Anda di halaman 1dari 30

PENGGUNAAN PROBIOTIK Bacillus sp.

IRVE01 DAN
Pseudomonas stutzeri IRNAE01 ASAL TAMBAK UDANG PADA
LARVA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei)

Oleh:

Ryo Chandra Silaban


G34103039

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
ABSTRAK

RYO CHANDRA SILABAN. Penggunaan probiotik Bacillus sp. IRVE01


dan Pseudomonas stutzeri IRNAE01 asal tambak udang pada larva udang
vannamei (Litopenaeus vannamei). Dibimbing oleh IMAN RUSMANA dan
KASTITONIF.
Bakteri asal tambak udang Bacillus sp. IRVE01, IRVE02, dan IRVE03 diuji
tantang terhadap Vibrio harveyi. Bacillus sp. IRVE01 yang menghasilkan indeks
penghambatan terbesar terhadap V. harveyi, yaitu sebesar 1,125 dipilih sebagai
probiotik pada larva udang vannamei. Bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi P.
stutzeri IRNAE01 dikombinasikan dengan Bacillus sp. IRVE01 untuk
meningkatkan nilai Survival Rate (SR) pada larva. Probiotik komersial Epicin-D
digunakan sebagai pembanding. Bacillus sp. IRVE01 berhasil menekan Total
Vibrio Count (TVC) dalam air pemeliharaan dan tubuh larva. Saat stadia post
larva 8, nilai TVC dalam air pemeliharaan pada kontrol sebesar 1.47 x 106 Colony
Forming Unit (CFU)/ml, sedangkan pada pembanding sebesar 1.75 x 104 CFU/ml
dan perlakuan probiotik Bacillus sp. IRVE01 dan P. stutzeri IRNAE01 sebesar
2.44 x 103 CFU/ml. Nilai SR akhir paling tinggi terdapat pada perlakuan Bacillus
sp. IRVE01 dan P. stutzeri IRNAE01, yaitu sebesar 29.06%, sedangkan
pembanding menghasilkan SR sebesar 26.66%.

ABSTRACT

RYO CHANDRA SILABAN. Use of probiotic Bacillus sp. IRVE01 and


Pseudomonas stutzeri IRNAE01 isolated from shrimp ponds in larva culture of
white leg shrimp (Litopenaeus vannamei). Under supervision of IMAN
RUSMANA and KASTITONIF.
Bacillus sp. IRVE01, IRVE02, and IRVE03 isolated from shrimp ponds
were challanged against Vibrio harveyi. Bacillus sp. IRVE01 has the biggest
inhibitory activity to V. harveyi. This isolat that has inhibitory index 1.125 was
selected as a potential probiotic in larva culture of L. vannamei. P. stutzeri
IRNAE01 (a nitrification and denitrification bacterium) was combined with
Bacillus sp. IRVE01 to increase Survival Rate (SR) of larva. A commercial
probiotic (Epicin-D) used as standard. The results show that the combination
Bacillus sp. IRVE01 and P. stutzeri IRNAE01 could reduce Total of Vibrio Count
(TVC) in water culture and larva body. In post larva 8 stage, TVC value in water
culture at control was 1.47 x 106 Colony Forming Unit (CFU)/ml, however at
standar was 1.75 x 104 CFU/ml and treatment of Bacillus sp. IRVE01 and P.
stutzeri IRNAE01 was 2.44 x 103 CFU/ml. The highest final SR value was found
at the treatment of Bacillus sp. IRVE01 and P. stutzeri IRNAE01, that was
29.06%, while the standard was 26.6%.
PENGGUNAAN PROBIOTIK Bacillus sp. IRVE01 DAN
Pseudomonas stutzeri IRNAE01 ASAL TAMBAK UDANG PADA
LARVA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei)

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Ryo Chandra Silaban


G34103039

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
JUDUL : PENGGUNAAN PROBIOTIK Bacillus sp. IRVE01 DAN
Pseudomonas stutzeri IRNAE01 ASAL TAMBAK UDANG PADA
LARVA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei)
NAMA : RYO CHANDRA SILABAN
NRP : G34103039

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono


NIP: 131473999

Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 Februari 1985 sebagai anak
kedua dari empat bersaudara, putra kesayangan dari pasangan Sardi Silaban dan
Tianur Simanjuntak.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Tunas Keluarga Mulia 1
Jakarta Utara pada tahun 1997, kemudian melanjutkan ke SLTP St. Fransiskus
Xaverius III Jakarta Utara hingga lulus pada tahun 2000. Pendidikan menengah
ditempuh di SMU Negeri 52 Jakarta. Pada tahun 2003, penulis lulus SMU dan
pada tahun yang sama diterima di Departemen Biologi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Biologi
Alga dan Bryophyta pada semester genap tahun ajaran 2005/2006 dan
Mikrobiologi Dasar pada semester ganjil tahun ajaran 2006/2007. Penulis
melaksanakan Praktek Lapang (PL) di PT Novell Pharmaceutical Laboratories
pada bulan Juli-Agustus 2006.
Kegiatan kemahasiswaan yang pernah diikuti penulis selama perkuliahan
antara lain bergabung dengan Tim Bola Basket Putra Biologi IPB dan Tim Futsal
Biologi IPB tahun 2005-2006, kemudian meraih juara III Futsal dalam Turnament
MISOTO IPB tahun 2006. Pada tahun 2005, penulis aktif dalam Program
Kreativitas Mahasiswa Ilmiah (PKMI).
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas
segala kasih karunia yang telah dilimpahkan sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Penggunaan Probiotik Bacillus sp.
IRVE01 dan Pseudomonas stutzeri IRNAE01 Asal Tambak Udang pada
Pemeliharaan Larva Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), yang
dilaksanakan pada bulan Februari 2007 hingga April 2007 bertempat di
Laboratorium Scientific Study (Biotechnology aquaculture), PT Central Pertiwi
Bahari, Kalianda, Lampung. Penelitian ini didanai oleh Proyek Penelitian PT
Central Pertiwi Bahari melalui Dr. Ir Iman Rusmana, M.Si selaku Manager
Departemen IQA (Integrated Quality Assurance) di PT Central Pertiwi Bahari.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam
kepada Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si selaku pembimbing pertama atas bimbingan
atau saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini, dan
kepada Ir. Kastitonif selaku pembimbing kedua yang telah banyak memberikan
bimbingan maupun arahan dalam bidang mikrobiologi yang sangat berharga bagi
penulis. Serta kepada Dra. Hilda Akmal selaku dosen penguji dan wakil komisi
pendidikan atas saran dan masukan yang berharga bagi perbaikan karya ilmiah ini.
Penulis ucapkan juga terima kasih kepada Staff Breeding Operation PT
Central Pertiwi Bahari, yaitu Mas Esti Handoyo, Agung, Mbak Nurul, Adi, Pak
Resopim, Pak Nawal, dan Mbak Esti yang telah menyumbangkan waktu, tenaga,
hati yang mulia, dan pikirannya bagi karya ilmiah ini. Di samping itu, ungkapan
terima kasih bercampur rasa sayang penulis sampaikan kepada Thresia dan
keluarganya atas kasih sayang, perhatian, semangat, dukungan, dan ide bagi
penulis dan karya ilmiah ini, dan kepada Teguh, Maman, Evan, Dede, Indrie, dan
Rina atas semangat yang diberikan, serta seluruh teman Biologi angkatan 40,
terutama Bibah, Ima, Ika Suparnika, Andri, Wahyu, Ika Madona, Besti, Rut,
Mutiha, Ari, Novan, Irfan, Mbak Iis, Kak Airul, Kak Ria, dan Bu Id yang telah
memberikan pengorbanannya bagi penulis dalam penyusunan karya ilmiah dan
menjadikan penulis berarti. Rasa hormat dan ungkapan penghargaan juga
disampaikan kepada Bapa dan Mama tercinta untuk budi yang tak terbalaskan,
serta kakak dan adik-adikku tersayang, Ira dan Rentina yang senantiasa
mendoakan dan telah mencurahkan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi masyarakat luas di kemudian
hari.

Bogor, September 2007

Ryo Chandra Silaban


DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii

PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan ..................................................................................................... 1
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 2

BAHAN DAN METODE ................................................................................ 2


Bahan dan Alat ........................................................................................ 2
Metode .................................................................................................... 2
Uji Tantang Vibrio sp. Skala Laboratorium ................................... 2
Penyiapan Bak Mini Hatchery ....................................................... 2
Penerimaan Nauplii ........................................................................ 3
Manajemen Probiotik ..................................................................... 3
Manajemen Pakan dan Obat-obatan............................................... 3
Manajemen Air Laut ...................................................................... 3
Parameter yang Diamati ................................................................. 3

HASIL .............................................................................................................. 4
Aktivitas Penghambatan Isolat Bacillus sp. Terhadap Vibrio sp.
Secara In Vitro ........................................................................................ 4
Suhu Air Pemeliharaan Larva ................................................................. 4
pH Air Pemeliharaan Larva .................................................................... 5
Alkalinitas Air Pemeliharaan Larva ........................................................ 5
Oksigen Terlarut (DO) ............................................................................ 5
Total Ammonia Nitrogen (TAN) ............................................................. 5
Sisa Pakan Larva ..................................................................................... 6
Populasi Bakteri ...................................................................................... 6
Kesehatan Larva ...................................................................................... 7
Tingkat Kelangsungan Hidup Larva ....................................................... 7

PEMBAHASAN .............................................................................................. 8
Aktivitas Penghambatan Isolat Bacillus sp. Terhadap Vibrio sp.
Secara In Vitro ........................................................................................ 8
Suhu Air Pemeliharaan Larva ................................................................. 9
pH Air Pemeliharaan Larva .................................................................... 9
Alkalinitas Air Pemeliharaan Larva ........................................................ 10
Oksigen Terlarut (DO) ............................................................................ 10
Total Ammonia Nitrogen (TAN) ............................................................. 10
Sisa Pakan Larva ..................................................................................... 11
Populasi Bakteri ...................................................................................... 11
Kesehatan Larva ...................................................................................... 12
Tingkat Kelangsungan Hidup Larva ....................................................... 12

SIMPULAN ..................................................................................................... 12

SARAN ............................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 13

