Anda di halaman 1dari 49

HUBUNGAN PENGGUNAAN GADGET DENGAN KETAJAMAN

NILAI VISUS MATA PADA ANAK


SEKOLAH DASAR NEGERI
118253 LONDUT

PROPOSAL

OLEH

HAFNI SRI MEISITHO


NPM : 17.11.070

INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA DELITUA

FAKULTAS KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

T.A 2020/2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abad ke 21 merupakan masa dimana Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(IPTEK) mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama dibidang alat

komunikasi (Sunita & Mayasari, 2018). Teknologi diciptakan untuk mempermudah

urusan manusia. Berbagai macam jenis teknologi yang tidak terhitung jumlahnya

dapat dijumpai di zaman modern ini. Salah satu contoh teknologi yang sangat popular

adalah gadget, setiap orang menggunakan gadget dengan teknologi yang modern

seperti televisi, telepon genggam, laptop, komputer, tablet, smartphone dan lain-lain

(Subarkah,2019).

Pada era globalisasi seperti ini, media interaksi seseorang untuk melakukan

interaksi sosial, khususnya untuk melakukan kontak sosial maupun berkomunikasi

antar satu dengan yang lainnya tidaklah susah, hanya dengan menggunakan gadget

seseorang bisa berinteraksi satu dengan yang lain (Juliandi,2018).

Gadget merupakan barang canggih yang diciptakan dengan berbagai aplikasi

yang dapat menyajikan berbagai media berita, jejaring sosial, hobi, bahkan hiburan.

Barang canggih ini tidak hanya sekedar dijadikan media hiburan semata tapi dengan

aplikasi yang terus diperbaharui gadget wajib digunakan oleh orang-orang yang

memiliki kepentingan bisnis, atau pengerjaan tugas kuliah dan kantor, akan tetapi

pada faktanya gadget tak hanya digunakan oleh orang dewasa atau lanjut usia (22

tahun ke atas), remaja (12-21 tahun), tapi pada anak-anak (7-11 tahun), dan lebih
ironisnya lagi gadget dugunakan untuk anak usia (3-6 tahun), yang seharusnya belum

layak untuk menggunkan gadget (Juliadi, 2018).

Tampilan tulisan pada layar gadget saat ini ukurannya lebih kecil daripada

tulisan yang tertera pada buku. Hal ini membuat para pengguna gadget membaca

tulisan dalam jarak yang cukup dekat, sehingga dapat menimbulkan gejala-gejala

gangguan pada penglihatan seperti mata lelah, penglihatan buram, penglihatan ganda,

pusing, mata kering serta ketidaknyamanan pada mata saat melihat sesuatu objek baik

dekat atau jauh (Randy Richter,dkk, 2018).

Indonesia menempati urutan pertama pada prevalensi kelainan refraksi

penyakit mata dengan ditemukan jumlah penduduk yang menderita kelainan refraksi

hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa. Angka kelainan refraksi di

Indonesia mencapai 22,1% yang diantaranya dialami oleh anak usia sekolah sebanyak

10% (Pertiwi,2019)

World Health Organization (WHO) Melalui vision 2020 ketersediaan data

mengenai keadaan kebutaan dan gangguan penglihatan di suatu wilayah atau Negara

melalui metode survey yang dapat diandalkan. Secara global, diperkirakan sekitar 1,3

miliar orang hidup dengan beberapa bentuk gangguan penglihatan. Berkenaan dengan

penglihatan jarak, 188,5 juta orang memiliki gangguan penglihatan ringan, 217 juta

memiliki gangguan penglihatan sedang hingga berat, dan 36 juta orang buta,

sehubungan dengan penglihatan dekat, 826 juta orang hidup dengan gangguan

penglihatan dekat (WHO, n.d. dalam Nur Khalid,2019).

Perhitungan jumlah penduduk dengan kebutaan dan Severe Low Vision Tahun

2013. Prevalensi kebutaan penduduk umur 6 tahun keatas tertinggi ditemukan di


Gorontalo (1,1%), diikuti Nusa Tenggara Timur (1,0%), Sulawesi Selatan dan

Bangka Belitung (masing-masing 0,8%). Prevalensi kebutaan terendah ditemukan di

Papua (0,1%) diikuti Nusa Tenggara Barat dan di Yogyakarta (masing-masing 0,2%).

Prevalensi severe low vision penduduk umur 6 tahun ke atas secara nasional sebesar

0,9 persen. Prevalensi severe low vision tertinggi terdapat di Lampung (1,7%) diikuti

Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Barat (masing-masing 1,6%). Provinsi dengan

prevalensi severe low vision terendah adalah di Yogyakarta (0,3%) diikuti oleh Papua

Barat dab Papua (masing-masing 0,4%) (Kemenkes RI, dalam Nur Khalid,2019).

Data terakhir tentang prevalensi gangguan penglihatan diperoleh melalui survey

Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) di 15 provinsi pada periode tahun

2014-2019 yang direkomedasikan oleh WHO diperoleh data pada tahun 2016 di

provinsi Sumatera Utara dengan gangguan penglihatan (1,7% ).

Anak merupakan buah hati orang tua yang sangat berharga. Orang tua akan

merasa bangga dengan kebiasaan anak duduk di barisan bangku terdepan yang identik

dengan anak yang rajin dan antusiasme belajar tinggi, tentunya ini hal baik bagi orang

tua. Akan tetapi, bisa saja kebiasaan baik itu terjadi karena penglihatan si anak yang

mulai terganggu. Berdasarkan redaksi majalah 1000 Guru, gangguan fungsi

penglihatan merupakan masalah kesehatan yang serius, sebab terganggunya proses

melihat dapat menurunkan produktivitas dan kualitas hidup seseorang (Pertiwi,2019).

Pada siswa SD (Usia 7-11 Tahun), adalah tahap perkembangan menjelajahi

dan berhubungan langsung dengan lingkungan sekitar. Pada tahap ini anak-anak suka

dengan hal-hal baru yang tidak didapatkan dari bermain dengan teman sebayanya.

Sering juga untuk menjelajahi dan mencari jawaban atas rasa penasaran mereka
memanfaatkan aplikasi gadget untuk mencari jawabannya. Selain itu karna gadget

adalah hal baru dan menarik dengan adanya aplikasi game online sehingga lebih

senang menghabiskan waktu dengan bermain game online. Seyogyanya anak di usia

tersebut bermain dengan teman-temannya (Witarsa et al.,2018).

Periode anak usia sekolah terdapat banyak permasalahan kesehatan yang

sangat menentukan kualitas anak dikemudian hari. Masalah kesehatan yang sering

terjadi pada anak usia sekolah seperti kurangnya pelaksanaan Prilaku Hidup Bersih

dan Sehat (PHBS) misalnya sepert cara menggosok gigi yang tidak benar, cara

mencuci tangan yang tidak benar, terdapatnya karies gigi, kecacingan, masalah gizi,

dan kelainan refraksi/gangguan ketajaman penglihatan (Depkes, 2018).

Gadget berpengaruh besar terhadap kehidupan anak-anak dan orang dewasa.

Beraneka ragam jenis gadget seperti smartphone, notebook dan tablet yang beredar

dipasaran merupakan bukan barang mewah lagi karena harganya terjangkau. Bahkan

ada orang tua yang memfasilitasi anaknya menggunakan gadget. Padahal dampak

dari hal ini membuat anak tidak mau berbaur dengan temannya, anak cenderung lebih

banyak bermain dengan gadgetnya (Witarsa et al.,2018).

Penggunaan gadget lebih dari 2 jam memberikan kerentanan mengalami

Computer Vision Syndrome (CVS) (Penambunan, Rumampuk and Moningka,2019).

Anak yang tidak memperhatikan durasi dan frekuensi penggunaan gadget akan

berdampak mengakibatkan mata kering, iritasi mata dan sulit untuk focus sementara

waktu (Novema, 2019).

