Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KERJA PRAKTIK UMUM

DETEKSI EHP (Enterocytozoon Hepatopenaei) PADA UDANG VANAME


(Litopenaeus vannamei) DENGAN METODE PCR KONVENSIONAL DI
LOKA PEMERIKSAAN PENYAKIT IKAN DAN LINGKUNGAN (LP2IL)
SERANG

Oleh :

Nama : Annisa Husnul Khotimah NPM : 14141110008

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Praktik Umum : Deteksi EHP pada Udang Vaname


(Litopenaeus vannamei) dengan Metode
PCR Konvensional di Loka Pemeriksaan
Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL)
Serang.
Nama Lengkap : Annisa Husnul Khotimah
NPM : 1414111008
Tanggal Persetujuan : September 2017

Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Jurusan Pembimbing Praktik Umum

Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. Deny Sapto Chondro Utomo, S.Pi., M.Si.
NIP. 196402151996032001 NIP. 198407312014041002

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung

Prof. Dr. Irwan Sukri Banuwa, M. Si


NIP. 196110201986031002
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan segala nikmat, rahmat, dan
karuniaNya, semoga kita senantiasa menjadi hamba yang bertaqwa. Shalawat
teriring salam senantiasa kita haturkan kepada nabi Muhammad Saw, beserta
keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Praktik umum merupakan salah satu matakuliah wajib yang harus diikuti oleh
mahasiswa Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Laporan praktik umum ini berjudul “Deteksi EHP pada Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei) dengan Metode PCR Konvensional di Loka
Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL) Serang”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasi kepada:


1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. selaku ketua Jurusan Perikanan dan Kelautan.
3. Orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberi kasih sayang, dukungan,
semangat, dan do’a demi kelancaran dan kesuksesan penulis.
4. Bapak Deny Sapto Chondro Utomo, S.Pi., M.Si. selaku pembimbing praktik
umum atas kesediaannya meluangkan waktu dan kesabarannya memberikan
bimbingan, dukungan, masukan berupa kritik dan saran dalam proses
penyelesaian laporan ini.
5. Bapak Yayan Sofyan, A.Pi. M.P. selaku Manager Puncak Laboratorium Loka
Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL) Serang.
6. Bapak Dwi Rahwanto, S.Pi, selaku pembimbing lapang yang telah banyak
memberi bimbingan, masukan, dan semangat kepada penulis.
7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2014 yang selalu memberi dukungan,
semangat, dan rasa kasih sayang.
8. Teman-teman seperjuangan selama praktik umum dari Universitas Lampung,
teman-teman dari Universitas Brawijaya, dan IPB.

Penulis sadar bahwa dalam pembuatan laporan praktik umum ini masih terdapat
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun. Semoga laporan praktik umum ini dapat ditrima dan bermanfaat bagi
kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, September 2017

Annisa Husnul Khotimah


DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................
1.2 Tujuan Praktik Umum....................................................................
1.3 Waktu, Tempat, dan Metode Pelaksanaan Praktik Umum ............
II. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK UMUM
2.1 Sejarah Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL)
Serang, Banten ...............................................................................
2.2 Visi dan Misi LP2IL Serang, Banten .............................................
2.3 Laboratorium Penyakit Ikan ..........................................................
2.3.1 Laboratorium Biologi Molekuler .........................................
2.4 Lokasi dan Letak Geografis ...........................................................
2.5 Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi ..........................................
2.6 Gedung Kantor dan Pendukung Lainnya .......................................
III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengujian EHP Menggunakan PCR .....................................
3.1.1 Preparasi ..............................................................................
3.1.2 Ekstraksi ..............................................................................
3.1.3 Amplifikasi ..........................................................................
3.1.4 Elektroforesis .......................................................................
3.2 ........................................................................................................
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ....................................................................................
4.2 Saran ..............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan budidaya perairan memiliki nilai profit yang cukup tinggi, salah satu
contoh yaitu budidaya udang vaname. Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)
merupakan salah satu filum crustacea yang dapat dibudidayakan di tambak
intensif, mampu menempati kolom air, dan memiliki pertumbuhan yang cepat.
Permasalahan utama budidaya vaname yaitu adanya penyakit, karena dapat
menurunkan produksi udang. Penyakit muncul akibat adanya interaksi antara agen
penyebab penyakit (virus, jamur, bakteri, parasit), inang, dan lingkungan
(Hanggono dan Junaidi, 2015).

Salah satu penyakit infeksi yang menyerang udang vaname dalam budidaya yaitu
EHP. Enterocytozoon hepatopenaei (EHP) merupakan salah satu jenis parasit
mikosporidia. Mikosporidia adalah jenis parasit yang sangat patogen dan
mempengaruhi budidaya udang, yang memperlambat pertumbuhan budidaya
udang. Parasit tersebut membentuk spora parasit intraselular, bereplikasi dalam
wilayah sitoplasma sel epitel tubulus di hepatopankreas (Tourtip et al., 2009).