DAFTAR TABEL
Halaman

1 Jadwal pemberian beberapa jenis probiotik .................................................. 3

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Bak yang ditutup dengan plastik transparan ................................................. 3
2 Uji tantang Bacillus sp. IRVE01 terhadap Vibrio sp. H3B23B .................... 4
3 Uji tantang P. stutzeri IRNAE01 terhadap Vibrio ........................................ 4
4 Uji tantang Bacillus sp. IRVE01 terhadap P. stutzeri IRNAE01.................. 4
5 Grafik nilai suhu air pemeliharaan larva pada kontrol dan probiotik ........... 5
6 Grafik nilai pH air pemeliharaan larva pada kontrol dan probiotik .............. 5
7 Grafik nilai alkalinitas air pemeliharaan larva pada kontrol dan probiotik .. 5
8 Grafik nilai DO air pemeliharaan larva pada kontrol dan probiotik ............. 5
9 Grafik nilai TAN air pemeliharaan larva pada kontrol dan probiotik ........... 6
10 Klekap pada kontrol dan perlakuan probiotik ............................................... 6
11 Jumlah bakteri pada air pemeliharaan larva .................................................. 6
12 Jumlah bakteri pada tubuh larva ................................................................... 6
13 Grafik nilai TVC dalam air pemeliharaan larva ............................................ 6
14 Grafik nilai TVC dalam tubuh larva ............................................................. 7
15 Grafik Jumlah Bacillus dalam air pemeliharaan larva .................................. 7
16 Grafik Jumlah Bacillus dalam tubuh larva .................................................... 7
17 Grafik SR akhir kontrol dan probiotik .......................................................... 7

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1 Manajemen pakan buatan, pakan alami, dan obat-obatan............................. 16


2 Hasil pengamatan uji tantang Bacillus sp. IRVE01, IRVE02, dan IRVE03
terhadap Vibrio luminesen menggunakan metode double layer .................. 17
3 Hasil pemeriksaan kesehatan larva kontrol dan probiotik ............................ 18
1

PENDAHULUAN (vibriosis) sebagian besar oleh Vibrio sp.,


terutama disebabkan oleh bakteri berpendar
Latar Belakang V. harveyi (Moriatty 1999). Gejala klinis
Salah satu komoditas ekspor perikanan penyakit vibriosis ialah nafsu makan udang
Indonesia dan sering dikonsumsi masyarakat turun dan timbul warna merah pada tubuh
Indonesia ialah udang. Udang putih Amerika udang (Haliman & Adijaya 2006).
Litopenaeus vannamei merupakan salah satu Ada beberapa cara yang dapat dilakukan
jenis udang yang dapat dibudidayakan di untuk menekan vibriosis, yaitu melalui
Indonesia, selain udang windu (Penaeus penggunaan antibiotik dan probiotik.
monodon Fabricius). Keunggulan udang Pemakaian antibiotik dapat menyebabkan
vannamei antara lain mampu memijah atau resistensi bakteri dan pencemaran
kawin secara spontan, mudah berkembang lingkungan. Selain itu, belakangan ini telah
biak, pertumbuhan larvanya lebih baik, dan ditetapkan suatu peraturan tentang residu
mampu dibudidayakan dalam kepadatan antibiotik zero tolerant oleh negara-negara
tinggi (Liu et al. 2004), sehingga udang Eropa, Amerika, dan Jepang yang
vannamei mampu menggeser kedudukan merupakan negara tujuan ekspor udang
udang windu dalam budi daya. Indonesia. Akibat hal tersebut, maka
Telur udang vannamei berukuran ±0.22 pemakaian antibiotik telah dilarang.
mm dan telur yang telah menetas menjadi Alternatif lain pencegahan penyakit
larva berukuran 0.32-0.58 mm (stadia larva udang ialah dengan menggunakan
nauplii). Pada stadia nauplii, sistem probiotik yang mampu berkompetisi dengan
pencernaanya belum sempurna dan masih bakteri patogen, misalnya bakteri V.
memiliki cadangan makanan berupa kuning alginolyticus “strain Ili" (Cedeno et al.
telur. Apabila kondisi memungkinkan larva 1998). Haliman & Adijaya (2006)
untuk hidup dan berkembang, maka larva menyatakan bahwa bakteri lain yang mampu
sudah berukuran 1.05-3.30 mm (stadia zoea) digunakan sebagai probiotik ialah Bacillus
dalam waktu 15-24 jam. Pada stadia ini, sp. dan bakteri fotosintesis. Probiotik dalam
larva udang dapat diberi pakan alami, seperti akuakultur ialah mikrob hidup yang
Artemia dan mengalami pergantian kulit memiliki efek menguntungkan pada inang
sebanyak tiga kali, yaitu stadia zoea 1, zoea dengan cara memodifikasi asosiasi inang
2, dan zoea 3. Lama proses pergantian kulit atau ambang batas komunitas mikrob
sebelum memasuki stadia berikutnya (mysis) dengan meningkatkan penggunaan pakan
sekitar 4-5 hari. Pada stadia mysis, larva atau nilai nutrisi, meningkatkan ketahanan
sudah mulai mengkonsumsi pakan inang terhadap penyakit atau meningkatkan
fitoplankton dan zooplankton. Ukuran larva kualitas lingkungan (Verschuere et al.
berkisar 3.50-4.80 mm. Stadia ini memiliki 3 2000). Probiotik mampu meningkatkan
substadia, yaitu mysis 1, mysis 2, dan mysis kesehatan inangnya dengan cara menekan
3 yang berlangsung selama 3-4 hari sebelum populasi bakteri patogen, meningkatkan
masuk stadia post larva (PL). Pada stadia kualitas perairan, atau membantu
PL, larva udang vannamei sudah tampak mendegradasi limbah organik. Pemberian
seperti udang dewasa dan sudah mulai aktif probiotik pada larva udang mampu
bergerak lurus ke depan. Hitungan stadia mencegah vibriosis dan menghasilkan benur
yang digunakan sudah berdasarkan hari, siap tebar yang berkualitas bagus sehingga
misalnya PL 1 berarti post larva berumur 1 memperoleh SR (Survival Rate) yang tinggi
hari (Haliman & Adijaya 2006). ketika panen. Jenis probiotik yang
Suatu kendala yang umum terjadi dibandingkan dalam penelitian ini ialah
dalam budi daya udang ialah larva udang probiotik koleksi Laboratorium
sering mengalami bolitas syndrome atau Mikrobiologi, Departemen Biologi IPB,
zoea 2 syndrome pada stadia zoea 2. yaitu Bacillus sp. IRVE01, IRVE02 atau
Sindrom ini menyebabkan tingkat IRVE03 dan Pseudomonas stutzeri
kelangsungan hidup larva rendah. Pada IRNAE01 dengan probiotik komersial
tahun 1998, Cedeno et al. telah (Epicin-D).
membandingkan etiologi mikroorganisme
secara biokimia dan analisis genetika larva Tujuan
udang, dan ternyata sindrom ini disebabkan Penelitian ini bertujuan mengkaji
oleh penyakit vibriosis. Ruangpan et al. pengaruh pemberian probiotik Bacillus sp.
(1998) menyatakan bahwa penyebab IRVE01, IRVE02 atau IRVE03 dan P.
kematian massal pada udang budi daya stutzeri IRNAE01 terhadap kualitas air,
2

kesehatan larva, dan SR larva udang dengan yang berwarna kuning, hijau, dan
jumlah Vibrio sebagai parameter utama. berluminesen dalam media TCBS
dipindahkan sebanyak satu lup secara
aseptik masing-masing ke dalam tiga
Waktu dan Tempat Penelitian erlenmeyer yang berisi 50 ml media cair
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan SWC 50%, kemudian dihomogenkan selama
Februari 2007 hingga April 2007 di 24 jam pada suhu ruang. Ketiga kultur
Laboratorium Scientific Study Vibrio tersebut disuspensikan ke dalam 50
(Biotechnology aquaculture), PT Central ml media SWC semi padat sebanyak 50 μl,
Pertiwi Bahari, Kalianda, Lampung. kemudian dihomogenkan. Setelah homogen,
media tersebut dituang pada permukaan agar
SWC 50 %, lalu didiamkan beberapa saat
BAHAN DAN METODE hingga beku. Isolat Bacillus sp. IRVE01,
IRVE02, dan IRVE03 serta P. stutzeri
IRNAE01 hasil peremajaan 48 jam
Bahan dan Alat diinokulasikan pada agar tersebut
Hewan uji yang digunakan ialah larva
menggunakan tusuk gigi steril, kemudian
udang vannamei yang diperoleh dari PT
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 0C.
Central Pertiwi Bahari. Bakteri uji yang
Bacillus yang menghasilkan senyawa
digunakan ialah isolat bakteri asal bak
antimikrob atau memiliki indeks
pemeliharaan larva, Vibrio sp. yang
penghambatan terhadap Vibrio ditunjukkan
berwarna kuning, hijau, dan yang
oleh adanya zona bening di sekitar koloni
berluminesen dalam media Thiosulfate
Bacillus. Salah satu Bacillus yang memiliki
Citrate Bile-salt (TCBS). Probiotik yang
indeks penghambatan Vibrio terbesar
digunakan ialah isolat bakteri asal tambak
digunakan sebagai probiotik untuk larva
udang Bacillus sp. IRVE01, IRVE02, dan
udang. Probiotik terpilih diperkaya ke dalam
IRVE03 serta P. stutzeri IRNAE01 koleksi
300 ml media molase dan fishmeal,
Laboratorium Mikrobiologi, Departemen
kemudian diinkubasi selama 48 jam pada
Biologi IPB. Probiotik pembanding yang
suhu 35 0C.
digunakan ialah probiotik komersial Epicin-
D. Bahan yang digunakan antara lain media
Penyiapan Bak Mini Hatchery
untuk pertumbuhan bakteri seperti Sea
Enam bak mini Hatchery dicuci dahulu
Water Complete Agar (SWC-Agar 50%),
dengan larutan detergen yang dicampur
TSA (Trypticase Soy Agar), TCBS, Molase
dengan iodine 100 ppm kemudian dibilas
dan Fishmeal. Pakan buatan yang diberikan
dengan air tawar. Dinding dan lantai bak
ialah BP Eguchi, CP Star 100 dan 200, dan
serta lantai ruang pemeliharaan dibilas lagi
Lanzy ZM serta MPL. Pakan alami yang
dengan larutan kaporit 1000 ppm dan
diberikan ialah alga Skeletonema sp. dan
dibiarkan hingga kering. Batu aerasi dan
Artemia. Obat yang diberikan ialah Iodine,
timah pemberat direndam dengan larutan
EDTA, Formalin, dan Treflan. Alat yang
detergen selama 24 jam, selanjutnya
digunakan terdiri atas 6 bak berkapasitas 3.5
dilakukan pencucian dan dibilas dengan air
ton, 6 set lampu neon, selang aerasi, batu
tawar. Selang aerasi dicuci dengan detergen
aerasi, timah aerasi, neraca analitik, ORP
yang dicampur dengan iodine 100 ppm dan
(Oksidation Reduction Potential) meter tipe
dibilas dengan air tawar.
RM-12P, Hand Refraktometer,
Bak yang sudah kering diisi 2.5 ton air
spektrofotometer DR 4000, Erlenmeyer, dan
laut yang kadar salinitasnya 30-33 ppt dan
saringan pakan mesh 100 dan 200 µl.
sudah difiltrasi serta diozonisasi. Air laut
yang masuk ke dalam bak disaring
Metode menggunakan saringan air yang terbuat dari
bahan khusus. Selang yang sudah
Uji Tantang Vibrio sp. Skala dimasukkan timah pemberat dan batu aerasi
Laboratorium pada salah satu ujungnya dipasangkan ke
Isolat P. stutzeri IRNAE01 dan tiga
bak secara teratur. Semua bak ditutup
calon probiotik, yaitu Bacillus sp. IRVE01,
dengan plastik transparan (Gambar 1).
IRVE02, dan IRVE03 diremajakan terlebih
Sumber kontaminan yang mengganggu
dahulu dalam media agar SWC 50%,
kesehatan larva dicegah dengan
kemudian diinkubasi selama 48 jam pada
disediakannya tempat cuci tangan dan cuci
suhu 35 0C. Selanjutnya, tiga isolat Vibrio
kaki menggunakan klorin atau iodin bagi
3

