tingkat kecacatan, dan ketersediaan
obat yang efektif.
4. Treatment-related factors
Berkaitan dengan komplektsitas regimen obat, lama
pengobatan, kegagalan dalam pengobatan sebelumnya,
sering berganti obat dan ketersediaan pelayanan medis
yang memadai juga mempengaruhi.
5. Patient-related factors
Faktor ini berhubungan dengan sumber daya, sikap,
pengetahuan, persepsi dan harapan pasien. Keyakinan

25
pasien bahwa pengobatan akan memberikan sejumlah
efek samping yang dirasa menganggu, kekwatiran
tentang efek jangka panjang serta ketergantungan
terhadap obat berpengaruh terhadap kepatuhan pasien.
Keyakinan yang negatif dari kemajuan obat, kesalahan
diagnosis dan kurangnya pengawasan obat dan frustasi
dengan layanan kesehatan yang ada.
3. Jenis-jenis kepatuhan
Jenis-jenis kepatuhan menuru Cramer (2011) dan Elen Konis
(2012)
1) Kepatuhan penuh (total compliance)
Dalam keadan ini penderita tidak hanya untuk
pengobatan secara teratur sesuai batas waktu yang
ditetapkan melainkan juga patuh dalam minum obat
2) Penderita sama sekali tidak patuh (non complience)
Pasien sama sekali tidak patuh dalam minum obat.
4. Cara untuk meningkatkan kepatuhan
Menurut (Smet, 2014), menyebutkan bahwa ada beberapa cara
untuk meningkatkan kepatuhan minum obat pada penderita
hipertensi, yaitu :
a. Segi penderita (internal)
1. Meningkatkan kontrol diri
Penderita hipertensi harus meningkatkan kontrol
dirinya agar patuh dalam minum obat. Penderita
harus meningkatkan kontrol dirinya agar dapat
meninngkatkan ketaatannya dalam menjalani
pengobatan, hal ini dikarenakan dengan adanya
kontrol diri yang baik dari penderita akan semakin
meningkatkan kepatuhan dalam mejalani
pengobatan. Kontrol diri dapat dilakuakan meliputi
kontrol berat badan, kontrol makan dan emosi.
2. Meningkatkan efikasi diri
Efikasi diri merupakan kepercayaan diri pada
seseorang untuk mencapai sesuatu tujuannya. Hal ini
juga efikasi diri dikaitkan dengan kepatuhan pada

26
seseorang. Efikasi diri dipercaya muncul sebagai
prediktor yang penting dari kepatuhan. Seseorang
yang mempercayai diri mereka sendiri untuk dapat
mematuhi pengobatan yang komplks akan lebih
mudah melakukannya.
3. Mencari informasi tentang pengobatan
Kurang pengetahuan atau informasi kepada penderita
berkaitan dengan angka kepatuhan pada seseorang.
Kurangnya pengetahuan atau informasi berkaitan
dengan kepatuhan serta kemauan dari penderita
untuk mencari informasi mengenai penyakitnya dan
terapi medisnya, informasi tersebut biasanya didapat
dari berbagai sumber seperti media cetak,elektronik
atau melalui program pendidikan di rumah sakit.
Penderita harus benar-benar mengetahui dan
memahami tentang penyakitnya dan mencari
informasi sehingga dapat mengetahui dan memahami
tentang penyakitnya agar dapat di atasi dengan patuh
minum obat.
4. Meningkatkan kontrol diri
Penderita harus melakukan monitoring diri, hal ini
dikarenaka monitoring diri pada penderita dapat lebih
mengetahui dan memahami tentang keadaan dirinya.
5. Pengelolaan diri
Penderita harus benar-benar bisa mengolala dirinya
agar dapat menaati pengobatan yang dianjurkan oleh
dokter. Hal ini diharapkan dengan adanya
pengelolaan diri pada penderita dapat meningkatkan
ketaatannya dalam berobat.
b. Segi tenaga medis (external)
1. Meningkatkan keterampilan komunikasi
Komunikasi yang efektif pada penderita dengan
perawat erat kaitannya dengan kepatuhan. Salah
satu strategi untuk meningkatakn kepatuhan pada

27
penderita hipertensi adalah komunikasi yang efektif
antara perawat dengan pasien.
2. Memberikan informasi yang jelas kepada pasien
tentang penyakitnya dan cara pengobatannya.
3. Memberikan dukungan sosial.
Tenaga kesehatan harus mampu mmpertimbangkan
dukungan sosial, selain itu keluarga juga dilibatkan
dalam memberikan dukungan pada pasien, hal ini
dikarenakan akan dapat meningkatkan kepatuhan
pada penderita, dukungan tersebut bisa diberikan
dengan bentuk perhatian dan memberikan
nasehatnya agar bermanfaat bagi kesehatannya.
5. Pengukuran kepatuhan
Pengukuran kepatuhan minum obat pada penderita
hipertensi menggunakan kuisioner. Kuisioner yang digunakan di
adopsi dari MMAS-8 (morisky Modifikasi Adherence Scale)
(Morisky et al., 2008) yang terdiri dari 8 item pertanyaan dengan
pilihan jawaban Ya dan Tidak. Pertanyaan pertama menjelaskan
tentang lupa minum obat, pertanyaan ke-2 menjelaskan tentang
selama beberapa minggu pernah lupa minum obat, pertanyaan
ke-3 menjelaskan tentang ketidaknyamanan dalam penggunaan
obat, pertanyaan ke-4 menjelaskan tentang saat meninggalkan
tempat tinggal lupa membawa obat, pertanyaan ke-5 membahas
tentang minum obat, pertanyaan ke-6 membahas tentang pada
saat penderita merasa membaik tidak ingin minum obat,
pertanyaan ke-7 membahas tentang kenyamanan dalam
mengonsumsi obat dan pertanyaan ke-8 menjelaskan tentang
berapa kali lupa minum obat.
Kuisioner tersebut sudah pernah di gunakan di Indonesia
oleh Rano dan Chyanee (2018) dan telah di uji validitas dan
reabilitas. Uji validitas menunjukan bahwa kuisioner valid dengan
nilai reabilitas 0,764. Hasil pengukuran kepatuhan minum obat di
kategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu kepatuhan rendah
(skor>2), kepatuhan sedang (skor 1 atau 2), dan kepatuhan
tinggi (skor 0)