Ketajaman penglihatan atau visus adalah suatu kemampuan mata dalam

membedakan bagian-bagian yang sangat spesifik baik objek atau suatu permukaan.
Kelainan pada ketajaman penglihatan merupakan gejala yang paling umum

dikeluhkan oleh orang yang mengalami gangguan penglihatan. Pada anak usia

sekolah, hal ini merupakan salah satu masalah yang paling sering terjadi terhadap

tingkat ketajaman penglihatan (Randy Richter,dkk,2018). Tajam penglihatan

didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk melihat suatu objek yang menjadi

indicator primer kesehatan mata dan system visual (Julita, 2018).

Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata.

Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan

mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Untuk mengetahui tajam

penglihatan seseorang dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan kartu

Snellen (Snellen Chart) atau tumbling E (Sudirman, 2020).

Menurut hasil wawancara survey awal yang telah dilakukan pada hari Senin

11 Januari 2021 dengan 7 sampel responden anak kelas 5 Sekolah Dasar Negeri

118253 yang menggunakan smartphone hanya bertujuan untuk bermain game,

responden bermain game selama 5 jam per hari namun tidak secara terus menerus.

Responden juga mengeluh setelah bermain game mereka merasakan mata pedih dan

lelah.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka peneliti ingin

melakukan penelitian tentang “Hubungan Penggunaan Gadget Dengan Ketajaman

Nilai Visus Mata Pada Anak Sekolah Dasar Negeri 118253 Londut”.

1.2 Rumusan Masalah

Adakah hubungan penggunaan gadget dengan ketajaman nilai visus mata

pada anak di sekolah dasar negeri 118253 londut ?


1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis hubungan penggunaan gadget dengan ketajaman nilai visus

mata pada anak di sekolah dasar negeri 118253 londut

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Menambah informasi dan referensi untuk penelitian berikutnya, serta

menambah dan meberikan pengetahuan keperawatan tentang bagaimana mencegah

penurunan ketajaman nilai visus mata.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi responden

Siswa mengetahui apa saja dampak buruk dari penggunaan gadget secara

salah dan berlebihan

2. Bagi institusi pendidikan

Membatasi dan mengontrol para siswa agar tidak membawa gadget pada saat

sekolah. Dan menindak tegas bagi siswa yang menggunakan gadget di luar

kewenangannya.

3. Bagi kampus

Hasil penelitian yang diadakan dapat menjadi referensi tambahan untuk

pengembangan pengetahuan dalam pendidikan dan perlengkapan bahan

pustaka tentang hubungan penggunaan gadget dengan ketajaman nilai visus

mata.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gadget

2.1.1 Pengertian gadget

Gadget adalah sebuah istilah dalam bahasa Inggris yang mengartikan sebuah

alat elektronik kecil dengan berbagai macam fungsi khusus. Gadget (Bahasa

Indonesia: acang) adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Inggris untuk merujuk

pada suatu peranti atau instrument yang memiliki tujuan dan fungsi praktis spesifik

yang berguna yang umumnya diberikan terhadap sesuatu yang baru. Gadget dalam

pengertian umum dianggap sebagai suatu perangkat elektronik yang memiliki fungsi

khusus pada setiap perangkatnya (Chusna, 2017).

Gadget sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan pribadi

manusia masa kini dan merupakan barang yang akrab dengan masyarakat. Ada

berbagai jenis gadget seperti notebook, tablet PC, smartphone, handphone, video

gadget, audio gadget, game gadget dan beragam jenis gadget lainnya dengan

kecanggihan masing-masing, bahkan beberapa jenis gadget mampu melakukan

berbagai aktivitas sekaligus secara bersamaan (Wahyu dkk, 2019).

2.1.2 Manfaat gadget

Gadget mempunyai fungsi dan manfaat yang relatif sesuai dengan

penggunaannya seperti menurut Puji Asmaul Chusna (2017:318-319). Fungsi dan

manfaat gadget secara umum diantaranya :

1. Komunikasi
Pengetahuan manusia semakin luas dan maju. Jika zaman dahulu manusia

berkomunikasi melalui batin, kemudian berkembang melalui tulisan yang

dikirimkan melalui pos. Sekarang zaman era globalisasi manusia dapat

berkomunikasi dengan mudah, cepat, praktis dan lebih efisien dengan

menggunakan handphone.

2. Sosial

Gadget memiliki banyak fitur dan aplikasi yang tepat untuk kita dapat berbagi

berita, kabar dan cerita. Sehingga dengan pemanfaatan tersebut dapat

menambah teman dan menjalin hubungan kerabat yang jauh tanpa harus

menggunakan waktu yang relatif lama untuk berbagi.

3. Pendidikan

Seiring berkembangnya zaman. Sekarang belajar tidak hanya terfokus dengan

buku. Namun melalui gadget kita dapat mengakses berbagai ilmu

pengetahuan yang kita perlukan. Tentang pendidikan, politik, ilmu

pengetahuan umum, agama, tanpa harus repot pergi ke perpustakaan yang

mungkin jauh untuk di jangkau.

2.1.3 Dampak gadget

Dampak yang diberikan gadget tergolong menjadi dua, yaitu dampak positif

dan negative (Chusna, 2017) :

1. Dampak positif

a. Mempermudah komunikasi
Dalam hal ini gadget dapat mempermudah komunikasi dengan orang lain

yang berada jauh dari kita dengan cara sms, telepon atau dengan semua

aplikasi yang dimiliki dalam gadget kita.

b. Menambah pengetahuan

Dalam hal pengetahuan kita dapat dengan mudah mengakses atau mencari

situs tentang pengetahuan dengan menggunakan aplikasi yang berada

disalam gadget kita. Contoh aplikasi : Detik.Compas.Com, dan lainnya.

c. Menambah teman

Dengan banyaknya jejaring sosial yang bermunculan akhir-akhir ini kita

dapat dengan mudah menambah teman melalui jejaring sosial yang ada

melalui gadget yang kita miliki.

d. Munculnya metode-metode pembelajaran yang baru

Dengan adanya metode pembelajaran ini, dapat memudahkan siswa dan

guru dalam proses pembelajaran. Dengan kemajuan teknologi terciptalah

metode-metode baru yang membuat siswa mampu memahami materi-

materi yang abstrak karena materi tersebut dengan bantuan teknologi bisa

dibuat abstrak.

2. Dampak negatif

a. Merusak mata

Jika anda pernah merasa mata lelah dan perih saat melihat ponsel, tidak

mengherankan sebenarnya. Karena ketika mata di ajak terus-menerus fokus

pada benda kecil mata akan kering dan di tingkat paling ekstrim bisa

menderita infeksi.
b. Mengubah postur tubuh

Kristen Lord seorang ahli fisioterafi mengungkapkan bahwa tubuh bereaksi

akan kebiasaan yang dilakukan sehari-hari. Ketika kerap melihat ponsel

leher dan pundak turut terkena efeknya.

c. Kulit wajah kendur

Dr.Sam Bunting seorang ahli dermatologi mengungkapkan banyak

perempuan di usia 30 tahun yang mengalami masalah kulit di bagian wajah

khususnya rahang yang mulai menurun. “ Seiring usia elastisitas kulit

menurun ditambah lagi dengan kebiasaan melihat ke bawah saat bersama

ponsel dalam durasi lama. Hal ini akan membuat kulit menurun

kualitasnya”.

d. Mengganggu pendengaran

Hampir setiap pengguna ponsel atau tablet tampak mengenakan headphone

untuk mendengarkan musik. Namun ini tidak baik jika terus-menerus

dilakukan. Apalagi dengan volume yang terlalu besar.

e. Mengganggu saat istirahat

Computer, laptop, tablet dan ponsel mengganggu hormone melatonin yang

akan turun membuat tidur jadi terganggu. Sebuah riset dari mayo Clinic di

Arizona menganjurkan agar setiap orang menurunkan kadar cahaya di

ponsel lebih rendah sehingga tidak begitu mengganggukala malam hari.

Saat beristirahat ada baiknya ponsel dalam keadaan silent atau jauhkan dari

tempat tidur.
Penggunaan gadget memberikan dampak terhadap penggunanya. Kemudahan

dalam bidang teknologi membuat pengguna mempunyai pendapat yang berada dalam

konteks akibat setalah menerima teknologi tersebut. Ada dampak positif

(meningkatkan semangat belajar anak) tetapi juga ada dampak negatifnya (berdampak

kepada kemalasan karena anak-anak lebih mementingkan gadget nya daripada

pembelajarannya). Itulah beberapa dampak yang disebabkan penggunaan gadget pada

anak-anak.