orang yang ingin keluar masuk ruang Manajemen Pakan dan Obat-obatan
pemeliharaan, disediakannya peralatan untuk Pemberian pakan setiap hari dilakukan
masing-masing bak, dan disediakannya sebanyak tiga kali untuk pakan alami dan
tempat cuci peralatan di samping bak enam kali untuk pakan buatan. Pakan buatan
sebelum dan sesudah peralatan digunakan. diberikan pada pagi (05.30 dan 10.00), siang
(14.00), sore (17.00), dan malam hari (20.00
dan 00.00). Pakan alami diberikan pada pagi
(08.00), sore (16.00), dan malam hari
(22.00). Pakan alami Skeletonema sp.
diberikan dari stadia nauplii hingga PL 1.
Pakan alami Artemia mulai diberikan pada
stadia PL 1 hingga PL 9. Obat-obatan
seperti EDTA, Treflan, dan Formalin
diberikan pada stadia tertentu. Manajemen
Gambar 1 Bak yang ditutup dengan plastik pakan buatan, pakan alami, dan obat-obatan
transparan. dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penerimaan Nauplii Tabel 1 Jadwal pemberian beberapa jenis
EDTA sebanyak 10 ppm dimasukkan ke probiotik
dalam bak sekitar 7-8 jam sebelum nauplii
masuk. Selanjutnya, dua bak perlakuan IRVE IRNAE01 Pembanding
Stadia Volume Volume
IRVE01+IRNAE01 diberi penambahan 500 Hari Larva (ml) (ml) ppm gram
ml suspensi Bacillus sp. IRVE01 dengan 0 Persiapan 500
konsentrasi ±108 sel/ml dalam media molase 1 N 4-6 2 6
dan fishmeal yang telah diinkubasi selama
2 Zoea 1 2 6
48 jam, sedangkan bak lainnya tidak diberi
3 Zoea 1-2 2.5 7.5
probiotik sama sekali. Pada saat nauplii
4 Zoea 2 2.5 7.5
diterima, kantong plastik nauplii dicuci
dengan larutan Formalin 200 ppm sebelum 5 Zoea 3 3 9
Zoea
masuk ke bak. Kantong plastik nauplii 6 /Mysis 300 3 9
dibuka di dalam bak, kemudian dilakukan 7 Mysis 1 3 9
aklimatisasi minimal 15 menit sebelum 8 Mysis 2 3 9
dituang ke dalam bak. Selama proses 9 Mysis 3 300 3 9
tersebut, air laut yang ada di dalam bak 10 PL 1 4 12
ditambahkan ke dalam kantong setiap 5
11 PL 2 4 12
menit, agar suhu dan kadar salinitas
12 PL 3 4 12
mendekati kondisi air di dalam bak.
13 PL 4 4 12
Kepadatan nauplii yang ditebar ke setiap bak
ialah 100 ekor per liter (300.000 ekor dalam 14 PL 5 300 300 4 12

3 ton air). 15 PL 6 4 12
16 PL 7 4 12
Manajemen Probiotik 17 PL 8 4 12
Sebanyak 300 ml suspensi Bacillus sp. 18 PL 9 4 12
IRVE dalam media molase dan fishmeal
dengan konsentrasi ±108 sel/ml ditambahkan Manajemen Air Laut
masing-masing ke dalam dua bak perlakuan Penambahan 0.17 ton air laut yang
IRVE pada masa perantaraan stadia zoea dan kadar salinitasnya sama dengan air di bak
mysis. Pada masa perantaraan stadia mysis dilakukan pada stadia zoea 3, mysis 1, dan
dan PL ditambahkan 300 ml suspensi P. mysis 3. Pengurangan 0.17 ton air laut
stutzeri IRNAE01 dalam media molase dan dilakukan pada stadia mysis 3, PL 5, dan
fishmeal dengan konsentrasi ±108 sel/ml. menjelang panen.
Pada PL 5 diberi penambahan lagi suspensi
Bacillus sp. IRVE dan P. stutzeri IRNAE01 Parameter yang Diamati
dalam media molase dan fishmeal masing- Selama uji ini berlangsung, dilakukan
masing 300 ml. Probiotik komersial, Epicin- pengamatan terhadap kualitas air, kesehatan
D diberikan setiap hari dengan jumlah larva, dan tingkat kelangsungan hidup (SR)
tertentu ke dalam dua bak perlakuan larva. Pengamatan kualitas air, seperti
pembanding (Tabel 1). analisa parameter fisik, kimia, maupun
4

mikroba dilakukan sebanyak enam kali, H1B13B, dan H3B23B. Nilai indeks
yaitu pada tahap air persiapan, zoea 2, mysis penghambatan Bacillus sp. IRVE01 terbesar
2, PL 2, PL 5, dan PL 8. Parameter fisik dan ialah sebesar 1.125 terhadap koloni Vibrio
kimia kualitas air yang diamati ialah sp. H3B23B (Gambar 2).
alkalinitas, oksigen terlarut (DO), pH,
potensial oksidasi reduksi, salinitas, suhu, Vibrio sp. H3B23B
IRVE02
dan Total Ammonia Nitrogen (TAN).
Zona Bening
Pengukuran alkalinitas menggunakan
indikator fenolftalein (PP), indikator Brom
Cresol Green (BCG), dan indikator Methil
Red (MR), kemudian dititrasi dengan larutan
asam sulfat 0.04 N. Pengukuran potensial
oksidasi reduksi menggunakan alat ORP
meter tipe RM-12P. Pengukuran salinitas
IRVE01
menggunakan Hand Refraktometer. TAN IRVE03

diukur berdasarkan metode Phenate, yaitu


Gambar 2 Uji tantang Bacillus sp. IRVE01
menggunakan reagen fenol, reagen sodium
terhadap Vibrio sp. H3B23B.
nitroprusid, dan oxidizing reagent, kemudian
konsentrasinya diukur menggunakan
P. stutzeri IRNAE01 dan Bacillus sp.
spektrofotometer DR 4000 pada panjang
IRVE03 sama sekali tidak menghambat
gelombang 640 nm (Greenberg et al. 1992).
Vibrio. Gambar 3 menunjukkan bahwa P.
Pemeriksaan mikroba yang dilakukan
stutzeri IRNAE01 tidak menghambat Vibrio.
ialah analisa total bakteri dan total Vibrio
dari media pemeliharaan larva dan tubuh
Vibrio sp.
larva menggunakan media TSA dan TCBS.
Selain itu, dilakukan juga pengamatan
terhadap jumlah bakteri probiotik Epicin-D
dan Bacillus sp. IRVE di setiap bak
perlakuan dengan metode heat shock, yaitu
memanaskan media pemeliharaan larva dan
tubuh larva di atas suhu 70 0C selama 10 IRNAE01

menit, kemudian dikulturkan dalam media


TSA dan TCBS. Pengamatan kesehatan
larva, seperti panjang, lebar, bobot larva, dan
sebagainya dilakukan setiap 3 hari, yaitu Gambar 3 Uji tantang P. stutzeri IRNAE01
sejak penerimaan nauplii hingga PL 8. SR terhadap Vibrio.
larva diperoleh dengan membagi jumlah
larva yang hidup saat panen dengan jumlah Selain itu, P. stutzeri IRNAE01 dapat
larva yang hidup pada awal perlakuan, dihambat oleh Bacillus sp. IRVE01 dan
kemudian dikalikan 100%. Bacillus sp. IRVE02. Gambar 4
menunjukkan bahwa P. stutzeri IRNAE01
dapat dihambat oleh Bacillus sp. IRVE01.
HASIL IRNAE01

Aktivitas Penghambatan Isolat Bacillus


sp. Terhadap Vibrio sp. Secara In Vitro
Vibrio asal bak pemeliharaan larva
udang yang diuji dalam penelitian ini
merupakan jenis Vibrio yang berluminesen,
yaitu Vibrio sp. H1B14W, H1B14B,
IRVE01
H1B13W, H1B13B, H3B21B, dan H3B23B. Zona Bening
Umumnya, Bacillus sp. IRVE01 memiliki
indeks penghambatan terhadap Vibrio yang Gambar 4 Uji tantang Bacillus sp. IRVE01
lebih besar dibandingkan Bacillus sp. terhadap P. stutzeri IRNAE01.
IRVE02 (Lampiran 2). Namun, tidak semua
Vibrio dihambat oleh Bacillus sp. IRVE01. Suhu Air Pemeliharaan Larva
Dalam penelitian ini, Bacillus sp. IRVE01 Suhu air pemeliharaan dari stadia
hanya menghambat Vibrio sp. H1B13W, nauplii hingga PL 8 berada dalam kisaran
5

suhu yang aman bagi pertumbuhan udang, alkalinitas pada tiap air pemeliharaan larva
yaitu 27.4-30.6 0C (Gambar 5). Suhu rata- ditampilkan pada Gambar 7.
rata terendah terdapat pada kontrol saat 250,00
stadia PL 2, yaitu 27.7 0C dan tertinggi
terdapat pada perlakuan Bacillus sp. IRVE01 200,00

A l k a l i n i ta s (m g / L )
dan P. stutzeri IRNAE01 dan pembanding
saat stadia zoea 2, yaitu 30.55 0C. 150,00

31,00 100,00
30,00
50,00
29,00
S u h u (C )

0,00
28,00

Z2

M2

8
PL

PL

PL
27,00

n
Stadia

pa
sia
er
26,00

rp
Kontrol IRVE01+IRNAE01 Pembanding

Ai
25,00
Gambar 7 Grafik nilai alkalinitas air
pemeliharaan larva pada
Z2

M2

8
PL

PL

PL
n
pa

Stadia kontrol dan probiotik.


s ia
er
rp

kontrol IRVE01+IRNAE01 Pembanding


Ai

Oksigen Terlarut (DO)