Deteksi virus penyebab penyakit EHP tersebut perlu dilakukan sebagai upaya
pencegahan dari penyebaran virus. Salah satu metode deteksi yang digunakan
dalam mendiagnosa suatu penyakit yang disebabkan oleh virus adalah dengan
menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). PCR bekerja secara
spesifik dan sensitif, sehingga virus yang menginfeksi udang dalam jumlah sedikit
dan belum menimbulkan gejala penyakit bisa dideteksi (Sukenda et al., 2009).

Hingga saat ini, metode pendeteksian EHP yang paling akurat adalah dengan
menggunakan metode PCR dengan mengacu kepada Standar Nasional Indonesia
dan Standar Internasional OIE (Organitationale Internationale Epizootic) (LP2IL,
2012). Salah satu tempat yang dapat melakukan deteksi EHP dengan metode PCR
yaitu di Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL) Serang,
Banten.

1.2 Tujuan Praktik Umum

Kegiatan Praktik Umum (PU) dilakukan dengan tujuan:

1. Mengetahui proses dan teknik deteksi EHP pada udang vaname (Litopenaeus
vannamei) dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).
2. Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai penggunaan Metode
Polymerase Chain Reaction (PCR).
3. Mengaplikasikan pengetahuan/teori kuliah dalam kehidupan nyata bidang
perikanan

1.3 Waktu, Tempat, dan Metode Pelaksanaan Kegiatan Praktik Umum

Pelaksanaan Praktik Umum (PU) dilaksanakan pada tanggal 17 Juli 2017 sampai
dengan 25 Agustus 2017 bertempat di Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan
Lingkungan (LP2IL), Serang. Metode pelaksanaan kegiatan praktik umum ini
yaitu sebagai berikut:

1. Metode Studi Literatur

Metode ini dilakukan dengan mencari studi literatur dan membaca sumber-sumber
terpercaya mengenai masalah yang dibahas dalam laporan praktik umum.
Berbagai literatur yang telah didapat selanjutnya dikumpulkan sebagai bahan
untuk pemecahan masalah yang sesuai dengan bahasan.

2. Metode Penelitian Lapang

Metode penelitian lapang digunakan dalam pengumpulan data. Pengumpulan data


dilakukan dengan pengujian secara langsung terhadap sampel yang masuk ke
laboratorium. Adapun langkah yang dilakukan dalam metode PCR adalah sebagai
berikut:

a. Preparasi sampel
b. Ekstraksi sampel
c. Amplifikasi sampel
d. Elektroforesis
e. Pembacaan hasil uji
II. GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK UMUM

2.1 Sejarah Loka Pemerikasaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL)


Serang, Banten

Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL) Serang merupakan unit
pelaksana teknis dibidang pemeriksaan hama, penyakit ikan dan lingkungan yang
berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jendral Perikanan
Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan. Loka Pemeriksaaan Penyakit Ikan
dan Lingkungan didirikan sejak tahun 2009 dengan nama Balai Penyidikan
Penyakit Ikan. Pada tahun 2010, akhirnya pendirian balai disetujui secara resmi
oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan berganti nama menjadi
Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL).

2.2 Visi dan Misi LP2IL Serang, Banten

Visi :
Menjadi laboratorium penguji dan pengawasan penyakit ikan dan lingkungan
yang terdepan dalam pengelolaan kesehatan ikan dan Lingkungan..

Misi :
Meningkatkan kualitas tata kelola organisasi menuju tata kelola menuju
pemerintah yang bersih, transparan dan akuntabel. Melakukan pelayanan yang
professional dan berorientasi pada kepuasan pelanggan. Mewujudkan LP2IL
Serang sebagai rujukan nasional di bidang pengelolaan kesehatan ikan dan
lingkungan. Meningkatkan peran LP2IL Serang dalam pengendalian mutu, khasiat
dan keamanan.

2.3 Laboratorium Penyakit Ikan

LP2IL memiliki beberapa laboratorium yang digunakan dalam pengujian penyakit


ikan dan lingkungan. Laboratorium penyakit ikan terdiri dari laboratorium biologi
molekuler, mikrobiologi dan patologi, sedangkan laboratorium lingkungan terdiri
dari laboratorium kualitas air dan residu.

2.3.1 Laboratorium Biologi Molekuler

Laboratorium biologi molekuler merupakan laboratorium yang bertugas untuk


melakukan pengujian dan pengembangan metode uji secara molekuler, terutama
terkait dengan DNA/RNA agen penyebab penyakit. Penyakit yang diuji pada
laboratorium biologi molekuler telah terakreditasi yaitu:
1. White Spot Syndrome Virus (WSSV)
2. Infectious Hypodermal and Hematopoetic Necrosis Virus (IHHNV)
3. Taura Syndrome Virus (TSV)
4. Infectious Myonecrosis Virus (IMNV)

2.4 Lokasi dan Letak Geografis

LP2IL berlokasi di Jalan Raya Carita, Desa Umbul Tanjung, Kecamatan


Cinangka, PO BOX 123 Anyer Lor Serang, Banten. Dengan luas lahan total
LP2IL mencapai 6 hektar. Lokasi LP2IL terletak pada 6.230 Lintang Selatan dan
105.830 Bujur Timur.
2.5 Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:


PER.28/MEN/2010 Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan yang
selanjutnya disebut LP2IL, merupakan Unit Pelaksana Teknis di bidang
pemeriksaan hama, penyakit ikan dan lingkungannya yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya. LP2IL Serang
memiliki struktur organisasi berdasarkan SK. No 21/LULP2IL-S/OT.230/I/2015,
tugas dan fungsi masing-masing (Gambar 4).