28
C. Konsep Self-Efficacy
1. Definisi
Self-efficacy merupakan keyakinan diri seseorang untuk
mencapai sesuatu yang diinginkan. Self-efficacy sangat
dibutuhkan oleh penderita hipertensi untuk meningkatkan
keyakinan dirinya sehingga patuh dalam minum obat. Self-
efficacy merupakan keyakinan atau harapan tentang seberapa
jauh seseorang mampu melakukan suatu perilaku dalam situasi
tertentu (Wu et al., 2019). Self-efficacy akan menentukan
bagaimana orang-orang merasakan, berpikir, memotivasi dirinya
dan berperilaku. Hal ini sejalan dengan teori Bandara (1989)
yang menyatakan bahwa self-effecacy (keyakinan diri)
berhubungan dengan perilaku seseorang.
Self-efficacy merupakan penilaian individu terhadap tentang
apa yang dipikirkan dalam memecahkan masalah untuk
mencapai suatu tujuan, individu percaya bahwa tindakan, sikap,
dan perilaku tertentu mampu menghasilkan keberhasilan, akan
tetepi apabila terdapat keraguan terhadap kemampuannya maka
tentu keberhasilan tersebut tidak dapat di capai. Hal ini akan
menentukan sikap dan perilaku atau tindakan seseorang
berdasarkan keyakinan yang dimilki oleh masing-masing
individu. Keyakinan diri akan mempengaruhi seberapa jauh
usaha yang akan di tempuh oleh individu dan seberapa kuat
individu dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya.(Al-
Noumani et al., 2019)
Seseorang yang memilki self-efficacy yang tinggi maka akan
memilki keyakinan untuk sembuh, namun sebaliknya jika
seseorang atau individu tersebut memilki efikasi diri atau
keyakinan yang rendah maka kepercayaan dirinya untuk sembuh
sangat rendah. hal ini sejalan dengan penelitian Novita dalam
(Kawulusan et al., 2019) yang mengatakan pasien yang memilki
self-efficacy tinggi mempunyai peluang 11 kali menunjukan
kepatahun minum obat yang baik dibandingkan dengan pasien
yang memilki self-efficacy yang rendah.

29
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy menurut
Bandura (2006) dalam (Al-Noumani et al., 2019)
1. Pengalaman individu
Pengalaman individu di masa lalu dapat meningkatkan
efikasi diri. Keberhasilan dan prestasi yang pernah di capai
di masa lalu dapat meningkatkan self-efficacy seseorang,
namun sebaliknya jika individu di masa lalunya pernah
mengalami kegagalan dalam menghadapi suatu masalah
maka dapat mengakibatkan keraguan pada diri individu
(self doubt).
2. Pengalaman orang lain
Self-efficacy atau kepercayan diri seseorang dapat
dibentuk dari pengamatan dari kesuksesan orang lain.
Pengalaman tidak langsung meningkatkan kepercayaan
individu bahwa mereka juga memilki kemampuan yang
sama seperti model yang diamati saat dihadapkan pada
persoalan yang setara. Kepercayaan diri yang ada dalam
individu tersebut ditentukan oleh kesamaan dan
kesataraan kompetensi yang ada dalam model pada diri
individu. Semakin setara kompetensi yang dimaksud maka
individu akan semakin mudah merefleksiikan pengalaman
sebagai takaran kemampuan yang dimilkinya. Kegagalan
dan kesuksesan yang dialami oleh individu akan diterima
sebagai landasan dalam pembentukan efikasi diri.
3. Persuasi verbal
Individu akan lebih mudah jika ia yakin dengan
kemampuannya sendiri, ketika ada dorongan dari orang
lain, yaitu seperti dukungan dari keluarga, teman-teman
terdekat dan orang-orang disekitarnya. Hal tersebut juga
dapat meningkatkan kepercayaan diri seseorang jika
mendapatkan dukungan dari lingkungan sosial, namun
sebaliknya jika seseorang tidak mendapatkan dukungan
sosial maka kepercayaan dirinya dapat menurun.kondisi ini
adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi dan
dukungan dari apa yang dipersuasikan.

30
4. Keadan fisiologis dan emosional
Keadaan fisiologi yang dimaksud disini adalah keadaan
seseorang yang mengalami kelemahan tubuh. Keadaan
fisiologis yaitu ketika seseorang terlibat dalam aktivitas
yang mebutuhkan stamina yang kuat namun tubuh merasa
mudah lelah, nyeri atau pegal dapat melemahkan efikasi
diri kepada individu tersebut di karenakan individu tersebut
mengalami keadan fisik yang lemah. Begitu juga dengan
keadaan emosi yang mengikuti suatu atau tindakan akan
mempengaruhi self-efficacy pada situasi saat ini, emosi
takut, cemas, dan stress yang kuat dapat mempengaruhi
efikasi diri namun, bisa juga terjadi peningkatan emosi.
Sehingga peningkatan efikasi diri dapat dilakukan dengan
mengendalikan emosi dan dapat menjaga kestabilan dan
meningkatkan status kesehatan.
3. Dimensi self-efficay
1. Magnitude/ kemampuan individu
Masalah yang di alami tiap individu memilki tingkatan yang
berbeda, bahkan cara menghadapi masalahpun berbeda-
beda. Magnitude merupakan kemampuan individu dalam
menyelasaikan masalah yang dihadapinya.
2. Strength / kekuatan individu
Setiap individu pasti mempunyai kemampuan yang
berbeda. Strength menggambarkan sejauh mana individu
tersebut mampu menghadapi dan bertahan dalam
menghadapi masalah dalam dirinya. Apabila individu
memilki tekad yang kuat maka individu tersebut akan tetap
berusaha untuk menghadapi masalah yang di hadapinya
walaupun mengalami kegagalan (Saad et al., 2018).