Gambar 5 Grafik nilai suhu air pemeliharaan
DO masing-masing air pemeliharaan
larva pada kontrol dan probiotik.
relatif sama, yaitu di atas 3 ppm dan tidak
berbeda nyata (Gambar 8). Nilai rata-rata
pH Air Pemeliharaan Larva
DO terendah sebesar 3.16 ppm terdapat pada
Nilai rata-rata pH air pemeliharaan
pembanding saat stadia PL 8 dan tertinggi
kontrol dan perlakuan relatif tidak berbeda
sebesar 3.71 ppm pada pembanding juga
nyata, yaitu tiap perlakuan mengalami
saat air persiapan.
penurunan pH dari air persiapan hingga
stadia PL 8 (Gambar 6). Umumnya, nilai pH 3,80

di setiap air pemeliharaan berada dalam 3,60


kondisi optimum (6-9), yaitu pH terendah
7.68 dan pH tertinggi 8.36.
D O (p p m )

3,40
8,70
3,20
8,40
3,00
8,10
pH

2,80
7,80
Z2

M2

8
PL

PL

PL
n
pa

7,50 Stadia
sia
er
rp

kontrol IRVE01+IRNAE01 Pembanding


Ai

7,20
Gambar 8 Grafik nilai DO air pemeliharaan
Z2

8
2

PL

PL

PL
M

larva pada kontrol dan probiotik.


an
ap

Stadia
si
er
rp

kontrol IRVE01+IRNAE01 Pembanding


Ai

Total Ammonia Nitrogen (TAN)


Gambar 6 Grafik nilai pH air pemeliharaan Semenjak awal pemeliharaan larva,
larva pada kontrol dan probiotik. TAN semakin meningkat hingga stadia PL
8. Namun, kadar TAN pada setiap air
Alkalinitas Air Pemeliharaan Larva pemeliharaan tidak melebihi 3 ppm, yaitu
Nilai rata-rata alkalinitas kontrol dan nilai TAN tertinggi sebesar 2.48 pada
tiap perlakuan dalam penelitian ini berada perlakuan Bacillus sp. IRVE01 dan P.
dalam kisaran alkalinitas yang ideal. Nilai stutzeri IRNAE01 dan pembanding saat
rata-rata alkalinitas terendah terdapat dalam stadia PL 8, sehingga masih relatif aman
perlakuan pembanding saat air persiapan, bagi larva tersebut. Grafik yang
yaitu sebesar 82.4 ppm dan nilai tertinggi menunjukkan kadar TAN air pemeliharaan
188 ppm terdapat dalam perlakuan probiotik larva dapat dilihat pada Gambar 9.
Bacillus sp. IRVE01 dan P. stutzeri
IRNAE01 saat stadia PL 5. Grafik nilai
6

3.000.000
3,00
2.500.000
2,50

T B C ( C F U /m L )
2.000.000

T A N ( m g /L )
2,00 1.500.000

1,50 1.000.000

500.000
1,00
0
Air
0,50 Persiapan
Z2 M2 PL2 PL5 PL8

kontrol 2.880 5.900 1.500 44.000 223.000 3.000.000


0,00
Pembanding 2.200 2.700 6.200 6.100 6.100 166.000
Z2 M2 PL2 PL5 PL8
IRVE01+IRNAE01 5.150 800 2.400 13.000 13.000 22.100
Stadia Stadia

kontrol IRVE01+IRNAE01 Pembanding kontrol Pembanding IRVE01+IRNAE01

Gambar 9 Grafik nilai TAN air Gambar 11 Jumlah bakteri pada air
pemeliharaan larva pada pemeliharaan larva.
kontrol dan probiotik. 300.000

250.000
Sisa Pakan Larva (Klekap)

T B C (C F U / m L )
200.000
Ada perbedaan yang nyata antara bak
150.000
kontrol dan perlakuan dalam pembentukan
klekap (sisa pakan yang tidak terdegradasi 100.000

dan berlendir) di permukaan dasar bak pada 50.000

saat panen. Gambar 10 menunjukkan bahwa 0


Air
pada kontrol masih banyak terbentuk klekap Persiapan
Z2 M2 PL2 PL5 PL8

yang menggumpal dan hampir 60% Kontrol 51.800 33.000 42.000 112.000 139.000 300.000

menutupi seluruh permukaan dasar bak. Pembanding 78.000 67.000 105.000 155.000 66.000 300.000
IRVE01+IRNAE01 78.000 43.000 56.000 127.000 56.000 114.900
Pada pembanding juga terlihat adanya Stadia
gumpalan-gumpalan klekap di permukaan Kontrol Pembanding IRVE01+IRNAE01
dasar bak, tetapi lebih sedikit jumlahnya
dibandingkan kontrol. Pada perlakuan Gambar 12 Jumlah bakteri pada tubuh larva.
Bacillus sp. IRVE01 dan P. stutzeri
IRNAE01 hanya menutupi kurang dari 10% Saat stadia PL 8, nilai TVC (Total
dari permukaan dasar bak atau hampir tidak Vibrio Count) pada air pemeliharaan kontrol
terdapat klekap. sebesar 1.470.000 CFU/ml, sedangkan
pembanding sebesar 17.500 CFU/ml dan
Bak kontrol Bak IRVE01+IRNAE01 Bak pembanding
probiotik Bacillus sp. IRVE01 dan P.
stutzeri IRNAE01 sebesar 2.440 CFU/ml
(Gambar 13).
1.700.000
1.500.000

Gambar 10 Klekap pada kontrol dan 1.300.000


T V C ( C F U /m L )

1.100.000
perlakuan probiotik. 900.000
700.000
500.000
Populasi Bakteri 300.000
Saat menjelang panen, nilai Total 100.000

Bacteria Count (TBC) tertinggi dalam air -100.000


Air
Z2 M2 PL2 PL5 PL8
pemeliharaan larva terdapat pada kontrol, Persiapan
kontrol 1.400 2.040 8.500 44.000 80.000 1.470.000
yaitu sebesar 3.000.000 Colony Forming Pembanding 600 1.630 3.600 31.000 4.100 17.500
Unit (CFU)/ml, dan terendah pada Bacillus IRVE01+IRNAE01 700 1.570 1.250 4.800 4.200 2.440
sp. IRVE01 dan P. stutzeri IRNAE01, yaitu Stadia

sebesar 22.100 CFU/ml (Gambar 11). Nilai kontrol Pembanding IRVE01+IRNAE01

TBC tertinggi dalam tubuh larva terdapat Gambar 13 Grafik nilai TVC dalam air
pada kontrol dan pembanding, yaitu sebesar pemeliharaan larva.
300.000 CFU/ml, dan terendah pada
Bacillus sp. IRVE01 dan P. stutzeri Saat stadia PL 2 terjadi kenaikan nilai
IRNAE01, yaitu sebesar 114.900 CFU/ml TVC dalam tubuh larva pada kontrol dan
saat stadia PL 8 (Gambar 12). probiotik Bacillus sp. IRVE01 dan P.
stutzeri IRNAE01, sedangkan pembanding
7

mengalami penurunan (Gambar 14). Nilai 90000


TVC tertinggi dalam tubuh larva sebelum 80000
dipanen terdapat pada kontrol, yaitu 76.000

T o t a l B a c i ll u s ( C F U / m L )
70000
CFU/ml 60000
90.000 50000
80.000
40000
70.000
T V C (C F U /m L )

60.000 30000
50.000 20000
40.000 10000
30.000
0
20.000 Z2 M2 PL2 PL5 PL8
10.000
Pembanding 30000 34000 36000 37900 83000
0
Air IRVE01+IRNAE01 5500 6400 1350 15600 19800
Z2 M2 PL2 PL5 PL8
Persiapan Stadia
Kontrol 13.900 24.300 36.000 67.000 67.000 76.000 Pembanding IRVE01+IRNAE01
Pembanding 17.600 7.900 63.000 42.000 35.000 37.900
IRVE01+IRNAE01 8.700 6.000 24.900 51.000 34.500 19.600 Gambar 16 Grafik jumlah Bacillus dalam
Stadia tubuh larva.
Kontrol Pembanding IRVE01+IRNAE01

Gambar 14 Grafik nilai TVC dalam tubuh Kesehatan Larva


larva. Perkembangan larva dari stadia ke
stadia antara kontrol dan perlakuan berjalan
Jumlah Bacillus di air pemeliharaan normal hingga stadia mysis 2. Ketika
maupun di tubuh larva pada perlakuan memasuki stadia mysis-PL, larva mengalami
Bacillus sp. IRVE01 dan P. stutzeri pergantian kulit yang tidak sempurna pada
IRNAE01 maupun pembanding diamati kontrol dan probiotik Bacillus sp. IRVE01
menggunakan metode heat shock. Jumlah dan P. stutzeri IRNAE01 sehingga kondisi
Bacillus pada air pemeliharaan larva yang larva menjadi lemah dan mengalami
diberi probiotik pembanding cenderung penurunan populasi. Hasil pemeriksaan
lebih banyak dibandingkan dengan kesehatan larva kontrol dan perlakuan dapat
perlakuan Bacillus sp. IRVE01 dan P. dilihat pada Lampiran 3.
stutzeri IRNAE01 (Gambar 15).
30000 Tingkat Kelangsungan Hidup Larva
Hasil SR akhir kontrol dan pembanding
T o t a l B a c illu s ( C F U /m L )

25000
maupun kombinasi IRVE01+IRNAE01
20000 menunjukkan SR terendah dihasilkan oleh
15000 kontrol yang larvanya mengalami
10000
pembilasan pada stadia PL 5 karena populasi
sangat rendah (Gambar 17). Nilai SR akhir
5000
paling tinggi terdapat pada perlakuan
0
Z2 M2 PL2 PL5 PL8
kombinasi Bacillus sp. IRVE01 dan P.
Pembanding 990 8000 1970 1370 18300
stutzeri IRNAE01, yaitu sebesar 29,06%,
IRVE01+IRNAE01 1300 1200 315 240 1450 sedangkan perlakuan pembanding
Stadia menghasilkan SR sebesar 26,60%.
Pembanding IRVE01+IRNAE01
40,00
Gambar 15 Grafik jumlah Bacillus dalam
air pemeliharaan larva . 30,00
S R (% )

Sama halnya dengan jumlah Bacillus di 20,00


air pemeliharaan, di tubuh larva perlakuan
pembanding pun cenderung lebih banyak 10,00
mengandung Bacillus bila dibandingkan
perlakuan Bacillus sp. IRVE01 dan P. 0,00
stutzeri IRNAE01. Saat stadia PL 2, jumlah IRVE01+IRNAE0
Kontrol Pembanding
Bacillus dalam tubuh larva perlakuan 1
Bacillus sp. IRVE01 dan P. stutzeri
IRNAE01 mengalami penurunan (Gambar Perlakuan 3,35 29,06 26,60
16). Gambar 17 Grafik SR akhir kontrol dan
probiotik.
8