Manajer Puncak

Deputi Manajer Deputi Manajer Deputi Manajer


Puncak 1 Puncak 2 Puncak 3

Manajer Teknis Manajer Mutu

Penata Usaha Supply Center Petugas


Laboratorium Pengendali Sistem
Mutu

Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium


Kualitas Air Obat dan Patologi Mikrobiologi
Residu

Gambar 4. Diagram alir struktur organisasi LP2IL Serang, Banten


Untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan Loka Pemeriksaan Penyakit
Ikan dan Lingkungan Serang, maka dilakukan pembagian tugas sesuai dengan
struktur organisasi di atas, yaitu :

1. Urusan Tata Usaha bertugas melakukan penyusunan rencana, program dan


anggaran, urusan tata usaha dan rumah tangga, serta evaluasi dan penyusunan
laporan.
2. Subseksi Metode Pemeriksaan bertugas melakukan penyusunan dan
penerapan metode, pengujian dan analisis data di bidang pemeriksaan hama,
penyakit ikan dan lingkungannnya, serta monitoring dan pengawasan.
3. Suseksi Pelayanan Operasional bertugas melakukan pelayanan teknis di
bidang kesehatan ikan dan lingkungannya serta pengolahan data, pengolahan
sistem informasi, dan diseminasi informasi mengenai hama, penyakit ikan
dan lingkungannya.
4. Kelompok Jabatan Fungsional bertugas melaksanakan kegiatan yang
berkaitan dengan pemeriksaan hama, penyakit ikan, dan lingkungannya, serta
kegiatan lain yang sesuai dengan tugas masing-masing jabatan fungsional
berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan


Lingkungan - Serang menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan rencana, program dan anggaran, serta evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang pemeriksaan hama, penyakit ikan, dan lingkungannya;
2. Penyusunan dan penerapan metode di bidang pemeriksaan hama, penyakit
ikan, dan lingkungannya;
3. Pengujian dan analisis data di bidang pemeriksaan hama, penyakit ikan, dan
lingkungannya;
4. Pelaksanaan pelayanan teknis di bidang kesehatan ikan, dan lingkungannya;
5. Pelaksanaan monitoring dan pengawasan (surveillance) mengenai penyebaran
penyakit ikan, zonasi dan eradikasi hama dan penyakit ikan;
6. Pengolahan data, pengelolaan sistem informasi, dan diseminasi informasi
mengenai hama, penyakit ikan, dan lingkungannya;
7. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga LP2IL.

2.6 Gedung Kantor dan Pendukung Lainnya

LP2IL memiliki ruangan yang mendukung kegiatan teknis, meliputi :


1. Kantor yang dilengkapi aula, ruang rapat, gudang dan mushola
2. Perpustakaan
3. Guest House terdiri dari: 1 unit tipe kecil dan 1 unit tipe 150
4. Ruang Pusat Informasi
5. Mess Operator terdiri dari: 2 unit tipe 75, 6 unit tipe 50 dan 2 unit tipe 36
6. Pos Jaga (1 unit)
7. Ruang Genset (1 unit)
8. Sarana pendukung teknisi asrama (8 unit)
9. Dapur asrama (1 unit)
III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Pelaporan Kegiatan Pengujian EHP Menggunakan PCR


Konvensional
3.1.1 Preparasi Sampel
Sampel udang yang telah diberi kode sampel sesuai dengan STP langsung
dilakukan preparasi. Preparasi sampel bertujuan untuk mengambil organ target
untuk dihaluskan dan ketahap selanjutnya yaitu ekstraksi sampel. Adapun proses
preparasi sampel yang dilakukan yaitu sebagai berikut:
1. Gunting, pinset, cawan petri (wadah sampel) yang steril, alkohol/ etanol,
aquades, sampel udang vaname, bunsen dan korek api disiapkan.
2. Sampel udang diambil bagian organ target (insang, hepatopankreas, dan kaki
renang).
3. Jaringan yang telah diambil, kemudian dimasukkan ke dalam microtube yang
telah dituliskan kode sampel sesuai dengan STP (Surat Tanda Pengujian).
Sampel dihaluskan dan penghalusan sampel (jaringan) dilakukan di dalam
microtube dengan cara jaringan digunting hingga halus.
4. Sebanyak 25-50 mg jaringan dimasukkan ke dalam microtube 1,5 ml. Hasil
preparasi (Gambar 5) dapat langsung digunakan atau disimpan di frezzer
dengan suhu -20ºC. Penyimpan dilakukan pada suhu dingin agar tidak terjadi
degradasi pada DNA/RNA.