2.1.4 Radiasi monitor pada gadget

Radiasi merupakan energi yang ditransmisikan, dikeluarkan atau diabsorbsi

dalam bentuk partikel energi atau gelombang elektromagnettik. Lamanya radiasi yang

menyinari tubuh khususnya mata walaupun dengan intensitas rendah akan tetapi

dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan gangguan fisiologis (Ningsih, 2017).

Suatu sinar yang disebut high energy visible atau heV atau dikenal sebagai

blue light adalah salah satu bagian dari spektrum cahaya yang berada diantara biru

dan violet adalah cahaya yang sangat kuat dan dihasilkan oleh peralatan elektronik

modern bahkan bohlam fluoresens. Cahaya ini menjadi salah satu penyebab masalah

penglihatan, yaitu katarak dan amD (Age-related macular degeneration). Mata yang

terekspos terlampau lama oleh heV akan berdampak pada retina, heV penetrasi ke

pigmen macula pada mata dan menyebabkan kerusakan perlindungan mata sehingga

mata akan lebih rentan terhadap paparan heV dan degenerasi sel (Penambunan

dkk,2019).
2.2 Konsep Kesehatan Mata

2.2.1 Definisi mata

Optik merupakan alat bantu penglihatan yang penting dalam kehidupan, salah

satunya adalah mata. Mata merupakan indra penglihatan yang dapat menangkap

berkas cahaya yang dipantulkan dari sebuah benda. Jika lensa yang dilalui cahaya

menjadi sangat kecil sehingga ukurannya mendekati panjang gelombang dari cahaya

tersebut, maka munculah fenomena difraksi (Penambunan dkk, 2019).

Mata adalah salah satu organ yang sangat kompleks, terdiri dari berbagai

struktur yang saling bekerja sama untuk memberikan suatu indera penglihatan. Mata

merupakan organ yang sangat penting dan berfungsi dalam menganalisis secara

cermat dari sebuah bentuk, intensitas cahaya, serta warna yang dipantulkan oleh suatu

objek yang akan digunakan untuk mengumpulkan, memproses, atau memberikan

informasi visual dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari (Randy Richter dkk,

2018).

2.2.2 Anatomi fisiologis mata

1. Alat tambahan pada mata

Alat tambahan pada mata terdiri dari alis, palpebral atau kelopak mata, bulu

mata dan aparatus lakrimalis (M Iswari & Nurhastuti, 2018).

a. Alis mata, adalah rambut kasar yang terdapat di atas mata secara melintang

dan tersususn rapi, alis mata ini berfungsi untuk memperindah dan

melindungi mata dari keringat.

b. Kelopak mata, adalah bagian mata yang dapat di gerakkan untuk membuka

dan menutup mata. Kelopak mata ini ada bagian atas dan bagian bawah.
Kelopak mata bagian atas mempunyai otot yang disebut levator palpebrae

yang dapat menarik mata untuk terbuka, sedang kelopak mata bawah

mempunyai otot orbicularis okuli untuk menutup mata.

c. Bulu mata, ialah bulu yang terletak pada ujung kelopak mata yang

berfungsi untuk memperindah mata.

d. Aparatus lakrimalis, adalah saluran yang mengalirkan air mata menuju

konjungtiva kelopak mata atas. Air mata ini berfungsi untuk membasahi

dan membersihkan bola mata, kedipan mata pun dapat membantu

penyebaran air mata. Sebagian air mata akan menguap dan sebagian lagi

masuk kedalam punkta lakrimalis di kelopak mata atas dan bawah disudut

dalam mata. Air mata ini mengalir ke kanalis lakrimalis dan bermuara di

rongga hidung, maka apabila seseorang sedang menangis akan

mengeluarkan cairan dari hidung.

2. Bola mata

Bola mata manusia berbentuk bulat dan agak pipih dari atas ke bawah. Hal ini

disebabkan oleh selama berhubungan sejak bayi bola mata selalu tertekan oleh

kelopak mata atas dan bawah. Bola mata mempunyai diameter 24-25 mm, 5/6

bagiannya terbenam dalam rongga mata dan hanya 1/6 bagian yang tampak dari luar.

Bola mata dilindungi oleh pelupuk mata atas dan bawah. Untuk melihat mata

dapat terbuka dan bila tidur mata akan menutup. Bola mata ini dapat bergerak ke kiri,

ke kanan, dan ke bawah. Gerakan ini dilakukan oleh otot mata.

Bola mata ini terdiri dari dua lengkung lingkaran :


a. Lengkung lingkaran bahagian depan yang disebut kornea, bersifat

transparan (bening) dan tembus cahaya.

b. Lengkung lingkaran bahagian belakang yang disebut jaringan pengikat atau

padat tidak tembus cahaya dan berfungsi untuk penyokong bola mata yang

di sebut sclera.

Bola mata dibagi dua oleh suatu sumbu yang disebut sumbu Anatomis

(Anatomical Axis). Bila suatu cahaya masuk ke bola mata, cahaya tersebut tidak

mengikuti sumbu anatomis, melainkan mengikuti suatu sumbu yang jatuh tepat pada

bintik kuning. Sumbu tersebut dinamakan sumbu penglihatan (Visual axis). Sumbu

anatomis dengan sumbu penglihatan tidak berhimpitan, tapi keduanya perpotongan

membentuk sudut penglihatan sebesar 1’ (satu menit) dan disebut sumbu penglihatan

Minimal. Pada mata normal dengan sudut 1’ seseorang mempunyai sudut penglihatan

secara jelas.

Gambar 1 : Sudut Penglihatan (M Iswari & Nurhastuti, 2018)


Bola mata itu adalah :

a. Selaput tanduk (kornea) yaitu selaput bening dibagian depan bola mata

yang berguna untuk melewatkan cahaya yang masuk dari luar.

b. Selaput pelangi (iris) adalah bagian mata yang mengandung zat warna

(hitam, coklat, hijau, atau biru).

c. Anak mata (pupil) yaitu lubang pada bagian tengah iris yang berguna

dalam mengatur besar kecilnya cahaya yang masuk.

d. Lensa mata, dapat menjadi cembung atau pipih berguna dalam mengatur

pembentukan bayangan.

e. Selaput keras (sclera) yaitu bagian terluar dari bola mata yang berguna

untuk melindungi bagian dalam bola mata.

f. Selaput koroid yaitu bagian tengah bola mata yang berupa selaput tipis, di

dalamnya terdapat banyak saluran darah. Berwarna coklat yang banyak

mengandung zat warna (pigmen).

Selaput jala (retina) yaitu bagian terdalam dari bola mata, berguna untuk

menangkap bayangan.

g. Bintik kuning yaitu daerah yang sangat mudah menerima cahaya yang

masuk.

3. Dinding bola mata

Terdiri dari tiga lapisan, yaitu :

a. Tunica Vibrosa (Lapisan bagian luar). Merupakan suatu jaringan pengikat,

terdiri dari dua bagian yaitu : 1) bagian depan disebut kornea yang tembus
cahaya, dan 2) bagian belakang disebut sclera yang tidak tembus cahaya.

Keduanya merupakan pelindung bola mata serta membentuk bola mata.

b. Tunica Vaskulosa (Lapisan bagian tengah)

Lapisan ini banyak mengandung pembukuh darah. Bahagian belakang

disebut koroid yang banyak mengandung pigmen. Ke arah depan koroid

melanjutkan diri sebagai iris dan korpus siliare yang mengandung otot

polos dinamakan muskulus ciliaris. Kedua ujung iris membatasi lubang

yang dinamakan pupil yang berfungsi sebagai diafragma pada alat kamera

utnuk mengattur banyaknya kamera yang masuk kedalam bola mata. Dari

corpus ciliaris kita dapatkan batang jaringan ikat yang dinamakan zomula

zoonii yang berfungsi untuk mengikat lansa mata.

c. Tunica Nervosa (lapisan bahagian dalam)

Merupakan lapisan yang penting terdiri dari jaringan saraf. Didalamnya ada

reseptor penglihatan yaitu : sel batang (bacilli) yang berfungsi melihat

senja/gelap dan sel kerucut (conii) berfungsi untuk melihat terang/warna.