PEMBAHASAN probiotik dan berhasil meningkatkan nilai


SR ketika diuji secara in vivo pada
Aktivitas Penghambatan Isolat Bacillus pemeliharaan larva udang monodon
sp. Terhadap Vibrio sp. Secara In Vitro (Decamp et al. 2004).
V. harveyi merupakan bakteri patogen Bacillus sp. IRVE01 bukan termasuk
yang dapat menyebabkan kematian massal bakteri patogen pada udang karena bakteri
pada udang terutama lebih patogen pada ini diisolasi dari sedimen tambak udang dan
stadia yang lebih muda. Bakteri ini pencernaan udang menggunakan media
umumnya bersifat patogen oportunistik, SWC. Koloni Bacillus sp. IRVE01 berwarna
yaitu organisme yang dalam keadaan normal krem, berbentuk bundar, tepian tak
ada dalam lingkungan pemeliharaan dan beraturan, dan elevasi seperti kawah dalam
berkembang dari sifat saprofitik menjadi media SWC. Media ini mengandung pepton,
patogenik apabila kondisi lingkungan dan ekstrak khamir, gliserol, air laut, dan
inang memburuk. Beberapa dari galur akuades. Media ini biasanya digunakan
bakteri ini dapat menyebabkan kematian untuk menumbuhkan V. fischeri. Namun, V.
total larva udang dengan dosis yang sangat harveyi juga dapat tumbuh dan berpendar
rendah, yaitu 102 CFU/ml (Rengpipat et al. dalam media ini dengan morfologi koloni
1998). berbentuk bulat, elevasi cembung, berwarna
V. harveyi yang diuji tantang ialah jenis krem, dan diameternya 2-3 mm setelah
Vibrio berluminesen yang diisolasi dari air inkubasi 24 jam pada suhu 28 0C (Atlas
pemeliharaan dan tubuh larva udang 2000; Lavilla-Pitogo et al. 1990). Uji
menggunakan media TCBS. Selain larva tantang yang dilakukan dalam penelitian ini
udang, bakteri ini dapat juga diisolasi dari menggunakan media SWC 50% dengan
air laut sekitar panti benih, air laut di bak harapan Bacillus sp. IRVE01 dapat tumbuh
penampungan dan sudah melalui sistem pada media yang nutrisinya kurang,
filtrasi, kepiting, dan plankton (Taufik & sehingga ketika di mini hatchery dapat
Rukyani 2002). Media TCBS merupakan terbiasa dengan kondisi kekurangan nutrisi.
media yang cocok untuk mengisolasi V. Uji tantang dalam penelitian ini
harveyi karena bersifat selektif untuk genus menggunakan metode yang sudah umum
Vibrio dan koloni V. harveyi akan berwarna digunakan, yaitu metode double layer.
hijau serta berpendar dalam media ini jika Metode ini dipilih karena dua permukaan
diamati dalam ruang gelap (Lavilla-Pitogo et pada media agar diharapkan dapat
al. 1990). memperjelas zona hambat yang dibentuk
Setiap mikroorganisme memiliki musuh Bacillus. Selain itu, waktu isolasi yang
alami di habitatnya, begitu juga dengan V. bersamaan antara Bacillus dan V. harveyi
harveyi. Bacillus dapat ditemukan dalam diharapkan terjadi kompetisi pertumbuhan
sedimen laut dan secara alami berada dalam yang adil. Namun, ada beberapa metode lain
saluran pencernaan hewan, seperti udang yang dapat digunakan untuk melakukan uji
yang makanannya ada di bawah atau di atas tantang terhadap Vibrio, yaitu metode cross
permukaan sedimen. Bacillus diketahui streak, pour plate, dan uji kompetitif.
menghasilkan senyawa antimikrob yang Metode cross streak dan pour plate pernah
mampu menghambat Vibrio dan dilakukan untuk menguji aktivitas
meningkatkan angka kematian Vibrio jika penghambatan dari 55 galur Bacillus
dilakukan uji kompetitif terhadap Vibrio terhadap 11 galur Vibrio patogen yang
(Moriarty 1999). Senyawa antimikrob yang diisolasi dari penyakit udang Asia dan
dihasilkan Bacillus berupa polipeptida, Amerika Latin (Decamp et al. 2004). Hal
seperti bakteriosin dan antibiotik. Jenis pertama yang dilakukan terlebih dahulu pada
senyawa bakteriosin yang dihasilkan metode cross streak ialah menggores
Bacillus, antara lain subtilin dan ericin oleh Bacillus dan menginkubasinya selama 24
B. subtilis, coagulin oleh B. coagulans, jam, kemudian dilanjutkan dengan
thuricin oleh B. thuringiensis, megacin oleh menggores Vibrio secara berlawanan arah
B. megaterium, lichernin oleh B. (Chytnya et al. 2002).
licheniformis, dan cerein oleh B. cereus Hasil uji tantang menunjukkan bahwa
(Lisboa et al. 2006; Torkar & Matijasic Bacillus sp. IRVE01 memiliki indeks
2003). Antibiotik yang dihasilkan Bacillus penghambatan terbesar terhadap Vibrio
dapat berupa polimiksin, basitrasin, colistin, berluminesen, yaitu 1.125 terhadap Vibrio
tyrotrisin, dan Gramisidin S (Katz & sp. H3B23B. Bakteri ini dipilih menjadi
Demain 1977). Bacillus juga telah dijadikan probiotik dalam rangka menekan populasi
9

bakteri patogen pada larva udang. Akan (Allan et al. 2000). Media produksi lain
tetapi, vibriosis berhubungan juga dengan yang digunakan ialah molase, yaitu media
faktor-faktor stres seperti penanganan, yang berasal dari sisa pengolahan tebu.
kepadatan yang tinggi, kekurangan nutrisi, Harga media ini murah dan kandungan
suhu yang ekstrim, luka-luka luar tubuh, dan karbonnya masih cukup tinggi.
tingginya kadar amonia, salinitas atau
nitrogen. Pengaruh dari vibriosis akan sangat Suhu Air Pemeliharaan Larva
bergantung pada tingkat infeksi, tetapi Pemeriksaan kualitas air pemeliharaan
tingkat kematian inang dapat melebihi 70% larva selama penelitian berlangsung
(Main & Laramore 2005). Oleh karena itu, dilakukan setiap 3 hari sekali. Walaupun
dibutuhkan calon probiotik lain untuk prosedur yang baik dalam pemeriksaan
dikombinasikan dengan Bacillus sp. IRVE01 kualitas air ialah dilakukan setiap hari,
sehingga stress pada larva dapat berkurang. namun pemeriksaan 3 hari sekali sudah
P. stutzeri IRNAE01 yang diisolasi dari cukup mewakili data kualitas air
air dan sedimen tambak udang di daerah pemeliharaan larva. Kualitas air diperiksa
Kendari, Sulawesi Selatan diketahui untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh
memiliki kemampuan dalam proses pemberian probiotik terhadap larva
nitrifikasi dan denitrifikasi. Bakteri ini dibandingkan kontrol dan pembanding.
merupakan kelompok bakteri nitrifikasi yang Parameter kualitas air, seperti salinitas air
bersifat heterotrofik, yaitu mengubah nitrit tidak diperiksa dalam penelitian ini karena
menjadi nitrat dan termasuk kelompok air laut yang digunakan sebagai air
bakteri denitrifikasi, yaitu mereduksi pemeliharaan pada tiap perlakuan berasal
senyawa nitrat dan nitrit menjadi gas dari sumber air yang sama.
nitrogen (Widiyanto 2006). Kombinasi Grafik nilai rata-rata suhu air
antara Bacillus sp. IRVE01 dan P. stutzeri pemeliharaan menunjukkan kemiripan
IRNAE01 diharapkan menjadi probiotik dalam hal kenaikan dan penurunan nilai
yang lebih baik. Akan tetapi, hasil uji suhu antara kontrol dan perlakuan probiotik.
tantang Bacillus terhadap P. stutzeri Grafik ini juga menunjukkan bahwa suhu air
IRNAE01 menunjukkan bahwa P. stutzeri pemeliharaan dari stadia nauplii hingga PL 8
IRNAE01 dihambat oleh Bacillus sp. berada dalam kisaran suhu yang aman bagi
IRVE01. Oleh karena itu, jadwal pemberian pertumbuhan udang, yaitu 27.4-30.6 0C. Hal
Bacillus sp. IRVE01 dan P. stutzeri ini menandakan bahwa kehadiran probiotik
IRNAE01 yang berselang-seling diharapkan dalam air pemeliharaan larva tidak begitu
tidak terjadi kompetisi antara dua bakteri mempengaruhi nilai suhu air. Namun, suhu
tersebut. Pada stadia perantaraan zoea dan air pemeliharaan larva dapat mempengaruhi
mysis hanya diberikan Bacillus sp. IRVE01, kondisi tubuh larva. Apabila air
sedangkan pada stadia mysis 3 hanya pemeliharaan larva berada dalam suhu yang
diberikan P. stutzeri IRNAE01. tinggi, maka laju metabolisme sel menjadi
Beberapa persyaratan yang harus cepat dan perkembangan tubuh larva pun
dimiliki probiotik, antara lain dapat mudah semakin meningkat. Suhu juga memiliki
dipelihara dan diperbanyak, dapat hidup dan pengaruh tehadap respirasi organisme air
bertahan dalam usus inang, dapat dipelihara dan dapat memperlihatkan peningkatan
dalam media yang mungkin dapat konsumsi oksigen seiring dengan
diintroduksi ke dalam usus inang, dan dapat peningkatan suhu (Effendi 2000). Kisaran
hidup dan berkembang di dalam air wadah suhu optimum untuk pertumbuhan udang
pemeliharaan (Feliarta et al. 2004). Oleh ialah 25-32 0C dan akan mengalami
karena itu, P. stutzeri IRNAE01 dan Bacillus kematian pada suhu di atas 35 0C (Dharmadi
sp. IRVE01 diperkaya dalam media produksi & Ismail 1995). Suhu air pemeliharaan juga
fish meal, yaitu sejenis pakan bagi hewan mempengaruhi kondisi pertumbuhan
perairan. Ada tiga jenis fish meal, antara lain probiotik. Suhu optimum bagi
Australian fish meal, Danish fish meal, dan perkembangan probiotik Bacillus sp.
Peruvian fish meal. Ketiga jenis fish meal IRVE01 berada pada kisaran suhu 30-35 0C.
ini mempunyai bobot kering, jumlah
nitrogen, dan jumlah energi yang cukup pH Air Pemeliharaan Larva
tinggi. Kandungan asam amino dari ketiga Grafik hasil pengukuran pH
jenis fish meal ini lebih tinggi dari soybean menggambarkan bahwa nilai pH antara
meal sehingga soybean meal tidak dipakai kontrol dan perlakuan relatif tidak berbeda
sebagai media produksi dalam penelitian ini nyata, tetapi pada kontrol mengalami
10

kenaikan dari stadia PL 5 hingga PL 8. Oksigen Terlarut (DO)