3. Generality / keyakinan individu


Generality merupakan tingkah laku dimana individu
merasa yakin terhadap kemampuannya untuk mencapai
suatu tujuan. Individu termotivasi untuk melakukan

31
tindakan yang diyakini berhasil sesuai apa yang diinginkan,
sehingga keyakinan akan memprediksi suatu kinerja yang
dihasilkan dari apa yang diinginkan (Saad et al., 2018)
4. Proses pembentukan self-efficacy
Menurut Bandura (2006) dalam (Leo Marcos et al., 2009)
proses pembentukan efikasi diri pada individu terdapat 4 macam
pembentukan, yaitu :
1. Proses kognitif
Efikasi diri yang kuat akan mempengaruhi kepercayaan
atau keyakinan pada seseorang dalam mencapai
tujuannya. Semakin tinggi tujuan yang ditetapkan oleh
invdividu bagi dirinya sendiri dan yang memperkuat serta
yang memperkuat suatu tujuan pada individu dan
komitmennya untuk sembuh.
Self-efficacy dapat mempengaruhi proses berpikir
seseorang yang dapat meningkatkan performance dan
dapat muncul dalam berbagai bentuk, yaitu :
a. konstruktif kognitif
konstruktif kognitif sebagian besar tindakan pada
awalnya dibentuk dalam pikiran konsteruktif kognitif
tersebut kemudian hadir sebagai penuntun tindakan.
Keyakinan orang akan efikasi dirinya akan
mempengaruhi bagaimana mereka menafsirkan
situasi dan tipe-tipe skenario pengantisipasi dan
menvisualisasikan masa depan yang mereka gagas.
Seseorang yang memiilki self-efficacy yang tinggi
akan memandang situasi yang dihadapi sebagai
sesuatu yang menghadirkan kesempatan yang dapat
di capai.

b. Visualisasi
Bagi mereka yang memilki efikasi diri yang tinggi akan
memvisualisasikan skenario secara positif dan
mendukung begitu pula sebaliknya.

32
c. Kualitas berfikir analitik
Berfikir analitik merupakan cara berfikir analitik dalam
menghadapi rintangan dan kesulitan. Dalam hal ini
efikasi diri akan meningkatkan kemampuan berfikir
analitik melalui proses berfikir terhadap rintangan dan
kesulitan yang dihadapi.
2. Proses motivasional
Seseorang akan memotivasi dirinya melalui tindakan
dan pemikirannya. Hal ini kemampuan untuk memoitivasi
diri sendiri dan mengavaluasi penampilan pribadinya
merupakan sumber utama motivasi dan pengaturan
dirinya. Seseorang akan mempunyai keyakinan bahwa
dirinya bisa dan mengantisipasi berbagai outcome positif
dan negatif. Menurut Bandura (1994) efikasi diri
mempengaruhi tingkat pencapaian tujuan, kekuatan untuk
berkomitmen, seberapa besar usaha yang diperlukan, dan
bagaimana usaha tersebut ditingkatkan ketika motivasi
menurun.
3. Proses afektif
Keyakinan diri pada seseorang sangat berperan
penting dalam mengatur proses afektif. Hal ini dipengaruhi
seberapa banyak tekanan yang dialami ketika menghadapi
situasi-situasi yang mengancam. Menurut Bandura, efikasi
diri dapat mengatur emosi seseorang melalui beberapa
cara, yaitu seseorang yang percaya bahwa mereka
mampu mengelola ancaman tidak akan mudah tertekan
oleh diri mereka sendiri, dan sebaliknya efikasi diri
seseorang yang tinggi dapat menurunkan tingkat stress
atau emosional dan kecemasan mereka dengan
melakukan tindakan untuk mengurangi ancaman
lingkungan, memilki kontrol pemikiran yang baik dan
sebaliknya seseorang dengan efikasi diri rendah
mendorong munculnya depresi.
4. Proses seleksi

33
Proses kognitif, motivasional, dan afektif akan
memungkinkan seseorang membentuk keputusan untuk
melakukan tindakan dan bagaimana mempertahankannya.
Dengan menyeleksi lingkungan, seseorang akan
mempunyai kekuasaan dengan apa yang mereka
putuskan. Pilihan-pilihan dipengaruhi oleh keyakinan
kemampuan personalnya. Lingkungan yang sesuai akan
membantu dalam pembentukan diri serta pencapaian
tujuan yang berpengaruh pada pengambilan keputusan .
seseorang akan cenderung menghindari tugas dan situasi
yang mereka percaya melebihi kemampuan mereka,
sambil melanjutkan apa yang mereka anggap masih
mampu untuk dilakukan. Semakin tinggi self-efficacy
mereka, maka akan semakin menentang aktivitas yang
mereka pilih.(Al-Noumani et al., 2019)
5. Pengukuran self-efficacy pada pasien hipertensi
Pengukuran self-efficacy pada pasien hipertensi yaitu
menggunakan kuisioner. Kuisioner yang digunakan di ambil dari
MASES-R (Fernandez et al., 2008). Kuisioner tersebut sudah
digunakan di Indonesia oleh Misgiasrti & Ayu (2015) dan
(Kawulusun, 2019). Kuisioner tersebut sudah di uji validitas dan
reabilitasnya. Kuisioner ini terdiri dari 13 aitem pertanyaan
terkait efikasi diri pada penderita dengan pilhan jawaban sama
sekali tidak yakin (skor 1), sedikit yakin (skor 2), cukup yakin
(skor 3), sangat yakin (skor 4) dengan kategori Tinggi dan
Rendah.
6. Hubungan self-efficacy dengan kepatuhan minum obat pada
penderita hipertensi
Ketidakpatuhan terhadap pengobatan antihipertensi salah
satu penyebab kurangnya pengendalian tekanan darah, hal ini
ketidakpatuhan dalam mengonsumsi obat hipertensi dapat
menyebabkan komplikasi dan menyebabkan kerusakan organ
tubuh. Tekanan darah tinggi yang berlangsung lama dapat
menyebabkan komplikasi pada kerusakan ginjal (gagal ginjal),
jantung (penyakit jantung koroner), otak (menyebabkan stroke)

34
dan bahkan dapat berakibat fatal. Dengan hal ini dalam
mengonsumsi obat hipertensi perlu adanya keyakinan diri pada
penderita untuk meningkatkan kepatuh dalam minum obat.
Kepatuhan minum obat dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya ialah faktor pasien itu sendiri atau keyakinan diri
pada penderita hipertensi. Self-efficacy memberikan kontribusi
terhadap pemahaman yang lebih baik dalam proses perubahan
perilaku kesehatan sehingga efikasi diri sangat penting untuk
meningkatkan kepatuhan, perilaku, dan keterampilan. Self-
efficacay juga dapat mempengaruhi pemikiran, perasaan
seseorang, motivasi serta pilihan seseorang yang dianggapnya
berguna bagi dirnya (Bandura, 1994), semakin tinggi self-efficacy
seseorang maka semakin tinggi pula kepatuhan minum obat
antihipertensi, namun sebaliknya jika self-efficacy seseorang
rendah maka tingkat kepatuhan minuman obat antihipertensi
juga semakin rendah. kepatuhan minum obat pada penderita
hipertensi sangat penting dilakukan dikarenakan kepatuhan
minum obat diharapkan tekanan darah kembali dalam rentang
normal dan mencegah terjadinya komplikasi.(Kawulusan et al.,
2019)
Self-efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas dalam
lingkungan, seperti upaya mencari kesembuhan. Individu dengan
efikasi diri yang tinggi cenderung akan mengalami peningkatan
yang signifikan terhadap kepatuhan pengobatan, diet rendah
garam, terlibat aktivitas fisik, tidak merokok, dan melakukan
manajemen berat badan (Saad et al., 2018). Pada penderita
hipertensi efikasi diri sangat dibutuhkan agar penderita sadar dan
mau melakukan dengan senang hati apa yang menjadi
kebutuhan atau kewajibannya, sama halnya dengan kepatuhan
dalam mengonsumsi obat anti hipertensi. dengan demikian self-
efficacy sangat berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat
pada penderita hipertensi.
7. Tabel Keaslian Penulisan

Tabel 2.1 keaslian penulisan berdasarkan penelitian


sebelumnya.