Gambar 5. Hasil Preparasi Sampel


3.1.2 Ekstraksi Sampel
Setelah sampel dipreparasi kemudian masuk kedalam tahap selanjutnya yaitu
ekstraksi. Ekstraksi merupakan suatu tahap dalam proses PCR, dimana hasil
ekstraksi (genom) ini sangat penting untuk tahap selanjutnya sehingga pada tahap
ekstraksi harus bebas dari kontaminasi Adapun langkah kerja dalam proses
ekstraksi yaitu:
1. Masukkan 25 mg – 50 mg jaringan udang (pleopod udang juvenile atau
subadult hidup, postlarva 11 ke atas tanpa kepala, keseluruhan jaringan
postlarva 10) atau 0,1 ml haemolymp ke dalam mikrotube 1,5 ml, hancurkam
jaringan dalam mikrotube dengan menggunakan pellet pastle, kemudian
tambahkan 1 ml DNAzol® reagent.
2. Sentrifugasi pada kecepatan 10000 xg selama 10 menit pada suhu 4 0C atau
suhu ruang.
3. Pindahkan supernatant ke dalam mikrotube baru, kemudian tambahkan 0,5 ml
ethanol 96%, bolak balik mikrotube agar tercampur dengan baik dan diamkan
selama 1 menit – 3 menit pada suhu ruang.
4. Sentrifugasi kembali mikrotube dengan kecepatan 4000 xg selama 1 menit –
2 menit pada suhu 4 0C atau suhu ruang.
5. Cuci pellet dengan 0,8 ml – 1 ml ethanol 75% dan diamkan selama 30 detik –
60 detik.
6. Buang ethanol 75% kemudian keringkan selama 5 detk – 15 detik.
7. Lakukan pencucian pellet kembali dengan menambahkan 0,8 ml – 1 ml
ethanol 75% dan diamkan selama 30 detik – 60 detik.
8. Buang ethanol 75% kemudian keringkan selama 5 detik – 15 detik,
tambahkan 8 mM NaOH sebanyak 0,2 ml – 0,3 ml, kemudian dihomogenkan.
9. Gunakan 1 µl larutan (genom) DNA untuk setiap reaksi PCR
10. Simpan pellet pada suhu -20 0C.
3.1.3 Amplifikasi Sampel

Amplifikasi merupakan tahapan dalam PCR dimana pembuatan bahan mastermix


hingga tahap selanjutnya pada alat thermalcycler. Pada alat tersebut terjadi proses
berulang yaitu denaturasi, annealing, dan extension. Adapun tahapan yang
dilakukan dalam proses amplifikasi pada metode PCR konvensional yaitu:

1. Microtube 0,2 ml dan 1,5 ml disiapkan sesuai dengan jumlah sampel hasil
ekstraksi atau berapa reaksi yang akan digunakan dan ditambahkan 1 kontrol
positif dan 1 kontrol negatif. Microtube ini diletakkan pada rak ice block
sehingga komponen dari bahan reagen yang digunakan tidak rusak.
2. Bahan-bahan reagen (Tabel 1) dimasukkan kedalam microtube 1 ml dan di
vortex hingga homogen serta tidak adanya gelembung. Hasil mastermix
dibagi ke dalam microtube 0,2 ml dengan volume masing-masing sebanyak
23 μl.

Preparasi mastermix di buat dengan menggunakan bahan-bahan berikut:

Tabel 1. Bahan Reagen PCR EHP

No Nama Bahan 1x Reaksi


1 NFW 7,5
2 2x Master Mix 12,5
3 Primer F 1,5
4 Primer R 1,5

3. Primer sequen PCR yang digunakan untuk deteksi EHP 510 Forward (5’-
GCCTGAGAGATGGCTCCCACGT) dan EHP 510 Reverse (5’-
GCGTACTATCCCCAGAGCCCGA) (Tang et al., 2015). Kemudian
template DNA yang akan diuji dan kontrol positif dimasukkan sebanyak 2 μl
ke dalam microtube yang berisi bahan reagen, sedangkan untuk kontrol
negatif hanya berisi campuran bahan reagen.
4. Tahap selanjutnya, profil amplifikasi pada thermalcyler harus diatur terlebih
dahulu sehingga proses amplifikasi dapat berjalan dengan baik (Tabel 2).
5. Kemudian semua microtube dimasukkan ke dalam alat thermalcyler untuk
dilakukan proses amplifikasi sehingga didapat amplikon (hasil amplifikasi).
Setelah proses amplifikasi selesai, amplikon dapat disimpan pada suhu 4ºC.
6. Profil amplifikasi sebagai berikut :

Tabel 2. Profil Amplifikasi pada PCR Konvensional IHHNV

Reaksi Suhu (0C) Waktu Siklus


Aktivasi hot start Taq DNA 94 3 menit 1 siklus
Polymerase
Denaturasi 94 30 detik 1 siklus
Anneling 60 30 detik 1 siklus
Ekstensi 72 30 detik 35 siklus
Final ekstensi 72 5 menit 1 siklus

3.1.4 Elektroforesis
3.1.4.1 Pembuatan Agarose
1. 1,5 gr agarose dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 100 ml 1x
TBE buffer (Gambar 6). Lalu diaduk atau erlenmeyer digoyangkan sehingga
agarose dapat larut.