Apabila dilihat secara menyeluruh dari air Pada penelitian ini, oksigen yang
persiapan hingga pL 8, maka grafik nilai pH terlarut dalam air (DO) diberikan melalui
kontrol dan probiotik menunjukkan aerasi dari blower. DO masing-masing
penurunan pH. Namun, penurunan yang perlakuan secara keseluruhan tidak berbeda
lebih tajam ditunjukkan pada perlakuan nyata dan berada di atas 3 ppm, yaitu berada
pembanding, kemudian diikuti probiotik. pada kisaran 3.16-3.71 ppm. Kisaran nilai
Data pH ini menunjukkan bahwa DO ini masih termasuk aman karena DO
pemberian probiotik dapat menurunkan pH. pada budi daya udang harus di atas 3 ppm
Salah satu mekanisme kerja probiotik ialah (Dharmadi & Ismail 1995). Hal ini
memproduksi senyawa inhibitor, seperti menandakan bahwa pemberian probiotik
antimikrob, siderofor, dan senyawa lain Bacillus sp. IRVE01 dan P. stutzeri
yang diketahui dapat merubah nilai pH IRNAE01 tidak begitu berpengaruh terhadap
(Verschuere et al. 2000). Jadi, dapat perubahan nilai DO. DO merupakan salah
diartikan bahwa zat antimikrob yang satu faktor utama yang penting dan dapat
dihasilkan Bacillus sp. IRVE01 untuk mempengaruhi kelangsungan hidup udang.
menghambat Vibrio dapat merubah pH air. Apabila larva berada dalam kondisi DO
Akan tetapi, dosis pemberian probiotik yang rendah dalam waktu yang lama, maka
dalam penelitian ini masih dapat ditolerir mengakibatkan stress kronis bagi larva
karena pH air pemeliharaan yang diberi tersebut, nafsu makan larva akan berkurang,
probiotik masih berada pada kisaran pH 6-9 dan kemampuan untuk mengubah makanan
yang memampukan ikan dan larva udang menjadi kulit akan berkurang, serta sangat
tumbuh dengan baik. Apabila pH air berada rentan terhadap penyakit. Kelarutan oksigen
di luar kisaran 6-9, maka pertumbuhannya dalam air dipengaruhi oleh suhu dan
dapat terganggu. Apabila nilai pH berada di salinitas. Semakin tinggi suhu dan salinitas
bawah 4.5 atau di atas 10, maka akan terjadi maka kelarutan oksigen akan berkurang
kematian (Buttner et al. 1993). (Boyd 1991). Selain dari blower, oksigen
terlarut dalam air dapat juga berasal dari
Alkalinitas Air Pemeliharaan Larva hasil fotosintesis oleh alga dan difusi dari
Pada pemeriksaan alkalinitas air, udara (Hariyadi et al. 1992)
alkalinitas kontrol dan perlakuan masih
berada dalam kisaran alkalinitas yang masih Total Ammonia Nitrogen (TAN)
dapat ditolerir, yaitu 82.4-188 ppm. Kisaran Amonia pada air pemeliharaan dapat
alkalinitas yang cocok di lingkungan berasal dari proses dekomposisi pakan yang
perairan ialah antara 20-300 ppm. tidak terkonsumsi, alga yang telah mati,
Alkalinitas yang dimaksud ialah ion (atom- serta dari kotoran larva itu sendiri. Amonia
atom yang mempunyai muatan positif atau pada air pemeliharaan larva terdapat dalam
negatif) karbonat dan bikarbonat yang larut dua bentuk, yaitu gas NH3 dan ion
dengan air (Buttner et al. 1993). Grafik nilai ammonium (NH4+). Amonia dalam bentuk
alkalinitas menunjukkan bahwa pada stadia gas bersifat toksik bagi larva, yaitu mampu
PL 5 terjadi kenaikan nilai alkalinitas yang menganggu pernafasan larva. Apabila larva
cukup drastis pada perlakuan probiotik terlalu banyak diberi pakan yang
Bacillus sp. IRVE01 dan P. stutzeri mengandung banyak protein, maka
IRNAE01, yaitu dari 122.2 menjadi 188 konsentrasi amonia pada air pemeliharaan
ppm. Hal ini wajar terjadi karena keberadaan larva akan tinggi (Buttner et al. 1993).
karbondioksida dan alkalinitas berkaitan erat Amonia tidak terionisasi juga dapat
dengan derajat keasaman atau pH. Semakin meningkat apabila pH air pemeliharaan
tinggi nilai pH, maka semakin tinggi pula meningkat (Boyd 1991). Konsentrasi amonia
nilai alkalinitas, sementara kadar karbon diketahui melalui nilai TAN (Total
dioksida bebas akan semakin rendah Ammonium-Nitrogen).
(Effendi 2000). Pada stadia PL 5, pH air Grafik pengukuran TAN menunjukkan
pemeliharaan pada perlakuan probiotik juga kadar TAN yang terus meningkat hinga PL 8
sedikit mengalami kenaikan, yaitu dari 7.86 dan nilai TAN tertinggi ialah 2.48 ppm.
menjadi 7.87. Hal ini menandakan bahwa Apabila dilihat secara keseluruhan dari
pemberian probiotik dapat mempengaruhi pemeriksaan TAN pada stadia tertentu,
nilai alkalinitas air pemeliharaan larva. maka kadar TAN antara kontrol dan
perlakuan tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata. Namun, hal tersebut tidak
11

menandakan bahwa pemberian probiotik P. stutzeri IRNAE01 berhasil menekan


stutzeri IRNAE01 tidak berhasil kenaikan jumlah TVC hingga terjadi
menurunkan kadar TAN. Hal ini wajar penurunan. Nilai TVC pada air
terjadi karena populasi larva pada probiotik pemeliharaan perlakuan Bacillus sp.
masih berada dalam jumlah yang tinggi IRVE01 dan P. stutzeri IRNAE01 terjadi
sehingga nilai TAN tetap tinggi. Sedangkan penurunan dari PL 2 hingga PL 8, yaitu dari
pada kontrol, populasi larva menurun tetapi 4.800 CFU/ml menjadi 2.440 CFU/ml. Hal
kadar TAN tetap tinggi. Nilai TAN pada air ini berbeda dengan nilai TVC pada air
pemeliharaan tidak boleh melebihi 3 ppm. pemeliharaan kontrol yang mengalami
Kadar amonia mampu dihilangkan oleh kenaikan terlalu tinggi hingga mencapai
bakteri yang mampu mengubah amonia 1.470.000 CFU/ml pada stadi PL 8. Hasil
menjadi nitrit dan akhirnya diubah menjadi analisa TVC pada tubuh larva menunjukkan
nitrat yang tidak bersifat toksik bagi larva. perbedaan yang nyata antara tubuh nauplii
P. stutzeri IRNAE01 termasuk salah satu (N) kontrol dengan perlakuan. Nilai TVC
bakteri tersebut. dalam tubuh larva pada kontrol mengalami
kenaikan dari stadia N 6 dan mencapai
Sisa Pakan Larva (Klekap) 76.000 CFU/ml pada stadia PL 8. Hal ini
Pada gambar yang memperlihatkan menyebabkan populasi larva pada kontrol
pembentukan klekap (sisa pakan yang tidak mengalami penurunan, khususnya saat stadia
terdegradasi dan berlendir) menunjukkan MPL (mysis-post larva) ingin memasuki
bahwa klekap pada perlakuan probiotik stadia PL.
Bacillus sp. IRVE01 dan P. stutzeri Jumlah Bacillus pada air pemeliharaan
IRNAE01 hanya menutupi kurang dari 10% larva yang diberi probiotik pembanding
dari permukaan dasar bak atau hampir tidak cenderung lebih banyak dibandingkan
terdapat klekap. Hal ini berbeda jauh dengan perlakuan probiotik Bacillus sp.
keadaannya dengan pembanding dan IRVE01 dan P. stutzeri IRNAE01, yaitu
kontrol, yaitu pembentukan klekap pada 18.300 CFU/ml pada stadia PL 8. Hal ini
kontrol hampir menutupi 60% permukaan wajar terjadi karena dosis probiotik
dasar bak. Adanya penekanan nilai TVC pembanding yang lebih banyak, yaitu
oleh pemberian Bacillus sp. IRVE01 sebanyak 4 ppm diberikan setiap hari,
menyebabkan populasi larva tetap tinggi, sehingga cenderung selalu bertambah di air
sehingga pakan yang tidak terkonsumsi oleh pemeliharaan larva. Dosis untuk probiotik
larva menjadi sedikit. Klekap yang sedikit Bacillus sp. IRVE01 dan P. stutzeri
juga merupakan dampak tidak langsung dari IRNAE01 tidak ditambahkan setiap hari,
pemberian P. stutzeri IRNAE01 yang yaitu hanya saat air persiapan, zoea-mysis,
mampu menekan kadar amonia dari kotoran mysis 3 dan PL 5. Jumlah Bacillus di air
larva, sehingga larva tidak keracunan pemeliharaan Bacillus sp. IRVE01 dan P.
amonia dan populasi larva tetap tinggi. stutzeri IRNAE01 sebanyak 1.300 CFU/ml
lebih tinggi dibandingkan dengan
Populasi Bakteri pembanding saat stadia zoea 2. Hal ini dapat
Populasi bakteri pada tiap perlakuan di disebabkan oleh dosis pemberian Bacillus
air pemeliharaan larva mengalami kenaikan sp. IRVE01 pada waktu air persiapan lebih
dari air persiapan hingga PL 8. Kenaikan banyak dibandingkan dosis pemberian pada
yang drastis terjadi pada kontrol, yaitu dari stadia lainnya, yaitu 500 ml. Walaupun
223.000 CFU/ml menjadi 3.000.000 secara keseluruhan jumlah Bacillus pada
CFU/ml. Populasi bakteri dalam tubuh larva perlakuan Bacillus sp. IRVE01 dan P.
lebih sedikit dibandingkan air pemeliharaan stutzeri IRNAE01 lebih sedikit, namun
larva. Selama penelitian berlangsung, jumlah tersebut mampu menekan Vibrio
populasi bakteri tiap perlakuan dalam tubuh lebih tinggi, sehingga larva mampu bertahan
larva mengalami kenaikan yang tidak teratur hidup. Hal ini dapat disebabkan oleh zat
dari stadia nauplii hingga PL 8. Namun, antimikrob yang dihasilkan Bacillus sp.
populasi terendah sebelum larva dipanen IRVE01 memiliki spektrum penghambatan
masih terdapat pada Bacillus sp. IRVE01 yang lebih luas terhadap berbagai bakteri
dan P. stutzeri IRNAE01, yaitu 114.900 dibandingkan zat antimikrob yang
CFU/ml. dihasilkan Bacillus dalam pembanding.
Ada perbedaan yang nyata dalam hal Bacillus merupakan bakteri Gram
kenaikan jumlah TVC antara kontrol dan positif, membentuk endospora, dan bersifat
perlakuan, yaitu Bacillus sp. IRVE01 dan P. aerob atau fakultatif anaerob (Holt et al.
12