35
Judul, peneliti, Desain penelitian Variabel Hasil penelitian
tahun
Self-efficacy dan Analitik korelasi Independent : self- hasil penelitiannya
gaya hidup pasien efficacy menunjukan bahwa
hipertensi. Amila, Dependent : gaya ada hubungan yang
Janno Sinaga, dan hidup kuat antara self-
Evarina Sembiring, efficacy dengan gaya
(2018) hidup pasien
hipertensi. perawat
dapa meningkatkan
self-efficacy pasien
dengan membangun
kepercayaan diri,
memotivasi pasien
terhadap
kemampuannya
melaksanakan
perilaku yang sehat
untuk mengontrol
hipertensi.

Hubungan self- Cross sectional Independent : self- Menyimpulkan bahwa


efficacy dengan efficacy tidak ada hubungan
tingkat kepatuhan Dependent : antara self-efficacy
pengobatan kepatuhan dengan kepatuhan
Hipertensi Di pengobatan pengobatan
Puskesmas Bareng hipertensi hipertensi pada lansia
Kota Malang,
(2018), Aresta E &
Pradikatama Y.
Hubungan self- Cross sectional Independent : self- Ada hubungan yang
efficacy dengan efficacay signifikan antara self-
kepatuhan minum Dependent : efficacy dengan
obat pada penderita kepatuhan minum kepatuhan minum
hipertensi. obat obat pada penderita
Kawulusun, dkk hipertensi. seseorang
(2019) yang memilki self-
efficacy tinggi
cenderung
menunjukan perikau
patuh dalam minum
obat dibandingakn
dengan yang
mempunayi self-

36
efficacy yang rendah
A path model linking Cross secsional Independent : Ada hubungan antara
health literacy, medication self- efikasi diri dengan
medication self- efficacy kpetuhan minum obat
efficacy, medication Dependent : pada penderita
adherence and diabetes
glycemic control,
Yen-Ming Huang,
dkk (2018)
Health-promotion Randomized Independent : Kelompok
interventions controlled Health promotion eksperimental
enhance and interventions menunjukkan
maintain self- enhance and peningkatan
efficacy for adults at maintain self- signifikan dalam lima
cardiometabolic risk efficacy indeks fisiologis yang
: A randomized Dependent : adults dipertahankan
controlled trial, at cardiometabolik setelah 6 bulan masa
Meng-Ping Wu dkk, risk tindak lanjut. Program
(2019) ini memiliki dampak
positif terhadap
populasi yang
berisiko tinggi
terhadap CDV, dan
dapat berfungsi
sebagai model untuk
mengembangkan
program peningkatan
kesehatan yang
layak.

37
D. Kerangka Teori

Tanda dan gejala


1. Sakit kepala
2. Kelelahan
1. Primer 3. Mual dan muntah
4. sesak Nafas
(tidak diketahui) Hipertensi
5. Gelisah
2. Sekunder

Non Manajemen Farmokologi


Farmokologi Terapi Tidak
patuh

Self-Efficacy Kepatuhan

Patuh

Faktor-faktor yang Faktor-faktor yang


mempengaruhi self- mempengaruhi (Sukma
efficacy menurut Anura Amora, 2018)
Bandura (1989)  Pendidikan
1. Pengalama
 Pengatahuan
performasi
 Self-efficacy
2. Pengalaman
 Motivasi
orang lain
3. Persuasi  Dukungan keluarga
verbal Sedangkan menurut WHO,
4. Emosi 2015
 Socioeconomic-
related factors
 Health care team
 Condition related
Proses pembentukan factor
efikasi diri  Treatment related
1. Proses kognitif factors
2. Proses  Patient-related
motivasional factors
3. Proses afektif
4. Proses seleksi

Dimensi efikasi diri


1. Magnitude
2. Generality
3. Strength

38
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep sebagai berikut :

Hipertensi

Manajemen
terapi

Non farmokologi Farmokologi

Faktor yang
mempengaruhi
self-efficacy Self-efficacy Kepatuhan
 Pengal minum obat
aman
perform
asi
Kuesioner MASES-R Faktor yang
 Pengal mempengaruhi
1. Tinggi
aman kepatuhan
2. Rendah Kuesioner MMAS-
orang minum obat
lain 8
 Pendidi
1. Tinggi
 Persua kan
2. Sedang
si  Penget
3. Rendah
verbal ahuan
 Emosi  Self-
efficacy
 Motivas
i
 Dukung
an
KETERANGAN keluarg
a
: diteliti
: tidak diteliti
: berhubungan

Gambaran 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Antara Self-


Efficacy Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita
Hipertensi

39
Kerangka konsep penelitian adalah suatu konsep atau hubungan
antara variabel-veriabel yang akan di amati dan di ukur melalui
penelitian yang dimaksud ( Noetmojo, 2008). Sesuai dengan ujian
penelitian yang bersifat kuantitatif yaitu mengidentifikasi adanya
hubungan antara self-efficacy dengan tingkat kepatuhan minum obat
pada penderita hipertensi. Dimana variabel self-efficacy yaitu variabel
independent dan variabel dependent yaitu kepatuhan minum obat.

B. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan penelitian
yang telah di rumuskan di dalam perencanaan penelitian. Dikatakan
sementara karena jawaban yang diberikan baru di dasarkan pada
toeri.
H1 : ada hubungan antara self-efficacy dengan dengan tingkat
kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi

40
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Desain penelitian ini merupakan penelitian yang disusun
sedemikian rupa sehingga dapat menentukan peneliti untuk dapat
memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Satroamoro,
2011).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Desain penelitian ini
digunakan untuk mengetahui hubungan antara self-efficacy
merupakan variabel independent dan tingkat kepatuhan minum obat
hipertensi merupakan variabel dependen. (Notoadmojo 2012)

B. Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah terdiri dari 2877
orang penderita hipertensi dari tahun 2019-2020 di Puskesmas
Dinoyo Kota Malang
b. Sampel penelitian
Dari jumlah penderita hipertensi yang terdiri dari 2877 jiwa peneliti
mengambil sampel dengan jumlah 530
N
n=
1+ N ( d ¿¿ 2) ¿
Keterangan :
n = besaran sampel
N = besar populasi
d = ketepatan yang di gunakan yaitu sebesar 10% atau 0,1
adapun penerapan rumus diatas adalah :

530
n= 2
1+530( 0,1)
530
n=
1+5,3
n=84 responden

41
C. Sampling
Cara pengambilan sampel pada penelitian dilakukan dengan
menggunakan non probality sampling yaitu teknik pengambilan
sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama
bagi setiap anggota populasi untuk dijadikan sampel sesuai dengan
kriteria inklusi yang dikehendaki peneliti dengan purposive sampling
merupakan satuan sampling yaitu dipilih berdasarkan pertimbangan
tertentu dengan tujuan untuk memperoleh satuan sampling yang
memiliki karakteristik yang dikehendaki. (Sugiona, 2015)
a. Kriteria inklusi
Notoatmojo (2014) mengatakan bahwa kriteria yang dimaksud
peneliti dalam penelitian yaitu :
1. Bersedia jadi responden
2. Responden berusia 18-65 tahun
3. Pasien hipertensi yang berobat di Puskesmas Dinoyo Kota
Malang
4. Sedang menjalani terapi pengobatan hipertensi minimal 2
bulan
b. Kriteria ekslusi
1. Penderita hipertensi dengan komplikasi seperti gagal ginjal
kronis dan penyakit jantung koroner

D. Variabel penelitian
a. Variabel Independen (bebas)
Variabel dependent pada penelitian ini adalah self-efficacy pada
penderita hipertensi
b. Variabel Dependen (terikat)
Variabel independen pada penelitian ini adalah tingkat kepatuhan
minum obat pada penderita hipertensi.
E. Tempat dan Waktu
a. Tempat
penelitian dilaksanakan di Puskesmas Dinoyo Kota Malang
b. Waktu.

42
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2020 di
Puskesmas Dinoyo Kota Malang.

F. Definisi Operasional
Mengidentifikasi variabel secara operasional dan berdasarkan
karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan
atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena.
Pada definisi operasional dapat ditentukan parameter yang dijadikan
ukuran dalam penelitian (Hidayat, 2012).

Tabel 4.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala


penelitian operasional
Independent Keyakinan atau Kuisioner Tinggi : 40-52 Nominal
Self-efficacy keperacyaan (Medication Rendah : 13-39
seseorang untuk Adherence
mencapai Self-Efficacy
sesuatu tujuan Scala-
yaitu perilaku Revision)
penderita dalam MASES-R
meningkatakan
keyakinan diri
dalam
mengonsumsi
obat hipertensi
Dependent Kepatuhan atau Kuisioner Patuh Tinggi : 0 Ordinal
kepatuhan ketaatan yaitu (Morinsky Patuh Sedang : 1-2
minum obat perilaku Medication Patuh Rendah : >2
penderita Adherence
melaksanakan Scala)
pengobatan yang MMAS-8
disarankan tim
medis

G. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel
yang diteliti. Dalam penelitian ini menggunakan dua instrument yaitu
kuisioner self-efficacy. Kuisioner yang digunakan dari MASES-R.
Kuisioner tersebut sudah valid dan dengan nilai rehabilitasnya 0,851
oleh (Misgiarti & Ayu 2015) dan kuisioner kepatuhan minum obat

43
menggunakan kuisioner dari MMAS-8. Kuisioner tersebut sudah valid
dengan nilai rehabilitasnya 0,764, instrumen penelitian akan
digunakan untuk melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan
data kuantitatif yang akurat, maka setiap instrument harus mempunyai
skala. Pada penelitian ini variabel independen menggunakan skala
nominal dan dependen menggunakan skala ordinal.
Tabel 4.3 Skema proses pengumpulan data

Populasi
orang dengan hipertensi primer di Wilayah kerja Puskesmas Dinoyo Kota Malang

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 84

Memberikan informasi tentang penelitian yang akan dilakukan dan meminta


persetujuan pasien hipertensi untuk menjadi responden (inform consent )

Pengisian kuisioner self-efficacy dan kuisioner kepatuhan minum obat oleh


responden

Melakukan tabulasi data

Analisa data
Uji chi-square jika tidak memenuhi syarat maka dapat menggunakan uji Mann-
Whitney

Kesimpulan

H. Prosedur Pengumpulan Data


Adapun tahap-tahap pengumpulan data dalam peneitian ini ialah :
1. Prosedur administrasi
a. Membuat surat permintaan ijin penelitian dengan
sepengetahuan ketua program Studi Pendidikan Ners
keperawatan Stkies Widyagama Husada Malang.

44
b. Mendapatkan ijin dari kepala puskesmas Wilayah Kerja
Puskesmas Dinoyo Kota Malang
c. Memilih subjek sesuai kriteria inklusi
d. Melakukan pengambilan data subyek dengan lembar
cheklist.
e. Meminta surat telah melakuakn penelitian pada bagian
manajemen Puskesmas Dinoyo Kota Malang.
2. Prosedur pengumpulan data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini dengan menggunakan data primer dan data
sekunder.
1. Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh
peneliti (Hidayah, 2007). Data primer dalam penelitian ini
merupakan data langsung dari klien yang berupa data dari
klien tersebut. Lalu pada pengumpulan data primer ini
dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu :
a. Peneliti melakukan seleksi sampel yang akan
digunakan sesuai dengan kriteria.
b. Peneliti terlebih dahulu menjelaskan tujuan
penelitian, tindakan yang akan dilakukan dan cara
pengisian kuisioner
c. Setelah responden memahami tujuan penelitian,
maka responden yang setuju diminta untuk
menandatangani surat pernyataan kesediaan
menjadi responden penelitian.
d. Peneliti memberikan kuisioner pada responden
yang telah bersedia berpartisipasi dalam kegiatan
penelitian tentang kepatuhan minum obat.
e. Peneliti melakukan pengukuran tekanan darah
kembali setelah diberikan kuisioner kepatuhan
minum obat.
f. Kuisioner yang sudah di isi kemudian dilihat
kelengkapannya oleh peneliti untuk selanjutnya
dilakukan pengelolaan dan analisa data