Kedua ini terletak dalam suatu lapisan yang dinamakan retina. Lapisan

retina terbentang dari bahagian depan tepat pada corpus ciliaris yang

dinamakan ota serata dank e arah belakang akan keluar dari bola mata

melalui papilla nervopici sebagai nervus optikus.

Pada bagian retina ini ada dua yang terpenting, yaitu :

1) Bintik kuning (vovea centralis)


Bagian ini merupakan yang paling peka terhadap kemampuan

melihat atau kemampuan menerima reaksi penglihatanpaling

cepat.

2) Bintik buta (blind spot)

Disebut demikian karena bahagian ini tidak mengandung reseptor

penglihatan baik sel batang maupun sel kerucut sehingga tidak

berfungsi untuk melihat. Nama lain dari bintik buta adalah papilla

nervus optice yaitu tempat keluarnya nervus opticus.

4. Cairan bola mata

Sebab-sebab bola mata selalu mempunyai bentuk yang bulat karena di dalam

bola mata berisi cairan yang selalu konstan atau tetap volumenya (7 cc).

Ada 2 macam cairan, yaitu :

a. Cairan yang terletak di depan lensa

Cairan ini jernih dan encer seperti air disebut juga dengan “humor aqueus

atau HA” yang selama produksinya selalu konstan. Bila suatu hal produksi

dari sekresi ini terganggu maka HA akan tertimbun dalam bola mata

mengakibatkan tekanan intra okuler meninggi. Kelainan ini disebut

“Gloucoma”.

b. Cairan yang terletak di belakang lensa

Cairan yang disebut corpus vitreum ini jernih tapi konsistensinya atau

kepekatannya seperti agar-agar. Agar cahaya atau benda yang dilihat dapat

sampai ke retina (bintik kuning) maka cahaya tadi harus melalui : “Cornea

– humor aqueus – lensa – corpus citreum – bintik kuning”.


Intstrumen tersebut harus bening dan tembus cahaya. Media yang bening

tembus cahaya ini disebut media refraksi. Homur aqueus atau cairan yang

terletak di depan lensa diproduksi oleh corvus coliare, dibuang melalui

“Cannal of schleman”.

5. Saraf penglihatan (nervus opticus)

Nervus opticus dari mata kanan dan mata kiri setelah keluar dari bola mata

akan saling bersilangan pada suatu tempat yang dinamakan “Chiasma Opticus”.

Persilangannya bersifat parsial crossing, hanya nervus opticus bagian tengah yang

saling menyilang, sedangkan nervus opticus bagian tepi tidak menyilang.

Dari Chiasma Opticus, saraf optikus (saraf penglihatan) melanjutkan diri

sebagai traktus opticus. Secara anatomi fisiologi traktus optikus berbeda dengan

nervus opticus.

Kalau nervus opticus unsur-unsur sarafnya hanya berasal dari satu bola mata

bila ini megalami kerusakan, maka hanya satu bola mata yang mengalami kerusakan.

Sedangkan traktus opticus unsur-unsur sarafnya berasal dari kedua bola mata. Bila ini

mengalami gangguan maka kedua bola mata akan mengalami kerusakan.

Traktus opticus akan berganti saraf pada cospus geniculatum (CGL), dari

CGL akan keluar suatu saraf yang menyebar berbentuk kipas yang dinamakan

“Radiatio Optical Gratiolet (ROG)”. ROG akan berakhir di otak pada cortex cerebi

occopitalis Area Broadman 17,18,19 pada fissure calcarina. Apabila rangsang

penglihatan sampai pada pusat ini maka kita akan sadar dengan apa yang kita lihat.

Nama lain dari jalan tersebut adalah Tractus Geniculo Calcarina.


6. Kelainan mata yang bersifat optis

a. Kelainan fisiologis

Kelainan itu terjadi pada usia 40 tahun ke atas dan dinamakan

“Presbyopia”, yaitu lensa mata mulai kaku tidak bisa berkomunikasi

sehingga tidak dapat melihat dekat. Hal ini disebabkan oleh lensa

kehilangan elastisnya karena bertambahnya usia.

b. Kelainan fatologis

Kelainan ini tidak selalu terjadi pada setiap orang. Adapun kelainannya

adalah : Myopia, Hipermetropia, Astigmatis.

1) Myopia (terang dekat), pada kasus ini sinar sejajar yang berasal dari

tempat yang tak terhingga, oleh lensa dibiaskan langsung jatuh di depan

retina, sehingga bayangan menjadi kabur.

Penyebab adalah : sumbu mata lebih panjang dari mata normal,

sedangkan indeks bias dari lensa mata normal, sehingga bayangannya

jauh pada retina. (Myopia Axsis/sumbu).

Bila indeks bias dari lensa mata lebih kuat, sedangkan sumbu mata

normal, sehingga bayangan benda difokuskan di depan retina (Myopia

indeks bias). Koreksi untuk myopia digunakan lensa negative (-).

2) Hypermetropia (terang jauh)

Pada keadaan ini sinar sejajar yang di terima dibiaskan oleh lensa ke

belakang retina, sehingga bayangannya akan kabur.

Penyebabnya adalah : sumbu mata lebih pendek dari mata normal

padahal indeks bias dari lensa mata normal bayangannya jatuh pada
retina (hipermetropia axis). Jika indeks bias dari lensa mata terlalu

lemah, sedangkan sumbu mata normal, maka bayangan benda jatuh di

belakang retina (hypermetropia indeks bias). Untuk kelainan ini

dikoreksi dengan lensa positif (+).

3) Astigmatisme

Yaitu tidak sesuainya lengkung vertical dengan lengkung horizontal

bola mata. Fisiologisnya terdapat pada semua orang namun hal ini tidak

mengganggu penglihatan. Koreksi untuk orang astigmatisme

menggunakan lensa silindris.

7. Pergerakan bola mata

Bola mata dapat digerakkan ke segala arah sesuai dengan keinginan kita

karena pada bola mata terdapat otot-otot pergerakan bola mata.

a. Nervus III : adalah occulomotorius yang terdiri dari :

1) MRM (Muscullus Rektus Media), menggerakkan bola mata ke arah dalam

2) MRS (Muscullus Rektus Superior), adalah menggerak-kan bola mata ke arah

dalam mata.

3) MR I (Muscullus Rektus Inferior), adalah menggerak-kan bola mata ke arah

dalam bawah.

4) MR II (Muscullus Oblicus Inferior), adalah menggerak- kan bola mata ke arah

luar bawah.

b. Nervus IV : adalah : Troklearis

MOS (Muskullus Obliqus Superior), adalah menggerak-kan bola mata ke arah

luar atas.
c. Nervus VI : adalah Abducen

MRL (Muskullus Rektus Lateral), adalah menggerak-kan bola mata ke arah

luar atau samping. Pada mata normal ketiga otot penggerak bola mata ini akan

bekerja secara lingkaran, yang dinamakan “ORTHOPORIA”.

Gangguan gerakan otot bola mata terjadi bila otot tersebut lumpuh yang

disebabkan oleh rusaknya saraf, atau kekuatan ototnya berkurang yang dinamakan

“Occulair Masculair Imbalance”. Gangguan dari gerakan otot mata menyebabkan :

Gerakan bola mata terbatas, terjadi strabesinus (juling), penglihatan kembar (ptosis),

Kelainan dari otot penggerak bola mata :Kelainan bersifat manifest, Kelainan bersifat

latent.

1. Kelainan yang bersifat Manifest :

Penyebabnya : Otot lumpuh karena saraf rusak

Gejalanya : mata pada saat istirahat maupun bergerak bola mata kelihatan

juling ke arah dalam (strabismus konvergen) yang rusak adalah nervus

troklearis.

2. Kelainan yang bersifat latent adalah disebabkan oleh kekuatan ototnya yang

berkurang.