1994). Endospora Bacillus tetap ada pada penekanan nilai TVC yang cukup berarti
suhu yang ekstrim. Oleh karena itu, suhu pada air pemeliharaan dan tubuh larva serta
yang dipilih pada metode heat shock ialah di kondisi lingkungan yang mendukung, seperti
atas 70 0C dengan harapan semua bakteri nilai TAN yang tidak terlalu tinggi, amonia
yang tidak menghasilkan endospora mati. dan klekap yang sedikit, dan parameter
Sama halnya dengan jumlah Bacillus di kualitas air lainnya yang masih termasuk
media pemeliharaan, di tubuh larva aman bagi pertumbuhan larva udang. Hasil
perlakuan pembanding pun cenderung lebih SR panen ini membuktikan bahwa
banyak mengandung Bacillus bila penggunaan probiotik Bacillus sp. IRVE01
dibandingkan perlakuan Bacillus sp. dan P. stutzeri IRNAE01 berpengaruh dalam
IRVE01 dan P. stutzeri IRNAE01. Saat meningkatkan SR dengan cara menekan
stadia PL 2, jumlah Bacillus dalam tubuh Vibrio dan juga mempertahankan kualitas air
larva perlakuan IRVE01+IRNAE01 pemeliharaan. Peningkatan nilai SR larva
menurun, yaitu dari 6.400 CFU/ml menjadi juga terjadi pada pemeliharaan larva udang
1.350 CFU/ml. Hal ini wajar terjadi karena windu (Penaeus monodon) yang diberi
pada stadia mysis 3, probiotik yang probiotik dari genus Bacillus dibandingkan
diberikan hanya P. stutzeri IRNAE01. kontrol dan antibiotik (Decamp et al. 2004).

Kesehatan Larva
Umumnya, aktivitas larva pada kontrol SIMPULAN
dan perlakuan dapat dikategorikan tinggi.
Namun, sebagian besar gut content berada di Pemberian probiotik Bacillus sp.
bawah 50%, sehingga dapat dikatakan nafsu IRVE01 yang dikombinasikan dengan P.
makan larva rendah. Hal tersebut dapat stutzeri IRNAE01 menghasilkan nilai SR
terjadi karena larva mengalami stress. Stress akhir yang lebih baik dari pembanding, yaitu
pada larva disebabkan oleh kondisi 29.06%. Probiotik Bacillus sp. IRVE01
lingkungan yang kurang kondusif bagi terbukti mampu menekan jumlah koloni
perkembangan larva, serta serangan Vibrio. Vibrio baik di air pemeliharaan maupun di
Ketika memasuki stadia mysis-PL, larva tubuh larva yang lebih baik dibandingkan
mengalami pergantian kulit yang tidak pembanding. Perlakuan pemberian P.
sempurna pada kontrol dan probiotik stutzeri IRNAE01 terbukti mampu
Bacillus sp. IRVE01 dan P. stutzeri mengurangi pembentukan klekap di dasar
IRNAE01 sehingga kondisi larva menjadi permukaan bak pemeliharaan larva
lemah dan mengalami penurunan populasi. dibandingkan kontrol dan pembanding.
Umumnya, variasi panjang tubuh larva
yang dipanen tiap perlakuan masih rendah
atau seragam. Panjang tubuh larva terpendek
saat PL 8 terdapat pada perlakuan SARAN
pembanding, yaitu 7.69 mm dengan varasi
ukuran ± 0.93 mm, sedangkan yang
terpanjang terdapat pada perlakuan Diperlukan pengujian lebih lanjut
pembanding juga, yaitu 9.19 mm dengan mengenai dosis dan jadwal pemberian
variasi ukuran ± 1.49 mm. Apabila dilihat probiotik yang lebih efisien dan efektif lagi
dari panjang larva, maka hanya pembanding untuk meningkatkan nilai SR akhir larva.
saja yang belum layak panen karena ukuran Diperlukan karakterisasi lebih khusus lagi
minimal untuk dapat dipanen ialah 8 mm. mengenai Bacillus sp. IRVE01 dan P.
stutzeri IRNAE01 agar dapat diproduksi
Tingkat Kelangsungan Hidup Larva pada skala industri besar.
Hasil SR akhir yang diperoleh dari
kontrol dan perlakuan probiotik baik
kombinasi Bacillus sp. IRVE01 dan P.
stutzeri IRNAE01 maupun pembanding
menunjukkan SR tertinggi terdapat pada
perlakuan kombinasi Bacillus sp. IRVE01
dan P. stutzeri IRNAE01, yaitu sebesar
29.06%. Nilai SR yang tetap tinggi pada
probiotik Bacillus sp. IRVE01 dan P.
stutzeri IRNAE01 disebabkan oleh adanya
13

DAFTAR PUSTAKA Examination of Water and Wastewater.


18th Edition. Washington DC:
Allan GL et al. 2000. Replacement of fish Publication Office American Public
meal in diets for Australian silver perch, Health Association.
Bidyanus bidyanus: I. Digestibility of Haliman RW, Adijaya DS. 2006. Udang
alternative ingredients. Aquaculture vannamei. Jakarta: Penebar Swadaya.
186: 293-310. Hariyadi S, Suryadiputra INN, Widigdo B.
Atlas RM. 2000. Handbooks of 1992. Limnologi metode Analisa
Microbiological Media. 9th Edition. Kualitas Air. Bogor: Fakultas
New York: CRC Pr. Perikanan, Institut Pertanian Bogor. hlm
Boyd CE. 1991. Water Quality Management 190.
and Aeration in Shrimp Farming. Holt JG et al. 1994. Bergey’s Manual of
Pedoman Teknis dari Proyek Penelitian Determinative Bacteriology. Ed ke-9.
dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. New York: Williams & Wilkins.
hlm 82. Katz E, Demain AL. 1977. Peptide
Buttner JK, Sodenberg RW, Terlizzi DE. antibiotics of Bacillus: chemistry,
1993. An Introduction to Water biogenesis and possible function.
Chemistry in Freshwater Aquaculture. Bacteriol Rev 41: 449-474.
Northeastern Regional Aquaculture Lavilla–Pitogo CR, Baticados MCL, Cruz-
Center: 170. Lacierda ER, De la Pena LD. 1990.
Cedeno V et al. 1998. Quantitative genetics Occurance of luminous bacterial disease
and genetic transformation for the of Penaeus monodon larvae in the
selection of pathogen-resistent shrimp. Philiphines. Aquaculture 91:1-13.
Di dalam Flegel TW, editor. Lisboa MP, Bonatto D, Bizani D, Henriques
Proceedings to the Special Session on JAP, Brandelli A. 2006.
Shrimp Biotechnology 5th Assian Characterization of a bakteriosin-like
Fisheries Forum Chiengmai, Thailand. substance produced by Bacillus
Bangkok. amyloliquefaciens isolated from the
Chytnya R, Karunasagar I, Karunasagar I. Brazillian atlantic forest. Intern
2002. Inhibition of shirmp phatogenic Micobiol 9: 111-118.
vibriosis by a marine Pseudomonas I-2 Liu CH, Yeh ST, Cheng SY, Chen JC. 2004.
strain. Aquaculture 208: 1-10. The immune response of the white
Decamp O, Soetaert J, Waraphorn J. 2004. shrimp Lithopenaeus vannamei and
Probiotics in shrimp larviculture. its susceptibility to Vibrio infection
INVE Technologies NV. in relation with the mouth cycle.
Dharmadi, Ismail A. 1995. Tinjauan Fish and Shellfih Immunol 16: 151-161.
beberapa faktor penyebab kegagalan Main KL, Laramore R. 2005. Chapter 9-
usaha budidaya udang tambak. Di Shrimp Health Management. Harbor
dalam: Prosiding Seminar Sehari Hasil Branch Oceanographic Institution.
Penelitian Sub Balai Penelitian http://.hboi.edu/downloads/pdf/shrimp_
Perikanan Budidaya Pantai; manual_chapter 9.pdf [26 Desember
Bojonegara-Serang, Cilegon, 11 Maret 2006].
1995. Bojonegara-Serang: Pusat Moriarty DJW. 1999. Microbial Biosystem;
Penelitian Sub Balai Penelitian dan New Frontiers. Di dalam: Bell CR,
Perikanan Budidaya Pantai. hlm 193- Brylinsky M, Johnson GP, editor.
202. Proceedings of the 8 th International
Effendi H. 2000. Telaah kualitas air: Bagi Symposium on Microbial Ecology.
Pengolahan Sumber daya dan Canada.
Lingkungan Perairan. Jakarta: Rengpipat S, Rukpratanporn S,
Gramedia. Piyatiratitivorakul S, Menasveta P.
Feliarta, Efendi I, Suryadi E. 2004. Isolasi 1998. Probiotics in aquaculture: A case
dan identifikasi bakteri probiotik dari study of probiotics for larvae of the
ikan kerapu macan (Ephinephelus black tiger shrimp (Penaeus monodon).
fuscogatus) dalam upaya efisiensi pakan Di dalam: Flegel TW, editor.
ikan. J Natur Indonesia 6(2): 75- Advances in Shrimp Biotechnology.
80. Bangkok: National Center for genetic
Greenberg AE, Clesceri LS, Eaton AD. Engineering and Biotechnology. hlm
1992. Standard Methods for 177-181.
14

Ruangpan L, Na-anan P, Direkbusarakom S.