45
g. Peneliti melakukan pengelolaan data sesuai yang
dibutuhkan

2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data penelitia yang
diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara (diperoleh dan di cetak oleh orang lain). Data
sekunder diambil dari data yang dimiliki pihak Wilayah
Kerja Puskesmas Dinoyo Kota Malang.
I. Pengelolaan dan Analisa Data
a. Pemeriksaan data (editing)
Proses editing dilakukan setelah kuisioner diisi oleh
responden, kemudian peneliti mengecek ulang dan melihat
kekurangan pengisian responden. Bila ada data yang kurang
lengkap maka akan dilengkapi kembali oleh responden untuk diisi
dan selanjutnya dikembalikan lagi pada peneliti.
b. Coding
Untuk memudahkan dalam pengelolaan data maka data yang
telah terkumpul diberi tanda sesuai dengan skor yang telah
disediakan yaitu dengan memberikan tanda kode secara angka,
hal ini dimaksudkan untuk mempermudahkan dalam melakukan
tabulasi dan analisa data seperti pada Variabel independen
apabila kuisioner pada responden 1 diberi kode R1, untuk
responden 2 diberi kode R2, dan selanjutnya pada skor hasil
kuisioner dikategorikan menjadi 2 yaitu Tinggi dengan skor 40-52
dan rendah 13-39. Untuk variabel dependen dalam penelitian ini
adalah kepatuhan minum obat dengan di kategorikan menjadi 3
yaitu kepatuhan tinggi di beri skor 0, kepatuhan sedang di beri
skor 1 atau 2, dan kepatuhan rendah di beri skor >2
c. Scoring
Scoring adalah pemberian nilai berupa angka pada jawaban
dari pertanyaan untuk memperoleh data kuantitatif pada kuisioner
data self-efficacy terdapat 4 pilihan jawaban dimana sama sekali
tidak yakin diberi skor 1, sedikit yakin diberi skor 2, cukup yakin di
beri skor 3, dan sangat yakin diberi skor 4.

46
d. Transferring
Setelah melakukan editing, coding, skoring dan transferring
maka peneliti melakukan penyusunan data agar mudah dijumlah,
disusun dan ditata untuk disajikan dalam bentuk prosentase atau
narasi. Data yang diperoleh kemudian dikelompokan dan di
proses dengan menggunakan tabel tertentu.
J. Analisa Data
a. Analisa univariat
Analisa univariat terhadap tiap-tiap variabel dari hasil
penelitian analisis ini menghasilkan distribusi dan persentase dari
tiap variabel. Fungsi analisis univariat ini digunakan untuk
mendapatkan gambaran tentang distribusi frekuensi deskriptif
untuk melihat variabel independen mengenai self-efficay dan
variabel dependen kepatuhan minum obat
Suatu analisa yang digunakan untuk menganalisa tiap-tiap
variabel dari penelitian yang dilakukan, yang memiliki fungsi untuk
meringkas kumpulan-kumpulan data penelitian sehingga
menghasilkan suatu informasi yang berguna. Peringkasan dalam
penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan,
pendidikan, status pernikahan, lama pengobatan hipertensi, dan
berapa lama penderita terdiagnosa penyakit hipertensi.
b. Analisa bivariat
Analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berpengaruh atau berkolerasi (Notoadmojo. 2012). Analisa bivariat
dalam penlitian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis
penelitian yaitu terdapat hubungan self-efficacy dengan tingkat
kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi. kedua variabel
yang dihubungkan memilki skala ukur kategorik dan kategorik
sehingga dilakukan uji statistik chi-square dan jika tidak memenuhi
syarat dapat dilakukan dengan uji Mann-Whitney.

K. Etika Penelitian
a. Informed consent (persetujuan)
Bertujuan memberitahui responden mengenai maksud dan
tujuan dilakukan penelitian selama dalam pengumpulan data jika
responden bersedia untuk diteliti maka harus bersedia

47
menandatangani lembar persetujuan yang diberikan peneliti.
Apabila responden menolak untuk diteliti maka harus bersedia
menandatangani lembar persetujuan yang diberikan peneliti.
Apabila responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan
memaksa dan menghargai dan menghormati keputusan atau hak
responden.
b. Confidentiality (kerehasiaan)
Peneliti menjaga kerahasiaan data yang diperoleh dari
responden, data akan disajikan dalam kelompok tertentu yang
berhubungan dengan penelitian, sehingga rahasia responden
benar-benar terjamin.
c. anonytimy (tanpa nama)
menjaga kerahasiaan identitas responden, maka peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar persetujuan dan
kuisioner, tetapi hanya mencantumkan inisial.

48
DAFTAR PUSTAKA
Al-Noumani, H., Wu, J. R., Barksdale, D., Sherwood, G., AlKhasawneh, E., &
Knafl, G. (2019). Health beliefs and medication adherence in patients with
hypertension: A systematic review of quantitative studies. Patient Education
and Counseling, 102(6), 1045–1056.
https://doi.org/10.1016/j.pec.2019.02.022

Amila, A., Sinaga, J., & Sembiring, E. (2018). Self-Efficacy dan Gaya Hidup
Pasien Hipertensi. Jurnal Kesehatan, 9(3), 360.
https://doi.org/10.26630/jk.v9i3.974

Ardian, I. (2018). Signifikansi Tingkat Stres Dengan Tekanan Darah Pada Pasien
Hipertensi. Unissula Nursing Conference Call for Paper & National
Conference, 1(1), 152–156. https://doi.org/10.26532/.V1I1.2907.G2114

Besse Rawasiah, A., & Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Hasanuddin, R. (2012). Hubungan Faktor Konsumsi Makanan
Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmas Pattinggaloang
(Factors Related Food Consumption with Hypertension in the Elderly in
Pattingalloang ) Health Center. 1–9.

Chowdhury, H., Iinatti, J., & Pirinen, P. (2008). Broadband services on move in
the coverage of relay-based network. IEEE International Symposium on
Spread Spectrum Techniques and Applications, 227–231.
https://doi.org/10.1109/ISSSTA.2008.47

Elvivin., Lestari, H., & Ibrahim, K. (2015). Analisis Faktor Risiko Kebiasaan
Mengkonsumsi Garam, Alkohol, Kebiasaan Merokok dan Minum Kopi
Terhadap Kejadian Hipertensi pada Nelayan Suku Bajo di Pulau Tasipi
Kabupaten Muna Barat Tahun 2015. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat, 1–12. Retrieved from https://media.neliti.com/.../185583-ID-
analisis-faktor-risiko-kebiasa.