Gambar 6. Bubuk Agarose yang dicampur larutan TBE


2. Erlenmeyer dimasukkan ke dalam microwave untuk dipanaskan selama 5
menit, sehingga agarose menjadi jernih. Selanjutnya 2 μl flurosafe DNA stain
ditambahkan dan dihomogenkan. Flurosafe DNA stain (pewarna gel) ini
berfungsi sebagai penanda DNA, ketika DNA yang berikatan dengan gel red
akan berpendar jika dilihat diatas UV Trasilluminator.

3. Larutan agarose dituang ke cetakan yang dipasangi sisir elektroforesis


sehingga membentuk sumuran, setelah itu larutan gel agarose didiamkan
hingga memadat. Plate agarose dipindahkan kedalam wadah yang telah diisi
larutan TBE 1X dan plate agarose siap untuk digunakan.

3.1.4.2 Proses Elektroforesis

1. Plate agarose dimasukkkan ke dalam mesin elektroforesis yang telah diisi


dengan larutan TBE 1x hingga plate agarose terendam dengan posisi
sumuran di kutub negatif.
2. Sebanyak 5 μl sampel EHP hasil amplifikasi (amplikon) dan 2,5 μl marker
dimasukkan ke dalam sumuran. Dimulai dari kontrol negatif, sampel, kontrol
positif dan marker, dengan urutan sumuran 1 adalah marker, sumuran 2
kontrol negatif, sumuran 3 kontrol positif sedangkan untuk sampel
dimasukkan ke dalam sumuran 4 dan seterusnya.
3. Kemudian dilakukan running elektroforesis dengan 100 volt (Gambar 7)
selama 25 menit hingga marker dan sampel bergerak 2/3 bagian.

Gambar 7. Running Elektroforesis


3.1.4.3 Pembacaan Hasil

1. Plate agarose hasil running elektroforesis direndam sebentar ke dalam


aquades. Plate agarose dimasukkan ke UV Transilluminator (Gambar 8) dan
hasil diperiksa dengan menggunakan UV Transilluminator.

Gambar 8. Agarose dimasukan ke UV Transilluminator


2. Selanjutnya dilakukan pengamatan hasil yang didapat dengan melihat band
DNA yang muncul pada band marker, band kontrol positif dan negatif.
Sampel terdeteksi virus EHP bila terlihat band DNA sampel sejajar dengan
band kontrol positif dengan berpendarnya pita dengan ukuran 389 bp dan
sampel yang negatif EHP jika tidak terdapat DNA sampel yang sejajar
dengan band kontrol positif dengan tidak terlihat adanya pita berukuran 389
bp.

3.2 Hasil dan Pembahasan Pengujian EHP Menggunakan PCR


Konvensional

Keberadaan parasit EHP dapat dideteksi/ didiagnosa dengan cara histopatologi,


parasitologi konvensional, dan PCR. PCR merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi EHP dengan cara perbanyakan (replikasi) DNA
dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat secara enzimatis, prinsip dalam
PCR perbanyakan segmen DNA secara spesifik. Kegiatan selama praktik umum
yang dilakukan untuk pengujian EHP terhadap udang vaname dengan
menggunakan teknik/metode PCR yaitu: pra-PCR (preparasi dan ekstraksi
sampel), PCR (mastermix dan amplifikasi), post-PCR (elektroforesis dan
dokumentasi).

Proses elektroforesis dilakukan agar dapat melihat hasil dari pengujian dengan
menggunakan agarose dan alat elektroforesis. Sampel uji yang dimasukkan ke
dalam satu plate agarose berdasarkan jumlah sampel pada STP (Surat Tanda
Pengujian), hal ini dilakukan untuk mempermudah proses dokumentasi dan
pembacaan hasil. Pemeriksaan DNA dengan PCR perlu adanya kontrol positif dan
kontrol negatif. Kontrol positif pada lempeng agarose terdapat pita DNA/RNA,
hal ini untuk menghindari kesalahan dalam menganalisis atau membaca hasil yang
didapat. Kontrol negatif pada lempeng agarose setelah elektroforesis terlihat
bersih, jika terdapat pita DNA/RNA maka dapat dikatakan terjadi kontaminan
(Yusuf, 2010).