Gejalanya: pada waktu istirahat mata kelihatan normal, gejala juling baru

kelihatan bila mata melakukan gerakan.

Kelainanya :

Exophoria : Tedensi juling ke arah luar.

Endophoria : Tedensi juling ke arah dalam.

Hyperphoria : Tedensi juling ke arah atas/bawah.


2.3 Konsep Ketajaman Penglihatan

2.3.1 Definisi

Ketajaman penglihatan atau visus adalah kemampuan mata seseoramg untuk

melihat suatu benda dengan jelas atau detail dari suatu benda yang dilihat. Ketajaman

penglihatan ini tergantung pada :Kepekaan retina terhadap cahaya , penglihatan

minimal dari retina, kemampuan retina untuk melihat dua titik terdekat sebagai dua

titik yang terpisah .

Nilainya : 1
Visus =
SPM

SPM = Sudut Penglihatan Minimal

SPM 1 menit : visusnya mencapai 6/6 atau optimal, ini berarti ketajaman

penglihatannya normal.

Gambar 2 : sudut penglihatan minimal (M Iswari & Nurhastuti, 2018)


AB akan tampak sebagai dua titik yang terpisah yaitu A dan B. Pada jarak

penglihatan X, agar benda A dan B pada jarak Y akan nampak jelas, maka ukuran

bendanya harus diperbesar yaitu A’ dan B’, jadi sudut penglihatan minimal yang

terbentuk tetap sebesar satu menit (M Iswari & Nurhastuti, 2018).

2.3.2 Cara memeriksa ketajaman penglihatan

Umumnya tajam penglihatan diukur menggunakan kartu standar seperti

Snellent Chart yang dikerjakan pada orang dewasa atau anak-anak yang telah dapat

berkomunikasi dengan baik (Santosa & Sundari, 2018).

Di dalam klinik maupun di dalam laboratorium visus diperiksa dari Opto type

Snellen (Snellen chart). Dasar dari optotype ini adalah SPM. Optotype terdiri dari

huruf balok dengan warna hitam di atas dasar putih yang makin ke bawah makin kecil

ukurannya. Huruf dibuat sedemikian rupa sehingga detail huruf pada jarak 6 meter,

membentuk SPM satu menit dan secara keseluruhan huruf tadi membentuk SPM 5

menit.

Optotype terdiri atas 8 deretan huruf, tiap deretan mempunyai huruf dengan

urutan tertentu yang oleh mata normal huruf tadi dapat dilihat dengan jelas pada jarak

tertentu pula sehingga membentuk SPM satu menit.

Deretan pertama 60 meter

Deretan kedua 50 meter

Deretan ketiga 20 meter

Deretan keempat 15 meter

Deretan kelima 12 meter

Deretan keenam 9 meter


Deretan ketujuh 6 meter

Deretan kedelapan 5 meter

Deretan kesembilan 3 meter

Cara pemeriksaan : orang percobaan duduk 5 – 6 meter (20 feet) dari Snellen

chart, digunakan jarak 5 – 6 meter karena jarak tadi dianggap tidak terhingga jadi

sinar yang datang pada mata adalah sinar sejajar. Jarak pemeriksaan 5 – 6 meter

disebut “Distange (d)”. orang percobaan harus membawa sebanyak mungkin baris-

baris huruf mulai yang pertama atau yang paling atas (M Iswari & Nurhastuti, 2018).

2.3.3 Hasil penilaian visus

Visus dinyatakan sebagai pecahan dimana pembilang adalah jarak pemeriksaan meter

atau feet dari orang yang diperiksa terhadap Snellen chart.

Optal Noscup adalah pengetesan ditempat yang gelap. Penyebut adalah dalam meter

atau feet dari huruf yang dapat dilihat oleh mata normal.

Rumus :

d
V =
D

Contoh :

V = 6/6, artinya orang percobaan dapat membaca huruf pada jarak pemeriksaan 6

meter (dan) yang pada mata normal huruf tadi dapat dibaca pada jarak 6 meter.

V = 6/60, artinya orang itu dapat melihat deretan huruf secara jelas pada jarak 6

meter (dan) yang pada mata normal huruf tadi dapat dibaca pada jarak 60 meter

(deretan pertama).
Nilai dari versus tidak boleh diringkas, seseorang dengan mata normal akan

mempunyai versus optimal yaitu 6/6.

Bila seseorang mempunyai versus menurun, misalnya 6/12 atau 6/20 kemungkinan

orang ini akan mengalami myopia, hipermetropia, atau astigmatisme.

Apabila hasil pemeriksaan melalui optotype snellen ternyata huruf pertama

tidak terlihat pada jarak 6 meter maka pemeriksaan dengan dilakukan dengan cara

lain, yaitu :

1) Menghitung jumlah jari pada jarak 1 meter.

2) Lambaian tangan atau gerakan tangan pada jarak 1 meter.

3) Melalui cahaya baterai.

Pemeriksaan untuk orang buta huruf adalah :

1) Cincin lamdalt

Pasien disuruh menunjukkan arah membuka cincin.

2) Garpu dari fluger

Pasien disuruh menunjukkan ke arah mana garpu terbuka. Pemeriksaan untuk

anak digunakan :- Gambar buah- buahan,- Gambar binatang,- Gambar atau

benda-benda yang dilihat sehari-hari .Ini semua pada prinsipnya memakai

sudut penglihatan 1 menit (M Iswari & Nurhastuti, 2018).

2.3.4 Faktor yang mempengaruhi visus mata

Ada 4 faktor yang mempengaruhi visus mata (Mardiana dkk,2019) yaitu :

1. Intensitas penerangan

Desain penerangan yang tidak baik akan menyebabkan gangguan atau

kelelahan penglihatan. Intensitas penerangan atau cahaya menentukan


jangkauan akomodasi. Penerangan yang baik adalah penerangan yang cukup

dan memadai sehingga dapat mencegah terjadinya ketegangan mata.

2. Posisi saat menggunakan gadget

Posisi bermain dengan berbaring cukup beresiko, posisi ini akan

menyebabkan mata mudah lelah. Ini membuat jarak gadget dengan mata

semakin dekat. Saat berbaring, tubuh tidak bisa relaks karena otot mata akan

menarik bola mata kearah bawah, mengikuti letak gadget yang sedang dibaca.

Mata yang sering terakomodasi dalam waktu lama akan cepat menurunkan

kemampuan melihat jauh.

3. Durasi penggunaan gadget

Menatap layar gadget dalam waktu yang lama dapat memberikan tekanan

tambahan pada mata dan susunan sarafnya saat melihat gadget dalam waktu

lama dan terus-menerus dengan frekuensi mengedip yang rendah dapat

menyebabkan mata mengalami penguapan berlebihan sehingga mata menjadi

kering. Dalam hal ini, air mata memiliki fungsi yang sangat penting. Air mata

berfungsi untuk memperbaiki tajam penglihatan, membersihkan kotoran yang

masuk ke mata dari atmosfer, nutrisi (glukosa, elektrolit, enzim, protein) serta

mengandung anti bakteri dan antibody.

4. Jarak mata saat melihat gadget

Ketika melihat gadget dengan jarak yang jauh maupun dengan jarak yang

dekat mata akan berakomodasi. Kegiatan akomodasi yang dilakukan oleh otot

mata ini dapat menyebabkan kelelahan mata.


2.4. Hubungan Penggunaan Gadget Dengan Ketajaman Nilai Visus Mata

Mata adalah indera penglihatan yang berfungsi mempersepsikan bentuk,

ukuran, warna, maupun kedudukan suatu objek. Fungsi mata sangat penting bagi

kehidupan manusia, namun perhatian yang kurang terhadap kesehatan mata

berpotensi menimbulkan gangguan, salah satunya adalah gangguan tajam

penglihatan. Tajam penglihatan atau visus adalah suatu kemampuan mata atau daya

refraksi mata untuk melihat suatu objek. Tajam penglihatan normal adalah

kemampuan mata atau daya refraksi mata untuk membedakan dua titik secara terpisah

dengan membentuk sudut satu menit pada jarak enam meter (Santosa & Sundari,

2018).