Fernandez, S., Chaplin, W., Schoenthaler, A. M., & Ogedegbe, G. (2008).


Revision and validation of the medication adherence self-efficacy scale

49
(MASES) in hypertensive African Americans. Journal of Behavioral
Medicine, 31(6), 453–462. https://doi.org/10.1007/s10865-008-9170-7

Flack, J. M., & Adekola, B. (2019). Blood pressure and the new ACC/AHA
hypertension guidelines. Trends in Cardiovascular Medicine, (xxxx).
https://doi.org/10.1016/j.tcm.2019.05.003

Gita, S. Y. O., Delmi, S., & Lestari, Y. (2015). Hubungan Merokok dengan
Kejadian Hipertensi pada Laki- Laki Usia 35-65 Tahun di Kota Padang.
Yashinta Octavian Gita Setyanda, 4(2), 434–440.
https://doi.org/10.1177/0963662510363054

Hasanah, M., Widodo, D., & Widiani, E. (2016). Hubungan obesitas dengan
hipertensi pada masyarakat di wilayah RW 13 Dusun Mojosari Desa
Ngenep Kecamatan Karangploso. Nursing News : Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Keperawatan, 1(2), 35–44.

Huang, Y. M., Shiyanbola, O. O., & Chan, H. Y. (2018). A path model linking
health literacy, medication self-efficacy, medication adherence, and
glycemic control. Patient Education and Counseling, 101(11), 1906–1913.
https://doi.org/10.1016/j.pec.2018.06.010

Jayanti, I. G. A. N., Wiradnyani, N. K., & Ariyasa, I. G. (2018). Hubungan pola


konsumsi minuman beralkohol terhadap kejadian hipertensi pada tenaga
kerja pariwisata di Kelurahan Legian. Jurnal Gizi Indonesia, 6(1), 65.
https://doi.org/10.14710/jgi.6.1.65-70

Katigbak, C., & Fontenot, H. B. (2018). A Primer on the New Guideline for the
Prevention, Detection, Evaluation, and Management of Hypertension.
Nursing for Women’s Health, 22(4), 346–354.
https://doi.org/10.1016/j.nwh.2018.06.003

Kawulusan, K. B., Katuuk, M. E., & Bataha, Y. B. (2019). Hubungan Self-Efficacy


Dengan Kepatuhan Minum Obat Hipertensi Di Puskesmas Ranotana Weru
Kota Manado. Jurnal Keperawatan, 7(1), 1–9.

50
Kemenkes.RI. (2014). Pusdatin Hipertensi. Infodatin, (Hipertensi), 1–7.
https://doi.org/10.1177/109019817400200403

Korneliani Kiki, M. D. (2012). Obesitas Dan Stress Dengan Kejadian Hipertensi..


Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Jurnal), 2(117–121).

Leo Marcos, F., Sánchez Miguel, P., Sánchez Oliva, D., Gómez Corrales, F., &
García Calvo, T. (2009). Análisis de las relaciones existentes entre la
orientación y el clima motivacional con los comportamientos antisociales en
jóvenes deportistas. Revista Iberoamericana de Psicología Del Ejercicio y El
Deporte, 4(1), 15–28.
Misgiarti, Ervina Ayu. (2015) Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pada
Pasien Hipertensi Di Poliklinik Jantung RSUD Dr.Saiful Anwar. Universitas
Brawijaya Malang.

Ma, C., Chen, S., Zhou, Y., & Huang, C. (2013). Treatment adherence of Chinese
patients with hypertension: A longitudinal study. Applied Nursing Research,
26(4), 225–231. https://doi.org/10.1016/j.apnr.2013.08.002

Morisky, D. E., Ang, A., Krousel-Wood, M., & Ward, H. J. (2008). Predictive
validity of a medication adherence measure in an outpatient setting. Journal
of Clinical Hypertension, 10(5), 348–354. https://doi.org/10.1111/j.1751-
7176.2008.07572.x

Riskesdas .(2018). Hasil Utama Riskesdas Kota Malang. Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia. (1-88).

Saad, A. M. J., Younes, Z. M. H., Ahmed, H., Brown, J. A., Al Owesie, R. M., &
Hassoun, A. A. K. (2018). Self-efficacy, self-care and glycemic control in
Saudi Arabian patients with type 2 diabetes mellitus: A cross-sectional
survey. Diabetes Research and Clinical Practice, 137, 28–36.
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2017.12.014

Sukma Noor Amira, Widyajanarko Bagoes, R. E. (2018). Faktor Faktor Yang


Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien Hipertensi Dalam Melakukan

51
Terapi Di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat (e-Jurnal), 6(5), 687–695.

Sulastri, D., Elmatris, E., & Ramadhani, R. (2012). Hubungan Obesitas Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Etnik Minangkabau Di Kota Padang.
Majalah Kedokteran Andalas, 36(2), 188.
https://doi.org/10.22338/mka.v36.i2.p188-201.2012

Sylvestris, A. (2017). Hipertensi Dan Retinopati Hipertensi. Saintika Medika,


10(1), 1. https://doi.org/10.22219/sm.v10i1.4142

Wu, M. P., Wu, S. F. V., Lee, M. C., Peng, L. N., Tsao, L. I., & Lee, W. J. (2019).
Health-promotion interventions enhance and maintain self-efficacy for adults
at cardiometabolic risk: A randomized controlled trial. Archives of
Gerontology and Geriatrics, 82(365), 61–66.
https://doi.org/10.1016/j.archger.2019.01.009

Yang, S., He, C., Zhang, X., Sun, K., Wu, S., Sun, X., & Li, Y. (2016).
Determinants of antihypertensive adherence among patients in Beijing:
Application of the health belief model. Patient Education and Counseling,
99(11), 1894–1900. https://doi.org/10.1016/j.pec.2016.06.014

zainudin, Asnnia, Yuniwati, irma. (2014). No Title. Jurnal of Nutrition Cellege,


3(4), 612–619.

52
LAMPIRAN

53
54
55
56
PENGANTAR INFORMED CONSENT

Dengan Hormat :

Nama : Yovia Mardiana Kendu

NIM : 1608 14201 519

Status : Mahasiswa ProgramPendidikan Ners STIKES Widyagama Husada


Malang

Tujuan : Untuk mengadakan penelitian dengan judul Hubungan Self-efficacy


dengan tingkat kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi
Di Puskesmas Dinoyo Kota Malang.