1998. Inhibitory effect of Vibrio
alginolyticus on the growth of
V.harveyi. Fish Pathol 33(4): 293-296.
Taufik P, Rukyani A. 2002. Penyakit oleh
Vibrio sp. berpendar pada larva udang
windu Penaeus monodon Fabricius dan
dosis pengobatannya. J Ilmu-ilmu
Perairan dan Perikanan Indones IX(1):
67-70.
Torkar KG, Matijasic BB. 2003. Partial
characterisation of bacteriocins
produced by Bacillus cereus isolat from
milk and milk products. Food Technol
41 (2): 121-129.
Verschuere L. Rombaut G, Sorgeloos P,
Verstraete W. 2000. Probiotic bacteria
as biological control agents in
aquaculture. Microbiol and Mol Biol
Rev: 655-671.
Widiyanto T. 2006. Seleksi bakteri
nitrifikasi dan denitrifikasi untuk
bioremediasi di tambak udang: kasus di
tambak rakyat desa Ciparage,
Kecamatan Tempuran, Kabupaten
Karawang [disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Manajemen pakan buatan, pakan alami, dan obat-obatan

Pakan Buatan Pakan Alami Obat-obatan (ppm)


Penam- Pengu- CP star (ppm) Lanzy (ppm) CP
bahan rangan Eguchi Spina total
Hari Sta- air laut air laut Total BP (ppm) (ppm Algae Artemia
ke- dia (ton) (ton) (ton) (ppm) 100 200 300 ZM MPL PL /hari) (ton) (gram) EDTA Treflan Formalin
1 N - - 2.5 1 1 - - 1 - - - 3 0.25 - 10 0.0045 -
2 Z1 - - 2.5 2 3 - - 2,2 - - 0,8 8 0.45 - - - -
3 Z1-2 0.25 - 2.75 3 6 - - 4,5 - - 1,5 15 0.45 - 3 0.0045 -
4 Z2 0,25 - 3 3 8 - - 5,5 - - 1,5 18 0.45 - 3 - -
5 Z3 0.17 - 3.17 3 13 - - 6,5 - - 1,5 24 0.45 - 3 0.0045 -
6 ZM - - 3.17 - 15 - - 9 - - - 24 0.45 - - 0.0045 -
7 M1 0.17 - 3.34 - 18 - - 10 - - - 28 0.45 - 4 - -
8 M2 - - 3.34 - 18 - - 10 - - - 28 0.45 - - 0.0045 -
9 M3 0.17 0.17 3.34 - 20 - - 12 - - - 32 0.45 - 4 0.0045 -
10 MPL - 0.17 3.17 - 21 - - 14 - - - 35 0.45 16 4 - -
11 PL1 - 0.17 3 - 12 9 - 9 5 - - 35 - 30 - 0.0045 -
12 PL2 - - 3 - 12 10 - 9 6 - - 37 - 30 - 0.0063 -
13 PL3 - - 3 - - 22 - - 15 - - 37 - 30 - 0.0063 -
14 PL4 - - 3 - - 23 - - 16 - - 39 - 36 - - 5
15 PL5 0.20 0.20 3 - - 27 - - 18 - - 45 - 36 - 0.0063 -
16 PL6 - - 3 - - 28 - - 20 - - 48 - 30 - 0.0063 -
17 PL7 - - 3 - - 20 8 - 15 5 - 48 - 30 - - 20

18 PL8 - - 3 - - 20 10 - 15 6 - 51 - 30 - 0.0090 -
19 PL9 - - 3 - - 20 12 - 12 10 - 54 - - - - -
16
Lampiran 2 Hasil pengamatan uji tantang Bacillus sp. IRVE01, IRVE02, dan IRVE03 terhadap Vibrio luminesen menggunakan metode
double layer
Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Vibrio oleh Bacillus sp.
Vibrio
IRVEO1 IRVE02 IRVE03
Ф koloni Ф zona IP Ф koloni Ф zona IP Ф koloni Ф zona IP
(mm) bening (mm) (mm) bening (mm) (mm) bening (mm)
H1 B14 W ulangan ke-1 8.5 - - 19.5 - - 5.5 - -

H1 B14 W ulangan ke-2 8 - - 7 - - 4.5 - -


H1 B14 B ulangan ke-1 9.5 - - 3.5 - - 6.5 - -

H1 B14 B ulangan ke-2 8.5 - - 19 - - 5 - -


H1 B13 W ulangan ke-1 3 5 0.67 6 - - 5.5 - -

H1 B13 W ulangan ke-2 menyebar - - 8.5 - - 9.5 - -


H1 B13 B ulangan ke-1 menyebar - - 11.5 - - menyebar - -
H1 B13 B ulangan ke-2 3 6 1 2 4 1 3 - -
H3 B21 B ulangan ke-1 menyebar - - menyebar - - menyebar - -
H3 B21 B ulangan ke-2 menyebar - - menyebar - - menyebar - -
H3 B23 B ulangan ke-1 4 9 1.125 7.5 10.5 0.4 menyebar - -
H3 B23 B ulangan ke-2 4.5 9 1 7.5 12.5 0.53 menyebar - -

17
Lampiran 3 Hasil pemeriksaan kesehatan larva kontrol dan probiotik
Kontrol Ulangan 1
Stadia Larva/Post Larva Condition & Health Monitoring
Gut
Sal
Pigmentation Content GMR Length SV
(ppt)
Tgl Aktifitas (%) deformity Fill (≥1:3) (mm) (mm)
¼-
O
pengecekan Ks Kp R <¼ ½ >½ Kn Hp Gut Keterangan
D= 10 (duri
16,7 ekor
N5 (3/3/7) 34 A 83,3 0,47 0,97 pendek)
Z2 (6/3/7) 33 A 10 60 40 50 50
D= Hp+gut
M2 (9/3/7) 33 A 100 10 80 10 80 20 40 40 =50%
PL2(13/3/7) 34 A 10 60 20 30 50 70 10 40 30 3,07 0,4 M3: 30%

Pembanding Ulangan 1
Stadia Larva/Post Larva Condition & Health Monitoring
Gut
Sal
Pigmentation Content GMR Length SV
(ppt)
Tgl Aktifitas (%) deformity Fill (≥1:3) (mm) (mm)
¼-
O
pengecekan Ks Kp R <¼ ½ >½ Kn Hp Gut Keterangan
D= 10 (duri
16,7 ekor
N5 (3/3/7) 34 A 83,3 0,47 0,97 pendek)
Z2 (6/3/7) 33 A 10 30 50 50 10 10
D= Hp+gut
M2 (9/3/7) 33 A 10 90 50 40 10 70 40 20 3,61 0,62 =30%

18
PL2(13/3/7) 34 A 20 20 40 60 80 5,92 0,74 Btg: 3-6 kk
PL5
(17/3/7) 34 A 60 40 100
PL8(20/3/7) 34 A 10 70 30 60 10 10 10 50 100 9,19 1,49 Nec: gill

Pembanding Ulangan 2
Stadia Larva/Post Larva Condition & Health Monitoring
Pigmentation Gut Content (%) deformity
Sal
Tgl ¼- GMR Length SV
(ppt) O
pengecekan Aktifitas Ks Kp R <¼ ½ >½ Kn Hp Gut Fill (≥1:3) (mm) (mm) Keterangan
D= 10 (duri
16,7 ekor
N5 (3/3/7) 34 A 83,3 0,47 0,97 pendek)
Z2 (6/3/7) 33 A 50 20 80 50 40 10
D=
Hp+gut+Abd
M2 (9/3/7) 33 A 100 20 80 60 50 50 =10%
PL2(13/3/7) 34 A 20 20 20 80 20 20 50 3,38 0,49 Btg: 2 kk
PL5
(17/3/7) 34 A 10 40 60 100 5,52 0,58
PL8(20/3/7) 34 A 20 30 70 10 10 50 100 7,69 0,93 Nec: gill

IRVE01 dan IRNAE01 Ulangan 1


Stadia Larva/Post Larva Condition & Health Monitoring
Pigmentation Gut Content (%) deformity
Sal
Tgl ¼- GMR Length SV
(ppt) O
pengecekan Aktifitas Ks Kp R <¼ ½ >½ Kn Hp Gut Fill (≥1:3) (mm) (mm) Keterangan
D= 10 (duri
16,7
N5 (3/3/7) 34 A 83,3 0,47 0,97 ekor

19
pendek)
Z2 (6/3/7) 33 A 30 30 70 20 20 90
D= Hp+gut
=60% Nec:
M2 (9/3/7) 33 A 40 60 70 30 70 10 10 uropod
PL2(13/3/7) 34 A 10 10 30 70 10 10 90 90 4,03 0,46 M3: 20%
PL5
(17/3/7) 34 A 60 40 100 6,03 0,95
PL8(20/3/7) 34 A 20 10 30 60 30 10 70 100 8,02 0,85 Nec: gill

IRVE01 dan IRNAE01 Ulangan 2


Stadia Larva/Post Larva Condition & Health Monitoring Keterangan
Gut
Sal
Tgl Pigmentation Content GMR Length SV
(ppt)
pengecekan Aktifitas (%) deformity Fill (≥1:3) (mm) (mm)
¼-
O
Ks Kp R <¼ ½ >½ Kn Hp Gut
D= 10 (duri
16,7 ekor
N5 (3/3/7) 34 A 83,3 0,47 0,97 pendek)
D= Hp+G =
Z2 (6/3/7) 33 A 20 40 60 40 30 20 50 10%
D= Hp+gut
=40%, Nec
M2 (9/3/7) 33 A 10 90 70 30 50 10 10 di body
PL2(13/3/7) 34 A 80 20 70 10 20 30 10 2,82 0,42 M3: 30%
Def: PR,
PL5 Ant, Nec:
(17/3/7) 34 A 40 20 50 40 10 30 70 70 4,65 1,18 PR, gill
PL8(20/3/7) 34 A 20 80 20 10 10 70 100 8,17 0,85 Nec: gill

20
Kontrol Ulangan 2
Stadia Larva/Post Larva Condition & Health Monitoring
Pigmentation Gut Content (%) deformity
Sal
Tgl ¼- GMR Length SV
(ppt) O
pengecekan Aktifitas Ks Kp R <¼ ½ >½ Kn Hp Gut Fill (≥1:3) (mm) (mm) Keterangan
D: 10 (duri
16,7 ekor
N5 (3/3/7) 34 A 83,3 0,47 0,97 pendek)
D:
Hp+G+Rs
Z2 (6/3/7) 33 A 40 20 80 50 40 70 =10%
M2 (9/3/7) 33 A 90 50 40 10 50 50
buntung 6
PL2(13/3/7) 34 A 10 30 50 50 30 100 3,68 0,65 kk
PL5
(17/3/7) 34 A 10 20 20 70 30 60 40 90 4,43 0,66 Def: PR, ant
Nec: gill dan
PL8(20/3/7) 34 A 60 40 50 10 10 10 100 8,81 0,64 Def : PR
Keterangan: KS: Kusam G: Gut (usus) Lipid (lemak) def:Deformity PR: periopode
O: Opaque (kusam) E: Empty (kosong) Kn: kuantitas Nec:Necrosis Ant: antenna
Fill:fillamentous
Ks: konsentrasi pigmen rat: rata-rata Kl: Kualitas bactery GMR: Gut to Muscle Ratio
BTG: buntung BSK: busuk Hp: hepatopankreas

21

Anda mungkin juga menyukai