Pita DNA yang dihasilkan pada proses elektroforesis dapat menunjukkan kualitas
DNA itu sendiri. Kualitas DNA yang baik akan menghasilkan pita DNA yang
tebal, jelas, lebih terang pada saat dilihat di UV Transilluminator dan pita sampel
terlihat sejajar dengan pita kontrol positif, jika sampe terdeteksi (positif). Hal ini
sesuai dengan, Kasper dan Lenz (2004) yang menyatakan bahwa, kualitas DNA
dapat terlihat dari pita DNA yang dihasilkan sejajar serta tidak terdapat smear.
Smear merupakan DNA yang terpotong-potong dan berukuran kecil. Kualitas
DNA yang baik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain suhu yang
digunakan pada proses penyimpanan, penyimpanan DNA dalam jangka waktu
yang lama serta terlalu banyak sampel yang digunakan pada saat ekstraksi.
Penyimpanan pada suhu dingin atau beku lebih efektif untuk mempertahankan
DNA. Zetzsche dan Gemeinholzer (2009), menyebutkan penyimpanan pada suhu
-20 ºC lebih baik dibandingkan pada suhu -4 ºC.

3.2.1 Preparasi Sampel


Proses preparasi harus dilakukan secara steril, terutama alat-alat yang digunakan,
supaya tidak terjadi kontaminasi pada saat pemeriksaan virus. Alat-alat sebelum
digunakan harus diberi sinar UV terlebih dahulu, kemudian pada saat melakukan
preparasi harus disediakan etanol 70% dan akuades. Keduanya digunakan untuk
mencuci gunting dan pinset yang sudah digunakan untuk menghaluskan sampel,
dan agar tidak terjadi kontaminasi antara sampel satu dengan sampel yang lain.
Menurut Lightner (1993), Organ target atau jaringan yang diambil saat preparasi
yaitu pada bagian kepala. Organ sasaran utama meliputi: insang, epitel kutikula
(atau hipodermis), semua jaringan ikat, jaringan haematopoietic, organ limfoid,
kelenjar antennal, dan tali saraf ventral, cabang dan ganglia.

3.2.2 Ekstraksi DNA

Ekstraksi merupakan suatu tahap dalam proses PCR, dimana hasil ekstraksi
(genom) ini sangat penting untuk tahap selanjutnya sehingga pada tahap ekstraksi
harus bebas dari kontaminasi. Kontaminan yang umum terjadi yaitu adanya
polisakarida yang dapat menggangu proses PCR, karena dapat menghambat
aktivitas dari Taq polimerase. Sampel yang digunakan pada saat ekstraksi tidak
boleh terlalu banyak, jika terlalu banyak sampel yang digunakan maka akan
mempengaruhi hasil dari ekstraksi serta hasil pengujian. Sampel yang digunakan
hanya 25-50 mg, hal ini dilakukan untuk menghindari adanya DNA lain dan
menghindari dominasi DNA hewan uji (udang). Proses ekstraksi ini menggunakan
beberapa larutan yaitu larutan DNAzol®, etanol 96%, etanol 75% dan NaOH.
DNAzol® berfungsi untuk menghancurkan dinding sel dari sampel tersebut,
sedangkan larutan etanol berfungsi untuk persipitasi protein dan komponen-
komponen lain sehingga yang didapat hanya DNA murni. Larutan NaOH
berfungsi untuk melarutkan DNA yang dihasilkan dan menjaga DNA agar tidak
mudah rusak (Wyban, 1991).

Sentrifugasi pada tahap ekstraksi DNA merupakan teknik untuk memisahkan


campuran berdasarkan berat molekul komponennya. Molekul yang mempunyai
berat molekul besar akan berada di bagian bawah tabung dan molekul ringan akan
berada pada bagian atas tabung. Hasil sentrifugasi akan menunjukkan dua macam
fraksi yang terpisah, yaitu supernatan pada bagian atas dan pelet pada bagian
bawah.
Setelah disentrifus maka didapat supernatant dan pellet yang menggendap
dibagian bawah tube. Supernatant yang diambil yaitu di bagian yang tidak
mengandung kotoran atau jaringan sampel yaitu cairan bening. Setelah proses
ekstraksi selesai, pellet disimpan di frezer -20ºC agar tidak terjadi degradasi pada
DNA/RNA virus. Selain itu untuk meminimalkan terjadinya kontamisai
(Fatchiyah et al., 2011). Ekstraksi yang bagus tidak menghasilkan endapan terlalu
banyak, banyaknya endapan yang ada di dalam microtube akan mempengaruhi
untuk proses selanjutnya.

3.2.3 Amplifikasi

PCR adalah suatu proses perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatis untuk
mendapatkan replikasi DNA dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat.
Prinsip kerja PCR yaitu memperbanyak segmen spesifik DNA yang diawali
dengan perlekatan. PCR dapat menggandakan DNA sekitar 106-107 kali dari
jumlah semula. Proses ini terjadi pada alat thermalcycler. Proses PCR merupakan
proses siklus yang berulang, proses ini meliputi denaturasi, annealing dan ekstensi
(Giridaran dan Uma, 2017).