Apabila anda tidak keberatan, mohon mengisi lembar informed consent


(terlampir). Adapun identitas dan hasil cheklist anda kami jaga kerahasiaanya.

Malang, maret 2020

Yovia Mardiana Kendi


NIM: 1608 14201 519

57
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya telah membaca lembar permohonan persetujuan penelitian dan


mendapatkan penjelasan mengenai tujuan dan manfaat penelitian dengan Judul
Hubungan Self-Efficacy Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pada
Penderita Hipertensi Di Puskesmas Kota Malang.
Saya mengerti bahwa saya akan diminta jawaban pertanyaan tentang
perasaan dan kondisi kesehatan saya. Saya mengerti bahwa resiko yang akan
terjadi dalam penelitian ini tidak ada. Apabila ada pertanyaan yang menimbulkan
responden emosional, maka penelitian ini akan dihentikan.
Saya mengerti bahwa cacatan mengenai data penelitian ini akan
dirahasiakan. Informasi mengenai identitas saya tidak akan ditulis pada
instrument penelitian dan akan disimpan secara terpisah serta terjamin
kerahasiaannya.
Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan serta dalam
penelitian ini atau mengundurkan diri dari penelitian setiap saat tanpa adanya
sanksi atau kehilangan hak-hak saya.
Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai peran serta saya
dalam penelitian ini, dan telah dijawab serta dijelaskan secara memuaskan. Saya
secara suka rela dan sadar menyatakn bersedia berperan serta dalam penelitian
ini dengan menandatangani surat Persetujuan Menjadi Responden/Subyek
Penelitian.

Malang, maret 2020

Responden
Pembimbing I
Peneliti

(Nurma Afiani,S.Kep., Ners., M. Kep)


Yovia Mardiana kendu

58
KUISIONER

A. Identitas Responden
1. Nama Responden :
2. Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan
3. Umur :
4. Pendidikan terakhir
Tamat SD Tamat SMP
Tamata SMA Perguruan Tinggi
5. Pekerjaan
Tidak bekerja Wiraswasta
Buruh Pegawai Negeri
TNI/POLRI
Pelajar/mahasiswa Dan lain-lain
6. Status pernikahan
Sudah menikah Belum menikah
7. Tekanan Darah :
8. Jenis obat/ dosis obat :
9. Lama pengobatan :
10. Frekuensi pengobatan :
11. Waktu pengobatan :
B. Kepatuhan Minum Obat
Bacalah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda checklist ()
pada kotak. Ya atau Tidak sesuai pilihan jawabn anda. Jika anda ingin
mengganti jawaban, silahkan mencoret jawaban (X) kemudian
menuliskan kembali tanda () pada jawaban yang baru dengan
pernyataan yang sama.

N Pertanyaan Ya Tidak
o (1) (0)
1 Apakah Bapak/Ibu/saudara/saudari terkadang lupa minum
obat ?
2 Selama dua minggu terakhir, adakah Bapak/Ibu pada suatu
hari tidak meminum obat ?

59
3 Apakah Bapak/Ibu pernah mengurangi atau menghentikan
penggunaan obat tanpa memberi tahu ke Dokter karena
merasakan kondisi lebih buruk/tidak nyaman saat
menggunakan obat ?
4 Saat melakukan perjalanan atau meninggalkan rumah,
apakah Bapak/Ibu kemarin menerima semua obat ?
5 Apakah Bapak/Ibu kemarin meminum semua obat
6 Saat merasa keadaan membaik, apakah Bapak/Ibu
terkadang memilih untuk berhenti meminum obat?
7 Sebagian orang merasa tidak nyaman jika harus meminum
obat setiap hari, Apakah Bapak/Ibu pernah merasa
terganggu karena keadaan seperti itu?
8 Berapa kali Bapak/Ibu lupa minum obat ?
a. Tidak pernah (0)
b. Sekali-kali (1)
c. Terkadang (1)
d. Biasanya (1)
e. Setiap saat (1)

C. Self-Efficacy
Isilah pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda checklist () pada
kotak Sangat Tidak Yakin, Sedikit Yakin, Cukup Yakin, dan Sangat Yakin
sesuai pilihan jawaban anda, jika anda ingin mengganti jawaban, silahkan
mencoret jawaban (X) kemudian menuliskan kembali tanda checklist ()
pada jawaban yang baru dengan pertanyaan yang sama.

Seberapa yakinkah bapak/Ibu dapat mengambil obat tekanan darah

Sangat Sedikit Cukup Sangat


No Pertanyaan Tidak Yakin Yakin Yakin
Yakin
1 2 3 4
1 Saat Anda sibuk di rumah
Ketika tidak ada yang
2 mengingatkan Anda
Mengurangi tekanan
emosional yang
3 disebabkan oleh
hipertensi sehingga tidak
mempengaruhi kehidupan
sehari-hari anda
Ketika Anda tidak memiliki
4 gejala apa pun
Saat anda bersama

60
5 anggota keluarga
6 Saat anda berada di
tempat umum
Kapan harus mengunjungi
7 dokter ketika merasakan
tanda-tanda peningkatan
tekanan darah
8 Saat anda bepergian
Saat Anda meminumnya
9 lebih dari sekali sehari
Ketika Anda memiliki obat
10 lain untuk diminum
11 Saat Anda merasa baik-
baik saja
Anda yang menderita
12 hipertensi harus
melakukan tugas-tugas
dan kegiatan yang
berbeda-beda untuk
menjaga kesehatan.
Apakah anda yakin dapat
melakukan segala hal
yang dibutuhkan untuk
mengelola hipertensi
secara teratur ?
Jadikan minum obat
13 sebagai bagian dari
rutinitas Anda

PERSYARATAN KEASLIAN PENULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Yovia Mardiana Kendu

NIM : 1608 14201 519

61
Program studi : Pendidikan Ners STIKES Widyagama Husada Malang

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar
hasil karya saya sendiri, bukan merupakan mengambil alihan tulisan atau pikiran
orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila
dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa skripsi ini adalah hasil jiplakan, maka
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Malang,

Mengetahui Yang membuat pernyataan


Kaprodi Pendidikan Ners

( ) ( )

Lampiran 6. Kesediaan Bimbingan Praproposal (Pembimbing 1)

62
Lampiran 7. Kesediaan Bimbingan Praproposal (Pembimbing 2)

63
Lampiran 8. Lembar Konsultasi (Pembimbing 1)

64
Lampiran 9. Lembar Konsultasi (Pembimbing 2)

65

Anda mungkin juga menyukai