Gangguan terhadap kualitas ketajaman penglihatan sering terjadi khususnya

berkaitan dengan lama penggunaan gadget serta jarak pandang terhadap gadget

(Randy Richter,dkk, 2018). Kebiasaan bermain video game membuat anak lebih

beresiko mengalami stress, repetitive strain injury, gangguan pada mata dan maag.

Mata yang terlalu lama terpapar pencahayaaan layar computer berpotensi mengalami

Computer Vision Syndrome (CVS) yang berpengaruh pada tajam penglihatan

(Santosa & Sundari, 2018).

Efek paparan radiasi dari penggunaan gadget juga didapatkan dari cahaya

biru. Paparan cahaya biru dapat mengakibatkan pelepasan dopamin pada retina yang

menghasilkan produksi serotonin. Serotonin berfungsi sebagai regulasi terhadap

respon cahaya dan pertumbuhan bola mata (Wang dkk, 2018)

Saat seseorang bekerja melihat objek bercahaya di atas dasar warna pada jarak

dekat secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu, menyebabkan mata harus
berakomodasi dalam jangka waktu yang panjang sehingga daya akomodasi menurun.

Kegiatan akomodasi yang terus-menerus ini dapat mengganggu kemampuan otot

siliaris sehingga dapat melemahkan kemampuan akomodasi atau tajam penglihatan.

Akomodasi melibatkan kerja otot-otot indra dan ekstra okuler yang menyebabkan

mengecilnya pupil (miosis), pendekatan titik dekat penglihatan dan konvergensi

posisi bola mata. Waktu kontraksi yang lama dapat menimbulkan spasme otot-otot

tersebut dan akan mengakibatkan rasa nyeri. Oleh karena itu, keluhaan kelelahan

mata pada pengguna computer dapat dihubungkan dengan jarak pandang mata

(Insani, 2018).

Prilaku penggunaan gadget yang tidak baik juga dapat menyebabkan

penurunan tajam penglihatan. Melihat gadget dalam jarak dekat meyebabkan

peningkatan akomodasi mata. Mata akan bekerja keras dalam berakomodasi untuk

mencembungkan lensa sehingga menambah kekuatan lensa untuk dapat melihat

benda dekat dengan jelas. Pencembungan lensa secara kronis dapat menyebabkan

gangguan focus pada retina perifer dan sentral. Gangguan ini menyebabkan bayangan

jatuh dibelakang retina sehingga merangsang penipisan koroid dan rangsang retina

untuk bergerak kebelakang menyesuaikan jatuhnya bayangan (Read, 2018). Pristiwa

ini dapat menyebabkan rangsangan pada mata untuk tumbuh memanjang sehingga

dapat menyesuaikan focus untuk melihat benda dengan jelas. Ukuran aksial bola mata

yang terlalu panjang ini dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan, yaitu

myopia (Li dkk, 2017).

Pada anak-anak sebenarnya mata masih memiliki kemampuan akomodasi,

dimana sekalipun tengah melihat objek dekat mata akan menyesuaikan diri untuk
tetap dapat melihat secara pokus. Namun bila hal ini di lakukan secara berulang dan

terus-menerus tubuh sendiri akan memunculkan sinyal kimiawi yang akan memacu

perubahan arah pertumbuhan struktur bola mata. Efeknya dinding bola mata anak

menjadi lebih lemah dan akhirnya mudah memanjan. Bila ini terjadi anak akan rentan

terkena miopi atau minus (Mardiana dkk, 2019).

Pada saat berinteraksi dengan gadget, mata akan melihat focus pada satu

objek yang menyebabkan otot-otot penglihatan pada mata menjadi tegang.

Tegangnya otot mata menyebabkan berkurangnya frekuensi berkedip sehingga

penggunaan gadget yang terlalu lama biasanya diikuti dengan mata kering, mata

perih, mata berair hingga dapat menyebabkan kepala pusing. Penggunaan gadget

yang salah, seperti frekuensi penggunaan yang berlebihan dapat berdampak terhadap

penurunan tajam penglihatan. Penurunan tajam penglihatan pada anak-anak akan

berakibat pada kesulitan anak dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan

fenomena tersebut, didapatkan pengaruh penggunaan gadget terhadap penurunan

tajam penglihatan (NNSAA Putri dkk, 2020).

2.5 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka berpikir yang bersifat teoritis mengenai

masalah, memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada

pengetahuan peneliti (Hidayat,2017). Kerangka teori adalah seperangkat konstruk

(konsep), definisi yang berguna untuk melihat fenomena secara sistematik melalui

spesifikasi hubungan antara variabel, sehingga dapat berguna menjelaskan dan

meramalkan fenomena (Hidayat,2017).


Penggunaan Gadget

Paparan radiasi(blue
light) Akomodasi lensa mata

Menstimulasi pelepasan Kontraksi otot siliaris


dopamin pada retina meningkat

Menstimulasi sorotonin Kelelahan dan ketegangan


mata meningkat

Menstimulasi pertumbuhan
Kemampuan akomodasi
panjang aksial bola mata
lensa mata

Bayangan jatuh dibelakang


retina

Merangsang penipisan
koroid dan merangsang
retina bergerak kebelakang

Penurunan ketajaman nilai Merangsang pertumbuhan


visus mata panjang aksial bola mata

Gambar 5 : Kerangka Teori


2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian yaitu kerangka hubungan antara konsep-konsep

yang akan di ukur atau diamati melalui penelitian (I Masturoh & N Anggita T,2018).

Factor yang mempengaruhi visus mata

1. Intensitas penerangan
2. Posisi menggunakan gadget
3. Durasi penggunaan gadget
4. Jarak mata saat melihat gadget
Gadget
Macam-macam gadget
1. Notebook
2. Tablet PC
Penurunan ketajaman
3. Smartphone
nilai visus mata
4. Handphone
5. Video game
6. Audio game Dampak gadget
7. Game gadget Dampak postif
a. Mempermudah komunikasi
b. Menambah pengetahuan
c. Menambah teman
d. Munculnya metode-metode baru
Dampak negatif
a. Merusak mata
b. Mengubah postur tubuh
c. Kulit wajah kendur
d. Mengganggu pendengaran
e. Mengganggu istirahat

Gambar 6 : Kerangka Konsep

: Tidak Diteliti

: Diteliti
2.7 Hipotesis

Hopotesis berasal dari kata hupo dan thesis, hupo artinya sementara

kebenarannya dan thesis artinya pernyataan atau teori. Jadi hipotesis adalah

pernyataan sementara yang akan di uji kebenarannya.Hipotesis ini merupakan

jawaban sementara berdasarkan pada teori yang belum dibuktikan demgan data atau

fakta.( I Masturoh & N Anggita T, 2018). Pada penelitian ini hipotesis yang di ambil

adalah :

H1 : Ada hubungan penggunaan gadget dengan ketajaman nilai visus mata pada anak

sekolah dasar negeri 118253 Londut.


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan cara sistematis yang digunakan untuk

memperoleh jawaban dari pertanyaan penelitian. Dalam desain penelitian dimuat

aturan yang harus dipenuhi dalam seluruh proses penelitian (I Masturoh & N Anggita

T,2018). Desain penelitian memberikan gambaran tentang prosedur untuk

mendapatkan informasi atau data yang diperlukan untuk menjawab seluruh

pertanyaan penelitian (I Nurdin & S Hartati, 2019).

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analitik

observasional dengan desain cross sectional, dengan tujuan mempelajari korelasi

antara paparan atau factor resiko (independen) dengan akibat atau efek

(dependen)dengan pengumpulan data dilakukan bersamaan secara serentak dalam

satu waktu antara factor resiko dengan efeknya (point time approach), artinya semua

variabel baik variabel independen maupun variabel dependen di observasi pada waktu

yang sama ( I Masturoh & N Anggita T,2018).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 118253 Londut Kecamatan

Kualu Hulu Kabupaten Labuhan Batu Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dimulai dari bulan Desember 2020 sampai dengan selesai.


3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian dapat ditarik kesimpulannya (sintesis) (I Masturoh & N

Anggita T,2018).

Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi kelas V dan VI sejumlah 38

orang di Sekolah Dasar Negeri 118253 Londut Kabupaten Labuhan Batu Utara.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi yang secara nyata diteliti dan ditarik kesimpulan. Penelitian dengan

menggunakan sampel lebih menguntungkan dibandingkan dengan penelitian

menggunakan populasi karena penelitian dengan menggunakan sampel lebih

menghemat biaya, waktu dan tenaga. Dalam menentukan sampel, langkah awal yang

harus ditempuh adalah membatasi jenis populasi atau menentukan populasi target

(I Masturoh & N Anggita T,2018).t

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah siswa-siswi kelas V dan

VI di SDN 118253 Londut Kabupaten Labuhan Batu Utara. Cara menentukan besar

sampel menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :

Rumus :

N
n =
1+N (d ) 2
Keterangan :

N : Jumlah populasi

n : Jumlah sampel

d : Tingkat signifikan (5%=0,05)

dalam penelitian ini jumlah populasinya sebanyak 38 orang, maka :

N
n=
1+ N (d)2

38
n=
1+38 (0,05)2

38
n=
1+38 (0,0025)

38
n=
1+0,095

38
n=
1,095

n = 35 Anak

Kriteria sampel penelitian ini terdiri dari kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

1. Kriteria Inklusi

a. Siswa-siswi kelas V dan VI SDN 118253 Londut.

b. Bersedia menjadi respondem.

c. Siswa-siswi kelas V dan VI yang memiliki atau menggunakan gadget.

2. Kriteria Eksklusi

a. Tidak bersedia menjadi responden.

b. Siswa-siswi kelas V dan VI yang tidak memiliki atau tidak menggunakan

gadget.
3.4 Teknik Sampling

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Probability Sampling dengan

metode Simple Random Sampling. Pemilihan sampel dengan cara ini merupakan

probabilitas yang paling sederhana. Dengan pemilihan sampel ini bahwa setiap subjek

dalam populasi memiliki kesempatan untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel

penelitian. Pada penelitian ini mengumpulkan nama siswa-siswi kelas V dan VI yang

mempunyai kriteria inklusi, kemudian nama-nama tersebut diacak . setelah nama

keluar satu persatu sampai sampel terpenuhi sebanyak 35 responden.

3.5 Identifikasi Variabel

Pada penelitian ini variabel berdasarkan hubungan antar variabel penelitian

ada dua yaitu :

1. Variabel bebas (independent variable), adalah variabel yang menjadi

penyebab atau memiliki kemungkinan teoritis berdampak pada variabel lain.

Umumnya dilambangkan dengan huruf X (Hardani dkk, 2020). Variabel

bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan gadget.

2. Variabel tak bebas (dependent variabel), adalah variabel yang secara struktur

berpikir keilmuan menjadi variabel yang disebabkan oleh adanya perubahan

variabel lainnya. Variabel tak bebas ini menjadi “primaryinterest to the

researcher” atau persoalan pokok bagi si peneliti, yang selanjutnya menjadi

objek penelitian (Hardani dkk, 2020). Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah penurunan nilai visus mata.


3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi variabel-variabel yang akan diteliti secara

operasional di lapangan. Definisi operasional di buat untuk memudahkan pada

pelaksanaan pengumpulan dan dan pengolahan serta analisi data (I Masturoh & N

Anggita T,2018). Definisi operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.6.

Tabel 3.6 definisi operasional


variabel Definisi parameter Alat skala Skor/kode
operasional ukur
Variabel Piranti atau 1. Durasi K 1. Ordinal Durasi penggunaan
independen: perangkat penggunaan U gadget
Penggunaan elektronik gadget E Pernyataan :
gadget kecil yang 2. posisi saat S 2. Nominal 1 : jarang (2-3 jam)
berkaitan penggunaan I 2 :Sering (3-4 jam)
dengan gadget O 3 : Selalu (>4 jam)
perkembangan N Posisi saat penggunaan
teknologi masa E gadget
kini dan R Pernyataan :
memiliki 1 : Duduk
fungsi khusus 2 : Tidur
(Surbarkah,
2019)
Variabel Kemampuan Nilai visus O 1. Ordinal Normal : 6/3 – 6/18
dependen: mata dalam menggunakan B Penurunan penglihatan:
Ketajaman membedakan Snellen Chart S <6/18 - >/=3/60
nilai visus bagian-bagian jarak 6 meter E Buta : <3/60
mata yang sangat R (Muzawi dkk,2020).
spesifik baik V
objek atau A
suatu S
permukaan I
(Sumakul dkk,
2020)
3.7 Pengumpulan dan Analisis Data

3.7.1 Instrumen Penelitian


Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian,

yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Kualitas

instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrumen dan

kualitas pengumpulan data berkenaan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data (Hardani dkk,2020). Intsrumen yang dipakai dalam penelitian ini

yaitu lembar kuesioner, lembar lembar observasi dan snellen chart.

1. Uji Validitas

Uji validitas merupakan derajat ketetapan antara data yang terjadi pada objek

penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti (Hardiani dkk, 2020).

Uji validitas pada penelitian ini dengan menggunakan bantuan kuesioner,

dimana uji validitas sangat diperlukan dalam menentukan apakah intstrumen bisa

digunakan untuk mengukur apa yang akan diukur, uji validitas ini berdasarkan data

yang diperoleh dari responden.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas berasal dari kata reliability, reliable yang artinya dapat dipercaya,

berketetapan. Sebuah tes dikatakan memiliki reliabilitas apabila hasil-hasil tes

tersebut menunjukkan ketetapan. Artinya, jika peserta didik diberikan tes yang sama

pada waktu yang berlaianan maka setiap siswa akan tetap berada pada urutan yang

sama dalam kelompoknya (I Nurdin & S Hartati, 2019).

3.7.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan lembar kuesioner dan lembar observasi,

yang berpedoman kepada instrument penelitian yang telah disiapkan oleh peneliti

terlebih dahulu yang dipandu dengan pedoman mengisi lembar persetujuan menjadi
responden dan melakukan observasi tentang hubungan penggunaan gadget dengan

ketajaman nilai visus mata responden. Dalam melakukan penelitian, tahapan yang

digunakan sebagai berikut :

1. Mengurus surat ijin penelitian dari Institut Kesehatan Deli Husada Delitua

yang di ajukan kepada kepala sekolah Sekolah Dasar Negeri 118253 Londut.

2. Mengajukan ijin penelitian kepada Sekolah Dasar Negeri 118253 Londut.

3. Menjelaskan kepada calon responden tentang penelitian yang akan dilakukan

dan juga cara pengisian kuesioner.

4. Setelah calon responden telah mengetahui informasi penelitian, apabila calon

responden bersedia menjadi responden di persilahkan untuk menandatangani

informen consent atau lembar persetujuan.

5. Reponden mengisi lembar kuesioner dan setelah itu peneliti melakukan

obsevasi tehadap ketajaman nilai visus responden.

6. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul peniliti melakukan tabulasi dan yang

terakhir penyusunan laporan hasil penelitian.

3.7.3 Pengolahan Data

Pengolahan data adalah bagian dari penelitian setelah pengumpulan data. Pada

tahap ini data mentah atau row data yang telah dikumpul dan di olah atau dianalisis

sehingga menjadi informasi. Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan cara

sebagai berikut (I Masturoh & N Anggita T, 2018) :

1. Editing

Editing atau penyuntingan data adalah tahapan dimana data yang sudah

dikumpulkan dari hasil pengisian kuesioner disuntung kelengkapan


jawabannya. Jika pada tahapan penyuntingan ternyata ternyata di temukan

ketidaklengkapan dalam pengisian jawaban, maka harus melakukan

pengumpulan data ulang.

2. Coding

Coding adalah membuat lembaran kode yang terdiri dari tabel dibuat sesuai

dengan data yang diambil dari alat ukur yang digunakan. Pengkodean yang

dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Data umum

a. Data responden

Responden 1 kode R1

Responden 2 kode R2

Responden 3 kode R3

Dan seterusnya

b. Jenis kelamin

Laki-laki kode G1

Perempuan kode G2

2. Data khusus

a. Durasi penggunaan gadget

Jarang kode D1

Sering kode D2

Selalu kode D3

b. Posisi saat menggunakan gadget

Duduk kode P1
Tidur kode P2

c. Ketajaman nilai visus mata

Normal kode K1

Penurunan tajam penglihatan kode K2

Buta kode K3

3. Scoring

Skoring adalah memberikan nilai berupa angka pada jawaban pertanyaan

untuk memperoleh data.

4. Tabulation

Menyususn data yang telah lengkap sesuai dengan variabel yang dibutuhkan

lalu dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi. Setelah diperoleh hasil

dengan cara perhitungan, kemudian nilai dimasukkan kedalam kategori nilai

yang telah dibuat

3.7.4 Analisa Data

1. Univariat

Analisis univariat menganalisis kualitas satu variabel pada suatu waktu

(Hardani dkk, 2020). Analisis univariat dalam penelitian bertujuan untuk menjelaskan

karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, pada penelitian ini adalah

ketajaman nilai visus mata. Nilai visus mata diukur dengan menggunakan Snellen

Chart.

2. Bivariat

Analisis bivariat mempertimbangkan sifat-sifat dua variabel dalam hubungan

satu sama lain, singga dapat ditarik kesimpulan (Hardani dkk, 2020). Penelitian ini
bertujuan untuk mengalisis hubungan penggunaan. Analisis bivariat dalam penelitian

ini untuk mengetahui apakah ada hubungan penggunaan gadget dengan ketajaman

nilai visus mata pada anak sekolah dasar. Pada penelitian ini menggunakan uji

inferesial non parametric yaitu Uji Chi Square. Uji Chi Square bekerja dengan data

nominal. Jika x2 hitung > x2 tabel maka Ho ditolak artinya signifikan, ada hubungan

penggunaan gadget dengan ketajaman nilai visus mata pada anak Sekolah Dasar

Negeri 118253 Londut. Jika x2 hitung < x2 tabel maka Ho diterima artinya tidak

signifikan, tidak ada hubungan penggunaan gadget dengan ketajaman nilai visus mata

pada anak Sekolah Dasar Negeri 118253 Londut.

3.7.5 Etika Penelitian

Etika penelitian membantu peneliti untuk melihat secara kritis moralitas dari

sisi subjek penelitian. Etika juga membantu untuk merumuskan pedoman etis yang

lebih kuat dalam norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya perubahan yang

dinamis dalam suatu penelitian etika penilitian diantaranya (I Masturoh & N Anggita

T, 2018) :

1. Persetujuan Setelah Penjelasan

Persetujuan setelah penjelasan (PSP) atau biasa di sebut dengan infomend

consent aadalah proses dimana seorang subjek penelitian secara sukarela memberikan

atau menyatakan keinginannya untuk berpartisipasi dalam penelitian, setelah

diinformasikan atau dijelaskan keseluruhan ruang lingkup, manfaat, resiko dari

penelitian tersebu. Setelah subjek peneliti memahami penjelasan tersebut, kemudian

dilakukan persetujuan dengan mendokumentasikan tanda tangan atau cap jempol dari

subjek sebagai bukti persetujuan.


2. Anominity (tanpa nama)

Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam

penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencamtumkan

nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Jaminan kerahasiaan

Informasi yang diberikan oleh subjek merupakan kerahasiaan yang harus

dijaga oleh peneliti.


DAFTAR PUSTAKA

1a*, N. M. (2020). HUBUNGAN PENGGUNAAN GADGET DENGAN

KEJADIAN MIOPIA PADA. Jurnal Medika Karya Ilmiah Kesehatan.

a*), M. (2020). DETEKSI DINI PENURUNAN TAJAM PENGLIHATAN. Jurnal

LINK, 16 (2), 2020, 149 - 153.

a*), M. (2020). DETEKSI DINI PENURUNAN TAJAM PENGLIHATAN. Jurnal

LINK, 16 (2), 2020, 149 - 153, 150-153.

Chusna, P. A. (2017). PENGARUH MEDIA GADGET PADA PERKEMBANGAN.

Dinamika Penelitian: Media Komunikasi Sosial Keagamaan, 315-330.

Dr. Drs. Ismail Nurdin, M. S. (2019). Metodologi Penelitian Sosial. (S. Lutfiah, Ed.)

Penerbit Media Sahabat Cendekia.

Hardani, S. (2020). Metodologi Penelitian Kuantitatif & Kualitatif (1 ed.). CV.

Pustaka Ilmu Group Yogyakarta.

Hidayat, A. A. (2017). Metodologi penelitian Keperawatan dan Kesehatan.

Imas Maturoh, S. M. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan (1 ed.).

Jurgen J. Panambunan, J. F. (2019). HUBUNGAN PENGGUNAAN

SMARTPHONE DENGAN KETAJAMAN PENGLIHATAN. Jurnal Medik

dan Rehabilitasi (JMR), Volume 1,Nomor 3, Januari 2019, 1-6.


Juschella J. Sumakul. (2020). Hubungan Penggunaan Gawai dan Gangguan Visus

pada Siswa SMA. eBiomedik. 2020;8(1):28-36 , 28-36.

K.1, E. M. (2020). HUBUNGAN PENGGUNAAN GADGET DENGAN TINGKAT

PERKEMBANGAN. Info Kesehatan Vol. 10, No 2, Juli 2020, 259-266.

Kesehatan, K. (2018). Peta Jalan Penanggulangan Gangguan Penglihatan di

Indonesi tAHUN 2017-2030.

Khalid, N. (2019). PENGARUH PENGGUNAAN GADGET DENGAN KEJADIAN

MIOPIA PADA. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 14 Nomor 3

Tahun 2019 , 324-331.

Krisnia Dwi Wulandari1, S. P. (2019). HUBUNGAN PENGGUNAAN

SMARTPHONE DENGAN KETAJAMAN. │Volume I Nomor 3 : Desember

2019, 1, 29-43.

Li, S. M. (2017). Near Work Related Parameters and Myopia in Chinese, 1-13.

Mardiana, S. S. (2019). Hubungan Antara Bermain Gadget dengan Ketajaman Nilai

Visus. The 10th University Research Colloqium 2019, 228-237.

Marpaung*, J. (2018). PENGARUH PENGGUNAAN GADGET DALAM

KEHIDUPAN. Jurnal KOPASTA, 5 (2), (2018) 55-64, 56-64.

Min Wang, 1. F. (2018). Effects of Light of Different Spectral Composition on.

September 2018 j Vol. 59 j No. 11, 59, 4413-4424.


Pertiwi, M. (2019). HUBUNGAN PENGGUNAAN GADGET DENGAN VISUS

MATA. 1-9.

Putri, N. N. (2020). Pengaruh Lama Penggunaan Gadget terhadap Penurunan Tajam.

1-26.

Rahma Wahyua, P. Y. (2019). UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN ANAK

USIA SEKOLAH DALAM. Volume 2 No. 2 Oktober 2019, 35-42.

Read, S. A. (2018). Ocular and Evironmental factors associated with eye growth in

chilhood. optometri and vision sciense.

Richter, 1. (2018). Gambaran Ketajaman Penglihatan terhadap Lama Penggunaan

dan. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 6, Nomor 2, Juli-Desember 2018, 6, 70-76.

Romedo Muzawi, S. I. (2020). Prototype Kacamata Pemandu bagi Tunanetra dengan

Keterbatasan. SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 6, No. 1, Juni

2020 , 107-113.

Santosa1, N. A. (2018). HUBUNGAN ANTARA DURASI BERMAIN GAME

ONLINE DENGAN GANGGUAN TAJAM. E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7

NO.8,AGUSTUS, 2018, 1-12.

Subarkah, M. A. (2019). PENGARUH GADGET TERHADAP PERKEMBANGAN

ANAK. Vol. 15 No.1 Maret 2019., 15, 125-144.

Sudirman. (2020). Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Tajam Penglihatan. Jurnal

Kesehatan Qamarul Huda ,Volume 8, Nomor 1 Juni 2020 , 1-7.

Anda mungkin juga menyukai