Denaturasi atau peleburan merupakan suatu proses DNA yang utas ganda (Double
strain) menjadi utas tunggal (Single strain), terjadi pada suhu 94 0C untuk
memecah ikatan hidrogennya, proses ini terjadi selama 15 detik. Annealing atau
penempelan merupakan proses penempelan primer pada DNA template yang
komplemen pada urutan basanya. Suhu maksimal pada proses annealing maksimal
60 0C. Ekstensi atau pemanjangan yaitu proses DNA polymerase melengkapi utas
tunggal (Single strain) menjadi utas ganda (Double strain) dengan
memperpanjang fragmen primer. Proses ekstensi juga memerlukan dNTP sebagai
penyusun rantai DNA, terjadi pada suhu 72 0C selama satu menit (Tang et al,
2015).

3.2.4 Elektroforesis
Elektroforesis merupakan teknik pemisahan komponen atau molekul
bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam suatu matriks
yang dipengaruhi oleh medan listrik. Komponen atau molekul tersebut dapat
berupa DNA, RNA, maupun Protein dari pengotor lain. Elektroforesis
menyediakan informasi mengenai ukuran, muatan, dan jenis komponen yang
dielektroforesis. Prinsip kerja elektroforesis gel dimulai saat molekul yang
bermuatan listrik ditempatkan pada medium berisi tenaga listrik. Molekul
yang digunakan dalam elektroforesis adalah molekul DNA yang bermuatan
negatif. Molekul akan bermigrasi menuju kutub positif atau kutub negatif
berdasarkan muatan yang terkandung di dalamnya. Arah migrasi DNA adalah
dari kutub negatif ke kutub positif.

Migrasi DNA dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran molekul DNA,
konsentrasi gel, bentuk molekul, densitas muatan, pori-pori gel, voltase, dan
larutan buffer elektroforesis. Hasil DNA elektroforesis harus dibandingkan
dengan DNA marker. Marker adalah segmen DNA yang spesifik dan telah
diketahui ukurannya. Marker berfungsi sebagai acuan untuk mengetahui
ukuran DNA hasil ampifikasi. DNA Marker berfungsi sebagai penanda
posisi pasangan basa dari molekul DNA yang bermigrasi (Daryono, 2013).

Tabel 3. Hasil Uji EHP dengan Metode PCR Konvensional

HASIL UJI

PARAMETER Test Result


NO
Parameters Gambar Keterangan

Pictures Information

Lane 1: Marker
1 EHP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Lane 2: Kontrol negatif

Lane 3: Kontrol positif

Lane 4 (U/09/ VII /17):


Sampel tidak
500
terdeteksi
EHP

100
Lane 5 (U/10/ VII /17):
Sampel tidak
terdeteksi
EHP

Lane 6 (U/11/ VII /17):


Sampel tidak
terdeteksi
EHP

Lane 7 (U/12/ VII


/17): Sampel
positif
terdeteksi
EHP

Lane 8 (U/13/ VII


1 2 3 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
/17): Sampel
positif
terdeteksi
EHP

Lane 9 (U/14/ VII


500 /17): Sampel
positif
terdeteksi
EHP
100
Lane 10 (U/15/ VII
/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 11 (U/16/ VII


/17): Sampel
1 2 3 22 23 24 25 26 27 28 29 30
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 12 (U/17/ VII


/17): Sampel
500 tidak
terdeteksi
EHP
100 Lane 13 (U/18/ VII
/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP
1 2 3 31 32
Lane 14 (U/19/ VII
/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP
500

Lane 15 (U/20/ VII


/17): Sampel
100 tidak
terdeteksi
EHP

Lane 16 (U/21/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 17 (U/22/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 18 (U/23/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 19 (U/24/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 20 (U/25/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 21 (U/26/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 22 (U/27/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 23 (U/28/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 24 (U/29/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 25 (U/30/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 26 (U/31/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 27 (U/32/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 28 (U/33/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 29 (U/34/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 30 (U/35/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 31 (U/36/ VII


/17): Sampel
tidak
terdeteksi
EHP

Lane 32 (U/37/VII/17):
Sampel tidak
terdeteksi
EHP

Selain dari kontrol positif, kontrol negatif dan sampel yang terdapat dalam gel
agarose juga terdapat marker. Marker merupakan segmen DNA yang spesifik dan
telah diketahui ukurannya. Marker berfungsi untuk mengetahui ukuran DNA hasil
apmlifikasi. Marker DNA yang terdapat dalam gel elektroforesis berfungsi
sebagai penanda posisi molekul DNA yang bermigrasi untuk menentukan
perkiraan pasang basa. Pada EHP pasang basa terdapat pada 514bp (Tang et al.,
2015). Dari Tabel 3 hasil uji tersebut dapat dilihat bahwa terdapat sampel yang
terserang EHP atau dikatakan positif EHP pada lane 7-9. Hal ini ditunjukan
dengan muncul band pada 514 bp atau sejajar dengan kontrol positif. Pada
sampel yang diuji dan dikatakan negatif ditunjukan dengan tidak terdapat band
yang muncul pada 514bp.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Adapun Kesimpulan yang dapat diambil dari proses Praktik Umum (PU) berjudul
Deteksi Penyakit EHP pada Udang Vaname dengan Metode PCR Konvensional
yaitu:
1. Tahapan proses PCR Konvensional dimulai dari preparasi sampel,
ekstraksi sampel, amplifikasi yang didalamnya terdapat proses denaturasi,
annealing dan ekstensi, kemudian dilanjutkan tahap elektroforesis dan
pembacaan hasil pada UV transiluminator.

2. Dari beberapa sampel yang di uji EHP menunjukan hasil yang negatif atau
sampel tidak terserang EHP. Jika sampel terserang EHP maka akan
terdapat pita yang berpendar pada saat dilihat dalam UV transiluminator
dan letaknya sejajar dengan control positif yakni berukuran 514bp.

4.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan pada kegiatan laboratorium yaitu disraankan
perlu adanya penanganan dalam peralatan yang digunakan dalam pengujian
dengan metode secara PCR konvensional agar waktu pelaksanaan lebih efisiensi.
DAFTAR PUSTAKA

Daryono, M. 2013. Analisis White spot syndrome virus (WSSV) pada


Litopenaeus vanammei (Udang vaname) dengan metode Polymerase
Chain Reaction (PCR). Skripsi. Universitas Negeri Sumatera Utara.
Medan.
Fatchiyah. 2011. Amplifikasi DNA. pp: 48-56. In Fatchiyah, Arumingtyas, E.L.,
Widyarti, S., & Rahayu, S. Biologi Molecular: Prinsip Dasar Analisis.
Erlangga, Jakarta.
Giridaran, M dan A. Uma. 2017. A Report A Report on the Hepatopancreatic
Microsporidiosis Caused by Enterocytozoon hepatopenaei (EHP) in
Penaeus vannamei (Pacific White Shrimp) Farms in Thiruvallur District,
Tamilnadu, India. International Journal of Current Microbiology and
Applied Science.
Hanggono, B., dan M, Junaidi . 2015. Deteksi Penyakit Viral Pada Udang
Vannamei. Jurnal Ilmu Perikanan.6.(1).1–13.
Kasper, Y. and Lenz, C. (2004). Stable 8-year storage of DNA purified with the
QIAamp DNA blood mini kit. QIAGEN News.
Lightner D.V., Redman R.M., Bell T.A. & Brock J.A. (1983b). Detection of
IHHN virus in Penaeus stylirostris and P. vannamei imported into
Hawaii. J. World Mariculture Soc., 14: 212–225.
Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan (LP2IL). 2012. Laboratorium
Biologi Molekuler. Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sukenda, S. H., Dwinanti, dan M, Yuhana. 2008. Keberadaan White Spot
Syndrome Virus (WSSV), Taura Syndrome Virus (TSV) dan Infectious
Hypodermal Haematopoitic Necrosis Virus (IHHNV) di Tambak Intensif
Udang Vanamei (Litopenaeus Vanname)i di Bakauheni, Lampung
Selatan. Jurnal Akuakultur Indonesia. 8 (2):1-8.
Tang, K.F.J., Pantoja, C.R., Redman, R.M., Han, J.E., Tran, L.H., Lightner,
D.V., 2015. Development of in situ hybridization and PCR assays for
the detection of Enterocytozoon hepatopenaei (EHP), a microsporidian
parasite infecting penaeid shrimp. Journal Invertebrata Pathologi. 130,
37–41.
Tourtip, S., Wongtripop, S., Stentiford, G. D., Bateman, K. S., Sriurairatana,
S., Chavadej, J., Withyachumnarnkul, B. 2009. Enterocytozoon
hepatopenaei sp. nov. (Microsporida: Enterocytozoonidae), a parasite of
the black tiger shrimp Penaeus monodon (Decapoda: Penaeidae): Fine
structure and phylogenetic relationships. Journal of invertebrate
pathology. 102(1), 21–29.
Thompson, R. dan B. Fritchman. Illustrated guide to home biology
experiments: All lab, no lecture. California, O’Reilly Media Inc. : xv +
358 hlm.
Wyban, J.A. dan Sweeney, J. N. 1991. Intensive Shrimp Production Technology.
The Oceanic Institute. Hawai. USA.
Yusuf, Z. K., 2010. Polymerase Chain Reaction (PCR). Saintek Vol. 5, No. 6.
Zetzsche, H., Dröge, G. dan Gemeinholzer, B. (2009): DNA Bank Network -
Webkatalog und Referenzdatenbank für organismische DNA. GfBS
newsletter 22: 4-7
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai